• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO “SOLUSI PINTAR JELAS DAN MUDAH” (SPLASH) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VII DI MTsLB YAKETUNIS YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO “SOLUSI PINTAR JELAS DAN MUDAH” (SPLASH) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VII DI MTsLB YAKETUNIS YOGYAKARTA."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO “SOLUSI PINTAR JELAS DAN MUDAH” (SPLASH) TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VII DI MTsLB YAKETUNIS YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ruth Delani NIM 11105241024

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Cinta bukan berawal dari tatapan mata, namun cinta hadir

karena hati yang tulus.

(Ruth Delani)

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

(6)

PERSEMBAHAN

1. Kedua orangtua yang selalu memberi semangat, doa, dan kasih sayang. 2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO SPLASH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA TUNANETRA KELAS VII DI MTsLB YAKETUNIS

YOGYAKARTA Oleh Ruth Delani NIM 11105241024

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan media audio SPLASH terhadap hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan one group pre-test post-test design. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VII C di MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang berjumlah 4 orang. Pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik tes hasil belajar, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu statistik parametrik dengan uji rerata.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa media audio SPLASH efektif terhadap hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor pre-test adalah 65 dan rata-rata skor post-test adalah 82,5 sehingga dapat dilihat terjadi peningkatan setelah menggunakan media audio SPLASH sebesar 17,5.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan kasih dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Efektivitas Penggunaan Media Audio (SPLASH) “ Solusi Pintar Jelas dan Mudah) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Tunanetra Kelas VII Di MTsLB Yaketunis Yogyakarta.

Keberhasilan yang penulis capai dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapa terimakasih kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu dari awal studi sampei terselesaikannya skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin dalam penelitian ini serta arahannya.

3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian, bimbingan serta arahan demi terselesaikannya skripsi ini. 4. Bapak Sungkono, M.Pd sebagai pembimbing I yang telah berkenan

memberikan masukan, saran serta bimbingannya selama proses penyelesaian skripsi ini.

(9)

6. Penguji Utama dalam skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen TP dosen pembina yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama perkualiahan sebagai bekal penulis dimasa mendatang. 8. Bapak Aristo Rahadi, M.Pd sebagai kepala BPMRP yang telah berkenan

memberikan izin penulis menggunakan media produksi BPMRP untuk diteliti. 9. Ibu Windah Nur Hidayati, S.IP., M.A dan Bapak Sunarto, S.Pd selaku tim pengkaji dan perancang media audio di BPMRP yang telah mengusulkan penulis untuk menggunakan media audio produksi BPMRP sebagai media penelitian serta bimbingan dan saran demi kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

10. Ibu Ikha selaku guru mata pelajaran IPA di MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang telah bersedia menjadi ahli materi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penelitian.

11. Bapak Agus Suryanto, S.Ag., M.Pd.I selaku kepala MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian ini. 12. Siswa kelas VII C MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang telah membantu

peneliti dalam proses pengambilan data.

13. Anita dan Anisa yang selalu mendukung doa dan memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

(12)

1. Pengertian Media Audio Pembelajaran ... 10

2. Jenis Media Audio Pembelajaran ... 11

3. Kelebihan dan Kelemahan ... 13

B. Kajian Tunanetra ... 17

1. Pengertian Tunanetra ... 19

2. Karakteristik Tunanetra ... 15

3. Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra ... 23

C. Hasil Belajar ... 30

1. Pengertian Hasil Belajar ... 30

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 32

D. Pelajaran IPA 1. Pengertian IPA ... 33

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SMP ... 34

E. Kerangka Pikir ... 43

F. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 45

B. Variabel Penelitian ... 46

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

D. Desain Penelitian ... 47

E. Subjek Penelitian ... 51

F. Metode Pengumpulan Data ... 52

G. Instrumen penelitian ... 53

(13)

I. Uji Validitas ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 57

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 58

C. Deskripsi Data Penelitian ... 59

D. Uji Hipotesis Penelitian ... 63

E. Pembahasan ... 64

F. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Rincian Waktu Kegiatan………...……….…..37

Tabel 2. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar IPA...……….…43

Tabel 3. Kategori Nilai……….…..45

Tabel 4. Skor Pre-test……………….…..50

Tabel 5. Skor Post-test……….………..51

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Wujud Zat ...70

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajarn Ciri-ciri Makhluk Hidup...79

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Energi Alternatif ...86

Lampiran 4. Soal Pre-test Wujud Zat ...94

Lampiran 5. Soal Pre-test Ciri-ciri makhluk Hidup ...95

Lampiran 6. Soal Pre-test Energi Alternatif ...98

Lampiran 7. Kunci Jawaban Pre-test ...100

Lampiran 8. Jawaban Pre-test Subjek ...101

Lampiran 9. Jawaban Post-test Subjek ...102

Lampiran 10 Dokumentasi Proses Pembelajaran ...104

Lampiran 11. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ...106

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian dari Balai Kota Yogyakarta ...107

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Persatuan Tunanetra Indonesia atau Pertuni, 2014 (dalam Modul Guru Pembelajar SLB Tunanetra, 2016:4), orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Menurut pendapat teresbut dapat diartikan bahwa tunanetra yaitu orang yang kehilangan penglihatan, sehingga seseoroang itu sulit atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang umum dipergunakan disekolah biasa. Definisi tersebut diperkuat dengan pengertian tunanetra menurut Barraga, 1983 (dalam Wardani dkk, 2007:4-5) bahwa:

Anak yang mengalami ketidakmampuan melihat adalah anak yang mempunyai gangguan atau kerusakan dalam penglihatannya sehingga menghambat prestasi belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam pendekatan-pendekatan penyajian pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang digunakan, dan/atau lingkungan belajar.

(18)

memperoleh informasi secara visual sehingga dapat memperngaruhi proses pembelajaran dan prestasi belajarnya.

Meskipun memiliki keterbatasan penglihatan, namun siswa tunanetra memiliki kebutuhan yang sama dalam belajar. Berkaitan dengan pembelajaran bagi siswa tunanetra, ada tiga karakteristik menurut Tillman & Obsorg (1969) yaitu: 1) siswa tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya anak normal, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan; 2) siswa tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak normal, dalam hal berhitung, informasi dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehention) dan persamaan; 3) kosakata siswa tunanetra cenderung menggunakan kata-kata yang definitif, sedangkan anak awas menggunakan kata-kata yang lebih luas.

(19)

Di samping itu peningkatan dalam penggunaan media pembelajaran yang bersifat auditory dan taktil dapat membantu dalam kegiatan akademik siswa. Media pembelajaran audio merupakan pesan pembelajaran yang disajikan dengan berbasis suara bertujuan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyajian pesan dibuat dengan mempertimbangkan materi yang tepat dan sajian yang menarik agar siswa tidak merasa bosan.

MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jl.Parangtritis No. 43 Yogyakarta, yang siswanya terdiri dari siswa berkebutuhan khusus tunanetra dan low vision.

(20)

sehingga materi yang siswa dapatkan masih terbatas karena tidak memungkinkan memberikan pengalaman melalui indera perabaan pada beberapa materi.

Dalam meningkatkan hasil belajar siswa tunanetra salah satunya dapat memanfaatkan media audio. Media audio dapat meningkatkan aspek kognitif pada siswa. Salah satu media audio yang dapat digunakan adalah media audio SPLASH. Media audio dapat memberikan pengalaman belajar secara non visual atau secara verbal sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap materi.

(21)

Namun, pada kenyataannya di MTsLB Yaketunis Yogyakarta belum menggunakan MA SPLASH dalam proses pembelajaran siswa tunanetra. Jadi berdasarkan latar belakang tersebut, perlu segera dilakukan penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran siswa tunanetra kurang bervariasi. 2. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA rendah.

3. Konsep-konsep mata pelajaran IPA pada materi wujud zat, ciri-ciri mahkluk hidup, dan energi alternatif yang bersifat abstrak belum mampu dipahamai siswa secara optimal.

4. Alat peraga dan media pembelajaran yang digunakan guru untuk

memahami materi IPA belum sesuai dengan kebutuhan siswa tunanetra. 5. Media audio belum tersedia di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

(22)

materi. Penjelasan secara verbal dapat menggunakan media audio, MA SPLASH merupakan media audio yang sesuai untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi IPA, sehingga mampu mneingkatkan hasil belajar siswa tunanetra.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “bagaimana efektivitas penggunaan MA SPLASH terhadap hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis Yogyakarta?”.

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah “untuk menguji efektivitas penggunaan MA SPLASH terhadap hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis Yogyakarta”.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

(23)

2. Secara Praktis a. Bagi Siswa

Membantu siswa tunanetra dalam memahami materi wujud zat, ciri-ciri mahkluk hidup, dan energi alternatif, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

b. Bagi Guru

Membantu penyampaian materi wujud zat, ciri-ciri mahluk hidup, dan energi alternatif, sehingga guru dapat memberikan materi yang sesuai dengan karakteristik siswa.

c. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra.

G. Definisi Operasional 1. Media Audio SPLASH

(24)

dikemas secara singkat, padat, jelas dan mudah dipahami. MA SPLASH disajikan track-track dalam format MP3 untuk mempermudah peserta didik memanfaatkan dalam belajar. MA SPLASH dapat diputar dengan alat pemutar handphone, MP3 Player, dan komputer.

2. Hasil belajar

Hasil belajar adalah capaian kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPA (materi wujud zat, ciri-ciri makhluk hidup dan energi alternatif) yang mencakup pada tingkatan pemahaman (C2). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes objektif.

3. Siswa tunanetra

(25)

kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Jadi siwa tunanetra adalah seseorang yang mengalami kondisi rusaknya indera penglihatan atau mengalami hambatan dalam indera penglihatan.

Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, tunanetra dibagi menjadi dua berdasarkan tingkat gangguannya, buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan). Buta total adalah kondisi seseorang tunanetra yang sama sekali tidak bisa melihat, sedangkan low vision masih mampu menggunakan sebagian daya penglihatannya.

(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Media Audio Pembelajaran

1. Pengertian Media Audio Pembelajaran

Media audio diartikan dalam beberapa pengertian, menurut Cepi Riyana (2012:39) media audio adalah “media yang penyampaian

pesannya hanya dapat diterima oleh indera pendengaran.” Pesan atau

informasi yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif yang berupa kata-kata, musik, dan soundeffect”. Jadi menurut pendapat Cepi Riyana, media audio merupakan media yang hanya dapat digunakan melalui pendengaran karena berupa audio atau suara melalui kata-kata. Pesan yang disampaikan melalui media audio menurut Arif S. Sadiman, dkk. (2002:49) berupa lambang-lambang auditif baik verbal maupun non verbal. Menurut Wina Sanjaya (2012:210) tentang pengertian media audio, adalah media atau bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau piringan suara) yang dapat merangsang pikiran dan perasaan pendengar sehingga terjadi proses belajar.

(27)

dan sound effect. Dalam konteks belajar media ini dapat merangsang pikiran dan perasaan pendengar dalam proses pembelajaran.

Lebih lanjut tentang media audio dalam konteks pembelajaran menurut Daryanto (2010:37) media audio merupakan media pembelajaran yang berbasis suara atau bunyi. Sedangkan menurut Cepi Riyana (2012:133) media audio dapat diartikan sebagai bahan pembelajaran yang dapat disajikan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar.

Dari pendapat tersebut dapat diartikan pesan pembelajaran yang disajikan dengan berbasis suara bertujuan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa atau siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyajian pesan dibuat dengan mempertimbangkan materi yang tepat dan sajian yang menarik agar siswa tidak merasa bosan. 2. Jenis Media Audio Pembelajaran

Jenis-jenis media audio yang ada dan pernah dipergunakan oleh

manusia dapat dibedakan menjadi dua yaitu analog dan digital (BPMRP

2014:6-7)

a. Media Audio Analog

1) Radio

Radio merupakan media audio yang penyampaian pesannya dilakukan

(28)

dikomunikasikan atau diinformasikan melalui alat atau mikrofon yang

kemudian akan dipancarkan melalui gelombang elektromagnetik dan

penerima pesan (pendengar) menangkap informasi tersebut melalui

pesawat radio.

2) Alat Perekam Pita Magnetik

Alat perekam pita magnetik sering kita sebut kaset tape recorder

merupakan salah satu media yang melakukan perekaman

menggunakan kaset audio. Kaset pita ini digunakan sebagai tempat

menyimpan berkas audio analog yang jumlah waktu rekamannya

terbagi ke dalam masing-masing sisi kaset.

b. Media Audio Digital

Berbeda dengan media audio analog, media audio yang bersifat

digital memiliki banyak fitur yang berbeda-beda. Media audio digital

juga lebih praktis dan memberi kemudahan dengan berbagai alat

penyimpanan dan akses yang lebih canggih.

1) Cakram Padat (Compact Disc)

CD (Compact Disc) merupakan sebuah media penyimpanan file

audio yang menyimpan musik atau suara dalam bentuk bit-bit

informasi digital (Heinich, dkk. 2002:368). Alat yang diperlukan

untuk memutar CD adalah CD player. Kelebihan media ini yaitu

tahan terhadap kerusakan, noda bisa dibersihkan dan goresan yang

(29)

komputer yang dimiliki guru dilengkapi dengan CD drive maka

dapat mempermudah pembuatan rekaman.

2) MP3 (MPEG Audio Layer 3)

MP3 merupakan salah satu bentuk (format) penyimpanan file audio

digital yang ukuran filenya lebih kecil. MP3 juga memberikan

kualitas suara yang lebih bagus jika dibandingkan dengan CD

audio (Heinich, dkk. 2002:369). Alat untuk memutar MP3 adalah

MP3player, selain itu juga dapat diputar dengan iPod. Kelebihan

media ini yaitu tersedia bagi siapa saja yang mengakses internet

dan dapat diunduh dengan biaya yang murah bahkan gratis.

Kelemahannya yaitu rendahnya tanggung jawab pengguna terhadap

hak cipta terkait dengan audio tersebut.

3) WAV (Waveform Audio Format)

WAV merupakan “salah satu format penyimpanan file audio yang

dirancang dan dikembangkan oleh Microsoft dan IBM”

(http://saefulloh1.blogspot.com). WAV merupakan “versi digital

dari audio analog yang dibuat dengan menggunakan kartu suara

komputer dan piranti lunak untuk mengubah dan menyimpan

berkas format digital (Heinich, dkk. 2002:370). Perangkat yang

diperlukan untuk memutar WAV salah satunya adalah iPod.

(30)

berkualitas tinggi dan penggunaan saluran berganda untuk suara.

Keterbatasannya yaitu berkapasitas besar, sehingga sebagian besar

klip audio WAV harus pendek durasinya.

3. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio Pembelajaran

Media audio secara umum juga memiliki kelebihan dan kelemahan.

Menurut Heinich, dkk (2002:376-377) yang dikutip oleh Tim BPMRP

dalam Rancangan Media Audio SPLASH (2014:7-9), ada beberapa

kelebihan media audio yaitu; 1) mudah dijangkau, 2) tidak mahal; 3) bisa

diproduksi; 4) menyediakan pesan lisan; 5) menyediakan informasi

terbaru; 6) menyediakan akses gratis; 7) ideal untuk mengajar bahasa

asing; 8) merangsang imajinasi; 9) bisa diulang-ulang; 10) portable; 11)

memudahkan persiapan mata pelajaran; 12) pilihan mudah ditempatkan;

13) tahan kerusakan, sedangkan pada kelemahan media audio ada

beberapa yaitu ; hak cipta belum diperhatikan; 2) tidak memantau

perhatian; 3) kesulitan menentukan kecepatan, 4) membutuhkan alat putar;

5) urutan yang kaku; 6) sulit menempatkan segmen; 7) berpotensi terjadi

penghapusan. Dari kelebihan dan kekurangan tersebut dapat dimaknai

lebih lanjut sebagai berikut:

a. Kelebihan

1) Mudah dijangkau

Tersedia dimana-mana dan mudah digunakan karena sebagian

besar orang sudah memakai.

(31)

Jika perangkat sudah dibeli maka tidak memerlukan biaya

tambahan lagi karena perangkat yang disimpan bisa dihapus dan

dipergunakan kembali. Untuk fasilitas audio dengan bantuan

internet juga tersedia internet secara gratis atau berbiaya murah.

3) Bisa diproduksi

Materi audio dapat dengan mudah diduplikat dengan bantuan

perangkat yang sesuai.

4) Menyediakan pesan lisan untuk meningkatkan pembelajaran,

siswa yang kurang menguasai pembelajaran dengan cara visual

bisa belajar dengan mendengarkan.

5) Menyediakan informasi terbaru, siaran audio biasanya berbasis

berita, pidato, presentasi, atau penampilan langsung.

6) Menyediakan akses gratis bagi berkas-berkas audio, semua itu

dapat kita dapatkan dengan bantuan web yang tersedia di dunia

maya.

7) Ideal untuk mengajar bahasa asing, memungkinkan para

pembelajar untuk mendengar dan merekam pelafalan kata-kata

dalam bahasa asing.

8) Merangsang imajinasi, karena pesan lisan disampaikan dengan

lebih dramatis sehingga akan merangsang daya imajinasi siswa.

9) Bisa diputar ulang sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk lebih

(32)

10) Portable, praktis mudah dibawa dan digunakan di mana pun dan

kapan pun.

11) Memudahkan penyiapan mata pelajaran, artinya pengajar bisa

merekam mata pelajaran terlebih dahulu dengan baik, untuk

kemudian diperdengarkan kepada siswa di kelas.

12) Pilihan mudah ditempatkan, artinya berkas audio dapat dengan

mudah di tempatkan ke dalam media penyimpanan yang sesuai

dengan kebutuhan.

13) Tahan kerusakan, berkas audio yang disimpan baik di dalam CD

maupun MP3 tahan terhadap kerusakan, goresan biasa pada CD

tidak akan mempengaruhi kualitas suara.

b. Kelemahan

1) Perhatian terhadap hak cipta masih kurang sehingga berkas audio

dengan mudah dapat diperbanyak tanpa izin resmi (illegal). Hal

tersebut menimbulkan pelanggaran hak cipta atau pembajakan

produk.

2) Tidak memantau perhatian, artinya ketika rekaman audio

diperdengarkan siswa mungkin saja mendengarkan tetapi tidak

menyimak dan memahaminya dengan baik, dan guru tidak dapat

mengetahui kondisi tersebut.

3) Kesulitan dalam penentuan kecepatan, artinya dengan beragamnya

kemampuan belajar siswa guru akan sulit menentukan durasi

(33)

4) Membutuhan perlengkapan digital dan piranti lunak untuk

menggunakan media audio..

5) Urutan yang kaku, artinya berkas audio yang sudah terekam tidak

dapat dengan mudah dimajukan atau diundur seperti pada media

cetak.

6) Kesulitan dalam menempatkan segmen.

7) Berpotensi terjadi penghapusan yang tidak disengaja.

B. Kajian Tunanetra

1. Pengertian Anak Tunanetra

Definisi tunanetra menurut Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka, (1990:971) dalam Rancangan Media Audio SPLASH (2014:11) terdiri dari, kata “tuna” diartikan sebagai luka, rusak, kurang atau

tiada memiliki, sedangkan “netra” berarti mata atau dria penglihatan. Jadi

tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata atau dria penglihatan, sehingga mengakibatkan kurang atau tiada memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Kondisi dimaksud disebabkan oleh adanya gangguan pada organ mata dan atau syarafnya. Istilah lain untuk tunanetra adalah “gangguan

penglihatan” atau“visual impairment” dalam literatur lain. Dari kedua istilah tersebut, tunanetra diartikan “anak yang mengalami gangguan penglihatan”.

(34)

total maupun sebagian (low vision) dari ke dua matanya, sehingga low vision yaitu yang dapat membaca dibantu dengan kacamata atau alat bantu baca

lainnya.

Berdasarkan acuan tersebut, siswa tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) buta, dan 2) low Vision. Dari klasifikasi tersebut dapat dimaknai lebih lanjut sebagai berikut :

a. Buta

Dikatakan buta, jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar. .

b. Low Vision

Penyandang low vision adalah anak yang masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, yang artinya berdasarkan tes hanya mampu membaca huruf pada jarak 21 messter, atau jika hanya mampu mebaca headline pada surat kabar

(35)

untuk karakteristik siswa tunanetra, berikut disajikan beberapa karakteristik siswa tunanetra.

2. Karakteristik Tunanetra

Dalam pembelajaran untuk siswa tunanetra ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan. Menurut Sari Rudiyati (2002:34-38) karakteristik pada anak tunanetra yaitu : 1) rasa curiga terhadap orang lain; 2) perasaan mudah tersinggung; 3) verbalisme; 4) perasaan rendah diri; 5) adatan; 6) suka berfantasi; 7) kritis; dan 8) pemberani. Karakteristik anak tunanetra tersebut dapat dimaknai lebih lanjut sebagai berikut:

a. Rasa curiga terhadap orang lain.

Keterbatasan rangsang penglihatan menyebabkan tunanetra kurang mampu berorientasi dengan lingkungannya, sehingga mobilitas menjadi terganggu dan timbul perasaan curiga terhadap sekitarnya.

b. Perasaan mudah tersinggung.

Kekurangan penglihatan menimbulkan perasaan curiga dan mudah kecewa karena perlakuan sehari-hari yang didapatkan dari sekitarnya. c. Verbalisme

(36)

Perasaan rendah diri ini desabkan karena tunanetra merasa diabaikan dan kurang dihargai oleh orang disekitarnya sehingga menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain

e. Adatan

Adatan merupakan upaya rangsang bagi anak tunanetra melalui indera non visual. Adatan dilakukan oleh anak tunanetra sebagai pengganti bila dalam suatu kondisi anak yang tidak memiliki rangsangan baginya, sedangkan bagi anak awas dapat dilakukan melaui indera penglihatan dalam menncari informasi di lingkungan sekitar.

f. Suka berfantasi

Kegiatan memandang, melihat-lihat dan mencari infromasi saat-saat terntentu tidak dapat dilakukan oleh anak tunanetra sehingga anak tunanetra hanya dapat berfantasi saja. Daya imajinasi tunanetra bermanfaat untuk mempermudah memahami sesuatu yang abstrak. g. Kritis.

Keterbatasan dalam penglihatan dan kekuatan berfantasi mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum dimengerti sampai ia dapat memecahkan permasalaahan secara fokus dan kritis berdasarkan informasi yang ia peroleh sebelumnya serta terhindar dari pengaruh visual yang dapat dialami oleh anak awas.

h. Pemberani.

(37)

tentang gerak dan lingkungannya, sehingga kadang-kadang menimbulkan kekawatiran bagi orang lain yang melihat (Widdjajantin, 1996:11).

Berdasarkan pendapat tersebut, memberikan pemahaman bahwa karakteristik khas yang dimiliki anak tunanetra merupakan dampak dari kehilangan infromasi secara visual. Karakeristik tersebut menunjukkan adanya potensi dan kekurangan yang dimiliki anak tunanetra. Potensi yang dimiliki anak tunanetra dapat dikembangkan sebagai kemampuan awal dalam meminimalisir kekurangannya. Potensi dan kekurangan tersebut memerlukan pemahaman bagi orang disekitarnya untuk mencari nilai positif dari karakteristik anak tunanatra.

Karakteristik anak tunanetra yang berupa potensi yaitu sikap pemberani, berpikir kritis, dan suka berfantasi. Karakeristik tersebut dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa anak tunanetra dapat aktif dalam proses pembelajaran dengan sikap berani, kritis, dan berfantasi pada materi IPA.

(38)

media pembelajaran yang berisi tentang konsep-konsep penting akan membantu siswa mengurangi kekurangannya.

3. Keterbatasan Anak Tunanetra

Kehilangan kemampuan penglihatan mengakibatkan anak tunanetra memiliki beberapa keterbatasan, menurut Lowenfels (dalam Juang Sunanto, 2005:47) ada tiga keterbatasan yang sesrius yang dialami anak tunanetra yaitu: 1) variasi dan jenis pengalaman (kognisi); 2) kemampuan untuk bergerak; dan 3) inetraksi dengan lingkungan (sosial dan emosi).

Keterbatasan tersebut dapat dimaknai lebih lanjut sebagai berikut ini: a. Variasi dan jenis pengalaman (kognisi)

Anak tunanetra hanya dapat memperoleh pengalaman melalui ndera perabaan dan indera pendengaran, sehingga berpengaruh pada variasi dan jenis pengalaman anak tunanetra yang membutuhkan strategi dan kemapuan anak dalam memahami materi atau informasi.

b. Kemampuan untuk bergerak (mobilitas)

Keterbatasan penglihatan sangat memperngaruhi kemampuan untuk brgerak (mobilitas) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membutuhkan pembelajaran yang mngakomodasi indera non visual dalam bergerak secara mandiri.

c. Interaksi dengan lingkungan(sosial dan emosi)

(39)

Keterbatsan tersebut dipengaruhi oleh faktor kurangnya rangsangan penginderaan dan kurangnya sosialisasi dengan sekitarnya.

Berdasakan keterbatasan anak tunanetra tersebut dapat dipahami bahwa keterbatasan penglihatan memperngaruhi aspek mental (kognisi), psikis (sosial dan emosi), dan fisik (mobilitas) anak tunanetra. Kognisi anak tunanetra yang mengalami hambatan, misalnya kemampuan pemahaman terhadap informasi atau materi IPA. Anak tunanetra mengalami hambatan untuk memahami materi IPA yang abstrak, membutuhkan variasi pengalaman yang memudahkan memahami konsep materi IPA.

Aspek mental, fisik, dan psikis anak tunanetra memberlukan penyesuaian kondisi dan potensi anak tunanetra. Penyesuaian tersbut dapat dilakukan memalui pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan menggunakan media yang memberikan pengalaman non visual yaitu secara verbal. Terutama pada pemahaman materi IPA yang pada beberapa materi tidak memungkin adanya pengalaman melalui indera perabaan.

3. Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra

a. Strategi Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra

Strategi pembelajaran dalam pendidikan siswa tunanetra didasarkan pada upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak dan upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang

(40)

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Demikian juga dalam pembelajaran untuk siswa tunanetra, terdapat prinsip-prinsip dasar layanan pendidikan yang harus diperhatikan (Sari Rudiyati; 2002), yaitu: 1) prinsip totalitas; 2) prinsip individual, 3) prinsip kekonkritan; 4) aktivitas mandiri; 5) prinsip berkesinanmbungan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dimaknai sebagai berikut:

1) Prinsip Totalitas

Prinsip totalitas adalah dasar keutuhan dalam memberikan layanan pendidikan bagi siswa tunanetra berupa pengetahuan atau keterampilan yang utuh atau lengkap, sehingga akan memberikan pembelajaran untuk hidup normal di dalam masyarakat dan mendapatkan kehidupan yang layak.

2) Prinsip Individual

Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran di manapun (di sekolah umum maupun sekolah luar biasa). Adanya perbedaan antar individu mengharuskan guru merancang pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa.

3) Prinsip Kekonkritan atau Pengalaman Penginderaan

(41)

secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata, diperlukan alat dan media pembelajaran yang mendukung dan sesuai dengan materi.

4) Prinsip Aktifitas Mandiri (Self Activity)

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan atau mendorong siswa tunanetra belajar secara aktif dan mandiri tidak hanya sekedar mendengar dan mencatat materi. Namun anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar.

5) Prinsip Berkesinambungan

Prinsip berkesinambungan adalah asas berkelanjutan dalam layanan pendidikan siswa tunanetra. Program-program layanan pendidikan bagi siswa tunanetra harus berkelanjutan atau berkesinambungan, artinya program layanan pendidikan merupakan satu paket program utuh yang terdapat bagian-bagian atau kelanjutan dari program yang saling berhubungan dengan yang lainnya. Jika diputus ditengah tidak akan kurang bermakna bagi siswa, sehingga program tersebut harus diselesaikan.

(42)

penglihatan yang dialami anak dengan kelaian penglihatan yang meliputi keterbatasan dalam hal variasi dan luasnya pengalaman, keterbatasan mobilitas dan keteerbatasan interaksi, maka diperlukan prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa tunanetra.

b. Media Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra

1) Definisi Media Pembelajaran untuk Siswa Tunanetra

Menurut Arif S. Sadiman (2008:7) tantang media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan. Jadi, media pembelajaran untuk siswa tunanetra merupakan alat bantu kegiatan belajar mengajar yang digunakan sesuai dengan tujuan dan isi materi pelajaran yang bisa dipakai dan sesuai dengan karakteristik anak tunanetra Tujuan penggunaan media pembelajaran untuk mempermudah penyampaian informasi dari sumber belajar kepada siswa, sehingga diharapkan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan kondisi siswa karena siswa tunanetra berbeda kondisinya, sehingga memrlukan kekhususan dalam pembelajaran.

2) Media Pembelajaran untuk Siswa Tunanetra.

MnurutSadiman, dkk (1990), fungsi media (media

(43)

keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera; 3) meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan 4) memberikan rangsangan yang sama, dapat

menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran. Jadi ada beberapa fungsi media pembelajaran, antara lain adalah untuk memperlancar proses pembelajaran, memperjelas sebuah konsep serta membangkitkan minat dan perhatian terhadap pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan oleh tunanetra harus dirancang sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa tunanetra. Karena katerbatasan siswa tunanetra maka media pembelajaran untuk siswa tunanetra haruslah sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera perabaan, pendengaran, penciuman, pencecap atau sisa penglihatan. Berikut adalah macam-macam media pembelajaran yang dapat digunakan untuk siswa tunanetra :

a) Braille

(44)

Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino, karena disusun terdiri dari enam titik dengan posisi vertikal dan dua titik horisontal. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan, dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya.

Media Braille merupakan media pembelajaran utama yang digunakan dalam proses belajar siswa tunanetra. Siswa tunanetra membaca dengan meraba titik-titik timbul yang tercetak pada kertas. Ada beberapa kendala dalam menggunakan media Braille dalam pembelajaran, 1) mahal dalam pengadaannya; 2) memerlukan waktu yang lama untuk mengidentifikasi huruf kemudian dirangkai menjadi satu kata dan kalimat; 3) memerlukan perlakuan khusus dalam penyimpanan (buku harus didirikan agar huruf timbul tidak menjadi rata sehingga sulit dikenali).

b) Media Audio

(45)

salah satu pemecahan pembelajaran karena dapat dimanfaatkan secara individual atau mandiri oleh siswa.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini media audio tidak hanya disimpan dan disajikan dalam bentuk analog tetapi sudah disimpan dan disajikan dalam bentuk digital. Penyimpanan dan tranportasi data dalam bentuk digital lebih memudahkan pengguna dalam menggunakan media audio sebagai media pembelajaran. Media audio digital dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan materi dalam bentuk audiobook, e-book, ataupun digital talking book.

Pada audiobook, pemutar atau player yang digunakan dapat berupa pemutar CD atau CD Player, USB, pemutar MP3 maupun MP4. Audio book terdiri dari dua kata gabungan bahasa Inggris yaitu kata audio yang berarti “suara”, dan kata book yang artinya “buku”. Dari dua kata yang digabungkan tersebut, audiobook diterjemahkan secara bebas “buku dalam bentuk suara” atau “buku audio.”

(46)

bergaya belajar auditori dan orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk penyandang tunanetra.

Dengan adanya audiobook, siswa tunanetra yang selama ini hanya bergantung pada pembacaan buku oleh orang lain (guru/orang tua), dan buku Braille, kini mereka dapat secara lebih mandiri “membaca buku dengan cara mendengarkan audiobook.”

Audiobook biasanya berisi isi dari buku yang dibaca dan direkam. Isi buku yang di-audiobook-kan dapat dibacakan dan direkam secara sama dan persis dengan buku sumbernya, atau pembacaan dan rekamannya dilengkapi dengan sajian yang mampu menarik minat pengguna.

Sajian dalam audiobook dapat juga diolah sehingga tidak akan membosankan bagi para pendengar. Pengolahan kata menjadi bahasa verbal dapat menjadikannya lebih menarik jika dilakukan secara kreatif. Bagi mereka yang tidak memiliki kekurangan dalam hal penglihatan, audiobook dapat menjadi alternative dalam menikmati isi sebuah buku. Kebanyakan audiobook yang

didengarkan oleh orang normal berupa novel, buku cerita maupun buku-buku best seller.

c) Media Audio SPLASH

(47)

Ada beberapa keunggulan dari MA SPLASH yaitu menarik karena materi yang disampaikan dikemas secara singkat, padat, jelas, mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang komunikatif dan kosakata yang sesuai dengan kemampuan siswa tunanetra.

Selain itu, penggunaan MA SPLASH juga bersifat fleksibel karena berbentuk track-track dengan format MP3 yang dapat diputar dengan handphone, MP3 Player, dan komputer atau laptop sehingga mudah digunakan siswa tunanetra.

c. Aksesbilitas Belajar Bagi Tunanetra

Aksesibilitas belajar yang dimaksud adalah keseluruhan komponen yang terkait dalam proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sesuai dengan hambatan yang ditimbulkan oleh ketunanetraan, sehingga memudahkan siswa tunanetra untuk

mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Kegiatan belajar yang diikuti oleh siswa tunanetra di sekolah reguler (inklusi) yang sebagian besar siswanya berpenglihatan awas dan cara belajarnya berbeda dengan siswa tunanetra, tidak mengharuskan pemisahan dari lingkungan belajar sekolah reguler.

(48)

dengan potensi yang dimilikinya. Komponen belajar dan pendukungnya yang mungkin perlu penyesuaian dapat digolongkan ke dalam bidang-bidang sebagai berikut:

1) Kegiatan belajar mengajar yang meliputi pengelolaan kelas, pengembangan kurikulum, pemilihan dan penggunaan materi, metode, media, dan evaluasi.

2) Lingkungan fisik sekolah yang meliputi sarana dan prasarana. 3) Lingkungan sosial yang berhubungan dengan pihak-pihak yang

terlibat dan mendukung kegiatan belajar siswa tunanetra, seperti teman, orang tua, guru, dan masyarakat serta stakeholders lainnya.

Di samping aspek tersebut, ada hal penting yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam menciptakan aksesibilitas belajar sebelum kegiatan belajar itu berlangsung, yaitu adaptasi ruang kelas. Kegiatan guru yang dapat dilakukan untuk mengadaptasi ruang kelas, terutama bagi siswa yang masih memiliki sisa penglihatan (low vision), adalah:

1) Menentukan tempat terbaik dan tepat bagi siswa low vision agar dapat melihat papan tulis, contoh kapan dia duduk di depan kelas. 2) Mengupayakan agar cahaya tidak memantul ke mata siswa low

(49)

3) Jika mata siswa sensitif terhadap cahaya, guru perlu memindahkan dia dari dekat jendela. Bisa juga dengan menggunakan ujung peci untuk menaungi matanya.

4) Meyakinkan siswa low vision mengetahui jalan di sekitar sekolah dan ruang kelas. Guru dan siswa awas yang melihat sebaiknya menuntunnya dengan berjalan di depan siswa tunanetra sedikit di belakang dan menyamping; dengan berpegangan erat pada siku pembimbing (Unesco, 2001:50).

Dengan demikian, bahwa aksesibilitas belajar bagi siswa tunanetra meliputi aksesibilitas belajar fisik dan nonfisik. Aksesibilitas belajar fisik berkenaan dengan sarana-prasarana belajar yang dipergunakan untuk membantu siswa tunanetra bisa belajar dengan baik, seperti lapangan olah raga, ruang kelas, perpustakaan, alat bantu belajar, atau media khusus lainnya. Sedangkan aksesibilitas belajar nonfisik menyangkut sikap positif semua anggota sekolah terhadap keberadaan siswa tunanetra yang dapat membantu mendorong motivasi belajarnya dengan baik, seperti sikap menerima secara terbuka, menghargai, toleransi, tolong-menolong, ramah, dan hangat.

(50)

labelling; 4) grouping; 5) sorting; 6) ordering; 7) copying; 8) paterning; dan 9) contrasting. Dari kemampuan-kemapuan tersebut, dapat dikaji sebagai berikut ini:

1) Identifikasi

Mengenal (identiffying) yaitu kemampuan untuk mengetahui dan mengenal suatu objek.

2) Deskripsi

Menjelaskan (describing) yaitu kemampuan untuk menjelaskan susunan atau ciri-ciri suatu objek.

3) Labelling

Melabel (labeling) yaitu kemampuan memberi tanda (label) pada suatu benda baik mengenai isi (volume), keadaan ataupun bentuk benda tersebut, dan sebagainya.

4) Grouping

Mengelompokkan (grouping) yaitu kemampuan mengelompokkan benda yang mempunyai ciri-ciri khas. Sesuai dengan klasifikasinya. 5) Sorting

Memilih (sorting) yaitu kemampuan memilah dan melektakkan orang atau benda-benda sesuai dengan kebutuhannya.

6) Ordering

Menyusun (ordering) yaitu kemampuan menyusun sesuai urutan sehingga menjadi sistematis.

(51)

Menyalin (copying) yaitu kemampuan menirukan sesuatu sesuai dengan aslinya.

8) Paterning

Membuat pola (paterning) yaitu kemampuan memberi contoh, pola, model atau petunjuk untuk ditiru.

9) Contrasting

Membedakan (contrasting) yaitu kemampuan membedakan dua atau lebih suatu benda.

C. Hasil Belajar 1. Pengertian

(52)

evaluasi. Jenis-jenis perilaku terebut dapat dimaknai lebih lanjut sebagai berikut:

a. Pengetahuan

Mengingat hal yang telah dipelajari berupa fakta, peristiwa, pengertian kaidah teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman

Mampu mendapatkan arti dan memaknai hal yang telah dipelajari. c. Penerapan

Mampu menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.

d. Analisis

Mampu mehamami secara rinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis

Mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program.

f . Evaluasi

Mampu berpendapat tantang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil tes.

(53)

mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPA yang mencakup pada tingkatan pemahaman (C2). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas hasil belajar yaitu; 1) internal; 2) eksternal. Faktor-fakteor terbut dapat dimaknai sebagai berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi:

1) Faktor jasmaniah

(54)

Ada beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar : a) Minat

Minat sangat mempengaruhi dalam proses dan hasil belajar. jjka seseorang mempelajari sesuatu dengan mint, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik.

b) Kecerdasan

Seseorang yang lebih cerdas akan lebih mampu belajar daripada yang kurang cerdas, biasanya kecerdasan diukur dengan sebutan Intelligence Quetient (IQ).

c) Bakat

Secara definitif, siswa yang berbakat adalah siswa yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunya kemampuan yang tinggi.

d) Motivasi

Motivasi merupaka dorongan yang ada didalam sesorang, bisa kuat atau lemah, bisa munculnya dari dalam diri atau dari luar. e) Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif yang paling utama adalah kemapuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir. Dari berbagai faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, maka guru harus berperan dalam menoptimalkan faktor tersebut.

(55)

masyarakat. Disamping itu, guru berperan sebagai faktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar karena guru secara langsung membimbing siswa. Penggunaan strategi dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa menjadi hal yang harus dilakukan oleh guru agar mencapai hasil belajar yang paripurna.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut, peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan media yaitu MA SPLASH untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan media audio ini sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra karena menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPA melalui indera pendengaran.

D. IPA

1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam atau berkaitan dengan alam. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang memperlajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Menurut Powler (Usman Samatowa, 2006:2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.

(56)

mengungkapkan mistri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SMP

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Mata Pelajaran IPA di SMPLB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. Diharapkan siswa mampu memahami alam disekitarnya sehingga lebih mudah dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat siswa mampu menerapkan pengetahuan IPA maka siswa akan dapat lebih mandiri menjalani kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, sehingga siswa dapat merinci pengetahuan alam sekitar.

(57)

f. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.

g. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

h. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wiwiet Sukmawati (2015) yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan Media Audio CERDIKTERA Terhadap Pemahaman Karakter Toleransi dan Peduli Sosial Pada Mata Pelajaran PKN Bagi Siswa Tunanetra Kelas VIII di MTsLb Yaketunis Yogakarta”, memberikan hasil yaitu media audio CERDIKTERA memberi pengaruh pada pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial. Persamaan penelitian ini dengan penelitan yang peneiti lakukan adalah mengkaji pengaruh penggunaan media audio pada anak tunanetra. Metode yanng digunakan dalam penelitian ini sama-sama menggunakan deskriptif kuantitatif. Persamaan lain juga terdapat pada teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling, serta lokasi penelitian yang dilakukan di MTsLB Yaketunis Yogyakarta.

(58)

menggunakan media audio SPLASH. Kontribusi peneltian tersebut bagi peneliti yaitu memeberikan inspirasi dan ide-ide dalam melakukan penelitian ini.

F. Kerangka Pikir

Anak tunanetra memiliki kondisi indera penglihatan yang tidak berfungsi secara keseluruhan. Kondisi tersebut diharapkan berdampak pada aspek mental. Fisik, dan psiskis pada anak tunanetra. Tiga aspek tersebut perlu diatasi melaui media yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik anak tunanetra. Kondisi dan karakteristik pada anak tunanetra juga perlu disesuaikan dengan prinsip-prinsip pembelajaran anak tunanetra, hal tersebut sangat penting dalam proses pembelajaran bagi anak tunanetra yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman materi IPA khusunya pada materi wujud zat, ciri-ciri makhluk hidup, dan energi alternatif yang materinya abstrak dan memerlukan pengalaman belajar secara verbal karena tidak memungkinkan adanya pengalaman melaui indera perabaan. Dari keterbatasan tersebut makan diperlukan media yang sesuai dengan

(59)

Pembelajaran dengan menggunakan media audio sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra. Media audio yang sesuai adalah MA SPLASH karena memilki beberapa keunggulan yaitu berisi konsep-konsep materi yang singkat, jelas dan mudah dipahami oleh siswa tunanetra, bahasa yang dipakai sesuai dengan kemampuan siswa tunanetra sehingga mudah dimengerti, dikemas dalam bentuk MP# sehingga fleksibel dalam penggunaannya. Hal tersebut membuat MA SPLASH sangat cocok untuk membantu siswa tunanetra dalam pemahaman materi IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Kerangka pikir penelitian tentang efektiifitas penggunaan media audio “solusi pintar jelas dan mudah” (SPLASH) terhadap hasil belajar pada siswa

tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis Yogyakarta dapa divisualisasikan dalam bagan berikut ini:

Anak Tunanetra

Keterbatasan Anak Kemampuan

Pemahaman Materi

Materi IPA wujud zat, ciri-ciri makhluk hidup dan

Hasil belajar IPA masih rendah

Keunggulan MA SPLASH

Penggunaan MA SPLASH Penggunaan MA SPLASH efektif

terhadap hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB

(60)

Gambar 1. Kerangka Pikir G. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir tersebut, maka hipotesis dari penelitian eksperimen ini yaitu : Penggunaan Media Audio

(61)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian kuasi eksperimen. Menurut Zainal Arifin (2012:79), kuasi eksperimen untuk memprediksi keadaan yang akan dicapai melalui eksperimen sebenarnya. Penelitian ini tidak ada pengontrolan seperti yang ada pada penelitian eksperimen murni. Di dalam penelitian kuasi tidak memungkinkan adanya manipulasi terhadap variabel yang relevan. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 siswa tunanetra. Peneliti menggunakan pendekatan kuasi eksperimen karena peneliti ingin menguji efektivitas penggunaan MA SPLASH terhadap hasil belajar IPA kelas VII di MTsLB Yaketunis.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sesuatu disebut variabel karena secara kuantitatif atau secara kualitatif dapat bervariasi. Dalam setiap penelitian, peneliti dapat memilih salah satu atau beberapa Siantar banyak variabel bebas yang mempengaruhi variabel tergantung (terikat), yang menjadi fokus penelitiannya. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Tergantung (terikat) atau dependent variabel (Y)

(62)

efek tersebut diamati dari ada-tidaknya, timbul-hilangnya, membesarmengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain.

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel terikat, yaitu hasil belajar IPA yang dimiliki siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis dari hasil penggunaan MA SPLASH sebagai media

penunjang pembelajaran hasil belajar.

2. Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat juga dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui. Variabel ini dipilih dan sengaja dimanipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain tersebut dapat diamati dan dikukur.

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas, yaitu penggunaan MA SPLASH sebagai media pembelajaran untuk memberikan hasil belajar IPA pada siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Di kelas VII,Di MTsLB Yaketunis, Jl. Parangtritis No.43 Yogyakarta 2. Waktu

(63)

Tabel 3. Rincian waktu penelitian

WAKTU KEGIATAN

Minggu I Pelaksanaan Pre-Test I Minguu II Pelaksanaan Pre-Test II Minggu III Pelaksanaan Pre-Test III

Minggu IV Pelaksanaan perlakuan dan Post-Test I Minggu V Pelaksanaan Perlakuan dan Post-Test II Minggu VI Pelaksanaan Perlakuan dan Post-Test III Minggu VII Proes analisa data peelitian

Minggu VIII Penyusunan laporan penelitian Minggu IX Penyusunan artikel hasil penelitian Minggu X Publikasi hasil penelitian

D. Desain Penelitian

Desain penelitiaan yang digunakan adalah one group pre-test-posttest design. Dalam penelitian ini terdapat satu kelompok subjek penelitian yang mendapatkan perlakuan atau treatment. Dari data penelitian yang diperoleh, maka hasil tes sebelum dan sesudah diberikan perlakuan akan dibandingkan untuk melihat apakah ada pengaruh antara hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA setelah dan sebelum menggunakan MA SPLASH. Adapun desainnya sebagai berikut ini :

O1 x O2

Gambar 2. Desain Penelitian (Sugiyono, 2010:111) Keterangan :

(64)

O2 : Pre-test 2 Prosedur :

Ketiga tahap tersebut terdiri dari pre-test, perlakuan dan post-test pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pre-test (sebelum perlakuan)

Pre-test dilakukan untuk mengetahui kondisi awal sebelum perlakuan. Tes dilakukan sebnayak satu kali seminggu sebelum perlakuan. Siswa diminta mengerjakan 30 soal pilihan ganda. Soal yang diberikan adalah 10 soal untuk materi wujud zat dan 10 soal untuk materi ciriciri makhluk hidup, serta 10 soal untuk materi energi alternatif. Cara mengerjakannya , guru memutarkan soal yang terdapat pada MA SPLASH , lalu siswa diminta untuk menjawab soal dalam lembar jawaban. Jawaban ditulis siswa menggunakan braille dibantu untuk diterjemahkan kedalam tulisan oleh guru IPA kemudian hasilnya akan diolah peneliti.

2. Perlakuan

Penggunaan MA SPLASH dalam pembelajaran wujud zat ciri-ciri, makhluk hidup, dan energi alternatif dilaksanakan masing-masing 1 kali tiap materi. MA SPLASH berperan sebagai media untuk memperjelas materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Langkah-langkah penggunaan MA SPLASH : a. Langkah Persiapan

(65)

Guru merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan tercantum pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu siswa tunanetra mampu memahami materi wujud zat, ciri-ciri makhluk hidup, dan energi alternatif menggunakan MA SPLASH. 2)Persiapan Guru

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh guru, yaitu : a) Guru mempersiapkan materi pembelajaran sesuai dengan

RPPdengan menggunakan buku IPA sebagai salah satu sumber

belajar.

b)Guru menyiapkan soal latihan lisan untuk kegiatan evaluasi. c) Guru menyiapkan dan mencoba MA SPLASH ke dalammedia

pemutar audio sebelum pembelajaran sesungguhnya dimulai supaya saat pembelajaran media tersebut tidak mengalami kerusakan dan gangguan.

3)Persiapan Kelas

Guru mempersiapkan ruang kelas supaya nyaman digunakan saat belajar mengajar dengan cara mengajak siswa mengatur posisi kursi dan meja sehingga siswa lebih jelas mendengarkan penjelasan guru dan MA SPLASH yang diputar.

b. Langkah Inti

(66)

a) Guru menjelaskan tentang pengertian dan tujuan materi. b) Guru memutar MA SPLASH

c) Siswa diminta mendengarkan MA SPLASH yang diputarkan oleh guru.

d) Guru memberikan tantangan pada siswa untuk menceritakan kembali apa yang siswa dapatkan dari materi MA SPLASH yang diputarkan.

e) Siswa berdiskusi dengan guru tentang materi yang diputar dalam MA SPLASH.

f) Siswa melakukan tanya jawab kepada guru tentang materi. Siswa juga diminta untuk mengemukakan beberapa hal yang belum dipahami tentang materi yang disampaikan.

g) Siswa diminta menjelaskan secara singkat materi yang sudah disampaikan oleh guru secara bergantian.

3. Langkah Penutup

Evaluasi hasil belajar, siswa diminta guru untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan tentang materi pelajaran IPA yang disampaikan dalam MA SPLASH tiap pertemuan.

3. Post-test

(67)

perlakuan sesuai dengan materi yang diberikan supaya hasilnya tidak bias. Tes yang diberikan pada post test sama dengan tes sebelum perlakuan (pre-test). Siswa diminta mengerjakan 10 soal tiap pertemuan. Jawaban yang ditulis siswa menggunakan braille dibantu untuk diterjemahkan kedalam tulisan oleh guru IPA kemudian hasilnya diolah oleh peneliti. Hasil dari pre test dan post test kemudian dibandingkan untuk mengetahui hasil perlakuan.

E. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan subjek penelitian mempertimbangkan tujuan dari penelitian ini yaitu tentang efektivitas penggunaan MA SPLASH untuk siswa tunanetra. Maka peneliti menentukan subjek pada penelitian ini adalah siswa tunanetra kelas VII di MTsLB Yaketunis.

F. Metode Pengumpulan Data

(68)

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian diperlukan untuk mendapatkan data kemudian akan diolah sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan MA SPLASH terhadap hasil belajar IPA. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan panduan wawancara. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pretest dan post-test materi wujud zat,ciri-ciri makhluk hidup, dan energi alternatif. Pre-test akan diberikan pada subjek sebelum pembelajaran IPA yang menggunakan MA SPLASH, lalu proses pembelajaran diakhiri dengan post-test.

Hasil tes ini nantinya akan memaparkan skor yang menyatakan bahwa siswa tersebut mengalami perubahan hasil belajar. Soal-soal tes hasil belajar ini berupa pilihan ganda yang berjumlah 30 soal. Berikut kisi-kisi soal tes hasil belajar :

Tabel 4. Kisi-kisi tes hasil belajar IPA KOMPONEN WUJUD ZAT 1.Pengertian Zat

(69)

ENERGI

I. Teknik Analisis Data

Dalam analisis data, peneliti mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan skor tes awal (pre-test) dan skor akhir (post-test) dengan menggunakan rumus :

Dalam penelitian ini ada 30 soal pilihan ganda yang diberikan sebagai pre-test dan post-test. Dimana setiap jawaban yang benar akan mendapat skor 1, jawaban yang salah akan mendapat skor, dan jawaban yang benar semua akan mendapat skor 100.

2. Mencari mean atau rata-rata dari skor pre-test dan post-test

Keterangan :

x i : jumlah skor (pre-test atau post-test)

(70)

x post-test - x pre-test Keterangan :

x post-test: rata-rata skor post-test x pre-test : rata-rata skor pre-test

4. Membandingkan hasil skor pre-test dan post-test

5. Jumlah Kategori = 5 (amat baik, baik, cukup, dan kurang) 30 - 0

Interval Skor : = 5 6

Tabel 5. Kategori Nilai

SKOR KATEGORI

81-100 SANGAT BAIK

61-80 BAIK

41-60 CUKUP

21-40 KURANG

0-20 SANGAT KURANG

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan suatu hal yang penting dalam melakukan proses penelitian agar penelitian berjalan lancar, karena prosedur penelitian merupakan pedoman untuk melakukan penelitian.ada tiga tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu tahap awal, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Awal

(71)

d. Mengurus perizinan

e. Mempersiapkan instrumen penelitain f. Membuat RPP penelitian

g. Expert judgement

h. Menentukan waktu dan tempatpenelitian i. Menentukan subjek penelitian

2. Tahap Pelaksanaan a. Pre-test

b. Treatment (perlakuan) c. Post-test

3. Tahap Akhir

a. Melakukan pengolahan data b. Menganalisa data

c. Menarik kesimpulan dari hasil data penelitian I. Uji Validitas

Sebuah instrumen dinyatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat diungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 2010:211). Validasi instrumen dalam penelitian ini terdapat dua instrumen yang divalidasi untuk mendapatkan data dari

variabel yang diteliti secara tepat, yaitu : 1. Validitas Tes Hasil Belajar

(72)

2. Validitas Media

Media yang digunakan untuk memberikan perlakuan kelas eksperimen adalah MA SPLASH produksi BPMRP (Balai Pengembangan Media Audio Pendidikan). Media ini dikembangkan khusus untuk

(73)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan dalam bab IV ini merupakan hasil studi lapangan yang dilaksanakan di MTsLB Yaketunis Yogyakarta pada 6-11 Juni 2016. Hasil penelitian terhadap pengaruh penggunaan media audio SPLASH terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas VII sebagai berikut.

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

MTsLB Yaketunis Yogyakarta merupakan lembaga pendidikan khusus bagi tunanetra yang berstatus swasta dibawah naungan Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis). Lokasi MTsLB Yaketunis berada di jalan Parangtritis No. 46, Danunegaran, Kelurahan Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

MTsLB Yaketunis Yogyakarta secara keseluruhan mempuyai siswa berjumlah 30 pada tahun ajaran 2015/2016 dan guru sebanyak 11 orang. Pembagian kelas disesuaikan dengan kemampuan belajar siswa supaya lebih mudah untuk memahami kecepatan belajar dan karakteristik siswa.

(74)

MTsLB Yaketunis mempunyai beberapa kegiatan ekstrakulikuler seperti pramuka, baca tulis braille, seni musik, seni baca Al-Quran, pijet dan life skill. Pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan diluar jam belajar siswa.

Visi MTsLB Yaketunis Yoagyakarta adalah terwujudnya MTs Yaketunis sebagai Rahmatan Lil Alamin yang memiliki keistimewaan, kesempurnaan, dan kesejahteraan salam pendidikan dan dakwah. Lalu misi MTsLb Yaketunis adalah melaksanakan pendidikan islmai berdasarkan Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW dan memeberikan pelatihan-pelatihan serta bimbingan untuk menghasilkan kelulusan yang bertaqwa, terampil, mandiri dan berguna bagi masyarakat.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunanetra kelas VII C di mTsLB Yaketunis Yogyakarta yang berjumlah 4 orang. Deskripsi masing-masing subjek sebagai berikut:

1. Subjek 1

Subjek 1 yaitu NA berusia 15 tahun. NA mengalami buta total sejak lahir. NA mempunyai rasa percaya diri yang cukup tinggi dan aktif terhadap hal-hal baru yang diajarkan. Hal itu dapat dilihat dari responnya saat pembelajaran, rasa ingin tahunya tinggi sehingga sering memberikan

feedback yang positif saat proses belajar di kelas. 2. Subjek 2

Gambar

Tabel 3. Rincian waktu penelitian
Tabel 4. Kisi-kisi tes hasil belajar IPA
Tabel 5. Kategori Nilai
Tabel 7. Skor Post-test
+2

Referensi

Dokumen terkait