HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. SettingPenelitian
4.1.1 Gambaran Umum TK Purwanida I
TK Purwanida I terletak di Jalan Srikandi No 12
Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga,
Provinsi Jawa Tengah. Berikut adalah peta lokasi dari TK
[image:1.516.86.446.186.587.2]Purwanida I.
Lingkaran merah pada gambar menunjukkan lokasi
daerah TK Purwanida I. Tiga dari lima orang partisipan
mengatakan bahwa letak rumah mereka tidak terlalu jauh
dengan pusat pelayanan kesehatan. Namun, kejadian
demam pada anak masih cukup sering terjadi. Menurut
pernyataan semua partisipan, dalam satu tahun terakhir
anak mereka sudah terkena demam sebanyak 3-4 kali.
Di TK Purwanida I ada sebanyak 72 orang anak yang
bersekolah di TK tersebut, dengan usia rata-rata murid
yaitu 4-6 tahun. Tenaga pengajar di TK Purwanida I
adalah sebanyak 5 orang guru. Data ini digunakan oleh
4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian 4.1.2.1 Sebelum Penelitian
Pertama-tama, peneliti menyiapkan beberapa hal yang
menunjang pelaksanaan penelitian dan terlebih dahulu
menentukan karakteristik partisipan berdasarkan metode
pemilihan sampling. Peneliti mulai mempersiapkan surat
ijin untuk penelitian pada tanggal 18 April 2016.
4.1.2.2 Saat Penelitian
Wawancara penelitian ini mulai dilakukan pada bulan
April dan Juni 2016. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik wawancara mendalam (In depth
interview) dan sebelumnya peneliti sudah menyiapkan
panduan wawancara dengan menentukan
indikator-indikator yang akan diukur seperti ketepatan ibu
menangani demam pada anak. Sebelum melakukan
wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada partisipan mengenai tujuan dan
maksud dari penelitian ini. Setelah partisipan menyetujui
dan menandatangani informed consent, kemudian
peneliti akan melakukan kontrak waktu untuk wawancara.
4.1.2.3 Sesudah Penelitian
Setelah peneliti selesai melakukan wawancara kemudian
Berikut adalah tabel dari kegiatan penelitian yang
[image:4.516.87.477.132.539.2]sudah dilakukan.
Tabel 4.1 Kegiatan Penelitian
Partisipan Waktu Tanggal
Kegiatan Setiap Pertemuan 1 2 3 4 5 09.10-10.15 09.00-10.20 10.15-11.30 09.00-10.20 09.00-10.25 10.20-11.30 10.25-11.30 09.00-10.30 09.00-1025 09.00- 10.25 18 April-09 Juni 18 April-03 Juni 19 April-9 Juni 19 April-10 Juni 20 April-11 Juni ∑ Mengucapkan salam pada partisipan. ∑ Memberikan penjelasan penelitian. ∑ Tanda tangan
pada informed consent. ∑ Melakukan wawancara ∑ Mengucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk wawancara.
Sumber : (Data Primer, 2016)
Kegiatan dalam tabel merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti setiap mengadakan pertemuan
Pada saat melakukan wawancara penelitian, ada
kemudahan dan kendala yang dialami oleh peneliti.
Kemudahan dalam penelitian ini adalah semua yang
menjadi partisipan dalam penelitian ini bisa berbahasa
Indonesia dengan baik, sehingga peneliti tidak
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
partisipan dan komunikasi yang terjalin dapat dipahami
dan dimengerti oleh kedua belah pihak. Sedangkan,
kendala yang dialami peneliti adalah kesulitan untuk
melakukan wawancara selanjutnya dikarenakan
partisipan yang sibuk dengan pekerjaan, untuk mengatasi
kendala tersebut peneliti membuat kontrak waktu untuk
mengadakan wawancara kedua kali dengan partisipan
yang bertujuan untuk melengkapi data-data yang masih
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Gambaran Umum Partisipan
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah
lima orang ibu yang anaknya bersekolah di TK Purwanida
I, Kecamatan Sidomukti Salatiga yang sebelumnya sudah
dipilih oleh peneliti berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan.
4.2.1.1 Identitas Partisipan 1 (P1)
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 Tahun
Ny. H adalah seorang ibu yang pernah
merawat demam pada anaknya. Menurut Ny. H
demam yang dialami anaknya dalam satu tahun
terkhir adalah 3-4 kali. Menurut keterangan Ny. H
rumahnya cukup dekat dengan Pusat Pelayanan
Kesehatan. Pekerjaan Ny. H disini adalah sebagai
Ibu Rumah Tangga. Keseharian Ny. H yaitu
mengantar anaknya sekolah, memasak, dan
mengurus keperluan rumah tangga lainnya.
Pendidikan terakhir yang sudah ditempuh Ny. H
4.2.1.2 Identitas Partisipan 2 (P2)
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 Tahun
Ny. R adalah seorang ibu rumah tangga
dengan latar belakang pendidikan terakhir yaitu
lulusan SMK. Ny. R memiliki anak yang
bersekolah di TK Purwanida I. Pada saat peneliti
melakukan studi pendahuluan, diketahui bahwa
anak Ny. R pernah mengalami demam. Adapun
dalam 1 tahun terakhir, anak tersebut mengalami
demam sebanyak 3 kali. Kegiatan sehari-hari
yang dilakukan oleh Ny.R adalah mengantar anak
sekolah, memasak, mencuci, dan membersihkan
rumah. Menurut keterangan Ny.R, tempat
tinggalnya tidak jauh dari Pusat Pelayanan
Kesehatan.
4.2.1.3 Identitas Partisipan 3 (P3)
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 42 Tahun
Ny. W adalah seorang ibu dengan usia 42
Purwanida I dan anaknya tersebut pernah
mengalami demam. Dalam 1 tahun belakangan ini
kejadian demam yang dialami oleh anaknya
sudah sebanyak 3 kali. Ny. W tinggal di daerah
yang cukup jauh dengan Pusat Pelayanan
Kesehatan. Ny. W sebagai Ibu Rumah Tangga
memiliki keseharian diantaranya mengantar
anaknya sekolah, memasak, mencuci, dan
mengurus berbagai keperluan rumah tangga
lainnya. Pendidikan terakhir yang sudah ditempuh
oleh Ny. W adalah SD.
4.2.1.4 Identitas Partisipan 4 (P4)
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 31 Tahun
Ny. P sama seperti partisipan lainnya, Ny. P
juga pernah merawat anaknya saat demam.
Menurut Ny. P demam yang dialami anak dalam
satu tahun terakhir adalah sebanyak 3-4 kali.
Ny. P mengatakan bahwa tempat tinggalnya
cukup jauh dari Pusat Pelayanan Kesehatan.
Pekerjaan Ny. P adalah sebagai Buruh yang
adalah mengantar anak sekolah, memasak, lalu
pergi bekerja. Pendidikan terakhir Ny. P adalah
SLTP.
4.2.1.5 Identitas Partisipan 5 (P5)
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 Tahun
Ny. N merupakan seorang Ibu rumah tangga
yang berusia 45 tahun dengan latar belakang
pendidikan terakhir yakni SLTP. Ny.N memiliki
anak yang pernah mengalami sakit, diataranya
adalah demam. Ny. N mengatakan dalam satu
tahun terakhir anak sudah mengalami demam
sebanyak 3-4 kali. Menurut Ny. N tempat
tinggalnya tidak terlalu jauh dengan Pusat
Pelayanan Kesehatan. Pekerjaan Ny. N adalah
sebagai Ibu Rumah Tangga. Kesehariannya yaitu
mengantar anak sekolah, memasak, mencuci,
membersihkan rumah dan mengurus berbagai
4.2.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data dari hasil wawancara
kepada kelima partisipan, diperoleh hasil penanganan
demam yang dilakukan oleh para ibu terhadap anaknya
sebagai berikut :
I. Memberikan Istirahat
Penanganan pertama yang diberikan oleh 5 orang
partisipan adalah memberikan anak waktu yang
cukup untuk beristirahat. Menurut 5 partisipan,
istirahat berupa tidur siang ini akan diberikan jika
anak mereka sedang sakit, karena biasanya anak
mereka tidak tidur siang jika anak dalam keadaan
sehat. Ketika badan anak sedang panas, kelima
partisipan mengusahakan agar anak bisa istirahat
cukup yaitu tidur siang 1-2 jam. Hal ini dapat dilihat
pada pernyataan keempat partisipan sebagai berikut:
P1 (baris 45) : “Kalau anak saya demam, biasa saya suruh istirahat tidur siang 1-2 jam”.
P2 (baris 54) : “Iya mbak, paling satu jam setengah atau lebih, yang penting istirahat mbak dari pada
anaknya main terus”.
P3 (baris 59) : “Ya paling tidur satu sampai dua jam”.
P4 (baris 62 dan 64) : “Tidur siang mbak”. “1 jam sampai 2 jam mbak”.
Dari hasil tersebut di atas, diketahui bahwa menurut
kelima partisispan, istirahat di siang hari diperlukan
oleh anaknya. Mereka mengusahakan agar anak
beristirahat dengan cukup supaya anak tidak terlalu
banyak bermain (beraktivitas) yang dapat
menjadikan anak mereka kelelahan.
II. Kompres Air Hangat Suam-Suam Kuku
Selain memberikan penanganan demam berupa
istirahat, ketiga orang partisipan juga memberikan
penangan demam dengan menggunakan kompres
air hangat, yaitu dilakukan oleh P1, P2 dan P5.
Berikut pernyataan ketiga partisipan terkait dengan
penggunaan kompres air hangat :
P1 (baris 57) : “Iya mbak saya pakai kompres air hangat soalnya tadi kalau pakai air dingin anak saya
bisa menggigil, kalau pakai air hangat bisa
menurunkan demam anak saya mbak”.
P2 (baris 69) : “Saya pakainya cuma air hangat atau suam-suam kuku tok mbak”.
P5 (baris 71) : “Saya cuma pakai air hangat saja mbak”.
hangat tidak menyebabkan anak menjadi menggigil.
Berikut pendapat dari ketiga partisipan :
P1 (baris 57) : “...soalnya kalau pakai air dingin anak saya bisa menggigil, kalau pakai air hangat bisa
menurunkan demam anak saya mbak”.
P2 (baris 71) : “Kalau pakai air dingin anaknya nanti malah kedinginan mbak”.
P5 (baris 73) : “Karena air hangat bisa menurunkan demam, kalau pakai air dingin nanti anak saya bisa
menggigil”.
Dari hasil tersebut di atas, dapat kita simpulkan
bahwa menurut ketiga partisipan, kompres air hangat
tidak membuat anak menjadi menggigil dan kompres
air hangat juga dapat menurunkan demam pada
anak, sehingga mereka memberikan penanganan
tersebut kepada anak mereka.
III. Kompres Air Dingin
Selain penanganan dengan memberikan kompres air
hangat yang dilakukan oleh ketiga orang partisipan
sebelumnya, terdapat pula 2 orang partisipan yang
memberikan penanganan demam dengan
menggunakan kompres air dingin. Penangan demam dengan menggunakan kompres air dingin ini
Berikut pernyataan dari P3 dan P5 mengenai
penggunaan kompres air dingin :
P3 (baris 57) : “Pakai dua-duanya mbak (kompres hangat dan dingin)”.
P4 (baris 69) : “Dua-duanya mbak, kadang dingin kadang hangat suam-suam kuku”
Kedua partisipan tersebut tetap menggunakan
kompres air dingin untuk mengompres anak,
meskipun mereka tahu bahwa kompres air dingin
bisa menyebabkan badan anak menggigil.
P3 (baris 69) : “Lebih sering air hangat sih mbak”.
P3 (baris 71) : “Kalau dingin anaknya tambah menggigil”.
P4 (baris 71) : “Seringnya antara penggunaan air hangat dan dingin untuk kompres sama saja mbak”.
P4 (baris 73) :“Ndak sih mbak, cuma kadang-kadang menggigilnya”
Dari hasil diatas, dapat kita ketahui bahwa P3 dan P4
sudah mengetahui dampak negatif dari penggunaan
kompres air dingin untuk mengompres anak mereka
yang sedang demam, tetapi mereka tetap saja
IV. Pemberian Air Mineral
Penanganan lain yang diberikan oleh ketiga orang
partisipan tersebut diatas, selain dengan kompres air
hangat, mereka juga mengupayakan untuk
mencukupi kebutuhan minum anak dengan cara
memberikan tambahan air mineral yang cukup untuk
anak mereka yaitu 4-5 gelas per hari. Menurut ketiga
partisipan, saat anak sehat, anak minum air sekitar
6-8 gelas per hari, dan saat anak mengalami demam,
maka mereka akan memberikan tambahan air minum
untuk anak. Ketiga partisipan tersebut adalah P1, P2,
dan P5. Berikut pernyataan dari ketiga partisipan :
P1 (baris 45) : “Kalau anak saya demam, biasanya saya suruh istirahat tidur siang 1-2 jam, dan
tambahan minum air putih 4-5 gelas....”.
P2 (baris 59) : “Iya saya suruh minum, sehari biasanya 6-8 gelas, dan kalau lagi demam saya beri
tambahan minum 4-6 gelas/hari”.
P5 (baris 59) : “Iya mbak. Saya beri air minum tambahan 5-6 gelas sehari untuk mencegah
dehidrasi.”
Menurut ketiga partisipan tersebut, pemberian air
mineral yang cukup diberikan untuk menghindari
P1 (baris 53 ) : “Mau mbak kalau minum air, kalau ndak mau biasanya saya bujuk sampai mau takutnya
anak saya dehidrasi nanti”.
P1 (baris 41) : “Dehidrasi itu kekurangan cairan,...”. P1 (baris 43) : “Kalau dehidrasi bisa dikarenakan anak kurang minum tetapi pengeluaran cairan dari
dalam tubuhnya banyak misalnya lewat keringat”.
P2 (baris 63) : “Mencegah anak saya supaya ga dehisrasi”.
Sementara itu dua orang partisipan lainnya yaitu P3
dan P4 mengatakan bahwa mereka hanya
memberikan sedikit tambahan air minum untuk anak.
Jika biasanya saat anak sehat anak minum 5-6
gelas, maka saat anak sakit, ibu hanya memberikan
sedikit air tambahan untuk anak yaitu sekitar 1-2
gelas saja. Berikut pernyataan kedua partisipan
terkait dengan pemberian air mineral :
P3 (baris 27) : “Iya biasa rewel mbak.”
P3 (baris 29) : “Susah disuruh makan sama minum, kalau makan sih lumayan, minumnya yang susah”.
P3 (baris 31) : “Ya minumnya sedikit mbak”.
P3 (baris 67) : “Iya , tambahannya sekitar 2 gelas aja”.
P4 (baris 46) : “Anaknya jadi rewel dan badannya panas”.
P4 (baris 52) : “Makannya ya lumayan mbak, sehari tiga kali, kalau tambahan minum bisa 1 gelas lebih
sampai 2 gelasan mbak.”.
Demikian pendapat dari kelima partisipan diatas
yang dapat kita simpulkan bahwa P1, P2 dan P5
berusaha untuk memenuhi kebutuhan air mineral
anaknya, dengan cara menambahkan asupan air
minum 4-6 gelas per hari pada saat anak demam, hal
tersebut mereka lakukan demi mencegah terjadinya dehidrasi pada anak. Jika anak mereka malas
minum, mereka tetap berusaha untuk membujuk
anaknya agar tetap mau minum air. Sedangkan
menurut kedua partisipan lainnya, anak mereka
menjadi rewel saat demam dan susah diberi makan dan minum, oleh karena itu ibu menjadi malas untuk
membujuk anaknya supaya minum air lebih banyak.
V. Penggunaan Selimut
Tiga dari lima orang partisipan yaitu P1, P2, dan P5
mengatakan bahwa mereka tidak menggunakan
pakaian atau selimut yang terlalu tebal untuk
menyelimuti anaknya.
P2 (baris 65) : “Ndak mbak, saya pakai selimutnya ga terlalu tebal”
P5 (baris 65) : “Saya pakai selimut biasa mbak ndak terlalu tebal
P1 (baris 43) : “Kalau dehidrasi bisa dikarenakan anak kurang minum tapi pengeluaran cairan dari
dalam tubuh banyak misalnya seperti lewat keringat”.
P2 (baris 67) : “kalau terlalu tebal nanti anak saya mengeluarkan terlalu banyak keringat, kalau anak
saya ndak mau minum malah nanti jadi kekurangan
cairan mbak”.
P5 (baris 67) : “Kalau terlalu tebal nanti anak saya terlalu banyak mengeluarkan keringat”.
P5 (baris 69) : “Takutnya anak saya bisa dehidrasi mbak kalau mengeluarkan terlalu banyak keringat”
Sementara itu dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4
mengatakan bahwa mereka menggunakan selimut
yang tebal untuk menyelimuti anak, karena menurut
mereka badan anak menggigil saat demam sehingga
mereka memberikan selimut yang tebal.
P3 (baris 69) : “Iya mbak pakai yang tebal biar ga menggigil”.
P4 (baris 77) : “Yang tebal mbak.”
P4 (baris 79) : “Soalnya anak saya menggigil kedinginan”.
Demikian pendapat para partisipan mengenai
orang partisipan yaitu P1, P2 dan P5, mereka tidak
menggunakan selimut yang terlalu tabal untuk
menyelimuti anak mereka yang sedang demamn
dengan alasan untuk menghindari pengeluaran
keringat berlebih. Mereka khawatir jika anak akan
mengalami dehidrasi dikarenakan pengeluaran
keringat berlebih tersebut. Sedangkan dua orang
partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka
menggunakan selimut yang tebal untuk menyelimuti
anak dengan alasan anak mereka yang menggigil
saat demam.
VI. Penggunaan Obat Penurun Panas
Kelima partisipan menggunakan obat paracetamol
untuk menurunkan demam pada anak. Menurut P1,
P2 dan P5 dosis obat paracetamol yang bisa
diberikan pada anak usia 4-6 tahun adalah antara
100-200 mg. Menurut ketiga partisipan tersebut, jika
suhu anak dibawah 38,3oC tidak perlu diberikan obat
penurun panas, tetapi jika sebelumnya anak memiliki
riwayat kejang demam maka obat penurun panas perlu diberikan. Menurut mereka hal tersebut untuk
menghindari kambuhnya kejang. Berikut pendapat
P1 (baris 61) : “Saya pakai obat Paracetamol, 2-3x/hari dengan dosis 100-200mg tiap pemberian”.
P1 (baris 63) : “125-200 setahu saya mbak”.
P1 (baris 65) :“Menurut saya jika suhu anak dibawah 38,3oC dan anak pernah kejang, obatnya perlu
diberikan mbak uintuk menghindari kejangnya
kambuh lagi”.
P2 (baris 73) : “Pakai bye bye fever, obatnya paracetamol 3-4x/hari dengan dosis antara
120-125mg setiap pemberian”.
P2 (baris 75) : “Tergantung dosis yang tertera di dus obatnya, biasanya 120-125mg”.
P5 (baris 75) : “Biasanya pakai obat paracetamol (sanmol) mbak sehari 3x dengan dosis 5ml tiap
pemberian”.
P5 (baris 77) : “5 ml mbak (125 mg)”.
P5 (baris 79) : “Iya mbak untuk menghindari terjadinya kejang”.
Sementara itu, menurut keterangan P3 dan P4
mereka tidak mengetahui berapa jumlah dosis obat
paracetamol yang bisa diberikan untuk anak usia 4-6
tahun. Menurut mereka obat penurun panas tidak
perlu diberikan jika suhu anak dibawah 38,3oC (ada
riwayat kejang).
P3 (baris 80) : “Ndak tahu pasti saya mbak”.
P3 (baris 84) : “Ga perlu mbak”.
Dari hasil tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa
kelima orang partisipan disini semuanya
menggunakan obat paracetamol untuk menurunkan
demam pada anak. Tiga orang partisipan yaitu P1,
P2 dan P5 mengetahui berapa jumlah dosis obat
paracetamol yang bisa diberikan pada anak usia 4-6
tahun yaitu antara 100-200 mg, sedangkan untuk
dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka tidak
mengetahui berapa jumlah dosis obat paracetamol
yang bisa diberikan pada anak usia 4-6 tahun.
Menurut P1, P2 dan P5 obat penurun panas perlu
diberikan jika suhu anak dibawah 38,3oC yang
sebelumnya pernah mengalami kejang, menurut
mereka obat tersebut perlu diberikan untuk
menghindari kambuhnya kejang. Sementara itu dua
partisipan lainnya mengatakan hal yang sebaliknya,
mereka mengatakan obat paracetamol tersebut tidak
perlu diberikan meskipun sebelumnya anak memiliki
VII. Pengobatan ke Pusat Pelayanan Kesehatan
Ada beberapa pertimbangan yang diberikan oleh
kelima partisipan sebelum mereka membawa anak
berobat ke pusat pelayanan kesehatan. Menurut P1,
P2 dan P5 tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh
dengan pusat pelayanan kesehatan dan mereka
memanfaatkan pusat pelayanan kesehatan tersebut
untuk mengobati anak yang sakit demam dengan
melakukan beberapa pertimbangan sebelumnya.
Berikut pernyataan dari ketiga partisipan terkait
dengan pemanfaatan Pusat Pelayanan Kesehatan :
P1 (baris 67) : “Saya itu ngajak anak saya berobat kalau demamnya naik turun ga tentu mbak dan
demamnya lebih dari satu hari”
P1 (baris 75) :“Ndak terlalu jauh kok mbak”.
P1 (baris 77) : “Tergantung kondisi anak saya mbak, kalau masih bisa dirawat di rumah ya saya rawat di
rumah, tapi kalau panansnya naik turun lebih dari
satu hari ya saya bawa ke pelayanan kesehatan
mbak”.
P2 (baris 79) :“Saya pergi membawa anak berobat jika demam anak saya tiga hari belum belum
sembuh, demam diatas 40oC dan mengalami
kejang”.
P2 (baris 89) : “Kalau demam anaknya ga sampai 3 hari lebih dan demamnya tidak terlalu tinggi, saya
cuma rawat di rumah, tapi kalau demamnya sudah
lebih dari tiga hari dan demamnya ga turun turun
baru saya ajak anaknya pergi berobat ke dokter”.
P5 (baris 81) : “Jika demam anak naik turun tidak tentu dan demamnya sudah lebih dari 2 hari mbak”.
P5 (baris 87) : “Tidak terlalu jauh kok mbak”.
P5 (baris 89) : “Tergantung kondisi anak saya, kalau demam naik turun dan lebih dari dua hari maka saya
bawa untuk berobat, tetapi kalau ndak saya rawat
dirumah aja mbak”.
Sementara itu dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4
mengatakan tempat tinggal mereka cukup jauh
dengan pusat pelayanan kesehatan, dan mereka
mengatakan lebih sering merawat anak dirumah
dibandingkan dengan membawa anak berobat ke
pusat pelayanan kesehatan tersebut.
P3 (baris 94) : “Lumayan cukup jauh mbak”.
P3 (baris 96) : “Ya, kadang-kadang mbak, seringnya sih dirawat dirumah saja.”
P3 (baris 98) : “Ya tempatnya terlalu jauh dari rumah saya mbak”.
P4 (baris 101) : “Tidak mbak, cukup jauh”.
Dari hasil tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa
tiga orang partisipan yaitu P1, P2 dan P5 memiliki
tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dengan Pusat
Pelayanan Kesehatan, sehingga mereka
memanfaatkan Pusat Pelayanan Kesehatan tersebut
untuk berobat karena tempatnya yang mudah
dijangkau. Sebelum mereka membawa anak pergi
berobat, mereka terlebih dahulu melakukan
beberapa pertimbangan seperti yang sudah
disampaikan sebelumnya. Sementara itu untuk
kedua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4 mereka
lebih sering merawat anak di rumah dibandingkan
dengan mengajak anak pergi berobat, hal ini
dikarenakan tempat tinggal mereka yang cukup jauh
4.3 Uji Keabsahan Data
4.3.1 Member CheckPartisipan 1
Member check pada partisipan 1 dilaksanakan pada
tanggal 18 April dan 09 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan
kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan
hasil wawancara dengan partisipan, partisipan setuju
dengan hasil wawancara yang sudah ditunjukkan
tersebut, karena menurut partisipan hasil wawancara
sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh peneliti.
4.3.2Member CheckPartisipan 2
Member check pada partisipan 2 dilaksanakan pada
tanggal 18 April dan 03 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan
kepala sekolah TK Purwanida. Peneliti menunjukkan hasil wawancara dengan partisipan, partisipan setuju dengan
hasil wawancara yang sudah ditunjukkan tersebut. Tidak
ada hasil hasil wawancara yang dikoreksi oleh partisipan.
4.3.3Member Check Partisipan 3
Member check pada partisipan 3 dilaksanakan pada
tanggal 19 April dan 09 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan
kepala sekolah TK Purwanida. Peneliti menunjukkan hasil
wawancara dengan partisipan, partisipan setuju dengan
4.3.4Member Check Partisipan 4
Member check pada partisipan 4 dilaksanakan pada
tanggal 19 April dan 10 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan
kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan
hasil wawancara sebelumnya kepada partisipan agar
dapat dikoreksi bila terdapat jawaban yang salah atau
keliru menurut partisipan. Partisipan menyetujui hasil
wawancara dan tidak ada yang dikoreksi oleh partisipan
dari hasil wawancara.
4.3.5Member Check Partisipan 5
Member check pada partisipan 5 dilaksanakan pada
tanggal 20 April dan 11 Juni 2016 yaitu d i dalam ruangan
kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan
hasil wawancara sebelumnya kepada partisipan agar
dapat dikoreksi bila terdapat jawaban yang salah atau
keliru menurut partisipan. Menurut partisipan jawaban
yang diberikan sudah sesuai dan partisipan menyetujui
hasil wawancaranya. Tidak ada hasil wawancara yang
4.4 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan ibu
menangani demam pada anak di TK Purwanida I Kelurahan
Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Salatiga. Dari hasil analisa
dapat diketahui bahwa terdapat beberapa perbedaan
penanganan yang diberikan oleh para ibu untuk menangani
anak mereka yang sedang demam.
Dari segi penanganan pertama, kelima partisipan
memberikan penanganan berupa pengecekan suhu ketika
anak demam. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan
keadaan suhu anak. Setelah mereka mendapatkan hasil dan
hasil tersebut menunjukkan bahwa anak memang benar-benar
demam, maka penanganan selanjutnya yang diberikan yaitu
mengusahakan agar anak dapat beristirahat. Kelima partisipan
memberikan istirahat untuk anak yaitu berupa tidur siang
selama 1-2 jam. Kelima partisipan tersebut mengupayakan
agar anak beristirahat dengan cukup supaya anak tidak terlalu
banyak bermain (beraktivitas) yang dapat menjadikan anak
mereka kelelahan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya
menurun. Metabolisme adalah perubahan kimiawi yang terjadi
Metabolisme erat kaitannya dengan produksi panas tubuh.
Karena 25% energi dalam makanan digunakan untuk
melakukan kerja biologis, dan sisanya diubah menjadi panas,
Syaifuddin (2009). Berdasarkan teori yang ditelaah oleh
peneliti, penanganan berupa tidur siang yang diberikan oleh
kelima partisipan merupakan suatu tindakan yang tepat untuk
dilakukan ketika menangani anak yang sedang demam.
Penanganan tersebut sudah sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh para ahli seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
Selain memberikan penanganan dengan istirahat, tiga
dari lima orang partisipan yaitu P1, P2, dan P5 juga
memberikan penanganan demam lainnya yang baik dan tepat
untuk anak. Penanganan tersebut yaitu pemberian kompres
dengan menggunakan air hangat suam-suam kuku.
Berdasarkan teori Kaneshiro & Zieve (2010), air hangat bisa
membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar yang
selanjutnya membuat pori-pori terbuka. Keadaan tersebut
berarti dapat memudahkan pengeluaran panas dari tubuh.
Teori ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya mengenai efektivitas kompres air
hangat. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Permatasari
Air Hangat dan Kompres Air Biasa Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Pada Anak dengan Demam di RSUD Tugurejo,
Semarang”. Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini
adalah rancangan penelitian eksperimental. Sampel dalam
penelitian ini adalah anak yang berusia 1-5 tahun yang
mengalami demam. Kompres pada penelitian ini menggunakan
air hangat (34-37oC) dan air biasa (18-28oC), dilakukan di
lokasi dahi dan axilla selama 20 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan efektivitas antara kompres
air hangat dan air biasa terhadap penurunan suhu tubuh anak
dengan demam. Dari nilai mean dapat disimpulkan bahwa
kompres hangat lebih efektif menurunkan demam anak
dibandingkan dengan kompres air biasa. Dibuktikan dengan
nilai mean 25,09 > nilai mean kompres air biasa 9,91.
Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti
(2008) yang meneliti tentang “Pengaruh Kompres Hangat
terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak
Hipertermia di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Sukoharjo.” Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment. Hasil
penelitian menunjukan bahwa tindakan kompres hangat efektif dalam penurunan suhu tubuh pada anak dengan
Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang peneliti telaah,
pemberian kompres dengan menggunakan air hangat ini
merupakan tindakan yang tepat karena sesuai dengan teori
dan didukung oleh hasil penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya. Selain tindakan yang tepat tersebut, mereka juga
memiliki alasan yang tepat mengapa mereka menggunakan
kompres air hangat untuk mengompres anak saat demam.
Pemberian kompres dengan menggunakan air hangat tersebut
mereka lakukan karena kompres hangat terbukti dapat
menurunkan demam anak kemudian mereka juga khawatir
anak akan semakin menggigil jika mereka menggunakan
kompres air dingin untuk mengompres anak.
Penanganan selanjutnya yang diberikan oleh P1, P2, dan
P5 adalah pemberian tambahan air mineral yang cukup untuk
anak, yaitu 4-5 gelas/hari. Pemberian air mineral tersebut
bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (2013) merekomendasikan angka
kecukupan air untuk orang Indonesia. Dikatakan bahwa anak
usia 0,5-1 tahun kebutuhan airnya 800 mililiter, usia 1-3 tahun
sebanyak 1.200 mililiter, usia 4-6 tahun sebanyak 1.500 mililiter
dan usia 7-9 tahun sebanyak 1.900 mililiter. Menurut Sudung
(2004) banyaknya air yang dibutuhkan tubuh setiap hari
kelembapan lingkungan, tingkat aktivitas dan kondisi tubuh.
Semakin banyak aktivitas seseorang, maka semakin banyak
pula kebutuhan air minumnya. Begitu pula dengan kondisi
tubuh, saat sedang demam, maka kebutuhan cairannya juga
akan meningkat. Jumlah air yang dikeluarkan harus seimbang
dengan jumlah pemasukan. Anak usia 4-6 tahun membutuhkan
sekitar 1,4 liter/hari atau sama dengan 6 gelas/hari. Menurut
Sudung, takaran kebutuhan air ini bukan standar tetap dan bisa
disesuaikan dengan kondisi anak setiap harinya. Jika anak
sakit atau anak banyak beraktivitas, maka asupan air tersebut
harus ditambahkan. Berdasarkan teori yang peneliti telaah,
maka dapat disimpulkan bahwa penanganan demam yang
dilakukan oleh tiga orang partisipan tersebut diatas sudah tepat
karena sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Selain itu, alasan yang mereka ungkapkan mengenai
pentingnya mencukupi kebutuhan cairan anak juga tepat.
Mereka khawatir jika anak akan mengalami dehidrasi jika anak
hanya mau minum sedikit air. Untuk itulah mereka tetap
berusaha untuk membujuk anak agar mau minum air putih.
Kemudian, selain melakukan penanganan dengan
memberikan tambahan air mineral, P1, P2 dan P5 juga
memberikan penanganan dengan penggunaan selimut. Ketiga
terlalu tebal untuk menghindari pengeluaran keringat berlebih.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh para ahli yaitu mengenai penggunaan selimut untuk anak.
Menurut Kaneshiro & Zieve (2010), dikatakan bahwa pemakai
satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat
memberikan rasa nyaman kepada penderita. Hal ini bertujuan
untuk mencegah panas berlebih (overheating). Menurut
peneliti, penggunaan selimut yang cukup (tidak terlalu tebal)
merupakan tindakan penanganan demam yang tepat untuk
diberikan pada anak ketika demam. Tindakan ini dilakukan oleh
ketiga partisipan tersebut dengan tujuan yaitu untuk
menghindari terjadinya dehidrasi pada anak, dan hal ini juga
telah didukung oleh pendapat para ahli seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya.
Selanjutnya, dari segi penggunaan obat penurun panas,
semua partisipan menggunakan obat paracetamol. Tiga
partisipan yaitu P1, P2 dan P5 mengatakan jumlah dosis obat
paracetamol yang bisa diberikan untuk anak usia 4-6 tahun
adalah 125-200 mg. Menurut ketiga partisipan tersebut, obat
penurun panas tidak perlu diberikan jika suhu anak dibawah
38,3°C, tetapi jika sebelumnya anak memiliki riwayat kejang
demam, maka obat penurun panas perlu diberikan.
mencegah atau menghindari kembuhnya kejang. Hasil
penelitian ini didukung oleh teori Soetjatmiko (2005) obat
antipiretik tidak diberikan jika suhu dibawah 38,3°C kecuali ada
riwayat kejang demam. Menurut Puspanjono (2015) terapi
non-farmakologi baik dilakukan sebagai tindakan awal penanganan
demam sebelum menggunakan obat-obatan untuk menurunkan
demam. Pemberian obat penurun panas umumnya akan
diberikan jika sudah ditemukan secara pasti apa penyebab
demam pada anak. Dengan berpatokan pada teori-teori
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa penanganan
yang diberikan oleh P1, P2 dan P5 sudah tepat karena sudah
sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Sementara itu, penanganan demam yang diberikan oleh
dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka melakukan
beberapa penanganan yang kurang tepat. Penanganan yang
diberikan tersebut antara lain memberikan kompres dengan
menggunakan air dingin untuk mengompres anak. Hasil
penelitian Tri Redjeki (2002), di Rumah Sakit Umum Tidar
Magelang yang mengemukakan bahwa kompres hangat lebih
banyak menurunkan panas dibandingkan dengan kompres air
dingin, karena dengan kompres air dingin akan menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, sehingga anak jadi
dua partisipan tersebut kurang tepat, karena seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kompres air hangatlah
yang dapat menurunkan demam pada anak, sedangkan
kompres air dingin hanya dapat membuat anak semakin
menggigil. Sebenarnya kedua partisipan tersebut sudah
mengetahui dampak dari penggunaan kompres air dingin
tersebut yaitu dapat menjadikan anak menggigil, tetapi mereka
tetap menggunakan kompres air dingin tersebut karena
menurut mereka lebih praktis dan tidak merepotkan.
Selain penanganan dengan kompres air dingin, P3 dan
P4 juga mengatakan bahwa anak hanya minum sedikit air
mineral dikarenakan anak yang rewel. Ibu juga mengatakan
bahwa ibu menggunakan selimut yang tebal karena menurut
kedua partisipan anak mereka menggigil sehingga mereka
memberikan selimut atau pakaian yang tebal untuk anaknya.
Dua dari tiga orang partisipan ternyata tidak mengerti bahwa
jika anak demam, anak tidak boleh diselimuti dengan selimut
tebal. Menurut ibu anak yang demam biasanya disertai dengan
menggigil sehingga membuat ibu khawatir apabila anak
kedinginan. Menurut Potter dan Perry (2005), pemberian aliran
udara yang baik, dan mengeluarkan hawa panas ketempat lain
juga akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka
akan mendukung terjadianya evaporasi atau penguapan.
Menurut peneliti, penanganan demam yang diberikan oleh P3
dan P4 kurang tepat, hal ini dikarenakan ibu yang malas
membujuk anaknya agar mau minum air yang cukup untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Kemudian salahnya pengertian
mengenai penggunaan selimut yang tebal. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, bahwa selimut tebal hanya akan
mempersulit pengeluaran panas dari dalam tubuh, dan juga
menjadikan anak banyak mengeluarkan keringat, padahal
dikatakan sebelumnya bahwa anak kedua partisipan ini hanya
mau minum sedikit air. Sehingga dikhawatirkan anak mereka
menjadi kekurangan cairan atau mengalami dehidrasi.
Kemudian, dari segi penggunaan obat penurun panas.
Berbeda dengan tiga partisipan sebelumnya, kedua partisipan
lainnya yaitu P3 dan P4 mengatakan mereka tidak mengetahui
berapa jumlah dosis obat paracetamol yang bisa diberikan
untuk anak usia 4-6 tahun. Menurut kedua partisipan obat
penurun panas tidak perlu diberikan jika suhu anak dibawah
38,8oC dan sebelumnya anak memiliki riwayat kejang demam. Selanjutnya, dari segi pertimbangan dan pemanfaatan
pusat pelayanan kesehatan, kelima partisipan mengatakan
akan mengajak anaknya untuk pergi berobat ke tenaga medis
atau suhu diatas 40oC dan mengalami kejang. Menurut teori
yang diungkapkan oleh Purwoko (2005) demam yang tidak
terlalu tinggi biasanya tidak berbahaya, tetapi suhu tubuh
diatas 40oC bisa berbahaya, terutama pada bayi dan anak
kecil. Menurut keterangan tiga partisipan yaitu P1, P2 dan P5,
mereka memanfaatkan pusat pelayanan kesehatan untuk
berobat dengan melihat dan mempertimbangkan lagi kondisi
demam yang dialami oleh anak seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sedangkan menurut keterangan dua partisipan
lainnya yaitu P3 dan P4, mereka lebih sering merawat anak
dirumah dibandingkan mengajak anak berobat ke tenaga
medis. Menurut analisa yang didapatkan oleh peneliti, hal ini
mereka lakukan karena tempat tinggal mereka yang cukup jauh
dengan Pusat Pelayanan Kesehatan tersebut, sehingga hal
inilah yang menjadi alasan mengapa mereka akhirnya lebih
sering merawat anaknya dirumah dibandingkan dengan