• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketepatan Ibu Menangani Demam pada Anak di TK Purwanida I Kecamatan Sidomukti Salatiga T1 462012064 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketepatan Ibu Menangani Demam pada Anak di TK Purwanida I Kecamatan Sidomukti Salatiga T1 462012064 BAB IV"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. SettingPenelitian

4.1.1 Gambaran Umum TK Purwanida I

TK Purwanida I terletak di Jalan Srikandi No 12

Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga,

Provinsi Jawa Tengah. Berikut adalah peta lokasi dari TK

[image:1.516.86.446.186.587.2]

Purwanida I.

(2)

Lingkaran merah pada gambar menunjukkan lokasi

daerah TK Purwanida I. Tiga dari lima orang partisipan

mengatakan bahwa letak rumah mereka tidak terlalu jauh

dengan pusat pelayanan kesehatan. Namun, kejadian

demam pada anak masih cukup sering terjadi. Menurut

pernyataan semua partisipan, dalam satu tahun terakhir

anak mereka sudah terkena demam sebanyak 3-4 kali.

Di TK Purwanida I ada sebanyak 72 orang anak yang

bersekolah di TK tersebut, dengan usia rata-rata murid

yaitu 4-6 tahun. Tenaga pengajar di TK Purwanida I

adalah sebanyak 5 orang guru. Data ini digunakan oleh

(3)

4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian 4.1.2.1 Sebelum Penelitian

Pertama-tama, peneliti menyiapkan beberapa hal yang

menunjang pelaksanaan penelitian dan terlebih dahulu

menentukan karakteristik partisipan berdasarkan metode

pemilihan sampling. Peneliti mulai mempersiapkan surat

ijin untuk penelitian pada tanggal 18 April 2016.

4.1.2.2 Saat Penelitian

Wawancara penelitian ini mulai dilakukan pada bulan

April dan Juni 2016. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik wawancara mendalam (In depth

interview) dan sebelumnya peneliti sudah menyiapkan

panduan wawancara dengan menentukan

indikator-indikator yang akan diukur seperti ketepatan ibu

menangani demam pada anak. Sebelum melakukan

wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada partisipan mengenai tujuan dan

maksud dari penelitian ini. Setelah partisipan menyetujui

dan menandatangani informed consent, kemudian

peneliti akan melakukan kontrak waktu untuk wawancara.

4.1.2.3 Sesudah Penelitian

Setelah peneliti selesai melakukan wawancara kemudian

(4)

Berikut adalah tabel dari kegiatan penelitian yang

[image:4.516.87.477.132.539.2]

sudah dilakukan.

Tabel 4.1 Kegiatan Penelitian

Partisipan Waktu Tanggal

Kegiatan Setiap Pertemuan 1 2 3 4 5 09.10-10.15 09.00-10.20 10.15-11.30 09.00-10.20 09.00-10.25 10.20-11.30 10.25-11.30 09.00-10.30 09.00-1025 09.00- 10.25 18 April-09 Juni 18 April-03 Juni 19 April-9 Juni 19 April-10 Juni 20 April-11 Juni ∑ Mengucapkan salam pada partisipan. ∑ Memberikan penjelasan penelitian. ∑ Tanda tangan

pada informed consent. ∑ Melakukan wawancara ∑ Mengucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk wawancara.

Sumber : (Data Primer, 2016)

Kegiatan dalam tabel merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh peneliti setiap mengadakan pertemuan

(5)

Pada saat melakukan wawancara penelitian, ada

kemudahan dan kendala yang dialami oleh peneliti.

Kemudahan dalam penelitian ini adalah semua yang

menjadi partisipan dalam penelitian ini bisa berbahasa

Indonesia dengan baik, sehingga peneliti tidak

mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan

partisipan dan komunikasi yang terjalin dapat dipahami

dan dimengerti oleh kedua belah pihak. Sedangkan,

kendala yang dialami peneliti adalah kesulitan untuk

melakukan wawancara selanjutnya dikarenakan

partisipan yang sibuk dengan pekerjaan, untuk mengatasi

kendala tersebut peneliti membuat kontrak waktu untuk

mengadakan wawancara kedua kali dengan partisipan

yang bertujuan untuk melengkapi data-data yang masih

(6)

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Gambaran Umum Partisipan

Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah

lima orang ibu yang anaknya bersekolah di TK Purwanida

I, Kecamatan Sidomukti Salatiga yang sebelumnya sudah

dipilih oleh peneliti berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan.

4.2.1.1 Identitas Partisipan 1 (P1)

Nama : Ny. H

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 29 Tahun

Ny. H adalah seorang ibu yang pernah

merawat demam pada anaknya. Menurut Ny. H

demam yang dialami anaknya dalam satu tahun

terkhir adalah 3-4 kali. Menurut keterangan Ny. H

rumahnya cukup dekat dengan Pusat Pelayanan

Kesehatan. Pekerjaan Ny. H disini adalah sebagai

Ibu Rumah Tangga. Keseharian Ny. H yaitu

mengantar anaknya sekolah, memasak, dan

mengurus keperluan rumah tangga lainnya.

Pendidikan terakhir yang sudah ditempuh Ny. H

(7)

4.2.1.2 Identitas Partisipan 2 (P2)

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 30 Tahun

Ny. R adalah seorang ibu rumah tangga

dengan latar belakang pendidikan terakhir yaitu

lulusan SMK. Ny. R memiliki anak yang

bersekolah di TK Purwanida I. Pada saat peneliti

melakukan studi pendahuluan, diketahui bahwa

anak Ny. R pernah mengalami demam. Adapun

dalam 1 tahun terakhir, anak tersebut mengalami

demam sebanyak 3 kali. Kegiatan sehari-hari

yang dilakukan oleh Ny.R adalah mengantar anak

sekolah, memasak, mencuci, dan membersihkan

rumah. Menurut keterangan Ny.R, tempat

tinggalnya tidak jauh dari Pusat Pelayanan

Kesehatan.

4.2.1.3 Identitas Partisipan 3 (P3)

Nama : Ny. W

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 42 Tahun

Ny. W adalah seorang ibu dengan usia 42

(8)

Purwanida I dan anaknya tersebut pernah

mengalami demam. Dalam 1 tahun belakangan ini

kejadian demam yang dialami oleh anaknya

sudah sebanyak 3 kali. Ny. W tinggal di daerah

yang cukup jauh dengan Pusat Pelayanan

Kesehatan. Ny. W sebagai Ibu Rumah Tangga

memiliki keseharian diantaranya mengantar

anaknya sekolah, memasak, mencuci, dan

mengurus berbagai keperluan rumah tangga

lainnya. Pendidikan terakhir yang sudah ditempuh

oleh Ny. W adalah SD.

4.2.1.4 Identitas Partisipan 4 (P4)

Nama : Ny. P

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 31 Tahun

Ny. P sama seperti partisipan lainnya, Ny. P

juga pernah merawat anaknya saat demam.

Menurut Ny. P demam yang dialami anak dalam

satu tahun terakhir adalah sebanyak 3-4 kali.

Ny. P mengatakan bahwa tempat tinggalnya

cukup jauh dari Pusat Pelayanan Kesehatan.

Pekerjaan Ny. P adalah sebagai Buruh yang

(9)

adalah mengantar anak sekolah, memasak, lalu

pergi bekerja. Pendidikan terakhir Ny. P adalah

SLTP.

4.2.1.5 Identitas Partisipan 5 (P5)

Nama : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 45 Tahun

Ny. N merupakan seorang Ibu rumah tangga

yang berusia 45 tahun dengan latar belakang

pendidikan terakhir yakni SLTP. Ny.N memiliki

anak yang pernah mengalami sakit, diataranya

adalah demam. Ny. N mengatakan dalam satu

tahun terakhir anak sudah mengalami demam

sebanyak 3-4 kali. Menurut Ny. N tempat

tinggalnya tidak terlalu jauh dengan Pusat

Pelayanan Kesehatan. Pekerjaan Ny. N adalah

sebagai Ibu Rumah Tangga. Kesehariannya yaitu

mengantar anak sekolah, memasak, mencuci,

membersihkan rumah dan mengurus berbagai

(10)

4.2.2 Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data dari hasil wawancara

kepada kelima partisipan, diperoleh hasil penanganan

demam yang dilakukan oleh para ibu terhadap anaknya

sebagai berikut :

I. Memberikan Istirahat

Penanganan pertama yang diberikan oleh 5 orang

partisipan adalah memberikan anak waktu yang

cukup untuk beristirahat. Menurut 5 partisipan,

istirahat berupa tidur siang ini akan diberikan jika

anak mereka sedang sakit, karena biasanya anak

mereka tidak tidur siang jika anak dalam keadaan

sehat. Ketika badan anak sedang panas, kelima

partisipan mengusahakan agar anak bisa istirahat

cukup yaitu tidur siang 1-2 jam. Hal ini dapat dilihat

pada pernyataan keempat partisipan sebagai berikut:

P1 (baris 45) : “Kalau anak saya demam, biasa saya suruh istirahat tidur siang 1-2 jam”.

P2 (baris 54) : “Iya mbak, paling satu jam setengah atau lebih, yang penting istirahat mbak dari pada

anaknya main terus”.

P3 (baris 59) : “Ya paling tidur satu sampai dua jam”.

P4 (baris 62 dan 64) : “Tidur siang mbak”. “1 jam sampai 2 jam mbak”.

(11)

Dari hasil tersebut di atas, diketahui bahwa menurut

kelima partisispan, istirahat di siang hari diperlukan

oleh anaknya. Mereka mengusahakan agar anak

beristirahat dengan cukup supaya anak tidak terlalu

banyak bermain (beraktivitas) yang dapat

menjadikan anak mereka kelelahan.

II. Kompres Air Hangat Suam-Suam Kuku

Selain memberikan penanganan demam berupa

istirahat, ketiga orang partisipan juga memberikan

penangan demam dengan menggunakan kompres

air hangat, yaitu dilakukan oleh P1, P2 dan P5.

Berikut pernyataan ketiga partisipan terkait dengan

penggunaan kompres air hangat :

P1 (baris 57) : “Iya mbak saya pakai kompres air hangat soalnya tadi kalau pakai air dingin anak saya

bisa menggigil, kalau pakai air hangat bisa

menurunkan demam anak saya mbak”.

P2 (baris 69) : “Saya pakainya cuma air hangat atau suam-suam kuku tok mbak”.

P5 (baris 71) : “Saya cuma pakai air hangat saja mbak”.

(12)

hangat tidak menyebabkan anak menjadi menggigil.

Berikut pendapat dari ketiga partisipan :

P1 (baris 57) : “...soalnya kalau pakai air dingin anak saya bisa menggigil, kalau pakai air hangat bisa

menurunkan demam anak saya mbak”.

P2 (baris 71) : “Kalau pakai air dingin anaknya nanti malah kedinginan mbak”.

P5 (baris 73) : “Karena air hangat bisa menurunkan demam, kalau pakai air dingin nanti anak saya bisa

menggigil”.

Dari hasil tersebut di atas, dapat kita simpulkan

bahwa menurut ketiga partisipan, kompres air hangat

tidak membuat anak menjadi menggigil dan kompres

air hangat juga dapat menurunkan demam pada

anak, sehingga mereka memberikan penanganan

tersebut kepada anak mereka.

III. Kompres Air Dingin

Selain penanganan dengan memberikan kompres air

hangat yang dilakukan oleh ketiga orang partisipan

sebelumnya, terdapat pula 2 orang partisipan yang

memberikan penanganan demam dengan

menggunakan kompres air dingin. Penangan demam dengan menggunakan kompres air dingin ini

(13)

Berikut pernyataan dari P3 dan P5 mengenai

penggunaan kompres air dingin :

P3 (baris 57) : “Pakai dua-duanya mbak (kompres hangat dan dingin)”.

P4 (baris 69) : “Dua-duanya mbak, kadang dingin kadang hangat suam-suam kuku”

Kedua partisipan tersebut tetap menggunakan

kompres air dingin untuk mengompres anak,

meskipun mereka tahu bahwa kompres air dingin

bisa menyebabkan badan anak menggigil.

P3 (baris 69) : “Lebih sering air hangat sih mbak”.

P3 (baris 71) : “Kalau dingin anaknya tambah menggigil”.

P4 (baris 71) : “Seringnya antara penggunaan air hangat dan dingin untuk kompres sama saja mbak”.

P4 (baris 73) :“Ndak sih mbak, cuma kadang-kadang menggigilnya”

Dari hasil diatas, dapat kita ketahui bahwa P3 dan P4

sudah mengetahui dampak negatif dari penggunaan

kompres air dingin untuk mengompres anak mereka

yang sedang demam, tetapi mereka tetap saja

(14)

IV. Pemberian Air Mineral

Penanganan lain yang diberikan oleh ketiga orang

partisipan tersebut diatas, selain dengan kompres air

hangat, mereka juga mengupayakan untuk

mencukupi kebutuhan minum anak dengan cara

memberikan tambahan air mineral yang cukup untuk

anak mereka yaitu 4-5 gelas per hari. Menurut ketiga

partisipan, saat anak sehat, anak minum air sekitar

6-8 gelas per hari, dan saat anak mengalami demam,

maka mereka akan memberikan tambahan air minum

untuk anak. Ketiga partisipan tersebut adalah P1, P2,

dan P5. Berikut pernyataan dari ketiga partisipan :

P1 (baris 45) : “Kalau anak saya demam, biasanya saya suruh istirahat tidur siang 1-2 jam, dan

tambahan minum air putih 4-5 gelas....”.

P2 (baris 59) : “Iya saya suruh minum, sehari biasanya 6-8 gelas, dan kalau lagi demam saya beri

tambahan minum 4-6 gelas/hari”.

P5 (baris 59) : “Iya mbak. Saya beri air minum tambahan 5-6 gelas sehari untuk mencegah

dehidrasi.”

Menurut ketiga partisipan tersebut, pemberian air

mineral yang cukup diberikan untuk menghindari

(15)

P1 (baris 53 ) : “Mau mbak kalau minum air, kalau ndak mau biasanya saya bujuk sampai mau takutnya

anak saya dehidrasi nanti”.

P1 (baris 41) : “Dehidrasi itu kekurangan cairan,...”. P1 (baris 43) : “Kalau dehidrasi bisa dikarenakan anak kurang minum tetapi pengeluaran cairan dari

dalam tubuhnya banyak misalnya lewat keringat”.

P2 (baris 63) : “Mencegah anak saya supaya ga dehisrasi”.

Sementara itu dua orang partisipan lainnya yaitu P3

dan P4 mengatakan bahwa mereka hanya

memberikan sedikit tambahan air minum untuk anak.

Jika biasanya saat anak sehat anak minum 5-6

gelas, maka saat anak sakit, ibu hanya memberikan

sedikit air tambahan untuk anak yaitu sekitar 1-2

gelas saja. Berikut pernyataan kedua partisipan

terkait dengan pemberian air mineral :

P3 (baris 27) : “Iya biasa rewel mbak.”

P3 (baris 29) : “Susah disuruh makan sama minum, kalau makan sih lumayan, minumnya yang susah”.

P3 (baris 31) : “Ya minumnya sedikit mbak”.

P3 (baris 67) : “Iya , tambahannya sekitar 2 gelas aja”.

P4 (baris 46) : “Anaknya jadi rewel dan badannya panas”.

(16)

P4 (baris 52) : “Makannya ya lumayan mbak, sehari tiga kali, kalau tambahan minum bisa 1 gelas lebih

sampai 2 gelasan mbak.”.

Demikian pendapat dari kelima partisipan diatas

yang dapat kita simpulkan bahwa P1, P2 dan P5

berusaha untuk memenuhi kebutuhan air mineral

anaknya, dengan cara menambahkan asupan air

minum 4-6 gelas per hari pada saat anak demam, hal

tersebut mereka lakukan demi mencegah terjadinya dehidrasi pada anak. Jika anak mereka malas

minum, mereka tetap berusaha untuk membujuk

anaknya agar tetap mau minum air. Sedangkan

menurut kedua partisipan lainnya, anak mereka

menjadi rewel saat demam dan susah diberi makan dan minum, oleh karena itu ibu menjadi malas untuk

membujuk anaknya supaya minum air lebih banyak.

V. Penggunaan Selimut

Tiga dari lima orang partisipan yaitu P1, P2, dan P5

mengatakan bahwa mereka tidak menggunakan

pakaian atau selimut yang terlalu tebal untuk

menyelimuti anaknya.

(17)

P2 (baris 65) : “Ndak mbak, saya pakai selimutnya ga terlalu tebal”

P5 (baris 65) : “Saya pakai selimut biasa mbak ndak terlalu tebal

P1 (baris 43) : “Kalau dehidrasi bisa dikarenakan anak kurang minum tapi pengeluaran cairan dari

dalam tubuh banyak misalnya seperti lewat keringat”.

P2 (baris 67) : “kalau terlalu tebal nanti anak saya mengeluarkan terlalu banyak keringat, kalau anak

saya ndak mau minum malah nanti jadi kekurangan

cairan mbak”.

P5 (baris 67) : “Kalau terlalu tebal nanti anak saya terlalu banyak mengeluarkan keringat”.

P5 (baris 69) : “Takutnya anak saya bisa dehidrasi mbak kalau mengeluarkan terlalu banyak keringat”

Sementara itu dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4

mengatakan bahwa mereka menggunakan selimut

yang tebal untuk menyelimuti anak, karena menurut

mereka badan anak menggigil saat demam sehingga

mereka memberikan selimut yang tebal.

P3 (baris 69) : “Iya mbak pakai yang tebal biar ga menggigil”.

P4 (baris 77) : “Yang tebal mbak.”

P4 (baris 79) : “Soalnya anak saya menggigil kedinginan”.

Demikian pendapat para partisipan mengenai

(18)

orang partisipan yaitu P1, P2 dan P5, mereka tidak

menggunakan selimut yang terlalu tabal untuk

menyelimuti anak mereka yang sedang demamn

dengan alasan untuk menghindari pengeluaran

keringat berlebih. Mereka khawatir jika anak akan

mengalami dehidrasi dikarenakan pengeluaran

keringat berlebih tersebut. Sedangkan dua orang

partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka

menggunakan selimut yang tebal untuk menyelimuti

anak dengan alasan anak mereka yang menggigil

saat demam.

VI. Penggunaan Obat Penurun Panas

Kelima partisipan menggunakan obat paracetamol

untuk menurunkan demam pada anak. Menurut P1,

P2 dan P5 dosis obat paracetamol yang bisa

diberikan pada anak usia 4-6 tahun adalah antara

100-200 mg. Menurut ketiga partisipan tersebut, jika

suhu anak dibawah 38,3oC tidak perlu diberikan obat

penurun panas, tetapi jika sebelumnya anak memiliki

riwayat kejang demam maka obat penurun panas perlu diberikan. Menurut mereka hal tersebut untuk

menghindari kambuhnya kejang. Berikut pendapat

(19)

P1 (baris 61) : “Saya pakai obat Paracetamol, 2-3x/hari dengan dosis 100-200mg tiap pemberian”.

P1 (baris 63) : “125-200 setahu saya mbak”.

P1 (baris 65) :“Menurut saya jika suhu anak dibawah 38,3oC dan anak pernah kejang, obatnya perlu

diberikan mbak uintuk menghindari kejangnya

kambuh lagi”.

P2 (baris 73) : “Pakai bye bye fever, obatnya paracetamol 3-4x/hari dengan dosis antara

120-125mg setiap pemberian”.

P2 (baris 75) : “Tergantung dosis yang tertera di dus obatnya, biasanya 120-125mg”.

P5 (baris 75) : “Biasanya pakai obat paracetamol (sanmol) mbak sehari 3x dengan dosis 5ml tiap

pemberian”.

P5 (baris 77) : “5 ml mbak (125 mg)”.

P5 (baris 79) : “Iya mbak untuk menghindari terjadinya kejang”.

Sementara itu, menurut keterangan P3 dan P4

mereka tidak mengetahui berapa jumlah dosis obat

paracetamol yang bisa diberikan untuk anak usia 4-6

tahun. Menurut mereka obat penurun panas tidak

perlu diberikan jika suhu anak dibawah 38,3oC (ada

riwayat kejang).

P3 (baris 80) : “Ndak tahu pasti saya mbak”.

P3 (baris 84) : “Ga perlu mbak”.

(20)

Dari hasil tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa

kelima orang partisipan disini semuanya

menggunakan obat paracetamol untuk menurunkan

demam pada anak. Tiga orang partisipan yaitu P1,

P2 dan P5 mengetahui berapa jumlah dosis obat

paracetamol yang bisa diberikan pada anak usia 4-6

tahun yaitu antara 100-200 mg, sedangkan untuk

dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka tidak

mengetahui berapa jumlah dosis obat paracetamol

yang bisa diberikan pada anak usia 4-6 tahun.

Menurut P1, P2 dan P5 obat penurun panas perlu

diberikan jika suhu anak dibawah 38,3oC yang

sebelumnya pernah mengalami kejang, menurut

mereka obat tersebut perlu diberikan untuk

menghindari kambuhnya kejang. Sementara itu dua

partisipan lainnya mengatakan hal yang sebaliknya,

mereka mengatakan obat paracetamol tersebut tidak

perlu diberikan meskipun sebelumnya anak memiliki

(21)

VII. Pengobatan ke Pusat Pelayanan Kesehatan

Ada beberapa pertimbangan yang diberikan oleh

kelima partisipan sebelum mereka membawa anak

berobat ke pusat pelayanan kesehatan. Menurut P1,

P2 dan P5 tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh

dengan pusat pelayanan kesehatan dan mereka

memanfaatkan pusat pelayanan kesehatan tersebut

untuk mengobati anak yang sakit demam dengan

melakukan beberapa pertimbangan sebelumnya.

Berikut pernyataan dari ketiga partisipan terkait

dengan pemanfaatan Pusat Pelayanan Kesehatan :

P1 (baris 67) : “Saya itu ngajak anak saya berobat kalau demamnya naik turun ga tentu mbak dan

demamnya lebih dari satu hari”

P1 (baris 75) :“Ndak terlalu jauh kok mbak”.

P1 (baris 77) : “Tergantung kondisi anak saya mbak, kalau masih bisa dirawat di rumah ya saya rawat di

rumah, tapi kalau panansnya naik turun lebih dari

satu hari ya saya bawa ke pelayanan kesehatan

mbak”.

P2 (baris 79) :“Saya pergi membawa anak berobat jika demam anak saya tiga hari belum belum

sembuh, demam diatas 40oC dan mengalami

kejang”.

(22)

P2 (baris 89) : “Kalau demam anaknya ga sampai 3 hari lebih dan demamnya tidak terlalu tinggi, saya

cuma rawat di rumah, tapi kalau demamnya sudah

lebih dari tiga hari dan demamnya ga turun turun

baru saya ajak anaknya pergi berobat ke dokter”.

P5 (baris 81) : “Jika demam anak naik turun tidak tentu dan demamnya sudah lebih dari 2 hari mbak”.

P5 (baris 87) : “Tidak terlalu jauh kok mbak”.

P5 (baris 89) : “Tergantung kondisi anak saya, kalau demam naik turun dan lebih dari dua hari maka saya

bawa untuk berobat, tetapi kalau ndak saya rawat

dirumah aja mbak”.

Sementara itu dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4

mengatakan tempat tinggal mereka cukup jauh

dengan pusat pelayanan kesehatan, dan mereka

mengatakan lebih sering merawat anak dirumah

dibandingkan dengan membawa anak berobat ke

pusat pelayanan kesehatan tersebut.

P3 (baris 94) : “Lumayan cukup jauh mbak”.

P3 (baris 96) : “Ya, kadang-kadang mbak, seringnya sih dirawat dirumah saja.”

P3 (baris 98) : “Ya tempatnya terlalu jauh dari rumah saya mbak”.

P4 (baris 101) : “Tidak mbak, cukup jauh”.

(23)

Dari hasil tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa

tiga orang partisipan yaitu P1, P2 dan P5 memiliki

tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dengan Pusat

Pelayanan Kesehatan, sehingga mereka

memanfaatkan Pusat Pelayanan Kesehatan tersebut

untuk berobat karena tempatnya yang mudah

dijangkau. Sebelum mereka membawa anak pergi

berobat, mereka terlebih dahulu melakukan

beberapa pertimbangan seperti yang sudah

disampaikan sebelumnya. Sementara itu untuk

kedua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4 mereka

lebih sering merawat anak di rumah dibandingkan

dengan mengajak anak pergi berobat, hal ini

dikarenakan tempat tinggal mereka yang cukup jauh

(24)

4.3 Uji Keabsahan Data

4.3.1 Member CheckPartisipan 1

Member check pada partisipan 1 dilaksanakan pada

tanggal 18 April dan 09 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan

kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan

hasil wawancara dengan partisipan, partisipan setuju

dengan hasil wawancara yang sudah ditunjukkan

tersebut, karena menurut partisipan hasil wawancara

sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh peneliti.

4.3.2Member CheckPartisipan 2

Member check pada partisipan 2 dilaksanakan pada

tanggal 18 April dan 03 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan

kepala sekolah TK Purwanida. Peneliti menunjukkan hasil wawancara dengan partisipan, partisipan setuju dengan

hasil wawancara yang sudah ditunjukkan tersebut. Tidak

ada hasil hasil wawancara yang dikoreksi oleh partisipan.

4.3.3Member Check Partisipan 3

Member check pada partisipan 3 dilaksanakan pada

tanggal 19 April dan 09 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan

kepala sekolah TK Purwanida. Peneliti menunjukkan hasil

wawancara dengan partisipan, partisipan setuju dengan

(25)

4.3.4Member Check Partisipan 4

Member check pada partisipan 4 dilaksanakan pada

tanggal 19 April dan 10 Juni 2016 yaitu di dalam ruangan

kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan

hasil wawancara sebelumnya kepada partisipan agar

dapat dikoreksi bila terdapat jawaban yang salah atau

keliru menurut partisipan. Partisipan menyetujui hasil

wawancara dan tidak ada yang dikoreksi oleh partisipan

dari hasil wawancara.

4.3.5Member Check Partisipan 5

Member check pada partisipan 5 dilaksanakan pada

tanggal 20 April dan 11 Juni 2016 yaitu d i dalam ruangan

kepala sekolah TK Purwanida I. Peneliti menunjukkan

hasil wawancara sebelumnya kepada partisipan agar

dapat dikoreksi bila terdapat jawaban yang salah atau

keliru menurut partisipan. Menurut partisipan jawaban

yang diberikan sudah sesuai dan partisipan menyetujui

hasil wawancaranya. Tidak ada hasil wawancara yang

(26)

4.4 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan ibu

menangani demam pada anak di TK Purwanida I Kelurahan

Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Salatiga. Dari hasil analisa

dapat diketahui bahwa terdapat beberapa perbedaan

penanganan yang diberikan oleh para ibu untuk menangani

anak mereka yang sedang demam.

Dari segi penanganan pertama, kelima partisipan

memberikan penanganan berupa pengecekan suhu ketika

anak demam. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan

keadaan suhu anak. Setelah mereka mendapatkan hasil dan

hasil tersebut menunjukkan bahwa anak memang benar-benar

demam, maka penanganan selanjutnya yang diberikan yaitu

mengusahakan agar anak dapat beristirahat. Kelima partisipan

memberikan istirahat untuk anak yaitu berupa tidur siang

selama 1-2 jam. Kelima partisipan tersebut mengupayakan

agar anak beristirahat dengan cukup supaya anak tidak terlalu

banyak bermain (beraktivitas) yang dapat menjadikan anak

mereka kelelahan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh

Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya

menurun. Metabolisme adalah perubahan kimiawi yang terjadi

(27)

Metabolisme erat kaitannya dengan produksi panas tubuh.

Karena 25% energi dalam makanan digunakan untuk

melakukan kerja biologis, dan sisanya diubah menjadi panas,

Syaifuddin (2009). Berdasarkan teori yang ditelaah oleh

peneliti, penanganan berupa tidur siang yang diberikan oleh

kelima partisipan merupakan suatu tindakan yang tepat untuk

dilakukan ketika menangani anak yang sedang demam.

Penanganan tersebut sudah sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh para ahli seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya.

Selain memberikan penanganan dengan istirahat, tiga

dari lima orang partisipan yaitu P1, P2, dan P5 juga

memberikan penanganan demam lainnya yang baik dan tepat

untuk anak. Penanganan tersebut yaitu pemberian kompres

dengan menggunakan air hangat suam-suam kuku.

Berdasarkan teori Kaneshiro & Zieve (2010), air hangat bisa

membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar yang

selanjutnya membuat pori-pori terbuka. Keadaan tersebut

berarti dapat memudahkan pengeluaran panas dari tubuh.

Teori ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang

sudah dilakukan sebelumnya mengenai efektivitas kompres air

hangat. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Permatasari

(28)

Air Hangat dan Kompres Air Biasa Terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Pada Anak dengan Demam di RSUD Tugurejo,

Semarang”. Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini

adalah rancangan penelitian eksperimental. Sampel dalam

penelitian ini adalah anak yang berusia 1-5 tahun yang

mengalami demam. Kompres pada penelitian ini menggunakan

air hangat (34-37oC) dan air biasa (18-28oC), dilakukan di

lokasi dahi dan axilla selama 20 menit. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada perbedaan efektivitas antara kompres

air hangat dan air biasa terhadap penurunan suhu tubuh anak

dengan demam. Dari nilai mean dapat disimpulkan bahwa

kompres hangat lebih efektif menurunkan demam anak

dibandingkan dengan kompres air biasa. Dibuktikan dengan

nilai mean 25,09 > nilai mean kompres air biasa 9,91.

Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti

(2008) yang meneliti tentang “Pengaruh Kompres Hangat

terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak

Hipertermia di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi

Sukoharjo.” Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment. Hasil

penelitian menunjukan bahwa tindakan kompres hangat efektif dalam penurunan suhu tubuh pada anak dengan

(29)

Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang peneliti telaah,

pemberian kompres dengan menggunakan air hangat ini

merupakan tindakan yang tepat karena sesuai dengan teori

dan didukung oleh hasil penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya. Selain tindakan yang tepat tersebut, mereka juga

memiliki alasan yang tepat mengapa mereka menggunakan

kompres air hangat untuk mengompres anak saat demam.

Pemberian kompres dengan menggunakan air hangat tersebut

mereka lakukan karena kompres hangat terbukti dapat

menurunkan demam anak kemudian mereka juga khawatir

anak akan semakin menggigil jika mereka menggunakan

kompres air dingin untuk mengompres anak.

Penanganan selanjutnya yang diberikan oleh P1, P2, dan

P5 adalah pemberian tambahan air mineral yang cukup untuk

anak, yaitu 4-5 gelas/hari. Pemberian air mineral tersebut

bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi (2013) merekomendasikan angka

kecukupan air untuk orang Indonesia. Dikatakan bahwa anak

usia 0,5-1 tahun kebutuhan airnya 800 mililiter, usia 1-3 tahun

sebanyak 1.200 mililiter, usia 4-6 tahun sebanyak 1.500 mililiter

dan usia 7-9 tahun sebanyak 1.900 mililiter. Menurut Sudung

(2004) banyaknya air yang dibutuhkan tubuh setiap hari

(30)

kelembapan lingkungan, tingkat aktivitas dan kondisi tubuh.

Semakin banyak aktivitas seseorang, maka semakin banyak

pula kebutuhan air minumnya. Begitu pula dengan kondisi

tubuh, saat sedang demam, maka kebutuhan cairannya juga

akan meningkat. Jumlah air yang dikeluarkan harus seimbang

dengan jumlah pemasukan. Anak usia 4-6 tahun membutuhkan

sekitar 1,4 liter/hari atau sama dengan 6 gelas/hari. Menurut

Sudung, takaran kebutuhan air ini bukan standar tetap dan bisa

disesuaikan dengan kondisi anak setiap harinya. Jika anak

sakit atau anak banyak beraktivitas, maka asupan air tersebut

harus ditambahkan. Berdasarkan teori yang peneliti telaah,

maka dapat disimpulkan bahwa penanganan demam yang

dilakukan oleh tiga orang partisipan tersebut diatas sudah tepat

karena sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Selain itu, alasan yang mereka ungkapkan mengenai

pentingnya mencukupi kebutuhan cairan anak juga tepat.

Mereka khawatir jika anak akan mengalami dehidrasi jika anak

hanya mau minum sedikit air. Untuk itulah mereka tetap

berusaha untuk membujuk anak agar mau minum air putih.

Kemudian, selain melakukan penanganan dengan

memberikan tambahan air mineral, P1, P2 dan P5 juga

memberikan penanganan dengan penggunaan selimut. Ketiga

(31)

terlalu tebal untuk menghindari pengeluaran keringat berlebih.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan

oleh para ahli yaitu mengenai penggunaan selimut untuk anak.

Menurut Kaneshiro & Zieve (2010), dikatakan bahwa pemakai

satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat

memberikan rasa nyaman kepada penderita. Hal ini bertujuan

untuk mencegah panas berlebih (overheating). Menurut

peneliti, penggunaan selimut yang cukup (tidak terlalu tebal)

merupakan tindakan penanganan demam yang tepat untuk

diberikan pada anak ketika demam. Tindakan ini dilakukan oleh

ketiga partisipan tersebut dengan tujuan yaitu untuk

menghindari terjadinya dehidrasi pada anak, dan hal ini juga

telah didukung oleh pendapat para ahli seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya.

Selanjutnya, dari segi penggunaan obat penurun panas,

semua partisipan menggunakan obat paracetamol. Tiga

partisipan yaitu P1, P2 dan P5 mengatakan jumlah dosis obat

paracetamol yang bisa diberikan untuk anak usia 4-6 tahun

adalah 125-200 mg. Menurut ketiga partisipan tersebut, obat

penurun panas tidak perlu diberikan jika suhu anak dibawah

38,3°C, tetapi jika sebelumnya anak memiliki riwayat kejang

demam, maka obat penurun panas perlu diberikan.

(32)

mencegah atau menghindari kembuhnya kejang. Hasil

penelitian ini didukung oleh teori Soetjatmiko (2005) obat

antipiretik tidak diberikan jika suhu dibawah 38,3°C kecuali ada

riwayat kejang demam. Menurut Puspanjono (2015) terapi

non-farmakologi baik dilakukan sebagai tindakan awal penanganan

demam sebelum menggunakan obat-obatan untuk menurunkan

demam. Pemberian obat penurun panas umumnya akan

diberikan jika sudah ditemukan secara pasti apa penyebab

demam pada anak. Dengan berpatokan pada teori-teori

tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa penanganan

yang diberikan oleh P1, P2 dan P5 sudah tepat karena sudah

sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Sementara itu, penanganan demam yang diberikan oleh

dua partisipan lainnya yaitu P3 dan P4, mereka melakukan

beberapa penanganan yang kurang tepat. Penanganan yang

diberikan tersebut antara lain memberikan kompres dengan

menggunakan air dingin untuk mengompres anak. Hasil

penelitian Tri Redjeki (2002), di Rumah Sakit Umum Tidar

Magelang yang mengemukakan bahwa kompres hangat lebih

banyak menurunkan panas dibandingkan dengan kompres air

dingin, karena dengan kompres air dingin akan menyebabkan

terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, sehingga anak jadi

(33)

dua partisipan tersebut kurang tepat, karena seperti yang

sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kompres air hangatlah

yang dapat menurunkan demam pada anak, sedangkan

kompres air dingin hanya dapat membuat anak semakin

menggigil. Sebenarnya kedua partisipan tersebut sudah

mengetahui dampak dari penggunaan kompres air dingin

tersebut yaitu dapat menjadikan anak menggigil, tetapi mereka

tetap menggunakan kompres air dingin tersebut karena

menurut mereka lebih praktis dan tidak merepotkan.

Selain penanganan dengan kompres air dingin, P3 dan

P4 juga mengatakan bahwa anak hanya minum sedikit air

mineral dikarenakan anak yang rewel. Ibu juga mengatakan

bahwa ibu menggunakan selimut yang tebal karena menurut

kedua partisipan anak mereka menggigil sehingga mereka

memberikan selimut atau pakaian yang tebal untuk anaknya.

Dua dari tiga orang partisipan ternyata tidak mengerti bahwa

jika anak demam, anak tidak boleh diselimuti dengan selimut

tebal. Menurut ibu anak yang demam biasanya disertai dengan

menggigil sehingga membuat ibu khawatir apabila anak

kedinginan. Menurut Potter dan Perry (2005), pemberian aliran

udara yang baik, dan mengeluarkan hawa panas ketempat lain

juga akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka

(34)

akan mendukung terjadianya evaporasi atau penguapan.

Menurut peneliti, penanganan demam yang diberikan oleh P3

dan P4 kurang tepat, hal ini dikarenakan ibu yang malas

membujuk anaknya agar mau minum air yang cukup untuk

mencegah terjadinya dehidrasi. Kemudian salahnya pengertian

mengenai penggunaan selimut yang tebal. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya, bahwa selimut tebal hanya akan

mempersulit pengeluaran panas dari dalam tubuh, dan juga

menjadikan anak banyak mengeluarkan keringat, padahal

dikatakan sebelumnya bahwa anak kedua partisipan ini hanya

mau minum sedikit air. Sehingga dikhawatirkan anak mereka

menjadi kekurangan cairan atau mengalami dehidrasi.

Kemudian, dari segi penggunaan obat penurun panas.

Berbeda dengan tiga partisipan sebelumnya, kedua partisipan

lainnya yaitu P3 dan P4 mengatakan mereka tidak mengetahui

berapa jumlah dosis obat paracetamol yang bisa diberikan

untuk anak usia 4-6 tahun. Menurut kedua partisipan obat

penurun panas tidak perlu diberikan jika suhu anak dibawah

38,8oC dan sebelumnya anak memiliki riwayat kejang demam. Selanjutnya, dari segi pertimbangan dan pemanfaatan

pusat pelayanan kesehatan, kelima partisipan mengatakan

akan mengajak anaknya untuk pergi berobat ke tenaga medis

(35)

atau suhu diatas 40oC dan mengalami kejang. Menurut teori

yang diungkapkan oleh Purwoko (2005) demam yang tidak

terlalu tinggi biasanya tidak berbahaya, tetapi suhu tubuh

diatas 40oC bisa berbahaya, terutama pada bayi dan anak

kecil. Menurut keterangan tiga partisipan yaitu P1, P2 dan P5,

mereka memanfaatkan pusat pelayanan kesehatan untuk

berobat dengan melihat dan mempertimbangkan lagi kondisi

demam yang dialami oleh anak seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Sedangkan menurut keterangan dua partisipan

lainnya yaitu P3 dan P4, mereka lebih sering merawat anak

dirumah dibandingkan mengajak anak berobat ke tenaga

medis. Menurut analisa yang didapatkan oleh peneliti, hal ini

mereka lakukan karena tempat tinggal mereka yang cukup jauh

dengan Pusat Pelayanan Kesehatan tersebut, sehingga hal

inilah yang menjadi alasan mengapa mereka akhirnya lebih

sering merawat anaknya dirumah dibandingkan dengan

Gambar

Gambar 4.1 Peta lokasi TK Purwanida ISumber : (Web Pemkot Salatiga, 2016)(http://salatigakota.go.id/TentangPeta.php)
Tabel 4.1 Kegiatan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses trial and error yang dalam penelitian ini kami menggunakan

a) Untuk kelas eksperimen 1, proses KBM dilakukan di kelas dan penugasan mengunjungi blog. b) Guru memberikan arahan tata cara pembelajaran dengan blog dengan memberi

Ketika kita klik materi dalam bentuk ms.word maka akan ditampilkan jendela download seperti dibawah: (pada mozila firefox) Kamu dapat langsung melihat materi tersebut dengan

MTYTa’nın son test olarak uygulamasından elde edilen bulgulara göre üçüncü soruda İMG’nin diğer gruplardan daha düşük olduğu ancak buradaki bulgulara

atau tindakan yang melanggar prinsip-prinsip syariah yang dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu hudud, qishash dan ta’zir. Semua perbuatan yang bertentangan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu 1) Guru “AL” dapat dijadikan sebagai subjek penelitian dikarenakan dianggap sebagai guru terbaik dan telah lulus sertifikasi, kreativ

The writer try to describe the implementation of pair work in teaching English at the second grade students of SMPN 2 Gunung Jati. The writer chooses pair work because

secara tertulis pada kertas yang ditandatangani oleh pemegang rekening atau kuasanya untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak lain pada bank yang sama atau bank lain.