PEMBUKTIAN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK
DI INDONESIA DAN SINGAPURA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Srjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana
NAOMI BEATRIX RASUH NIM: 312012009
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SATYA WACANA
SALATIGA
KATA PENGANTAR
Indonesia merupakan negara yang turut aktif dalam perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Oleh karena itu perkembangan hukum teknologi informasi di Indonesia juga tetap memperhatikan perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Antaralain, Singapura yang proses perkembangan hukum pembuktiannya dijadikan latar belakang disusunnya skripsi ini.
Kehadiran teknologi informasi telah merubah paradigma dalam kehidupan manusia. Dalam aspek hukum perubahan paradigma ini berkaitan dengan penggunaan komputer sebagai media untuk melakukan kegiatan di dunia ITE khususnya kejahatan, memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Meskipun secara substansi pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP dapat saja diupayakan untuk mengakomodasikan modus kejahatan ITE. Namun dalam hukum pidana terjadi perdebatan mengenai apakah masih relevan model pembuktian konvensional dihadapkan pada kejahatan di dunia maya.
Pembuktian sebagai issue dalam perbandingan ini memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam kasus ITE dan Telekomunikasi pembuktian dalam persidangan menjadi sedikit berbeda, pembuktian yang berkaitan dengan dunia maya menggunakan sarana internet.
Pengertian mengenai Pembuktian juga dikemukakan oleh R.Soebekti, pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Penulis berpendapat yang di maksud dengan pembuktian dalam ilmu hukum adalah suatu proses, baik dalam acara perdata maupun pidana, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan, yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses pengadilan.
tidak saja hanya di Asia melainkan juga di dunia, yang memiliki sistem hukum modern sama seperti Indonesia. Sistem hukum di Singapura tidak dapat dipisahkan dari tradisi common law Inggris.
Sedangkan Indonesia Sistem hukum Indonesia baik dalam hukum materiil yang bersumber pada Burgerlijke Wetboek (BW) maupun hukum formal yang bersumber pada het Herziene Indische Reglement (HIR) dan Reglement
Buitengewesten (RBg), menganut sistem hukum civil law yang berlaku di
negara-negara Eropa Kontinental.
Untuk menguraikan tentang pembuktian Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura, penulis memilih 4 variabel untuk dijelaskan dan dibandingkan. Keempat variabel tersebut adalah alat bukti, beban pembuktian, penyidik, dan waktu berlakunya kontrak elektonik. Variabel-variabel tersebut dibandingkan dalam dua hukum pembuktian dan dua sistem hukum yang berbeda. Keempat variabei ini kemudian diraikan serta dibandingkan yang isinya mengacu UU Telekomunikasi 1999, UU ITE 2008, dan Elektronic Transaction Act 2010 Singapore. Selain itu, variabel-variabel tersebut juga digunakan sebagai indikator pembanding pada putusan pengadilan di Indonesia dan yurisprudensi di Singapura.
Salatiga, Mei 2016
Abstrak
Perkembangan teknologi memberikan dampak langsung pada perkembangan pembuktian di pengadilan. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri dalam hukum di berbagai negara khususnya bagi Indonesia dan Singapura yang aktif dalam perkembangan hukum Teknologi dan Informasi. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses pembuktian di Indonesia dan Singapura yang sama-sama mengakui teknologi sebagai alat bukti dalam pembuktian namun dengan dengan latar belakang sistem hukum yang berbeda. Mengingat sistem hukum juga mempengaruhi penerapan teori pembuktian di Indonesia dan di Singapura. Berkaitan dengan permasalahan tersebut hukum pembuktian di Indonesia dan Singapura ketentuan yang dipakai adalah Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang akan dibandingkan dengan Electronic Transaction Act 2010 Singapore serta beberapa Putusan Pengadilan Indonesia dan Yurisprudensi Singapura mengenai ITE.
DAFTAR ISI
1.1Latar Belakang Permasalahan... 1
1.2Rumusan Masalah... 9
1.3Tujuan Penelitian... 10
1.4Manfaat Penelitian... 10
1.5Keaslian Penelitian... 10
1.6Metode Penelitian... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS... 15
2.1 Pembuktian... 15
2.2 Teori-Teori Pembuktian... 18
2.3 Perbandingan Hukum Pembuktian Dalam Kepustakaan Di Singapura Dengan Kepustakaan Tentang Hukum Pembuktian Di Indonesia... 21
2.3.1 Pembuktian Di Singapura... 21
2.3.1.2 Hasil Penelitian Pembuktian dalam Yurisprudensi Singapura Chwee Kin Keong dan Lainnya v Digilandmall.com Pte Ltd [2004] 2 SLR 594; [2004] SGHC 71... 24
2.3.2 Pembuktian Di Indonesia... 27
Perdata. G/2012/PN. Jkt.Sel... 34
2.3.2.3 Pembuktian Dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor:01/G/2014/PTUN-PLG... 36
2.4 Perundang-Undangan... 39
2.4.1 Pembuktian Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi... 39
2.4.2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik... 40
2.4.3 Electronic Transaction Act 2010 Singapore... 42
2.5 Perbandingan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Dengan Electronic Transaction Act 2010 Singapura... 44
2.6 Perbandingan Pembuktian Dalam Putusan Mengenai ITE dan Yurispridensi Di Singapura... 47
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang Nomor. 15/G/2010 /PTUN KPG.
Yurisprudensi Singapura Chwee Kin Keong dan Lainnya v Digilandmall.com Pte Ltd [2004] 2 SLR 594; [2004] SGHC 71.
Putusan Pidana No. Nomor: 133 / Pidana. B / 2012 / PN. Pwk.