• Tidak ada hasil yang ditemukan

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

1

PELAKSANAAN PENGUASAAN HAK MILIK TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE DI KECAMATAN TAROGONG KALER DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN

PENGUASAAN TANAH PERTANIAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Oleh

RAFA KARIMAH PEBRIANI NIM: 1153050091

B A N D U N G 2019M./ 1440H.

brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Digital Library UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Gunung Djati Bandung

(2)

i ABSTRAK

Rafa Karimah Pebriani : pelaksanaanPenguasaan Hak Milik Tanah Pertanian Secara Absentee Di Kecamatan Tarogong Kaler Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian

Dalam kepemilikan tanah pertanian harus memperhatikan alamat pemilik dan tempat letak tanah tersebut agar tidak termasuk ke dalam kategori tanah absentee, karena dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 Pasal 7 Ayat (1) disebutkan bahwa “pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanah dalam waktu 6 (enam) bulan sejak perolehan hak harus : a. Mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang berdomisili di Kecamatan tempat letak tanah tersebut atau b. Pindah ke Kecamatan tempat letak tanah tersebut”. Akan tetapi pada kenyataannya dilapangan di Kecamatan Tarogong Kaler masih banyak orang yang memiliki tanah pertanian secara absentee.

Identifikasi masalah yang diambil oleh penulis yaitu, bagaimana penguasaan hak milik tanah pertanian di Kecamatan Tarogong Kaler dihubungkan dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian penguasaan Tanah Pertanian, apa kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Garut dalam melaksanakan larangan tanah secara absentee, apa Upaya untuk mengatasi kendala dalam melaksanakan larangan kepemilikan tanah secara absentee di Kabupaten Garut.

Teori kepastian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai kepastian hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi. Menurut kalsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan yang menekankan aspek dilakukan “senyatanya” atau das sein. Norma- norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif, yang mengacu pada Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian deskriptif analitis, yaitu untuk menggambarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam pelaksanaan praktek penegakan hukum yang terkait masalah yang diteliti dan menggunakan metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada penelitian terhadap identifikasi hukum, penelitian terhadap efektivitas hukum di masyarakat, contoh nya masih ada yang mempunyai tanah absentee seluas 12000 m2.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa banyak tanah absentee seluas 5 Ha yang dimiliki oleh beberapa orang di Kecamatan Tarogong Kaler, dalam penguasaan hak milik tanah secara absentee mengalami kendala yaitu, faktor masyarakat, faktor budaya, faktor sarana dan prasarana, faktor aparat dan penegak hukumnya, faktor ekonomi dan upaya nya adalah BPN harus melakukan sosialisasi secara terus menerus kepada masyarakat.

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE DI KECAMATAN TAROGONG KALER DIHUBUNGKAN

DENGAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENGUASAAN

TANAH PERTANIAN Oleh:

Rafa karimah Pebriani

Nomor Induk Mahasiswa: 1153050091 Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Dewi Sulastri S.H., M.H. Ende Hasbi Nassarudin S.H., M.H.

196310111991032001 197905292007101004

Dekan Ketua

Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum,

Dr. Fauzan Ali Rasyid, S. Ag. M.Si. Dr. H. Utang Rosidin, S.H.,M.H.

197002011997031003 1979020520007101004

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi Yang Berjudul “Pelaksanaan Penguasaan Hak Milik Tanah Pertanian Secara Absentee Di Kecamatan Tarogong Kaler dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian” telah dipertanggung-jawabkan pada Sidang Ujian Skripsi (Munaqosah) tanggal 09 Oktober dan telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Bandung, 24 Oktober 2019

Ketua Majelis,

Dr. H. Syahrul Anwar, M.Ag.

NIP.197205022000031004

Penguji I, Penguji II,

Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H. Fenny Fatriany, S.H., M.Hum.

197506031999032001 197902092007102003

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Rafa Karimah Pebriani NIM : 1153050091

Judul Skripsi : Pelaksanaan Penguasaan Hak Milik Tanah Pertanian Secara Absenteee di Kecamatan Tarogong kaler dihubungkan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian

Menyatakan dengan ini bahwa hasil penulisan Skripsi yang saya susun sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada program studi Ilmu Hukum bukan merupakan duplikasi dan plagiasi.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain di bagian tertentu, sudah di tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma dan kaidah serta etika penulisan Skripsi.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian Skripsi saya bukan hasil karya saya, maka saya bersedia menerima sanksi, termaksud pencabutan gelar akademik yang saya sandang sesuai dengan Peundang-undangan yang berlaku.

Bandung, 24 Oktober 2019 Yang menyatakan,

RAFA KARIMAH PEBRIANI NIM.1153050091

(6)

v

MOTTO

Kesuksesan adalah buah dari usaha-usaha kecil, yang diulang hari demi hari

Kupersembahkan Skripsi Ini

Untuk Ibu dan Ayah Serta Orang-Orang yang

sangat ku Sayangi Dan ku Cintai

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rafa Karimah Pebriani, dilahirkan pada tanggal 20 Februari 1997 di Garut, tempat tinggal Penulis di Kp. Cukangkawung, Kecamatan Tarogong Kaler, Kab. Garut. Penulis lahir dari pasangan Bapak Syarif Hidayatulloh dan Ibu Yeti Nuryeti anak ke-1 dari 3 bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut:

1. SD Negeri Sukamentri V pada tahun 2009 2. TSN Persis Tarogong lulus pada tahun 2012 3. MA Persis Tarogong lulus pada tahun 2015

4. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 2015 mengambil strata 1 (S1) pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Teruntai kata dalam lintasan hati menuju lisan dengan jelas dan fasihnya kalimat tahmid, tahlil, dan takbir, karena berupaya memanjatkan puja dan puji kepada sang pencipta alam semesta dan pencipta semua mahluk yang ada di bumi dan yang ada dilangit, Allah Allah Allah lah yang pantas kita puja dan puji hanya kepadanya kami meminta dan hanya kepadanya kami memohon pertolongan. Dan tidak terasa lintasan hati menyusul teruraikan shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan ke baginda alam Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya kepada jalan yang benar, dan semoga saja kita semua termasuk umatnya amin.

Penulis merasa bahagia karena sudah menyelesaikan karya hasil jerih payah dan bantuan berbagai pihak baik dikalangan dosen maupun teman-teman yang penulis kira dalam karya ini mengenai, Pelaksanaan Penguasaan Hak Milik Tanah Pertanian Secara Absentee Di Kecamatan Tarogong Kaler Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, ini bukan karya penulis semata, tetapi juga merupakan hasil dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak.

Dan penulis merasa dalam skiripsi ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan.

Selanjutnya penulis haturkan banyak terimakasih kepada semua pihak atas segala bimbingan dan bantuan sehingga terselesainya skripsi ini, semoga amal baik tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal’Alamin.

(9)

viii

Sebagai rasa Hormat dan Syukur penulis Ucapakan terimakasih Kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., Selaku Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

2. Bapak Dr. H. Ah. Fathonih, M.Ag, Selaku Dekan Fakultas Syaria’ah dan Hukum.

3. Bapak Dr. H. Utang Rosidin, S.H., M.H, Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum.

4. Bapak Dr. H. Uu Nurul Huda. S.Ag., S.H., M.H. Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

5. Ibu Dr. Hj. Dewi Sulastri, S.H., M.H., Selaku Pembimbing I yang telah mencurahkan segenap kemampuanya dalam upaya memberikan dorongan dan bimbingan kepada penyusun.

6. Bapak Ende Hasbi Nassaruddin, S.H.,M.H, Selaku Pembimbing II yang telah mencurahkan segenap kemampuanya dalam upaya memberikan dorongan dalam bimbingan kepada penyusun.

7. Seluruh dosen jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan.

8. Seluruh Staf Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan pelayanan serta tanggung jawab sangat baik kepada Mahasiswa Ilmu Hukum.

9. Kepada Orangtua yang telah memberikan support baik formil maupun materil.

(10)

ix

10. Kepada Muhammad Fikri Fadhillah saya ucapkan terimakasih karena telah memberikan support kapada saya dalam mengerjakan skripsi ini dari awal sampai akhir.

11. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan ( Rahma Latifah, Riska Damayanti, Yosi Yuliasari) terimakasih atas doa dan bantuannya, kepada sahabat-sahabatku, teman-teman kelas C Ilmu Hukum 2015 terimakasih atas kerjasamanya selama belajar dari semester 1 hingga kita selesaikan program studi ini.

Akhir kata penulis hanya berharap, semoga semua yang telah dilakukan menjadi amal saleh dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Dan semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Amin Amin Amin ya Rabbal Alamin.

Bandung, 9 Juni s2012

Penulis

Rafa Karimah Pebriani

(11)

x DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

LEMBAR PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

LEMBAR PERNYATAAN ...iv

MOTTO ...v

RIWAYAT HIDUP ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...5

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Kegunaan Penelitian...6

E. Kerangka Pemikiran ...7

F. Langkah-Langkah Penelitian ...12

BAB II TINJAUAN TEORITIS TERHADAP TANAH DI INDONESIA A. Hak Menguasai Negara Atas Tanah ...17

(12)

xi

1. Pengertian Hak Menguasai Negara Atas Tanah ...17

2. Wewenang Hak Menguasai Negara Atas Tanah ...18

B. Macam-Macam Hak Atas Tanah ...21

1. Pengertian Hak Atas Tanah ...21

2. Dasar Hukum Hak Atas Tanah...25

3. Macam-Macam Hak Atas Tanah...27

C. Tinjauan Umum Tentang Landreform Dan Tanah Absentee ...39

1. Pengertian Landreform ...39

2. Batas Maksimum Luas Tanah Pertanian ...42

3. Tujuan Landreform ...47

4. Dasar Hukum Landreform ...48

5. Tanah Absentee ...49

D. Tugas Dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional ...54

1. Dasar Hukum Badan Pertanahan Nasional ...55

2. Tugas, Kewenangan Dan Kewajiban Badan Pertanahan Nasional ..60

3. Prinsip Pertanahan Nasional...62

E. Kondisi Objektif Kecamatan Tarogong Kaler Dan Data Tanah Absentee ...63

BAB III PENGUASAAN HAK MILIK TANAH PERTANIAN DI KECAMATAN TAROGONG KALER A. Pelaksanaan Penguasaan Hak Milik Tanah Pertanian Di Kecamatan Tarogong Kaler Di Hubungkan Dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 ...70

(13)

xii

B. Kendala Yang di Hadapi Oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Garut Dalam Melaksanakan Larangan Tanah Secara Absentee ...80 C. Upaya Untuk Mengatasi Kendala Dalam Melaksanakan Larangan

Kepemilikan Tanah Secara Absentee Di Kabupaten Garut ...86

BAB IV PENUTUPAN

DAFTAR PUSTAKA ...91 LAMPIRAN

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Daftar Desa di Kecamatan Tarogong Kaler ... 62

Tabel 2 : Jumlah Penduduk di Kecamatan Tarogong Kaler ... 63

Tabel 3 : Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian ... 64

Tabel 4 : Data Pemilik Tanah Absentee ... 65

Tabel 5 : Daftar Desa di Kecamatan Tarogong Kaler ... 71

Tabel 6 : Struktur Penggunaan Lahan ... 72

Tabel 7 : Struktur Penggunaan Lahan ... 72

Tabel 8 : Data Pemilik Tanah Absentee ... 74

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, baik sebagai pemilik tanah pertanian, petani penggarap, maupun buruh tani. Tanah merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat dan pembangunan suatu bangsa. Pentingnya tanah untuk kehidupan manusia merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan sebab kelangsungan hidup manusia untuk memperoleh suatu bahan makanan sebagian besar berasal dari pengelolaan tanah.

Seiring dengan semakin pentingnya fungsi tanah bagi kehidupan dan adanya hubungan yang erat tersebut membuat manusia berlomba- lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan karena nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan. Sehingga tidak jarang tanah sering menjadi bahan sengketa. Terutama dalam hal hak kepemilikan.

Untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat seperti yang diinginkan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamahkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :

(16)

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”1

Maka permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan, pemilikan, penguasaan dan peralihan hak atas tanah memerlukan perhatian yang khusus dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Setelah kemerdekaan, Indonesia telah memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang pertanahan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria atau yang disebut juga UUPA. Pada Pasal 2 ayat (3) UUPA memberikan wewenang kepada Negara untuk mendapatkan hak menguasai dengan memperhatikan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya dan dapat memberikan kebahagiaan, kesejahteraan, adil dan makmur. Akan tetapi, sampai saat ini dibidang pertanahan terdapat 5 (lima) permasalahan yaitu yang terdapat pada Pasal 6 yang mengatur tentang fungsi sosial tanah, Pasal 7 mengatur tentang batas maksimum kepemilikan tanah, Pasal 10 mengatur tentang kepemilikan tanah absentee, Pasal 13 mengatur tentang monopoli kepemilikan tanah, dan Pasal 18 yang mengatur tentang penetapan ganti rugi tanah untuk kepentingan umum.

Adanya pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria tentunya mempunyai aspek-aspek penting yang ingin disampaikan, salah satunya yaitu “Program Landreform.” Landreform di Indonesia bertujuan untuk dapat meningkatkan penghasilan dan taraf hidup bagi para petani

1 Undang-Undang Dasar 1945

(17)

khususnya bagi penggarap sawah, karena hal ini merupakan landasan pembagunan di sektor ekonomi untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang berlandaskan pancasila. Adanya tujuan dari Landerfrom yaitu peningkatan produktifitas tanah pertanian sangatlah jelas, dengan adanya kepemilikan tanah pertanian yang luasnya melampaui batas dapat mengakibatkan produktifitas pertanian akan menjadi rendah, dan apabila pemilikannya berstatus absentesee, maka secara otomatis pemiliknya tidak menggarap sendiri tanah pertanian miliknya, tetapi hanya memberikan penggelolaan dan penjagaan pada orang-orang yang ada didaerah itu, sehingga pengolahan tanah pertaniannya tidak secara intensif dilakukan dan mengakibatkan produktifitas hasil pertanian tidak baik.

Pemilik Tanah harus bertempat tinggal di Kecamatan letak tanah, dengan tujuan agar pemilik tanah pertanian dapat mengerjakan tanahnya sesuai dengan asas yang terdapat dalam Pasal 10 Undang-Undang Pokok Agraria. Pengaturan dalam Pasal 10 Undang-Undang Pokok Agraria merupakan landasan dari larangan pemilikan secara absentee. Pemilikan dan penguasaan tanah baik secara absentee atau melampaui batas luas tanah pertanian dapat menciptakan hal-hal yang kurang baik sepertinya produktifitas yang kurang maksimal, harga sewa bagi petani penggarap yang sangat besar di banding hasil pertaniannya, disisi lain pemilik tanah yang berada jauh dari letak tanah menerima keuntungan tanpa mengerjakan tanahnya dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal ini membuat kesejahteraan sosial sudah merosot, tuan tanah terus

(18)

bertambah kaya dan para petani ataupun masyarakat miskin akan terus menjadi sengsara dan tidak dapat terelakkan lagi.

Meskipun larangan pemilikan tanah secara absentee sudah ditegaskan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian yang berbunyi sebagai berikut :

Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanah dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal perolehan hah harus :

a. Mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang berdomisili di Kecamatan tempat letak tanah tersebut; atau b. Pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut.

Kepemilikan tanah secara absentee terus terjadi yang kebanyakan tanahnya belum terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Garut Kota karena pemilik sebelumnya belum mendaftarkan tanahnya dan jual belinya pun tidak didepan pejabat umum/ PPAT melainkan hanya di ketahui oleh pejabat Desa setempat. Hal ini disebabkan ketidaktahuan masyarakat akan hal itu dan bisa dijadikan peluang untuk memiliki tanah secara absentee.

Perjanjian jual beli sudah dilahirkan pada detik tercapainya

“sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Jual beli dengan objek hak atas tanah, juga dilakukan dengan perjanjian untuk lebih memberikan kepastian hukum, karena hak atas tanah termasuk objek

(19)

perjajian yang secara khusus diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dimana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah.2

Melihat dari status tanah pertanian di Garut yang kebanyakan dimiliki oleh orang-orang yang tidak bertempat tinggal di suatu kecamatan dimana tanah pertanian itu berada seperti Muhammad Ikbal yang berdomisili di Bogor mempunyai Tanah Pertanian di Kecamatan Tarogong Kaler yang luasnya 12000 m2 dan juga Raden Dewi Asmara yang berdomisili di Bandung mempunyai Tanah Pertanian di Kecamatan Tarogong Kaler yang luasnya 5166 m2. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ PELAKSANAAN PENGUASAAN HAK MILIK TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE DI KECAMATAN TAROGONG KALER DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG NO 18 Tahun 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENGUASAAN TANAH PERTANIAN”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul penelitian serta latar belakang masalah di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian ini masuk dalam penelitian hukum yang mengatu mengenai pengendalian penguasaan tanah pertanian. Identifikasi masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

2R. Subekti, Aneka Perjanjian. PT. Citra Aditya Bakti Bandung. 1995, hlm 50.

(20)

1. Bagaimana Pelaksanaan Penguasaan hak milik tanah pertanian secara absentee di Kecamatan Tarogong kaler Kabupaten Garut?

2. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan larangan tanah secara absentee?

3. Apa upaya yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk mengatasi kendala penguasaan hak milik tanah pertanian secara absentee di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Penguasaan hak milik tanah pertanian secara absentee di Kecamatan Tarogong kaler Kabupaten Garut.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan larangan tanah secara absentee.

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk mengatasi kendala penguasaan hak milik tanah pertanian secara absentee di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari peneiti ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Kegunaan teoritis

(21)

a. Secara teoritis pembahasan ini akan membantu untuk memberikan ilmu pengetahuan tentang PERMEN ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Peraturan Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian b. Memberikan pemikiran dari sudut pandang persfektif penulis sebagai

bahan kuliah bagi ilmu hukum.

2. Kegunaan Praktis

a. Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi dasar masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam bidang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.

b. Sebagai penambah wawasan keilmuan dalam bidang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian dan salah satu referensi bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

E. Kerangka Pemikiran

Teori negara hukum, sebagaimana kita ketahui bahwa Negara Indonesia ini adalah Negara demokratis dengan Pancasila sebagai dasar Negara. Ketentuan ini dengan jelas dan tegas di cantumkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat).

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai kepastian hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi.3 Menurut kalsen, hukum adalah sebuah

3Sajipto Ra Vhardjo, ilmu hukum, PT.CITRA Aditya Bakti,Bandung,2000,hlm,254

(22)

sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek

“seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan yang menekankan aspek dilakukan “senyatanya” atau das sein. Norma- norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang- Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam bermasyarakat.4

Konsep-konsep dasar lazimnya diperoleh setelah dilakukan penelusuran bahan-bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian yang berupa kajian pustaka menyangkut permasalahan dan tujuan dari penelitian ini. Baik kerangka konseptual maupun kerangka teoretik adalah hasil kontemplasi peneliti setelah melakukan penelusuran bahan- bahan pustaka dan atas pertimbangannya pikirannya ditetapkanlah konsep-konsep dasar dan teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitiannya.5

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria merupakan sebuah peraturan Perundang- Undangan yang menjadi dasar pembaharuan hukum dibidang agraria, yang dibuat guna memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan secara adil, dimana

4 Peter Mahmud Marzuki, pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,Jakarta,2008,hlm,158

5 John Rawls, A Theory Of Justice,(Harvard Universty Press. Cambridge. Massachusetts, 1995, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, terjemah Uzair Fauzan-Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm 14.

(23)

banyak masyarakat yang telah memanfaatkan fungsi bumi, air dan ruang angkasa dan juga kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kelangsungkan kehidupan mereka. Pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Pokok Agraria merupakan ketentuan yang memberikan Kepastian Hukum di dalamnya, dimana dalam Pasal ini menyebutkan

“Untuk Menjamin kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Sesuai dengan kondisi keagrarian dan tujuannya negara Indonesia, sehingga tebentuklah agraria reform Indonesia yang meliputi 5 program (Panca Program). 5 program ini merupakan hal dasar yang mejadi acuan perubahan peraturan tanah yang ada di Indonesia yang dinilai akan mencapai tujuan keadilan berdasarkan pancasila.

Ketentuan yang terdapat dalam pasal 10 Undang-Undang Pokok Agraria mengatakan bahwa tanah pertanian wajib dikerjakan sendiri oleh pemiliknya sehingga muncul ketentuan yang namanya absentee.

Kata absentee berasal dari Bahasa inggris yang berarti yang tidak ada atau yang tidak hadir ditempatnya. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian menyebutkan larangan pemilikan tanah absentee yang terdapat Padal Pasal 7 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut :

(24)

Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal perolehan hak, harus:

a. mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang berdomisili di kecamatan tempat letak tanah tersebut; atau b. pindah ke kecamatan letak tanah tersebut.

Larangan dari pemilikan tanah absentee tentunya mempunyai tujuan. Hal ini dikemukakan oleh Boedi Harsono, yang mengatakan

”tujuan adanya larangan ini untuk memberikan hasil dari tanah pertanian untuk sebagian besar dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan tempat letak tanah pertanian, karena dengan pemilik tanah bertempat tinggal di daerah tanah tersebut maka hasil dari tanah pertanian itu lebih maksimal. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian juga menyebutkan Maksud dan tujuan adanya larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee yaitu untuk mengurangi kesenjangan sosial, memeratakan kesejahteraan masyarakat dan menjamin ketahanan pangan.

Larangan pemilikan tanah secara absentee ”tidak berlaku bagi pemilik tanah yang tempat tinggalnya berbatasan langsung dengan kecamatan tempat letak tanah pertaniannya, dengan syarat jarak tempat pemilik tanah pertanian itu masih memungkinkannya untuk dapat

(25)

mengerjakan tanah pertaniannya dengan baik dan efisien. Ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang Pokok Agraria ini secara yuridis merupakan “Dwingend Recht” atau sifatnya memaksa karena menyangkut kepentingan umum.

Larangan Pemilikan Tanah Pertanian secara absentee dimuat secara tegas oleh Undang-Undang Pokok Agraria yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan Landerfrom yang diatur dalam Pasal 7, Pasal 10, Pasal 17 Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 7 Undang- Undang Pokok Agraria berbunyi “Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”. Maksud dari pasal ini yaitu untuk mencegah terjadinya pemilikan tanah yang melampaui batas dari hak perorangan.

Dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian Pasal 3 ayat (1) yaitu :

Pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di Kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut.

Ketidaktahuan tentang adanya larangan kepemilikan tanah secara absentee oleh para petani ini yang membuat terjadinya pemilikan tanah secara absentee, hal ini disebabkan oleh adat istiadat serta nilai

(26)

budaya yang tertanam dalam masyarakat tani itu sendiri. Contohnya, banyak keluarga petani yang telah berhasil mendapatkan penghasilan yang dapat merubah kehidupannya di luar daerahnya, seiringnya waktu akan menetap di daerah tersebut, sehingga mereka akan menjual tanahnya kepada orang lain ataupun sanak keluarganya. Ada pula pemilik tanah tersebut tidak menyerahkan atau mengalihkan tanahnya kepada siapapun dengan alasan tanah tersebut akan dijadikan investasi masa depan mereka ketika mereka kembali lagi ke daerahnya bahkan dengan keberhasilannya di luar daerah yang mendapatkan penghasilan yang banyak, ingin membeli tanah-tanah pertanian yang ada di daerahnya. hal ini akan berdampak kepada permasalahan baru yaitu pemilikan tanah yang melampaui batas maksimum dari seluruh anggota keluarga.

Dalam konteks pembangunan, perencanaan penataan ruang dapat dipandang sebagai salah satu bentuk intervensi atau upaya pemerintah untuk menuju keterpaduan pembangunan melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya ruang khususnya penataan lahan pertanian. Rencana tata ruang yang disusun tersebut mengandung pengertian perspektif yaitu menuju kepada keadaan ruang dan masa mendatang.

Rencana pemanfaatan ruang yang telah disusun dalam rencana tata ruang hanya dapat diwujudkan melalui sejumlah kebijaksanaan yang bersifat koordinasi pula, antara lain dibidang pertanahan. Hal ini

(27)

merupakan suatu keharusan mengingat bahwa sepanjang menyangkut tanah, maka rencana pemanfaatan ruang pada dasarnya adalah rencana pemanfaatan tanah. Artinya kegiatan penatagunaan tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan penataan ruang. Dalam konteks ini, maka penatagunaan tanah mempunyai esensi mendasar yakni sebagai subsistem penataan ruang.

F. Langkah-Langkah Penelitian 1. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian Hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut untuk kemudian mengusahan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.6

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu metode penelitian yang tujuannya memberikan suatu gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki untuk kemudian dianalisis. Suatu penelitian deskripsi

6Soerjono soekanto, pengantar penelitian hukum, UI-Press, jakarta,1981,hlm,43.

(28)

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.7

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Yuridis empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan kepustakaan yang berpedoman pada peraturan-peraturan buku-buku atau literatur-literatur hukum serta bahan-bahan yang mempunyai hubungan permasalahan pada objek penelitian yang berkaitan dengan tinjauan hukum terhadap Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.8

3. Sumber Data dan Jenis Data a. Sumber data

1) Data primer, yakni bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, sumber data primer diperoleh pada objek penelitian secara langsung dari hasil penelitian dan data-data diperoleh serta wawancara dengan Narasumber dan juga buku-buku (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum.9

2) Data Sekunder, yakni data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan, hasil-hasil pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen. Dalam

7 Ibid, hlm,10.

8 Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian hukum dan Jurimentri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001,hlm,10.

9Bambang Sungono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm, 26.

(29)

penelitian ini data sekunder yang diperoleh mencakup peraturan perundang-undangan diantaranya :

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan berupa peraturan-peraturan, yaitu sebagai berikut:

1) Undang-Undang dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 3) Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016.

4) Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti data kamus hukum, artikel maupun jurnal dari ensiklopedia yang memberikan konsep ideal mengenai Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.

b. Jenis Data

Jenis data ini menggunaka jenis data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.10 Data kualitatif didapat melalui suatu proses menggunakan teknis analisis dan ditelaah secara mendalam. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data kualitatif dengan melakukan observasi

10 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Jakarta,2002,hlm,22.

(30)

dan wawancara langsung terhadap permasalahan Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.11

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Studi Kepustakaan,yaitu teknik pengumpulan data dengan membaca dengan mengadakan penelaahan, memahami, mempelajari dan menganalisa serta menyusunnya dari berbagai literatur, catatan-catatan dan peraturan perundang-undangan yang ada dengan masalah yang penulis ambil sebagai bahan untuk tugas akhir.

b. Studi Lapangan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara berikut :

a) Observasi atau pengamatan lapangan, metode pengumpulan data atau peninjauan secara cermat dan langsung dilapangan lokasi penelitian Kantor Badan Pertanahan Garut.

b) Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai keterangan untuk memperkuat keabsahan penelitian terhadap Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.

11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Raskarya, Bandung, 1993, hlm 32.

(31)

c. Studi Dokumen 5. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data yang digunnakan adalah kualitatif. Menurut Sunaryati Hartono, pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang membahas mengenai cara-cara menganalisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dengan cara-cara atau analisis atau penafsiran (interpretasi) hukum yang dikenal, sebagai penafsiran otentik, penafsiran menurut tata bahasa, penafsiran berdasarkan sejarah Perundang-Undangan.dengan.12 kepustakaan dan fakta yang ada untuk memperjelas data dan kemudian menarik kesimpulan, bahan hukum primer dan sekunder dalam metode terkait.13

6. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian di beberapa tempat diantaranya sebagai berikut :

a. Lokasi Lapangan

1. Badan Pertanahan nasional yang beralamat di Jalan Pramuka Nomor 10 Garut.

2. Kecamatan Tarogong Kaler yang beralamat di Jalan Suherman Nomor 22.

b. Lokasi Perpustakaan

12 Sunaryati Hartono, penelitian Hukum di Indinesia Pada Akhir Abad ke 20. Alumni, Bandung,1994,hlm140.

13 Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Skripsi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm 25.

(32)

1. Perputakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

2. Perpustakaan Universitas Padjajaran.

3. Badan Perpustakaan dan Kearsipan daerah Kota Bandung.

(33)

19 BAB II

TINJAUAN TEORITIS TERHADAP TANAH DI INDONESIA A. Hak menguasai Negara atas Tanah

a. Pengertian hak menguasai atas tanah

Hak menguasai Negara atas Tanah adalah sebutan yang diberikan oleh undang-undang pokok agraria yang selanjutnya disebut UUPA kepada lembaga hukum dalam hubungan hukum kongkret antara negara dan tanah Indonesia yang dirinci isi dan tujuannya dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Pokok Agraria.14

Hak menguasai Negara posisinya berada dibawah hak bangsa.

Terjadinya adalah sebagai pelimpahan tugas wewenang bangsa Indonesia, yang dilakukan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada waktu menyusun Undang-Undang Dasar Negara Rebuplik Indonesia tahun 1945 dan membentuk negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945. Pelimpahan tugas tersebut dituangkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan “Bumi dan Air dan kekayaan Alam yang tergantung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hak bangsa indonesia atas Tanah ini merupakan hak penguasaan tanah yang tertinggi yang meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan

14 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, Tahun 2005, hlm. 268

(34)

20

20

yang lain atas tanah. Pengaturan lebih lanjut tentang hak penguasaan tanah ini di muat dalam Pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUPA.

Hak negara atas tanah mengandung tugas kewenangan untuk mengatur dan mengelola tanah bersama tersebut bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang termasuk dalam bidang Hukum publik.

Pelaksanaan kewenangan ini ditugaskan Kepala Negara Republik Indonesia.15

Hak menguasai Negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah, hakikatnya merupakan penguasaan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur publik. Tugas mengelola seluruh Tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.16

b. Wewenang hak menguasai atas Tanah

Wewenang hak menguasai Negara atas Tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, adalah :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. Termasuk dalam wewenang ini, adalah :

15Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria

16Ibid

(35)

21

21

a. Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai keperluan.17

b. Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya.18

c. Mewajibkan kepada pemegang hak atas (pertanian) untuk mengerjakan atau menguasakan tanahnya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.19

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah. Termasuk kewenangan ini, adalah :

a. Menentukan hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga Negara Indonesia baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, atau kepada badabn hukum. Demikian juga hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga Negara asing.20

b. Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan jumlah bidang luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleg seseorang atau badan hukum (Pasal 7 jo. Pasal 17 UUPA).

17Lihat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 jo. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang penataan Ruang

18Lihat Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

19Lihat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

20Lihat Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(36)

22

22

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai Tanah, termasuk wewenang ini, adalah :

a. Mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh rakyat Negara Rebuplik Indonesia.21

b. Mengatur peralihan hak atas Tanah.

c. Mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan baik yang bersifat perdata maupun tata usaha Negara, dengan mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai kesepakatan.

Berdasarkan atas wewenang yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat ini, hak menguasai Negara atas bumi, air dan ruang angkasa meliputi hak yang telah dikuasai oleh seseorang maupun yang belum dikuasai.22 Penguasaan tanah oleh negara dalam konteks diatas adalah penguasaan yang otoritasnya menimbulkan tenggungjawab bagi Negara, yaitu penguasaan tanah tersebut harus digunakan untuk menciptakan kemakmuran rakyat. Dengan perkataan lain hubungan individu dengan tanah adalah hubungan Hukum yang melahirkan hak dan kewajiban.

Sedangkan hubungan Negara dengan Tanah melahirkan kewenangan dan tanggungjawab.23

21Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

22Sodiki, achmad, penataan pemilikan hak atas tanah, 1994

23Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, CV Mandar Maju, Bandung, 2006, Hlm. 85

(37)

23

23

Dalam konsep Hukum sebutan menguasai atau dikuasai dengan dimiliki ataupun kepunyaan dalam konteks yurudis memmpunyai arti berbeda dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Arti dikuasai tidak sama dengan pengertian dimiliki. Jika kita menyebutkan tanah tersebut dikuasai atau menguasai dalam arti possession (milik) makna yuridisnya adalah tanah tersebut dikuasai secara fisik dalam arti faktual digarap, dihuni, namun belum tentu bahwa secara yuridis adalah pemilik atau yang punya tanah tersebut.

Menurut Oloan Sitorus, kewenangan Negara dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA di atas merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Pada prinsipnya, hak menguasai dari negara adalah pelimpahan kewenangn publik. Menurut Santoso bahwa konsekuensinya, kewenangan tersebut bersifat publik semata.

B. Macam-Macam Hak Atas Tanah a. Pengertian Hak Atas Tanah

Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupanmanusia karena dapat menentukan keberadaaan dan kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan

(38)

24

24

pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.24

Tanah merupakan sumber daya alam yang bisa mempunyai berbagai bentuk dan ukuran, bisa dilihat dari sebagai benda merupakan tempat tumbuh bagi tanaman dimana ukurannya adalah subur dan gersang, bisa juga sebagai benda diukur dengan ukuran besar atau isi (volume) misalnya satu ton atau satu meter kubik tanah, dan akhirnya tanah bisa dipandang sebagai ruang muka bumi sesuai Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, dimana ukurannya luas, misalnya ha, tombak, bahu dan sebagainya.

Tanah dalam ukuran luas harus dipakai ditempat dimana tanah itu berada.

Belakangan ini ada usaha untuk mengganti istilah Tanah dalam ukuran luas yang dikenal dengan “lahan”. Usaha ini bertujuan baik, yaitu untuk memperkaya usaha perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia.

Akan tetapi yang baru ini tidak akan bisa mendesak mundur istilah yang lain. Hal ini disebabkan kata-kata seperti tanah air, tanah tumpah darah, tanah warisan, tanah wakaf, sertifikat tanah telah menjadi istilah baku hantam secara historis maupun secara yuridis, dalam melaksanakan tugas, mengemban Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Berdasarkan pengertian tersebut, tampak bahwa tanah, lahan, dan ruang harus hidup berdampinganm tetapi harus didukung oleh landasan

24Wantijk shaleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia 1982, Hlm 7

(39)

25

25

hukum yang benar perlu diperhatikan bahwa tanah sebagai ruang, di samping aspek fisik, mempunyai dua aspek lain yang penting, yaitu hak dan penggunaan.

Pembangunan wilayah adalah usaha yang bertujuan untuk membuat masyarakat sejahtera baik lahir maupun batin yang dilaksanakan di atas wilayah. Wilayah menurut ilmu wilayah adalah satu wilayah administrasi, bisa provinsi, Kabupaten/Kota atau lainnya.

Dengan demikian wilayah juga menyangkut tanah ruang muka bumi dimana pengelolaannya dikaitkan dengan administrasi pemerintah.

Hak pada hakekatnya adalah kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap sesuatu (benda/prestasi), sehingga menimbulkan hubungan hukum antara keduanya (hubungan subjek objek). Jadi apabila seseorang memperoleh sesuatu hak atas tanah maka orang tersebut telah melekat kekuasaan atas tanah yang disertai pula dengan kewajiban yang diperintahkan oleh hukum, dan perolehan hak atas tanah pada prinsipnya dapat dibedakan dalam :

1. Perolehan secara origanair, yaitu perolehan secara asli, misalnya dengan membuka tanah (okupasi) ;

2. Perolehan secara derivatif, adalah perolehan karena terjadinya peralihan hak secara yuridis misalnya jual – beli, tukar – menukar dan lain sebagainya.25

Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas

25Hapusnya hak atas Tanah diakses Melalui <http://landdiary.blogspot.com/2009/12/hapusnya- hak-atas-tanah.html>. tanggal 08 Agustus pukul 11.18 WIB

(40)

26

26

tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik. Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Wewenang umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanag mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanag itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain.

2. Wewenang khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, Hak Guna Bangunan untuk mendirikan bangunan, Hak Guna Usaha untuk krprntingan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.

Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA untuk digunakan dan dimanfaatkan.

Menurut Wantjik Saleh, dengan diberikannya hak atas Tanah, maka

(41)

27

27

antara orang atau badan Hukum itu telah terjalin suatu hubungan Hukum, dimana dapat dilakukan perbuatan Hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain.26

b. Dasar Hukum Hak Atas Tanah

Hak menguasai dari Negara adalah sebutan yang diberikan oleh UUPA lembaha hukum kongkret antara Negara dan tanah Indonesia, yang isi dan tujuannya dalam Pasal 2 ayat 1,2,3 dan 4 sebagai berikut :

1. Atas dasar dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu, pada tingkatantertinggi dikuasai oleh Negara sebagaimana organisasi seluruh rakyat.

2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal 1 ini memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi air dan luar angkasa.

26Wntjik Shaleh, Hak Anda Atas Tanah, op cit, hlm 4

(42)

28

28

3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai Negara tersebut pada ayat (2) Pasal ini, digunakan untuk mencapai sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyrakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka berdualat, adil dan makmur.

4. Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantara dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.

Dalam hal mengatur dan meyelenggarakan penguasaan tanah tersebut, lebih lanjut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA menentukan bahwa pemerintah diberikan kewenangan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :

a. Untuk keperluan Negara

b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar ketuhanan Yang Maha Esa.

c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraannya.

d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu

(43)

29

29

e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Dalam penjelasan Umum UUPA pada point 2 angka 8 dinyatakan bahwa untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa Negara dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara.

Hubungan Hukum tersebut ditunjukkan dengan adanya alat-alat bukti yang ditentukan oleh ketentuan Hukum yang ada dan berlaku, baik secara tertulis, pengakuan dan kesaksian pihak lain maupun secara faktual yang ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda pada obyek tanahnya, seperti tanda jalan, sungai, lembah, bukit, pepohonan dan lain- lain. Maupun bentuk penguasaan atau pengusahaan secara fisik dilapangan, apabila hubungan Negara Hukum tersebut di formalkan atau dilegalisasi oleh Negara, sehingga Negara memberikan dan menentukan kewenangan kewajiban dan/atau larangan nbagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihakinya, maka penguasaan tanag tersebut dapat menjadi hak penguasaan tanah.

c. Macam-macam Hak atas Tanah

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) mengemukakan bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam- macam hak atas tanah, yang dapat diberikan perorangan,

(44)

30

30

kelompok maupun badan hukum, dimana hak atas tanah ini memberikan wewenang untuk memanfaatkan dan menpergunakannya yang langsung berhubungan dengan tanah itu, dengan batasan UUPA dan peraturan- peraturan yang lebih tinggi lainnya.

Sehubungan dengan hak atas tanah diatas, maka di tuangkan secara mengkhusus mengenai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil utang dan hak lain yang tidak termasuk dalam hak diatas. Untuk lebih lengkapnya akan dijabarkan sebagai berikut.

Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah:

a. hak milik;

b. hak guna-usaha; . c. hak guna-bangunan;

d. hak pakai;

e. hak sewa ;

f. hak membuka tanah ;

g. hak memungut- hasil- hutan;

h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak- hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 Jo 53 UUPA, yang dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu:

(45)

31

31

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap

Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan

2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

3. Hak atas tanah yang bersifat sementara.

Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA.

Contoh: Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.27

Menyangkut dengan hak-hak atas tanah maka, kita perlu mengkaitkannya dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, makna “dikuasai” oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus

“dimiliki” secara keseluruhan oleh Negara, tetapi pengertian “dikuasai”

itu membawa wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk tingkatan tertinggi.28

1. Mengatur dan menyelenggarakan tanah untuk penggunaan,

27Hak-hak Atas Tanah menurut UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996 diakses Melalui

<https://hasyimsoska.blogspot.com/2011/05/hak-hak-atas-tanah-menurut-uupa-dan-pp.html>

tanggal 08 Agustus 2019 pukul 21.54 WIB.

28G. Kartasapoetra. Masalah Pertanahan Indonesia, PT Bhineka Cipta, Jakarta 1992. Hlm 2

(46)

32

32

persediaan, dan pemeliharaannya;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian dari bumi, air, dan runag angkasa di atas tanah itu;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum antara orang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa di atas tanah itu.

Segala sesuatu yang disebutkan di atas itu dengan tujuan untuk mencapai kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat adil dan makmur, walaupun demikian tidak secara keseluruhan dari tanah tersebut melekat apabila sudah memiliki hak atas permukaan tanah.

Dalam UUPA hak atas tanah tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung di dalam tubuh bumi di bawahnya.29

Boedi Harsono mengemukakan bahwa berdasarkan penjelasan dalam Pasal 8 UUPA disebutkan karena hak-hak atas tanah itu hanya memberi hak ataspermukaan bumi, maka wewenang-wewenang yang bersumber daripadanya tidaklah mengenai kekayaan-kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi, air dan runag angkasa. Oleh karena itu maka pengambilan kekayaan yang dimaksudkan itu memerlukan pengaturan tersendiri. Ketentuan ini merupakan pangkal bagi perundang- undangan pertambangan dan lain- lainnya.30

29Efendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hlm 54.

30Ibid hlm 11

(47)

33

33 Macam-macam Hak Atas Tanah :

1. Hak Milik

Hak milik menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1) adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang aras tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA yaitu mengenai fungsi sosial hak atas Tanah. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu tidak berarti hak milik merupakan hak yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat, akan tetapi harus diingat bahwa semua hak atas tanah termasuk hak milik mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA.31

Sifat terkuat dan terpenuhi berarti yang paling kuat dan paling penuh, berarti pula bahwa pemegang hak milik atau pemilik tanah itu mempunyai hak untuk “berbuat bebas” artinya boleh mengasingkan tanah miliknya kepada pihak lain dengan menjualnya, mengibahkannya, menukarkan, dan mewariskannya.

Semua hak atas Tanah termasuk Hak milik mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa Hak atas Tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dibenarkan bahwa tanahnya yaitu akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan sendiri.

Penggunaan Tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang punya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam

31Wantjik Shaleh, Hak Atas Tanah, Bandung Ghalia Indonesia, 1985, Hlm 23.

(48)

34

34

ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat) melainkan antara keduanya harus seimbang, sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok kemakmuran, keadilam dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Berhubungan dengan fungsi sosialnya, maka ada suatu hak yang sewajarnya, bahwa tanah itu harus diperhatikan baik-baik agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya.

Hak milik atas tanah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 32

a. Merupakan hak atas tanah yang kuat, bahkan menurut Pasal 20 UUPA adalah yang terkuat, artinya tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.

b. Merupakan hak turun temurun dan dapat beralih, artinya dapat dialihkan pada ahli waris yang berhak.

c. Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak dapat berinduk pada hak-hak atas tanah lainnya. Berarti dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil dan Hak Menumpang.

d. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibeban ihypotek atau credit verband.

e. Dapat dialihkan dengan cara ditukar, dijual, dihibahkan atau melalui pewarisan

32Eddy Ruchiyat, PolitikPertanahan Nasional sampaiOrdeReformasi,Bandung : Alumni,1999, hlm: 52

(49)

35

35

f. Dapat dilepaskan oleh yang punya sehingga tanah nya menjadi milik Negara

g. Dapat diwakafkan ;

h. Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali di tangan siapapun benda itu berada.

Sementara yang dapat menjadi subjek hak milik adalah ketentuan- ketentuan yang dapat mempunyai hak milik untuk diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agrariayaitu sebagai berikut :

1. Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.

2. Badan-badan hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian juga warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak nya itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan nya yaitu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak miliknya tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

(50)

36

36

4. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesia nya mempunyai kewarganegaraan asing maka tidak dapat mempunyai hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Bahwa menurut ketentuan Pasal 21 UUPA tersebut, yang dapat memiliki tanah dengan hak milik adalah WNI tunggal dan Badan- badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah, yaitu:33

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnyadisebut Bank Negara)

b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No.139).

c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama.

d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria Setelah Mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.34

2. Hak Pakai

Hak pakai menurut Pasal 41 UUPA hak yang diberikan Negara untuk digunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

33Boedi Harsono, Op cit, Hlm 113.

34Kartini Mujaldi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group.

Jakarta, 2008, Hlm 45

(51)

37

37

langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanahnya, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan asas dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.35

Dalam hal misalnya bagi kedutaan-kedutaan dapat diberikan hak pakai, jadi pemakaian tanahnya bukan dalam rangka perjanjian sewa- menyewa atau perjanjian pengolahan tanah dan lain sebagainya, hak pakai ini dapat berlaku sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu. Pemberian hak pakai dapat dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa yang berupa apapun. Akan tetapi, tidak boleh diserati syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan. Yang dapat mempunyai hak pakai menurut pasal 39 PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah yaitu sebagai berikut :

a. Warga Negara Indonesia;

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah;

d. Badan-badan keagamaan dan sosial;

35G. Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah, PT Melton Putra, Jakarta, 2011, hlm 22.

(52)

38

38

e. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

f. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Tentang pengalihan hak pakai, menurut Pasal 54 PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah sepanjang mengenai tanah yang langsung dikuasai pengalihannya kepada pihak lain haruslah seizin pejabat yang berwenang, sedang hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, apabila memungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan dengan pemilik tanahnya.

3. Hak Pengelolaan

Di dalam praktek dikenal pula adanya hak pengelolaan yang bersumber pada UUPA, dimana perumusan mengenai hak pengelolaan tersebut dituangkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Pasal 1 ayat (3) sebagai berikut: “Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya” Tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk sebagai berikut :

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh prusahaan pemegang

Referensi

Dokumen terkait

a) Multiplatform, Kelebihan utama dari java ialah dapat dijalankan di beberapa platform / sistem operasi komputer. b) OOP (Object Oriented Programming – Pemrograman Berorentasi

Penelitian yang dilakukan di perusahaan telah berhasil membuat rancangan perbaikan dan telah dilakukan implementasi perbaikan untuk 6 jenis cacat yang penting untuk

Pada awalnya Vipro-G memperkenalkan produknya sebagai salah satu minuman kesehatan yang ditujukan hanya untuk para perokok agar dapat menetralisir radikal bebas yang ada di

INTERA KSI MATER NAL BAYI Pemeriksaan dan evaluasi kesejahtera an dan tumbuh kembang janin (antenatal screening) INTERAKSI MATERNAL BAYI Pemeriksaan dan evaluasi

Unsur sensualitas sangat tergambar dari gambar di atas serta pada lirik lagu di atas yaitu pada kalimat “cinta-cinta lakukan dengan cinta bila kamu mau” makna dari

Aplikasi Irama Kenjoan Pada Bass Drum, Floor Tom, Hi-hat, Snare Drum Dan Small Tom Dalam Bentuk Notasi Drumset .... Score Irama Krotokan Dalam Bentuk Notasi Kendang

Adanya regenerasi pada organisme dewasa mununjukkan suatu bukti bahawa medan morfogenesis tetap terdapat setelah periode embrio, umpamanya regenerasi anggota badan yang

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak metanol daun jambu biji pada dosis 10,5 dan 21,0 mg/ml menunjukkan efek