• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)MODEL ESTIMASI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(1)MODEL ESTIMASI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)MODEL ESTIMASI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA MAKASSAR. ESTIMATION MODEL OF ACUTE RESPIRATORY INFECTION (ARI) INCIDEN IN MAKASSAR CITY. FAUZIAH NOVIYANTI. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017. i.

(2) MODEL ESTIMASI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA MAKASSAR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Disusun dan diajukan oleh. FAUZIAH NOVIYANTI. kepada. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017. ii.

(3) iii.

(4) PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan dibawah ini Nama. : FAUZIAH NOVIYANTI. Nomor Mahasiswa : P1801215020 Program Studi. : Kesehatan Masyarakat. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benarbenar. merupakan. hasil. karya. saya. sendiri,. bukan. merupakan. pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, November 2017 Yang Menyatakan. FAUZIAH NOVIYANTI. iv.

(5) PRAKATA. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, nikmat, dan karuniaNya berupa nikmat iman, Islam, kesehatan, dan kemampuan intelektual. Tidak lupa teriring shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabiullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam beserta keluarga serta sahabat beliau atas perjuangan dan teladan beliau, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Model Estimasi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Di Kota Makassar”. Keberhasilan penyusunan tesis ini, tidak lepas dari partisipasi berbagai pihak yang sangat membantu penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Anwar, SKM, M.Sc.,PhD., selaku Ketua penasehat dan Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan yang telah memberi fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian studi penulis serta semua bimbingan, waktu dan perhatian yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA., selaku anggota penasehat atas semua bimbingan, waktu, memberikan kemudahan akses komukasi. v.

(6) kepada Pak Dr. Ir. Muh. Hatta, dan perhatian yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Hasan Hasyim, M.Si., sebagai dosen penguji I yang telah banyak memberikan arahan dan masukan. 4. Dr. Hasnawati Amqam, SKM., M.Sc., selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan, arahan, dan saran. 5. Dr. Agus Bintara Birawara, S.Kel., M.Kes., selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan serta saran. 6. Bapak Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, Dosen pengajar dan seluruh staf yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 7. Bapak Dr. Ridwan M. Thaha.,M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Kesehatan. Masyarakat. Program. Pascasarjana. Universitas. Hasanuddin. 8. Seluruh dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan yang telah tulus ikhlas memberikan ilmu yang tiada ternilai. 9. Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar yang telah memberikan data yang diperlukan dan menunjang penyusunan tesis. 10. Bapak DR. Ir. Muh. Hatta, terima kasih banyak telah membagikan ilmu pemodelan dinamisnya yang sangat banyak, tidak kenal waktu. vi.

(7) mengajarkan kami, dan telah meluangkan waktu untuk tim model dalam penyelesaian tesis kami. 11. Untuk saudara – saudara saya (Achmad Marzuki, SH. beserta keluarga, Rachmat Al- Qadrie, ST., M.Sc. berserta istri, Zulfiah AfRidha, S.STP.Par beserta keluarga, dan Muhammad Arafaat) atas semua dukungan, bantuan, doa, dan materi yang secara ikhlas diberikan, serta generasi penerus HMS yang shaleh dan shalehah, Nurfaizah Silza Amaliah, Saddam Al-Fariz Achmad, Qiraany Dzilfah Taufan, Alifiyah Dzil Izzah yang telah memberikan banyak keceriaan dan kebahagiaan. 12. Teman-teman Se-angkatan, khususnya mahasiswa S2 Kesehatan Lingkungan angkatan 2015 yang menjadi teman berpikir, teman berbagi pengalaman, ilmu, dan waktu dalam perjalanan menuju Magister Kesehatan serta teman menjadi Turis di Negeri Gajah Putih yang sangat menyenangkan. 13. Untuk teman pemodelan saya, Ramlawati, terima kasih untuk tidak pernah menyerah dan setia dalam penyelesaian tesis ini. 14. Semua pihak yang membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga Allah membalas segala bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis dengan balasan yang setimpal dan berlipat ganda.. vii.

(8) Akhirnya, dengan memohon ridho dan rahmat Allah, tesis ini penulis persembahkan kepada orang tua penulis, Drs. H. Munir Salim, MH., dan Dra. Hj. Mulkiah Salam yang paling berjasa dalam hidup penulis yang tidak pernah berhenti memberikan doa yang tulus ikhlas di setiap shalatnya kepada penulis sehingga proses penyelesaian selalu diberikan kelancaran, kemudahan, serta bantuan materi yang tak ternilai semoga Allah menggantinya dengan pahala yang berlipat ganda dan dibalas dengan surga kelak, aamiin ya Rabbal alaamiin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari target yang diharapkan baik dari segi penyajian materi maupun dari segi penulisan. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati menerima. kritik. dan. saran. yang. bersifat. membangun. demi. penyempurnaan penulisan berikutnya. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Makassar, November 2017 Penulis. viii.

(9) ix.

(10) x.

(11) DAFTAR ISI halaman PRAKATA ............................................................................................ v ABSTRAK ........................................................................................... ix ABSRACT ........................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................ xi DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA ................................... 10 B. Tinjauan Umum Tentang Pemodelan Dinamik ......................... 39 C. Kerangka Teori.......................................................................... 65 D. Konsep Black Box ..................................................................... 67 E. Konsep Causal Loop................................................................. 69 F. Definisi Operasional ................................................................. 72 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................... 74. xi.

(12) B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 74 C. Populasi dan Sampel ............................................................... 75 D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 75 E. Penyajian Data ......................................................................... 78 F. Instrument Penelitian ................................................................ 78 G. Stock Flow Diagram ................................................................. 78 H. Alur Penelitian .......................................................................... 80 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................... 81 B. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 116 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 117 B. Saran ........................................................................................ 118 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. xii.

(13) DAFTAR TABEL Nomor. halaman. 1. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S. Aureus ...........18 2. Penurunan Konsentrasi Droplet Nuklei Di Ruang Isolasi Tertutup Dengan Tingkat Dan Lama Ventilasi Lingkungan Yang Berbeda ......34 3. Tinjauan Tentang Penelitian Terkait ..................................................61 4. Variabel dan Definisi Operasional .....................................................72 5. Skenario Gabungan dari Model Estimasi Kejadian ISPA Di Kota Makassar ...........................................................................................85 6. Kejadian ISPA Berdasarkan Skenario Penggunaan Masker Dan Skenario Sirkulasi Udara Untuk Skenario I,II, dan III dan Jumlah Penduduk ………………………………………………………………..103 7. Jumlah Kejadian ISPA Berdasarkan Skenario Penggunaan Masker Dan Sirkulasi Udara Pertahunnya……………………………………..110. xiii.

(14) DAFTAR GAMBAR Nomor. halaman. 1 Anatomi Saluran Pernapasan Manusia ......................................... 10 2 Morfologi S. aureus perbesaran 5000x................................................ 17. 3 Diagram Pendekatan Metode Sistem Dinamik ............................... 48 4 Tampilan Alat Bantu Untuk Menyusun Model Pada Stella, Building Blocks pada Mapping Layer dan Model Construction Layer. ............................................................................................. 52 5 Kerangka Teori ISPA...................................................................... 65 6 Konsep Black Box ......................................................................... 67 7 Causal Loop Model Estimasi Kejadian ISPA .................................. 69 8 Stock Flow Diagram Kejadian ISPA ............................................... 79 9 Bagan Alur Penelitian .................................................................... 80 10 Perubahan Jumlah Staphylacoccus Aureus Pada Skenario Pesimis ( Sirkulasi Udara = 1 dan Skenario Penggunaan Masker = 1 ) ................................................................................................ 87 11 Perubahan Jumlah Staphylacoccus Aureus Pada Skenario Optimis ( Sirkulasi Udara = 2 dan Skenario Penggunaan Masker = 3 ) ................................................................................................ 88 12 Perubahan. Jumlah. Staphylacoccus. Aureus. Terhadap. Kelembaban dan Suhu Pada Skenario Pesimis ( Sirkulasi Udara = 1 dan Skenario Pemakaian Masker = 1 )..................................... 92. xiv.

(15) 13 Perubahan. Jumlah. Staphylacoccus. Aureus. Terhadap. Kelembaban dan Suhu Pada Skenario Optimis ( Sirkulasi Udara = 2 dan Skenario Pemakaian Masker = 3 )........................................ 92 14 Skenario Pesimis terhadap Kejadian ISPA, Insiden Kejadian ISPA, Populasi Sembuh, Populasi Meninggal, dan Jumlah Penduduk selama 120 bulan .......................................................... 106 15 Skenario Moderat terhadap Kejadian ISPA, Insiden Kejadian ISPA, Populasi Sembuh, Populasi Meninggal, dan Jumlah Penduduk selama 120 bulan .......................................................... 107 16 Skenario Optimis terhadap Kejadian ISPA, Insiden Kejadian ISPA, Populasi Sembuh, Populasi Meninggal, dan Jumlah Penduduk selama 120 bulan .......................................................... 108 17 Kejadian ISPA Pertahun Berdasarkan Skenario Penggunaan Masker Dan Sirkulasi Udara Untuk Skenario I,II, dan III................. 109. xv.

(16) DAFTAR LAMPIRAN Nomor. halaman. 1 Lampiran STELLA .......................................................................... 127 2 Lampiran Rumus Stock Flow Diagram ........................................... 145 Surat Izin Penelitian ....................................................................... 148. xvi.

(17) 1. BAB I PENDAHULUAN. A.. Latar Belakang. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan bahkan mematikan, tergantung patogen penyebabnya, faktor pejamu, dan faktor lingkungan. Banyaknya agent – agent patogen penyebab penyakit ISPA yang berasal dari bakteri, virus, dan jamur. Jenis bakteri penyebab ISPA yaitu Diplococcus Pneumoniae,. Pneumococcs,. Streptococcs. aureus, Hemophilus influenzae. Sedangkan. pyogenes, virus. yang. Staphylococcus menyebabkan. penyakit ISPA yakni virus influenza, adenovirus, dan sitomegalovirus. Pada jenis jamur yang menyebabkan ISPA yaitu Aspergilus sp, Candida albicans, dan Hitoplasma (Rahajoe et al., 2010). Salah satu penyebab penyakit ISPA berasal dari bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus) yang merupakan spesies yang berperan sebagai patogen oportunistik pada manusia. Walaupun memiliki virulensi yang rendah, bakteri ini dapat menyebabkan penyakit serius pada inang dengan pertahanan tubuh yang lemah atau terganggu (Anderson et al., 2004). Infeksi S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah, bisul, jerawat,.

(18) 2. impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya adalah ISPA Pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Jay, 1994) (Warsa, 1994). ISPA merupakan masalah kesehatan yang paling utama diseluruh dunia serta sering terjadi pada anak dan merupakan salah satu penyebab utama kematian anak di bawah usia lima tahun diseluruh dunia (Kim et al., 2016). ISPA Pneumonia di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian kesehatan dasar Riskesdas 2013, ISPA Pneumonia menduduki tempat kedua sebagai penyebab kematian pada bayi dan balita, setelah diare dan tempat ketiga sebagai penyebab kematian pada neonatus. Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan ISPA Pneumonia, tetapi kasus ISPA Pneumonia masih tetap tinggi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia prevalensi ISPA Pneumonia Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007. Proporsi kematian balita akibat ISPA Pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian ISPA Pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih diatas 4 per 1000 kelahiran hidup). Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain status gizi, sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan.

(19) 3. serta. kesigapan. petugas. kesehatan. dalam. memberikan. pelayanan. (Kemenkes, 2010). Periode prevalensi ISPA terdapat lima provinsi dengan ISPA tertinggi yakni Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Periode prevalensi ISPA di Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Kemenkes et al., 2011). Sedangkan menurut Ditjen PP&PL Kemenkes RI (2015) cakupan penemuan ISPA Pneumonia di Indonesia terlihat mengalami peningkatan dari tahun 2012 – 2014 yakni dengan masing-masing nilainya pada tahun 2012 sebesar 23,42%, tahun 2013 24,46%, dan pada tahun 2014 sebesar 29,47%. Kota Makassar merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang pesat. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Makassar yang bersumber dari bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), penyakit ISPA menjadi penyakit utama nomor 1 di Kota Makassar diantara 9 penyakit lainnya dengan jumlah kasus ISPA tahun 2013 sebanyak 204.848 dan pada tahun 2014 sebanyak 158.991. Penelitian. yang. membahas. tentang. faktor-faktor. yang. dapat. mempengaruhi terjadinya kejadian ISPA yakni penelitian yang dilakukan oleh Fitria Halim (2012) untuk melihat faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA pada pekerja di industri mebel di Dukuh Tukrejo, Jepara, Jawa Tengah,.

(20) 4. didapatkan hasil bahwa nilai OR (Odd Ratio) untuk responden yang merokok memiliki risiko 14,02 kali terkena ISPA dibandingkan responden yang tidak merokok. Pada responden yang bekerja di tempat dengan suhu yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,4 kali terkena ISPA dibandingkan dengan bekerja di tempat dengan suhu yang memenuhi syarat. Responden yang bekerja ditempat dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,02 kali terkena ISPA dibandingkan dengan responden yang bekerja di tempat dengan. pencahayaan. yang memenuhi syarat. serta. adanya. pencemaran udara didalam rumah / indoor air pollution memiliki risiko 5,89 kali untuk terkena ISPA dibandingkan dengan responden yang tinggal dirumah tanpa adanya sumber pencemaran udara. Lingkungan fisik rumah seperti luas ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit dan dapat menyebabkan penghuninya menjadi sakit jika tidak memenuhi syarat kesehatan. Luas ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai (Depkes, 1999). Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit ISPA. Penggunaan ventilasi yang memenuhi syarat merupakan cara pengendalian penyakit saluran pernafasan dikarenakan penyebaran infeksi akan mengalami peningkatan jika ventilasi yang digunakan tidak memenuhi syarat..

(21) 5. Penelitian. mengenai. pemodelan. ISPA. lainnya. tentang. simulasi. penyebaran penyakit ISPA menggunakan Model Epidemik Seis dengan Metode Runge-Kutta oleh Ratih Kartika pada tahun 2015. Melalui software MATLAB, penyakit ISPA yang bersifat endemik seperti yang telah ditunjukkan pada beberapa hasil plot simulasi, didapatkan nilai. 0>1,. yaitu nilai. 0. sebesar 1,0018 yang berarti setiap penderita dapat menularkan penyakit kepada lebih dari satu penderita baru sehingga pada akhirnya terjadi penyebaran penyakit yang meluas. Penelitian mengenai pemodelan penyakit lainnya berjudul The AMA Proposal To Mandate Nicotine Reduction In Cigarettes: A Simulation Of The Population Health Impacts menghasilkan simulasi populasi penduduk Amerika Serikat seiring bertambahnya usia dan mengubah perilaku merokok mereka dari waktu ke waktu. Hasil penelitiannya yakni mengikuti perintah untuk mengurangi nikotin, prevalensi merokok cenderung menurun dari 23% menjadi 5% dari populasi. Dengan demikian, keuntungan kumulatif sebanyak 157 juta QALY (Quality-Adjusted Life-Years) diperkirakan lebih dari 50 tahun. Meskipun. ada. peningkatan. mortalitas. akibat. merokok. kompensasi,. penerapan proposal AMA kemungkinan akan mencegah kecanduan sejumlah perokok baru dan menghasilkan keuntungan bagi kesehatan penduduk Amerika. Penelitian ini seharusnya bermanfaat bagi Kongres karena mereka.

(22) 6. merenungkan pemberian wewenang untuk mengatur tembakau kepada FDA (Tengs et al., 2005). Berdasarkan penelitian yang dipaparkan diatas tentang faktor risiko terhadap kejadian ISPA dan penelitian yang menggunakan simulasi model tentang penyakit ISPA serta penyakit lainnya dan juga adanya peningkatan kasus penyakit ISPA yang menjadi penyebab penyakit paling utama di Kota Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan suatu model yang bukan hanya dapat mengestimasi jumlah kejadian ISPA tetapi dengan pemodelan tersebut, dapat ditentukan langkah yang terbaik dalam penerapan program untuk pengendalian penyakit ISPA di Kota Makassar secara berkesinambungan serta memberikan solusi terhadap pencegahan penyakit ISPA. Dengan adanya model tersebut, pemantauan akan lebih efektif dan efisien serta dapat memberikan prediksi di beberapa tahun mendatang. Hasil dari pemodelan dinamis kejadian ISPA akan menarik perhatian pemerintah. terhadap. pengambilan. keputusan. terhadap. program. pengendalian penyakit ISPA. Pemodelan dinamis merupakan suatu cara berpikir tentang sistem sebagai jaringan yang saling behubungan yang mempengaruhi sejumlah komponen yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Simulasi merupakan prosedur kuantitatif yang menggambarkan suatu proses dengan mengembangkan suatu model dan menerapkan serangkaian uji coba terencana untuk memprediksikan tingkah laku proses sepanjang waktu, sehingga analisis dapat dilakukan untuk sistem yang baru tanpa harus.

(23) 7. membangunnya atau merubah sistem yang telah ada, serta tidak perlu mengganggu operasi dari sistem tersebut (Zagonel, 2002). Pendekatan. model. dinamis. diperlukan. untuk. menggambarkan. peningkatan kejadian ISPA yang merupakan bagian dari sistem yang kompleks pada dunia nyata ke dalam model sederhana. Hasil dari pemodelan ini diharapkan dapat mengestimasi kejadian ISPA di Kota Makassar pada tahun 2017 hingga tahun 2027. Estimasi ini dilakukan dengan program STELLA 9.0, yakni pemodelan berbasis flow chart dan simulasi program yang dapat memudahkan peneliti melakukan sistem identifikasi masalah, merumuskan masalah, menentukan prosedur penelitian yang terdiri dari kumpulan elemen yang saling berinteraksi sehingga menghasilkan hubungan sebab-akibat. Dengan demikian, hasil dari pemodelan dalam penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan strategi pengendalian yang sesuai dalam menekan serta mengurangi laju penderita ISPA di Kota Makassar ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Berapa jumlah kejadian ISPA berdasarkan hasil simulasi model dinamik selama 10 tahun (2017-2027) di Kota Makassar ? 2. Bagaimana efektifitas skenario model kasus ISPA di Kota Makassar?.

(24) 8. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terbagi atas 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus yakni sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kejadian penyakit ISPA di Kota Makassar selama 10 tahun (2017-2027) dan efektifitas skenario model kejadian ISPA dengan pendekatan model dinamik. 2. Tujuan Khusus a. Mengestimasi jumlah kejadian ISPA di Kota Makassar selama 10 tahun (2017-2027) dengan pendekatan model dinamis tanpa skenario (Skenario Pesimis). b. Mengestimasi jumlah kejadian ISPA di Kota Makassar selama 10 tahun (2017-2027) dengan pendekatan model dinamis dengan menggunakan gabungan skenario penggunaan masker dan sirkulasi udara (Skenario Moderat). c. Mengestimasi jumlah kejadian ISPA di Kota Makassar selama 10 tahun (2017-2027) dengan pendekatan model dinamis dengan menggunakan gabungan skenario penggunaan masker dan sirkulasi udara (Skenario Optimis)..

(25) 9. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Hasil. penelitian. ini. diharapkan. dapat. digunakan. sebagai. bahan. pertimbangan dalam menentukan kebijakan khususnya terkait penyakit ISPA di Kota Makassar. 2. Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang simulasi dengan menggunakan permodelan dinamis menggunakan software STELLA. 3. Bagi Mahasiswa Penelitian ini merupakan wahana untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan serta mengabdikan pengalaman dan keterampilan di lokasi penelitian. 4. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ide dan gagasan serta titik tolak dalam meningkatkan partisipasi terutama dalam pengendalian penyakit ISPA..

(26) 10. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Anatomi Sistem Pernapasan Sistem pernapasan terdiri dari hidung, faring, sampai ke laring; sedangkan. saluran. pernapasan. bawah. meliputi. trakea,. bronkus,. bronkiolus, dan paru-paru yang berujung pada alveolus seperti pada gambar 1.. Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan Manusia (Zullies, 2016).

(27) 11. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia (silia = rambut getar), ketika udara masuk ke rongga hidung, udara akan disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa pernapasan, yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresikan oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel debu yang kasar akan disaring oleh bulu-bulu hidung, sedangkan partikel halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke dalam sistem pernapasan bawah menuju faring, dimana mukus akan tertelan atau dibatukkan. Selanjutnya udara akan dilembabkan dan dihangatkan dengan panas yang berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya akan pembuluh darah, sehingga ketika udara mencapai saluran napas bawah hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100% (Zullies,2016). Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak didalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru terpisah oleh adanya mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 2 lobus. Di rongga dada terdapat lapisan tipis yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringan elastis yang disebut pleura. Pleura parietalis melapisi rongga.

(28) 12. dada, sedangkan yang menyelubungi paru-paru disebut pleura viseralis. Diantara pleura viseralis dan pleura parietalis terdapat lapisan tipis cincin cairan pleura yang berfungsi memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernapasan. Jika terjadi radang pleura. atau ada udara atau. cairan yang masuk ke dalam rongga pleura, misalnya karena sobeknya pleura, maka paru-paru bisa tertekan atau kolaps (Zullies,2016). 2. Mekanisme Pertahanan Sistem Pernapasan Saluran. pernapasan. di. Paru. memiliki. beberapa. mekanisme. pertahanan. Berbagai mekanisme pertahanan yang efektif diperlukan oleh paru, karena sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang seringkali terpolusi serta mengandung iritan, pathogen, dan alergen. Sistem pertahanan organ pernapasan terdiri dari 3 unsur, yakitu refleks batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf pusat (Mallongi,2016). Pertahanan mekanisme sistem respiratori yang berfungsi melindungi paru terdiri dari penyaringan partikel, penghangatan, dan pelembaban udara inspirasi, serta absorpsi asap dan gas berbahaya oleh saluran respiratori-atas yang banyak mengandung pembuluh darah. Sistem imun sangat berperan untuk mencegah terjadinya infeksi paru (Rahajoe et al., 2010)..

(29) 13. Penghangatan dan pelembaban sebesar 25% dalam udara inspirasi terjadi di trakea dan bronkus besar. Gagalnya pelembaban akan menyebabkan udara kering masuk hingga saluran respiratori-distal. Partikel 1-5 mm mengendap di lapisan mucus trakeobronkial, sehingga hanya partikel berukuran 1 mm atau lebih kecil yang mencapai bronkioulus pernapasan dan ruang udara, sebagian akan dideposit dan sebagian besar dikeluarkan melalui ekspirasi (Rahajoe et al., 2010). Kemampuan fagositik makrofag alveolar dan mekanisme mukosiliar (lebih sering), dapat terganggu oleh penggunaan alkohol, merokok, hipoksemia, kelaparan, kedinginan, kortikosteroid, NO2, O3, peningkatan konsentrasi oksigen, narkotik, dan beberapa gas anestetik. Kemampuan makrofag untuk membunuh bakteri juga dapat menurunkan akibat asidosis, azotemia, dan infeksi virus akut, terutama rubella dan influenza. Zat-zat yang bersifat toksik terhadap sel epitel pernapasan antara lain adalah berilium dan asbes, debu organik kapas, gas-gas seperti sulfur, NO2, O3, klorin, ammonia, dan asap rokok (Rahajoe et al., 2010). 3. Epidemiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi pernapasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Infeksi pernapasan bagian atas adalah infeksi primer respiratori di.

(30) 14. atas, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi pernapasan bagian bawah (Rahajoe et al., 2010). Infeksi pernapasan atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusit, otitis media. Sedangkan infeksi respiratori bawah terdiri atas epiglotitis, croup (laring otrakeo bronkitis), bronkitis, bronkiolitis, dan ISPA Pneumonia. Sebagian besar infeksi pernapasan biasanya terbatas pada bagian atas saja, tapi sekitar 5%-nya melibatkan laring dan pernapasan bawah berikutnya, sehingga berpotensi menjadi serius (Depkes, 2009). ISPA terdiri dari tiga istilah yaitu: a. Infeksi yaitu masuknya kuman dan mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernapasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti rongga telinga tengah, sinus-sinus dan pleura. c. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini dapat menjadi penyebab ISPA di lingkungan masyarakat, karena.

(31) 15. masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, biogas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernapas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Drybasis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Kurti et al., 2016). 4. Staphylococcus Aureus Sebagai Salah Satu Bakteri Penyebab ISPA Staphylococcus aureus adalah patogen oportunistik pada manusia yang menyebabkan infeksi yang berhubungan dengan rumah tangga dan rumah sakit (Aires de Sousa et al., 2004) (Gupta et al., 2015) dan rhinosinusitis kronis (Patou et al., 2008). Nares anterior dan tenggorokan adalah reservoir utama untuk S. aureus, dan hidung merupakan faktor risiko utama untuk infeksi S. aureus (Van Zele et al., 2006) (Wertheim et al., 2005). Orang dengan penyakit asma dikarenakan bakteri S. aureuspositif (Graham et al., 2006). Hal ini meningkatkan risiko paparan S. aureus yang di aerosolisasi dengan debu di permukaan (Madsen et al., 2018). Staphylococcus aureus juga merupakan salah satu penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas, baik di negara maju maupun negara berkembang. Sebagian besar virulensi dari bakteri ini terjadi melalui.

(32) 16. infeksi silang dari pasien ke pasien di rumah sakit dan tempat-tempat lain (Nurhani, 2010). Staphylococcus aureus adalah patogen utama yang terlibat dalam banyak penyakit lokal dan sistemik infeksi pada manusia (Kluytmans et al., 1997). Bakteri Staphylococcus aureus. pada penderita. ISPA. Pneumonia ditandai dengan peradangan yang didominasi oleh leukosit (Kapetanovic et al., 2010). Peningkatan sitokin TNF-α dan IL-1β diamati pada pasien ISPA Pneumonia yang memiliki bakteri Staphylococcus aureus (Bauer et al., 2000). Sitokin inflamasi ini menyebabkan paru-paru cedera dan memperburuk perkembangan Staphylococcus aureus pada penyakit ISPA Pneumonia (Takeuchi et al., 2000). Bakteri Staphylococcus aureus pada penyakit ISPA Pneumonia menyebabkan kematian yang signifikan pada orang yang dirawat di rumah sakit dan pemberian antibiotik sebagai pengobatan merupakan terapi yang utama pada ISPA Pneumonia yang memiliki bakteri Staphylococcus aureus didalam tubuhnya (Gordon et al., 2008) (Chambers et al., 2009). Staphylococcus aureus adalah bakteri koki Gram positif dan jika diamati di bawah mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur seperti yang terlihat pada. Gambar. 2.. Staphylococcus. aureus. termasuk dalam. famili. Staphylococcaceae, berukuran diameter 0.5-1.5 μm dan membentuk pigmen kuning keemasan. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat.

(33) 17. aerob atau anaerob fakultatif, non-motil, koagulase, dan katalase positif, mampu memfermentasi mannitol serta mampu menjalankan dua macam metabolisme yaitu respirasi maupun fermentasi.. Gambar 2. Morfologi S. aureus perbesaran 5000x (Todar, 2008). S. aureus mampu memanfaatkan berbagai komponen organik sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Asam-asam amino dibutuhkan sebagai sumber nitrogen, sedangkan tiamin dan asam nikotinat paling dibutuhkan diantara vitamin B lainnya. Apabila S. aureus ditumbuhkan pada kondisi cenderung anaerob, maka urasil sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk kondisi aerob dan produksi enterotoksin, maka monosodium glutamat berperan sebagai sumber C, N dan energi. Arginin merupakan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk produksi enterotoksin B (Jay, 2000) (Monday et al., 2003). S. aureus termasuk ke dalam kelompok bakteri mesofilik, namun terdapat beberapa galur S. aureus yang mampu tumbuh pada suhu.

(34) 18. rendah 6-7°C. Pada umumnya, S. aureus tumbuh pada kisaran suhu 748.5°C dengan suhu optimum pertumbuhan 30-37°C. Kisaran pH pertumbuhannya antara 4.5 hingga 9.3, dengan pH optimum 7.0-7.5 (Bennet et al., 2003). Sedangkan untuk kelembabannya, tubuh bakteri ini terdiri atas 80% air, sama seperti makhluk lainnya, bakteri ini membutuhkan air selama hidupnya. Kebutuhan jasad renik akan dinyatakan sebagai water activity (aw). Secara sederhana aw dapat diartikan sebagai jumlah ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan mikroba. Nilai aw optimum untuk pertumbuhan S.aureus adalah > 0.99. Berdasarkan nilai ambang batas yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 bahwa maksimal jumlah koloni bakteri dalam ruangan adalah < 700 koloni/m3 dan bebas mikroorganisme. patogen.. Faktor-faktor. yang. mempengaruhi. pertumbuhan S. aureus dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S. Aureus Pertumbuhan Optimum Kisaran Suhu 37°C 4-48°C pH 6.0-7.0 4.0-9.8 Atmosfer Aerobik Anaerobik hingga aerobic aw (aktifitas air) 0.98≥0.99 0.83≥0.99 Natrium Klorida 0.5-0.4% 0-20% (Adams et al., 1995) Faktor Pengaruh.

(35) 19. Pada beberapa dekade terakhir, insidensi infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terus meningkat di berbagai belahan dunia. Asia merupakan salah satu regio dengan jumlah MRSA paling tinggi baik yang berasal dari komunitas ataupun rumah sakit. Pada awal tahun 2010, rumah sakit di Hongkong dan Indonesia memiliki angka estimasi MRSA sebesar 28%, sedangkan di Korea jauh lebih tinggi yaitu 70%. Untuk angka infeksi S. aureus terkait komunitas di Asia berkisar pada angka 5-35% (Chen et al., 2014). Berdasarkan referensi lain, prevalensi infeksi MRSA secara keseluruhan di Asia kini mencapai 70%, sementara di Indonesia pada tahun 2006 prevalensinya mencapai angka 23,5% (Sulistiyaningsih, 2010). Persentase MRSA juga cukup tinggi di negara Asia lainnya, seperti di Taiwan sebesar 60%, Cina 20%, Hong Kong 70%, Filipina 5%, dan Singapura 60% (Bell et al., 2002). Kolonisasi S. aureus terdapat pada kulit, mukosa manusia, dan juga beberapa jenis binatang. Walaupun terdapat di sebagian besar bagian tubuh manusia, bagian depan hidung merupakan lokasi dengan jumlah terbesar S. aureus pada karier sehat. Anak-anak dan remaja di bawah usia 20 tahun mempunyai persentase karier S. aureus lebih besar dari pada orang dewasa. Anak-anak usia 0-9 tahun mempunyai persentase karier S. aureus sebesar 10%, sedangkan anak-anak usia 10-19 tahun sebesar 24% (Lebon et al., 2008)..

(36) 20. Faktor-faktor risiko terjadinya MRSA antara lain lingkungan, populasi, kontak, olahraga, kebersihan individu, riwayat perawatan, riwayat operasi, riwayat infeksi dan penyakit, riwayat pengobatan, serta kondisi medis (Biantoro, 2008). Menurut penelitian, jenis kelamin laki-laki, pemasangan alat-alat invasif serta durasi rawat yang lama (lebih dari 10 hari) menyebabkan pasien lebih rentan terhadap kolonisasi MRSA (Barr et al., 2007). Penyebaran S. aureus secara endogen terjadi ketika bakteri dari satu bagian tubuh seseorang menyebar ke tempat yang lain. Mengajarkan penderita ISPA untuk mencuci tangan mereka, memakai masker, dan mencegah mereka dari menyentuh luka, kulit yang rusak atau menyentuh perangkat invasif, akan meminimalkan risiko penyebaran organisme secara endogen (Nursing et al., 2005). Sedangkan penyebaran S. aureus secara Eksogen terjadi ketika organisme ditransmisikan dari orang ke orang yang terjadi melalui kontak langsung dengan kulit, melalui lingkungan atau peralatan yang terkontaminasi.. Pencegahan. penyebaran. secara. eksogen. dapat. dilakukan melalui mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan setiap penderita atau peralatan yang berpotensi terkontaminasi, mencuci tangan setelah melepas sarung tangan menjaga lingkungan selalu bersih dan. kering. melakukan. pembersihan. secara. menyeluruh. dan. mengeringkan semua peralatan yang telah digunakan, serta menerapkan.

(37) 21. pengobatan topikal untuk mengurangi penyakit kulit jika secara klinis diperlukan (Nursing et al., 2005). 5. Klasifikasi ISPA Sebagian besar dari ISPA hanya bersifat ringan, seperti batuk dan pilek serta tidak memerlukan antibiotik dalam pengobatannya. Dalam Program Pemberantasan Penyakit ISPA, penyakit ini dibagi menjadi 2: a. ISPA Pneumonia. ISPA Pneumonia terdiri dari 2 macam menurut derajat beratnya,yaitu: -. ISPA Pneumonia Berat yang ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam (chest in drawing).. -. ISPA Pneumonia Tidak Berat yang ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.. b. Bukan ISPA Pneumonia yang ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam tanpa tarikan dinding ke dalam, dan tanpa napas cepat. Adapun yang tergolong dalam kelompok ini, seperti rinitis, faringitis, tonsilitis, dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya yang digolongkan bukan ISPA Pneumonia (Depkes, 2009). Sedangkan klasifikasi ISPA menurut Kemenkes RI Tahun 2002 sebagai berikut: a. ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak..

(38) 22. b. ISPA sedang ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. c. ISPA berat Gejalanya meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah. 6. Insiden dan Prevalens ISPA paling sering terjadi pada anak. Kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun, dan 30% pada anak. berusia 5-12 tahun. Walaupun sebagian besar terbatas pada saluran pernapasan atas, tetapi sekitar 5% juga melibatkan saluran pernapasan bawah, terutama ISPA Pneumonia. Anak berusia 1-6 tahun mengalami episode ISPA sebanyak 7-9 kali per tahun, tetapi biasanya ringan. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Insiden ISPA Pneumonia di negara berkembang adalah 2-10 kali lebih banyak daripada negara maju. Perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi dan faktor risiko. Di negara maju, ISPA didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang oleh bakteri seperti S. ISPA Pneumoniae dan H. influenzae. Di negara berkembang, ISPA dapat menyebabkan 10-25% kematian, dan bertanggung jawab terhadap 1/3-1/2 kematian pada balita (Zar et al., 2014)..

(39) 23. Selain berbeda antara negara maju dan negara berkembang, jenis penyakit terutama infeksi pernapasan bawah memegang peranan penting pada insiden dan prevalens, karena berhubungan dengan etiologi, usia, musim, dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan di Indonesia, ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas dan 1530% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS. Jumlah episode ISPA di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun, tetapi berbeda antar daerah (Depkes, 2009). 7. Faktor Risiko Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA. Hal ini berhubungan dengan pejamu, agen penyakit (bakteri, virus, atau jamur), dan lingkungan. a. Lingkungan Dalam Ruangan (Indoor) -. Penyebaran Mikroorganisme di Udara Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lainlain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan. Ada peningkatan. yang. progresif. di. tingkat. kematian. dengan. peningkatan suhu dari 18°C sampai 49°C. Virus dalam aerosol.

(40) 24. menunjukkan perilaku serupa. Partikel influenza, poli, dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur rendah, yaitu 7°C sampai 24°C. Tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan hidup mikroorganisme adalah antara 40% sampai 80%. Kelembaban relatif yang lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian mikroorganisme. Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang partikel cenderung turun oleh gravitasi (Gunawan et al., 2017). -. Paparan Asap Rokok Fungsi paru adalah untuk bernafas yaitu, dengan memasukan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor dari dalam tubuh. Bahan kimia yang berasal dari asap rokok merangsang permukaan sel saluran pernafasan sehingga mengakibatkan keluarnya lendir atau dahak. Mirip dengan rangsangan debu, virus atau bakteri pada saat flu. Asap rokok dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan meningkatkan penyakit infeksi pernafasan termasuk ISPA, terutama pada kelompok umur balita yang memiliki daya tahan tubuh masih lemah, sehingga bila ada paparan asap, maka balita lebih cepat terganggu sistem pernapasannya seperti ISPA. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa asap rokok dapat menyebabkan iritasi persisten pada saluran pernapasan.

(41) 25. sehingga dapat menyebabkan kerentanan terhadap berbagai penyakit, termasuk ISPA. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (2009), sekitar 1 miliar orang dewasa merokok di seluruh dunia dan setidaknya 700 juta anak (hampir 50% dari anak-anak di seluruh dunia) menghirup udara yang tercemar asap rokok di rumah. Selain efek paparan asap rokok lingkungan pada penyakit saluran pernapasan, diperkirakan setiap tahun ada 150.000 sampai 300.000 orang yang mengalami penyakit ISPA yang disebabkan oleh paparan asap rokok dilingkungan rumah yang mengakibatkan 7.500 sampai 15.000 rawat inap pada bayi dan anak-anak yang umurnya dari 18 bulan (Morkjaroenpong et al., 2002). Menurut penelitian berjudul Prenatal and Postnatal Environmental Tobacco Smoke Exposure and Children’s Health memaparkan hasilnya bahwa paparan asap rokok pada anak menimbulkan penyakit ISPA seperti,. Asma,. Mengi,. Batuk,. Bronkitis,. Bronkiolitis,. ISPA. Pneumonia, serta menimbulkan gangguan fungsi paru, gangguan telinga bagian tengah dan gangguan pada produksi lendir (DiFranza et al., 2004). Paparan asap rokok dilingkungan adalah salah satu sumber terpenting dalam pencemaran udara dalam ruangan (indoor).Faktor kualitas udara didalam ruangan (indoor) diklasifikasikan sebagai karsiogenik pada manusia karena beberapa penelitian yang.

(42) 26. meneliti unsur karsiogenik dalam asap rokok salah satunya penelitian yang diteliti oleh Wu dan kawan kawan (1995) menemukan unsur Cd (Kadminum) juga banyak terdapat dalam asap rokok. Didalam penelitian lainnya yang diteliti oleh Antje dan kawan kawan (2012) di Jerman, meneliti tentang dampak kesehatan konsentrasi Trace Metals Cerium (Ce) dan Lantanum (La) di udara didalam ruangan dengan hasil residensi median Cd adalah 0,1 ng/m3 untuk rumah tangga yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok dan yang memiliki anggota keluarga yang merokok sebesar 0,8 ng/m3. Dan konsentrasi median La adalah 0,2 ng/m3 untuk rumah tangga yang anggota keluarganya tidak ada yang merokok dan 5,9 ng/m3 untuk rumah tangga yang ada anggota rumahnya menjadi perokok. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi Ce dan La yang tinggi yang ditemukan dalam paparan asap rokok dalam ruangan (indoor) dalam rumah merupakan penemuan. yang. penting. karena. dapat. menimbulkan. efek. kesehatan diantaranya pada saluran pernapasan dan paru-paru pada manusia (Böhlandt et al., 2012). -. Kepadatan Hunian Kepadatan hunian didalam rumah merupakan salah satu faktor terjadinya ISPA karena dengan luas hunian yang sempit dengan penghuni yang banyak dapat meningkatkan faktor polusi udara.

(43) 27. dalam rumah, selain itu dapat menghalangi proses pertukaran udara bersih didalam rumah. Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah tentang Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat Tahun 2002 adalah 9 m 2 per orang. Jika kepadatan hunian dibawah 9 m2/orang maka dikategorikan tidak memenuhi syarat. Kepadatan hunian diperoleh dari luas rumah dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Kepadatan merupakan prerequisite dalam proses penularan penyakit. Semakin padat suatu hunian akan mempercepat perpindahan penyakit melalui udara. Kepadatan hunian dalam rumah perlu diperhitungkan karena mempunyai peranan penting dalam penyebaran mikroorganisme didalam lingkungan rumah / kediaman. -. Kelembaban Ruangan Kelembaban udara sangat berkaitan dengan ventilasi, rumah yang lembab memungkinkan tikus, kecoa, bakteri, virus, dan jamur yang dapat. berperan. dalam. pathogenesis. penyakit. pernapasan.. Kelembaban rumah bisa diatasi dengan selalu membuka pintu dan jendela, selalu membersihkan rumah, jangan membiarkan rumah lembab, menambah luas ventilasi rumah, serta jenis dinding yang kedap air. Berdasarkan DepKes RI No. 829 tahun 1999 tentang Kesehatan Perumahan menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk.

(44) 28. rumah sehat adalah 40-70%, optimum 60%. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya perkembangan mikroorganisme. Faktor risiko terjadi kelembaban adalah konstruksi rumah yang tidak baik, seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami (Kemenkes, 2011).. - Suhu Dalam Ruangan Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-30ºC. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 18ºC atau diatas 30ºC keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA sebesar 4 kali (Depkes, 1999). Dampak. suhu. dalam. rumah. yang. terlalu. rendah. dapat. menyebabkan gangguan kesehatan hingga hipotermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke. Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi oleh beberap faktor, antara lain penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi geografis, dan kondisi topografis (Kemenkes, 2011)..

(45) 29. b. Kependudukan Sebagai Salah Satu Indikator Insiden Kejadian Ispa Istilah kependudukan (population) dihubungkan dengan hal-hal yang. menyangkut. kependudukan, penduduk,. yang. komposisi,. perubahan-perubahan meliputi dan. pertumbuhan. persebaran. dalam. struktur. penduduk,. jumlah. penduduk.. Perubahan-. perubahan tersebut dapat terjadi karena kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, perpindahan penduduk (migration) dan mobilitas sosial. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk yang setiap tahun meningkat juga dapat menyebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah kepadatan hunian didalam rumah menjadi bertambah padat sehingga dapat mempercepat proses perpindahan penyakit dan membuat orang sehat menjadi sakit. Menurut data Riskesdes Tahun 2013 proporsi kematian balita akibat ISPA Pneumonia lebih dari 30%, angka kematian ISPA Pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan. bahwa. perubahan-perubahan. yang. terjadi. kependudukan berpengaruh dalam insiden kejadian ISPA. dalam.

(46) 30. c. Pencegahan ISPA Beberapa metode atau cara untuk mencegah kejadian ISPA baik pada penderita ISPA, anggota keluarga yang menderita ISPA, pelayan kesehatan, serta seluruh masyarakat menurut Kemenkes RI Tahun 2002 dan WHO Tahun 2007 yang dijadikan acuan sebagai skenario model estimasi penyakit ISPA guna menekan laju pertumbuhan kejadian ISPA antara lain sebagai berikut: 1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lainpenyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.. 2. Luas Ventilasi Ruangan Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi (pergantian) udara di dalam rumah sehingga dapat menjaga keseimbangan oksigen untuk penghuni rumah. Selain itu, ventilasi juga dapat mempengaruhi kelembaban. udara.. Semakin. besar. jumlah. ventilasi. maka. kelembaban udara di dalam rumah bisa berkurang. Ventilasi juga.

(47) 31. mempengaruhi. proses. dilusi. udara. sehingga. dapat. mengencerkan konsentrasi kuman karena terbawa ke luar rumah dan mati terkena sinar ultraviolet (Fitria, 2012). Menurut Depkes 1999, luas penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Apabila ventilasi rumah tidak memenuhi syarat maka akan menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan. Upaya penyehatan yang dapat dilakukan yakni dengan ventilasi minimal 10% dari luas lantai dengan sistem ventilasi silang. Melakukan pergantian udara dengan membuka jendela minimal pada pagi hari secara rutin menggunakan exhausit fan, dan mengatur tata letak ruang (Kemenkes, 2011). Berdasarkan peraturan dari Kemenkes Tahun 2011 ini, maka dapat dijadikan sebagai pembuatan skenario untuk menekan laju pertumbuhan bakteri didalam ruangan sebagai salah satu indikator dalam kejadian penyakit ISPA yang dituang kedalam formula rumus pemodelan. 3. Ventilasi ruangan untuk pencegahan infeksi pernapasan Sudah terbukti bahwa ruangan yang dirancang dengan ventilasi yang baik dengan pembuangan efektif udara yang terkontaminasi, penurunan konsentrasi Droplet Nuclei infeksius di dalam ruangan dapat mengurangi risiko infeksi. Kualitas ventilasi merupakan salah.

(48) 32. satu faktor utama yang menentukan risiko pajanan diruangan (Fennelly et al., 1998). Karena itu, perlu dipertimbangkan berbagai metode yang tersedia untuk mencapai ventilasi yang memadai pada ruangan yang digunakan untuk mengisolasi penderita ISPA yang mungkin menderita ISPA yang tertular melalui airborne. Pada pedoman. ini. menurut. WHO. tahun. 2007,. istilah. “ruang. Kewaspadaan Transmisi Airborne” digunakan untuk menyatakan suatu ruangan dengan ≥ 12 ACH ( Air Change Per Hour atau Pertukaran udara perjam) dan arah aliran udara yang diharapkan, yang dapat dicapai dengan ventilasi alami atau mekanis. Ruangan seperti ini dapat digunakan untuk mengisolasi pasien yang terinfeksi patogen yang ditularkan melalui udara (misalnya, tuberkulosis paru, campak, cacar air) dan ISPA yang disebabkan oleh agen baru yang dapat menimbulkan kekhawatiran sebelum cara penularannya diketahui. Ruang Kewaspadaan Transmisi Airborne dapat diberi ventilasi alami atau mekanis. Sebaliknya, bila suatu ruangan berventilasi baik (≥12 ACH) tapi aliran udaranya tidak ditentukan, dalam pedoman ini ruangan tersebut dinamakan “ruang untuk satu penderita ISPA yang berventilasi memadai”. Walaupun standar ventilasi yang memadai di ruang isolasi telah ditetapkan sebesar 12 ACH (Ninomura et al., 2001) (Mayhall, 2012) (Wenzel, 1987), penurunan risiko infeksi yang sebenarnya perlu.

(49) 33. diteliti lebih lanjut. Yang terpenting adalah tingkat ventilasi (yaitu, ACH) dalam ruang bila ada kemungkinan penularan droplet nuklei. Tabel 2 memberikan informasi mengenai hubungan tingkat ventilasi dengan penurunan konsentrasi droplet nuklei di ruang isolasi dengan tingkat ventilasi yang berbeda, dengan menggunakan persamaan penurunan konsentrasi (Etheridge et al., 1996). Asumsi untuk persamaan ini adalah: 1) ACH tetap konstan; dan 2) konsentrasi droplet nuklei di ruang tertutup seragam (biasanya tidak. demikian. menggunakan. dalam. situasi. persamaan. yang. penurunan. sebenarnya). konsentrasi,. Dengan terjadi. penguraian 10 kali dalam 10 menit dengan 15 ACH. Karena kuantitas atau jumlah partikel bakteri yang dihasilkan tidak seragam disetiap ruangan yang berbeda, ventilasi yang memadai dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko infeksi, dan dengan demikian diperlukan APD yang sesuai..

(50) 34. Tabel 2. Penurunan Konsentrasi Droplet Nuklei Di Ruang Isolasi Tertutup Dengan Tingkat Dan Lama Ventilasi Lingkungan Yang Berbeda Lama Ventilasi Terbuka (menit) 60 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0. % Penurunan Konsentrasi Mikroorganisme (Droplet Nuklei) Dengan Tingkat Ventilasi (ACH) (Jam): 6 9 12 15 18 21 24 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 60,7 47,2 36,8 28,7 22,37 17,4 13,5 36,8 22,3 13,5 8,2 5,0 3,0 1,8 22,3 10,5 5,0 2,4 1,1 0,5 0,3 13,5 5,0 1,8 0,7 0,3 0,1 0,0 8,2 2,4 0,7 0,2 0,1 0,0 0,0 5,0 1,1 0,3 0,1 0,0 0,0 0,0 3,0 0,5 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,8 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 (Etheridge et al.,1996). Pada tabel diatas terlihat bahwa lama buka ventilasi mempengaruhi persen penurunan konsentrasi mikroorganisme pada tingkat pertukaran udara perjam. Hal ini dijadikan sebagai dasar untuk membuat skema skenario model sehingga dapat menekan laju Droplet Nuklei di udara yang berada di dalam ruangan. 4. Kebersihan Pernapasan / Etika Batuk Pencegahan dan pengendalian penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi (pencegahan dan pengendalian sumber) menjadi kunci untuk menghindari penularan akibat kontak tanpa pelindung. Untuk penyakit yang ditularkan melalui droplet besar dan/atau.

(51) 35. droplet nuklei, kebersihan pernapasan/etika batuk harus diterapkan oleh semua orang yang memperlihatkan gejala infeksi pernapasan (Control et al., 2007). Semua orang (petugas kesehatan, penderita ISPA, keluarga penderita, dan pengunjung) yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala infeksi pernapasan harus: a. Menutup mulut dan hidung mereka saat batuk/bersin; b. Menggunakan tisu, saputangan, masker linen, atau masker. bedah bila tersedia, sebagai pencegahan dan pengendalian sumber untuk menahan sekret pernapasan, dan membuangnya ke tempat limbah; c. Menggunakan. masker. bedah. menghadapi. orang. yang. batuk/bersin bila memungkinkan; dan d. Membersihkan tangan. (WHO, 2007). 5. Rekomendasi pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah ISPA dapat menyebar dengan mudah di dalam suatu keluarga. Setiap orang yang bersentuhan dengan orang yang sakit yang belum terinfeksi berisiko mengalami infeksi. Anggota keluarga harus melaksanakan rekomendasi berikut: a. Sedapat mungkin batasi kontak dengan orang yang sakit. Tinggallah di kamar yang berbeda, atau bila hal ini tidak memungkinkan, tinggallah sejauh mungkin dari orang yang.

(52) 36. sakit, misalnya tidur di kasur atau kamar tidur yang terpisah, bila memungkinkan. b. Ruang bersama (WC, dapur, kamar mandi, dll.) harus berventilasi baik (misalnya, ventilasi alami, dengan selalu membuka jendela). c. Pembersihan lingkungan sangat penting untuk mencegah penularan tak langsung, terutama di ruang bersama. d. Bila perawatan jarak dekat harus dilakukan kepada orang yang sakit, orang yang sakit tersebut harus menutup mulut/hidungnya dengan tangan atau benda lain (misalnya, tisu, sapu tangan, atau bila tersedia, masker linen atau masker bedah). Bila tersedia, keluarga yang merawat juga harus mengenakan masker bedah atau alat pelindung terbaik yang ada untuk mencegah droplet pernapasan saat berdekatan dengan orang yang sakit. Pada rekomendasi ini, penggunaan masker dijadikan sebagai salah satu skema skenario model kejadian ISPA sebagai dasar bahwa organisasi kesehatan WHO telah merekomendasikan pengendalian ISPA melalui beberapa cara, salah satunya adalah penggunaan masker. Oleh karena itu, skenario penggunaan masker sangat baik untuk menekan laju penyebaran virus / bakteri diudara dan menekan laju penderita ISPA..

(53) 37. e. Benda yang digunakan untuk menutup mulut/hidung harus dibersihkan atau dibuang ke tempat yang aman. f. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila kontak terjadi, bersihkan tangan segera setelah kontak. g. Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air atau antiseptic berbasis alkohol. Ada kekhawatiran keamanan (yaitu, tertelan, bahaya kebakaran) yang harus diperhatikan sebelum antiseptik berbasis alkohol dapat dianjurkan untuk digunakan di rumah. h. Orang yang lebih berisiko mengalami penyakit berat tidak boleh merawat orang yang sakit atau berdekatan dengan orang yang sakit tersebut. Untuk influenza musiman, orang yang lebih berisiko meliputi orang yang menderita penyakit jantung, paru, atau ginjal, diabetes, gangguan kekebalan, penyakit darah (misalnya, anemia sel sabit), wanita hamil, orang berusia >65 tahun atau anak-anak berusia <2 tahun. i.. Kemungkinan pajanan terhadap orang sakit atau benda terkontaminasi lainnya harus dihindari, misalnya menggunakan bersama sikat gigi, rokok, perlengkapan makan, minuman, handuk, lap pembersih badan, atau linen tempat tidur.. j.. Rekomendasi kesehatan masyarakat yang diberlakukan pada saat itu harus diikuti bila salah satu anggota keluarga.

(54) 38. memperlihatkan gejala ISPA meliputi demam, batuk, nyeri tenggorok, dan sesak napas. k. Orang yang merawat anggota keluarga yang menderita ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus membatasi kontak mereka dengan orang lain dan harus mengikuti kebijakan nasional/lokal mengenai rekomendasi karantina di rumah (Organization, 2007)..

(55) 39. B. Tinjauan Umum Tentang Pemodelan Dinamik a. Model Model. adalah. perumusan. matematika. dari. proses-proses. fisika/kimia/biologi suatu fenomena alam, sehingga jika dimasukkan datadata penunjang, kemudian dihitung dengan metode perhitungan tertentu, akan dapat dihasilkan gambaran proses secara keseluruhan. Modeling diartikan sebagai ilustrasi penggambaran, penyederhanaan, miniatur, visualising, atau kreasi prediksi innovative. Pemodelan dipergunakan untuk menjelaskan fenomena fisik, kimia, dan biologi yang terjadi dalam proses tersebut. Beberapa keuntungan dari pemodelan ini adalah yang pertama dapat digunakan sebagai sarana simulasi, sehingga dengan model kita dapat memprediksi, memperkirakan, dan mempelajari berbagai kemungkinan yang dapat terjadi jika berbagai skenario diaplikasikan dalam model. Kedua, hanya dengan data yang tersedia kita mampu mengetahui tingkat keparahan suatu kasus hingga sampai 100 tahun mendatang. Dan yang terakhir adalah sangat efisien dan efektif dalam hal pengeluaran dana untuk operasional saat ini dan mendatang. Sebelum menyusun model yang harus diperhatikan antara lain : 1. Model adalah representasi dari sebuah teori, sehingga jika teori yang digunakan benar maka model juga seharusnya menghasilkan keluaran yang benar, dan sebaliknya..

(56) 40. 2. Asumsi dan penyederhanaan yang dibuat ketika menyusun model harus mengikuti aturan/teori yang berlaku, setiap asumsi yang dibuat harus didokumentasikan / dicatat dengan baik. 3. Untuk menghitung model matematika biasanya digunakan pendekatan metode. numerik,. sehingga. harus. didefinisikan. dengan. baik. kemungkinan kesalahan perhitungan dari metode numerik yang dipilih / digunakan (Mallongi, 2012). b. Membangun Model Suatu model dikatakan sahih bila model tersebut sesuai dengan kenyataan empirik yang ada. Hal ini dapat dicapai apabila pemodelan tersebut sesuai dengan metode ilmiah. Sesuai dengan karakteristik system dinamis, setidak-tidaknya diperlukan suatu pengungkapan kerangka sentral struktur pembuatan keputusan yang esensial. Untuk itu harus dapat dibuat pendekatan tentang kebijakan pengendalian (controlling policy) pada setiap titik keputusan yang penting dalam sistem. Pemahaman kebijakan dapat dikerjakan dengan sempurna jika peneliti: 1. Memiliki suatu konsep yang memadai dan tepat tentang apakah suatu keputusan itu dan pentingnya suatu kebijakan yang dapat menjelaskan proses keputusan; 2. Memiliki suatu struktur yang memadai yang menghubungkan status (keadaan) sistem terhadap kebijakan, keputusan-keputusan dan tindakan;.

(57) 41. 3. Disadari bahwa proses tersebut mengalami gangguan (noise) dan tidak. akan. mendapatkan. dan. memerlukan. pengungkapan. (representasi) pembuatan keputusan (decision making) yang sangat teliti; 4. Memanfaatkan. sebaik-baiknya. keunggulan. dan. kelebihan. pengalaman dan informasi deskriptif yang luas yang boleh jadi mengandung 98% informasi yang esensial dalam pembuatan keputusan. Dua persen sisanya berasal dari data statistik dan numerik yang formal; 5. Menyadari bahwa suatu pernyataan kuantitatif kebijakan yang formal tidaklah membawa implikasi adanya suatu ketelitian yang mutlak. Kita dapat membuat pernyataan kuantitatif formal yang berhubungan dengan setiap pernyataan yang dapat diungkapkan melalui suatu bahasa yang dimengerti. 6. Ketelitian. deskriptif. pengkuantifikasian (decision. policy).. yang. ide-ide. relatif. sedikit. tidak. menghambat. tentang suatu kebijakan. Pemberian. suatu. bilangan/angka. keputusan tidaklah. menaikkan tingkat akurasi/ketepatan pernyataan yang sebenarnya. Pendapat umum yang mengatakan bahwa seseorang tidak dapat mengkuantifikasikan suatu aturan keputusan (decision rule) (Aziz, 2008)..

(58) 42. Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis untuk merumuskan kebijakan haruslah merupakan suatu wahana untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem (fenomena). Melalui jalan dan cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat diperoleh dan perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari. Dengan demikian model yang dibentuk untuk tujuan seperti di atas haruslah memenuhi syarat-syarat yaitu, a). adanya elemen-elemen yang dinamis. Elemen-elemen ini merupakan efek dari suatu intervensi (kebijakan) yang digambarkan dalam bentuk perilaku dan merupakan suatu kejadian berikutnya, b). mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut; c). memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek dan jangka panjang (kompleksitas dinamik); d). perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi); dan e). mampu menjelaskan mengapa suatu perilaku tertentu (transisi yang sukar misalnya) dapat terjadi (Aziz, 2008). Burger dalam Aziz (2008) menambahkan bahwa dalam hubungannya dengan validitas model, suatu model haruslah sesuai dengan realitas empirik yang ada. Model merupakan hasil dari suatu upaya untuk.

(59) 43. membuat tiruan kenyataan tersebut dan upaya pemodelan haruslah memenuhi dan sesuai dengan metode ilmiah. c. Sistem Sebagai Black Box Kompleksitas dari kehidupan nyata adalah bahwa kita memiliki atau sedikit memiliki pengetahuan yang lengkap dari pekerjaan dalam sebuah sistem, bahkan kita belum mampu untuk mengidentifikasi komponen fisiknya. Seringkali alasan utama dari kurangnya pengetahuan ini adakah bahwa perilaku sistem dipengaruhi oleh beragam aspek. Jelas bahwa bagaimana otak manusia berfungsi hanya mengerti sebagian dari kondisi nyata. Jadi tidak ada pengertian penuh tentang bagaimana orang bisa belajar. Secara bersamaan, perkembangan besar yang dilakukan dalam meteotologi, secara cuaca hanya dimengerti sebagian. Sebagai hasilnya, prediksi cuaca terkadang salah. Komputer atau mesin yang lain telah gagal dalam banyak sekali alas an. Ini mungkin tidak praktis untuk tetap menelusuri sebab individual. Jadi hanya rekaman kumpulan saja yang dikumpulkan (Ristono, 2011). Dari masing-masing contoh, bagian dalam sistem pada dasarnya adalah kosong, yang kita ketahui adalah input dan output dari sistem. Untuk para pengamat, ini seperti sebuah kotak hitam dengan banyak kabel ke dalam dan keluar kotak, tapi tidak ada cara untuk mengetahui apa yang terjadi didalamnya. Jika tujuan kita adalah untuk memprediksi output dari sistem seperti ini dalam merespon beragam input, yang kita.

(60) 44. perlukan hanyalah menemukan bentuk dari hubungan fungsional antara input dan output (Ristono, 2011). Dalam beberapa situasi lain, proses transformasi mungkin dapat diketahui dengan jelas. Bagaimanapun juga, daripada mewakili proses tersebut kedalam bentuk yang sangat detail dan lengkap, maka mungkin akan sangat sempurna bila hanya memandang proses tersebut sebagai sebuah pekerjaan black box dan secara sederhana mengekspresikan beragam aktifitas proses transformasi oleh sebuah hubungan fungsional tunggal. Pendekatan ini secara bertahap digunakan sebagai sebuah substitusi untuk proses transformasi dari sebuah sub-sistem yang menerima input dari lingkungan dan memberikan output ke komponen lain dari sistem (Ristono, 2011). d. Sistem Dinamik Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami bagaimana sesuatu berubah menurut waktu (Forester, 1999 dalam (Purnomo et al., 2005)). Sistem dinamik merupakan metoda yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari, 2007). Metodologi sistem dinamik ini telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metoda pemecahan masalah-masalah kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari berbagai macam variabel di dalam sistem..

(61) 45. Sistem awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik dilakukan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Sejak tahun 1970-an, peneliti telah menggunakan pemodelan Sistem Dinamis untuk lebih memahami beberapa masalah kesehatan, serta untuk memahami penderita penyakit kronis menggunakan metode epidemiologi konvensional. Beberapa contoh yang signifikan termasuk studi masalah kesehatan seperti Penyakit Kardiovaskular, Kanker Serviks, Klamidia, Kokain, Demam Berdarah, Diabetes, Infeksi pneumokokus yang resistan terhadap obat, Heroin, HIV / AIDS dan lain-lain (Jones et al., 2006). Sistem dinamik dititikberatkan pada penentuan kebijakan dan bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang dapat dimodelkan dengan menggunakan sistem dinamik. Dalam metodologi sistem dinamik yang dimodelkan adalah struktur informasi sistem yang didalamnya terdapat sumber informasi dan jaringan aliran informasi yang saling terhubung . Metodologi Sistem Dinamis yang berulang, berkembang untuk memperkaya wawasan dan untuk perubahan kondisi ataupun tujuan (Homer, 1996, dalam Jones et al, 2006). Hal ini memungkinkan pemangku.

(62) 46. kepentingan untuk menggabungkan pengetahuan mereka dari situasi yang sedang bermasalah menjadi hipotesis dinamis dan kemudian menggunakan simulasi komputer, untuk membandingkan berbagai skenario untuk menavigasi perubahan. Model dinamik merupakan suatu metode pendekatan eksperimental yang mendasari kenyataan-kenyataan yang ada dalam suatu sistem untuk mengamati tingkah laku sistem tersebut (Richardson dan Pugh, 1986 dalam (Nuroniah, 2003)). Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi sebab akibat adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cara kerja suatu sistem. Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah : 1. Identifikasi dan definisi masalah 2. Konseptualisasi sistem a. Menyusun hipotesis dasar teori yang terlibat dalam proses termaksud b. Mengevaluasi dasar teori termaksud 3. Formulasi model a. Menyusun algoritma solusi numerik b. Melakukan perhitungan menggunakan komputer 4. Simulasi model Simulasi adalah aktifitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem dengan mempelajari perilaku model dalam beberapa hal yang.

(63) 47. memiliki kesamaan dengan sistem sebenarnya (Gotfried, 1984 dalam Nuroniah, 2003). Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan tahapan yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi. Keuntungan penggunaan simulasi antara lain dapat memberikan jawaban apabila model analitik yang digunakan tidak memberikan solusi optimal. Model disimulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang lebih sedikit (Siagan, 1987, dalam Nuroniah, 2003). Analisis tingkah laku model dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi komputer. Simulasi merupakan penyelesaian persamaan matematis secara bertahap dari suatu sistem untuk mengetahui perubahan yang terjadi, sehingga dapat dipelajari perilaku sistem tersebut.. Metode simulasi mempunyai keunggulan. yaitu. pada. kemampuanya memberikan informasi secara cepat (Buntuan, 2010). 5. Analisa kebijakan 6. Implementasi kebijakan Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik ini diawali dan diakhiri dengan pemahaman sistem dan permasalahanya sehingga membentuk suatu lingkaran tertutup. Diagram pendekatan metoda sistem dinamik.

(64) 48. dapat dilihat pada gambar 3. Dalam konteks sistem dinamik terdapat tiga komponen utama, yaitu : 1. Pengambilan keputusan, adalah suatu usaha untuk menyelesaikan masalah dan melakukan sesuatu. 2. Analisis sistem umpan balik, berhubungan dengan penggunaan informasi secara tepat untuk mengambil keputusan tersebut. 3. Simulasi, memberikan representasi kepada para pengambil keputusan terhadap hasil dari keputusan di masa mendatang.. Gambar 3. Diagram Pendekatan Metode Sistem Dinamik (Widayani, 1999 dalam (Utami, 2006)). Dalam penyusunan suatu model dinamik terdapat tiga bentuk alternatif yang dapat digunakan yaitu verbal, visual, dan model matematis. Model.

(65) 49. verbal adalah model sistem yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Model visual dinyatakan dalam bentuk diagram dan menunjukkan hubungan sebab akibat banyak variabel secara sederhana dan jelas. Model visual juga dapat direpresentasikan ke dalam bentuk model matematis yang merupakan perhitungan-perhitungan. terhadap. suatu. sistem.. Semua. bentuk. perhitunganya bersifat ekivalen, dimana setiap bentuk berperan sebagai alat bantu yang dapat dimengerti. Menurut Hartisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik dapat memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan. Di dalam system dynamics lingkaran umpan balik menyatakan hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diamati. Hubungan ditandai dengan tanda dan arah. Arah panah (→) menunjukkan variabel sebab, sedangkan tanda (+) atau (-) menunjukkan pengaruh pada variabel akibat. Berdasarkan tanda dan arah panah, maka terdapat dua macam lingkaran umpan balik yaitu lingkaran umpan balik positif untuk sistem umpan balik positif dan lingkaran balik negatif untuk sistem umpan balik negatif. Sistem pada lingkaran umpan balik positif bersifat devergen yaitu adanya suatu proses pertumbuhan. yang. berkesinambungan. yang. akan. menghasilkan.

(66) 50. pertumbuhan eksponensial. Sistem pada lingkaran umpan balik negatif berusaha mencapai suatu tujuan. Keluaran (output) akan mempengaruhi kembali masukan (input) jika tujuan belum tercapai. Hasil kerja pada sistem umpan balik negatif meliputi penyesuaian dan keseimbangan. (Aziz, 2008) Dengan demikian metode system dynamics mensyaratkan bahwa suatu model haruslah mempunyai banyak titik kontak (points of contact) dengan kenyataan (reality) dan membandingkan secara berulang kali dengan dunia nyata (real world) melalui titik-titik kontak tersebut dan hendaknya membuat model menjadi semakin robust. Kemudian barulah model itu dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk memahami dunia nyata dan untuk merancang kebijakan-kebijakan yang dapat mengubah dunia nyata tersebut (Aziz, 2008). Penggunaan model simulasi sistem dinamis dikarenakan sistem dinamis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode peramalan konvensional yaitu model sistem dinamis dapat memberikan perkiraan yang lebih handal dari pada model statistik serta model sistem dinamis menyediakan cara untuk memahami penyebab perilaku industri, mendeteksi terhadap perubahan dini dalam struktur dan penentuan faktor-faktor yang meramalkan perilaku secara signifikan dan sensitif. Model sistem dinamis memungkinkan penentuan skenario yang masuk akal sebagai masukan untuk keputusan dan kebijakan (Axella et al., 2012). Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem.

(67) 51. dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo. Simile, Stella, Powersim, Vensim, I-think dan lain-lain .Pemilihan Stella sebagai software untuk simulasi model adalah karena kemudahan dan ketersediaan pada saat penelitian. Pemodelan dinamik terdiri dari variabel-variabel yang saling berhubungan. Dalam Stella yaitu perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi terdapat variabel-variabel yaitu Stock, Flow, Conventer, dan Connector. Pada model yang telah dibuat, data kuantitatif dimasukan dengan mengklik variabel-variabel yang tersedia seperti Stock, Flow, Converter dan Connector. Kemudian nilai atau formula matematika di inputkan ke dalam variabel-variabel tersebut untuk mengkalkulasi model. Adapun definisi dari masing-masing jenis variabel tersebut adalah sebagai berikut. 1. Stocks Stocks. Stock ini merupakan hasil suatu akumulasi. Fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya. 2. Flows Flows.

(68) 52. Fungsi dari flow seperti aliran yakni menambah atau mengurangi stock. Arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut. Aliran bisa satu arah maupun dua arah.. Gambar 4. Tampilan Alat Bantu Untuk Menyusun Model Pada Stella, Building Blocks pada Mapping Layer dan Model Construction Layer. 3. Converters Converters. Converter mempunyai fungsi yang luas, dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y). Secara umum tugasnya adalah mengubah suatu input menjadi output..

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung 9.475 &gt; Ftabel 2,78 dan nilai signifikan sebesar 0,000&gt; 0,05 , dengan demikian Ho diterima, hal

The pattern of the Old City established earlier has two city centers, the native city center – with Alun-alun and Kabupaten as the main elements - and the colonial

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan augerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menuangkan apa yang dirancang didalam laporan

Administrative staff for providing better service excellence to the

Bertolak dari hasil penelitian tersebut, peneliti bertujuan untuk mengemas kembali bahan ajar pada materi ikatan kimia dengan harapan konsep-konsep kimia tersebut dapat

Laporan akhir ini disusun berdasarkan hasil pembuatan alat dengan judul “ Pembuatan Pulp dari Bahan Baku Serat Lidah Mertua (Sansevieria).. dengan Menggunakan

Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas limpahan rahmat-Nya kita dapat hadir bersama-sama pada Rapat Paripurna VIII,

Dokumen LKjIP menyajikan hasil pengukuran kinerja tahun 2015 serta evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerjanya, sehingga dokumen LKjIP ini dapat memberikan informasi