• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Mahasiswa dan Tantangannya

N/A
N/A
Muhamad Fajri

Academic year: 2022

Membagikan "Peran Mahasiswa dan Tantangannya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MAHASISWA DAN TANTANGANNYA

Hadiah untuk mereka yang bergerak

Oleh : Dr. Zamroni, M.Pd Muhamad Fajri, M.Pd

(2)

A. PENDAHULUAN

Pandemi covid-19 selain merupakan fenomena sosial kesehatan, juga merupakan alat atau media dalam percepatan perkembangan teknologi global, ada banyak permasalahan yang disebabkan oleh covid-19, seluruh aspek kehidupan pun mengalami perubahan drastis, mulai dari sosial, ekonomi, hukum, hingga ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dahulu diketahui bahwa krisis ekonomi memiliki solusi terbaik dari formulasi sistem politik, selanjutnya krisis politik mengharapakan solusi dari sistem pendidikan. Hari ini terlihat dengan fenomena covid-19, krisis politik sangat bergantung pada isu kesehatan, sehingga menjadi suatu kewajaran ketika pandemi covid-19 ada banyak kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Covid-19 telah menginfaqkan masalah yang kompleks kepada manusia, akan tetapi sebgai makhluk ciptaan Allah yang dianugerahi potensi jasamani atau fisik, ruhni atau spiritual dan akal dalam mengurus bumi (khlifah fil arrdh), maka kemudian masalah tersebut juga akan dijadikan modal untuk melakukan transaksi kehidupan yang lebih baik dan selaras dengan perkembangan yang ada. Potensi tersebut pun telah memiliki komponen pendukung dalam mencapai keberhasilannya, yakni terdapat beberapa kompetensi atau kemahiran (maharah), diantara berfikir, bersosial, berkarya, dan lain-lain1. Pemanfaatan potensi dengan maksimal akan berdampak positif terhadap kemahiran dihasilkan, kemudian secara spesifik individu mansia pun, dengan kecendrungan kompetensi yang dimiliki setiap manusia yang berbeda-beda, akan menghasilkan peran-peran penting.

Dalam tatanan sosial, setidaknya ada beberapa tipe masyarakat berdasarkan dominasi kompetensinya, ada pemerintah, politisi, militeris, akademisi, dan sipil biasa. Jika ditarik lurus atas permasalahn awal yang dungkapkan, maka diskursus pada tulisan ini berfokus pada akademisi, yang terdiri dari dosen, pakar, ahli dan mahasiswa. Dalam lingkaran ini, mahasiswa merupakan instrument utamam dalam menghadapi berbagai aspek permasalahan, dengan berbagai macam latar belakang keilmuan, seyogyanya dapat dipadukan sehingga menghasilkan sebuah sistem dan tatanan yang baik. Mahasiswa memiliki otoritas untuk mengorganisir, melakukan

1 Irawan, Potensi Manusia dalam Perspektif Alqur’an, dalam Islamika :Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial Budaya, Vol.13, No.1, (2019), 48-77 DOI : https://doi.org.10.33592/islamika.v13i1.153 , Jurnal ini ditemukan dalam proses akreditasi, sehingga disarankan bagi partisipan seminar (mahasiswa) dapat memanfaatkan jurnal dengan status seperti ini, selain sebagai sarana publikasi karya ilmiah sekaligus membantu percepatan akreditasi.

(3)

penelitian, tindakan konkrit dan lain sebagainya. Tindakan maupun kegiatan mahasiswa pada dasarnnya gharus berangkat dari sebuah gerakan idealis, baik individu, kelompok, dan masyarakat luas.

Sehingga muara dari pada seluruh kegiatan dan tindakan tersebut merupakan pemandangan rill dari sebuah aspirasi. Melalui peran mahasiswa, aspirasi yang dapat berbentuk dukungan, tuntutan dan penolakan, seluruhnya harus tetap terakomidir secara ilmiah, hal ini dilakukan sebab posisi mahasiswa yang berada di lingkaran akademisi. Sehingga menjadi penting untuk dilakukannya peningkatan nilai perhatian terhadap dunia penelitian dan riset baik berangkat dari hasil pembacaan teks, fenomena, maupun penciptaan produk yang berbasis masalah kehidupan kemasyarakatan.

Sehingga dalam kesempatan ini perlu dilakukan transfer kesadaran, terhadap masalah yang telah diuraikan, mulai dari proses optimalisasi peran mahasiswa, pengungkapan tantangan masa depan, dan identifikasi peluang mahasiswa dalam mengaktualisasikan peranannya.

B. OPTIMALISASI PERAN MAHASISWA

Aspirasi mahasiswa, sebagaimana yang telah diuraikan bahwa terdapat beberapa bentuk aspirasi, yakni dukungan, tuntutan, dan penolakan. Aspirasi yang berbentuk tiga macam tersebut merupakan hal penting untuk dilakukan dan disikapi, sebab merupakan bagian dari pengukuran terhadap langkah-langkah berikutnya, baik itu tindak lanjut, pemberhentian, dan perubahan atai perbaikan. Semisal ditebirkannya suatu kebijakan tentang pemangkasan birokrasi yang mengarah kepada persiapan penggunaan layanan berbasis teknologi AI (Artificial Intellegence). Masalah ini setidaknya memiliki dampak positif dan negatif. Sisi positif, kebijakan ini memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendapatkan layanan pemerintah dengan indikasi pengehematan waktu dan anggaran rumah tangga, namun sisi negatifnya ialah diperlukan kebijakan pendamping terhadap resiko yang disebab kebijakan tersebut, seperti penyelarasan struktur organisasi dan penggemukan rasio pengangguran.

Pemisalan masalah di atas adalah merupakan bagian dari upaya yang dilakukan pemerintah yang bertepatan dengan fenomena pandemi covid-19, maka mahasiswa dengan perannya perlu menindak lanjut segala kebijakan yang semisal, dengan penuh kebijaksanaan. Berangkat dari peran agent of change, social control,

(4)

moral force, guardian of value, dan iron stock. Masing-masing dari peran tersebut, memiliki tahapan atau langkah konkrit dalam upayanya.

1. Agent of Change (Penggerak Perubahan)

Mahasiswa sebagai penggerak perubahan dimaksudkan sebagai manifestasi terhadap pemaknaan firman Allah SWT :

…ْمِهِسُفْنَاِب اَم اْوُرّيَغُي ىّٰتَح ٍمْوَقِب اَم ُرّيَغُي َل َهّٰللا ّنِا…

Terjemah : “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. …” (Q.S.

Arra’ad 13 : 11).

Ayat di atas diartikan sebagai bentuk tuntutan akan sikap dinamis dalam berkehidupan, sehingga dipastikan adanya perubahan dan perkembangan.

Konkritnya kesadaran terhadap gerakan perubahan kepada kondisi yang lebih baik setidaknya ada 7 langkah:

1.1. Kesadaran pentingnya perubahan;

1.2. Penguatan hubungan melalui intensitas pertukaran informasi;

1.3. Identifikasi masalah;

1.4. Mendorong niat/motivasi untuk perubahan;

1.5. Transformasi motivasi menjadi aksi;

1.6. Pengadobsian konsep : merawat orientasi dan menolak pembatalan; dan 1.7. Pencapaian hubungan dan menciptakan penggerak perubahan baru

(regeneration of the agent of change)2.

Sebuah perubahan tentunya berbentuk sebuah inovasi atau kebijakan terbarukan, yang dimaksudkan ialah mahasiswa melakukan inovasi dengan penuh kekhidmatan dalam menjalankan perannya secara terus-menerus dan sungguh- sungguh.

2. Social Control (Pengendalian Sosial)

Pengendalian sosial ketika telah melakukan inovasi atau kebijakan terbarukan, merupakan item terdalam ketika melakukan pengedobsian suatu konsep, sehingga kemudian dapat memberikan dampak signifikan, hal ini juga menjadi perhatian Allah SWT melalui firmannya dalam surah Al-Hujarat ayat 13 :

اْوُفَراَََعَتِل َلِٕى َبَقّو اًبْوُع ُش ْمُكٰنْلَعَجَو ىٰثْنُاّو ٍرَكَذ ْنّم ْمُكٰنْقَلَخ اّنِا ُساّنلا اَهّيَآٰي

ۚ ۤا

ٌرْيِبَخ ٌمْيِلَع َهّٰللا ّنِا ْمُكىٰقْتَا ِهّٰللا َدْنِع ْمُكَمَرْكَا ّنِا ۗ

2 Saiful Anwar dan Widyaiswara Utama, Agen Perubahan, dalam Pudiklat Bea dan Cukai.

https://mediabppk.kemenkeu.go.id/pb-old/images/file/pusbc/Artikel/2013_AGEN_PERUBAHAN.pdf

(5)

Terjemah : “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti” (Q.S. Al-Hujarat 49 : 13).

Secara singkat ayat di atas memberikan perintah untuk menjalin hubungan kepada siapa saja, dalam rangka meningkatkan ketakawaan, sebab secara sosial keagamaan, manusia yang mulia bukanlah yang memiliki harta yang berlimpah dan jabatan yang tinggi, tetapi manusia yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi, sebagai seorang yang merupakan bagian dari kalangan akademisi yang syarat akan keilmuan yang tinggi dan mendalam, kemudian disebut juga sebagai pewaris para nabi, dengan ilmu mahasiswa pun melakukan perubahan, pengendalian, dan lain sebagainya, layaknya tugas nabi sebagai utusan Allah untuk perbaikan dari generasi ke generasi, tentu juga dengan bermodalkan ilmu.

Agar misi pengendalian sosial ini tercapai, maka perlu dilakukan penentuan prinsip dalam pelaksanaannya diantaranya :

2.1. Dinamis dan fleksibel sesuai kondisi dan situasi perubahan sosial;

2.2. Tersistem dan selaras, hingga dapat diterima oleh objek;

2.3. Memiliki batasan atau penentuan ruang lingkup; dan 2.4. Menciptakan kriteria berdasarkan aspek sosial3.

Oleh karena peran ini merupakan bagian dari gerakan perubahan, maka langkah- langkahnya mengikut kepada gerakan tersebut, sehingga peran ini selalu terkandung dalam langkah gerakan perubahan.

3. Moral Force (Penguatan Moral)

Mahasiswa dengan peran penguatan moral diartikan bahwa mahasiswa semestinya memiliki moral yang kuat pula, karena suatu yang mustahil sebuah proses penguatan dilakukan oleh orang yang lemah, hal ini diungkapkan karena adanya kepentingan tauladan dalam penguatan moral.

َنْوُلَعْفَت َل اَم اْوُلْوُقَت ْنَا ِهّٰللا َدْنِع اًتْقَم َرُبَك

Terjemah : “Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. As-Saff 61 : 3).

3 Edward Alworth Ross, Social Control : a Survey of The Foundation of Order, Reprinted III, (Lincoln : The Macmillan Company, 1906), 376-432.

(6)

Secara singkat penguatan moral ini selain dari pada menjamin telah dilakukan hal tersebut dengan permulaan terhadap diri sendiri, maka kemudian perlu tindakan implikatif terhadap masyarakat, dengan demikian maka tujuan peran ini akan tercapai, yakni menciptakan Negara dan bangsa yang lebih baik, atau lebih tepatnya peran memberikan rambu-rambu bahwa mahasiswa memiliki beban moral kebangsaan dan kenegaraan. Memelihara nilai kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pendahulu.adapun langkah konkrit tersebut ialah :

3.1. Pemebenahan kondisi moral internal komoditas mahasiswa;

3.2. Pernyamaan persepsi visi, misi dan idealism; dan

3.3. Membuat dan menyusun tujuan kemajuan Negara dan bangsa.

Kemudian perlu pula diketahui nilai-nilai moral yang diperkuat oleh mahasiswa, yang bernagkat dari penafsiran kalimat-kalimat dasar Negara, pancasila, (1) rasa homat; (2) Tanggungjawab; (3) Kejujuran; (4) Keadilan; (5) Toleransi; (6) Kebijaksanaan; (7) Tolong Menolong; (8) Kerja Sama; (9) Keberanian; dan (10) Demokratis.

4. Iron Stock (Harapan Masa Depan)

Calon pemimpin masa depan, inilah kalimat yang tepat bagi mahasiswa mana saja yang ingin mengetahui perannya. Pemimpin masa depan dapat dimaknai dengan kiasan sebuah harapan masa depan, sehingga harus terus dijaga dan terus melakukan pengayaan ilmu pengetahuan dan kompetensi pendukung lain sesuai dengan kecondongan dalam sebuah aspek kehidupan. Misal memiliki kecendrungna dalam mengkaji ilmu sosial keagamaan, maka di kemudian hari akan diberikan tanggungjawab untuk menahkodai sebuah organisasi keagamaan, baik instansi, maupun lain, sehingga dapat memanfaatkan wadah organisasi tersebut dalam melakukan inovasi atau kebijakan tertentu.

Dalam rangka memenuhi harapan tentang pemimpin masa depan, maka ada beberapa aktivitas atau kegiatan yang sekiranya dapat memberikan bekal bagi mahasiswa, yakni :

4.1. Pelatihan Kepemimpinan

4.2. Diskusi tentang prediksi atau gambaran masa depan

4.3. Melakukan analisis secara mandiri terkait pengalaman dan pengetahuan 4.4. Aktif atau memiliki antusias dan kepedualian terhadap kegiatan sosial

Keempat kegiatan ini tentu beriringan dengan peran mahasiswa dalam moral force yang mana memberikan nilai tambah dalam kegiatan untuk meningkatkan

(7)

potensi pemimpin tiap individu mahasiswa. Misal berdiskusi dengan adil, sehingga tidak menjadi masalah kusir, juga keberanian dalam mengekspresikan kepedualiannya, dan lain sebagainya. Kepemimpinan seperti inilah yang dimaksudkan, dalam firman Allah SWT :

ِعََِبّتَت َلَو ّقَحْلاََِب ِساّنلا َنْيَب ْمُكْحاَََف ِضْرَ ْلا ىِف ًةَََفْيِلَخ َكََٰنْلَعَج اّنِا ُدٗواَدََٰي

ْمُهَل ِهََّٰللا ِلْيِب َََس ْنَع َنْوّل ََِضَي َنْيِذّلا ّنِا ِهََّٰللا ِلْيِب َََس ْنَع َكّل ََِضُيَف ىٰوَََهْلا ۗ

ࣖ ِباَسِحْلا َمْوَي اْوُسَن اَمِب ٌدْيِد َش ٌباَذَع ۢ

Terjemah: “(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan” (Q.S. Sad 38 : 26).

5. Guardian of Value (Menjaga Nilai)

Setelah menyadari pentingnya perubahan, sampai konkrit melakukan perubahan (agent of change) dengan salah satu langkah wujudnya melakukan pengendalian sosial (social control) dengan memgang prinsip moral kebangsaan, serta terus melakukan penguatan terhadap moral (moral force) tersebut, demi kedamaian dan ketentraman bangsa dan Negara, kemudian melakukan pembentukan karakter dan membangun kapasitas diri terhadap perhatiannya pada masa depan (iron stock) negara bahkan dunia. Selanjutnya pada penghujung dari pada pemciptaan gengerasi penerus, maka perlu pula dilakukan pemeliharaan terhadap nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam setiap tindakan. Hal ini juga memiliki keselarasan terhadap perintah Allah SWT :

ْمُكَلاَمْعَا آْوُلِطْبُت َلَو َلْوُسّرلا اوُعْيِطَاَو َهّٰللا اوُعْيِطَا آْوُنَمٰا َنْيِذّلا اَهّيَآٰي ۞

Terjemah : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta jangan batalkan amal-amalmu!” (Q.S. Muhammad 47 : 33).

Pentingnya memelihara segala amal perbuatan yang telah dilakukan dengan menindaklanjut amal perbuatan tersebut agar lebih memiliki dampak yang signifikan terhadap manusia lainnya, maka akan berimbang pula dengan peningkatan keimanan dan ketaqwaan. Setidak nilai yang dapat memberikan kontribusi konkrit pemeliharaannya ialah nilai yang terkandung dalam Pancasila, yakni nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan/kebangsaan dan keadilan. Kelima nilai tersebut sudah mencerminkan nilai-nilai dalam ajarna Islam.

(8)

C. TANTANGAN MAHASISWA DALAM RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

Jika diketahui bahwa rentang waktu atau tahun kelahiran antar generasi menunjukkan terdapat lima generasi yang hidup di dunia ini, yakni (1) gegnerasi baby boomers (1946-1960) atau saat ini berusia 62-76 tahun; (2) Generasi X (1961-1980) atau yang saat ini berusia 42 hingga 61 tahun; (3) Generasi Y atau lebih dikenal gengerasi millennial (1981-1994) yang hari ini berusia 28 sampai 41 tahun; (4) Generasi Z (1995-2010) sekarang sedang berusia 12 hingga 27 tahun; dan Generasi alpha (2011-2024) atau saat ini masih dalam proses kelahiran hingga 11 tahun.

Kemudian berdasarkan pemetaan generasi tersebut, maka dikaitkan dengan umur mahasiswa yang hari ini sedang mengisi ruang-ruang kelas diskusi ialah didominasi umur 17 hingga 22 tahun atau kelahiran tahun 2000 sampai 2005, lebih tepatnya kampus-kampus saat ini diisi oleh generasi Z, dan yang sedang menempuh masa kerja atau produktif ialah gengerasi Z dan dan generasi millennial. Sementara itu, pada tingkat pemerintah atau pemangku kebijakan ialah didominasi oleh generasi X. hal ini tentu merupakan salah penyebab permasalahan yang kompleks, sebab pendidikan yang ditempuh oleh generasi Z sedang di desain oleh gengerasi X, begitu pula dengan pola kebutuhan kerja yang akan dibetuk. Dengan skema demikian, maka mahasiswa di masa kini, di waktu mendatang akan menghadapi tantangan kebutuhan berbagai aspek kehidupan dari gengerasi alpha dan beta atau kelahiran tahun 2025 dan seterusnya.

Sebelum itu, perlu juga mahasiswa mendahulukan persiapan diri terhadap problem tersebut. Untuk sementara ini perlu dilakukan analisis terhadap rencana pengembangan seumebr daya manusia (SDM) hingga tahun 2025, hal terlihat jelas dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) periode 2005-2025, secara umum dalam politik kemerdekaan ialah setidak meneruskan intelektual dari para pendiri bangsa, hal ini selaras dengan peran menciptakan gengerasi penerus dalam gerakan perubahan. Dalam dokumen tersebut telah diuraikan 9 tantangan dalam pembangunan SDM, kemudian dari uraian tersebut diperjelas penyelesaiannya melalui 3 strategi utama dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. Tiga strategi tersebut ialah layanan dasar dan perlindungan sosial; produktivitas; dan pembangunan karakter, secara umum Indonesia hingga tahun 2025 memiliki tujuan untuk membangun SDM pekerja keras

(9)

yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industry dan talenta global. Secara detail ketiga strategi tersebut memiliki sasaran utama :

1. Layanan Dasar dan Perlindungan Sosial 1.1.Tata kelola kependudukan;

1.2.Perlindungan sosial;

1.3.Kesehatan;

1.4.Pendidikan;

1.5.Pengentasan kemiskinan; dan

1.6.Kualitas anak, perempuan dan pemuda.

2. Produktivitas

2.1.Pendidikan dan pelatihan vokasi;

2.2.Pendidikan tinggi;

2.3.IPTEK dan inovasi; dan 2.4.Prestasi olahraga

3. Pembangunan Karakter

3.1.Revolusi mental dan pembinaan ideologi pancasila;

3.2.Pemajuan dan pelestarian kebudayaan;

3.3.Moderasi beragama; dan

3.4.Budaya literasi, inovasi, dan kreativitas

Pada prinsipnya pembangunan dari sisi SDM dan keilmuan ialah tuntutan kepemilikan penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan sumber daya alam, tata kelola pemerintahan, pengembilan keputusan dalam rangka mewujudkan kemandirian bangsa. Selanjutnya pula dalam bahasan muka, bahwa gengerasi yang menguasai dunia produktif ialah gengerasi Z, sehingga kemudian mahasiswa yang merupakan gengerasi Z memiliki ciri-ciri :

1. Mahir dalam penggunaan teknologi;

2. Suka berkomunikasi melalui media elektorik/ media sosial;

3. Keterbukaan dalam mempublish privasi;

4. Mandiri dengan dukungan sumber pengethauan luas;

5. Toleransi yang disebabkan menurunnya perhatian kebudayaan; dan 6. Memiliki ambisi yang tinggi.

Berasadarkan permasalahan rencana pembangunan Negara, disandingkan dengan keadaan dan kondisi SDM masa kini, maka mahasiswa sebagai objek

(10)

sekaligus pelaku seharusnya dapat mengukur dirinya saat ini, kemudian melakukan identifikasi peluang dan resiko yang dilakukan hari ini hingga akan datang, sesuai dengan skema sederhana yang sebelumnya telah dijelaskan. Perlu diingat ialah bahwa ciri-ciri yang telah disebutkan memiliki kelebihan dan kekurangan, jadi perlu dilakukan pemanfaatan kelebihan tersbut, dan menurunkan atau meminimalisir kekurangan, dengan demikian harapannya dapat memberikan perisai atau rambu- rambu dalam berperilaku dan beraktivitas sosial di masyarakat luas termasuk melakukan perubahan melalui karya ilmiah berupa riset integratif.

D. PELUANG MAHASISWA DALAM RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKAT Riset integratif, tepatnya riset yang memiliki kaitan erat dengan pengabdian masyarakat ialah segala ide dan gagasan mahasiswa dalam memabaca dan memahami kondisi masyarakat di tempat ditugaskannya sebagai pengabdi sosial, maka dapat menjadi sumber kepekaan terhadap masalah kebutuhan yang perlu untuk diberi solusi konkrit dan ilmiah. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan kekuatan pradigma rekonstruksi sosial yang diinginkan.

Riset tidak hanya memberikan gambaran prediksi kehancuran atau resiko atas fenomena yang telah terjadi, atau memberikan spekulasi terhadap penanganannya, tetapi lebih aplikatif, yakni riset memberikan gerakan secara langsung, dan memiliki dampak langsung pula. Namun memang perlu melewati tahap identifikasi masalah, kemudian memetakan skala prioritas penyelesaian dan dilanjutkan dengan penentuan melalui kesepakatan bersama, tujuannya identifikasi ini menemukan kebutuhan pokok masyarakat sebagai objek riset itu, dalam memenuhi kebutuhan pokok kehidupan sehingga menghasilkan kesejahteraan.

Begitu pula dengan tujuan agent of change yang berhujung pada mencetak generasi gerakan perubahan selanjutnya, ialah dengan membangun rasa empaty melalui tingkat antusias keterlibatan dalam kegiatan kepemudaan, juga memiliki keterkaitan dengan peningkatan kualitas anak, yakni gengerasi alpha-beta. Perlu ditegaskan pula bahwa seluruh riset yang dilakukan mahasiswa seyogyanya bermuara pada sasaran produktif pemerintah yakni perubahan/inovasi.

Terakhir, ialah peluang dalam menyelesaikan pogram penanaman dan penguatan karakter bangsa, mulai dari revolusi mentan dan pendalaman ideologi pancasila, jika dilihat dari fenomenanya, revolusi mental ini seolah memiliki kaitan erat dengan musibah wabah virus Covid-19, sehingga kemudian dipastikan sudah memiliki kesiapan dalam menghadapi masalah yang kompleks pada masa itu, saat ini

(11)

Negara sedang memfokuskan diri pada penanaman dan peningkatan serta pembinaan moderasi beragama, sebentar lagi akan dilakukan penekanan pada budaya literasi, inovasi dan kreativitas. Pada karakter ini, maka mahasiswa seharusnya sudah melakukan penelitian dan aksi nyata terhadap budaya literasi, kemudian berinovasi yang diwarnai dengan kemampuan kreativitas.

E. PENUTUP

Dengan modal kehidupan yang disambut oleh teknologi yang kompleks, dan tentunya dengan keadaan serba instan, maka mahasiswa dapat mengoptimalisasikan perannya melalui kondisi tersebut, sehingga bukan menjadikan masalah, tetapi lebih kepada mentransformasi masalah menjadi solusi. Inilah langkah pertama yang dilakukan untuk memulai gerakan perubahan, dan tindakan menjadi bukti bahwa mahasiswa telah sadar akan kebutuhan perubahan. Kemudian perlu melakukan penyaluran mental akan pentingnya perubahan.

Keterbukaan informasi dan termasuk ilmu pengetahuan melalui beberapa situs tertentu, bahkan artikel ilmiah, maka mahasiswa juga perlu memperhatikan dengan penuh terhadap moral diri dan obek rise, artinya sebagai bahan dan pintu masuk untuk pengabdian masyarakat nyata. Perhatian terhadap moral dan pemeliharaannya merupakan bagian penyeimbang perkembangan teknologi yang dikatakan brutal.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saiful dan Widyaiswara Utama, Agen Perubahan, dalam Pudiklat Bea dan Cukai.

https://mediabppk.kemenkeu.go.id/pb-

old/images/file/pusbc/Artikel/2013_AGEN_PERUBAHAN.pdf

Irawan, Potensi Manusia dalam Perspektif Alqur’an, dalam Islamika :Jurnal Agama, Pendidikan dan Sosial Budaya, Vol.13, No.1, (2019), 48-77 DOI : https://doi.org.10.33592/islamika.v13i1.153

Ross, Edward Alworth. Social Control : a Survey of The Foundation of Order, Reprinted III, (Lincoln : The Macmillan Company, 1906), 376-432.

RPJPN 2005-2025 RPJMN 2020-2024

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan defenisi diatas bahwa kinerja merupakan suatu konsep yang strategis dalam rangka menjalin hubungan kerja sama antara pihak manajemen dengan para

Pondok pesantren sebagai institusi keagamaan telah mampu memberikan peran terhadap perubahan sosial dalam masyarakat dengan menciptakan sumberdaya manusia yang terdidik dan

Interaksi sosial yang dilakukan seorang waria di dalam lingkungan keluarganya dapat dengan cara melakukan kontak sosial secara langsung, menjalin hubungan komunikasi yang

Saran(1) Bagi komunitas miskin, disampaikan kepada komunitas miskin untuk lebih meningkatkan perilaku keagamaan yang dipraktikkan serta hubungan sosial keagamaan, misalnya

Tujuan majelis taklim adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan

Pada ayat diatas telah dipaparkan bahwa menjalin hubungan satu sama lain diantara sesama manusia sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT. Hubungan tersebut dapat terjalin

Adapun deskripsi aktivitas sosial keagamaan menurut pihak Vihara BDC adalah segala bakti sosial yang dilakukan untuk membantu sesama manusia dalam rangka memperoleh

Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan..