Vol 02, Ed 9, Juni 2022
TINJAUAN ATAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN BMN DALAM
MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA
Hal. 1
PERKEMBANGAN ANGGARAN DAN
INDIKATOR PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR SANITAS
Hal. 3
Dasar Sanitasi ...3
Penanggung Jawab Drs. Helmizar, M.E.
Pemimpin Redaksi Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Damia Liana, S.E.
Nadya Ahda, S.E Editor
Ervita Luluk Zahara S.E.
Sekretariat Husnul Latifah, S.Sos.
Musbiyatun
Kiki Zakiah, S.E., M.AP, CRP Hilda Piska Randini, S.I.P.
Budget Issue Brief Ekonomi dan Keuangan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran,Badan Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 02, Ed 9, Juni 2022 1
Arah kebijakan fiskal yang diangkat untuk tahun 2023 adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam mencapai kebijakan tersebut, pemerintah menekankan akan melakukan mobilisasi pendapatan yang lebih optimal, yaitu dengan meningkatkan efektivitas Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui reformasi pengeloaan aset yang produktif dan inovasi layanan. Terkait hal itu, kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan aset barang milik negara (BMN) pada tahun 2023 akan berfokus pada peningkatan PNBP, mendukung penyediaan infrastruktur untuk pembangunan nasional, dan efisiensi belanja APBN dari sektor pengelolaan BMN (cost efficiency). Namun sebagaimana diketahui, pengelolaan aset negara masih mengalami banyak masalah.
Hal ini terlihat dari hasil temuan BPK yang berulang tiap tahunnya.
Tinjauan atas Pengelolaan dan Pemanfaatan BMN
Sejak dilaksanakan upaya transformasi kebijakan pengelolaan BMN melalui penerbitan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, mulai terjadi pembenahan salah satunya ialah shifting peran dari Asset Administrator menjadi Asset Manager.
Adapun, peraturan tersebut mengatur beberapa hal, antara lain (i) optimalisasi BMN; (ii) sertifikasi BMN berupa tanah; (iii) integrasi perencanaan aset dan penganggaran; (iv) penatausahaan BMN berbasis akrual; (v) pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN);
(vi) pengelolaan BMN idle; dan (vii) revaluasi BMN. Lebih lanjut, dalam menghadapi dinamika yang terjadi, penyempurnaan dan penguatan terhadap pengelolaan BMN, maka pemerintah menerbitkan PP No. 28 Tahun 2020 yang mengubah PP No. 27 Tahun 2014. Kinerja PNBP dari pemanfaatan dan pengelolaan BMN selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren yang fluktuatif, dimana di tahun 2018 terjadi peningkatan pendapatan yang cukup signifikan. Meskipun mulai menunjukkan perbaikan, namun rata-rata penerimaan dari pengelolaan dan pemanfaatan BMN dalam lima tahun terakhir hanya 0,3 persen dari total PNBP (Gambar 1). Adapun Kementerian/Lembaga (K/L) yang menyumbang PNBP tertinggi dari pengelolaan BMN ialah Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gambar 2).
Komisi XI
TINJAUAN ATAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN BMN DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA
• Salah satu arah kebijakan fiskal 2023 dalam memobilisasi pendapatan yang lebih optimal ialah melalui reformasi pengelolaan aset yang produktif.
• Rata-rata penerimaan dari pengelolaan dan pemanfaatan BMN pada 2017-2023 terakhir hanya 0,3 persen dari total PNBP. Adapun K/L yang menyumbang PNBP tertinggi dari pengelolaan BMN ialah Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
• Kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan aset menjadi salah satu alasan rendahnya penerimaan negara dari sumber penerimaan ini. Tiap tahunnya BPK menemukan terdapat aset negara yang tidak tercatat, rusak, hilang, atau berpindah tangan.
• Banyaknya temuan BPK yang terus berulang tersebut memberikan indikasi bahwa tata kelola BMN yang dilakukan selama ini masih kurang optimal serta para pengguna barang belum sepenuhnya berkomitmen dalam mengelola asetnya.
• Pemerintah harus melakukan pengelolaan aset BMN secara profesional, efektif, serta mengedepankan aspek- aspek ekonomis agar pengeluaran biaya dapat tepat penggunaan, tepat sasaran, dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
HIGHLIGHT
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab: Drs. Helmizar, M.E.
Redaktur: Robby Alexander Sirait · Dwi Resti Pratiwi· Nadya Ahda· Damia Liana · Ervita Luluk Zahara· Syafrizal Syaiful · Achmad Machsuni · Tohap Banjarnahor ·
Penulis: Dwi Resti Pratiwi
EKONOMI DAN KEUANGAN
Gambar 1. Penerimaan Negara dari Pemindahtanganan dan Pemanfaatan BMN Tahun 2017-2021 (Triliun Rupiah)
Sumber: LKPP 2017-2020, KEM PPKF 2023
Sumber: LKKL 2020
Berdasarkan data pendapatan tersebut, memang tidak dipungkiri bahwa jumlah pendapatan negara yang diperoleh dari pengelolaan BMN dapat dikatakan masih rendah, tetapi bukan berarti tidak potensial. Besarnya nilai total aset negara perlu dioptimalkan lagi pemanfaatannya untuk menambah pendapatan negara. Namun kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan aset menjadi salah satu alasan rendahnya penerimaan negara dari sumber penerimaan ini. Hal tersebut terlihat dari dari temuan yang berulang di tiap tahunnya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ketika melakukan pemeriksaan/audit terhadap aset negara, dimana masih terdapat aset negara yang tidak tercatat, rusak, hilang, atau berpindah tangan. Hasil audit BPK di tahun 2020 di antaranya ditemukan bahwa terdapat PNBP belum disetor dari pendapatan sewa oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp3,2 miliar, PNBP kurang dipungut atas pemanfaatan BMN di Kementerian Pertahanan sebesar Rp5,4 miliar, serta PNBP belum dipungut oleh Lembaga Penyiaran Publik TVRI sebesar Rp320,6 juta atas pemanfaatan tanah dan bangunan.
Selain permasalahan tersebut, kurang optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan aset juga terlihat dari banyaknya aset negara seperti tanah dan bangunan yang telantar (idle) dan tidak dipergunakan dengan baik (underutilized) yang mengakibatkan aset tersebut diokupasi tanpa hak oleh masyarakat dan menimbulkan permasalahan hukum. Berdasarkan laporan BPK tahun 2020, terdapat 646 nomor urut pendaftaran (NUP) yang terdiri dari tanah, gedung, dan bangunan dengan nilai Rp2,4 triliun yang tidak digunakan oleh pengguna barang dan tidak/belum diserahkan kepada Pengelola Barang. Padahal menurut aturan yang berlaku, BMN yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan tidak sedang dimanfaatkan wajib diserahkan kepada Pengelola Barang. Selanjutnya, BMN idle tersebut oleh pengelola barang dapat dioptimalkan agar dapat memberikan kontribusi pada pendapatan negara melalui
mekanisme pemanfaatan ataupun
pemindahtanganan BMN. Salah satu langkah pemerintah dalam mengatasi permasalahan
Kementerian Keuangan dirasa masih terlalu kecil (setkab.go.id, 2022).
Banyaknya temuan BPK yang terus berulang tersebut memberikan indikasi bahwa tata kelola BMN yang dilakukan selama ini masih kurang optimal serta para pengguna barang belum sepenuhnya berkomitmen dalam mengelola asetnya. Tingginya nilai aset idle yang belum diserahkan kepada pengelola barang menunjukkan masih lemahnya koordinasi antara pengelola dan pengguna barang serta lemahnya pengawasan atas penggunaan aset.
Selain itu, temuan BPK atas pengelolaan BMN yang berulang juga mengindikasi bahwa tata kelola database berbasis digital belum sepenuhnya dilakukan secara optimal, dimana baik pengguna maupun pengelola aset belum sepenuhnya memanfaatkan aplikasi sistem informasi manajemen aset BMN (SIMAN BMN). Padahal aplikasi ini berfungsi untuk membantu kegiatan pengelolaan BMN mulai dari perencanaan, penggunaan, pemeliharaan, penatausahaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, sampai dengan pengawasan dan pengendalian BMN yang dapat diakses pengelola maupun pengguna barang. Dengan adanya aplikasi ini, seharusnya permasalahan pengelolaan BMN sudah dapat diantisipasi. Permasalahan lainnya ialah belum andalnya kompetensi SDM ditugaskan dalam melakukan penilaian aset serta lemahnya kemampuan legal drafter dalam proses penyusunan dan negosiasi kontrak.
Rekomendasi
Dengan demikian, dalam mengoptimalkan pengelolaan BMN, diperlukan sinergitas dari K/L dan pihak-pihak terkait untuk menentukan kebijakan dan menyamakan langkah dalam mengatasi masalah pengelolaan aset negara. Pemerintah harus melakukan pengelolaan aset BMN secara profesional, efektif, serta mengedepankan aspek-aspek ekonomis agar pengeluaran biaya dapat tepat penggunaan, tepat sasaran, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal peningkatan SDM, pegawai yang ditempati dalam pengelolaan BMN perlu dibekali pendidikan khusus baik dari segi hukum, kemampuan dalam menghitung untung rugi secara ekonomis, kemampuan menilai properti, dan kemampuan bernegosiasi melalui pengalaman di bidangnya. Selain kompetensi, karakteristik petugas pengelola BMN perlu dibangun memiliki integritas, berdedikasi tinggi, dan mampu berinovasi dalam penyusunan kerja sama dan pengelolaan aset.
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 02, Ed 09, Juni 2022 3
Untuk tahun 2023, pemerintah memutuskan untuk mengangkat Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan sebagai tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Perwujudan
“inklusif” sendiri salah satunya diterjemahkan melalui kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur dasar sanitasi. Kebijakan terkait pembangunan infrastruktur dasar sanitasi juga selalu menjadi prioritas pada RKP 2020-2022. Tidak hanya itu, sanitasi pun menjadi salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan nomor 6, mengindikasikan adanya urgensi akan pembangunan sanitasi bahkan di kancah global. Mengingat relevansinya terhadap rencana pembangunan nasional di tahun 2023 dan juga urgensinya, artikel ini kemudian akan meninjau perkembangan anggaran dan indikator percepatan pembangunan sanitasi sebagai salah satu infrastruktur dasar.
Perkembangan Alokasi APBN untuk Sanitasi
Salah satu pos APBN yang turut mendanai pembangunan sanitasi adalah melalui belanja pemerintah pusat (BPP). Apabila melihat BPP menurut organisasinya, salah satu Kementerian/Lembaga (K/L) yang berperan besar pada pembangunan sanitasi adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), khususnya pada Direktorat Jendral Cipta Karya (Ditjen CK). Merujuk pada DIPA Ditjen CK tahun 2022, untuk kegiatan Penyelenggaraan Sanitasi yang Layak dalam program Perumahan dan Kawasan Permukiman Ditjen CK dialokasikan sebesar Rp1,64 triliun, dimana jumlah ini menurun tajam sebesar 72,2 persen dari pagunya pada tahun 2021 yang sebesar Rp5,90 triliun1. Selama 5 tahun terakhir, secara umum alokasi anggaran untuk kegiatan Ditjen CK terkait sanitasi pun cenderung berfluktuasi.
Sebagai pendukung, program terkait sanitasi pun turut dibiayai dari belanja hibah, baik dari hibah yang diterushibahkan maupun penerimaan dalam negeri yang diterushibahkan, sebagaimana pada Tabel 1. Seluruh hibah terkait sanitasi tersebut dieksekusi oleh Ditjen CK KemenPUPR sebagai executing agency (EA). Secara umum, tren berbagai belanja hibah sanitasi pun berfluktuasi (Tabel 1).
1 Untuk tahun 2018-2020, sanitasi tidak menjadi kegiatan tersendiri, melainkan menjadi sasaran kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman.
Apabila diproksi dengan indikator kinerja kegiatan Penyelenggaraan Sanitasi yang Layak di tahun 2021 dan 2022, yaitu kegiatan terkait air limbah, drainase, dan sampah, total alokasi dana untuk kegiatan terkait tiga indikator ini di tahun 2018-2020 masing-masing sebesar Rp2,82 triliun; Rp1,39 triliun; dan Rp3,27 triliun.
Badan Anggaran
PERKEMBANGAN ANGGARAN DAN INDIKATOR PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR SANITASI
• Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan menjadi tema RKP 2023, dimana salah satu perwujudan inklusif diterjemahkan melalui
percepatan pembangunan
infrastruktur dasar sanitasi.
• Pemerintah telah mengalokasikan beberapa pos APBN untuk pembangunan sanitasi, misalnya melalui belanja K/L, hibah, maupun dana alokasi khusus (DAK).
• Beberapa pencapaian indikator sanitasi dinilai sudah baik, misalnya terkait dengan akses rumah tangga terhadap sanitasi. Namun perbaikan indikator terkait sampah dinilai masih kurang optimal.
• Terdapat beberapa catatan terkait pembangunan sanitasi yang bersumber dari LHP KemenPUPR maupun IHPS, terutama terkait dengan ketertiban administrasi pelaksanaan dan efektivitasnya.
• Pemerintah perlu mempertahankan keberpihakan anggaran pada sanitasi dengan tetap memperhatikan ketertiban administrasi pelaksanaan serta memastikan efektivitasnya untuk dapat terus meningkatkan pencapaian indikator sanitasi di masyarakat.
HIGHLIGHT
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab: Drs. Helmizar, M.E.
Redaktur: Robby Alexander Sirait · Dwi Resti Pratiwi · Nadya Ahda · Damia Liana · Ervita Luluk Zahara
Penulis: Nadya Ahda
EKONOMI DAN KEUANGAN
sAIIG 50,0 2,1 25,0 50,0 -
PCSP 125,0 20,0 10,0 258,8 40,9
Penerimaan Dalam Negeri yang Diterushibahkan Hibah Sanitasi 200,0 60,0 80,0 100,0 100,0
*) HALBPA: Hibah Air Limbah Bantuan Pemerintah Australia; sAIIG: Australia- Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation; PCSP: Palembang City Sewerage Project. Data tahun 2019-2021 merupakan data outlook. Seluruh data dalam miliar rupiah. Sumber: NK APBN berbagai tahun.
Selain melalui BPP, pembangunan sanitasi pun juga didanai melalui transfer ke daerah, secara spesifik adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik bidang sanitasi (Tabel 2). Secara umum, selama tahun 2018-2020, total pagu DAK fisik bidang sanitasi mengalami penurunan.
Meskipun demikian, realisasinya menunjukkan persentase yang sudah cukup baik. Untuk tahun 2021 dan 2022, alokasi DAK fisik bidang sanitasi meningkat menjadi Rp2,00 triliun.
Tabel 2. Perkembangan Anggaran DAK Fisik Bidang Sanitasi
Tahun 2018 2019 2020 2021 2022
Pagu (Rp M) (1) Reguler 521,5 768 600,4
2.000,00 2.000,00 (2) Penugasan 1.097,6 768 801,2
(3) Afirmasi 541,9 465 432,0
% Realisasi (1) Reguler 95,87 96,82 97,80
- -
(2) Penugasan 94,14 94,47 94,30 (3) Afirmasi 97,60 97,77 98,00
*) Pagu 2020 merupakan pagu Perpres 72/2020. Sumber: Laporan Tahunan DJPK Kemenkeu dan UU APBN berbagai tahun.
Perkembangan Capaian Indikator Terkait Sanitasi Berdasarkan Gambar 1, selama 4 tahun terakhir, semakin banyak rumah tangga (RT) yang menempati hunian dengan akses sanitasi yang layak dan aman, dengan proporsi 80,29 persen di tahun 2021. Pada saat yang sama, semakin sedikit proporsi RT yang mempraktikkan buang air besar sembarangan di tempat terbuka, dengan proporsi 5,69 persen di tahun 2021.
Namun di sisi lain, proporsi RT yang menempati hunian dengan akses sampah terkelola dengan baik di perkotaan justru menurun, dari 59,08 persen di tahun 2016 menjadi 54,85 persen di tahun 2019. Data tersebut artinya hampir mencapai separuh jumlah RT di Indonesia masih menempati hunian dengan akses sampah yang kurang terkelola dengan baik. Apabila dibandingkan dengan target pemerintah dalam RKP, secara umum ada indikator yang selama beberapa tahun terakhir sudah melebihi targetnya, misal terkait sanitasi layak dan aman. Namun, untuk indikator praktik BABs relatif masih belum mencapai target.
*) Data 2022 adalah target RKP. Data RT dengan akses sampah di tahun 2018 merupakan data tahun 2016. Sumber: RKP beberapa tahun dan BPS (2022).
Catatan Kritis dan Rekomendasi
Apabila meninjau perkembangan alokasi anggaran untuk sanitasi di atas, secara umum, keseriusan pemerintah atas pengembangan sanitasi sudah tercermin melalui pengalokasian anggaran di beberapa pos APBN. Namun, masih ada beberapa catatan kecil yang perlu diperhatikan. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas KemenPUPR Tahun 2020, terdapat beberapa temuan terkait dengan kegiatan padat karya sanitasi dari Ditjen CK, misalnya Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), dan Sanitasi Perdesaan Padat Karya (SANDES), misalnya terkait penyampaian laporan pertanggungjawaban, penyelesaian proyek, pelaporan rekening, dan lain-lain. Tidak hanya itu, berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021, terdapat beberapa catatan masalah yang apabila tidak diatasi dapat memengaruhi pencapaian target nasional terkait penyediaan sanitasi, antara lain belum lengkapnya dan applicable-nya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) penyediaan infrastruktur air limbah domestik, PAMSIMAS kurang tepat sasaran, serta pelaksanaan monitoring dan tindak lanjutnya belum dilakukan secara memadai. Secara umum, terdapat 13 temuan yang memuat 17 permasalahan ketidakefektifan penyediaan infrastruktur air minum dan air limbah domestik berbasis masyarakat di IHPS tersebut. Selain itu, apabila dilihat dari pencapaian indikatornya, tentunya masih adanya proporsi RT yang belum memperoleh akses terhadap sanitasi yang baik serta masih terkendala soal sampah. Hal ini mengindikasikan perlunya pemerintah untuk tetap mempertahankan keberpihakan anggaran pada sanitasi dengan tetap memperhatikan ketertiban administrasi pelaksanaan serta memastikan efektivitasnya untuk dapat terus meningkatkan pencapaian indikator sanitasi di masyarakat.