• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMBINASI ALGORITMA ADAPTIVE THRESHOLD, WATERSHED DAN TOP-HAT TRANSFORM PADA SEGMENTASI CITRA UNEVEN LIGHTING TESIS MARANTO TUA HALOMOAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMBINASI ALGORITMA ADAPTIVE THRESHOLD, WATERSHED DAN TOP-HAT TRANSFORM PADA SEGMENTASI CITRA UNEVEN LIGHTING TESIS MARANTO TUA HALOMOAN"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI ALGORITMA ADAPTIVE THRESHOLD, WATERSHED DAN TOP-HAT TRANSFORM PADA

SEGMENTASI CITRA UNEVEN LIGHTING

TESIS

MARANTO TUA HALOMOAN 157038052

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

SEGMENTASI CITRA UNEVEN LIGHTING

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister Teknik Informatika

MARANTO TUA HALOMOAN 157038052

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)
(4)
(5)
(6)

Telah diuji pada

Tanggal :13Februari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Zarlis Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang

2. Dr.Syahril Efendi, S.Si, M.IT 3. Dr.Poltak Sihombing, M.Kom

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Maranto Tua Halomoan Tempat dan Tanggal Lahir : Sisumut, 06 Desember 1983

Alamat Rumah : Jalan Bunga Rampai VII Gg.Sehati Simalingkar B – Medan

Telp/Hp : 0811 612 1234

E-mail : [email protected]

Instansi Tempat Bekerja : Dinas Pendidikan Kota Medan SMP Negeri 30 Medan

Alamat Kantor : Jl.Bunga Raya Gg.Keluarga Asam Kumbang Kec : Medan Selayang

Medan – Sumatera Utara

DATA PENDIDIKAN

SD : SD NEGERI 115495 Sisumut TAMAT : 1995

SMP : SMP Katolik Bintang.Timur Rantau Prapat TAMAT : 1998 SMK : SMK Katolik Cinta Rakyat P.Siantar TAMAT : 2001 D.III : Manajemen Informatika STMIK SM.RAJA-XII TAMAT : 2005 S1 : Teknik Informatika STMIK SM.RAJA-XII TAMAT : 2007 S2 : Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara TAMAT : 2018

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karuniaNya berupa pengetahuan, kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul “KOMBINASI ALGORITMA ADAPTIVE THRESHOLD, WATERSHED DAN TOP-HAT TRANSFORM PADA SEGMENTASI CITRA UNEVEN LIGHTING”.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat pelajaran yang baik berupa saran maupun nasehat dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing dan dosen pembanding, sehingga pengerjaan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI) Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis., selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Informatika dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak saran serta pembelajaran yang berharga bagi penulis sebagai arahan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr.Syahril Efendi, S.Si, M.IT., selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Informatika dan juga selaku Dosen Pembanding I yang selama ini telah memberikan saran yang berharga bagi penulis sebagai arahan dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak saran serta pembelajaran yang berharga bagi penulis sebagai arahan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Dr.Poltak Sihombing, M.Kom., selaku Dosen Pembanding II yang yang selama ini telah memberikan saran yang berharga bagi penulis sebagai arahan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pasca Sarjana (S-2) Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis selama menjadi mahasiswa.

(9)

viii

8. Seluruh Sivitas Akademika, Staf dan Pegawai Program Studi Pasca Sarjana (S-2) Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Ibu Dra.Martha Ria Samosir, M.Si., selaku Pimpinan tempat penulis bekerja yang selama ini telah memberikan saran yang berharga bagi penulis selama menjalani perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini.

10. Ayahanda B.Lumban Batu dan Ibunda T.Br.Siregar yang tercinta atas pengorbanan yang sungguh luar biasa bagi penulis selama menjalani perkuliahan sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi.

11. Istriku Paska Merliana Simanullang,S.Pd., dan Anakku Euwa Katarina Marbun tercinta atas dukungan dan doa serta semangat bagi penulis selama menjalani perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini.

12. Bapak/Ibu Guru di SMP Negeri 30 Medan yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama menjalani studi dan menyelesaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini dengan tepat waktu.

13. Sahabat-sahabat yang luar biasa di Magister Teknik Informatika KOM-C 2015 Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang pendidikan. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Medan, Februari 2018 Penulis

Maranto Tua Halomoan NIM.157038052

(10)

ABSTRAK

Pada penelitian Saini dan Dutta yang telah dilakukan sebelumnya masih ditemukan hasil segmentasi yang kurang sempurna berupa bayangan (window) dan dengan melihat penelitian Cheng dan Jun, dimana dilakukan segmentasi pada citra iluminasi yang memiliki pencahayaan tidak merata dapat menghasilkan segmentasi yang sempurna. Pada penelitian ini dilakukan kombinasi algoritma Threshold Adaptif, Watershed dan Top-Hat Transform untuk melakukan segmentasi citra uneven lighting. Hasil pengujian segmentasi citra yang memiliki pencahayaan tidak merata dengan algoritma Adaptif Threshold, Watershed, Top-Hat serta algoritma Kombinasi diperoleh bahwa nilai MSE yang terkecil pada hasil segmentasi algoritma Kombinasi dan yang terbesar pada algoritma Adaptif Threshold sedangkan nilai PSNR yang terkecil terdapat pada algoritma Adaptif Threshold dan yang terbesar pada algoritma Kombinasi.

Kata kunci: Segmentasi Citra, Threshold Adaptif, Watershed,Top-Hat Transform.

(11)

x

COMBINATION OF ADAPTIVE THRESHOLD ALGORITHM, WATERSHED AND TOP-HAT TRANSFORM ON IMAGE

SEGMENTATIONUNEVEN LIGHTING ABSTRACT

In the previous Saini and Dutta research, there is still a lack of perfect segmentation in the form of window shadows and by examining Cheng and Jun's research, where segmentation on illuminated imagery that has uneven illumination can produce perfect segmentation. In this research, a combination of Adaptive Threshold, Watershed and Top-Hat Transform algorithms is used to segment the uneven lighting image. The result of the image segmentation test which has uneven illumination with Adaptif Threshold, Watershed, Top-Hat and Combination algorithm is obtained that the smallest value of MSE in Segmentation result of Combination algorithm and the largest in Adaptif Threshold algorithm while the smallest PSNR value is in Adaptive Threshold and the largest on the combination algorithm.

Keywords: Image Segmentation, Adaptive Threshold,Watershed,Top-Hat Transform.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Persetujuan Publikasi iv

Panitia Penguji Tesis v

Riwayat Hidup vi

Ucapan Terima Kasih vii

Abstrak ix

Abstract x

Daftar Isi xi

Daftar Tabel xiii

Daftar Gambar xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Citra Digital 4

2.1.1. Citra RGB 6

2.1.2. Citra YcbCr 7

2.1.3. Citra Biner 7

2.1.4. Citra Intensitas Keabuan 7

2.1.5. Format Citra Digital 8

2.2. Perbaikan Citra 10

2.3. Segmentasi Citra 12

2.4. Metode Thresholding 12

2.5. Transformasi Watershed 15

2.5.1. Algoritma Transformasi Watershed 16

2.5.2. Algoritma Top-Hat Transform 18

Bab 3 METODE PENELITIAN

3.1. Pendahuluan 19

3.2. Flowchart Penelitian 19

3.3. Praprosesing 21

3.3.1. Pembacaan Nilai Piksel Citra 21

3.3.2. Menghitung Nilai Grayscale Citra 23

3.3.3. Algoritma Adaptive Threshold 24

3.3.4. Algoritma Transformasi Watershed 25

(13)

xii

3.3.5. Algoritma Transformasi Top-Hat 27

3.3.6. Algoritma Kombinasi 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pendahulun 30

4.1.1. Hasil Analisis 30

4.1.2. Segmentasi Threshold Adaptive 31

4.1.3. Segmentasi Watershed 32

4.1.4. Segmentasi Top-Hat 33

4.1.5. Segmentasi Kombinasi 33

4.2. Hasil Pengujian dan Pembahasan 34

4.2.1. Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Threshold Adaftive 34 4.2.2. Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Watershed 39 4.2.3. Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Top-Hat 43 4.2.4. Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Kombinasi 47

4.3. Pembahasan 51

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 52

5.2. Saran 52

Daftar Pustaka 53

Lampiran 55

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Jenis Mode Warna 5

Tabel 2.2. Bitmap Info Header 8

Tabel 2.3. Bitmap Core Header 9

Tabel 3.1. Matriks Nilai RGB Citra Warna 23

Tabel 4.1. Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Threshold Adaptive 35 Tabel 4.2. Citra Hasil Segmentasi Threshold Adaptive 36 Tabel 4.3. Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Watershed 39 Tabel 4.4. Citra Hasil Segmentasi Segmentasi Watershed 40 Tabel 4.5. Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Top-Hat 43 Tabel 4.6. Citra Hasil Segmentasi Segmentasi Top-Hat 44 Tabel 4.7. Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Kombinasi 47

Tabel 4.8. Citra Hasil Segmentasi Kombinasi 48

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Proses Sampling dan Kuantisasi 4

Gambar 2.2. Nilai warna RGB dalam hexadecimal 6

Gambar 2.3. Citra RGB 6

Gambar 2.4. Dekomposisi citra RGB 7

Gambar 2.5. Citra grayscale 8

Gambar 2.6. Contoh Partisi Histogram Untuk Memperoleh Nilai Threshold 13

Gambar 2.7. Konsep Transformasi Watershed 16

Gambar 3.1. Flowchart Penelitian 20

Gambar 3.2. Nilai Pixel Blok Citra 21

Gambar 3.3. Blok Citra Uneven Lighting 22

Gambar 3.4. Nilai Pixel Blok Citra 22

Gambar 3.5. Matriks Nilai Grayscale 24

Gambar 3.6. Kernel Structure Element 27

Gambar 3.7. Citra Asli dan Hasil Erosion 28

Gambar 3.8. Citra Hasil Erosion dengan Hasil Dilation 28

Gambar 3.9. Citra Hasil Closing 28

Gambar 4.1. Tampilan Menu Utama 31

Gambar 4.2. Tampilan Segmentasi Threshold 31

Gambar 4.3. Tampilan Segmentasi Watershed 32

Gambar 4.4. Tampilan Segmentasi Top-Hat 33

Gambar 4.5. Tampilan Segmentasi Kombinasi 34

Gambar 4.6. Grafik Hasil Segmentasi algoritma Adaptif Threshold, Watershed,

Top-Hat serta Kombinasi 51

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan kualitas citra adalah proses mendapatkan citra yang lebih mudah diinterpretasikan oleh mata manusia. Pada proses ini, ciri-ciri tertentu yang terdapat di dalam citra lebih diperjelas kemunculannya. Proses pengolahan citra berkaitan erat dengan penghilangan atau pengurangan degradasi pada citra yang terjadi karena proses akuisisi citra. Degradasi yang dimaksud termasuk noise yang merupakan error dalam nilai piksel atau efek optis misalnya blur (kabur) akibat kamera yang tidak fokus atau karena gerakan kamera. Teknik restorasi citra meliputi operasi neighbourhood dan juga penggunaan proses-proses pada domain frekuensi (Yelmanova & Romanyshyn, 2017).

Pada Penelitian Saini & Dutta (2013) dilakukan segmentasi untuk citra dengan pencahayaan yang tidak merata (uneven lighting) menggunakan Adaptive Threshold dan Dynamic Window Growing berdasarkan pendekatan pertumbuhan jendela inkremental. Dalam metode yang diusulkan ini, masalah kondisi pencahayaan yang tidak merata telah ditangani dengan pendekatan Dynamic Window Growing.

Algoritma ini didasarkan pada pendekatan peningkatan jendela inkremental dengan menggunakan kriteria seleksi berbasis entropi. Jendela yang ditetapkan oleh kriteria seleksi dianggap sebagai sub-gambar dan setiap sub-gambar telah tersegmentasi dengan menggunakan standar deviasi minimum berdasarkan thresholding untuk memperbaiki hasil segmentasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa segmentasi citra dengan pencahayaan yang tidak merata menampilkan citra yang lebih baik dan masih ditemukan tekstur berbentuk kotak-kotak yang merupakan bayangan window yang digunakan.

Pada penelitian Cheng, W. W & Jun, C. X. (2013) dilakukan segmentasi citra dengan pencahayaan yang tidak merata dengan metode yang diusulkan berdasarkan penyaringan Homomorfik yaitu Transformasi Top-Hat dan algoritma Watershed.

(17)

2

Dengan penyaringan Homomorfik, dapat melemahkan komponen frekuensi rendah dan memperkuat komponen frekuensi tinggi pada domain frekuensi yang membuat pencahayaan citra menjadi merata. Transformasi Top-Hat diadopsi untuk menghapus bagian yang luas dari latar belakang citra target. Hasil percobaan menunjukkan bahwa metode yang diusulkan sederhana dan efektif yang membuat koreksi citra iluminasi yang tidak merata mencapai hasil yang memuaskan. Tetapi dengan sampel citra yang memiliki partikel adhesi yang jelek, hasil proses algoritma ini akan memiliki efek batas tepi dan bagaimana cara meningkatkan kemampuan adaptasi dari algoritma ini akan menjadi fokus penelitian kedepan.

Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan diatas maka penulis berniat membuat penelitian dengan judul Kombinasi Algoritma Adaptive Threshold, Watershed Dan Top-Hat Transform Pada Segmentasi Citra Uneven Lighting.

1.2 Rumusan Masalah

Segmentasi citra merupakan suatu hal yang sangat penting dengan membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen seperti warna, tekstur dan intensitas, maka diperlukan suatu algoritma untuk merubah representasi gambar, oleh karena itu penulis mengambil rumusan permasalahan bahwa diperlukannya kombinasi algoritma adaptive threshold, algoritma top-hat dan watershed transform untuk membuat citra yang tidak memiliki pencahayaan yang merata menjadi lebih bermakna dan mudah dianalisa.

1.3 Batasan Masalah

Dari rumusan masalah diatas, penulis menetapkan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. File citra yang diolah adalah berformat *.BMP, JPG dan PNG.

2. Citra yang diolah adalah citra yang terdistorsi akibat pencahayaan yang tidak terdistribusi merata (Uneven Lighting).

3. Parameter pengolahan citra menggunakan Mean Squared Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR).

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tesis ini adalah melakukan analisa pengolahan citra yang memiliki pencahayaan yang tidak merata dengan melakukan kombinasi algoritma adaptive threshold, algoritma top-hat dan watershed transform agar menghasilkan segmentasi yang sempurna.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu Teknik Informatika, khususnya dalam bidang segmentasi citra untuk proses pengolahan citra

2. Mengetahui kinerja kombinasi algoritma adaptive threshold, algoritma top-hat dan watershed transform.

3. Dapat menambah teknik dalam mengatasi masalah citra yang tidak memiliki pencahayaan yang tidak merata.

4. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai ketiga algoritma yang digunakan

(19)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Citra Digital

Citra terbentuk dari kumpulan intensitas cahaya yang tersusun dalam bidang dua dimensi. Kumpulan intensitas cahaya tersebut dinyatakan dalam suatu fungsi kontinu f(x,y) dimana x dan y menyatakan koordinat ruang dan nilai intensitas cahaya tersebut memberi informasi warna dan kecerahan citra (Gonzales, 2005).

Citra digital merupakan citra yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit. Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan pixel. Contohnya adalah gambar/titik diskrit pada baris m dan kolom n disebut dengan pixel [m,n]. Sampling adalah proses untuk menentukan warna pada pixel tertentu pada citra dari sebuah gambar yang kontinu.

Pada proses sampling biasanya dicari warna rata-rata dari gambar analog yang kemudian dibulatkan. Proses sampling sering juga disebut proses digitisasi seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses Sampling dan Kuantisasi (Yelmanova, R. & Romanyshyn, Y.

2017) Sampling

Kuantisasi

(20)

Sampling menyatakan banyaknya pixel (blok) untuk mendefinisikan suatu gambar.

Sedangkan kuantisasi menunjukkan banyaknya derajat nilai pada setiap pixel (menunjukkan jumlah bit pada gambar digital, misal b/w dengan dua bit, grayscale dengan delapan bit, true color dengan 24 bit).

Citra atau umumnya dikenal gambar merupakan kumpulan titik-titik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut dikenal dengan pixel. Banyaknya titik-titik penyusun citra tersebut disebut resolusi. Jadi resolusi merupkan MxN pixel. Masing- masing pixel yang menyusun suatu citra dapat memiliki warna yang berbeda-beda yang disebut dengan bit depth. Bit depth dinyatakan dengan angka yang bersatuan bit.

Sebagai contoh bit depth = 3, artinya terdapat 23 = 8 variasi untuk setiap pixel-nya (Chuks, 2010). Semakin besar nilai bit depth, maka semakin besar pula ukuran fungsi citra tersebut. Ada beberapa jenis mode warna, antara lain:

Tabel 2.1 Jenis Mode Warna Jenis

Mode Warna

Keterangan Ukuran bit

depth

Jumlah variasi warna

Grayscale Warna keabuan, disusun oleh warna dasar Red, Green, Blue yang masing–

masing memiliki nilai dasar yang sama. Misal : Red=67, Green=67, dan Blue= 67. Dari suatu nilai yang sama akan membentuk satu warna kebuan yang berbeda pada rentang gradasi hitam dan putih

8 bit depth 28=256 variasi warna

Monokrom Warna yang hanya terdiri dari hitam dan putih

1 bit 21=2 variasi warna

RGB Warna yang disusun oleh 3 channel, yaitu Red, Green, Blue yang masing – masin memiliki 8 bit depth

8 x 3 =24 224=16.777.216 variasi warna

CMYK Warna yang terdiri dari 4 channel, yaitu Cyan, Magenta, Yellow, Black yang masing – masing memiliki 8 bit

8 x 4 = 32 232=4.294.967.296 variasi warna

(21)

6

depth

Dalam pengolahan citra warna dipresentasikan dengan nilai heksadesimal dari 0x00000000 sampai 0x00ffffff. Warna hitam adalah 0x00000000 dan warna putih adalah 0x00ffffff. Variabel 0x00 menyatakan angka dibelakangnya adalah hexadecimal.

Gambar 2.2 Nilai warna RGB dalam hexadecimal 2.1.1 Citra RGB

Citra RGB disebut juga citra truecolor. Citra RGB merupakan citra digital yang terdiri dari tiga layer yang mengandung matriks data berukuran m x n x 3 yang merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru untuk setiap pixel-nya. Tiap layer juga memiliki intensitas kecerahan warna yang nantinya saat ketiga layer digabungkan akan membentuk suatu kombinasi warna baru tergantung besarnya tingkat kecerahan warna yang disumbangkan tiap layer.

Tiap layer berukuran 8 bit, berarti memiliki tingkat kecerahan warna sampai 256 level. Artinya tiap layer warna dapat menyumbang tingkat kecerahan warnanya dari rentang level 0 sampai level 255. Dimana 0 merepresentasikan warna hitam dan 255 merepresentasikan warna putih.

Gambar 2.3 Citra RGB

0x00 xx xx xx

Nilai B Nilai G Nilai R

(22)

2.1.2 Citra YcbCr

YcbCr merupakan standar internasional bagi pengkodean digital gambar televisi. Y merupakan komponen luminance, Cb dan Cr adalah komponen chrominance. Pada monitor monokrom nilai luminance digunakan untuk merepresentasikan warna RGB.

Chrominance merepresentasikan corak warna dan saturasi (saturation). Nilai komponen ini juga mengindikasikan banyaknya komponen warna biru dan merah pada warna.

Gambar 2.4 Dekomposisi citra RGB ke dalam komponen Luminance dan Chrominance

2.1.3 Citra Biner

Citra biner adalah representasi citra dengan hanya dua intensitas warna pada tiap pixel-nya yaitu 1 dan 0, dimana nilai 0 mewakili warna hitam dan nilai 1 warna putih.

Citra biner merupakan tingkat abu-abu terendah yang dicapai dalam pembentukan citra. Alasan masih digunakannya citra biner dalam pengolahan citra digital karena prosesnya lebih cepat karena jumlah bit untuk tiap pixel-nya lebih sedikit.

2.1.4 Citra Intensitas Keabuan

Citra Intensitas disebut juga citra grayscale. Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya terdiri dari satu layer saja dari layer yang dimiliki citra RGB. Citra ini mempunyai kedalaman 8 bit dengan rentang dari 0 sampai 255.

(23)

8

Gambar 2.5 Citra grayscale 2.1.5 Format Citra Digital

Citra Digital memiliki beberapa format yang memiliki karakteristk tersendiri. Format pada citra digital ini umumnya berdasarkan tipe dan cara kompresi yang digunakan pada citra digital tersebut (Yang, J & Miao, Z. 2016).

Ada empat format citra digital yang sering dijumpai, antara lain:

1. Bitmap (BMP)

Merupakan format gambar yang paling umum dan merupakan format standard windows. Ukuran file nya sangat besar karena bisa mencapai ukuran megabyte. File ini merupakan format yang belum terkompresi dan menggunakan sistem warna RGB (Red, Green, Blue) di mana masing-masing warna pixel-nya terdiri dari 3 komponen R, G, dan B yang dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka dengan berbagai macam software pembuka gambar seperti ACDSee, Paint, Irvan View dan lain-lain. File BMP tidak bisa (sangat jarang) digunakan di web (internet) karena ukurannya yang besar. Detail gambar BMP dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Bitmap Info Header

Nama Field Size in Bytes Keterangan

bfType 2 Mengandung karakter “BM” yang

mengidentifikasikan tipe file

bfSize 4 Memori file

bfReserved1 2 Tidak dipergunakan bfReserved1 2 Tidak dipergunakan

bfOffBits 4 Offset untuk memulai data pixel

(24)

Tabel 2.3 Bitmap Core Header Field Name Size in Bytes Keterangan

bcSize 4 Memori Header

bcWidth 2 Lebar Gambar

bcHeight 2 Tinggi Gambar

bcPlanes 2 Harus 1

bcBitCount 2 Bits per pixels – 1,4,8 atau 24

2. Joint Photographic Expert Group (JPEG/JPG)

Format JPEG merupakan format yang paling terkenal sampai sekarang ini. Hal ini karena sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja) dan bersifat portable. Format file ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk menyimpan file foto hasil perekaman analog to digital converter (ADC). Karena ukurannya kecil maka file ini banyak digunakan di web (internet).

3. GIF (Graphics Interchange Format)

Tipe file GIF memungkinkan penambahan warna transparan dan dapat digunakan untuk membuat animasi sederhana, tetapi saat ini standar GIF hanya maksimal 256 warna saja. File ini menggunakan kompresi yang tidak menghilangkan data (lossless compression) tetapi penurunan jumlah warna menjadi 256 sering membuat gambar yang kaya warna seperti pemandangan menjadi tidak realistis.

Pada program MS Paint, tidak ada fasilitas penyesuaian warna yang digunakan (color table) sehingga menyimpan file GIF di MS Paint seringkali menghasilkan gambar yang terlihat rusak atau berubah warna. Pada program pengolah gambar yang lebih baik, seperti Adobe Photoshop, color table bisa diatur otomatis atau manual sehingga gambar tidak berubah warna atau rusak.

File GIF cocok digunakan untuk:

a. Gambar dengan jumlah warna sedikit (dibawah 256).

b. Gambar yang memerlukan perbedaan warna yang tegas seperti logo tanpa gradien.

c. Gambar animasi sederhana seperti banner-banner iklan, header, dan sebagainya.

d. Print shoot (hasil dari print screen) dari program-program sederhana dengan jumlah warna sedikit.

File GIF tidak cocok digunakan untuk:

(25)

10

a. Gambar yang memiliki banyak warna seperti pemandangan.

b. Gambar yang di dalamnya terdapat warna gradien atau semburat (spot light).

4. PNG (Portable Network Graphics)

Citra berformat PNG dikembangkan sebagai alternatif lain untuk GIF, yang menggunakan paten dari LZW–algoritma kompresi. PNG adalah format citra yang sangat baik untuk grafis internet, karena mendukung transparansi didalam perambah (browser) dan memiliki keindahan tersendiri yang tidak bisa diberikan GIF atau bahkan JPG. Format PNG menggunakan teknik kompresi Loseless dan mendukung kedalaman warna 48 bit dengan tingkat ketelitian sampling : 1,2,4,8, dan 16 bit. Format ini memiliki alpha channel untuk mengendalikan transparency (Yang, J & Miao, Z. 2016).

2.2 Perbaikan Citra (Image Enhancement)

Operasi yang dilakukan untuk mentransformasikan suatu citra menjadi citra lain dapat dikategorikan berdasarkan tujuan transformasi maupun cakupan operasi yang dilakukan terhadap citra (Venkata et al. 2015). Berdasarkan tujuan transformasi operasi pengolahan citra dikategorikan sebagai berikut:

1. Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)

Operasi peningkatan kualitas citra bertujuan untuk meningkatkan fitur tertentu pada citra.

2. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Operasi pemulihan citra bertujuan untuk mengembalikan kondisi citra pada kondisi yang diketahui sebelumnya akibat adanya pengganggu yang menyebabkan penurunan kualitas citra.

Berdasarkan cakupan operasi yang dilakukan terhadap citra, operasi pengolahan citra dikategorikan sebagai berikut:

a. Operasi titik, yaitu operasi yang dilakukan terhadap setiap piksel pada citra yang keluarannya hanya ditentukan oleh nilai piksel itu sendiri.

b. Operasi area, yaitu operasi yang dilakukan terhadap setiap piksel pada citra yang keluarannya dipengaruhi oleh piksel tersebut dan piksel lainnya dalam suatu daerah tertentu. Salah satu contoh dari operasi berbasis area adalah operasi ketetanggaan yang nilai keluaran dari operasi tersebut ditentukan oleh nilai

(26)

piksel-piksel yang memiliki hubungan ketetanggaan dengan piksel yang sedang diolah.

c. Operasi global, yaitu operasi yang dilakukan terhadap setiap piksel pada citra yang keluarannya ditentukan oleh keseluruhan piksel yang membentuk citra.

Secara garis besar terdapat tiga jenis metode perbaikan citra yaitu:

a. Perbaikan citra dengan metode binarisasi dan thresholding.

b. Perbaikan citra dengan metode hibridisasi antara binarisasi/thresholding dengan metode lainya.

c. Perbaikan citra tanpa metode thresholding.

Hasil review yang dilakukan menjelaskan bahwa metode ke dua memberikan peningkatan yang potensial dalam proses perbaikan citra. Khusus untuk metode perbaikan citra dengan metode binarisasi citra, J. Sauvola et al (2000) mengusulkan sebuah metode binarisasi adaptif yang dapat memisahkan dengan baik komponen teks, background, serta gambar dari sebuah citra dokumen. Dengan penentuan nilai threshold secara lokal, Sauvola berhasil mengatasi permasalahan pokok kerusakan citra dokumen yang disebabkan oleh adanya noise serta perbedaan tingkat iluminasi.

Sebuah review tentang perbandingan berbagai jenis algoritma thresholding untuk memisahkan bagian teks dan background dari sebuah dokumen yang kompleks diberikan oleh G. Leedham et al (2003).

Graham memberikan review perbandingan untuk 5 (lima) jenis algoritma yaitu algoritma Niblack, teknik Mean-Gradien, metode substraksi background, metode QIR (Quadratic Integral Ratio), serta metode Yanowitz and Bruckstein. Kesimpulan yang diperoleh adalah tidak terdapat metode/algoritma yang bekerja lebih baik untuk setiap jenis dokumen. Untuk meningkatkan performansi harus dilakukan kombinasi algoritma sesuai dengan jenis dokumen yang berbeda. Survei tentang teknik-teknik thresholding pada citra dengan evaluasi performansi secara kuantitatif juga dilakukan oleh M. Sezgin et al (2004).

Metode binarisasi yang ditujukan khusus untuk citra dengan teks berwarna diusulkan pada tahun 2005 oleh K. B. Wang et al. Metode binarisasi dilakukan dengan cara menganalisis tekstur biner yang terdapat pada citra. Dengan kombinasi pembentukan kluster warna dan analisa tekstur, algoritma yang diusulkan mampu menangani citra-citra dengan background yang kompleks. Tahun 2007, E. Badekas et al juga mengusulkan metode baru untuk proses binarisasi teks pada dokumen

(27)

12

berwarna. Metode ini didasarkan pada kuantisasi warna dan estimasi warna dominan untuk mereduksi warna sehingga warna teks dan background menjadi lebih uniform.

Perbaikan citra digital dengan teknik normalisasi yang diaplikasikan pada citra digital naskah daun lontar telah diusulkan oleh Z. Shi et al (2005).

2.3 Segmentasi Citra

Segmentasi citra merupakan suatu metode dari pengolahan citra digital yang bertujuan untuk membagi citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan kriteria kemiripan tertentu. Segmentasi citra merupakan masalah klasifikasi, yaitu bagaimana memprediksikan suatu piksel termasuk tepi atau bukan tepi (Zhao et al, 2015).

Terdapat syarat utama yang harus dimiliki oleh metode segmentasi citra yaitu:

a. Memiliki tahap pra-processing yang tepat dan efisien.

b. Tahan terhadap terjadinya derau.

c. Terdapat suatu classifier yang menghasilkan boundary citra yang optimal.

Pada umumnya suatu metode segmentasi citra hanya menggunakan classifier yang linier sehingga menghasilkan boundary citra yang kurang optimal dan masih mengandung noise. Derau yang terjadi pada hasil segmentasi citra disebabkan karena adanya piksel yang missclassification. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode segmentasi citra yang dapat memisahkan piksel secara non-linear sehingga dapat menghasilkan boundary citra yang optimal dan dapat mengurangi noise disekitar objek yang diamati.

2.4 Metode Thresholding

Thresholding citra adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan antara obyek dan background. Thresholding adalah teknik yang sederhana tapi efektif untuk segmentasi citra. Proses Thresholding sering disebut dengan proses binerisasi. Dalam proses thresholding terhadap sebuah citra, hasil yang diperoleh tidak selalu memuaskan dan sesuai dengan keinginan. Hal ini dikarenakan faktor penghambat seperti pencahayaan yang tidak merata atau citra yang kabur yang menyebabkan histogram tidak bisa dipartisi dengan baik.

Terdapat berbagai metode dalam memilih threshold. Metode paling sederhana dilakukan dengan cara memilih nilai mean atau median. Pada dasanya jika piksel

(28)

objek lebih terang dibandingkan dengan background maka piksel objek tersebut juga lebih terang dari rata-ratanya. Pada gambar yang masih memiliki noise dengan background dan nilai objek, mean dan median akan bekerja maksimal dalam threshold. Metode thresholding secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Thresholding global

Thresholding dilakukan dengan mempartisi histogram dengan menggunakan sebuah threshold (batas ambang) global T, yang berlaku untuk seluruh bagian pada citra.

2. Thresholding adaptif

Thesholding dilakukan dengan membagi citra menggunakan beberapa sub citra. Lalu pada setiap sub citra, segmentasi dilakukan dengan menggunakan threshold yang berbeda (Samanta, D & Sanyal, G. 2011). Persamaan untuk menentukan nilai thresholding dapat dirumuskan sebagai berikut

T = 𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠+ 𝑓𝑚𝑖𝑛

2 ………. (2.1)

Thresholding dikatakan global jika nilai threshold T hanya bergantung pada f(x,y), yang melambangkan tingkat keabuan pada titik (x,y) dalam suatu citra. Berikut ini akan disajikan contoh partisi histogram untuk memperoleh threshold dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Contoh Partisi Histogram Untuk Memperoleh Nilai Threshold

Histogram yang berada pada sisi kiri Gambar 2.6 mewakili citra f(x,y) yang tersusun atas obyek terang di atas background gelap. Piksel-piksel obyek dan background dikelompokkan menjadi dua mode yang dominan. Cara untuk mengekstrak obyek dari background adalah dengan memilih nilai threshold T yang memisahkan dua mode tersebut. Kemudian untuk sembarang titik (x,y) yang memenuhi f(x,y) > T disebut titik obyek, selain itu disebut titik background.

(29)

14

Kesuksesan metode ini bergantung pada seberapa bagus teknik partisi histogram.

Citra hasil thresholding dapat didefinisikan sebagaimana persamaan di bawah ini.

G(x,y) = {1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) > 𝑇

0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇 ………. (2.2) Dimana:

g = nilai piksel pada posisi x,y f = nilai piksel yang di bandingkan

Pengertian segmentasi citra adalah suatu proses membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen (Jain, 1989). Segmentasi citra dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu dividing image space dan clustering feature space. Jenis yang pertama adalah teknik segmentasi dengan membagi image menjadi beberapa bagian untuk mengetahui batasannya, sedangkan teknik yang kedua dilakukan dengan cara memberi index warna pada tiap piksel yang menunjukkan keanggotaan dalam suatu segmentasi. Adapun teknik segmentasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut :

1) Pendekatan Edge-Based

Pendekatan ini melakukan proses deteksi sisi dengan operator gradient.

Masukannya berupa citra gray level dan keluarannya berupa citra edge (biner).

Selanjutnya dilakukan proses region growing dengan masukan citra asli (gray- level) dan citra edge. Proses pembentukan suatu wilayah akan berhenti bila menjumpai piksel edge. Kekurangan dari pendekatan ini adalah belum tentu menghasilkan edge yang kontinu, mengakibatkan terjadinya kebocoran wilayah (wilayah-wilayah yang tidak tertutup).

2) Pendekatan Region-Based

Pendekatan ini memerlukan kriteria of uniformity, memerlukan penyebaran seeds atau dapat juga dengan pendekatan scan line, kemudian dilakukan proses region growing. Kekurangan dari pendekatan ini adalah belum tentu menghasilkan wilayah-wilayah yang bersambungan.

3) Pendekatan Hybrid

Pendekatan ini melakukan proses deteksi sisi untuk menhasilkan citra sisi (piksel edge dan piksel non-edge), melakukan pemisahan wilayah dengan metode connected region. (Connected regions adalah set piksel tetangga yang

(30)

bukan piksel edge), dan selanjutnya dilakukan proses merging regions.

Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil segmentasi dengan wilayah-wilayah yang tertutup dan bersambungan.

2.5 Transformasi Watershed

Konsep transformasi Watershed adalah dengan menganggap sebuah gambar merupakan bentuk tiga dimensi yaitu posisi x dan y dengan tingkat warna pixel yang dimilikinya (Cheng, W. W & Jun, C. X. 2013). Posisi x dan y merupakan bidang dasar dan tingkat warna pixel, yang dalam hal ini adalah gray level merupakan ketinggian dengan anggapan nilai yang makin mendekati warna putih mempunyai ketinggian yang semakin tinggi. Dengan anggapan bentuk topografi tersebut, maka didapat tiga macam titik yaitu : (a) titik yang merupakan minimum regional, (b) titik yang merupakan tempat dimana jika setetes air dijatuhkan, maka air tersebut akan jatuh hingga ke sebuah posisi minimum tertentu, dan (c) titik yang merupakan tempat dimana jika air dijatuhkan, maka air tersebut mempunyai kemungkinan untuk jatuh ke salah satu posisi minimum (tidak pasti jatuh ke sebuah titik minimum, tetapi dapat jatuh ke titik minimum tertentu atau titik minimum yang lain). Untuk sebuah minimum regional tertentu, sekumpulan titik yang memenuhi kondisi (b) disebut sebagai catchment basin, sedangkan sekumpulan titik yang memenuhi kondisi (c) disebut sebagai garis Watershed.

Dari penjelasan diatas, segmentasi dengan metode watershed ini mempunyai tujuan untuk melakukan pencarian garis watershed. Ide dasar untuk cara kerja segmentasi ini adalah diasumsikan terdapat sebuah lubang yang dibuat pada minimum regional dan kemudian seluruh topography dialiri air yang berasal dari lubang tersebut dengan kecepatan konstan. Ketika air yang naik dari dua catchment basin hendak bergabung, maka dibangun sebuah dam untuk mencegah penggabungan tersebut.

Aliran air akan mencapai tingkat yang diinginkan dan berhenti mengalir ketika hanya bagian atas dari dam yang terlihat. Tepi dam yang terlihat inilah yang disebut dengan garis watershed. Dan garis watershed inilah yang merupakan hasil dari segmentasi, dengan anggapan bahwa garis watershed tersebut merupakan tepi dari obyek yang hendak disegmentasi. Untuk lebih jelas mengenai penggambaran dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini.

(31)

16

Gambar 2.7 Konsep Transformasi Watershed (Cheng, W. W & Jun, C. X. 2013)

Pada Gambar 2.7 ditampilkan gambar dua dimensi dari konsep transformasi watershed dimana dua bagian yang berwarna gelap adalah dua buah catchment basin dan bagian di tengah kedua catchment basin merupakan daerah dimana garis watershed akan berada, sedangkan pada Gambar 2.7 b ditampilkan gambar tiga dimensi dari konsep transformasi watershed.

2.5.1 Algoritma Transformasi Watershed

Misalkan M1, M2, M3, ..., MR adalah kumpulan koordinat titik dalam regional minimal sebuah gambar g(x,y). Terdapat C(Mi) yang merupakan kumpulan koordinat pada catchment basin dan berhubungan dengan daerah minimum Mi. Notasi min dan max digunakan untuk menandai nilai minimum dan nilai maksimum dari g(x,y).

Kemudian dianggap T[n] adalah kumpulan koordinat (s,t) di mana g(s,t) < n, sehingga dapat didefinisikan:

T[n]={(s,t)| g(x,y)<n} ……….(2.3)

(32)

Secara geometri, T[n] adalah kumpulan koordinat dari titik yang berada pada g(x,y) dan terletak di bawah bidang g(x,y) = n. Topografi akan dialiri dengan penambahan integer mulai dari n = min+1 hingga n = max+1. Pada setiap penambahan n, algoritma perlu mengetahui jumlah titik yang berada di bawah kedalaman aliran. Pada umumnya, daerah yang berada di bawah g(x,y) = n diberi warna hitam atau nilai 0 dan yang berada di atasnya diberi warna putih atau nilai 1 (Cheng, W. W & Jun, C. X.

2013).

Kemudian diasumsikan Cn(Mi) merupakan kumpulan koordinat titik didalam catchment basin yang berhubungan dengan minimum Mi yang dialiri pada tahap n.

Cn(Mi) dapat dilihat sebagai gambar biner dengan menggunakan persamaan :

………. (2.4)

Dengan kata lain Cn(Mi) = 1 terletak pada lokasi (x,y) jika (x,y) ∈ C (Mi) dan (x,y)

∈T[n], selain itu maka nilai Cn(Mi) = 0. Berikutnya, diasumsikan C[n] merupakan gabungan dari aliran di catchment basin pada tahap n:

………. (2.5)

dan C[max + 1] adalah gabungan dari semua catchment basin :

………. (2.6)

C[n-1] adalah subset dari C[n] dan C[n] adalah subset dari T[n] maka C[n-1] adalah subset dari T[n]. Dari sini didapatkan bahwa tiap komponen terkoneksi dari C[n-1]

terdapat pada persis satu komponen terkoneksi dari T[n]. Algoritma untuk mencari garis Watershed pertama kali diinisialisasi dengan C[min+1] = T[min+1]. Algoritma tersebut akan diproses secara rekursif dengan asumsi pada tahap n maka C[n-1] telah terbentuk. Prosedur untuk mendapatkan C[n] dari C[n-1] adalah sebagai berikut.

Diasumsikan Q merupakan kumpulan komponen terkoneksi dalam T[n] (Cheng, W.

W & Jun, C. X, 2013 ).

(33)

18

2.5.2 Algoritma Top-Hat Transform

Top-hat Transform merupakan hasil subtraksi citra input dengan citra yang telah mengalami operasi opening. Yaitu perbedaan antara citra asli dan citra setelah mengalami operasi opening (Solomon & Breckon, 2012). Operasi ini menekan background gelap dan menyoroti foreground sehingga kontras gambar foreground meningkat. Transformasi ini berguna untuk mendapatkan bentuk global suatu objek yang mempunyai intensitas yang bervariasi. Top-hat transform dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini:

TTH(A,B)=A-(A Θ gB) …….……….(2.7)

Dimana A menyatakan citra dan B sebagai elemen penstruktur. Simbol g menyatakan bahwa operasi tersebut berlaku untuk citra beraras keabuan. Citra grayscale yang kontrasnya sudah ditingkatkan akan diubah ke gambar biner. Gambar biner tersebut perlu ditebalkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hasil biner yang kurang baik dan menggabungkan region berdekatan pada gambar. Di sini operasi dilation akan diterapkan dan hasil outputnya adalah berupa kandidat objek. Dilation dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini:

D (A,B) = A (Θ B ……….………..…. (2.8)

Dimana A adalah gambar input dan B adalah structuring element.

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Pada penelitian ini dilakukan segmentasi dimana pada penelitian Saini dan Dutta (2013) masih ditemukan hasil segmentasi yang kurang sempurna berupa bayangan window. Dengan melihat penelitian Cheng dan Jun (2013), dimana dilakukan segmentasi pada citra iluminasi yang memiliki pencahayaan tidak merata dapat menghasilkan segmentasi yang sempurna.

Pada pengolahan citra dilakukan memperjelas objek-objek yang ada pada citra yang terdistorsi karena faktor pencahayaan yang tidak terdistribusi secara merata (uneven lighting). Citra hasil pengolahan diatas dibandingkan dengan citra asli untuk menghitung nilai Mean Squared Error (MSE) dan Peak Signal Noise Ratio (PSNR) sebagai parameter pengolahan citra.

Pada penelitian ini dilakukan kombinasi algoritma Thresholding Adaptif Watershed dan Top-Hat Transform pada proses segmentasi citra uneven lighting.

Adapun flowchart penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Segmentasi citra dengan algoritma Thresholding Adaptif.

2. Segmentasi citra dengan algoritma Watershed Transform.

3. Segmentasi citra dengan algoritma Top-Hat Transform 4. Segmentasi citra dengan algoritma kombinasi.

Setelah dilakukan segmentasi citra dengan masing-masing algoritma, maka dilakukan analisa perbandingan dengan perhitungan nilai MSE dan PSNR serta analisa visual mengenai hasil segmentasi dengan pengamatan.

3.2 Flowchart Penelitian

Adapun flowchart dari penelitian Kombinasi Algoritma Thresholding Adaptif Dengan Top-Hat Dan Watershed Transform Pada Segmentasi Citra Uneven Lighting dapat

(35)

20

dilihat secara keseluruhan pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian Transformasi

Watershed

Transformasi Top-Hat

Start

Adaptive Threshold

Citra Uneven Lighting

Citra Hasil

Stop

Hitung MSE dan PSNR

Analisis Citra Hasil Segmentasi

Adaptive Threshold

Transformasi Watershed

Transformasi Top-Hat Baca Piksel Citra

(36)

Pada flowchart Gambar 3.1 diatas, citra asli berupa citra uneven lighting dilakukan pembacaan nilai-nilai piksel untuk setiap area citra. Proses segmentasi algoritma Thresholding Adaptif dilakukan dengan pembentukan window yang ukurannya disesuaikan dengan nilai threshold-nya. Pada segmentasi dengan algoritma transformasi Watershed serta Top Hat, dilakukan segmentasi dengan cara melakukan perhitungan nilai piksel secara transformasi Watershed dan Top Hat. Pada segmentasi dengan algoritma kombinasi adalah segmentasi dilakukan dengan algoritma Adaptive Thresholding dan transformasi Watershed serta Top Hat. Tahap akhir dilakukan analisis citra hasil segmentasi dengan perhitungan nilai MSE dan PSNR serta dengan membandingkan citra asli dengan citra hasil segmentasi secara visual.

3.3 Praprosesing

3.3.1 Pembacaan Nilai Piksel Citra

Sebelum melakukan pengolahan citra, terlebih dahulu dilakukan pembacaan dan penghitungan nilai Pixel. Pembacaan nilai piksel dilakukan pada setiap komponen warna (RGB) dengan menggunakan rumus:

Nilai R = c and 255 ………... (3.1) Nilai G = (c and 65,280)/256 ..………...……….….... (3.2) Nilai B = ((c and 16,711,680)/256)/256 ………...………..………... (3.3) Sebagai contoh diberikan citra Uneven Lighting berdimensi 3 x 3 pixel seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Citra Uneven Lighting (3 x 3 Pixel)

Citra pada Gambar 3.2 di atas dilakukan penghitungan nilai komponen warna RGB-nya dengan membagi citra dalam Pixel-Pixel. Sebagai contoh diberikan cuplikan

Blok Image 3 x 3 Pixel

(37)

22

citra 3x3 pixel yang berasal dari citra Uneven Lighting yang dapat dilihat seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Blok Citra Uneven Lighting (3x3 Pixel)

Citra pada Gambar 3.3 di atas dilakukan pembacaan nilai pixel pada data bitmap Cover Image (3x3 Pixel) seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Nilai Pixel Blok Citra

Untuk mendapatkan citra grayscale seperti Gambar 3.3, maka setiap nilai pixel pada citra Gambar 3.4 dihitung. (0,0) adalah 100101101011010011110111 (24 bit). Nilai R dihitung dengan persamaan (3.1) sebagai berikut:

Nilai R = 100101101011010011110111 and 000000000000000011111111 =

= 1111 0111

= 247 (desimal)

Nilai G = (100101101011010011110111 and 1111111100000000)/ 100000000 = 1011 0100

= 180 (desimal)

Nilai B= (100101101011010011110111 and

111111110000000000000000) / 10000000000000000/ 10000000000000000

= 000000000000000010010000

= 0 (desimal)

Sehingga diperoleh nilai pixel (0,0):

R = 1111 0111 = 247 (desimal) G = 1011 0100 = 180 (desimal)

<Header>

<data bitmap>

...

Piksel 1 Piksel 2

Piksel n

100101101011010011110111 110100001011010011010000

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

(38)

B = 0 = 0 (desimal)

Dalam analisa ini jumlah pixel yang dihitung sebanyak 25 pixel saja dan untuk mendapatkan nilai RGB pixel selanjutnya dilakukan sama seperti cara di atas dan selanjutnya nilai RGB semua nilai pixel pada citra dimasukkan ke dalam matriks seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Matriks Nilai RGB Citra Warna

R G B R G B R G B R G B R G B 247,180,0 122,100,144 52,170,253 100,60,150 80,110,120 100,10,100 200,100,122 55,140,120 88,70,110 140,11,70 110,90,57 55,80,14 95,80,168 40,200,147 10,200,0 44,68,33 34,180,52 50,180,45 50,180,52 54,230,122 40,90,120 54, 20,0 0,210,120 45,100,200 50,230,100

3.3.2 Menghitung Nilai Grayscale Citra

Matriks citra warna pada Gambar 3.4 di atas ditransformasikan menjadi citra grayscale dengan menghitung rata-rata warna Red, Green dan Blue. Secara matematis penghitungannya adalah sebagai berikut.

f0 (x,y) =

(

fR(𝑥,𝑦)+ fG(𝑥,𝑦)+ fB(𝑥,𝑦)

3

)

……… (3.4)

Sebagai contoh menghitung nilai grayscale pixel (0,0) dengan nilai komponen RGB (241,180,144) menggunakan persamaan (3.6) adalah:

f(0,0) =

(

247+ 180+0

3

) =

142 f(0,1) =

(

122+ 100+144

3

) =

122 f(0,2) =

(

52+ 170+253

3

) =

158 f(0,3) = (100+60+150

3 ) = 103 f(0,4) = (80+110+120

3 ) = 103 f(1,0) = (100+ 10+100

3 ) = 70 f(1,1) = (200+100+122

3 ) = 140

(39)

24

f(1,2) = (55+140+120

3 ) = 105 f(1,3) = (88+70+110

3 ) = 89 f(1,4) = (140+11+703 ) = 73

Untuk menghitung nilai grayscale pixel selanjutnya dilakukan sama seperti cara di atas, selanjutnya hasil nilai grayscale matriks citra warna dimasukkan ke dalam matriks nilai grayscale seperti pada Gambar 3.5.

142 122 158 103 103 70 140 105 89 73 120 90 10 210 125 140 80 90 94 12 50 110 155 147 10 Gambar 3.5 Matriks Nilai Grayscale

3.3.3 Algoritma Adaptive Threshold

Pada metode Adaptive Thresholding, nilai ambang citra dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

T = (𝑥,𝑦)∑∈𝑊 𝑓(𝑥,𝑦)

𝑁𝑊 – C ………. (3.5)

dimana,

- W merupakan blok yang diproses,

- NW merupakan jumlah piksel pada setiap blok W,

- C merupakan konstanta yang dapat ditentukan secara bebas, jika C = 0, maka nilai ambang sama dengan nilai rata-rata setiap piksel pada blok bersangkutan.

Proses Adaptive Thresholding dengan pemilihan window secara adaptif berbasis pengukuran tingkat ketajaman citra. Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Input citra digital.

2. Bagi citra menjadi sub citra sesuai dengan ukuran window.

3. Cari nilai ketajaman citra pada masing-masing window (sub citra).

4. Buat fitur f’(x,y), dimana window sebagai pixel dan nilai ketajaman citra sebagai gray level value-nya.

5. Hitung nilai threshold T’ dengan nilai f’(x,y) sebagai nilai piksel citra.

(40)

6. Segmentasi intensitas pixel dalam window (sub citra) yang memiliki nilai ketajaman citra > T’.

7. Periksa apakah keseluruhan window (sub citra) telah tersegmentasi. Jika ya, maka berhenti.

8. Cari dan simpan jumlah window yang memiliki nilai ketajaman citra ≤ T’.

9. Simpan jumlah window yang nilai ketajaman citra ≤ T’ ke sebuah variabel yaitu jumlah window.

10. Buat dan inisialisasi variabel i = 0.

11. Growing dan hitung nilai tingkat ketajaman citra pada window (i).

12. Periksa apakah ukuran window (i) > ukuran image. Jika ya, maka ke langkah 14.

13. Periksa apakah ketajaman citra window (i) ≤ T’. Jika ya, maka ke langkah 11.

14. Segmentasi intensitas pixel dalam window (i).

15. Increment i.

16. Periksa apakah i ≤ jumwindow. Jika ya, maka ke langkah 11.

17. Lakukan penggabungan window (sub citra), sehingga menjadi citra yang utuh.

18. Stop.

3.3.4 Algoritma Transformasi Watershed

Watershed merupakan salah satu metode yang digunakan untuk segmentasi gambar.

Konsep yang terdapat pada Watershed ini yaitu dapat memvisualisasikan sebuah gambar dalam tiga 3D dimensi.

Dibawah ini merupakan langkah-langkah dari algoritma Watershed.

(1) Tentukan daerah (region) dengan merepresentasikan objek dan background yang memiliki nilai 0.

(2) Lakukan dilasi pada daerah tersebut dengan menggunakan stuktur elemen 3 x 3.

(3) Bentuklah dam pada posisi dimana dua daerah terhubung.

(4) Ulangi langkah (3) hingga semua daerah tergabung.

Dianggap M1, M2, M3, ... , MR adalah kumpulan koordinat titik dalam regional minimal sebuah gambar g(x,y). Terdapat C(Mi) yang merupakan kumpulan koordinat pada catchment basin dan berhubungan dengan daerah minimum Mi. Notasi min dan max digunakan untuk menandai nilai minimum dan nilai maksimum dari g(x,y).

(41)

26

Kemudian dianggap T[n] adalah kumpulan koordinat (s,t) dimana g(s,t) < n, sehingga dapat didefinisikan:

T[n]={(s,t)| g(x,y)<n} ………. (3.8) Secara geometri, T[n] adalah kumpulan koordinat dari titik yang berada pada g(x,y) dan terletak di bawah bidang g(x,y) = n. Topografi akan dialiri dengan penambahan integer mulai dari n = min +1 hingga n = max +1. Pada setiap penambahan n, algoritma perlu mengetahui jumlah titik yang berada di bawah kedalaman aliran. Pada umumnya, daerah yang berada di bawah g(x,y) = n diberi warna hitam atau nilai 0 dan yang berada di atasnya diberi warna putih atau nilai 1.

Kemudian diasumsikan Cn(Mi) merupakan kumpulan koordinat titik didalam catchment basin yang berhubungan dengan minimum Mi yang dialiri pada tahap n.

Cn(Mi) dapat dilihat sebagai gambar biner dengan menggunakan persamaan:

Dengan kata lain Cn(Mi) = 1 terletak pada lokasi (x,y) jika (x,y) ∈ C (Mi) dan (x,y) ∈T[n], selain itu maka nilai Cn(Mi) = 0. Berikutnya, diasumsikan C[n]

merupakan gabungan dari aliran di catchment basin pada tahap n :

dan C[max + 1] adalah gabungan dari semua catchment basin :

C[n-1] adalah subset dari C[n] dan C[n] adalah subset dari T[n] maka C[n-1] adalah subset dari T[n]. Dari sini didapatkan bahwa tiap komponen terkoneksi dari C[n-1]

terdapat persis satu komponen terkoneksi dari T[n]. Algoritma untuk mencari garis watershed pertama kali diinisialisasi dengan C[min+1] = T[min+1].

Algoritma tersebut akan diproses secara rekursif dengan asumsi pada tahap n maka C[n-1] telah terbentuk. Prosedur untuk mendapatkan C[n] dari C[n-1] adalah sebagai berikut. Diasumsikan Q merupakan kumpulan komponen terkoneksi dalam T[n]. Maka untuk tiap komponen terkoneksi q∈Q[n], terdapat tiga kemungkinan:

a. q ∩C[n −1] adalah kosong

b. q ∩C[n −1] mempunyai 1 komponen terkoneksi dari C[n-1]

c. q ∩C[n −1] mempunyai lebih dari 1 komponen terkoneksi dari C[n-1]

(42)

Jika kondisi c terjadi maka pengisian lebih lanjut akan menyebabkan air di catchment basin yang berbeda menjadi bergabung, sehingga perlu dibangun dam di dalam q untuk mencegah mengalirnya air di antara catchment basin yang berbeda. Dam dengan tebal satu pixel dapat dibangun dengan melakukan dilation q ∩ C[n-1] dengan elemen 3x3 piksel.

3.3.5 Algoritma Transformasi Top-Hat

Algoritma Transformasi Top-Hat berguna untuk mendapatkan bentuk global suatu objek yang mempunyai intensitas yang bervariasi. Transformasi Top-hat merupakan hasil subtraksi citra input dengan citra yang telah mengalami operasi opening yaitu perbedaan antara citra asli dan citra setelah mengalami operasi opening.

Mengombinasikan pengukuran citra dengan opening dan closing akan menghasilkan transformasi Top-Hat. Transformasi Top-Hat citra grayscale f didefinisikan sebagai f dikurangi hasil opening:

That(f) = f-(f 0 b) ……….. (3.6) Transformasi top-hat digunakan untuk objek terang pada background gelap, Penggunaan penting dari transformasi top-hat adalah memperbaiki efek ilumination yang tidak uniform, karena ilumination yang baik (uniform) memainkan peran penting dalam proses pengekstrakan objek dari background. Proses ini yang disebut dengan segmentasi, yaitu satu dari langkah awal yang dilakukan dalam analisis citra otomatis.

Umumnya digunakan pendekatan segmentasi untuk threshold citra input (Prasetyo, 2011). Proses opening berfungsi untuk menghilangkan objek-objek kecil tetapi tetap mempertahankan ukuran aslinya. Proses Opening merupakan proses erosion dengan dilation citra. Proses Opening dapat dilihat seperti pada Gambar 3.6.

F(x,y) o SE = (f(x,y) θ SE) Θ SE ……… (3.7) Dimana f(x,y) piksel citra grayscale

SE adalah structure element citra berupa kernel 3 x 3 piksel 1 1 1

1 1 1

1 1 1

Gambar 3.6 Kernel Structure Element (3 x 3)

(43)

28

Erosion 

Gambar 3.7 Citra Asli dan Hasil Erosion

Nilai piksel 0 berarti gelap sedangkan nilai piksel 1 berarti 1.

Dilation 

Gambar 3.8 Citra Hasil Erosion dengan Hasil Dilation

Proses Closing dengan citra Gambar 3.6 dapat dilihat seperti pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Citra Hasil Closing

(44)

3.3.6 Algoritma Kombinasi

Algoritma kombinasi adalah penggabungan algoritma segmentasi citra antara algoritma Adaptive Thresholding, Watershed serta Top-Hat, dimana citra hasil segmentasi Adaptive Thresholding diproses kembali dengan algoritma Transformasi Watershed serta dengan Top-Hat untuk mendapatkan citra yang lebih jelas sebagai hasil transformasi kombinasi. Adapun langkah-langkah algoritma Kombinasi dapat dilihat pada point 3.3.3 sampai dengan 3.3.5.

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pengujian yang dilakukan penulis adalah melakukan segmentasi citra yang memiliki pencahayaan yang tidak merata (Uneven Lighting) dengan melakukan kombinasi algoritma Adaptif Thresholding dengan Top-Hat dan Watershed Transform. Adapun langkah-langkah segmentasi citra yang terdistorsi karena faktor pencahayaan yang tidak terdistribusi secara merata adalah sebagai berikut:

1. Pembacaan nilai piksel citra 2. Proses Adaptive Threshold 3. Transformasi Watershed 4. Transformasi Top-Hat

5. Perhitungan nilai MSE dan PSNR

6. Pemetaan piksel hasil transformasi ke citra baru

4.1.1 Hasil Analisis

Program yang sudah siap dirancang selanjutnya dilakukan implementasi untuk melakukan segmentasi pada citra yang memiliki pencahayaan yang tidak merata.

Proses awal yang dilakukan adalah melakukan pengolahan citra berupa penambahan kontras citra serta pengubahan citra warna menjadi citra grayscale. Adapun hasil implementasi dari program segmentasi citra adalah sebagai berikut. Pada Gambar 4.1 akan terlihat tampilan menu utama program.

(46)

Gambar 4.1 Tampilan Menu Utama

Pada menu utama Gambar 4.1 terlihat menu Segmentasi citra yang berisi program segmentasi citra dengan algoritma Thresholding Adaptif dengan Watershed, Top-Hat Transform serta Kombinasi.

4.1.2 Segmentasi Threshold Adaptive

Segmentasi Threshold Adaptive adalah program untuk melakukan segmentasi citra dengan pemisahan objek-objek citra dengan latar belakangnya menggunakan algoritma Thresholding Adaptive yang dapat dilihat seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Tampilan Segmentasi Threshold

(47)

32

Keterangan:

Pada Gambar 4.2 di atas terdapat data-data antara lain:

NamaFile Citra = Bumi-1.jpg

MSE = 5216.3912

PSNR = 13.1083

4.1.3 Segmentasi Watershed

Segmentasi Watershed adalah program untuk melakukan segmentasi citra dengan pemisahan objek-objek citra dengan latar belakangnya menggunakan algoritma Watershed yang dapat dilihat seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan Segmentasi Watershed Keterangan:

Pada Gambar 4.3 di atas terdapat data-data antara lain:

Nama File Citra = Bumi-1.jpg

MSE = 715.0273

PSNR = 4.4778

(48)

4.1.4 Segmentasi Top-Hat

Segmentasi Top-Hat adalah program untuk melakukan segmentasi citra dengan pemisahan objek-objek citra dengan latar belakangnya menggunakan algoritma Top- Hat yang dapat dilihat seperti pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tampilan Segmentasi Top-Hat Keterangan:

Pada Gambar 4.3 di atas terdapat data-data antara lain:

Nama File Citra = Bumi-1.jpg

MSE = 2284.9165

PSNR = 9.5233

4.1.5 Segmentasi Kombinasi

Segmentasi Kombinasi adalah program untuk melakukan segmentasi citra dengan pemisahan objek-objek citra dengan latar belakangnya menggunakan algoritma Kombinasi yang dapat dilihat seperti pada Gambar 4.5.

(49)

34

Gambar 4.5 Tampilan Segmentasi Watershed Keterangan:

Pada Gambar 4.5 di atas terdapat data-data antara lain:

Nama File Citra = Bumi-2.jpg

MSE = 226.1935

PSNR = 0.5206

4.2 Hasil Pengujian dan Pembahasan

Dari hasil proses segmentasi citra yang berdimensi 400 x 300 piksel dengan pencahayaan yang tidak merata diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.1.

4.2.1 Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Threshold Adaptive

Hasil pengujian segmentasi dengan algoritma Threshold Adaptive adalah pengujian dengan citra yang berdimensi 400 x 300 piksel yang menghasilkan nilai MSE, PSNR serta citra hasil segmentasinya.

(50)

1. Nilai MSE dan PSNR Citra Segmentasi Threshold Adaptive

Tabel 4.1 Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Threshold Adaptive

No File Cover Size

(Kbyte)

Parameter

MSE PSNR

1 Image-1 158 6998.6882 9.6806

2 Image-2 25.6 2898.2498 13.5094

3 Image-3 45.8 5128.9004 11.0306

4 Image-4 89.5 978.1784 18.2266

5 Image-5 46.3 9497.5385 8.3547

6 Image-6 31.2 3000.2876 13.3592

7 Image-7 34.5 811.4112 19.0384

8 Image-8 42.5 1359.557 16.7968

9 Image-9 33.1 1555.1164 16.2132

10 Image-10 41.4 4226.3037 11.8712

Rata-rata 3645.4231 13.8080

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat nilai rata-rata MSE adalah 3645.4231 dan PSNR adalah 13.8080. Pada tahapan ini untuk mendapatkan citra hasil adaptive threshold yang pertama dilakukan adalah mencari ketajaman citra pada masing-masing window kemudian menghitung nilai threshold T’ berdasarkan nilai piksel dari citra tersebut, setelah itu dilakukan segmentasi citra. Adapun hasil adaptive threshold dapat dilihat pada tabel 4.2

(51)

36

Tabel 4.2 Citra Hasil Segmentasi Threshold Adaptive No Nama File Size

(KB)

Gambar

Citra Asli Citra Adaptive Threshold

1. Image-1.jpg 158

2. Image-3.jpg 25.6

3. Image-3.jpg 45.8

4. Image-4.jpg 89.5

(52)

No Nama File Size (KB)

Gambar

Citra Asli Citra Adaptive Threshold

5. Image-5.jpg 46.3

6. Image-6.jpg 31.2

7. Image-7.jpg 34.5

8. Image-8.jpg 42.5

(53)

38

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dengan menggunakan segmentasi adaptive threshold citra yang memiliki pencahayaan yang tidak merata menghasilkan segmentasi yang lebih bagus karena terlihat bahwa citra menjadi memiliki cahaya yang sama pada setiap objeknya.

No Nama File Size (KB)

Gambar

Citra Asli Citra Adaptive Threshold

9. Image-9.jpg 33.1

10. Image-10.jpg 41.4

(54)

4.2.2 Hasil Pengujian Segmentasi Algoritma Watershed

Hasil pengujian segmentasi dengan algoritma Watershed adalah pengujian dengan citra yang berdimensi 400 x 300 piksel yang menghasilkan nilai MSE, PSNR serta citra hasil segmentasinya.

1. Nilai MSE dan PSNR Citra Segmentasi Watershed

Tabel 4.3 Nilai MSE dan PSNR Segmentasi Watershed

No File Cover Size

(Kbyte)

Parameter

MSE PSNR

1 Image-1 158 1203.6833 17.3258

2 Image-2 25.6 2226.5365 14.6545

3 Image-3 45.8 644.9799 20.0353

4 Image-4 89.5 1229.8864 17.2322

5 Image-5 46.3 1245.3107 17.1781

6 Image-6 31.2 859.4761 18.7877

7 Image-7 34.5 2763.7301 13.7159

8 Image-8 42.5 6498.3365 10.0028

9 Image-9 33.1 431.5203 21.7852

10 Image-10 41.4 1246.7857 17.1729

Rata-rata 1835.0246 16.7890

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat nilai rata-rata MSE adalah 1835.0246 dan PSNR adalah 16.7890. Pada tahapan ini untuk mendapatkan citra hasil watershed yang pertama dilakukan adalah menentukan region dengan mempresentasikan objek dan background kemudian dilakukan dilasi pada region tersebut. Adapun hasil watershed dapat dilihat pada tabel 4.4

(55)

40

Tabel 4.4 Citra Hasil Segmentasi Watershed No Nama File Size

(KB)

Gambar

Citra Asli Citra

Watershed

1. Image-1.jpg 158

2. Image-3.jpg 25.6

3. Image-3.jpg 45.8

4. Image-4.jpg 89.5

(56)

No Nama File Size (KB)

Gambar

Citra Asli Citra

Watershed

5. Image-5.jpg 46.3

6. Image-6.jpg 31.2

7. Image-7.jpg 34.5

8. Image-8.jpg 42.5

Gambar

Gambar 2.1 Proses Sampling dan Kuantisasi (Yelmanova, R. &amp; Romanyshyn, Y.
Tabel 2.1 Jenis Mode Warna  Jenis
Gambar 2.2 Nilai warna RGB dalam hexadecimal  2.1.1  Citra RGB
Gambar 2.4 Dekomposisi citra RGB ke dalam komponen Luminance dan  Chrominance
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan

Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat