• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah bagian dari infrastuktur darat yang mencakup beberapa bagian salah satunya ialah bagian pelengkap yang digunakan untuk lajur lalu lintas agar memberikan kemudahan bagi kendaraan khususnya menjadi penghubung antar wilayah.

2.2 Klasifikasi Jalan

Dengan terdapatnya transportasi darat yang berkembang dari segi jenis, jumlah hingga ukuran maka muncul permasalahan baru yakni pada arus lalu lintas, banyaknya perkerasan jalan yang dibutuhkan serta rasa aman dan nyaman yang dirasakan oleh para pengendara perlu mendapatkan atensi yang lebih.

2.2.1. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi dan Peran

Terdapat dua klasifikasi sistem jaringan jalan di negara ini yakni primer dan juga sekunder, pengkategorian tersebut terdapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 serta PP Nomor 26 Tahun 1985.

• Sistem Jaringan Jalan Primer

Adalah sistem jaringan jaln yang mempunyai fungsi untuk melayani distribusi pada sebuah daerah yang terletak pada tingkatan nasional yang menjadi penghubung antar ibukota provinsi, kota, kecamatan atau daerah lainnya. Terdapat 3 kategori sistem jaringan jalan primer yang dikelompokan berdasarkan fungsinya yakni seperti di bawah ini:

a. Jalan Arteri Primer ialah jalanan yang menghubungkan pengedara antar kota yang berbatasan langsung ataupun jalan yang menjadi penghubung kota jenjang pertama dengan kota jenjang kedua. Terdapat persyaratan pada jalan ini ialah mencakup kecepatan maksimal 60km/jam serta jalan memiliki lebar maksimal 8meter.

b. Jalan Kolektor Primer ialah jalan yang menghubungkan kota ataupun kabupaten dengan kota jenjang ketiga yakni kecamatan. Terdapat persyaratan pada jalan ini yakni mencakup kecepatan maksimal 40 km/jam serta jalan harus memiliki lebar maksimal 7 meter.

(2)

c. Jalan Lokal Primer ialah jalan yang menghubungkan kecamatan dengan tingkatan di bawahnya. Terdapat persyaratan pada jalan ini yakni mencakup kecepatan maksimal 20km/jam serta jalan memiliki lebar maksimal 6meter.

• Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Ialah jenis jalan yang mempunyai peranan untuk memberikan layanan distribusi untuk khalayak umum pada daerah perkotaan serta menjadi penghubung daerah primer, sekunder hingga wilayah perumahan. Terdapat 3 pembagian peranan pada jalan ini yakni:

a. Jalan Arteri Sekunder ialah jalanan yang menghubungkan wilayah primer dengan wilayah sekunder. Terdapat persyaratan pada jalan ini yakni mencakup maksimal kecepatan sebesar 30km/jam serta jalan harus memiliki lebar maksimal 8meter.

b. Jalan Kolektor Sekunder ialah jalanan yang menghubungkan wilayah sekunder dengan wilayah ketiga. Terdapat persyaratan pada jalan ini yakni mencakup maksimal kecepatan sebesar 20km/jam serta jalan harus memiliki lebar maksimal 7meter.

c. Jalan Lokal Sekunder ialah jalanan yang menghubungkan wilayah perkotaan dengan perumahan. Terdapat persyaratan pada jalan ini yakni mencakup maksimal kecepatan sebesar 10km/jam serta jalan harus memiliki lebar maksimal 5meter.

2.2.2. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Wewenang Pembinaan

Alamsyah (2003:6) mengatakan bahwa pembagian jalan sesuai dengan wewenangnya bisa dibagi menjadi berikut ini:

• Jalan Nasional ialah bagian dari jalan primer yang mencakup jalan arteri primer dan juga sekunder yang menghubungkan ibukota provinsi dengan jalan yang memiliki peran nasional lainnya.

• Jalan Provinsi ialah jalanan yang kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan kabupaten/kota begitu juga sebaliknya.

• Jalan Kabupaten ialah jalanan kolektor primer yang tidak tergolong pada jalan nasional

• Jalan Kotamadya ialah jalanan yang menghubungkan kawasan perkotaan.

• Jalan Khusus ialah jalanan yang dikonstruksikan serta dijaga oleh sebuah instansi ataupun individu yang memiliki tujuan untuk memberikan layanan pada masing-masing individu.

• Jalan Tol ialah jalanan yang dikonstruksikan oleh sebuah perusahaan ataupun pemerintah sesuai dengan anjuran dari Menteri.

(3)

2.2.3. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Tipe Jalan

Alamsyah (2003:11) mengungkapkan bahwa kategori jalan dikelompokan menjadi dua yaitu jalan pada tipe I (full access control) ialah jalanan yang memiliki batasan atas kendaraan yang melaluinya, serta jalan pada tipe II (partial or non access control) adalah jalan masuk atau akses langsung yang diizinkan dengan terbatas bisa diamati melalui Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.1 Tipe Jalan I

Fungsi Klas

Arteri I

Utama Kolektor II

Sekunder Arteri III

Sumber: Alamsyah,2003:11

Tabel 2.2 Tipe Jalan II

Fungsi Volume LL Rencana Klas

Utama

Arteri I

Kolektor 10.000 atau lebih I

Kurang dari 10.000 II

Sekunder

Arteri 20.000 atau lebih I

Kurang dari 20.000 II

Kolektor 6000 atau lebih II

Kurang dari 6000 III

Lokal 500 atau lebih III

Kurang dari 500 IV

Sumber: Alamsyah,2003:11

2.2.4. Kecepatan Rencana

Kecepatan yang ditetapkan dalam melakukan rencana desain yang mana hubungan dari beragam faktor dapat memengaruhi kendaraannya dikenal dengan kecepatan rencana. Pada hal ini kecepatan paling tinggi dapat dijaga agar pergarakan kendaraannya bisa seperti terarahkan dan bisa diamati melalui Tabel 2.3.

(4)

Tabel 2.3 Kecepatan Rencana

Tipe Jalan Klas Jalan Kecepatan Rencana (km/jam)

Tipe I

Klas I 100 atau 80

Klas II 100 atau 60

Tipe II

Klas I 60

Klas II 60 atau 50

Klas III 40 atau 30

Klas IV 30 atau 20

Sumber: Alamsyah,2003:13

2.3 Pengertian Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan ialah suatu rancangan dari bagian jalan untuk bisa memberikan dukungan dan memberikan bentuk pada permukaan jalan menggunakan percampuran agregat serta bahan pengikatnya agar bisa menopang beban lalu lintas agar bisa meminimalisir terdapatnya retak refleksi dari perkerasan betonnya.

Perkerasan jalan ialah lapisan struktur yang memiliki karakteristik tebal, kuat serta stabil untuk bisa mendistribusikan beban kendaraan yang melaluinya dari permukaan paling atas hingga ke tanah dasarnya. Perkerasan ini dibuat dari campuran beragam agregat serta bahan pengikatnya. Antara lain material yang dimanfaatkan pada campuran ini ialah pecahan batu, batu kali serta bahan-bahan lain. Kemudian untuk bahan pengikatnya ialah aspal, semen ataupun tanah liat. Dengan beragam jenis kendaraan yang melalui permukaan jalan itu, maka beban yang diperoleh dari masing-masing kendaraan pun bervariasi.

Alamsyah (2003:104) pada buku yang berjudul Rekayasa Jalan Raya mengungkapkan bahwa kinerja perkerasan jalan mencakup 3 faktor yakni:

1. Keamanan, dinilai dari besaran gaya gesek yang diakibatkan terdapatnya sentuhan dari ban kendaraan dengan permukaan jalannya.

2. Stuktur Perkerasan, berhubungan dengan konfisi fisik dari jalan misalnya terdapat retakan, amblas, jalan yang beralur ataupun bergelombang dll.

3. Fungsi pelayanan, berhubungan dengan layanan yang diberikan oleh perkerasan itu pada pengguna jalan ataupun pengendara kendaraan yang melaluinya.

(5)

Berikut illustrasi dari distribusi beban dari perkerasan kaku dan perkerasan lentur dengan menggunakan Gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Distribusi Beban Kendaraan

Sumber : Sukirman(1999:7)

2.4 Syarat – Syarat Kekuatan Perkerasan Jalan

Sukirman (1999:6) mengungkapkan bahwa terdapat persyaratan konstruksi jalan untuk menahan bebas kendaraan yang melaluinya yakni:

1. Memiliki tebal yang sesuai untuk bisa membagikan beban kendaraan ke tanah dasar.

2. Mempunyai sifat kaku untuk menahan bebas yang melaluinya hingga bisa mengurangi defleksi

3. Bahan-bahan yang bisa menahan air untuk mencegah air menyerap ke lapis bawah.

4. Lapisan atas perlu bisa mengalirkan air dengan baik.

Agar bisa memenuhi persyaratan tersebut maka terdapat beberapa hal yang perlu memperoleh atensi lebih, yakni:

1. Merancang ketebalan dari masing-masing lapis perkeras yang bisa ditetapkan berdasarkan dengan kekuatan tanah dasarnya, ragam lapis perkerasan, beban yang ditopang, serta situasi dan kondisi lingkungan.

2. Suatu komposisi campuran sesuai dengan analisisa campuran material sesuai dengan eksistensi material serta kualitas yang telah dirancang sesuai dengan ketentuan standar jenis lapisan yang ditetapkan.

3. Melaksanakan serta mengawasi pekerjaan dengan baik serta cermat agar bisa menciptakan pekerjaan tebal perkerasan sesuai yang diinginkan.

4. Melakukan pemeliharaan dengan rutin pada perkerasan jalannya.

(6)

2.5 Jenis Konstruksi Perkerasan

Menurut Alamsyah (2003:4), berdasarkan bahan pengikat konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan- lapisan perkerasaannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat betaon dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasaan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

2.6 Perbedaan Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

Sesuai dengan material pengikatnya (pengikat dari perkerasan jalan), maka bisa diklasifikasikan ke dalam 2 kategori yakni:

a. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur memanfaatkan material pengikat aspal, maka mempunyai sifat yang lentur jika dipaparkan panas. Masing-masing lapis dari perkerasan lentur mempunyai sifat menopang dan mendistribusikan beban lalu-lintas ke tanah dasar yang sudah dibuat padat sebelumnya.

b. Perkerasan kaku (rigid pavement)

Perkerasan kaku yakni material pengikat yang digunakan ialah semen. Berbentuk plat betol menggunakan maupun tidak menggunakan tulangan di atas maupun tidak di atas pondasinya. Maka dari itu lapisan pokok ini memiliki sifat menopang sebagian beban kendaraan yang melaluinya. Di bawah ini terdapat perbedaan pemanfaatan perkerasan kaku dengan perkerasan lentur yang bisa diamati melalui Tabel 2.4 :

(7)

Tabel 2.4 Perbedaan penggunaan perkerasan kaku dan perkerasan lentur pada jalan

Perkerasan Kaku Perkerasan lentur

Kebanyakan digunakan hanya pada jalan kelas tinggi, serta pada perkerasan lapangan terbang.

Dapat digunakan untuk semua tingkat volume lalu lintas.

Job mix lebih mudah dikendalikan kualitasnya.

Modulus elastisitas antara lapis permukaan dan pondasi sangat berbeda.

Kendali kualitas untuk job mix lebih rumit.

Dapat lebih bertahan terhadap kondisi yang lebih buruk.

Sulit untuk bertahan untuk drainase yang buruk.

Umur rencana dapat mencapai 20 tahun Umur rencana 5-10 tahun

Lanjutan Tabel 2.4

Perkerasan Kaku Perkerasan lentur

Indeks pelayanan tetap baik hampir selama umur rencana, terutama jika transverse joints dikerjakan dan dipelihara dengan baik.

Indeks pelayanan yang terbaik hanya pada saat selesai pelaksanaan konstruksi, setelah itu berkurang seiring dengan waktu dan frekuensi beban lalu lintas.

Apabila terdapat kerusakan maka dapat cepat menyebar ke bagian konstruksi lainnya dalam waktu singkat.

Apabila terdapat kerusakan tidak menyebar ke bagian lainnya, kecuali terdapat genangan air yang bertahan lama.

Biasanya memiliki harga awal pekerjaan yang mahan.

Namun harganya serupa dengan ragam konstruksi jalan yang memiliki kualitas baik serta tidak menutup peluang harganya bisa menurun.

Memiliki harga awal konstruksi yang rendah, khususnya untuk jalan local dengan banyaknya kendaraan yang melintas.

Biaya pemeliharaan relative tidak ada. Biaya pemeliharaan yang perlu dibayarkan menyentuh dua kali lipat dibandingkan dengan perkerasan kaku.

Terdapat kesulitan saat menentukan waktu yang tepat untuk melapis ulang perkerasan.

Melapis ulang bisa dilakukan pada seluruh tingkatan ketebalan yang dibutuhkan, serta lebih mudah menetapkan estimasi untuk pelapis ulangnya.

Tanah dasar tidak memiliki peran yang besar dalam menentukan kekuatan konstruksinya, kekuatan tersebut dipengaruhi oleh kekuatan pelat betonnya.

Ketebalan masing-masing lapisan serta tanah dasarnya memengaruhi secara besar kekuatan dari konstruksi perkerasannya.

Tebal konstruksi perkerasan kaku adalah tebal pelat beton tidak termasuk pondasi.

Tebal konstruksi perkerasan lentur adalah tebal seluruh lapisan yang ada diatas tanah dasar.

Sumber: Suryawan, 2015:2

(8)

2.7 Struktur Perkerasan Jalan Lentur

Biasanya struktur perkerasan jalan lentur dirancang dengan lapisan-lapisan yang mencakup lapis permukaan yakni lapis aus serta lapis antara. Lapis yang terletak dibawahnya adalah lapisan pondasi yang mencakup lapisan pondasi atas serta pondasi bawah. Lapisan tersebut terletak di bagian atas tanah dasar yang dibuat padat (Sukirman, 1999:7).

Setiap elemen lapisan di atas meliputi juga tanah dasar secara bersamasama menopang beban kendaraan yang melaluinya. Ketebalan struktur perkerasan diciptakan sebaik mungkin untuk bisa memaksimalkan kapasitas tanah dasar dalam menopang beban lalu-lintas ataupun bisa disebut bahwa ketebalan perkerasan ini mendapatkan pengaruh yang besar dari karakteristik tanah dasarnya (Sukirman, 1999:7).

1. Elemen Tanah Dasar (sub-grade)

Daya tahan serta kekuatan dari perkerasan ini mendapatkan pengaruh yang besar dari karakteristik tanah dasarnya. Tidak seluruh macam tanah bisa dimanfaatkan menjadi tanah dasar yang baik, sebab perlu melakukan pertimbangan darai beragam karakteristik utama untuk digunakan sebagai struktur jalan, misalnya: daya dukung serta kestabilannya, proporsi serta gradasi butir-butir tanah, karakteristik kembang susut tanah, efektivitas serta efisiensi saat dibuat pada, drainase, kelenturan tanah, karakteristik ekspansi tanah dan lain sebagainya (Sukirman, 1999:14).

Dalam memilih tanah yang bisa dikonversi menjadi tanah dasar perlu melewati pengkajian tanah sebab tanah dasar tersebut memberikan pengaruh yang besar dalam menetapkan ketebalan perkerasan, karakteristik fisik perkerasan saat sudah digunakan juga dipengaruhi oleh tanah dasar misalnya deformasi permukaan dan lainnya (Sukirman, 1999:14).

2. Elemen Lapis Pondasi Bawah (sub-base course)

Lapisan pondasi bawah ialah sebuah lapis yang berada diantara tanah dasar dengan lapis pondasi atas, yang memiliki peran untuk menyalurkan beban kendaraan yang kemudian didistribusikan tegangannya ke lapis tanah dasat (Sukirman, 1999:13). Lapisan ini diletakan di atas tanah dasar sebab memiliki fungsi-fungsi di bawah ini (Sukirman, 1999:13):

a. Mengambil peran dalam memberikan dukungan serta mendistribusikan beban kendaraan.

(9)

b. Mempertahankan efisiensi pemanfaatan bahan yang cenderung murah agar lapisalapisan lainnya bisa diminimalisir ketebalannya (Menghemat biaya pembangunan).

c. Sebagai pencegah tanah dasar bercampur dengan lapisan pondasi.

d. Merupakan lapisan pertama agar konstruksi bisa dikerjakan dengan baik.

Beragam bahan setempat (CBR > 20 % PI < 10 %) yang cenderung lebih baik dibandingkan tanah dasar bisa dimanfaatkan menjadi pondasi bawah. Terdapat beragam macam lapisan pondasi bawah yang umum digunakan, yakni (Sukirman, 1999:13):

a. Memanfaatkan pecahan batu dengan balas pasir.

b. Memanfaatkan sirtu yang memikiki kandungan tanah minim.

c. Memanfaatkan tanah pasir.

d. Memanfaatkan agregat.

e. Memanfaatkan bahan ATSB (Asphalt Treated SubBase) ataupun umumnya dikenal dengan Laston Bawah

f. Memanfaatkan karakteristik kestabilan tanah

3. Elemen Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan Pondasi Atas (LPA) merupakan sebuah lapis yang berada diantara lapisan permukaan dengan lapisan pondasi bawah, yang memiliki peran memberikan dukungan lapisan permukaan serta beban kendaraan yang melaluinya serta mendistribusikan tegangan yang ada ke lapisan pondasi bawah, selanjutnya disalurkan lagi ke lapisan tanah dasar (Sukirman, 1999:11). Lapisan pondasi atas diciptakan di atas lapisa pondasi bawah sebab memiliki beberapa fungsi antara lain: (Sukirman, 1999:11):

a. Merupakan lapisan yang menahan beban kendaraan.

b. Menjadi lokasi diletakannya lapisan permukaan

c. Menyalurkan beban dan tegangan dari kendaraan yang melaluinya ke lapisan pondasi bawah.

Beragam jenis bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) bisa dimanfaatkan menjadi lapisan pondasi atas, diantaranya ialah : pecahan batu, pecahan krikil, menstabilkan tanah dengan semen ataupun batu kapur. Umumnya pondasi ini bis berbentuk (Sukirman, 1999:11) :

a. Memanfaatkan pondasi Telford.

(10)

b. Memanfaatkan bahan agregat.

c. Memanfaatkan bahan ATB (Asphalt Treated Base) atau yang umumnya dikenal dengan Laston Atas .

d. Memanfaatkan kestabilan bahan.

4. Elemen Lapis Permukaan (surface course)

Terdapat beragam peran lapis permukaan, antara lain (Sukirman, 1999:9):

a. Menjadi material yang menopang beban kendaraan.

b. Menjadi lapisan yang tahan air, yakni lapis yang menjaga agar air yang terdapat di permukaan tidak menyerap ke lapisan lainnya.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course) yaitu lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mudah menjadi aus.

d. Sebagai lapis yang menyebar beban ke lapis bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih buruk.

Material untuk lapisan permukaan biasanya ialah campuran dari agregat dengan aspal, dengan material yang harus sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. Pemanfaatan material aspal dibutuhkan menjadi material yang mengikat agregat serta untuk membuat lapis permukaan bisa memiliki karakteristik tahan air, tidak hanya itu aspal juga berperan untuk membantu tegangan tarik yang artinya meningkatkan daya dukung lapisan pada beban kendaraan (Sukirman, 1999:9).

Terdapat beberapa macam lapisan permukaan yang bisa dimanfaatkan di Indonesia yakni seperti di bawah ini:

1) Lapisan yang memiliki sifat nonstruktural, berperan menjadi lapis aus dan tahan air yang mencakup:

a. Burtu (laburan aspal satu lapis), adalah lapis penutup yang mencakup lapisan aspal yang mendapat taburan satu lapis agregat dengan gradasi seragam, ketebalan maksimalnnya ialah 2cm.

b. Burda (lapisan aspal dua lapis), ialah lapisan penutup yang mencakup lapisan aspal yang mendapat taburan agregat, dilakukan sebanyak dua kali berturut-turut dengan ketebalan maksimal 3,5cm.

(11)

c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), adalah lapisan penutup yang mencakup lapisan aspal serta pasir alam yang memiliki gradasi menerus, dicampurkan, dihamparkan serta dibuat pada pada suatu temperature dengan ketebalan padat maksimal 1-2cm.

d. Buras (laburan aspal), adalah lapisan penutup yang mencakup lapisan aspal yang ditarbukan pasir dengan ukuran butir maksimal 3/8 inci.

e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), adalah lapisan penutup yang mencakup percampuran asbuton dengan material pelunaknya yang memiliki suatu takaran proporsi kemudian dicampurkan pada saat kondisi dingin serta memiliki tebal maksimal 1cm.

f. Lataston (lapis tipis aspal beton), umumnya disebut dengan Hot Rolled Sheet (HRS) adalah lapisan penutup yang mencakup campuran agregat dengan gradasi senjang, bahan pengisi serta aspal keras dengan suatu komposisi kemudian dicampurkan, dihamparkan serta dibuat pada pada temperatur tinggi dengan ketebalan maksimalnnya 2,5-3cm.

Jenis lapisan permukaan diatas walaupun bersifat nonstruktural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.

2) Lapisan memiliki sifat structural, memiliki peran menjadi lapis yang menopang serta mendistribusikan beban kendaraan, yakni diantaranya:

a. Penetrasi Macadam (lapen), adalah lapisan perkerasan yang mencakup agregat utama serta agregat penguci dengan gradasi terbuka yang sama selanjutnya diikatkan menggunakan aspal dengan cara disemprotkan pada bagian tas serta dibuat pada masing-masing lapisannya dengan tebal maksimal 4-10cm.

b. Lasbutag adalah sebuah lapis yang mencakup percampuran agregat asbuton dengan material pelunaknya yang kemudian dihamparkan serta dibuat padat pada kondisi dingin dan tingkat ketebalannya ialah 3-5cm.

c. Laston (lapis aspal beton) adalah sebuah lapis yang mencakup campuran aspal keras serta agregat dengan gradasi menerus yang dicampurkan, dihamparkan serta dibuat pada pada temperatur tinggi.

(12)

2.8 Struktur Perkerasan Jalan Kaku

Terdapat beberapa komponen dari perkerasan kaku, yakni seperti di bawah ini:

1. Tulangan

Alamsyah (2003:158) mengatakan bahwa peran dasar distribusi tulangan baja pada perkerasan jalan kaku ialah untuk mengurangi penyebaran kerusakan misalnya keretakan yang timbul pada titik beban terpusat agar tidak terjadi keretakan yang lebih parah maka tulangan bisa mempertahankan pelat betonnya. Umumnya banyak unit pelat beton dipasangkan pada perkerasan jalan kaku yang digabungkan dengan sambungan melintang serta memanjang apabila perkerasan jalan tersebut memiliki lebar lebih dari 6 meter. Terdapat titik lemah pada setiap sambungan yakni celah yang membaut air serta bahan-bahan yang tidak diinginkan bisa masuk ke perkerasan, maka diperluakan sealant untuk menghindari masuknya material yang tidak diinginkan. Sambungan dikategorikan ke dalam dua jenis yakni sambungan melintang serta memanjang.

2. Penulangan

Tulangan besi baja yang disusun ataupun difabrikasikan umumnya dikenal dengan plat besi rol dengan temperatur tinggi dan mtuu 250/460 ataupun pelat besi putih ialah bahan pokok penulangan dalam mengerjakan konstruksi perkerasan kaku. Besi tulangan yangidmanfaatkan memiliki syarat harus bersih dari beragam jenis material yang tidak diinginkan misalnya oli, karat dan lainnnya. Kepentingan penulangan pada perkerasan dikategorikan ke dalam beberapa kelompok dilihat dari keperluannya yakni penulangan pada perkerasan kaku bersambung ataupun tanpa tulangan. Pada intinya perkerasan ini masih memanfaatkan beragam tulangan untuk mengurangi retakan sambungan melintang.

Sambungan melintang harus dirancang dengan tegak lurus atas sumbu memanjang jalan kecuali pada lokasi persimpangan. Untuk menjaga Gerakan vertical yang tidak sama antar pelat satu dengan pela lain, maka sambungan memerlukan ruji. Pada sisitengah ketebalan pelat dipasangkan ruji yang berlokasi sejajar dengan sumbu memanjang jalan. Bagian ujung ruji diikatkan dengan beton sama untuk sisi lain namun diikat pada pelat lain.

3. Sambungan Memanjang

Instalasi sambungan memanjang bergantung pada lebar perkerasan kaku yang akan dirancang, apabila lebarnya lebih dari 4,2m maka membutuhkan dua ataupun lebih sambungan yang dirancang secara tipikal letaknya pada bagian lajur lalu lintas. Tie bar dinstalasi untuk menghindari perbedaan lendutan antara pelat dalam arah memanjang yang terbentuk dari baja

(13)

lunak. Pada sisi tengah tebal pelat dipasang tie bar. Pada perkerasan beton menerus mempunyai komposisi minimal tulangan memanjang yakni 0,6% dari luas penampang beton.

4. Lapisan Pondasi Bawah

Biasanya bahan yang memiliki sifat keras, kuat, awet, tidak mengalami reaksi kimia dan bisa dibuat padat dengan meudah misalnya bahan berbutir memanfaatkan semen menjadi material pengikat ataupun beton tumbuk dimanfaatkan untuk lapisan pondasi bawahnya.

Alamsyah (2003:160) mengungkapkan bahwa tujuan serta manfaat dari pemanfaatan lapisan pondasi bawah pada struktur perkerasan ialah sepert di bawah ini:

- Menambahkan daya dukung tanah.

- Menciptakan kestabilan pada lantai kerja.

- Membuat daya dukung permukaan serupa.

- Mengurangi deformasi pada sambungan plat beton untuk menjaga penyebaran beban melalui sambungan dalam waktu yang panjang.

- Meminimalisir perkerasan menyusut dan memuai yang disebabkan dari tekanan lapisan tanah dasar yang mengalami perubahan.

- Meminimalissir terjadinya pumping, yakni air yang keluar dari sambungan atapun tepi pelat.

2.9 Perencanaan Perkerasan kaku

Saat merencakan perkerasan kaku terdapat beragam faktor yang perlu menjadi perhatian, yakni seperti di bawah ini:

• Intensitas lalu lintas yang melalui jalanan tersebut setiap harinya.

• Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan tekanan beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.

• Umur rencana.

• Daya dukung dan keseragaman tanah dasar guna keawetan dan kekuatan pelat.

• Lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku tidak termasuk dalam bagiam pokok yang menahan beban, namun adalah bagian yang memiliki fungsi untuk mengambil kendali, mempertahankan serta memberikan daya dukung untuk mengurangi adanya retakan serta kembang susut tanah dasar.

(14)

2.10 Perencanaan Perkerasan Lentur

Menurut Alamsyah (2003:121), perencanaan perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode, yaitu:

1. Metode empiris

Metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.

2. Metode teoritis

Metode ini dikembangkan berdasarkan teori matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas.

2.11 Material Jalan

Menurut Alamsyah (2003:91), material yang diperlukan untuk konstruksi jalan terdiri dari :

a) Tanah b) Agregat c) Aspal d) Beton

2.11.1 Tanah Sebagai Material

Tanah pada konteks ini dibutuhkan untuk menciptakan badan jalan, yakni berbentuk urukan. Tanah yang paling untuk urugan ialah tanah borrow it, sebab bisa memiliki sifat- sifat yang serupa dengan lingkungannya.

1. Urugan Biasa

Untuk urugan biasa syarat-syarat bahan yang tidak bisa dimanfaaktan yakni tanah yang memiliki karakteristik di bawah ini:

a) tanah yang tergolong pada kategori CH dalam penggolongan USCS atau tanah yang termasuk sub golongan A-7-6 dalam klasifikasi AASHTO.

b) Tanah ekspansi yakni tanah jenis dengan peluang ekspansif tinggi dengan LL>60 serta IP>35. Berdasarkan AASHTO T 258-81, perbandingan IP dan kadar lempung > 1,25.

(15)

2. Urugan Pilihan

Urugan tertentu hanya dimanfaatkan pada suatu daerahCBR rendaman sesuai dengan AASHTO T 193-81 minimal 10% dan IP 6%.

2.11.2 Agregat

Agregat merupakan bahan perkerasan berbentuk butiran yang dimanfaatkan untuk lapisan perkerasan jalan, mencakup tiga kategori sesuai dengan kualitasnya yakni Kategori A, Kategori B dan Kategori C yang diklasifikasikan berdasarkan gradasi dan karakteristik materialnya.

1. Alami, berbentuk pasir, kerikil ataupun pecahan batu.

2. Buatan pabrik, mencakup letusan bara api serta beragam produk dari tanag lempung.

2.11.3 Aspal

Aspal merupakan bahan pokok untuk konstruksi perkerasan lentur yang memiliki fungsi sebagai material pengikat, sebab memiliki kelekatan yang besar, memiliki karakteristik adhesi, tahan air dan pengerjaannya paling efisien. Aspal adalah material plastis serta memiliki kelenturan yang bisa dikontrol dengan muda hserta dicampurkan dengan agregat. Selanjutnya juga aspal memiliki ketahanan pada asam, alkali serta garam- garaman. Pada suhu atmosfer, aspal akan berupa benda padat atau semi padat, tetapi aspal akan mudah di cairkan apabila dipaparkan suhu panas, ataupun dicampurkan dengan pengencer petroleum dalam beragam tingkat kekentalan ataupun dengan menciptakan emulsi bahan alam yang terdapat pada hamper seluruh minyak bumi yang didapatkan dari penyulingannya.

Aspal merupakan campuran yang mencakup bitumen serta mineral, namun bitumen yang dibahasa pada konteks ini merupakan material yang memiliki warna coklat hingga hitam, memiliki bentuk keras dan cair, memiliki karakteristik lekat yang bagus, larut dalam CS2 dan CCI4 serta memiliki karakteristik berlemak dan tidak bisa dilarutkan di air.

Pada konteks kimia bitumen mencakup gugusan aromat, naphten dan alkancolloid, dimana butir-butir yang merupakan bagian-bagian yang padat (asphaltene) berada dalam fase cairan yang disebut malten.

(16)

Aspal yang digunakan untuk material jalan terdiri dari beberapa jenis yaitu :

• Aspal alam

• Bitumen (aspal buatan)

• Ter 2.11.4 Beton

Beton memiliki beragam jenis yang umum dimanfaatkan dalam konstruksi jalan raya serta digunakan untuk bangunan tambahan jalan, drainase serta jembatan untuk lapis perkerasan kaki. Beton diciptakan dari percampuran bahan yang mencakup agregat, air serta semen Portland. Betol ialah hasil dari percampuran suatu proporsi yang menghasilkan benda padat serta kuat.

• Karakteristik beton

a) Menciptakan permukaan yang keras serta anti gerusan b) Memiliki daya tekanan yang besar

c) Dapat menahan cuaca serta terbebas dari korosi

• Semen

Semen atau Portland cement (PC) merupakan bahan yang dapat menciptakan reaksi kiawi apabila dicampurkan dalam sebuah proses yang dikenal dengan hidrasi untuk menciptakan suatu benda, misalnya batu. Hal tersebut sudah dipatenkan oleh Joseph Aspin (1824).

• Agregat 1. Agregat halus

Agregat halus yang dimanfaatkan pada campuran beton ialah pasir dengan kualitas yang bagus yakni yang memiliki butiran kasar serta tidak gampang rusak. Material yang berhasil melalui saringan Nomor 200, contohnya lanau serta tidak boleh melewati batas 2-5% dari keseluruhan bahan yang dimanfaatkan (pasir).

2. Agregat kasar

Agregat kasar yang dimanfaatkan untuk campuran beton ialah krikil ataupun pecahan batu. Gradasi bahan yang dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan AASHTO M43-77 (1982). Selanjutnya terdapat hal yang harus dihindari sebab bisa membuat kerugian,

(17)

sesuai dengan ketentuan AASHTO M80-77 (1982) untuk pemanfaatan material pada campuran beton lapisan perkerasan jalan.

• Air

Air yang dimanfaatkan untuk campuran beton hamper tidak terdapat batasan khususnya, seluruh air dari segala sumber bisa dimanfaatkan seperti air minum. Namun, air yang dimaanfatkan perlu terbebas dari unsur alkali atau aksid, minyak serta material organik yang bisa membuat kerusakan pada beton seperti yang telah ditetappkan pada ketentuan AASHTO T26-79 (1982).

• Material Filter

Bahan filter yang dimanfaatkan untuk urugan kembali saluran drainase setelah dipasangnya pipa perlu menggunakan pasir alam ataupun krikil atauun pecahan batu dengan gradasi baik dan sangat poros. Agar saluran tersebut bisa memiliki keawetan yang baik, maka bahan filter perlu memiliki butir-butir yang stabil dan tidak mengalam kelapukan dan kehancuran serta perlu memiliki kurvasi distribusi tikuran butir yang maksimal. Kurva distribusi ukuran butir material harus berhubungan dengan subgrade dan diameter lubang pipa untuk mencegah penyumbatan akibat terinfiltrasi butiran halus dari subgrade

2.12 Perencanaan tebal Perkerasan Metode AASHTO 1993

Menurut Suryawan (2015:9), perencanaan perkerasan dengan teknik AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) guide for design of pavement structures. Teknik ini diaplikasikan dengan general dan sudah diadopsi menjadi standar perancangan di beragam negara dengan merencanakan yang merujuk pada teknik empiris. Beragam indikator dalam membuat perencanaan perkerasan kaku dengan teknik AASHTO ialah berikut ini:

2.12.1 Analisa Lalu-lintas (Traffic Design) 1. Umur Rencana

Biasanya perkerasan beton semen bisa dirancang dengan umur rencana 20 tahun untuk jalan kaku serta 5-10 tahun untuk jalan lentur.

2. Vehicle Damage Factor (VDF)

(18)

Vehicle Damage Factor ialah perbandingan dari daya rusak disebabkan oleh beban sumbuh sebuah kendaraan pada daya rusak yang disebabkan oleh beban sumbu standar.

Dalam menetapkan total nilai VDF bisa dimanfaatkan dengan rumus seperti di bawah ini:

VDF = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛,𝑘𝑔

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 )4 (2.1) Dimana:

Beban sumbu standar ialah beban sumbu pada kendaraan sesuai dengan konfigurasi serta jenis sumbu. Dalam menetapkan beban sumbu standar bisa diamati dari Tabel 2.5 di bawah ini:

Tabel 2.5 Konfigurasi sumbu

Roda tunggal Roda ganda

Sumbu tunggal Sumbu tandem Sumbu tripel

5.400 kg - -

8.200 kg 13.600 kg 18.100 kg

Sumber: Suryawan, 2015:16 3. Traffic Design

Data dan indikator lalu litnas lainnya yang dimanfaatkan untuk merencanakan tebal perkerasan kaku mencakup:

-

Ragam kendaraan.

-

Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR).

-

Peningkatan lalu lintas dalam 1 tahun.

-

Faktor distribusi arah (DD).

-

Faktor distribusi lajur (DL).

-

Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (traffic design).

AASHTO 1993 mengatakan bahwa, faktor Distribusi Arah (DD) mempunyai nilai sekitar 0,3 – 0,7. Namun untuk menetapkan faktor Distribusi Lajur (DL), mengacu pada Tabel 2.6 berikut:

(19)

Tabel 2.6 Distribusi Lajur

Jumlah Lajur Tiap Arah DL (%) 1

2 3 4

100 80-100

60-80 50-75

Sumber : Suryawan, 2015:27

Perhitungan lalu-lintas berdasarkan nilai ESAL (Equivalent Single Axle Load) selama umur rencana (traffic design) menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑊18= ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗

𝑁𝑛

𝑁1

× 𝑉𝐷𝐹𝑗× 𝐷𝐷 × 𝐷𝐿 × 365 (2.2)

Dimana :

W18 = Traffic design pada jalur lalu-lintas, ESAL.

LHRj = jumlah lalu lintas harian rata-rata dua arah untuk jenis kendaraan j.

VDFj = vehicle damage factor untuk jenis kendaraan j.

DD = faktor distribusi arah.

DL = faktor distribusi lajur.

N1 = Lalu lintas pada tahun pertama jalan dibuka.

Nn = Lalu lintas pada akhir umur rencana

2.12.2 CBR (California Bearing Ratio)

Dalam merencanakan perkerasan, daya dukung tanah dasar ialah suatu hal yang paling krusial. Maka mengevaluasi lapisan tanah dasar ini memperkirakan nilai daya dukung subgrade yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaannya.

CBR (California Bearing Ratio) dimanfaatkan menjadi penetapan untuk menemukan nilai indikator modulus reakis tanah dasar (k). CBR yang umumnya dimanfaatkan di Indonesia berkisar dibesaran 6% untuk lapis tanah dasar, mengacu pada spesifikasi (versi Departemen Pekerjaan Umum edisi 2005 dan versi Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta edisi 2004). Akan

(20)

tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5% dan atau 4% pun dapat digunakan setelah melalui kajian geoteknik, dengan CBR kurang dari 6% ini jika digunakan sebagai dasar perencanaan tebal perkerasan, masalah terpengaruh adalah fungsi tebal perkerasan yang akan bertambah, atau masalah penanganan khusus lapis tanah dasar tersebut.

• Pondasi Bawah

Pondasi bawah memiliki peran sebagai lapisan pendukung struktur di atasnya. Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) pondasi bawah dapat mencakup dari material-material misalnya:

- Stabilisasi tanah dengan bahan pengikat - Bahan berbutir

- Campuran beton kurus maupun beton giling padat

Perencanaan lapisan pondasi memiliki ketebalan minimum 10 cm dengan mutu berdasarkan SNI No. 03-6388-2000 dan SNI 03-1743-1989. Tambahan beton kurus dimanfaatkan pada pondasi bawah untuk rancangan perkerasan kaku bersambung tanpa ruji.

Lapisan pondasi bawah juga ditetapkan dari total sumbu kendaraan niaga, apabila seluruh total semakin meningkat maka dimanfaatkan campuran beton kurus dengan tebal paling kecil 12,5cm. Namun semakin bertambah nilai CBR maka hanya dimanfaatkan material pengikat pada lapisan pondasi.. Gambar 2.2 dimanfaatkan untuk menetapkan minimum tebal lapis pondasi bawah sedangkan Gambar 2.3 dimanfaatkan untuk menetapkan nilai CBR tanah dasar efektif.

Gambar 2.2 Grafik Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Beton Semen

(21)

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003:8)

Gambar 2.3 Grafik CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Perkerasan Pondasi Bawah

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003:8)

2.12.3 Material Konstruksi Perkerasan

Material konstruksi perkerasan yang dimanfaatkan merujuk pada indikator tertentu dalam merencanakan tebal perkerasan kaku antara lain:

1. Pelat beton 2. Wet lean concrete

Sedangkan material yang digunakan dalam perkerasan lentur dapat dibedakan menjadi empat kategori tergantung dari sifat dasar, akibat beban lalu lintas yaitu:

1. Material berbutir lepas.

2. Material terikat.

3. Aspal.

4. Beton semen.

2.12.4 Reliabilitas

Reliabilitas merupakan nilai probabilitas perkerasan yang dirancang untuk bisa bekerja dengan optimal selama masa pelayanannya. Konsep ini memiliki dasar dari beragam potensi terjadinya proses perencanaan untuk memberikan keyakinan pada beragam pilihan lain saat perancangan dilakukan. Pengguna jalan yang banyak maka membuat peningkatan

(22)

pada volume jalan. Maka dari itu nilai reliabilitas bisa dirancang dengan memahami pembagian volume jalannya.

Reliabilitas dijelaskan sebagai potensi pada tingkatan layanan di sebuah jalan hingga suatu tingkat agar pengulan beban yang dirancang bisa dicapai. Dengan menetapkan angka reliabilitas dari 50% hingga 99,99%, harapannya tingkatan kehandalan desain untuk mengatasi serta memberikan akomodasi pada beragam potensi tidak sesuainya desain.

Peningkatan nilai reliabilitas yang dimanfaatkan maka akan membuat peningkat juga pada potensi adanya selisih deviasi.

Penentuan besar pada rancangan ditujukan untuk menurunkan semaksimal mungkin penyimpangan yang mungkin terjadi. Dalam menjalankan konsep reliabilitas ini ada beragama indikator standar deviasi yang perlu menjadi perhatian agar sesuai dengan situasi lokal dari ruas jalan yang dapat dirancang dan jenis perkerasan. Indikator itu antara lain ialah di bawah ini:

1. Tahap pertama ialah dengan meentapkan kategori dari ruas jalan yang dapat dirancang.

Ada 2 jenis jalan yakni jalan urban serta jalan rural

2. Tahap kedua ialah menetapkan reliabiltias dengan memanfaatkan tabel yang terdapat pada teknik perencanaan AASHTO 1993.

Selanjutnya tahapn terakhirnya ialah menentukan nilai standar deviasi (So). Nilai ini mewakili dari kondisi‐kondisi lokal yang ada.

Di bawah ini adalah Tabel 2.7 yang adalah penetapan kategori jalan guna menemukan nilai reliabilitasnya.

Tabel 2.7 Penetapan Reliability

Klasifikasi jalan Reliability Urban

: R (%) Rural Jalan Tol

Arteri Kolektor

Lokal

85 – 99,9 80 - 99 80 – 95 50 - 80

80 – 99,9 75 - 95 75 – 95 50 - 80

Sumber : Suryawan, 2015:30

Sedangkan untuk mencari nilai standar normal deviasi (ZR) mengacu pada Tabel 2.8 sebagai berikut:

(23)

Tabel 2.8 Standar normal deviasi

R (%) ZR R (%) ZR

50 60 70 75 80 85 90 91 92

- 0 -0,253 -0,524 -0,674 -0,841 -1,037 -1,282 -1,340 -1,405

93 94 95 96 97 98 99 99,9 99,99

-1,476 -1,555 -1,645 -1,751 -1,881 -2,054 -2,327 -3,090 -3,750

Sumber : Suryawan, 2015:30

Untuk penentuan standar deviasi rigid pavement nilai So berkisar antara 0,30 – 0,40.

Dan 0,4 -0,5 untuk menentukan nilai standar deviasi flexible pavement.

2.12.5 Serviceability

Terminal serviceability index (pt) mengacu pada Tabel 2.9 dan Initial serviceability untuk perkerasan kaku : (po) = 4,5

Tabel 2.9 Terminal Serviceability Index

Presentasi Publik Tidak Menerima Pt 12

55 85

3,0 2,5 2,0

Sumber: Suryawan, 2015:31 Penetapan parameter Serviceability :

• Initial Serviceability : po = 4,5

• Terminal Serviceability index : pt = 2,5 Jalur utama (major highways)

• Terminal Servicebility index : pt = 2,0 Jalan lalu lintas rendah

Total Loss of Serviceability : ∆PSI = po– pt (2.3) 2.12.6 Faktor Lingkungan

Faktor yang dominan berpengaruh pada perkerasan adalah:

(24)

a) Kelembaban

Kelembaban umumnya memberikan pengaruh pada permukaan perkerasan, namun kekuatan bahan yang lepas serta tanah dasar bergantung pada kadar air bahannya.

b) Suhu lingkungan

Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan pada permukaan perkerasan apabila dimanfaatkan pelapisan permukaan dengan aspal, sebab kriteria dan sifat aspal yang kaku serta regas pada suhu rendah begitu juga sebaliknya dan visko elastik pada temperature tinggi.

2.12.7 Modulus Reaksi Tanah Dasar

Modulus of subgrade reaction (k) memanfaatkan gabungan antara rumus serta grafi penetapan modulus reaksi tanah dasar dengan ketetapan CBR tanah dasar. Setelah diperoleh nilai CBR rata-rata, maka Modulus of Subgrade reaction ( k ) bisa dilakukan perhitungan dengan rumus:

MR = 1500 × CBR (2.4)

k =

𝑀𝑅

19,4

(2.5)

MR = Modulus Resilien (Resilient Modulus), Dinyatakan dengan PSI.

Faktor Loss of Support (LS) mengacu pada Tabel 2.10 sebagai berikut:

Tabel 2.10 Faktor Loss of Support (LS)

No Tipe Material LS

1 Cement Treated Granular Base 0 – 1

(E = 1.000.000 - 2.000.000 psi)

2 Cement Aggregate Mixture 0 – 1

(E = 500.000 - 1.000.000 psi)

3 Asphalt Treated Base 0 – 1

(E = 350.000 - 1.000.000 psi)

4 Bituminous Stabilized Mixtures 0 – 1 (E = 40.000 - 300.000 psi)

5 Lime Stabilized 1-3

(E = 20.000 - 70.000 psi)

(25)

6 Unbound Granular Material 1-3 (E = 15.000 - 45.000 psi)

7 Fine Grained/Natural Subgrade 2-3

Materials

Sumber: Suryawan, 2015:32

Gambar 2.4 Grafik Koreksi Nilai k Terhadap LS

(Suryawan 2015:32)

2.12.8 Modulus Elastisitas Beton

Perbandingan antara tegangan dan regangan beton yang tidak pasti mengakibatkan nilai modulus elastisitasnya sangat bervariasi tergantung pada umur beton, jenis pembebanan, karakteristik dan kekuatan beton itu sendiri. Pada perkerasan kaku dapat digunakan rumus berikut:

Ec = 57.000 √𝑓𝑐′ (2.6) Dimana :

Ec = modulus elastisitas beton (psi)

(26)

fc’ = kuat tekan beton, silinder (psi)

2.12.9 Flexural Strength

Flexural Strength (modulus of rupture) adalah ukuran dari ketahanan terhadap patahan yang ditetapkan sesuai spesifikasi pekerjaan. Flexural Strength di Indonesia umumnya digunakan Sc’ = 45 kg/cm2 atau sama dengan 640 psi.

2.12.10 Koefisien Drainase (Drainage Coefficient)

Pengaruh 36ariab drainase jalan terhadap pengeringan air akibat air yang jatuh ke permukaan jalan sangat besar karena akan mempengaruhi umur pelayanan jalan.

Metode AASHTO 1993 memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai koefisien drainase:

1. Variabel pertama: mutu drainase yang ditentukan dari berapa lama pondasi perkerasan dapat terbebas air. Penetapan 36ariable pertama mengacu pada Tabel 2.11

Tabel 2.11 Penetapan variable pertama Kualitas Drainase Tingkat penyerapan air

Excelent Good

Fair Poor Very poor

1 jam 1 hari 1 minggu

1 bulan Air tidak terbebaskan Sumber : Suryawan, 2015:34

2. Variabel kedua: presentasi struktur perkerasan yang terkena air hingga mendekati titik jenuh air dalam satu tahun, dengan variasi <1%,1–5%,5–25%,>25%. Untuk mendapatkan nilai 36ariable kedua dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐏ℎ𝑒𝑓𝑓 =𝐓𝑗𝑎𝑚

24 ×𝐓ℎ𝑎𝑟𝑖

365 × WL × 100 (2.7) Dimana :

Pheff = Presentase hari efektif hujan dalam setahun (%) Tjam = Rata-rata hujan per hari (jam)

Thari = Rata-rata jumlah dari hujan per tahun (hari)

WL = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan (%)

(27)

Selanjutnya koefisien drainase mengacu pada Tabel 2.12 dibawah ini:

Tabel 2.12 Koefisien drainase

Percent of time pavement structure is exposed to moisture levels approaching saturation

Quality of drainage ‹1% 1-5% 5-25% ‹25%

Excelent Good

Fair Poor Very poor

1,25 – 1,20 1,20 – 1,15 1,15 – 1,10 1,10 – 1,00 1,00 – 0,90

1,20 – 1,15 1,15 – 1,10 1,10 – 1,00 1,00 – 0,90 0,90 – 0,80

1,15 – 1,10 1,10 – 1,00 1,00 – 0,90 0,90 – 0,80 0,80 – 0,70

1,10 1,00 0,90 0,80 0,70

Sumber : Suryawan, 2015:36 Penetapan parameter koefisien drainase :

• Berdasarkan kualitas drainase.

Kondisi time pavement structure dalam setahun.

2.12.11 Koefisien Penyaluran Beban (Load Transfer Coefficient)

Koefisien Penyaluran Beban (Load transfer coefficient) (J) dapat ditentukan menggunakan Tabel 2.13 yang mengacu pada AASHTO 1993.

Tabel 2.13 Koefisien penyaluran beton

Bahu Aspal Tied PCC

Penyaluran beban Jenis perkerasan 1. Beton bersambung tak

Bertulang dan bertulang 2. CRCP

Ya

3,2

2,9

Tidak

3,8 – 4,4

N/A

Ya

2,5 – 3,1

2,3 – 2,9

Tidak

3,6 – 4,2

N/A

Sumber : Suryawan, 2015:36

Pendekatan penetapan parameter load transfer:

• Joint dengan dowel : J = 2,5 -3,1

• Untuk Overlay design : J = 2,2 – 2,6

2.12.12 Perhitungan Tebal Perkerasan

(28)

Penetapan kombinasi yang efektif dan efisien pada sebuah perencanaan tebal perkerasan bisa membuat perkerasan itu lebih murah dibandingkan ketebalan pelat beton serta lapis pondasi bawah.

Penetapan tebal perkerasan kaku bisa ditetapkan dengan persamaan:

Log₁₀ W₁₈ = ZR.S₀ + 7,35 log₁₀ (D+1)-0,06 + log₁₀⟮

∆PSI 4,5−1,5

1+ 1,624 ×10⁷(D+1)⁸’⁴⁶ + (4,22 – 0,32.pₜ) × log₁₀ Sc.Cd×(D075−1,132)

215,63 ×J×(D075.(Ec:k)⁰’²⁵18,42 (2.8) W₁₈ = Lalu lintas rencana,traffic design (ESAL).

ZR = Standar normal deviasi.

S₀ =Standar deviasi

D = tebal pelat beton (inches)

∆PSI = serviceabilitykloss PSI = P₀ – Pₜ Pₒ = initialmserviceability.

Pₜ = terminal serviceability index.

Sc’ = modulus of rupture sesuai spesifikasi pekerjaan(psi).

Cd = Drainage Coefficient.bhv.

J = Load TransferpCoefficient.

Ec = Modulus elastisitas (psi).

K = Modulus reaksi tanah dasar (psi).

Sedangkan dalam merencanakan tebal perkerasan lentur, harus ditentukan proporsi atau nomogram seperti di bawah ini:

Log₁₀ W₁₈ = ZR.S₀ + 9,36 log₁₀ (SN+1)-0,20 + log₁₀⟮

∆PSI 4,2−1,5

1+ (SN+1)⁵’¹⁹1094 + 2,32 log₁₀.MR – 8,07 (2.9) W₁₈ = Lalu lintas rencana,traffic design (ESAL).

ZR = Standar normal deviasi.

(29)

S₀ =Standar deviasi

∆PSI = serviceabilitykloss PSI = P₀ – Pₜ MR = Modulus reaksi tanah dasar (psi) SN = Structur Number.

2.12.13 Dowel dan Tie bar 1. Dowel

Dowel ialah batang baja tulangan polos ataupun profil, yang umumnya dimanfaatkan menjadi pendistribusian beban serta alat penyambung pada beragama jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan.

Dalam menetapkan diameter, panjang serta jarak pemasangan dowel pada perkerasan jalan bisa dimanfaatkan Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Perencanaan Dowel

Tebal perkerasan (in) Diameter Dowel (in) Panjang dowel (in) Jarak Dowel (in) 6

7 8 9 10 11 12 13 14

¾ 1 1 1 ¼ 1 ¼ 1 ¼ 1 ½ 1 ½ 1 ½

18 18 18 18 18 18 24 24 24

12 12 12 12 12 12 12 12 12

(30)

Sumber : Suryawan, 2015:43

2. Tie bar

Batang pengikat ialah potongan baju profil yang digunakan di lidah alur dengan tujuan untuk mengikat pelat agar tidak bergerak secara horizontal. Batang pengikut ini digunakan di sambungan memanjang. Dalam menetapkan tie bar, bisa memanfaatkan Tabel 2.15 di bawah ini:

Tabel 2.15 Tie bar Jenis dan

mutu baja

Tegan gan kerja (psi)

Tebal Diameter batang ½ in Diameter batang 5/8 in

Perkerasa n (in)

Panjan g (in)

Jarak maximum (in) Panjang (in)

Jarak maximum (in)

Grade 40

30.000 6 7 8 9 10 11 12

25 25 25 25 25 25 25

Leba r Laju

r 10 ft

48 48 48 48 48 35 25

Leba r Laju

r 11 ft

48 48 44 40 38 32 29

Leba r Laju

r 12 ft

48 48 40 38 32 29 26

30 30 30 30 30 30 30

Lebar Lajur

10ft 48 48 48 48 48 48 48

Lebar Lajur

11 ft 48 48 48 48 48 48 48

Lebar Lajur

12 ft 48 48 48 48 48 48 48

Sumber : Suryawan, 2015:42

2.13 Rencana Anggaran Biaya

Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah total seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bisa melaksanakan suatu kontrusi mencakup material, gaji, dan biaya lainnya yang berkaitan dengan pembangunan konstruksi.

(31)

Estimasi biaya mempuyai fungsi yang sangat besar untuk menyelenggarakan sebuah proyek. Pada langkah pertama, rencana anggara biaya berfungsi untuk memahami seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan konstruksi, kemudian memiliki fungsi yang cukup yakni merancang dan melakukan pengendalian sumber daya misalnya: bahan, tenaga kerja, pelayanan ataupun waktu. Walaupun mempunyai misi yang serupa, tetapi untuk setiap organisasi peserta proyek memiliki fokus yang beragam pada peran estimasi yakni seperti di bawah ini:

A. Bagi kontraktor

Nilai yang diberikan saat proses pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan serta menghitung profit. Tetapi jika penawaran yang diberikan pada lelang tersebut memiliki nilai yang terlalu besar, maka bisa membuat kotnraktor yang mengajukannya kalah dan tidak mendapatkan proyeknya. Begitupun kebalikannya, apabila berhasil menang dalam lelang menggunakan harga yang rendah maka kontraktor bisa kesusahan saat melaksanakan pekerjaan tersebut. Biaya yang diberikan oleh kontraktor dikenal dengan nama estimasi Engineering (EE).

B. Bagi Konsultan

Nilai yang diberikan oleh pemilik proyek adalah suatu rancangan biaya untuk beragam manfaaat berdasarkan perkembangan proyek serta hingga derajat suatu ketelitian. Biaya estimasi yang diberikan oleh konsultan dikenal dengan nama Bill of Quantity (BQ).

C. Bagi Owner

Nilai ini memperlihatkan sebuah total estimasi biaya yang merupakan bagian dari pedoman dalam menetapkan pelaksanaan konsstruksi. Ataupun umumnya di lapangan dikenal dengan sebutan Owner Estimate (OE). Di bawwah ini ialah rumus untuk menghitung rancangan anggaran biaya:

RAB = ∑ (volume × Harga satuan pekerjaan ) (2.10)

2.13.1 Komponen Rencana Anggaran Biaya

Beberapa komponen yang ada pada rancangan anggaran biaya yang perlu menjadi perhatian ialah di bawah ini:

a. Volume Pekerjaan

(32)

Saat menetapkan besaran pekerjaan, harus memiliki ukuran pada sebauh objek untuk melakukan perhitungan volume. Jumlah volume yang ikut diperhitungkan memberikan pengaruh yang besar pada total biaya yang dihabiskan. Satuan yang bisa dimanfaatkan dalam melakukan perhitungan ini bisa diamati melalui Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Satuan

NO Pengukuran Satuan Symbol

1 2 3 4 5 6

Panjang Luas Isi padat Isi cairan Berat waktu

Meter Meter-persegi

Meter-kubik Liter kilogram-Ton

jam, hari

M Liter Kg, Ton Jam, hari

b. Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)

Harga Satuan Dasar (HSD) untuk upah pekerja, harga alat serta harga material konstruksi merupakan rujukan untuk menyusun Harga Satuan Pekerjaan (HSP). Tahapan- tahapan yang perlu dilaksanakan untuk bsia menghitung HSP ialah seperti di bawah ini:

1) Harga Satuan Tenaga Kerja

Upah dimanfaatkan menjadi suatu mata pembayaran pekerja. Indikaotr- indikator yang memengaruhi HSD Pekerja antara lain yakni kuantitas serta mutu pekerja pada sebuah proyek. Produktivitas bisa memngaruhi jumlah serta kompetensi peekrja.

Pekerjaan yang memanfaatkan manusian menjadi tenaga kerjanya biasanya dilaksanakan oleh individu ataupu kelompok berdasarkan ragam pekerjaan yang ditambah dengan alat- alat pendukung contohnya bor, obeng dan lainnya. Upah umumnya dibagikan setiap minggu, setiap bulan ataupun setiap hari. Nilai upah para pekerja bergantung pada kompetensinya serta situasi di lapangan. Pedoman nilai upah untuk pekerja harus

direncanakan di awal saat merancang HSD. Tahapan untuk menghitung HSD tenaga kerja ialah seperti di bawah ini:

• Melakukan klasifikasi dari ragam kompetensi pekerja.

• Memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada masing-masih wilayah.

(33)

• Apabila lokasi proyek terletak jauh maka harus melakukan perhitungan uang makan, tempat tinggal serta akomodasi untuk para pekerja.

• Menetapkan hari efektif bekerja dalam 1 minggu serta pada 1 hari.

• Melakukan perhitungan total upah dengan setiap jam per individunya.

• Upah terendah harus sesuai dengan ketentuan serta undang-undang oleh Kementrian Pekerjaan Umum di wilayahnya masing-masing.

2) Harga Satuan Alat

Dalam melakukan perhitungan HSD untuk alat, harus terdapat informasi terkait upah operator serta spesifikasi alat. Pemanfaatan alat pada suatu pekerjaan bisa menambah nilai yang memengaruhi biaya konstruksinya. Penentuan harga dalam alat ditetapkan berdasarkan dengan ragam pekerjaan. Terdapat beragam indikator mencakup jenis alat, mutu waktu kerja, kondisi cuaca, kondisi lapangan serta penetapan bahan-bahan yang akan digunakan. Alat merupakan sebuah hal yang dibutuhkan untuk tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Mayoritas pekerja pada masa kini memiliki ketergantungan pada alat berat, karena itu terdapatnya penyewaan alat berat bisa memberikan manfaat agar kebutuhan pekerja bisa terpenuhi. Satu jenis alat biasanya hanya bisa mengerjakan satu ragam pekerjaan dan spesifikasi teknis alat dimanfaatkan untuk mengerjakan satu pekerjaan. Biaya alat bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok seperti di bawah ini:

Biaya alat

Biaya alat ialah total seluruh biaya yang diperlukan saat alat kontruksi digunakan.

Biaya tetap

Biaya tetap ialah biaya yang dihabiskan berhubungan dengan kepemilikan alat, yang mana biaya ini dihitung meskipun alat konstruksi tidak digunakan.

Biaya operasi

Biaya operasi ialah biaya yang dihabiskan saat suatu alat dijalankan.

Biaya produksi

Biaya aproduksi ialah biayaan pemakaian alat untuk membawa bahan-bahan konstruksinya.

3) Harga Satuan Bahan

Setelah melaksanakan dua tahapan di atas, tahapan akhir yang perlu dilaksanakan ialah untuk melakukan analisis Harga Satuan Dasar (HSD), yakni melakukan perhitungan harga satuan

(34)

material yang mencakup biaya material baku, trasnportasi, produksi bahan baku menjadi bahan jadi. Saat melakukan produksi material, membutuhkan beragam alat yang masing-masing alat dinilai kapasitasnya dalam 1 jam. HSD pada setiap standar pengukuran merujuk pada biaya langsung untuk didapatkan hasil penganalisaan harga sesuai dengan kondisi faktual. Peraturan yang berada pada masing-masing daerah konstruksi juga merupakan faktor penetapan biaya tidak langsung.

Gambar

Tabel 2.1 Tipe Jalan I
Tabel 2.3 Kecepatan Rencana
Gambar 2.1 Distribusi Beban Kendaraan
Tabel 2.4 Perbedaan penggunaan perkerasan kaku dan perkerasan lentur pada jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis terhadap 2 spesies foraminifera planktonik bioindikator suhu permukaan laut: Globigerinoides rubra dan Globigerinoides sacculifera, menunjukkan bahwa suhu permukaan masa

Petunjuk Teknis Jejaring Kerja dan Harmonisasi Penerapan In Line Inspection dengan Intansi Terkait ini disusun agar pelaksanaan beberapa kegiatan yang meliputi: koordinasi

Bolang tidak semuanya mendorong anak itu untuk bermain aktif seperti pada tayangan Bolang, karena anak mengetahui jika permaianan dalam tayangan televisi sudah

Berdasarkan profil vertikal tiap unsur dari Gambar 4.5 terlihat bahwa karakteristik ABL di Makassar pada jam 00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki perbedaan, dilihat dari

Dengan melibatkan diri dalam aktiviti berasaskan teknologi seperti perisian geometri dinamik, pelajar akan terlibat dalam pemikiran matematik yang membawa kepada

Judul Tugas Akhir (TA) : Peran Front Office Department dalam Menunjang Service Excellent Kusuma Sahid Prince Hotel.. Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa Tugas Akhir yang

Dengan menggunakan CADD yang telah dikembangkan menjadi suatu program untuk menghitung dimensi dari komponen dan susunan dari rem tromol, diharapkan dapat mempercepat proses

Hasil analisis terhadap beberapa parameter telur itik pengging yang meliputi kadar protein, kolesterol, bobot putih telur, bobot kuning telur, dan bobot total