PROFIL ASAM LEMAK UBUR-UBUR (Aurelia aurita) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU HASIL PERAIRAN KAYA MANFAAT
DIMAS UTOMO AJI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
DIMAS UTOMO AJI. C34070085. Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia
aurita) Sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat. Dibimbing
oleh ASADATUN ABDULLAH dan NURJANAH.
Ubur-ubur (Aurelia aurita) merupakan biota laut yang diduga memiliki kandungan asam lemak yang bagus sehingga memiliki potensi dijadikan bahan baku tetapi belum banyak dimanfaatkan. Ubur-ubur yang diekspor biasanya dalam bentuk segar atau telah melalui pengolahan sederhana, yaitu dengan penggaraman untuk meningkatkan daya awet dan mempermudah pengolahan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dan komposisi asam lemak yang terdapat pada ubur-ubur (Aurelia aurita). Pengamatan dilakukan terhadap kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat) serta asam lemak pada daging ubur-ubur segar dan kering yang telah diberi perlakuan penambahan tawas dan garam dengan perbandingan 1:5 dari bobot total ubur-ubur yang digunakan. Hasil proksimat daging ubur-ubur segar, yaitu kadar air 87,50%; abu 1,76%; lemak 2,03%; protein 5,31%; dan karbohidrat 3,40%, sedangkan hasil proksimat daging ubur-ubur kering, yaitu kadar air 67,33%; abu 3,26%; lemak 9,20%; protein 4,67%; dan karbohidrat sebesar 13,54%. Asam lemak jenuh tertinggi pada ubur-ubur, yaitu asam palmitat sebesar 15,36% pada daging segar dan 15,35% pada daging kering. Kandungan linolenat pada ubur-ubur tergolong kecil dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) lainnya, yaitu arakhidonat, linoleat dan EPA. Kandungan EPA daging segar dan kering ubur-ubur adalah 0,30% dan 0,32%.
Kata kunci: Analisis proksimat, asam lemak, ubur-ubur (Aurelia aurita)
ABSTRACT
DIMAS UTOMO AJI. C34070085. Fatty Acid Profile of Jellyfish (Aurelia
aurita) As a Source Raw Material of Aquatic Result Rich Benefit. Supervised by
ASADATUN ABDULLAH and NURJANAH.
Jellyfish (Aurelia aurita) is a marine animal who has a soft transparent body and are thought to have a good content of fatty acids that have the potential to be used as raw material but not yet widely used. Jellyfish are usually exported in the form of fresh or has undergone simple processing such as by salting to improve durability and simplify further processing. This study aimed to determined the characteristics and composition of fatty acids are found in jellyfish
(Aurelia aurita). Observations were made on the proximate content (water
4,67% protein and 13,54% carbohydrates. Based on testing with gas chromatography method obtained the highest saturated fatty acids content in the jellyfish, which amounted to 15,36% palmitic acid on fresh meat and 15,35% on dry meat. The content of linolenic acid in jellyfish is small compared with the others compound unsaturated fatty acids (PUFA), which is arachidonat, linoleat and EPA. EPA content of fresh meat and dried jellyfish is 0,30% and 0,32%.
PROFIL ASAM LEMAK UBUR-UBUR (Aurelia aurita) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU HASIL PERAIRAN KAYA MANFAAT
DIMAS UTOMO AJI C34070085
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Profil asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)
sebagai sumber bahan baku hasil perairan kaya manfaat Nama : Dimas Utomo Aji
NRP : C34070085
Departemen : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M. Dr. Ir. Nurjanah, MS NIP. 1983 0405 2005 01 2 001 NIP.1959 1013 1986 01 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP.1958 0511 1985 03 1 002
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Mei 1990
dari pasangan Bapak Dhady Irianto dan Ibu Hero
Yuliwati serta merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis
dimulai dari SDN Parung Bingung II dan lulus pada
tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP
Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun yang
sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi S1 Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2008/2009
Divisi Kewirausahaan dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-C) FPIK IPB
Divisi Best Entrepreneurship periode 2009/2010. Penulis juga aktif sebagai asisten
mata kuliah Ikhtiologi Perairan periode 2009/2010, asisten mata kuliah Fisiologi,
Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan periode 2010/2011, asisten mata
kuliah Diversifikasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan periode 2010/2011,
asisten mata kuliah Teknologi Penanganan Hasil Samping dan Limbah Hasil
Perairan periode 2010/2011 serta asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku
Industri Hasil Perairan periode 2010/2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian
dengan judul “Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ibu Asadatun Abdullah S.Pi, M.S.M, M.Si dan Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku dosen
pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan banyak pengarahan dan
masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini, selanjutnya Dr. Ir. Ruddy
Suwandi, MS, M.Phil, selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, kemudian seluruh staf dosen dan pegawai administrasi
Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu penulis dalam
berbagai hal, sekretariat dan seluruh laboran dari Laboratorium MIPA Terpadu,
Baranangsiang, Bogor dan Laboratorium Pusat Antar Universitas, Fakultas
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu penulis
dalam berbagai analisi kimia serta senantiasa memberikan bantuan dan
pengarahan yang bermanfaat, ayah dan ibunda tercinta yang senantiasa
memberikan semangat dan do’anya pada penulis selama penelitian dan pembuatan skripsi, teman-teman asisten Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan 2011 atas
kerjasama dan dukunganya, Fitriany Faujiah yang setia mendampingi penulis
selama pembuatan skripsi ini serta teman-teman dan keluarga THP 43, 44, 45 dan
46 yang telah memberi berbagai bantuan bagi penulis selama penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak diharapkan
oleh penulis demi perbaikan. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2011
DAFTAR ISI
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ... 12
3.3.2 Analisis proksimat ... 12
4.3 Kandungan Proksimat Ubur-ubur ... 21
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Komposisi kimia ubur-ubur... 4
2 Komposisi kimia ubur-ubur segar dan kering... 21
3 Retention time asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)... 26
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Ubur-ubur (Aurelia aurita)... 4
2 Struktur kimia lemak... 6
3 Struktur EPA dan DHA... 9
4 Diagram alir metode penelitian... 11
5 Diagram alir pengolahan ubur-ubur kering... 11
6 Kromatografi gas dan rekorder... 17
7 Diagram alir kromatografi gas untuk asam lemak... 17
8 Ubur-ubur segar... 19
9 Ubur-ubur segar ditimbang... 19
10 Ubur-ubur kering... 19
11 Preparasi ubur-ubur kering... 19
12 Diagram pie rendemen ubur-ubur... 20
13 Kandungan asam lemak jenuh ubur-ubur segar dan kering... 28
14 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal ubur-ubur... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Contoh perhitungan proksimat ubur-ubur... 38
2 Prosedur analisis asam lemak... 41
3 Contoh perhitungan asam lemak... 42
4 Kromatogram standar asam lemak... 43
5 Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur segar... 45
6 Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur kering... 47
1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Wilayah Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat baik untuk
berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Salah satu biota perairan yang
bernilai ekonomis tetapi belum banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah
ubur-ubur (Aurelia aurita). Ubur-ubur merupakan spesies yang termasuk ke dalam kelas Scyphozoa. Bentuk morfologinya menyerupai selaput transparan dengan
banyak tentakel yang berfungsi untuk melindungi diri dan menangkap mangsa.
Jenis ubur-ubur ini memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna
gelap hingga yang berwarna terang (Imre dan Saghk 1997). Ubur-ubur memiliki
potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur
ekspor. Beberapa propinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Utara, Cilacap dan Jepara
sudah banyak mengekspor ubur-ubur ke berbagai negara antara lain Jepang,
Vietnam dan Hongkong. Ubur-ubur diekspor dalam bentuk segar atau dengan
pengolahan sederhana, yaitu dengan penggaraman untuk meningkatkan daya awet
serta mempermudah pengolahan selanjutnya. Berdasarkan statistik nilai produksi
ubur-ubur di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 674.000 ton (KKP 2011).
Ubur-ubur diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu
meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Ubur-ubur yang
terdapat di beberapa lokasi penangkapan ikan di Indonesia masih menjadi
komoditas by catch sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut agar dapat menjadi bahan pangan bermanfaat. Salah satu kandungan gizi yang khas pada
ubur-ubur adalah asam lemak (Imre dan Saghk 1997).
Asam lemak merupakan komponen rantai panjang hidrokarbon yang
menyusun lipid. Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia,
antara lain linolenat (omega-3), linoleat (omega-6) dan oleat (omega-9) yang
bermanfaat untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta
mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3
dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem
adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk
produksi PUFA (Almatsier 2006).
Informasi mengenai kandungan gizi ubur-ubur masih terbatas sehingga
sumberdaya tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimum, namun faktanya
spesies ini berpotensi sebagai sumber bahan pangan kaya gizi yang bernilai
ekonomis tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai
tambah dari ubur-ubur adalah dengan melakukan penelitian mengenai asam lemak
yang terkandung di dalam organisme tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kandungan asam lemak
pada ubur-ubur untuk proses pengolahan selanjutnya menjadi sumber bahan
pangan bergizi tinggi.
1.2Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dan komposisi
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Deskripsi dan Klasifikasi Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Ubur-ubur termasuk hewan Cnidaria, yaitu sebuah filum yang terdiri atas
sekitar 9.000 spesies hewan sederhana yang hanya ditemukan di perairan dangkal.
Secara etimologi, kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani “cnidos” yang berarti
“jarum penyengat”. Kemampuan untuk menyengat tersebut yang merupakan asal nama mereka. Ciri khas dari hewan Cnidaria adalah memiliki knidosit yang
merupakan sel terspesialisasi yang digunakan untuk menangkap mangsa dan
membela diri. Tubuh mereka terdiri atas mesoglea, suatu bahan tak hidup yang
mirip jeli, terletak di antara dua lapisan epitelium yang biasanya setebal satu sel.
Ubur-ubur memiliki dua bentuk tubuh dasar, yaitu medusa yang berenang serta
polip yang sesil atau menetap dan menempel pada suatu medium, keduanya
memiliki bentuk simetris radial dengan mulut dikelilingi oleh tentakel berknidosit.
Kedua bentuk tersebut mempunyai satu lubang jalan masuk yang berfungsi
sebagai mulut maupun anus yang disebut manus serta rongga tubuh yang
digunakan untuk mencerna makanan dan bernapas. Banyak cnidaria memproduksi
koloni yang merupakan organisme tunggal terdiri atas zooid mirip medusa atau
mirip polip atau keduanya. Kegiatan cnidaria dikoordinasikan oleh jaring-jaring
saraf tak terpusat serta reseptor sederhana. Semua cnidaria berkembangbiak secara
seksual. Banyak cnidaria memiliki daur hidup yang rumit dengan tingkat
perkembangan polip aseksual dan medusa seksual, namun beberapa tidak
memiliki polip atau tidak memiliki medusa. Klasifikasi ubur-ubur menurut Lovett
Ubur-ubur (Aurelia aurita) adalah binatang diploblastik, dengan kata lain
mereka mempunyai dua lapisan sel utama, sedangkan binatang yang lebih
kompleks adalah triploblastik yang mempunyai tiga lapisan utama. Dua lapisan sel
utama membentuk epitel yang kebanyakan setebal satu sel dan melekat pada
membran dasar berserat yang dapat disekresikan. Ubur-ubur juga mensekresikan
mesoglea yang mirip jeli yang memisahkan lapisan-lapisan tersebut.
Ubur-ubur memiliki sejumlah kecil sel-sel yang mirip amoeba dan sel otot
pada beberapa spesies. Akan tetapi jumlah sel dan tipe lapisan tengah lebih sedikit
daripada spons. Morfologi ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Ubur-ubur (Aurelia aurita) 2.2 Komposisi Kimia Ubur-ubur
Berdasarkan literatur analisis proksimat yang terkandung dalam ubur-ubur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ubur-ubur Senyawa Jumlah (%) Kadar air 85,48 Kadar abu 3,94
Protein 5,44
Lemak 2,63
Karbohidrat 6,26
Sumber: Lovett (1981) dalam Solihat (2004)
Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan tertinggi yang terdapat dalam
tubuh ubur-ubur adalah kadar air. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh habitat
ubur-ubur yang hampir seluruh hidupnya berada dalam perairan. Kadar abu yang
terdapat pada ubur-ubur berkaitan dengan mineral yang terkandung dalam bahan
tersebut. Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik
dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai unsur
anorganiknya tidak dan biasanya itulah yang disebut abu (Winarno 2008).
Kandungan lemak dan protein dari ubur-ubur cukup tinggi dan berpotensi untuk
dapat diolah menjadi bahan baku uang kaya gizi melalui proses diversifikasi yang
tepat serta dapat dijadikan komoditas ekspor yang dijadikan sumber devisa
(Lovett 1981 dalam Imre dan Saghk 1997).
2.3Lipid
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut
dalam air tetapi dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti
kloroform atau eter. Jenis lipid yang paling banyak adalah lemak atau
triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme.
Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: 1) lipid netral, 2)
fosfolipida, 3) spingolipid dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat
di alam (Suhardi et al. 2007).
Lipid berasal dari bahasa Yunani, “Lipos” yang berarti lemak yang merupakan segolongan besar senyawa yang tidak larut air yang terdapat di alam.
Lipid berperan penting sebagai 1) komponen struktural membran; 2) lapisan pada
beberapa jasad; 3) energi cadangan; 4) komponen permukaan sel yang berperan
dalam proses interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam
proses kekebalan jaringan, dan 5) sebagai komponen dalam proses pengangkutan
melalui membran (Grosch 1999).
Kelompok-kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan struktur kimia
tertentu. Kelompok-kelompok lipida tersebut (Suhardi et al. 2007), yaitu: 1) Kelompok trigliserida, yaitu lemak, minyak dan asam lemak
2) Kelompok turunan asam lemak
Lemak didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak larut dalam
mengenai lemak ialah suatu molekul yang disintesis oleh sistem biologis yang
memiliki rantai alifatik hidrokarbon yang panjang sebagai struktur utamanya,
dapat bercabang dan tidak bercabang, dapat membentuk cincin karboksilat dan
dapat mengandung rantai tak jenuh (Davenport dan Johnson 1971).
Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber
energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak ini merupakan sumber energi
paling tinggi yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2,5 kali energi
yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama
(Almatsier 2006). Suatu molekul lemak tersusun dari satu hingga tiga asam lemak
dan satu gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus
hidroksil (Gaman dan Sherrington 1992). Struktur lemak berdasarkan jumlah
asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.
HO-CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
Gambar 2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida
2.5Asam Lemak
Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid.
Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki
gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang
menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak
berminyak atau berlemak (Davenport and Johnson 1971). Penamaan asam lemak
berdasarkan pada jumlah atom karbon dan posisi ikatan tak jenuh dari gugus
karboksilnya (Lobb 1992).
Asam lemak dapat dibedakan berdasarkan tingkat kejenuhan, yaitu asam
fatty acid). Asam lemak jenuh memiliki titik cair lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh dan merupakan dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak.
Lemak yang tersusun oleh asam lemak tak jenuh akan bersifat cair di suhu kamar,
sedangkan lemak yang tersusun oleh asam lemak jenuh akan berbentuk padat.
Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak
tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid/MUFA).
Perbedaan antara asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh juga
terdapat pada ikatan rangkapnya. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan
rangkap antar karbonnya sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan
rangkap karbon (CH=CH) (Ackman 1994). Keberadaan ikatan rangkap dalam
struktur asam lemak mengakibatkan adanya perbedaan konfigurasi. Bila ikatan
rangkapnya terletak pada sisi yang sama dengan gugus hidrogen maka disebut
konfigurasi cis, sedangkan apabila ikatan rangkapnya terletak di sisi yang
berlawanan maka disebut sebagai konfigurasi trans. Asam lemak konfigurasi trans
dapat memberikan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Asam lemak tak
jenuh yang ideal adalah asam lemak yang berkonfigurasi cis, biasanya berasal dari
alam, seperti asam lemak omega-3 cis yang berasal dari ikan (Hidajat 2003).
Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tak jenuh (Unsaturated
Fatty Acid) (O’Keefe et al. 2002):
1. Asam lemak n-3 (Omega 3)
Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),
asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat, yang membantu
membentuk EPA dan DHA. Omega 3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri
atas rantai panjang dari asam linolenat.
a) Asam α-linolenat (18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12 dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada
daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
b)Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)
Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25% berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan.
c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)
Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di
banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah
melibatkan dasaturasi Δ6 pada hewan.
2. Asam lemak n-6 (Omega 6)
Omega 6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa
jenis asam lemak omega 6:
a) Asam linoleat (18:2n-6)
Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA.
Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada
seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun
dapat ditemukan beberapa cadangan makanan.
b)Asam γ-linolenat (18:3n-6)
Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah
melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh
Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat.
c) Asam arakhidonat
Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat
pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat
merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.
d)Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)
Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam
arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.
3. Asam lemak n-9 (Omega 9)
Asam lemak omega 9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak
non-esensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan
a) Asam oleat (18:1n-9)
Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi
pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling
umum dan merupakan prekursor untuk produksi PUFA (Almatsier 2000).
b)Asam erukat (22:1n-9)
Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang
ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat (Thoha 2004).
Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak
yang merupakan kelompok omega-3 adalah α-linolenat (18:3; ALA), EPA (20:5)
dan DHA (22:6). Struktur kimia EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 3
(Muchtadi et al. 1993).
EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks
cerebral otak dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994).
(a) EPA (b) DHA
Gambar 3 Struktur EPA dan DHA
(Sumber: Visentainer et al. 2005)
Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh seperti fosfolipid
mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut: 1. Memelihara integritas dan fungsi membran seluler
2. Merupakan prekursor dari senyawa yang memilki fungsi pengatur fisiologis
yaitu prostaglandin, thromboksan, prostasiklin
3. Dibutuhkan untuk aksi piridoksin (Vitamin B6) dan asam pantotenat
3 METODOLOGI 3.1Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2011 di
Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium
Biologi Pusat Antar Universitas, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor; serta Laboratorium MIPA Terpadu, Baranangsiang, Bogor.
3.2Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama,
yaitu ubur-ubur (Aurelia aurita) dan bahan untuk analisis proksimat seperti akuades, HCl, NaOH, katalis selenium, H2SO4, H3BO3 dan pelarut heksana serta
bahan yang digunakan untuk pengujian asam lemak antara lain etanol, isooktan,
NaCl, NaOH, BF3 dan akuades.
Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, timbangan digital,
sudip, gegep, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer,
tabung Kjeldahl, buret, mortar, kertas saring Whatman 42, kapas bebas lemak,
tabung soxhlet, plastik, homogenizer, botol vial, waterbath, syringe dan perangkat kromatografi gas 2010 Shimadzu (identifikasi asam lemak).
3.3Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa bagian meliputi pengambilan
sampel ubur-ubur (Aurelia aurita), penentuan ukuran dan berat, preparasi sampel, penghitungan rendemen dan analisis kimia yang terdiri atas analisis proksimat dan
analisis asam lemak. Selain itu, sebagian daging ubur-ubur segar diberi perlakuan
melalui pengeringan dan pemberian garam untuk menghilangkan lendir dan
meningkatkan daya awet. Diagram alir metode penelitian ubur-ubur dan
Gambar 4 Diagram alir metode penelitian
*Ubur-ubur
Gonad, isi perut dan filamen dibuang
Daging ubur-ubur dicuci
Daging ubur-ubur direndam (100 L air tawar + 10% tawas)
Gambar 5 Diagram alir pengolahan ubur-ubur kering Pencucian
Preparasi Sampel
Analisis Asam Lemak Analisis
Proksimat
Utuh
Segar Kering*
Ubur-ubur
Daging ditiriskan
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel
Penelitian ini diawali dengan pengambilan ubur-ubur (Aurelia aurata) dari pantai Cirebon. Ubur-ubur ditemukan di pinggir pantai dengan air yang dangkal
dan banyak terkena sinar matahari. Setelah sampel ubur-ubur diperoleh lalu
dibawa dengan cool box hingga ke laboratorium kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan benda asing yang menempel selanjutnya dilakukan
preparasi untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Setelah itu,
diperoleh daging utuh ubur-ubur untuk diuji proksimat dan asam lemaknya. Selain
itu, sebagian daging ubur-ubur tersebut dilakukan pengeringan dan pemberian
garam yang kemudian diuji proksimat dan asam lemaknya.
3.3.2Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat
dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air dengan menggunakan metode oven (AOAC 2005), kadar abu dengan
menggunakan tanur (AOAC 2005), protein dengan menggunakan metode kjeldahl
(AOAC 2005) dan lemak dengan menggunakan metode sokhlet (AOAC 2005).
a) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau
jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama pada analisis kadar air
adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 1 gram ditimbang
setelah terlebih dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel tersebut
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 5-6 jam. Cawan
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)
b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang
terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
sekitar 105 0C selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya
dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam
tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.
% Kadar abu = C - A x 100% B - A
Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen + sampel setelah dikeringkan (gram)
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan dari
protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
1. Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 0,5 gram. Kemudian sampel dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl. Satu butir selenium dimasukkan ke dalam tabung tersebut
dan ditambahkan 3 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi jernih.
2. Tahap destilasi
Larutan yang telah jernih didinginkan dan kemudian ditambahkan 50 ml
akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung
indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke
dalam alat destilasi hingga tertampung 40 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan
3. Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,09 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan
dicatat. Perhitungan kadar protein pada ubur-ubur adalah sebagai berikut:
% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko) x N HCl x 14 x 100% mg daging ubur-ubur
% Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25)
d)Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di
ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,
selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunanya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan. Hasil analisis akan
% Kadar lemak = W3 - W2 x100%
terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan
melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter
masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih
dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk
metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat (Fardiaz 1989).
Standar asam lemak yang digunakan, yaitu kaprat (C10:0), laurat (C12:0),
miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), linoleat (C18:2), linolenat
(C18:3), EPA (C20:3), dan DHA (C22:6). Kadar asam lemak dapat dihitung
dengan:
Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain
ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram.
(a) Tahap ekstraksi
Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Sohxlet. Pada tahap ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian
ditimbang sebanyak 0,02-0,03 g lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi.
(b) Pembentukan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dilakukan untuk membentuk senyawa turunan dari senyawa
asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak dirubah menjadi
ester-ester metil atau alkil yang lainya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas
(Fardiaz 1989).
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak diatas penangas air dengan
menembahkan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N, BF3 dan isooktan. Kemudian
Sebanyak ± 0,03 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahakan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas
air selama 20 menit dengan suhu 80 oC kemudian larutan didinginkan. Selanjutnya Sebanyak ± 2 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu dipanaskan kembali pada
waterbat dengan suhu 80 0C selama 20 menit lalu didinginkan. Setelah itu,
ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan isooktan lalu dikocok sempurna. Sebanyak 2 µl
sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography.
(c)Identifikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas
yang digunakan adalah Shimadzu GC-2010, gas yang digunakan sebagai fase
bergerak adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 1 kg/cm2 dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen dengan aliran 0,5 kg/cm2, kolom yang digunakan adalah kolom packing yang panjangnya 4 m dengan diameter dalam 0,3 cm. Suhu terprogram yang digunakan adalah suhu 200 oC, kemudian suhu dinaikkan 5 oC permenit hingga suhu akhir 230 oC.
Analisis kuantitatif dapat dihitung dengan cara:
Asam lemak (%) = Konsentrasi sampel X 100 %
100 - (Konsentrasi pelarut)
3.3.4Kromatografi gas
Analisis asam lemak dilakukan menggunakan metode kromatografi gas.
Metode ini memerlukan preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke alat
kromatografi. Kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atau
distribusi diferensial komponen sampel diantara dua sampel. Kromatografi
melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam biasanya berupa
cairan yang terikat pada permukaan, sedangkan fase gerak berupa eluen, pelarut
atau gas pembawa inert. Sampel daging ubur-ubur ditimbang 30 mg (minyak)
masukkan dalam tabung 10 ml yang ditutup rapat kemudian tambahkan 1 ml
NaOH 0,5 N selanjutnya direfluks selama 20 menit mengguakan water bath pada suhu 80 oC. Labu lalu diangkat dan dibiarkan sampai dingin kemudian tambahkan 2 ml BF3, panaskan kembali selama 20 menit, dinginkan lalu tambahkan 2 ml
larutan NaCl jenuh dan 1 ml isooktan sambil dikocok. Kemudian, pisahkan
lapisan isooktan yang di bagian atas dan dimasukkan ke dalam evendof yang telah bersisi Na2SO4 anhidrat kemudian diinjeksikan kedalam kromatografi gas. Berikut
(a) (b)
Gambar 6 (a) alat kromatografi gas; (b) tabung gas pembawa
Tabung gas pembawa
Pengendali aliran
Injektor
Detektor
Hasil rekaman
Gambar 7 Diagram Alir Kromatografi Gas untuk Asam Lemak
Kondisi alat GC pada saat analisis:
a) Jenis kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column) b) Panjang kolom : 60 cm
c) Diameter dalam : 0,25 mm
d) Tebal lapisan film : 0,25 µm
e) Laju alir N2 : 20 ml/menit
f) Laju alir H2 : 30 ml/menit
g) Laju alir udara : 200-250 ml/menit
h) Suhu injektor : 200 oC i) Suhu detektor : 230 oC j) Suhu terprogram : 190 – 230 oC
3.3.5 Pengolahan Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Ubur-ubur dengan diameter minimum 25 cm adalah yang paling baik
untuk diolah. Sebelum proses pengolahan, ubur-ubur dicuci bersih dengan air
tawar kemudian bagian payung dipisahkan dengan bagian tentakel. Bagian yang
tidak diperlukan seperti filamen dan isi perut dibuang. Proses pengolahan dipisah
antara bagian payung dan lengan. Bagian-bagian yang telah terpisahkan ini
masing-masing dimasukkan ke dalam bak kayu yang dilapisis dengan lembaran
polietilen cukup tebal dengan ukuran (2x1,5x1)m. Proses pengolahan ubur-ubur
terbagi dalam beberapa tahap dan biasanya yang banyak digunakan adalah bagian
payung yang dijabarkan sebagai berikut.
Tahap 1.
Bagian payung direndam dalam larutan yang terdiri dari campuran tawas
500 g dan bubuk pemutih 200 g yang dilarutkan dalam 100 l air tawar. Lama
perendaman 3-5 jam atau sampai terlihat adanya lapisan berwarna putih tebal pada
sub umbrella.
Tahap 2.
Bagian payung ubur-ubur yang telah dibersihkan dari lapisan putih disusun
pada bak lain dengan bagian sub umbrella menghadap keatas kemudian dibiarkan 3-4 hari. Diantara tumpukan tersebut diselipkan campuran yang terdiri dari tawas
dan garam dengan perbandingan 1:5 dari bobot payung yang digunakan.
Tahap 3.
Pada fase ini cairan pada bagian payung sudah berkurang. Setelah 50%
dari cairan tereduksi, bagian payung tersebut dipindahkan kembali ke bak lain
yang telah diisi dengan campuran 600 g tawas dan 800 g garam kemudian
didiamkan selama 3 hari.
Tahap 4.
Pada fase ini perkiraan cairan pada payung yang telah tereduksi 70%
akibat perendaman dan pada hari keempat payung kelihatan mulai terlipat yang
kemudian dicuci dengan larutan garam hingga lipatan akan hilang dengan
sendirinya dan bagian payung tersebut akan menjadi pipih seperti lempengan
berwarna cokelat tanpa mengalami kerusakan. Lempengan payung tersebut
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Penelitian ini menggunakan bahan baku daging ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering yang berasal dari Perairan Cirebon dan Pantai Ancol, Jakarta.
Sampel ubur-ubur segar yang diperoleh segera dibawa ke laboratorium untuk
dibersihkan dari benda asing kemudian di preparasi untuk dipisahkan dari bagian
tubuhnya yang tidak diperlukan lalu diperoleh daging utuh segar ubur-ubur yang
kemudian dilakukan pengujian proksimat dan analisis asam lemak dengan metode
gas kromatografi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan daging ubur-ubur
kering dengan perlakuan penambahan garam. Daging ubur-ubur kering tersebut
kemudian juga dilakukan pengujian terhadap kandungan proksimat dan analisis
asam lemak sebagai perbandingan dengan daging ubur-ubur segar.
Gambar 8 Ubur-ubur segar Gambar 9 Ubur-ubur segar ditimbang
Gambar 10 Ubur-ubur kering Gambar 11 Preparasi ubur-ubur kering
Ubur-ubur yang digunakan pada penelitian ini memiliki tekstur yang
lunak, berwarna putih transparan, tubuhnya berlendir dan jika disentuh dapat
menyebabkan gatal. Ubur-ubur tersebut kemudian ditangani dengan pencucian air
tawar dilanjutkan ke dalam air garam selama beberapa tahap untuk
memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan yang segar. Hal tersebut
disebabkan karena sebagian air dalam tubuh ubur-ubur telah teruapkan oleh panas
saat pengeringan. Kadar air tersebut merupakan air bebas yang mudah dihilangkan
melalui proses pengeringan (Winarno 2008). Hasil pengujian proksimat terhadap
ubur-ubur segar dan kering juga menunjukkan beberapa perubahan seperti
peningkatan kadar abu dan protein pada ubur-ubur yang telah dikeringkan dan
diberi garam serta perbedaan hasil uji asam lemak dari masing-masing daging
ubur-ubur tersebut.
4.2 Rendemen Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Rendemen adalah persentase bagian tubuh bahan baku yang dapat
dimanfaatkan. Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui nilai ekonomis
dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen didasarkan pada
presentase perbandingan bobot contoh dengan bobot total. Semakin besar
rendemen maka semakin tinggi pula nilai ekonomis dari produk tersebut, begitu
pula sebaliknya, semakin kecil rendemen maka semakin rendah nilai ekonomisnya
atau keefektivitasan suatu produk atau bahan (Yunizal et al. 1998). Tubuh ubur-ubur hanya terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging dan filamen (isi perut dan
jeroan). Kedua bagian tersebut memiliki rendemen yang berbeda. Rendemen dari
tiap bagian tubuh ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Diagram pie rendemen ubur-ubur (Aurelia aurita) Gambar 12 menunjukkan bahwa rendemen yang terbesar dari ubur-ubur
adalah daging, yaitu 87,96% dan rendemen filamen (isi perut dan jeroan) hanya
sebesar 12,04%. Menurut Solihat (2004), ubur-ubur memiliki rendemen daging
yang paling besar. Hal ini disebabkan seluruh bagian tubuh ubur-ubur terhitung
sebagai daging yang dapat dimanfaatkan seluruhnya. Daging ubur-ubur
mengandung protein yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
Isi perut dan jeroan
12,04%
fungsional. Orang-orang Cina telah memanfaatkan daging ubur-ubur sebagai
santapan dan obat untuk penyakit tekanan darah tinggi, bronchitis dan banyak
penyakit lain. Ubur-ubur juga diduga memiliki kolesterol dan lemak rendah
sehingga dapat dijadikan sebagai makanan diet.
4.3 Kandungan Proksimat Ubur-ubur
Bahan baku yang baik, yaitu bahan yang mempunyai komposisi gizi yang
meliputi air, lemak, protein, abu dan karbohidrat. Setiap komponen ini harus
diketahui jumlahnya agar pemenuhan kebutuhan gizi dalam tubuh dapat terpenuhi
secara tepat. Komposisi gizi ini dapat diketahui dengan cara analisis proksimat.
Komposisi kimia daging ubur-ubur segar dan ubur-ubur kering dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia daging ubur-ubur segar dan kering
Parameter Ubur-ubur
tinggi menyebabkan kadar lemak menurun secara proporsional. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berbanding terbalik
dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Kandungan zat gizi paling banyak yang terdapat pada ubur-ubur kering adalah kadar air, karbohidrat dan lemak. Kadar
abu yang meningkat pada ubur-ubur yang telah dikeringkan dipengaruhi oleh
perlakuan pemberian garam sebesar 20% dari berat total ubur-ubur. Kadar abu
berkaitan dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan dan garam
mengandung banyak mineral sehingga dapat meningkatakan kandungan abu yang
terdapat pada ubur-ubur tersebut. Perhitungan karbohidrat dilakukan dengan
a. Kadar air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air
dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan
di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk
hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).
Kadar air yang terkandung pada daging ubur-ubur segar dan kering
masing-masing sebesar 87,50% dan 67,33%. Kandungan air yang tinggi tersebut
dapat disebabkan karena habitat ubur-ubur yang seluruh hidupnya terdapat di
perairan. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kadar air yang terdapat pada teripang mencapai 79,35%. Kandungan air tersebut tidak berbeda jauh dengan
yang terdapat pada daging ubur-ubur baik segar maupun kering. Pengeringan
dapat menghilangkan air yang terkandung dalam bahan pangan. Semakin lama
waktu pengeringan yang dilakukan, kadar air yang terdapat pada suatu bahan
pangan akan semakin rendah. Proses pemberian garam juga dapat menyebabkan
berkurangnya kadar air yang terkandung pada ubur-ubur tersebut. Garam bersifat
higroskopis sehingga dapat menyerap air yang terkandung dalam bahan kemudian
menurunkan aktifitas air dari bahan tersebut (Winarno 2008).
Kadar air pada daging ubur-ubur yang telah dikeringkan hanya sedikit
mengalami penurunan dapat disebabkan karena produk ubur-ubur yang telah
diolah biasanya masih termasuk semi basah karena apabila terlalu kering dapat
merusak tekstur dari ubur-ubur tersebut saat ditransportasikan ke pembeli atau
luar negeri. Selain itu, faktor lainya juga dapat disebabkan untuk mempermudah
pengolahan seanjutnya terhadap daging ubur-ubur karena bila terlalu kering akan
menjadi keras dan sukar untuk dipotong unutk disajikan (Solihat 2004).
Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi,
terutama vitamin larut air dan mineral. Selain itu, air juga berfungsi sebagai
katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu dan peredam benturan
b.Lemak
Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter,
kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak
dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut
vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh,
karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan
adiposa (Winarno 2008).
Kadar lemak yang diperoleh dari hasil proksimat ubur-ubur segar sebesar
2,03% lebih rendah dibandingkan kadar lemak yang terdapat pada ubur-ubur yang
telah dikeringkan, yaitu sebesar 9,20%. Proses pengeringan menyebabkan
kandungan air yang terdapat pada daging ubur-ubur turun sehingga menyebabkan
lemak pada ubur-ubur kering meningkat. Menurut Almatsier (2006), hal tersebut
disebabkan karena kandungan lemak berbanding terbalik dengan kadar air yang
terdapat dalam suatu bahan. Lemak pada tubuh makhluk hidup biasanya disimpan
sebesar 45% di sekililing organ dan rongga perut. Kadar lemak yang terdapat pada
biota laut lainya seperti teripang, yaitu sebesar 6,28% (Sutiyoso 2009).
Peranan lemak di dalam tubuh adalah menghasilkan energi yang
diperlukan tubuh. Selain itu, lemak juga berperan membentuk struktur tubuh,
penghasil asam lemak esensial dan pembawa vitamin yang larut dalam lemak.
Angka kecukupan lemak untuk orang dewasa menurut Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi (2004), yaitu 54 g/hari untuk pria dan wanita.
c. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena
selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang
selalu terjadi di dalam jaringan tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar
apabila keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan
karbohidrat (Winarno 2008).
Hasil analisis kadar protein yang diperoleh pada daging ubur-ubur segar
yaitu sebesar 5,31%, sedangkan daging ubur-ubur kering sebesar 4,67%. Hasil
Disamping itu, berdasarkan penelitian Sutiyoso (2009), kadar protein pada hewan laut lain seperti teripang mencapai 5,65%. Perbedaan kadar protein ini
dikarenakan oleh umur, ukuran dan perlakuan terhadap ubur-ubur tersebut.
Protein di dalam tubuh manusia berfungsi membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Kekurangan protein dalam jangka
waktu yang lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Angka kecukupan protein untuk
orang dewasa menurut, yaitu 50 g/hari untuk pria dan 42 g/hari untuk wanita
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).
d.Kadar abu
Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan yang dianalisis.
Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai unsur
anorganik (abu). Komponen-komponen organik terbakar, tetapi komponen
anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar abu pada daging ubur-ubur
segar lebih rendah yaitu sebesar 1,76% dibandingkan kadar abu pada daging
ubur-ubur kering yang bernilai 3,26%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya
akumulasi mineral yang berasal dari garam yang diberikan pada perlakuan
pengeringan ubur-ubur untuk menghilangkan lendir dan gatal. Faktor lainya yang
dapat mempengaruhi adalah lingkungan dan waktu pengambilan sampel. Pada
umumnya hewan memperoleh asupan mineral dari tumbuhan dan kemudian
menumpuknya di dalam jaringan tubuhnya (Winarno 2008).
Kadar abu pada daging ubur-ubur hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian Solihat (2004) yaitu sebesar 4,64%. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan habitat, waktu pengambilan sampel dan
kondisi lingkungan hidup dari organisme tersebut. Di samping itu, menurut
penelitian Sutiyoso (2009), kadar abu pada biota air lainya seperti teripang
mencapai 5,67%. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang
sehingga akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing masing
bahan.
e. Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena karbohidrat
merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Selain itu, karbohidrat
juga memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan
seperti penampakan, warna dan tekstur. Karbohidrat berfungsi untuk mencegah
terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral dan membantu
metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat pada daging
ubur-ubur segar dan kering yaitu sebesar 3,40% dan 13,54%. Menurut penelitian
Sutiyoso (2009), kadar karbohidrat pada teripang sebesar 7,86%. Perbedaan kadar karbohidrat tersebut dapat disebabkan karena perbedaan spesies, umur, perlakuan
dan habitat tempat pengambilan sampel. Dua pertiga bagian dari karbohidrat yang
terdapat dalam bentuk glikogen pada hewan disimpan di dalam otot dan
selebihnya dalam hati (Almatsier 2006). Glikogen disebut juga sebagai pati hewan
karena diproduksi dari glukosa di dalam tubuh. Glikogen dipergunakan oleh
hewan untuk memasok energi pada saat bergerak (Nasoetion et al. 1994).
Kadar karbohidrat pada daging ubur-ubur hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian Solihat (2004), yaitu sebesar 16,93% dan
17,08%. Hal ini dikarenakan kadar karbohidrat dihitung secara by difference. Rendahnya kadar air dan protein dapat menyebabkan kandungan karbohidrat,
lemak dan kadar abu suatu bahan meningkat.
Peranan karbohidrat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi untuk
aktifitas tubuh, baik untuk bergerak ataupun bekerja. Apabila jumlah karbohidrat
yang tersedia di dalam tubuh tidak mencukupi, maka akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan katabolisme atau penguraian lemak. Jika kadar karbohidrat
dan lemak juga tidak mencukupi, maka protein akan dirombak untuk
menghasilkan energi (Nasoetion et al. 1994). Angka kecukupan karbohidrat untuk orang dewasa menurut widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), yaitu
4.4Komposisi Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid,
terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang mempunyai gugus karboksil (COOH) di
salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam
lemak pada daging ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering menunjukkan terdapat asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Injeksi terhadap asam lemak menghasilkan hasil kromatogram untuk ubur-ubur segar dan kering seperti pada
Lampiran 5, yang masing-masing peak menunjukkan jenis asam lemak tertentu. Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan
waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Retention time
merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari saat injeksi sampai
sampel mencapai peak maksimum (Riyadi 2009). Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati nilai retention time standar asam lemak. Retention Time (RT) asam lemak pada daging segar dan kering ubur-ubur
(Aurelia aurita) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Retention time asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)
time standar asam lemak dengan retention time sampel yang diuji.Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati dengan nilai
retention time standar asam lemak (Riyadi 2009).
Asam lemak yang terkandung dalam daging segar dan kering ubur-ubur
terdiri atas asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak
tidak jenuh majemuk. Asam lemak jenuh, yaitu laurat (C12:0), miristat (C14:0),
palmitat (C16:0) dan stearat (C18:0). Asam lemak tidak jenuh tunggal, yaitu
palmitoleat (C16:1) dan oleat (C18:1). Asam lemak tidak jenuh majemuk, yaitu
linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), arakhidonat (C20:4) dan EPA (C20:5)
Komposisi asam lemak pada daging ubur-ubur dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur dan standar yang digunakan
pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 4-6. Kandungan asam lemak terkecil
yang dapat dideteksi oleh GC adalah asam laurat (C12:0) sebesar 0,06% dan
0,07% pada daging segar dan kering ubur-ubur. Histogram untuk komposisi asam
lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh majemuk
dari daging ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan 15.
Tabel 4 Komposisi asam lemak daging ubur-ubur
dan oleat; serta asam lemak tak jenuh majemuk terdiri atas linoleat, linolenat,
arakhidonat dan EPA. Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan asam
lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai
monogliserida digunakan dalam industri farmasi sebagai antimikroba. Asam
miristat dan stearat terdapat dalam jumlah sedikit, tidak lebih dari 2%. Asam
stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat
pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah sedikit (Jacquot 1962).
Komposisi asam lemak yang dihasilkan pada daging ubur-ubur segar dan
kering dalam penelitian ini berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur (Ozogul dan Ozogul 2005).
Gambar 13 Kandungan asam lemak jenuh ubur-ubur segar dan
kering
Gambar 13 menunjukkan kandungan asam laurat pada ubur-ubur (Aurelia
aurita) segar dan kering diperoleh hasil sebesar 0,06% dan 0,07%. Perbedaan nilai
asam laurat ini dapat disebabkan oleh umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur
tersebut. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kandungan asam laurat pada biota
air lainya seperti teripang sebesar 0,15 %. Asam laurat digunakan dalam industri
makanan yaitu sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta digunakan
juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam laurat bertanggungjawab terhadap
naiknya LDL darah dan berhubungan dengan serangan jantung (Solihat 2004).
Kandungan asam miristat pada daging ubur-ubur segar dan kering adalah
sebesar 3,33% dan 3,68%. Perbedaan nilai asam miristat ini disebabkan oleh
umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur tersebut. Menurut penelitian Sutiyoso
(2009), kandungan asam miristat pada teripang lebih kecil, yaitu 1,25 %. Asam
miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor
makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam photoreseptor (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil analisis asam palmitat pada ubur-ubur segar dan kering
menunjukkan hasil 15,36% dan 15,35%. Perbedaan nilai asam palmitat ini
disebabkan oleh spesies, perlakuan, umur dan ukuran ubur-ubur tersebut. Menurut
penelitian Sutiyoso (2009), teripang mengandung palmitat sebesar 10,75 %. Asam
palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan
pangan, yaitu sebesar 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada. Asam
palmitat dapat meningkatkan resiko aterosklerosis, kardiovaskular dan stroke
(Winarno 2008).
Kandungan asam stearat yang terdapat pada ubur-ubur segar dan kering,
yaitu sebesar 6,20% dan 6,24%. Perbedaan nilai asam stearat ini disebabkan oleh
spesies, lama perlakuan penjemuran, konsentrasi garam dan ukuran ubur-ubur
yang digunakan. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), biota air yang memiliki
kekerabatan dengan ubur-ubur, yaitu teripang memiliki kandungan stearat sebesar
5,77 %. Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah,
hipertensi, kanker, dan obesitas (Solihat 2004). Komposisi asam lemak tidak jenuh
tunggal yang terkandung dalam daging ubur-ubur segar dan kering dapat dilihat
3,1 3,15 3,2 3,25 3,3 3,35
Palmitoleat Oleat
3,31 3,32
3,2 3,22
Kandungan (%)
Jenis Asam Lemak Tidak Jenuh Tunggal
Gambar 14 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal daging ubur-ubur segar dan kering
Gambar 14 menunjukkan hasil asam oleat pada ubur-ubur segar dan kering
sebesar 3,32% dan 3,22%. Perbedaan nilai asam oleat ini disebabkan oleh
perbedaan perlakuan, umur dan ukuran ubur-ubur. Asam oleat lebih stabil
dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam
meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol
di dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Menurut penelitian Sutiyoso (2009), hewan air lainya seperti teripang diketahui mengandung asam oleat sebesar 2,21%. Asam
oleat juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh dan sebagai
prekursor terbentuknya PUFA (Farouk et al. 2007). Kandungan palmitoleat yang terdapat pada daging ubur-ubur segar dan kering, yaitu sebesar 3,31% dan 3,20%.
Perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan, ukuran dan umur
ubur-ubur tersebut. Selain itu, juga dipengaruhi oleh suhu dan habitat ubur-ubur
0
Gambar 15 Kandungan asam lemak tak jenuh majemuk daging ubur-ubur segar dan kering
Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena
dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya.
Masing-masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 dari ujung gugus
metil. Manusia tidak dapat menambah ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3
pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis kedua
jenis asam lemak tersebut. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga
bagian-bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti
hormon yang disebut eikosanoid. Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju
biosintesis DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992 dalam Prasastyane 2009). Asam linoleat dimanfaatkan dalam pembuatan kosmetik (Simopoulos 1991 dalam
Witjaksono 2005).
Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat.
Sedangkan EPA dan DHA dalam tubuh ubur-ubur hanya dapat dikonversi dari
asam α-linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada
asam lemak dengan bantuan enzim, sedangkan elongasi merupakan perpanjangan
dua rantai karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat
kurang dari 5-10% EPA dan 2-5% DHA (Grosch 1999). Kandungan linoleat pada
ubur-ubur cukup tinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 0,34%
pada daging segar dan 0,36% pada daging kering. Berdasarkan Gambar 15, dapat
dilihat kandungan linolenat ubur-ubur segar dan kering sebesar 0,08% dan 0,06%;
arakhidonat sebesar 0,33% dan 0,29%; dan EPA sebesar 0,32% dan 0,30%.
Komponen DHA pada hasil pengujian daging ubur-ubur segar dan kering tidak
ditemukan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ekstraksi awal untuk lemak
menggunakan soxhlet dengan suhu pemanasan cukup tinggi yang dapat menyebabkan sebagian hasil ekstrak lemak menjadi hancur. Faktor lain yang
dapat menyebabkan tidak terdeteksinya DHA pada daging ubur-ubur yang
digunakan adalah berkaitan dengan matriks alam atau rantai makanan yang
dikonsumsi oleh ubur-ubur tersebut. Ubur-ubur memakan ikan-ikan kecil yang
merupakan pemakan fitoplankton. Terdapat kemungkinan bahwa pakan yang
dikonsumsi oleh ikan-ikan makanan dari ubur-ubur tersebut sedikit mengandung
DHA sehingga saat dilakukan ekstrak hasil yang diperoleh sangat kecil dan tidak
terbaca dalam kromatogram. EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun
sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan
untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting untuk tetap menjaga
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penguiian diperoleh karakteristik ubur-ubur yang
digunakan pada penelitian ini antara lain memiliki tekstur yang lunak, warna
tubuh putih transparan, berlendir dan memiliki tentakel. Rendemen dari daging
ubur-ubur terdiri atas daging 87,96% dan filamen (isi perut dan jeroan) 12,04%.
Komposisi kimia untuk daging ubur-ubur segar dan kering terdiri atas kadar air
87,50% dan 67,33%; kadar abu 1,76% dan 3,26%; lemak 2,03% dan 9,20%;
protein sebesar 5,31% dan 4,67%; serta karbohidrat sebesar 3,40 % dan 13,54%.
Daging ubur-ubur pada penelitian ini juga terdeteksi mengandung asam
laurat, miristat, palmitat dan stearat (asam lemak jenuh), asam palmitoleat dan
oleat (asam lemak tak jenuh tunggal) serta linoleat, linolenat, arakhidonat dan
EPA (asam lemak tak jenuh majemuk). Kandungan asam lemak jenuh tertinggi
pada daging ubur-ubur adalah palmitat, yaitu sebesar 15,36% (ubur-ubur segar)
dan 15,35% (ubur-ubur kering), sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi
pada daging ubur-ubur segar dan kering adalah asam oleat, yaitu sebesar 3,32%
dan 3,22%. Asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang yang terkandung
pada ubur-ubur segar dan kering adalah EPA, yaitu sebesar 0,32% dan 0,30%.
Kandungan lemak pada daging ubur-ubur yang tidak terlalu tinggi dapat
dimanfaatkan untuk pengolahan selanjutnya sabagai bahan baku fungsional atau
makanan konsumsi yang sehat.
5.2Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai komponen gizi lainya yang terdapat pada ubur-ubur
(Aurelia aurita) seperti asam amino, vitamin dan mineral. Selain itu, penggunaan
metode lain untuk pengujian asam lemak dapat dilakukan untuk mengetahui