• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek metode pengolahan terhadap kandungan asam lemak dan kolesterol pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek metode pengolahan terhadap kandungan asam lemak dan kolesterol pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo)

TIZA YUNISCA SARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol pada Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH.

Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) merupakan hewan moluska dari kelas gastropoda yang belum dimanfaatkan secara optimum di daerah Cirebon, Jawa Barat. Keong jenis ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah dengan cara perebusan oleh masyarakat sekitar. Proses pengolahan dengan menggunakan panas akan mempengaruhi komposisi kimia keong, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek dari metode pengolahan terhadap komposisi kimia (kandungan proksimat, kadar abu tak larut asam, asam lemak, dan kolesterol) pada keong ipong-ipong.

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan komposisi kimia keong ipong-ipong segar serta yang telah mengalami pengolahan, mengetahui jenis dan jumlah asam lemak, kolesterol, serta metode pengolahan keong ipong-ipong yang terbaik untuk mendapatkan kandungan asam lemak terbaik.

Penelitian ini diawali dengan identifikasi keong, penentuan ukuran serta bobot kemudian penentuan rendemen jeroan, daging, serta cangkang. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pengolahan (perebusan, pengukusan, dan perebusan dengan penambahan garam) sampai keong matang. Pada penelitian ini dilakukan uji hedonik parameter rasa untuk menentukan konsentrasi garam terbaik. Daging keong rebus, kukus, serta rebus air garam konsentrasi terpilih (konsentrasi 3%) selanjutnya dianalisis kandungan proksimat, asam lemak, dan kolesterol.

Hasil penelitian menunjukkan rendemen cangkang sebesar 61,98%, daging sebesar 28,35%, dan jeroan sebesar 9,67%. Keong segar memiliki kadar air sebesar 72,10% (bb), kadar abu sebesar 7,80% (bk), kadar abu tak larut asam

sebesar 0,72% (bk), kadar lemak sebesar 1,71% (bk), dan kadar protein sebesar 62,72% (bk). Kandungan proksimat mengalami penurunan setelah proses pengolahan. Kandungan kolesterol keong segar adalah sebesar 0,045%, setelah perebusan 0,042%, setelah pengukusan 0,044%, dan setelah perebusan air garam 0,037%.

(3)

KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo)

TIZA YUNISCA SARI C34070074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Nama : Tiza Yunisca Sari

NRP : C34070074

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui:

Pembimbing 1

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 19650713 199002 2 001

Pembimbing 2

Dra. Ella Salamah, M.Si NIP. 19530629 198803 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP: 19580511 198503 1 0

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Efek Metode Pengolahan terhadap Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol pada Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggimanapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Dalam skripsi ini

penulis mengambil judul ”Efek Metode Pengolahan terhadap Kandungan Asam

Lemak dan Kolesterol pada Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi, diantaranya kepada:

1) Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai dosen pembimbing atas bimbingan serta arahan yang diberikan kepada penulis. 2) Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai dosen penguji atas bimbingan yang

diberikan kepada penulis.

3) Drs. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil sebagai Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol sebagai komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5) Seluruh keluargaku, papa Trisno Yuwono, mama Anis Sugiastuti, dan adikku Muhammad Rizal atas seluruh doa serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

6) Seluruh teman-teman THP 44, 43,45 dan 46 atas kebersamaan, doa, saran, kritik yang sangat membantu pada penyusunan skripsi.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi semua pihak yang memerlukan,

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Mei 1989, sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Trisno Yuwono dan Ibu Anis Sugiastuti. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Nurul Islam, Tangerang (tahun 1995-2001), kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 13 Kota Tangerang (2001-2004), dan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Kota Tangerang (2004-2007). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan) pada tahun 2008-2009 dan aktif sebagai Asisten Luar Biasa m.k. Ekologi Perairan pada tahun 2009-2010, Asisten m.k. Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan pada tahun 2011 dan Asisten m.k. Teknologi Pemanfaatan Hasil samping dan Limbah Industri Perairan pada tahun 2011.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Efek Metode Pengolahan

terhadap Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol pada Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan oleh Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si, dan Dra. Ella Salamah, M.Si.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 4

2.2 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong ... 6

2.3 Lemak ... 6

2.4 Asam Lemak ... 7

2.5 Fungsi Asam Lemak ... 8

2.6 Kolesterol ... 9

2.7 Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi ... 11

2.8 Kromatografi Gas (Gas Chromatography) ... 12

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Tahap Penelitian ... 14

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ... 16

3.3.2 Pengolahan ... 16

3.3.3 Uji hedonik ... 17

3.3.4 Analisis proksimat ... 17

3.3.5 Analisis asam lemak ... 20

3.3.6 Analisis kolesterol ... 21

3.4 Rancangan percobaan dan Analisis Data (Steel & Torrie 1993) ... 21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)... 24

4.2 Rendemen Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 25

4.3 Uji Hedonik ... 25

4.4 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 26

(9)

4.3.2 Kadar abu ... 29

4.3.3 Kadar abu tidak larut asam ... 30

4.3.4 Lemak ... 31

4.3.5 Protein ... 33

4.5 Asam Lemak ... 34

4.6 Kandungan Kolesterol Keong Ipong-ipong ... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 6

2. Kandungan lemak beberapa jenis ikan (% berat basah) ... 7

3. Kandungan kolesterol berbagai jenis bahan pangan ... 11

4. Berat dan ukuran keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 24

5. Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 27

6. Kandungan asam lemak pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

11. Diagram batang kandungan asam stearat (%) keong ipong-ipong 37 12. Diagram batang kandungan asam laurat (%) keong ipong-ipong 37

13. Diagram batang kandungan asam miristat (%) keong ipong-ipong ... 38

14. Diagram batang kandungan asam lignoserat (%) keong ipong-ipong ... 38

15. Diagram batang kandungan asam arakidat (%) keong ipong-ipong ... 39

16. Diagram batang kandungan asam oleat (%) keong ipong-ipong .. 40

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Morfometrik keong ipong-ipong ... 56

2. Uji hedonik keong ipong-ipong parameter rasa ... 57

3. Hasil uji Kruskal wallis parameter rasa keong ipong-ipong rebus garam ... 58

4. Rendemen keong ipong-ipong ... 58

5. Komposisi kimia keong ipong-ipong basis basah ... 58

6. Komposisi kimia keong ipong-ipong basis kering ... 58

7. Grafik uji kenormalan galat kadar air keong ipong-ipong ... 59

8. Hasil analisis ragam kadar air (bb) keong ipong-ipong ... 59

9. Uji beda kadar air (bb) keong ipong-ipong ... 59

10. Grafik uji kenormalan galat kadar abu keong ipong-ipong ... 60

11. Hasil analisis ragam kadar abu (bk) keong ipong-ipong ... 60

12. Uji beda kadar abu (bk) keong ipong-ipong ... 60

13. Grafik uji kenormalan galat kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong ... 61

14. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong ... 61

15. Uji beda kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong... 61

16. Grafik uji kenormalan galat kadar lemak keong ipong-ipong ... 62

17. Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) keong ipong-ipong ... 62

18. Uji beda kadar lemak(bk) keong ipong-ipong ... 62

19. Grafik uji kenormalan galat kadar protein keong ipong-ipong .... 63

20. Hasil analisis ragam kadar protein (bk) keong ipong-ipong ... 63

21. Uji beda kadar protein (bk) keong ipong-ipong ... 63

22. Kromatogram standar asam lemak keong ipong-ipong ... 64

23. Kromatogram asam lemak keong ipong-ipong segar ... 64

24. Kromatogram asam lemak keong ipong-ipong rebus ... 65

25. Kromatogram asam lemak keong ipong-ipong rebus garam ... 65

26. Kromatogram asam lemak keong ipong-ipong kukus ... 66

(14)
(15)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad-jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan. Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan jumlah tangkapan yang sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari (Ditjen Perikanan Tangkap 2007).

Salah satu sumberdaya hayati dari laut yang belum dieksplorasi dengan baik adalah spesies-spesies dari filum moluska. Moluska merupakan jenis hewan lunak yang hidup di perairan baik tawar maupun laut. Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) merupakan salah satu contoh hewan moluska dari kelas gastropoda yang terdapat di wilayah Cirebon, Jawa Barat dan belum dimanfaatkan secara optimum. Keong jenis ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah dengan cara perebusan oleh masyarakat sekitar.

(16)

rendah kolesterol dan mengandung asam lemak tak jenuh seperti pangan hasil laut yang terkenal kaya akan asam lemak tak jenuh (EPA dan DHA).

Pangan hasil laut saat ini cukup digemari karena selain rasanya yang enak juga mengandung protein lengkap serta asam lemak tak jenuh majemuk yang menurut beberapa penelitian sebelumnya asam lemak tak jenuh majemuk dapat digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan mempunyai peranan penting dalam perkembagan otak (Grosch 1999).

Biota laut banyak mengandung asam lemak tak jenuh majemuk atau lebih dikenal dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA). Omega 3-PUFA, Eicosapentaenoic acid (20:5) (EPA) dan Docosahexaenoic acid (20:6) (DHA) memegang peranan penting terhadap penyakit kardiovaskular, meningkatkan kemampuan belajar dan peningkatan sistem imun tubuh (Freije & Awadh 2010).

Efek dari proses pengolahan dengan pemberian panas pada keong ipong-ipong akan mempengaruhi komposisi kimia keong. Pengetahuan tentang seberapa besar perubahan komposisi kimia yang terjadi akibat proses pengolahan seperti perebusan, pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam perlu diketahui untuk dapat menentukan metode pengolahan yang tepat. Informasi mengenai kandungan gizi keong ipong-ipong masih sangat sedikit, padahal gastropoda laut ini belum dimanfaatkan secara optimum.

(17)

1.2 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan gizi keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1) Menganalisis komposisi kimia (kadar air, kadar abu, lemak, protein, dan kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) segar serta keong ipong-ipong yang telah mengalami proses pengolahan.

2) Menganalisis jenis dan jumlah asam lemak yang terdapat pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) serta perubahan jumlah asam lemak keong ipong-ipong setelah proses pengolahan.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

Keong ipong-ipong merupakan salah satu gastropoda air laut dan merupakan spesies dari filum moluska. Spesies hidup moluska mencapai 60.000 spesies dan terdapat sekitar 15.000 spesies fosil moluska di bumi ini yang hidup sejak periode Cambrian, dan diduga sampai sekarang sedang puncak perkembangan evolusinya (Suwignyo et al. 2005). Gastropoda yang hidup di laut dapat dijumpai di berbagai jenis lingkungan dan bentuknya telah beradaptasi dengan lingkungannya tersebut.

Adapun klasifikasi dari keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) menurut Dance (1977) adalah sebagai berikut:

Filum : Moluska Kelas : Gastropoda Ordo : Neogastropoda Famili : Fasciolariidae Genus : Fasciolaria

Spesies: Fasciolaria salmo.

(19)

Gambar 1 Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). (Sumber: Apriandi 2011)

Gambar 2 Cangkang keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). (Sumber: Anonim 2010)

Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) dewasa mencapai panjang 5-7 inchi (12-17 cm). Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Granose Horse Conch (Abbot 1974). Keong ipong-ipong dapat hidup di perairan dengan kedalaman 1-570 m, bersuhu antara 4,3-25 °C dan dengan salinitas berkisar antara 34-38 ppt (Anonim 2010). Meirelles & Cascon (2005) menyebutkan bahwa periode reproduksi dari Pleuroploca aurantiaca (Fasciolariidae) berlangsung pada bulan Agustus sampai bulan Desember.

Moluska memiliki keragaman yang sangat besar, hal ini dapat dilihat dari struktur dan habitatnya. Beberapa jenis dari gastropoda hidup menempel pada substrat yang keras, akan tetapi ada juga yang hidup di substrat seperti pasir dan

Panjang

(20)

lumpur. Gastropoda juga dapat hidup di zona litoral, daerah pasang surut dengan menempel pada terumbu karang, laut dalam maupun dangkal bahkan ada yang hidup di air tawar (Apriandi 2011). Sebagian besar gastropoda memakan alga, sedangkan sebagian kecil lainnya memakan detritus dan sedimen yang kaya bahan organik bahkan sejumlah gastropoda juga memakan hewan-hewan kecil lainnya (Sumich 1992).

2.2 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

Pangan hasil laut merupakan sumber protein dan memiliki kontribusi yang

sangat signifikan dalam hal kebutuhan nutrisi bagi konsumen, terutama anak-anak

pada masa pertumbuhan dan para orang tua. Keuntungan dari pangan hasil laut

adalah memiliki protein yang sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh

dibandingkan dengan daging merah (red meat).

Secara umum, proksimat menyatakan persentase komposisi dari lima unsur

pokok seperti protein, karbohidrat, lipid, kadar abu dan kadar air. Komposisi dari

proksimat sangat bervariasi berdasarkan beberapa faktor-faktor seperti spesies,

ukuran, kelamin, tingkat kematangan seksual, dan musim penangkapan. Informasi

harian jumlah makanan yang masuk terutama kolesterol sangat penting terutama bagi

orang-orang dengan masalah kardiovaskular (Babu et al.2010). Komposisi kimia

keong ipong-ipong dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia (% bb) keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo).

Komposisi kimia Jumlah (% bb)

Air 73,08

Lemak 0,58

Protein 18,28

Abu 2,77

Abu tidak larut asam 0,15

Sumber: Apriandi (2011)

2.3 Lemak

(21)

Lemak yang berasal dari hasil laut merupakan sumber Omega-3 dan dikenal memiliki efek hypocholesterolemic dalam pangan manusia. Lemak merupakan sumber energi yang menyumbangkan 9,45 k.cal/g dan bertindak sebagai carrier untuk vitamin A,D, E, dan K (Babu et al. 2010). Menurut penelitian Anand et al. (2010), jumlah lemak di dalam bahan pangan hasil laut sangat rendah namun kaya akan asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) yang dapat mencegah penyakit jantung koroner. Beberapa kandungan lemak pada ikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan lemak beberapa jenis ikan (% berat basah).

Spesies Lemak (%)

Pacific hake (Merluccius productus)* 0,73 Walleye pollock (Theragra chalcogramma)* 0,79

Sardine (Sardinops sagax)* 6,43

Herring (Clupea harengus)* 10,73

Siganus lineatus** 3,35

Scomberoides lysan** 3,58

Hemirhamphus marginatus** 2,63

Sea bass (Dicentrarchus labrax)*** 4,18 Keterangan: * = Huynh & Kitts (2009)

** = Sutharshiny & Sivashanthini (2011) *** = Turkkan et al. (2008)

2.4 Asam Lemak

(22)

Omega-3, contohnya adalah asam α-linolenat (C18:3), DHA (C22:6 n-3) dan EPA (C20:5 n-3). Lemak pada ikan mengandung asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) seperti eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5 n-3), docosahexaenoic acid (DHA, C22:6 n-3) dan arachidonic (C20:4 n-6) yang tidak disintesa oleh tubuh manusia namun keberadaannya dalam pangan sangat dibutuhkan oleh tubuh (Holub & Holub 2004).

Menurut penelitian Calder et al. (2004), lemak ikan kaya akan asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang seperti EPA dan DHA serta dapat mengurangi faktor resiko yang berkaitan dengan penyumbatan pembuluh darah. Berdasarkan penelitian Huynh & Kitts (2009), asam lemak yang paling banyak

ditemukan pada ikan Pacific hake (Merluccius productus), Walleye pollock (Theragra chalcogramma), Sardine (Sardinops sagax), dan Herring (Clupea harengus) adalah EPA (C20:5) dan DHA (C22:6). Menurut penelitian Freiji & Awadh (2010), asam lemak yang paling banyak ditemukan pada gastropoda laut Turbo coronatus adalah asam palmitat (C16:0). Menurut penelitian Go et al. (2002), asam lemak yang paling banyak dikandung gastropoda laut Nassa serata, Littorina scarba dan Planaxis sulcata adalah asam lemak linolenat (C18:3 n-3).

2.5 Fungsi Asam Lemak

Biota laut kaya akan asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang omega-3, terutama EPA dan DHA. Kedua asam lemak ini memiliki peranan yang sangat penting dalam nutrisi manusia, pencegahan penyakit, dan peningkatan kesehatan. Asam lemak rantai panjang omega-3 tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia akan tetapi diperoleh melalui makanan. Mengkonsumsi pangan yang mengandung omega-3 dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner, meringankan hipertensi, mencegah diabetes, meringankan gejala radang sendi (rheumatoid arthritis), selain itu omega-3 juga memainkan peranan penting dalam perkembangan serta fungsi dari sistem syaraf (otak), fotoreseptor (penglihatan), dan sistem reproduksi (Celik et al. 2005).

(23)

sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak dan untuk pertumbuhan normal organ tubuh lainnya (Felix dan Velaques 2002).

Docosahexaenoic acid (DHA) adalah salah satu asam lemak omega-3 yang ditemukan dalam jumlah besar pada beberapa organ seperti di syaraf sinapsis otak, pada retina mata dan di testis dan sperma, DHA memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan fungsi dari organ-organ tersebut. Menurut penelitian Sidhu (2003), defisiensi dan kehilangan asam lemak omega-3 PUFA akan menyebabkan melemahnya daya ingat, ketajaman pengihatan dan sistem reproduksi akan terganggu.

Kandungan EPA berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa, membantu pembentukan sel pembuluh darah dan jantung selama janin dalam kandungan. Saat dewasa, EPA berperan dalam mekanisme pembuluh darah dan kerja jantung, sehingga kekurangan omega-3 dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung.

2.6 Kolesterol

Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Kolesterol terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen, dan progesteron (Almatsier 2001).

Kolesterol merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipid. Steroid merupakan molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol, yang merupakan steroid alkohol. Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang adalah komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar (Lehninger 1992).

(24)

seluruh tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut

lipoprotein yang dianggap sebagai carrier kolesterol dalam darah. Colpo et al. (2005) menambahkan bahwa ada dua jenis lipoprotein dalam darah,

yaitu :

1) Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)

Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan. Low Density Lipoprotein (LDL) disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. Low Density Lipoprotein (LDL) ini bisa melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas

2) Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)

Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati untuk diproses dan dibuang. Tugas dari HDL antara lain mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Rendahnya level kolesterol HDL dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.

(25)

Tabel 3 Kandungan kolesterol berbagai jenis bahan pangan.

No Jenis bahan pangan Kolesterol (%)

1. Mixed clam 0,034

2.7 Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi

Panas merupakan metode pengolahan yang paling destruktif. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada proses panas adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. Pengolahan dengan panas secara umum juga memiliki kelebihan diantaranya adalah mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu dan menambah palatabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu (Apriyantono 2002).

Pengaruh pemanasan dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia ikan. Suhu 100 ˚C protein akan terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia, dan hidrogen sulfide dalam daging. Makanan yang diolah dengan panas dapat merusak gizi makanan. Hal ini dikarenakan gizi yang terdapat di dalam bahan makanan peka terhadap pH larutan, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya (Harris dan Karmas 1989).

(26)

akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Pengukusan sebelum pengeringan terutama bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan akan berpengaruh pada komponen gizi yang terdapat dalam bahan makanan, pengukusan akan mengurangi zat gizi bahan. Besarnya penurunan zat gizi akibat proses pengukusan tergantung dari cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi diantara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan memiliki susut gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris & Karmas 1989).

2.8 Kromatografi Gas (Gas Chromatography)

Gas kromatografi (GC) merupakan teknik analisis yang secara luas telah digunakan dalam industri pangan. Teknik ini mampu memisahkan dan mendeteksi komponen-komponen organik volatil dengan cepat pada bahan pangan (Holley et al. 1995). Sebelum melakukan analisis asam lemak dengan menggunakan gas kromatografi, terlebih dahulu dilakukan tahapan ekstraksi lemak menjadi asam lemak dan selanjutnya mengkonversi asam lemak menjadi metil ester asam lemak ( Juarez et al. 2010).

(27)

kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya (Kusnandar 2010).

Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair & Bonelli 1988), antara lain:

1) Kecepatan

Penggunaan gas sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatan-gas-pembawa yang tinggi.

2) Resolusi (daya pisah)

Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih yang hampir sama. Hal ini dikarenakan kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif.

3) Analisis kualitatif

Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.

4) Kepekaan

Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk menganalisa secara lengkap.

5) Kesederhanaan

(28)

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Terpadu, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan antara lain kompor listrik, tanur pengabuan, botol vial, pipet tetes, pisau, bulb, timbangan analitik, oven, desikator, cawan porselen, tabung reaksi, erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, penangas, destilator, buret, label, kertas saring Whatman, syringe, pipet mikro, gas kromatografi Supelco TM 37 Component FAME Mix, vorteks, sentrifuse, spektrofotometri.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo), etanol, iso oktan, alkohol, larutan standar internal asam lemak dan kolesterol, akuades, n-heksana, petroleum eter, kloroform, NaCl, AgNO3, H2SO4, BF3, Na2SO4 anhidrat, H3BO3, HCl, dan acetic anhidrit.

3.3 Tahap Penelitian

(29)

perebusan, setelah pengukusan dan setelah dilakukan perebusan dengan penambahan garam. Diagram langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram langkah-langkah penelitian. Perhitungan rendemen

Identifikasi

Perebusan dengan penambahan garam 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%,

30 menit

Uji hedonik

Pengukuran ukuran & bobot

 Uji proksimat

 Uji asam lemak

 Uji kolesterol Perebusan, suhu 100 °C, 30 menit

Pengukusan, suhu 100 °C, 45 menit

Perebusan 30 menit dan penambahan garam konsentrsi terpilih

Keong

Daging segar

Daging rebus konsentrasi 3%

(30)

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) diambil di Perairan Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Kemudian sebanyak 30 ekor keong ipong-ipong diukur panjang, lebar dan tinggi, setelah itu dihitung rendemen (cangkang, jeroan dan daging).

Perhitungan rendemen adalah sebagai berikut:

Rendemen (%) = Bobot contoh (g)

Bobot total (g) x 100%

3.3.2 Pengolahan 1) Perebusan

Perebusan keong ipong-ipong dilakukan selama 30 menit pada suhu 100 ˚C. Penentuan suhu dan waktu perebusan untuk mendapatkan keong yang matang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Setelah 30 menit kemudian keong ditimbang, lalu daging dipisahkan dengan cangkang serta jeroannya dan dimasukkan dalam plastik untuk pengujian proksimat, asam lemak, dan kolesterol. 2) Pengukusan

Keong ipong-ipong dikukus selama 45 menit pada suhu 100 ˚C. Penentuan suhu dan waktu perebusan untuk mendapatkan keong yang matang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Setelah 45 menit kemudian keong diangkat dan ditiriskan kemudian ditimbang, lalu daging dipisahkan dengan cangkang serta jeroannya dan dimasukkan dalam plastik untuk pengujian proksimat, asam lemak, dan kolesterol.

3) Perebusan dengan penambahan garam

(31)

3.3.3 Uji hedonik

Uji hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih menggunakan lembar penilaian uji hedonik berdasarkan SNI-01-2346-2006, spesifikasi yang dinilai adalah rasa dengan nilai 1-9 (1= amat sangat tidak suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka, 4= agak tidak suka, 5= netral, 6= agak suka, 7= suka, 8= sangat suka, 9= amat sangat suka). Sampel yang diuji adalah daging keong yang telah direbus dengan penambahan garam pada konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3%.

3.3.4 Analisis proksimat

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 ˚C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan sampel seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 ˚C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air:

% kadar air = B−C

B−A x 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

(32)

porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu:

% kadar abu = C−A

B−A x 100%

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir tablet kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut

dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ˚C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.

Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmenyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan

brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan

indikator dalam erlenmenyer. (3) Tahap titrasi

(33)

Perhitungan kadar protein:

% Protein = vol HCl x N HCl x 14,01 x 6,25 x FP

mg sampel x 100%

FP = Faktor pengenceran 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung

sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai

6. Analisis kadar abu tidak larut asam (SNI 2354.1:2010)

Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan dididihkan selama 5 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3). Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Abu

yang telah kering kemudian diabukan kembali dalam tanur dengan menggunakan wadah cawan porselen. Cawan porselen kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya tetap (BSN 2010). Kadar abu tidak larut asam ditentukan dengan rumus:

% kadar abu tidak larut asam = Berat abu (g)

(34)

3.3.5 Analisis asam lemak (AOAC 1999)

Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu melakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat. a. Tahap ekstraksi

Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan sokhletasi dan ditimbang sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.

b. Pembentukan lemak ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas (Fardiaz 1989).

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan

pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan iso oktan.

Sebanyak 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80°C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada

(35)

c. Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah SupelcoTM 37 component FAME Mix, Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah nitrogen dengan aliran bertekanan 20 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dengan aliran 30 mL/ menit, kolom yag digunakan adalah kolom kapiler (capillary column)

yang panjangnya 60 m dengan diameter dalam 0,25 mm. Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 125 °C, kemudian suhu dinaikkan 5 °C permenit hingga suhu akhir 225 °C.

3.3.6 Analisis kolesterol (Metode Lieberman-Buchards)

Analisis kolesterol daging keong ipong-ipong menggunakan metode Lieberman-Buchards. Metode ini merupakan analisis konsentrasi kolesterol secara kimiawi (Cook, 1958). Sebanyak 0,1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 8 ml alkohol : petroleum benzen (3:1) lalu aduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan alkohol : petroleum benzen (2:1) kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan dituangkan ke dalam gelas piala untuk diuapkan di atas penangas air. Residu yang tersisa dilarutkan dengan menggunakan kloroform sedikit demi sedikit sambil dituangkan dalam tabung berskala sampai volume 5 ml, kemudian ditambahkan 2 ml acetic anhidrid, 0,2 ml H2SO4 pekat kemudian di vortek dan

dibiarkan dalam ruang gelap selama 15 menit. Warna yang dihasilkan adalah warna hijau kebiruan yang dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm. Besarnya absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi kolesterol.

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel & Torrie 1993)

1) Rancangan percobaan uji hedonik

(36)

(1) H = 12

Keterangan : ni = Banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis

N = Banyaknya data

Ri = Jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i

T = Banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan

H’ = H terkoreksi

FK = Faktor terkoreksi

Apabila hasil uji Chi Square menunjukkan di antara perlakuan tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap rasa keong ipong-ipong maka pengujian

dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

Comparison dengan rumus sebagai berikut :

′ − ′ >< / ( −1) �

2) Rancangan percobaan kandungan proksimat dan abu tak larut asam

(37)

Model rancangannya adalah sebagai berikut: Yij= μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)

μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

τi = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3)

εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j

Kurva normal yang dihasilkan pada uji Kolmogrov Simirnov disertakan dengan nilai rata-rata dan standar deviasi (simpangan baku). Nilai rata-rata menggambarkan posisi kurva pada sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian. Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50% (median) dinyatakan cukup baik karena dapat membuktikan pada tingkat kepercayaan 95% (Hills dan Little 1998). Suatu data dapat menyebar normal

(38)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

Penelitian ini menggunakan bahan baku keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Keong ini memiliki bentuk cangkang seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, worl), terdapat bulu-bulu kecil sekeliling cangkang dan memiliki warna sangat indah, kuning, hijau cemerlang dengan bercak-bercak merah atau garis-garis cerah. Berat serta ukuran rata-rata keong ipong-ipong dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 serta data untuk berat dan ukuran dari 30 sampel keong ipong-ipong disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 4 Berat dan ukuran keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo).

No Parameter Nilai

1. Panjang (cm) 10,04 ± 0,60

2. Lebar (cm) 4,11 ± 0,32

3. Tinggi (cm) 3,29 ± 0,28

4. Berat (gram) 41,03 ± 7,49

Keterangan: Data diperoleh dari 30 sampel

Nilai rata-rata panjang keong ipong-ipong yang digunakan pada penelitian ini adalah 10,04 cm, lebar rata-rata 4,11 cm, tinggi rata-rata 3,29 cm, dan berat total rata-rata adalah 41,03 gram. Berdasarkan data dari 30 sampel (Lampiran 1), diketahui bahwa semakin besar nilai panjang, lebar serta tinggi keong, maka semakin berat keong ipong-ipong. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dari keong ipong-ipong.

(39)

4.2 Rendemen Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

Rendemen adalah bagian dari suatu komoditas yang diambil dan dimanfaatkan. Rendemen keong ipong-ipong dihitung secara by difference berdasarkan presentasi perbandingan bobot daging yang sudah diambil dari cangkang terhadap bobot keong mentah. Nilai rendemen keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan data mentah rendemen disajikan pada Lampiran 4.

Gambar 4 Persentase rendemen keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Presentase rendemen cangkang keong ipong-ipong sebesar 61,98%, daging sebesar 28,35%, serta jeroan sebesar 9,67%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Apriandi (2011), yang menyatakan bahwa keong ipong-ipong memiliki rendemen cangkang sebesar 69,69%, daging sebesar 22,08%, dan jeroan sebesar 8,22%.

Presentase terbesar adalah bagian cangkang keong, hal ini karena tebalnya kandungan cangkang keong yang mengandung CaCO3 serta zat tanduk.

Cangkang dari keong terdiri dari 3 lapisan yang berbeda, yaitu lapisan nacre, lapisan paling dalam yang tipis dan mengandung CaCO3; lapisan prismatik, yaitu

lapisan yang mengisi 90 % dari cangkang yang mengandung CaCO3; dan lapisan

periostrakum, yaitu lapisan yang tersusun atas zat tanduk (Suwignyo et al. 2005).

4.3 Uji Hedonik

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan makanan melalui panca indera penglihatan,

Jeroan, 9.67

Daging; 28,35

(40)

penciuman,pencicipan, dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan (Soekarto 1985). Penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada kemampuan/kepekaaan inderawi manusia. Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satunya adalah uji hedonik (kesukaan).

Uji hedonik parameter rasa ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih dengan menggunakan score sheet menurut SNI 01-234-2006. Berdasarkan hasil uji Kruskal wallis, diketahui bahwa baik penambahan garam konsentrasi 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis terhadap parameter rasa keong rebus. Menurut Zaitsev et al. 1969, penambahan garam konsentrasi 1-3% berfungsi sebagai bumbu yang akan memberi cita rasa gurih pada bahan pangan yang ditambahkan.

4.4 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo)

Komposisi kimia pangan menunjukkan kandungan komponen kimia yang terdapat dalam bahan pangan. Data komposisi pangan diperoleh dari hasil analisis proksimat secara kuantitatif. Secara umum, analisis proksimat menyatakan persentase komposisi dari lima unsur pokok seperti protein, karbohidrat, lemak, kadar

abu dan kadar air. Komposisi kimia sangat bervariasi berdasarkan beberapa faktor-faktor seperti spesies, ukuran, kelamin, tingkat kematangan seksual, dan musim

penangkapan (Babu et al. 2010). Hasil analisis komposisi kimia (basis kering) dari

(41)

Tabel 5 Komposisi kimia keong ipong-ipong.

Parameter Segar Rebus Kukus Rebus garam

bb bk bb bk bb bk bb bk

Air 72,10 - 72,69 - 68,18 - 68,98 -

Abu 2,18 7,80 1,85 6,78 2,08 6,56 3,45 11,11

Protein 15,95 62,72 12,47 45,66 13,66 49,25 15,67 44,05

Lemak 0,48 1,71 0,22 0,81 0,40 1,26 0,24 0,76

Abu tidak larut asam 0,20 0,72 0,47 1,70 0,20 0,63 0,69 2,22

Keterangan: data dalam tabel merupakan nilai rata-rata dari 2 kali ulangan

Tabel 5 menunjukkan bahwa komposisi kimia daging keong segar untuk kadar air sebesar 72,10% (bb), kadar abu 7,80% (bk), kadar abu tidak larut asam 0,72% (bk), lemak 1,71% (bk), dan protein 62,72% (bk). Proses pengolahan keong ipong-ipong mengakibatkan perubahan komposisi kimia dari daging keong. Hal ini terlihat dari Tabel 5 bahwa terjadi perubahan komposisi kimia baik penurunan maupun peningkatan kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, protein, dan lemak antara daging keong ipong-ipong sebelum dan setelah proses pengolahan.

4.3.1 Kadar Air

(42)

Gambar 5 Diagram batang kadar air (% bb) keong ipong-ipong.

Kadar air daging keong ipong-ipong segar dan daging keong ipong-ipong yang diolah dengan beberapa metode pengolahan mengalami perubahan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8) diketahui bahwa pada selang kepercayaan 95%, metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar air daging keong ipong-ipong. Hasil uji Duncan (Lampiran 9) menunjukkan pada selang kepercayaan 95% kadar air keong segar berbeda dengan kadar air keong ipong-ipong setelah mengalami pengukusan dan perebusan garam. Penambahan garam dapat menurunkan kadar air, hal ini disebabkan karena garam bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan makanan.

Proses pengukusan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak (Harris & karmas 1989). Hal ini sesuai dengan penelitian Larsen et al. (2010) yang menyatakan bahwa kadar air ikan king salmon (Oncorhynchus tshawytscha) mengalami penyusutan kadar air sebesar 3,15% (basis basah) akibat proses pengukusan. Penelitian Gladyshev et al. (2007) menunjukkan bahwa proses perebusan ikan trout (Salmo trutta) naik sebesar 0,5% (basis basah).

(43)

4.3.2 Kadar Abu

Kadar abu dapat digunakan sebagai petunjuk keberadaan mineral suatu bahan. Tinggi rendahnya kadar abu disebabkan oleh perbedaan jenis organisme dan lingkungan hidup dari organisme tersebut. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi logam, hal inilah yang mempengaruhi kadar abu dalam bahan (Darmono 1995). Kadar abu daging keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram batang kadar abu (% bk) keong ipong-ipong.

Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan pada selang kepercayaan 95%, metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu daging keong ipong-ipong. Hasil uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% kadar abu daging keong segar, setelah perebusan, dan setelah pengukusan berbeda dengan kadar abu daging keong ipong-ipong setelah mengalami perebusan garam.

Proses perebusan dengan penambahan garam terjadi peningkatan kadar abu, hal ini dikarenakan garam yang terdiri dari unsur mineral Na dan Cl ikut meresap kedalam daging keong ipong-ipong pada saat perebusan, sehingga kadar mineral atau abu daging keong ipong-ipong ikut meningkat. Penelitian

Segar Rebus Kukus Rebus garam

(44)

Penaeus semisulcatus segar (7,63% bk) meningkat setelah dilakukan perebusan garam (9,40% bk).

Pengolahan bahan pangan dengan menggunakan panas seperti perebusan dan pengukusan menyebabkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang labil seperti mineral dan asam askorbat. Sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari daging dalam proses perebusan karena pecahnya partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan (Winarno 2008). Cairan yang keluar membawa komponen-komponen gizi yang lain seperti riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B16, Co, Mg, Cu, P, dan asam amino (Harris & Karmas 1989). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gokoglu et al. (2003), dimana terjadi penurunan pada mineral Na, K, P, Mg, dan Mn secara signifikan pada ikan Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) setelah proses perebusan.

4.3.3 Kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut asam pada suatu produk (Basmal et al. 2003). Kadar abu tidak larut asam daging keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram batang kadar abu tak larut asam (% bk) keong ipong-ipong. 0.72

Segar Rebus Kukus Rebus garam

(45)

Hasil analisis ragam (Lampiran 14) menunjukkan pada selang kepercayaan 95%, metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu tak larut asam daging keong ipong-ipong. Hasil uji Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% kadar abu tak larut asam daging keong segar, setelah perebusan, setelah pengukusan, dan setelah perebusan garam berbeda satu sama lain. Peningkatan kadar abu tak larut asam yang terjadi pada proses perebusan dan perebusan garam diduga akibat air yang digunakan sebagai media perebusan mengandung zat-zat pengotor. Berdasarkan analisis kualitas

air yang dilakukan, diketahui bahwa air yang digunakan sebagai media perebusan mengandung beberapa jenis logam seperti besi 0,089 mg/L dan

Krom < 0,001 mg/L, serta kesadahan air sebesar 61,26 mgCaCO3/L.

4.3.4 Lemak

(46)

Gambar 8 Diagram batang kadar lemak (% bk) keong ipong-ipong.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 17) diketahui pada selang kepercayaan 95%, metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar lemak daging keong ipong-ipong. Hasil uji Duncan (Lampiran 18) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% kadar lemak keong segar berbeda dengan kadar lemak daging keong ipong-ipong setelah perebusan dan setelah perebusan dengan penambahan garam namun tidak berbeda dengan kandungan lemak daging keong setelah mengalami pengukusan.

Perebusan dan pengukusan mengakibatkan penyusutan kadar lemak, hal ini disebabkan proses pengolahan dengan pemanasan yang memecah komponen-komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor (Apriyantono 2002).

Menurut Weber et al. (2008), terjadi penurunan kadar lemak pada silver catfish (Rhamdia quelen) sebesar 0,06% akibat proses perebusan,

sedangkan menurut Bakar et al. (2010), terjadi penurunan kadar lemak pada king mackerel (Scomberomorous guttatus) sebesar 0,05% akibat proses

pengukusan.

Segar Rebus Kukus Rebus garam

(47)

4.3.5 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Lehninger 1992). Kadar protein daging keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Diagram batang kadar protein (% bk) keong ipong-ipong.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 20) diketahui pada selang kepercayaan 95%, metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar protein daging keong ipong-ipong. Hasil uji Duncan (Lampiran 21) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% kadar protein keong segar berbeda dengan kadar protein daging keong ipong-ipong setelah perebusan, setelah pengukusan, dan setelah perebusan dengan penambahan garam.

Perebusan menyebabkan komponen protein akan terbawa keluar dari daging dan protein akan terdenaturasi serta membentuk agregat-agregat (gel, endapan dan sebagainya) sehingga terbentuk struktur miofibriliar daging keong yang kompak dan memadat (Harikedua 1992). Secara umum, protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90 °C) selama satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein. Hal ini sesuai

62.72

Segar Rebus Kukus Rebus garam

(48)

dengan penelitian Desniar et al. (2009) yang menyatakan bahwa garam dapat mengabsorbsi air dari jaringan daging ikan karena mempunyai sifat higroskopis dan garam merupakan elektrolit kuat yang mampu melarutkan protein.

4.5 Asam Lemak

Analisis asam lemak pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) menunjukkan kandungan asam lemak keong ipong-ipong termasuk dalam kelompok asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, asam lemak tidak jenuh majemuk dan asam lemak tidak jenuh majemuk rantai panjang.

Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) memiliki kandungan beberapa asam lemak, diantaranya adalah asam lemak jenuh, yaitu laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), dan lignoserat (C24:0), sedangkan golongan asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu miristoleat (C14:1), palmitoleat (C16:1), oleat (C18:1cis), elaidat (C18:1trans), dan Cis-11-Eicosenoic acid (C20:1). Keong ipong-ipong juga mengandung asam lemak tak jenuh majemuk yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia, antara lain yaitu linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), arakidonat (C20:4), EPA (C20:5), dan DHA (C22:6).

Menurut penelitian Ozogul & Ozogul (2005), kandungan asam lemak yang terdapat pada makhluk hidup beragam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah spesies, iklim, ketersediaan pakan, umur, serta ukuran spesies. Menurut penelitian Celik et al. (2005), ikan zander (Sander lucioperca) yang hidup di daerah beriklim dingin mengandung asam lemak tak jenuh majemuk yang lebih tinggi dibandingkan ikan dengan jenis sama yang hidup di daerah beriklim panas.

(49)

Tabel 6 Kandungan asam lemak pada Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo).

Total asam lemak 28,43 12,79 13,69 9,35

Jumlah asam lemak terbanyak pada daging keong ipong-ipong segar adalah asam lemak tak jenuh tunggal sebesar 11,75%, kemudian diikuti oleh asam lemak tak jenuh majemuk sebesar 7,31%, asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang sebesar 5,34% dan jumlah total asam lemak yang paling sedikit asam

lemak jenuh sebesar 4,03%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Larsen et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kandungan asam lemak King

salmon (Oncorhynchus tshawytscha) yang terbesar adalah asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak yang paling sedikit adalah asam lemak jenuh.

(50)

terbanyak padajenis gastropoda Hydrobia ulvae adalah asam stearat dan palmitat. Perubahan kandungan asam palmitat dan stearat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10 Diagram batang kandungan asam palmitat (%) keong ipong-ipong.

Kandungan asam palmitat pada keong ipong-ipong mengalami penurunan setelah proses pengolahan. Penyusutan asam palmitat terbanyak adalah setelah proses pengukusan, yaitu sebesar 0,94%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Larsen et al. (2010) yang menyatakan bahwa penyusutan asam palmitat pada ikan King salmon (Oncorhynchus tshawytscha) setelah pengukusan adalah sebesar 0,60%.

Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu sekitar 15-50% dari seluruh asam lemak yang ada dan asam stearat sekitar 25% dari asam-asam lemak yang ada (Winarno 2008).

1.15

0.3

0.21 0.28

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Segar Rebus Kukus Rebus Garam

A

sam

p

alm

itat

(%)

(51)

Gambar 11 Diagram batang kandungan asam stearat (%) keong ipong-ipong.

Asam stearat (C18:0) pada daging keong ipong-ipong yaitu sebesar 2,11%. Kandungan asam stearat pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Freije dan Awadh (2010) yang menyebutkan bahwa kandungan asam stearat dari keong laut (Turbo coronatus) sebesar 2,50%.

Grafik kandungan asam lemak laurat (C12:0), miristat (C14:0), dan lignoserat (C24:0) yang mengalami penurunan setelah proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14.

(52)

Gambar 13 Diagram batang kandungan asam miristat (%) keong ipong-ipong.

Gambar 14 Diagram batang kandungan asam lignoserat (%) keong ipong-ipong.

Penyusutan yang terbesar pada asam-asam lemak tersebut adalah akibat pengukusan, hal ini diduga karena waktu proses pengukusan lebih lama dibandingkan dengan proses perebusan yang mengakibatkan kerusakan asam lemak yang terjadi pada keong yang dikukus lebih besar.

(53)

faktor-faktor seperti kandungan lemak, suhu pengolahan, ukuran ikan serta luas kontak permukaan dapat berpengaruh terhadap komposisi lemak pada ikan setelah dilakukan proses pemasakan.

Asam lemak arakidat (C20:0) mengalami penyusutan yang sangat kecil setelah proses pengolahan, yaitu berkisar 0,01-0,02%. Perubahan kandungan asam arakidat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Diagram batang kandungan asam arakidat (%) keong ipong-ipong.

Penyusutan yang sangat kecil ini terjadi akibat jumlah atom karbon pada asam lemak arakidat (C20:0) lebih banyak dibandingkan asam lemak laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), dan lignoserat (C24:0) sehingga titik lelehnya lebih besar dan kelarutannya dalam air semakin kecil. Semakin panjang rantai karbon yang menyusun asam lemak maka semakin besar titik lelehnya dan semakin rendah kelarutan asam lemak tersebut didalam air (Kusnandar 2010).

(54)

sesuai dengan penelitan Weber et al. (2008) bahwa kandungan asam oleat (C18:1 cis) Silver catfish (Rhamdia quelen) mengalami penyusutan.

Perubahan kandungan asam oleat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Diagram batang kandungan asam oleat (%) keong ipong-ipong.

Asam oleat (C18:1 cis) merupakan asam lemak tak jenuh majemuk yang paling mendominasi pada keong ipong-ipong. Nilai kandungan asam oleat Fasciolaria salmo ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Go et al. (2002) yang menyebutkan kandungan asam oleat gastropoda laut Monodonta turbinata adalah sebesar 13,09%, Gibula cineraria sebesar 10,62% dan Littorina neritoides sebesar 13,16%.

Asam oleat (C18:1 cis) merupakan asam lemak tidak jenuh yang banyak dalam trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap (Winarno 2008). Saat pemanasan, terjadi hidrolisa asam lemak asam oleat dan asam oleat tersebut kemungkinan juga akan pecah menjadi fragmen rantai pendek dan terbuang bersama-sama dengan hasil kondensasi menguap (Ketaren 2008).

(55)

penurunan. Perubahan kandungan asam elaidat dan cis-11-Eicosenoic acid pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18.

Gambar 17 Diagram batang kandungan asam elaidat (%) keong ipong-ipong.

Gambar 18 Diagram batang kandungan Cis-11-Eicosenoic acid (%) keong ipong-ipong.

(56)

(Winarno 2008). Perubahan kandungan asam miristoleat dan palmitoleat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.

Gambar 19 Diagram batang kandungan miristoleat (%) keong ipong-ipong.

Gambar 20 Diagram batang kandungan palmitoleat (%) keong ipong-ipong.

Asam lemak tak jenuh majemuk yang ditemukan pada keong ipong-ipong adalah asam lemak linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), dan arakidonat (C20:4). Kandungan asam lemak linoleat keong ipong-ipong mengalami penurunan setelah mengalami proses pengolahan. Perubahan kandungan asam linoleat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 21.

(57)

Gambar 21 Diagram batang kandungan asam linoleat (%) keong ipong-ipong.

Terjadi penurunan kandungan asam lemak linoleat (C18:2) pada keong ipong-ipong yang telah mengalami proses pengolahan. Penurunan asam lemak ini disebabkan oleh pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada asam lemak yang terkandung dalam daging keong ipong-ipong. Menurut penelitian Dolezal et al. (2009), hal ini disebabkan oleh adanya proses oksidasi yang menghasilkan asam lemak bebas dan merupakan sumber bau tengik pada produk.

Reaksi oksidasi lemak tak jenuh dapat membentuk senyawa peroksida, selanjutnya degradasi hidroperoksida akan membentuk berbagai senyawa aldehida yang bersifat volatil dan berkontribusi pada pembentukan bau tengik (Kusnandar 2010). Penurunan akibat proses perebusan pada asam linoleat lebih besar dibandingkan dengan penurunan yang diakibatkan oleh proses pengukusan, diduga pada proses perebusan daging keong juga mengalami proses hidrolisis lemak sehingga terjadi kerusakan asam lemak lebih besar. Reaksi hidrolisis lemak dapat terjadi bila ada air dan pemanasan (Kusnandar 2010).

Menurut penelitian Marichamy et al. (2009), asam linoleat adalah salah satu jenis asam lemak tak jenuh majemmuk yang banyak ditemukan pada jaringan kulit manusia, asam linoleat memiliki peranan penting untuk memelihara water barrier dari epidermal. Defisiensi dari asam lemak linoleat adalah kulit bersisik serta kehilangan terlalu banyak cairan dari tubuh melalui kulit.

(58)

Kandungan asam lemak linolenat dan arakidonat mengalami penurunan setelah proses pengolahan. Perubahan kandungan asam linolenat dan arakidonat pada keong ipong-ipong yang telah diolah dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23.

Gambar 22 Diagram batang kandungan asam linolenat (%) keong ipong-ipong.

Penurunan asam lemak linolenat (C18:3) adalah sebesar 0,06% setelah proses pengukusan dan 0,1% setelah proses perebusan. Proses perebusan dengan penambahan garam mengakibatkan penurunan kadar asam lemak linolenat sebesar 0,25%. Penurunan ini diduga akibat reaksi oksidasi lemak sehingga kandungan asam lemak linolenat (C18:3) menjadi rusak.

Reaksi oksidasi lemak dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan lemak, konfigurasi dari ikatan rangkap, derajat esterifikasi, katalis, oksigen, serta suhu. Asam lemak linolenat (C18:3) lebih mudah teroksidasi dibandingkan dengan asam lemak linoleat (C18:2) karena memiliki ikatan rangkap yang lebih banyak

Segar Rebus Kukus Rebus garam

(59)

Gambar 23 Diagram batang kandungan asam arakidonat (%) keong ipong-ipong.

Asam arakidonat (C20:4) daging keong ipong-ipong mengalami penurunan setelah proses perebusan sebesar 0,53%, setelah proses pengukusan sebesar 0,03%, dan setelah proses perebusan garam sebesar 1,3%. Hal ini terjadi karena reaksi oksidasi sehingga asam lemak arakidonat (C20:4) mengalami kerusakan. Berdasarkan penelitian Marichamy et al. (2009) asam arakidonat (C20:4) berperan sebagai prekursor prostaglandin dan tromboksan yang akan mempengaruhi pembekuan darah dan sangat berperan selama penyembuhan luka pada jaringan endotel.

Eicosapentaenoic acid (C20:5 n-3) dan Docosahexaenoic acid ( C22:6 n-3) merupakan asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang yang berperan penting dalam kesehatan tubuh manusia serta merupakan komponen struktural terbesar dalam membran fosfolipid yang mengatur fluiditas membran dan transport ion (Chapkin et al. 2008). Kandungan asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang pada daging keong pong-ipong dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25.

3.52

Segar Rebus Kukus Rebus garam

Gambar

Gambar 1  Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo).
Tabel 3  Kandungan kolesterol berbagai jenis bahan pangan.
Gambar 3  Diagram langkah-langkah penelitian. Perhitungan rendemen Identifikasi Perebusan dengan penambahan garam  1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 30  menit Uji hedonik
Gambar 4  Persentase rendemen keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo).   Presentase  rendemen  cangkang  keong  ipong-ipong  sebesar  61,98%,  daging  sebesar  28,35%,  serta  jeroan  sebesar  9,67%
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh (SFA) dengan kadar tertinggi, baik pada daging belut segar maupun belut rebus.. Hal

9 Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) hasil penelitian pada daging kerang simping ( A. pleuronectes ) segar dan setelah perebusan menunjukkan hasil bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi proksimat (air, abu, protein, dan lemak), abu tidak larut asam dan kadar serat pangan, serta untuk mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari rendemen dan komposisi proksimat (air, abu, protein, dan lemak) daging belut segar dan setelah proses penggorengan juga

Hasil uji Duncan menunjukkan kadar abu keong yang direbus dalam larutan garam berbeda dengan metode pengolahan lain, hal ini disebabkan oleh perebusan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi asam lemak dan kandungan logam berat kecap keong sawah (Bellamya javanica), yang difermentasi selama tujuh

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari rendemen dan komposisi proksimat (air, abu, protein, dan lemak) daging belut segar dan setelah proses penggorengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi asam lemak dan kandungan logam berat kecap keong sawah (Bellamya javanica), yang difermentasi selama tujuh