• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL, DAN JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN PANGGANG UTAMI AFRIYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL, DAN JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN PANGGANG UTAMI AFRIYANI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL, DAN JARINGAN

SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

SEGAR DAN PANGGANG

UTAMI AFRIYANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Profil Asam Lemak, Kolesterol, dan Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Panggang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Utami Afriyani C34120074

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

(4)
(5)

5

ABSTRAK

UTAMI AFRIYANI. Profil Asam Lemak, Kolesterol, dan Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Panggang. Dibimbing oleh AGOES M JACOEB dan ASADATUN ABDULLAH.

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mengandung asam lemak tidak jenuh yang baik untuk tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar proksimat (air, protein, lemak, abu, karbohidrat), asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang. Proses pemanggangan dilakukan pada suhu 180 ºC selama 20 dan 30 menit. Skin on fillet kakap putih mengandung 18 jenis asam lemak yang terdiri atas 9 jenis SFA, 4 jenis MUFA, dan 5 jenis PUFA. Jenis SFA tertinggi adalah asam palmitat dengan kadar sebesar 19,81% pada fillet kakap segar dan 16,78% pada fillet kakap panggang. Jenis MUFA tertinggi adalah asam oleat dengan kadar sebesar 12,40% pada fillet kakap segar dan 10,43 % pada fillet kakap panggang. Jenis PUFA tertinggi adalah DHA dengan kadar sebesar 4,65% pada fillet kakap putih segar dan 4,30% pada fillet kakap putih panggang. Kadar kolesterol fillet kakap putih segar sebesar 363 mg/100g menjadi 245,11 mg/100g setelah dipanggang.

Kata kunci : asam lemak, Lates calcarifer, pemanggangan, jaringan

ABSTRACT

UTAMI AFRIYANI. Profile of Fatty Acid, cholesterol, and Tissue from Fresh and Baked Barramundi (Lates calcarifer) Skin On Fillet. Supervised by AGOES M JACOEB and ASADATUN ABDULLAH.

Barramundi (Lates calcarifer) is one of the marine fishes that has high economic value and contains unsaturated fatty acids which are good for health. This research was aimed to study the proximate composition, fatty acid, cholesterol content and tissue structure of fresh and baked barramundi. Baking process using an electric oven at 180 ºC for 20 and 30 minutes. Barramundi fillet contained 18 fatty acids, 9 SFA, 4 MUFA, and 5 PUFA. The highest content of SFA was palmitic acid by 19.81% in fresh fillet and 16.78% in baked fillet, while the highest content of MUFA was oleic acid by 12.40% in fresh fillet and 10.43% in baked fillet. The highest content of PUFA composition was DHA acid by

4.65% in fresh fillet and 4.30% in baked fillet. Baking process decreased the level of cholesterol from 363 mg/100g to 245.11 mg/100g.

(6)
(7)

7

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)
(9)

9

PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL, DAN JARINGAN

SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

SEGAR DAN PANGGANG

UTAMI AFRIYANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Profil Asam Lemak, Kolesterol, dan Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Panggang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada: 1 Dr Ir Agoes M. Jacoeb Dipl-Biol dan Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi

selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, motivasi, dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2 Dr Eng Uju SPi MSi selaku Wakil GKM dan Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku dosen penguji tamu yang telah banyak

memberikan saran dan masukan kepada penulis.

4 Bapak Saeful selaku laboran Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan (Departemen Teknologi Hasil Perairan), Bapak Zacky selaku laboran Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Hasil Perairan (Departemen Teknologi Hasil Perairan), Ibu Endang selaku laboran Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor), Mba Mila selaku laboran Laboratorium Terpadu (Institut Pertanian Bogor), Bapak Ranta selaku laboran Laboratorium Kesehatan Ikan (Departemen Budidaya Perairan), dan Mba Maia selaku laboran Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Fakultas Peternakan, IPB).

5 Keluarga tercinta Bapak Samikun Raharjo, Ibu Dwi Murningsih, dan Luthviana Maghdalifah yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil serta do’a kepada penulis.

6 Desti Rachmawati Kurniawan, Dian Purnama Dewi, Fara Mustika, Novalia Eka Putri, dan teman-teman THP angkatan 49 yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi kepada penulis.

7 Kabul Wibowo atas bantuan, dukungan, perhatian, doa, dan kesabarannya. Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2016

(14)
(15)

15

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

Bahan Penelitian ... 3

Alat Penelitian ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Pengambilan dan Preparasi Sampel ... 5

Proses pemanggangan ... 6 Prosedur Pengujian ... 6 Pengukuran Morfometrik ... 6 Perhitungan Proporsi ... 6 Analisis Proksimat ... 6 Analisis Kolesterol ... 8

Analisis Asam Lemak ... 8

Analisis Jaringan ... 10

Analisis Data ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometrik Ikan Kakap Putih ... 12

Proporsi Ikan Kakap Putih ... 13

Kadar Proksimat Skin On Fillet Ikan Kakap Putih ... 14

Kolesterol Skin On Fillet Ikan Kakap Putih ... 16

Profil Asam Lemak Skin On Fillet Ikan Kakap Putih ... 17

Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN ... 27

(16)

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik dan berat ikan kakap putih (L. Calcarifer) ... 13

2 Kadar proksimat fillet kakap putih segar dan panggang ... 15

3 Kadar kolesterol fillet kakap putih segar dan panggang ... 17

4 Kandungan asam lemak fillet kakap putih segar dan pangang. ... 18

5 Rasio omega 6 dan omega 3 fillet kakap putih segar dan panggang. . 20

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian.. ... 5

2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer). ... 12

3 Proporsi ikan kakap putih (Lates calcarifer) ... ... 14

4 Penampang melintang fillet kakap putih segar dan panggang. ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kromatogram standar FAME-37. ... 29

2 Kromatogram asam lemak kakap putih segar. ... 30

3 Kromatogram asam lemak kakap putih panggang 20 menit.. ... 31

4 Kromatogram asam lemak kakap putih panggang 30 menit. ... 32

5 Hasil analisis T-test kadar proksimat fillet panggang. ... 33

6 Hasil analisis T-test kadar koletserol fillet panggang. ... 35

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) atau lebih dikenal dengan nama seabass atau barramundi merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Ikan kakap putih merupakan salah satu komoditas ekspor dengan permintaan yang tinggi, hal ini menyebabkan volume produksi ikan kakap putih mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data DJPT (2015) menunjukkan bahwa volume produksi ikan kakap putih pada tahun 2005 tercatat sebesar 67.937 ton, kemudian mengalami peningkatan menjadi 86.319 ton pada tahun 2009, dan terus meningkat hingga mencapai 98.054 ton pada tahun 2014.

Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang paling sehat dan bergizi karena mengandung gizi yang cukup lengkap berupa mineral, vitamin, protein, dan lemak. Penelitian yang dilakukan oleh Bogard et al. (2015) melaporkan bahwa ikan mengandung mineral besi, seng, dan kalsium dengan kadar masing-masing berkisar antara 0,34-19 mg/100g, 0,6-4,7 mg/100g, dan 8,6-1900 mg/100g. Ikan juga mengandung vitamin A dan B12 dengan kadar masing-masing berkisar antara 0-2.503 µg/100g dan 0,50-14 µg/100g. Tacon dan Metian (2013) melaporkan bahwa ikan mengandung kadar protein yang lebih tinggi (17,3%) dibandingkan dengan protein hewan terestrial (13,8%). Protein ikan sangat mudah dicerna dan memiliki nilai biologis yang tinggi serta mengandung asam amino esensial yang sangat baik. Ikan kaya akan sumber metionin dan lisin dengan kadar masing-masing sebesar 6,4% dan 19,6% dari total asam amino esensialnya. Ikan juga mengandung asam lemak esensial berupa EPA dan DHA dengan kadar masing-masing 279 dan 476 mg/100g.

Salah satu gizi penting yang terkandung dalam ikan kakap putih adalah lemak. Lemak menghasilkan asam lemak dan kolesterol yang dibutuhkan untuk membentuk sel membran pada semua organ, terutama retina dan sistem saraf pusat. Asam lemak yang sangat dibutuhkan oleh jaringan adalah asam lemak esensial yang tidak dapat dibuat di dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2009). Asam lemak tidak jenuh majemuk dalam ikan banyak diteliti karena memiliki manfaat untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah. Penelitian yang dilakukan oleh Hu et al. (2002) menunjukkan bahwa konsumsi ikan dan asam lemak omega 3 berhubungan dengan penurunan resiko coronary heart disease (CHD). Wanita usia 34-59 tahun yang mengkonsumsi ikan 5 kali/minggu memiliki resiko 50% lebih rendah terkena CHD dibandingkan wanita yang mengkonsumsi ikan 1-3 kali/bulan, yaitu hanya sebesar 20%. Morris et al. (2000) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi 5,6 g asam lemak omega 3 dapat menurunkan tekanan darah sebesar 3,4/2,0 mmHg. Selain asam lemak, kandungan gizi berupa kolesterol berfungsi sebagai bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, misalnya: asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen, dan progesteron (Almatsier 2009).

(18)

Proses pengolahan terhadap bahan pangan dilakukan untuk meningkatkan nilai sensorik dan citarasa. Salah satu proses pengolahan yang dilakukan pada ikan kakap putih adalah pemanggangan. Proses pemanggangan seabass (Dicentrarchus labrax) pada suhu 180 ºC yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) selama 30 menit menyebabkan kadar air menurun, sedangkan kadar abu, protein, dan lemak meningkat secara proporsional. Penelitian yang dilakukan oleh Yanar et al. (2007) melaporkan bahwa kadar asam lemak EPA dan DHA ikan seabass (Dicentrarchus labrax) yang dipanggang pada suhu 180 ºC selama 20 menit menurun secara tidak signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gulgun et al. (2013) melaporkan bahwa proses pemanggangan Salmo salar dengan suhu 100 ºC dapat menurunkan kadar kolesterol dan merupakan metode pemasakan yang baik terhadap rasio omega-6/omega-3 dibandingkan dengan pengolahan kukus, bakar, dan pemasakan menggunakan microwave. Penelitian yang dilakukan oleh Jacoeb et al. (2015) melaporkan bahwa proses penggorengan dengan suhu 130 ºC pada ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) menyebabkan susunan jaringan daging fillet ikan kakap merah terlihat tidak

kompak dan terputus-putus.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis ikan yang berbeda dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan pada penelitian ini dilakukan analisis jaringan. Informasi mengenai perubahan komposisi kadar proksimat, asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih (Lates calcarifer) segar dan panggang belum banyak dilaporkan, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Ikan kakap putih merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, namun penelitian dan informasi mengenai kandungan gizi ikan kakap putih belum banyak dilaporkan. Proses pengolahan yang dapat dilakukan pada ikan kakap putih salah satunya adalah pemanggangan. Proses pemanggangan diduga dapat mengubah kadar proksimat, asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on fillet kakap putih. Hal ini menjadikan perlu dilakukannya penelitian mengenai kandungan gizi dan pengaruh proses pemanggangan terhadap kadar proksimat, profil asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar proksimat (air, protein, lemak, abu, karbohidrat), profil asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih segar dan setelah pemanggangan pada suhu 180 ºC selama 20 dan 30 menit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perubahan kadar proksimat, asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan skin on

(19)

3

fillet ikan kakap putih segar dan panggang. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai data untuk pengembangan ikan kakap putih lebih lanjut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengambilan sampel, preparasi, pengukuran morfometrik, perhitungan proporsi, pemanggangan ikan, analisis proksimat (air, abu, protein, lemak, karbohidrat), analisis asam lemak, analisis kolesterol, dan analisis struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang, pengolahan data, dan penulisan laporan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2016. Preparasi bahan baku, pengukuran morfometrik dan perhitungan proporsi dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Proses pemanggangan dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang, Bogor. Analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat jaringan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan jaringan dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan adalah ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta Utara. Bahan untuk analisis proksimat adalah akuades, katalis selenium (Merck), H2SO4 pekat (Merck), NaOH 40%, indikator Brom Cresol Green (Hopkin&William), Methyl Red (Merck), HCl 0,1 N, dan H3BO3 2% (Merck). Bahan yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah petroleum ether (Merck), NaOH 0,5 N (Merck), metanol (Merck), BF3 (Merck), NaCl jenuh (Merck), n-heksana (Merck), dan

(20)

Na2SO4 anhidrat (Merck). Bahan yang digunakan untuk analisis kolesterol yaitu etanol (Merck), heksan (Merck), alkohol (Merck), acetic anhidrid (Merck), dan H2SO4 pekat (Merck). Bahan yang digunakan untuk analisis jaringan yaitu Buffer Normal Formalin (Merck) 10%, etanol 50-100% (Merck), xilol (Merck), parafin (Merck), ntellan (Merck), pewarna haematoksilin dan eosin (Merck).

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk analisis morfometrik dan proporsi tubuh ikan kakap putih adalah mistar dan timbangan digital. Alat yang digunakan untuk memanggang adalah oven listrik (Kirin type KBO 190 RA), alumunium foil, dan loyang. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat adalah blender (Philips), neraca digital (Fisher Scientific A-160), cawan porselen, oven (Heraeus Instrument), desikator (CSN-SIMAX), tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, destilator, buret, dan tanur (VulcanTM 3-550 NDI). Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah kromatografi gas (Shimadzu GC-2010 Plus) dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix, evaporator, erlenmeyer, corong pisah dan botol vial. Alat yang digunakan untuk analisis kolesterol adalah spektrofotometer (Cr scientific UV-200-RS Single Bim), tabung reaksi, sentrifuse, vortex (Velp Scientifica), pipet, dan evaporator. Alat yang digunakan dalam pembuatan preparat dan analisis jaringan adalah mikrotom putar (Yamoto RV-240), mikroskop cahaya (Olympus CX41), kamera (Olympus DP21), dan software stream start. Optimalisasi gambar struktur jaringan dilakukan dengan menggunakan software Image Analyzer.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, ikan ditimbang bobotnya dan dianalisis morfometrik. Analisis morfometrik dilakukan dengan mengukur panjang total, panjang baku, tinggi badan, dan lebar badan menggunakan mistar. Tahap kedua, ikan diprerapasi yang diawali dengan menghilangkan sisik dari seluruh bagian tubuh ikan dan selanjutnya dilakukan pemfilletan. Bagian tubuh ikan berupa tulang dan jeroan dipisahkan. Tahap ketiga, bagian tubuh berupa sisik, daging, tulang, dan jeroan ditimbang kemudian dihitung proporsinya. Tahap keempat, skin on fillet yang didapatkan selanjutnya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu fillet sebagai sampel segar dan fillet sebagai sampel untuk dipanggang dengan perlakuan lama proses panggang yang berbeda. Proses pemanggangan skin on fillet dilakukan menggunakan oven listrik pada suhu 180 ºC selama 20 menit dan 30 menit. Tahap kelima, fillet segar dan fillet yang sudah dipanggang dilumatkan dengan mencacah fillet menggunakan pisau. Tahap keenam, fillet segar dan panggang yang sudah lumat dianalisis proksimat, asam lemak, kolesterol, dan jaringan. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(21)

5

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian Keterangan : = Awal dan akhir proses

= Proses

= Proses yang menghasilkan data

Pengambilan dan preparasi ikan kakap putih

Ikan kakap putih didapatkan dari TPI Muara Angke, Jakarta Utara. Sampel ditransportasikan menuju Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan menggunakan coolbox berisi es. Sesampainya di laboratorium, sampel dianalisis morfometriknya, kemudian dipreparasi untuk mendapatkan fillet, dan dihitung bobot proporsinya.

Proses pemfilletan diawali dengan menghilangkan sisik dari seluruh bagian tubuh ikan. Daging disayat secara membujur dari bagian punggung ikan hingga perut. Kedalaman penyayatan dilakukan hingga menyentuh permukaan tulang belakang ikan. Posisi penyayatan ini dilakukan di belakang sirip ventral. Daging selanjutnya disayat secara melintang yang diawali dari bagian punggung

Pemanggangan suhu 180 ºC; 20 menit

Ikan kakap putih

Preparasi sampel

(pemisahan daging, tulang, jeroan, dan sisik)

Filleting

Penimbangan bobot dan analisis morfometrik Perhitungan proporsi Skin on fillet Analisis proksimat Analisis asam lemak

Analisis kolesterol Analisis jaringan

Analisis proksimat Analisis asam lemak

Analisis kolesterol Analisis jaringan Fillet panggang 20 menit Pemanggangan suhu 180 ºC; 30 menit Fillet panggang 30 menit

(22)

ikan menuju bagian perut. Proses penyayatan dilakukan dengan mengarahkan mata pisau di atas tulang-tulang ikan sehingga tidak banyak daging yang masih menempel pada tulang. Daging yang telah disayat dari tulang selanjutnya diiris dari perut mengarah ke bagian ekor sehingga fillet terlepas dari tubuh ikan.

Proses pemanggangan (Modifikasi Turkkan et al. 2008)

Skin on fillet ikan kakap putih dipanggang menggunakan oven listrik yang sebelumnya telah dilakukan pre-heating (pemanasan awal) pada suhu 180 ºC selama 10 menit. Suhu proses pemanggangan yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada Turkkan et al. (2008), yaitu 180 ºC. Modifikasi waktu pemanggangan selama 20 dan 30 menit disesuaikan dengan kematangan dan ukuran fillet kakap putih yang digunakan untuk penelitian. Fillet kakap putih segar dan panggang selanjutnya dilumatkan dan dianalisis proksimat, profil asam lemak, kolesterol, dan jaringannya.

Prosedur Pengujian Pengukuran morfometrik (Afini et al. 2014)

Analisis morfometrik diawali dengan menimbang bobot ikan menggunakan timabngan digital. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan ikan pada posisi kepala menghadap ke kiri kemudian diukur panjang total, panjang baku, tinggi badan, dan lebar badan menggunakan proyeksi mistar dengan ketelitian 0,1 cm.

Perhitungan proporsi (Nurjanah et al. 2014)

Bagian tubuh ikan kakap putih yang dihitung pada penelitian ini meliputi daging, jeroan, sisik, dan tulang. Proporsi dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh ikan yang dapat dimanfaatkan terhadap bobot total ikan. Rumus perhitungan proporsi sebagai berikut:

Proporsi (% ) =

x 100%

Analisis proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap fillet ikan kakap putih terdiri dari analisis kadar air dengan metode pengeringan, analisis kadar abu dengan metode pengabuan, analisis kadar lemak dengan metode ekstraksi dengan pelarut, analisis kadar protein dengan metode kjeldahl, dan analisis kadar karbohidrat dengan cara by difference.

1) Analisis kadar air (AOAC 2005 nomor 985.14)

Penentuan kadar air didasarkan pada berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 30 menit, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 8 jam. Cawan beserta isinya kemudian dimasukkan ke dalam desikator kembali dan ditimbang. Kadar air ditentukan dengan persamaan:

(23)

7

Kadar air (%) =

x 100%

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (g) B = Berat cawan + sampel (g)

C = Berat cawan + sampel yang sudah dikeringkan (g)

2) Analisis kadar abu (AOAC 2005 nomor 920.153)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 °C selama 30 menit, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar sampai tidak berasap lagi, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 °C selama 4 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan persamaan:

Kadar abu (%) =

x 100%

Keterangan:

A= Berat cawan porselen kosong (g) B= Berat cawan porselen + sampel (g)

C= Berat cawan porselen + sampel setelah dikeringkan (g).

3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005 nomor 985.15)

Sampel seberat 2 g (W1) diletakkan di atas kapas bebas lemak lalu digulung di dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sohxlet. Lemak diekstrak dengan pelarut lemak berupa n-heksana sebanyak 150 mL. Tabung ekstraksi selanjutnya dipasang pada alat destilasi sokhlet yang dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak kemudian didestilasi. Labu lemak selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C selama 1 jam. Labu lemak yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (W3). Kadar lemak dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar lemak (%) =

x 100% Keterangan :

W1 = Bobot sampel (g) W2 = Bobot labu lemak (g)

W3 = Bobot labu lemak dengan lemak (g)

4) Analisis kadar protein (AOAC 2005 nomor 981.10)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Tahap- tahap yang dilakukan dalam analisis protein, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g kemudian dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 mL dan ditambah 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 ºC

(24)

selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 10 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume HCl terpakai dalam titrasi dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

N (%) =

x 100%

Keterangan:

Kadar protein = N (%) x faktor konversi Fk = Faktor konversi = 6,25 fp = Faktor pengenceran = 10

5) Analisis kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat didapatkan dengan cara by difference. Kadar karbohidrat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + %abu + %lemak + %protein)

Analisis kolesterol (Liebermann Buchard Colour Reaction 1974)

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse, ditambah dengan 8 mL larutan etanol dan heksan dengan perbandingan 3:1, kemudian diaduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan larutan etanol:heksan (3:1) 2 mL kemudian disentrifuse selama 10 menit (3.000 rpm). Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 mL dan diuapkan di penangas air selama 1 jam. Residu diuapkan dengan kloroform (sedikit demi sedikit), sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 mL). Residu kemudian ditambah 2 mL acetic anhidrid dan 0,2 mL H2SO4 pekat atau 2 tetes. Bahan selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 25 menit. Absorbansi lalu dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang (λ) 420 nm. Hasil analisis kolesterol selanjutnya disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel. Perhitungan kolesterol dalam contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:

x Konsentrasi standar Kadar kolesterol (mg/100g) =

Bobot contoh

Analisis asam lemak (AOAC 2005 nomor 969.33)

Prinsip analisis asam lemak menggunakan kromatografi gas adalah mengubah komponen asam lemak menjadi senyawa turunannya, yaitu senyawa volatil metil ester yang akan dideteksi oleh detektor dalam bentuk respon berupa peak pada kromatogram. Lemak diekstraksi dari bahan kemudian dihidrolisis

(25)

9

menjadi asam lemak. Asam lemak ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Transformasi dilakukan melalui proses metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). FAME selanjutnya dianalisis dengan alat kromatografi gas. Tahap analisis asam lemak dijelaskan sebagai berikut:

1) Ekstraksi lemak

Tahap ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan lemak dari fillet kakap putih. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut petroleum ether. Suhu yang digunakan selama proses ekstraksi adalah 80 ºC. Hasil ekstrak ditimbang sebanyak 20-30 mg dalam bentuk minyak. 2) Hidrolisis dan metilasi

Minyak 20 mg dalam tabung bertutup teflon ditambah dengan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol kemudian didorong dengan nitrogen, lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80 ºC selama 20 menit. Larutan BF3 20% 2 mL ditambahkan ke dalam campuran lalu dipanaskan pada suhu 80 ºC selama 20 menit. Campuran didinginkan, kemudian ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan, lalu campuran dikocok dengan baik. Lapisan isooktan yang terbentuk dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, dan dibiarkan 15 menit. Fase cair dan fase minyak yang terbentuk dipisahkan. Fase minyak yang terbentuk diinjeksikan ke dalam alat kromatografi gas sebanyak 1 µL.

3) Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi 1 µL FAME setelah sebelumnya dilakukan penginjeksian 1 µL campuran standar FAME (Supelco 37 component fatty acid methyl ester mix) pada alat kromatografi gas yang sudah diatur dengan kondisi sebagai berikut:

Kolom = Cyanopropil methyl sil (capilary column)

Dimensi kolom = p = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 025 µm Film Tickness Laju alir N2 = 30 mL/menit

Laju alir He = 30 mL/menit Laju alir H2 = 40 mL/menit Laju alir udara = 400 mL/menit Suhu injektor = 220 ºC

Suhu detektor = 240 ºC

Suhu kolom = Program temperatur

Kolom temperatur = Rate (ºC/menit) Temp (ºC) Hold Time (menit)

- 125 5 10 185 5 5 205 10 3 225 7 Split Ratio = 1:80 Inject Volume = 1 µL

Linier Velocity = 23,6 cm/detik

Waktu retensi dan puncak masing-masing asam lemak diukur lalu dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dan jumlah asam lemak dalam contoh. Kandungan asam lemak dalam contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(26)

x C standar x

Kandungan asam lemak contoh (%) = x 100%

gram contoh Keterangan:

Ax = Area sampel As = Area standar

Cstandar = Konsentrasi standar Vcontoh = Volume contoh

Analisis jaringan (Angka et al. 1990)

Pengamatan jaringan ikan kakap putih diawali dengan pembuatan preparat sebelum dilakukan pengambilan gambar obyek dengan mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Tahap pembuatan preparat meliputi fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming, pemotongan jaringan, pewarnaan, serta perekatan jaringan menggunakan mounting agent.

Fiksasi dilakukan dalam larutan Buffer Normal Formalin (BNF) 10%. Larutan fiksasi selanjutnya dibuang dan didehidrasi dengan merendam sampel dalam alkohol pada suhu ruang dengan alkohol secara berurutan yaitu alkohol 70% selama 24 jam, alkohol 80% selama 2 jam, alkohol 90% selama 2 jam, alkohol 95% selama 2 jam, dan alkohol 100% selama 12 jam. Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent selama 30 menit. Clearing agent berupa alkohol:xilol (1:1) kemudian diganti dengan xilol sebanyak tiga kali pengulangan. Tahap impregnasi adalah perendaman sampel ke dalam xilol:parafin (1:1) dalam gelas. Embedding adalah perendaman sampel di dalam parafin cair sebanyak tiga kali pengulangan. Tahap impregnasi dan embedding berlangsung di dalam oven pada suhu 60 ºC selama 45 menit.

Sampel kemudian diblok dengan parafin cair yang kemudian dibekukan dalam cetakan berukuran 2x2x2 cm3 pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah

parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet. Pemotongan jaringan setebal 4 µm dilakukan menggunakan mikrotom putar. Pita-pita parafin yang terbentuk kemudian diletakkan di permukaan air hangat. Pita-pita parafin kemudian direkatkan pada gelas obyek dan dibiarkan hingga mengering.

Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin. Pewarnaan diawali dengan perendamaan gelas obyek ke dalam xilol sebanyak dua kali pengulangan, dilanjutkan perendaman dalam alkohol berseri (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%) masing-masing selama 2 menit. Setelah itu, obyek dibilas dua kali dengan akuades. Obyek kemudian dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol berseri (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%) masing-masing selama 2 menit, dan xilol sebanyak dua kali pengulangan. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CX41 dan difoto

(27)

11

menggunakan kamera Olympus DP21 serta software stream start. Optimalisasi gambar dilakukan dengan menggunakan software Image Analyzer.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menentukan nilai tengah dan standar deviasinya. Data nilai tengah fillet panggang 20 dan 30 menit dianalisis dengan uji beda nyata untuk melihat signifikansi pengaruh perbedaan waktu panggang. Uji beda nyata dilakukan dengan menggunakan student’s T-test. Data penelitian ini merupakan jenis sampel saling bebas sehingga jenis analisis uji beda nyata yang digunakan adalah independent samples T-test. Analisis T-test dilakukan dengan menggunakan program aplikasi SPSS 15.0 for windows evaluation version. Rumus T-test mengacu pada Walpole (1982), yaitu:

Jika data memiliki ragam yang sama ( ), maka digunakan rumus:

x x

( ) ( )

Jika data memiliki ragam yang tidak sama ( ), maka digunakan rumus:

x x

√( ) ( ) Dimana :

x = Rata-rata kelompok 1 x2 = Rata-rata kelompok 2

= Standard deviasi kelompok 1 = Standard deviasi kelompok 2 = Banyaknya sampel kelompok 1 = Banyaknya sampel kelompok 2

Hipotesis kadar proksimat yang digunakan pada T-test adalah sebagai berikut:

H0 = Nilai tengah kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

H1 = Nilai tengah kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit berbeda nyata dengan nilai tengah kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

(28)

Hipotesis kadar kolesterol yang digunakan pada T-test adalah sebagai berikut:

Hipotesis profil asam lemak yang digunakan pada T-test adalah sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Ciri morfologi kakap putih (Lates calcarifer) adalah bentuk tubuh memanjang, gepeng, dan batang sirip ekor memanjang. Mulut lebar, sedikit serong, dan rahang atas sampai ke belakang mata. Gigi villiform, tidak memiliki gigi taring, bagian atas operkulum terdapat tulang kecil dan flap bergerigi. Ikan berumur 1-3 bulan berwarna gelap, setelah umur 3-5 bulan berwarna terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan dan perak pada bagian perut yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan pada bagian pungung dan perak pada bagian perut dengan sirip berwarna abu-abu gelap. Sirip punggung memiliki 7-9 jari-jari keras dan 10-11 jari-jari lemah. Sirip dada pendek dan bulat. Sirip punggung dan anal bersisik. Sirip anal memiliki 3 jari keras dan 7-8 jari-jari lemah. Sirip ekor berbentuk bulat (Mathew 2009). Ikan kakap putih yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer)

H0 = Nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

H1 = Nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit berbeda nyata dengan nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

H0 = Nilai tengah kadar asam lemak skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar asam lemak skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

H1 = Nilai tengah kadar asam lemak skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit berbeda nyata dengan nilai tengah kadar asam lemak skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit.

(29)

13

Pengukuran morfologi ikan kakap putih yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi panjang total, panjang baku, tinggi badan, lebar badan, dan berat badan. Hasil analisis morfometrik dan perhitungan bobot badan ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih (n=16)

No Parameter Satuan Nilai

1 Panjang total cm 28,09±0,61

2 Panjang baku cm 24,38±0,65

3 Lebar badan cm 3,19±0,25

4 Tinggi badan cm 10,53±0,39

5 Bobot badan g 314,88±13,92

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ikan kakap putih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang total rata-rata 28,09±0,61 cm, panjang baku rata-rata 24,38±0,65 cm, lebar rata-rata 3,19±0,25 cm, tinggi rata-rata 10,53±0,39 cm, dan bobot rata-rata 314,88±13,92 cm. Nurjanah et al. (2014) menyatakan bahwa perbedaan ukuran dan bobot ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, ketersediaan makanan, habitat, seks, dan kompetitor. Serajuddin (2013) juga menyatakan bahwa perbedaan panjang-berat pada ikan dalam spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh kondisi kebugaran individu. Muthmainnah (2013) menyatakan bahwa pertambahan panjang ikan dan pertambahan berat tubuh sangat berhubungan erat, berat bagian tubuh ikan akan ikut bertambah mulai dari kepala hingga jeroan ikan tersebut.

Proporsi

Bagian tubuh ikan kakap putih yang dapat dimanfaatkan terdiri dari skin on fillet, tulang, jeroan, dan sisik. Masing-masing bagian tubuh ini memiliki manfaat yang berbeda. Penelitian Wardani et al. (2012) menunjukkan bahwa tulang ikan dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung tulang ikan. Tepung tulang tersebut selanjutnya difortifikasi ke dalam adonan donat. Konsentrasi tepung terbaik adalah 5% dengan kadar kalsium 475 mg/50 g. Penelitian Nurhayati et al. (2013) menunjukkan bahwa jeroan ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pepton menggunakan enzim papain dan dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan bakteri. Pepton yang dihasilkan memiliki kadar air, abu, protein, lemak secara berturut-turut adalah 7,66%, 2,34%, 50,18%, 0,47%. Pepton yang dihasilkan dapat digunakan sebagai salah satu penyusun media luria broth (LB) untuk pertumbuhan bakteri E.coli dan S. aureus. Jeroan ikan juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan dan bahan baku pembuatan bekasang. Sisik ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kolagen (Hartati dan Kurniasari 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Prihardhani dan Yunianta (2016) menunjukkan gelatin dapat diekstrak dari kulit ikan dan diaplikasikan pada produk permen jeli. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan akuades. Perlakuan terbaik permen jeli adalah konsentrasi gelatin 8% dengan penambahan asam sitrat 0,30%. Kulit ikan juga banyak dimanfaakan sebagai bahan pangan berupa kerupuk kulit ikan.

Ikan kakap putih

Penimbangan bobot dan analisis morfometrik

Preparasi sampel (pemisahan jeroan, kepala, daging, tulang, dan sisik)

Pencacahan Pemanggangan suhu 80 ̊C selama 20

menit dan 30 menit Pengukuran rendemen

Fillet ikam kakap putih

Pencacahan

Analisis Proksimat Analisis asam lemak Analisis kolesterol Analisis histologi

(30)

Perhitungan proporsi didasarkan pada persentase perbandingan bobot contoh dengan bobot total ikan. Proporsi tubuh ikan kakap putih terdiri dari daging, tulang, jeroan, dan sisik. Hasil perhitungan proporsi ikan kakap putih disajikan pada Gambar 3.

Data pada Gambar 3 menunjukkan bahwa proporsi pada masing-masing bagian tubuh adalah skin on fillet (51%), tulang (38%), jeroan (8%), dan sisik (3%). Proporsi ikan kakap putih terbesar terdapat pada daging yang mencapai setengah dari bobot utuh ikan. Proporsi daging yang besar menunjukkan bahwa ikan kakap putih merupakan salah satu bahan baku yang menjanjikan untuk diolah lebih lanjut. Proporsi daging yang semakin besar, maka nilai ekonomisnya semakin tinggi. Ikan kakap putih dengan ukuran dan bobot yang berbeda memiliki panjang tubuh serta proporsi tubuh yang berbeda juga. Ukuran dan bobot ikan yang lebih besar menghasilkan persentase proporsi yang lebih besar.

Skin on fillet yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot sebesar 80,2 g dengan panjang 19 cm dan tebal 1,3 cm. Skin on fillet ikan kakap putih yang telah dipreparasi kemudian dipanggang. Perlakuan pemanggangan menyebabkan terjadinya penyusutan atau kehilangan berat (lost) sebesar 30% pada pemanggangan 20 menit dan 39% pada pemanggangan 30 menit. Penyusutan berat ini terjadi karena kandungan air menguap dari bahan setelah dipanggang. Pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut. Jacoeb et al. (2015) menyatakan bahwa proses pemanasan kering (penggorengan) menyebabkan fillet kakap merah mengalami kehilangan berat (lost) 24% dari bobot daging segar. Proses penggorengan menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air pada daging kakap merah. Keluarnya air dari jaringan daging akan menyebabkan komponen zat gizi lain juga berkurang sehingga bobot daging akan susut.

Proksimat Skin On Fillet Ikan Kakap Putih

Pengujian kadar proksimat pada Skin on fillet ikan kakap segar dan panggang terdiri dari kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference. Hasil analisis T-test kadar proksimat dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pengujian kadar proksimat fillet

Skin on fillet 51% Tulang 38% Jeroan 8% Sisik 3%

(31)

15

ikan kakap putih segar dan fillet ikan kakap putih panggang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang

Komposisi kimia Segar (%) Panggang 20 menit (%) Panggang 30 menit (%) Kadar air (bb) 78,48 ± 0,52 67,19 ± 0,24a 63,22 ± 1,46a Kadar protein (bk) 87,32 ± 3,82 86,11 ± 2,67a 84,98 ± 1,12a Kadar lemak (bk) 2,55 ± 0,86 4,16 ± 0,89a 4,93 ± 0,95a Kadar abu (bk) 6,31 ± 0,17 6,14 ± 1,39a 5,49 ± 0,07a Karbohidrat (bk) 3,82 ± 3,13 3,59 ± 3,16a 4,60 ± 2,00a Keterangan : bb=berat basah, bk=berat kering

Nilai-nilai pada tabel yang diikuti huruf (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05) Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air, protein, dan abu fillet kakap putih menurun setelah dipanggang, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat meningkat secara proporsional. Kadar air fillet kakap putih segar sebesar 78,48% menurun menjadi 67,19% (panggang 20 menit) dan 63,22% (panggang 30 menit). Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa nilai tengah kadar air fillet panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar air fillet panggang 30 menit. Penurunan kadar air skin on fillet kakap putih terjadi karena proses pemanggangan menyebabkan sebagian air yang terkandung dalam fillet kakap putih terlepas menjadi uap air. Penelitian lain yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) menunjukkan bahwa proses pemanggangan menyebabkan kadar air ikan seabass (Dicentrarchus labrax) menurun dari 71,62% menjadi 66,47%. Hasil analisis jaringan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa jaringan fillet kakap putih mengalami pengerutan setelah dipanggang. Pengerutan semakin besar seiring dengan lamanya waktu panggang. Pengerutan jaringan ini disebabkan oleh keluarnya kandungan air dari jaringan fillet karena suhu tinggi selama pemanggangan. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, protein larut air, vitamin larut air, dan mineral (Winarno 2008). Hal ini menunjukkan bahwa keluarnya air dari jaringan fillet dapat membawa protein, vitamin, dan mineral fillet kakap putih. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein dan abu mengalami penurunan walaupun terjadi secara tidak signifikan.

Kadar lemak fillet ikan kakap putih berubah dari 2,55% menjadi 4,16% setelah dipanggang 20 menit dan 4,93% setelah dipanggang 30 menit. Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa nilai tengah kadar lemak fillet panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar lemak fillet panggang 30 menit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pundoko et al. (2014) menunjukkan bahwa kadar lemak ikan cakalang setelah proses pengolahan berupa perebusan dan pengasapan meningkat dari 2,19% menjadi 3,99%. Peningkatan ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kadar air selama proses pengolahan menyebabkan kadar lemak lebih terkonsentrasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) melaporkan bahwa kadar lemak ikan seabass (Dicentrarchus labrax) yang dipanggang mengalami perubahan dari 4,18% menjadi 5,88%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gokoglu et al. (2004) juga menunjukkan bahwa kadar lemak rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) sebesar 3,44% berubah menjadi 6,21% setelah dipanggang. Kadar karbohidrat fillet ikan kakap putih segar sebesar 3,82% berubah secara proporsional menjadi 3,59%

(32)

setelah dipanggang 20 menit dan 4,60% setelah dipanggang 30 menit. Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa nilai tengah kadar karbohidrat fillet panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan nilai tengah kadar karbohidrat fillet panggang 30 menit. Kadar karbohidrat pada penelitian ini tidak didapatkan melalui analisis tetapi dilakukan dengan cara perhitungan kasar atau disebut juga carbohydrate by difference, sehingga penurunan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan peningkatan kadar lemak mempengaruhi kadar karbohidrat.

Proses pemanggangan menyebabkan kadar protein menurun dari 87,32% menjadi 86,11% (20 menit) dan 84,98% (30 menit). Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa proses pemanggangan 20 dan 30 menit tidak menurunkan kadar protein fillet kakap putih secara nyata. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jacoeb et al. (2015) menunjukkan bahwa kadar protein fillet kakap merah segar sebesar 74,53% mengalami penurunan menjadi 74,40% setelah digoreng. Penurunan kadar protein ini dapat disebabkan oleh keluarnya protein larut air yang ikut larut bersama air yang keluar dari jaringan fillet kakap putih selama proses pemanggangan berlangsung. Protein yang dapat larut dalam air diantaranya albumin, pepton, histon, dan protamin (Winarno 2008). Devi dan Sarojnalini (2012) menyatakan bahwa semakin besar penyusutan kadar air menyebabkan penyusutan kadar protein semakin besar. Air yang keluar dari dalam bahan pangan akan membawa komponen gizi lain yang dapat larut dengan air.

Kadar abu fillet ikan kakap putih segar sebesar 6,31% menurun menjadi 6,14% setelah dipanggang 20 menit dan 5,49% setelah dipanggang 30 menit. Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa pemanggangan 20 dan 30 menit tidak menurunkan kadar abu fillet kakap putih secara nyata. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Jacoeb et al. (2014) menunjukkan bahwa proses pemanasan berupa perebusan pada belut (Monopterus albus) menurunkan kadar abu dari 6,25% menjadi 5,52%. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Penurunan kadar abu fillet ikan kakap putih diduga disebabkan oleh larutnya sebagian kandungan mineral bersama air yang keluar dari daging ikan selama proses pemanggangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Kusnandar (2010) bahwa air dapat melarutkan senyawa sakarida rantai pendek (monosakarida, disakarida, dan oligosakarida), vitamin larut air (vitamin B dan C), dan garam mineral. Penelitian yang dilaporkan oleh Salamah et al. (2012) menunjukkan bahwa proses pengolahan panas berupa perebusan menyebabkan menurunnya kandungan mineral Ca, Mg, K, P, dan Na pada remis (Corbicula javanica). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Jacoeb et al. (2015) menunjukkan bahwa kadar abu ikan kakap merah goreng mengalami penurunan dari 8,78% menjadi 5,19%.

Kolesterol Skin On Fillet Ikan Kakap Putih

Kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih mengalami penurunan setelah dipanggang. Waktu pemanggangan yang semakin lama menyebabkan kadar kolesterol semakin menurun. Hasil analisis T-test kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang dapat dilihat pada Lampiran 6. Data kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang disajikan pada Tabel 3.

(33)

17

Tabel 3 Kadar kolesterol fillet kakap putih (Lates calcarifer) segar dan panggang

Jenis sampel Kadar kolesterol (mg/100g)

Ikan kakap putih segar 363,43 ± 9,09

Ikan kakap putih panggang 180 ºC 20 menit 358,40 ± 17,58a Ikan kakap putih panggang 180 ºC 30 menit 245,11 ± 9,05b

Ikan Salmo salar segar* 128,94

Ikan Salmo salar panggang 180 ºC* 102,49

Keterangan: *Gulgun et al (2013)

Nilai-nilai pada tabel yang diikuti huruf (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (p 0,05) Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar kolesterol skin on fillet kakap putih segar sebesar 363,43 mg/100g. Kadar kolesterol menurun sebesar 1,38% atau menjadi 358,40 mg/100g setelah pemanggangan 20 menit dan 32,55% atau menjadi 245,11 mg/100 setelah pemanggangan 30 menit. Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 20 menit berbeda nyata dengan nilai tengah kadar kolesterol skin on fillet ikan kakap putih panggang 30 menit. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Riyanto et al. (2007) bahwa penurunan kandungan kolesterol dapat disebabkan oleh adanya pemberian panas pada ikan yang menyebabkan kolesterol larut bersamaan dengan terlepasnya air dari bahan dan menguapnya senyawa volatil yang dihasilkan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gulgun et al. (2013) menunjukkan bahwa proses pemanggangan pada Salmo salar menyebabkan kandungan kolesterol menurun lebih banyak dibandingkan pengukusan, pembakaran, pemasakan dengan microwave, yaitu sebesar 128,94 mg/100g menjadi 102.49 mg/100g, sedangkan pengukusan 115,23 mg/100g, pembakaran 110,42 mg/100g, dan pemasakan microwave 116,48 mg/100g.

Profil Asam Lemak Skin On Fillet Ikan Kakap Putih

Asam lemak berdasarkan struktur kimianya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), dan asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA) (Tuminah 2009).

Hasil analisis menunjukkan bahwa skin on fillet kakap putih segar dan panggang mengandung 18 jenis asam lemak yang terdiri dari 9 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), 4 jenis asam lemak tidak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), dan 5 jenis asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). SFA fillet segar dan panggang terdiri dari asam laurat, tridekanoat, miristat, pentadekanoat, palmitat, heptadekanoat, stearat, arakidat, dan behenat. MUFA fillet ikan kakap putih segar dan panggang adalah asam palmitoleat, cis-10-heptadekanoat, elaidat, dan oleat. PUFA yang terkandung dalam fillet ikan kakap putih segar dan panggang terdiri dari asam linoleat, arakidonat, -linolenat, eikosapentaenoat (EPA), dan dokosaheksaenoat (DHA). Hasil analisis asam lemak skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang dapat dilihat pada Tabel 4.

(34)

Tabel 4 Kandungan asam lemak skin on fillet kakap putih segar dan panggang Asam Lemak Fillet kakap putih segar (%w/w) Fillet kakap putih panggang 20 menit (%w/w) Fillet kakap putih panggang 30 menit (%w/w) Asam lemak jenuh

Laurat (C12:0) 0,07±0,01 0,06±0,01 0,08±0,02 Tridekanoat (C13:0) 0,05±0,01 0,05±0,03 0,05±0,00 Miristat (C14:0) 1,93±0,37 1,74±0,69 1,74±0,57 Pentadekanoat (C15:0) 1,55±0,54 0,56±0,76 1,30±0,16 Palmitat (C16:0) 19,81±6,01 15,95±8,02 16,78±6,35 Heptadekanoat (C17:0) 1,51±0,01 1,27±0,20 1,22±0,09 Stearat (C18:0) 6,16±0,40 5,44±0,59 5,05±0,52 Arakidat (C20:0) 0,24±0,04 0,21±0,01 0,22±0,00 Behenat (C22:0) 0,18±0,03 0,24±0,11 0,22±0,07

Total asam lemak jenuh 31,50±7,42 25,52±8,65a 26,66±7,40a Asam lemak tak jenuh tunggal

Palmitoleat (C16:1) 5,02±0,64 4,02±1,98 3,90±1,77 Cis-10-Heptadekanoat (C17:1) 0,62±0,45 0,84±0,17 0,79±0,00 Elaidat (C18:1n9t) 0,27±0,05 0,17±0,01 0,16±0,06 Oleat (C18:1n9c) 12,40±0,86 10,05±3,77 10,43±3,39

Total asam lemak tak jenuh tunggal 18,31±2,00 15,08±5,93a 15,28±5,22a Asam lemak tak jenuh jamak

Linoleat (C18:2n6c) 2,07±0,11 1,71±0,07 2,77±1,22

-linolenat (C18:3n6) 0,31±0,03 0,28±0,13 0,28±0,16 Arakidonat (C20:4n6) 2,73±0,14 2,63±0,34 2,26±0,07 Cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat (C20:5n3) 1,40±0,40 1,36±0,44 1,50±0,59 Cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksaenoat (C22:6n3) 4,65±0,37 4,52±0,98 4,30±0,68

Total asam lemak tak jenuh jamak 11,16±1,05 10,50±0,41a 11,11±1,38a Total asam lemak 60,97±5,13 51,10±4,16 53,05±4,31 Total tidak teridentifikasi 39,03±5,13 48,90±4,16 46,95±4,31

Keterangan: nilai asam lemak dari rata-rata dua ulangan

Nilai-nilai pada tabel yang diikuti huruf (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05)

Tabel 4 menunjukkan bahwa asam lemak yang memiliki kadar tinggi pada skin on fillet kakap putih segar dan panggang adalah asam palmitat (19,81%), stearat (6,16%), oleat (12,40%), palmitoleat (5,02%), dan DHA (4,65%). Hasil analisis menunjukkan bahwa fillet kakap putih memiliki kadar SFA>MUFA>PUFA. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan profil asam lemak seabass yang dilaporkan oleh Turkkan et al. (2008) bahwa ikan seabass (Decantrarchus labrax) mengandung asam lemak dengan kadar yang tinggi pada palmitat (19,46%), palmitoleat (6,09%), oleat (23,16%), eikosapentaenoat (EPA) (5,58%), dan dokosaheksaenoat (DHA) (15,11%). Hasil analisis T-test menunjukkan bahwa nilai tengah kadar SFA, MUFA, dan PUFA skin on fillet kakap putih panggang 20 menit tidak berbeda nyata dengan kadar SFA, MUFA, dan PUFA skin on fillet kakap putih panggang 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemanggangan tidak menyebabkan kadar asam lemak fillet kakap putih menurun secara nyata. Penelitian lain yang dilakukan oleh Neff et al. (2014)

(35)

19

pada ikan chinook salmon, common carp, lake trout, walleye menunjukkan bahwa proses pengolahan panggang merupakan metode pengolahan yang lebih baik dibandingkan dengan metode pengolahan goreng dan bakar karena pengolahan panggang tidak menurunkan kadar omega-3 secara nyata.

Kadar asam lemak jenuh (SFA) tertinggi pada fillet kakap putih segar dan panggang adalah asam palmitat dengan nilai masing-masing 19,81% dan 16,78%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yanar et al. (2007) menunjukkan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh paling dominan yang terdapat pada seabass (Dicentrarchus labrax), kemudian setelah dipanggang asam palmitat menurun dari keadaan segar sebesar 17,13% menjadi 16,57%. Asam stearat merupakan asam lemak yang kandungannya tinggi setelah asam palmitat pada fillet kakap putih segar dan panggang. Kadar asam stearat mengalami penurunan dari 6,16% menjadi 5,44% setelah dipanggang. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) yang menyatakan bahwa asam stearat pada seabass merupakan asam lemak yang tinggi setelah palmitat dan mengalami penurunan dari 3,90% menjadi 3,89% setelah dipanggang.

Kandungan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) tertinggi pada fillet kakap putih segar dan panggang adalah asam oleat. Kadar asam oleat mengalami penurunan setelah dipanggang, yaitu 12,40% menjadi 10,43%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gulgun et al. (2013) menunjukkan bahwa asam oleat ikan salmon (Salmo salar) menurun setelah dipanggang dari keadaan segar 31,390% menjadi 30,476%. Asam palmitoleat merupakan asam lemak tak jenuh tunggal yang memiliki kandungan tinggi setelah asam oleat. Kadar asam palmitoleat mengalami penurunan dari 5,02% menjadi 3,90% setelah dipanggang. Penelitian yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi kedua pada seabass adalah palmitoleat dengan nilai sebesar 6,09% kemudian menurun menjadi 5,89% setelah dipanggang.

Kandungan asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) tertinggi pada fillet kakap putih segar dan panggang adalah asam dokosaheksaenoat (DHA) dengan kadar masing-masing 4,65% dan 4,30%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yanar et al. (2007) menunjukkan bahwa DHA seabass berubah dari 11,59% menjadi 11,22% setelah dipanggang. Hasil penelitian lain yang dilakukan Turkkan et al. (2008) menunjukkan bahwa DHA merupakan asam lemak tidak jenuh jamak yang memiliki kandungan tertinggi pada seabass, kemudian mengalami penurunan dari keadaan segar sebesar 15,11% menjadi 14,37% setelah dipanggang. Asam arakidonat adalah asam lemak tak jenuh majemuk yang kadarnya tinggi setelah DHA, yaitu sebesar 2,73% kemudian menurun setelah pemanggangan menjadi 2,26%. Skin on fillet kakap putih memiliki kandungan DHA yang lebih tinggi dari EPA (1,40%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Turkkan et al. (2008) menunjukkan bahwa kandungan DHA pada seabass lebih tinggi dari EPA.

Perbandingan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tergolong omega-6 dengan omega-3 menentukan mutu pangan yang dikonsumsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total asam lemak omega-6 pada fillet kakap putih segar dan setelah proses pemanggangan jumlahnya lebih kecil daripada total asam lemak omega-3. Jenis, jumlah dan rasio asam lemak omega6 dan omega-3 dapat dilihat pada Tabel 5.

(36)

Tabel 5 Rasio asam lemak omega 6 dan omega 3 kakap putih segar dan panggang

Asam lemak Fillet

kakap putih segar Fillet kakap putih panggang 20 menit Fillet kakap putih panggang 30 menit Cis-5,8,11,14,17-Eikosapentaenoat (C20:5n3) 1,40 1,36 1,50 Cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksaenoat (C22:6n3) 4,65 4,52 4,30 ∑n-3 6,05 5,88 5,80 Linoleat (C18:2n6c) 2,07 1,71 2,77 -linolenat (C18:3n6) 0,31 0,28 0,28 Arakidonat (C20:4n6) 2,73 2,63 2,26 ∑n-6 5,11 4,62 5,31 n-6/n-3 0,84 0,88 0,91

Data pada Tabel 5 menunjukkan terjadinya peningkatan rasio omega-6 dan omega-3 setelah proses pemanggangan. Rasio omega-6 dan omega-3 fillet kakap putih pada keadaan segar sebesar 0,84 kemudian meningkat menjadi 0,88 (panggang 20 menit) dan 0,91 (panggang 30 menit). Rekomendasi dari HMSO (1994) tentang nilai maksimum rasio omega-6 dan omega-3 adalah 4. Simopoulos

et al. (2002) menyatakan bahwa nilai rasio omega-6 dan omega-3 yang melebihi 4

berbahaya bagi kesehatan dan memicu penyakit kardiovaskular. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio omega-6 dan omega-3 fillet kakap putih segar dan panggang masih dalam batas yang direkomendasikan.

Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih

Histologi merupakan ilmu pada bidang biologi yang mempelajari struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop cahaya dari sediaan yang dipotong tipis. Analisis histologi dalam penelitian ini dilakukan untuk menentukan perubahan struktur jaringan pada skin on fillet kakap putih segar dan panggang. Struktur jaringan fillet kakap putih segar dan panggang disajikan pada Gambar 4.

(37)

21

Gambar 4 Penampang melintang fillet ikan kakap putih segar dan panggang dengan perbesaran (40 X 10).

Keterangan : A) Jaringan fillet kakap putih segar; B) Jaringan fillet kakap putih panggang 20 menit; C) Jaringan fillet kakap putih panggang 30 menit; 1) Stratum compactum; 2) Chromatophore; 3) Miomer mulai terdegradasi; 4) Sisa mioseptum; 5) Perimisium membentuk

saluran; 6) miomer terdegradasi dan membentuk butiran; 7) Mioseptum mengalami retak ringan; 8) Mioseptum retak dan

antar miomer merenggang, tepi miomer mulus.

Gambar A menunjukkan bahwa lapisan-lapisan kulit yang masih teridentifikasi adalah lapisan stratum compactum dan lapisan kromatofor. Miomer masih terlihat kompak, namun sebagian miomer sudah mulai terdegradasi dan mengalami keretakan. Perimisium membentuk saluran. Celah antar mioseptum tidak terdapat interstitial material.

Struktur jaringan skin on fillet ikan kakap putih yang dipanggang selama 20 menit pada Gambar B menunjukkan bahwa terdapat miomer yang telah mengalami pengeroposan membentuk butiran. Miomer mengalami pengerutan sehingga jarak antar miomer menjadi lebih dekat. Pemanggangan selama 20 menit menyebabkan air terlepas dari miomer kemudian masuk ke dalam kanal. Gambar C menjelaskan bahwa fillet kakap putih yang dipanggang selama 30 menit mengalami pengerutan lebih besar dibandingkan fillet yang dipanggang selama 20 menit. Pemanggangan dengan waktu yang lebih lama ini menyebabkan lebih banyak air terlepas dari miomer kemudian keluar melalui kanal. Hal ini menyebabkan septum menyempit sehingga tidak terbentuk kanal. Perubahan struktur jaringan pada skin on fillet kakap putih panggang disebabkan oleh keluarnya sebagian besar air dari jaringan akibat suhu tinggi dan lamanya proses pemanggangan. Keluarnya air dari jaringan daging ikan ini menyebabkan miomer mengkerut. Keluarnya air dari jaringan fillet ikan kakap putih diduga melarutkan kandungan gizi lain seperti protein, vitamin, dan mineral sehingga kadar protein dan abu fillet kakap putih panggang menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Winarno (2008) bahwa air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, protein larut air, vitamin larut air, dan mineral.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Waktu pemanggangan 20 dan 30 menit menyebabkan perubahan komposisi kimia, profil asam lemak, kolesterol, dan struktur jaringan fillet kakap putih. Kadar air, protein, dan abu skin on fillet kakap putih menurun setelah dipanggang. Perbedaan waktu panggang tidak menyebabkan perubahan yang nyata terhadap komposisi proksimat dan profil asam lemak skin on fillet kakap putih. Skin on fillet kakap putih segar dan panggang mengandung 18 jenis asam lemak yang terdiri atas 9 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), 4 jenis asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan 5 jenis asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Rasio omega 6 : omega 3 skin on fillet kakap putih segar maupun panggang masih dalam batas yang direkomendasikan. Perbedaan waktu panggang menyebabkan kadar kolesterol skin on fillet kakap putih menurun secara nyata. Pemanggangan menyebabkan struktur jaringan skin on fillet kakap putih mengalami pengerutan yang semakin besar seiring lamanya waktu pemanggangan. Waktu pemanggangan 30 menit merupakan metode terpilih.

Saran

Proses ekstraksi lemak selanjutnya dapat dilakukan dengan metode ekstraksi dingin sehingga tidak mempengaruhi komposisi lemak karena pengaruh panas selama ekstraksi. Penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan komposisi kimia, asam lemak, kolesterol, dan jaringan fillet kakap putih dengan variasi pengolahan yang beragam dan bagian tubuh yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Afini I, Elfidasari D, Kadarini T, Musthofa SZ. 2014. Analisis morfometrik dan meristik hasil persilangan ikan pelangi boesemani (Melanotaenia boesemani) dan ikan pelangi merah abnormal (Glossolepis incisus). Unnes Journal of Life Science 3 (2): 112-123.

Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anantomi dan Histologi Banding

beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Bogor (ID):

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. Hlm 17-27.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian  Keterangan :      = Awal dan akhir proses
Tabel 1 Morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih (n=16)
Tabel 2 Kadar proksimat skin on fillet ikan kakap putih segar dan panggang  Komposisi kimia  Segar (%)  Panggang 20 menit
Tabel 3 Kadar kolesterol fillet kakap putih (Lates calcarifer) segar dan panggang
+4

Referensi

Dokumen terkait

adalah ikan kakap merah. Ikan kakap merah merupakan salah satu jenis ikan demersal yang banyak terdapat di perairan laut Indonesia. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh

Penelitian diawali dengan pengukuran panjang dan bobot tubuh, setelah itu dilakukan analisis proksimat yang mengacu kepada SNI 01-2891-1992 (BSN 1992), analisis asam lemak

Telah dilakukan analisis komponen asam lemak dan mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) pada ikan kakap putih ( Lates calcalifer) diekstraksi dengan petroleum benzen diperoleh

Bedasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Profil Asam Lemak Ikan Layang (Decapterus macrosoma) segar yaitu asam miristat, asam palmitat, asam

Fillet ikan kakap memiliki asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid, SFA) yang terdiri dari: asam laurat, asam tridekanoat, asam meristat, asam pentadekanoat, asam palmitat,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan teknik bleeding, penggunaan media pendingin dan interaksi antar perlakuan terhadap mutu fillet ikan kakap putih,

Bedasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Profil Asam Lemak Ikan Layang (Decapterus macrosoma) segar yaitu asam miristat, asam palmitat, asam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Asam Lemak, Kolesterol, dan Deskripsi Jaringan Daging Belut (Monopterus albus) Segar dan Rebus adalah