• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama, dan cide berarti. mengendalikan berbagai hama (Subiyakto,1991).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama, dan cide berarti. mengendalikan berbagai hama (Subiyakto,1991)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pestisida

Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama, dan cide berarti pembunuh. Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama (Subiyakto,1991).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tertulis pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. Memberantas rerumputan;

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk;

(2)

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan;

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organism renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.

Sedangkan menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act, dalam buku Sudarmo, 1992, pestisida adalah semua zat atau campuran

zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematode cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik, yang dianggap hama, kecuali virus, bacteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.

2.2. Klasifikasi Pestisida

(3)

Pestisida mempunyai sifat fisik, kimia, dan daya kerja yang berbeda-beda sehingga dikenal banyak sekali macam pestisida. Pestisida dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara sesuai dengan kepentingannya, yaitu berdasarkan organisme sasaran, aktivitas kerja, dan struktur kimianya.

2.2.1. Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Sasaran yang Akan Dikendalikan a. Insektisida berfungsi mematikan semua jenis serangga. Contohnya Bacilus

thuringiensis, diafentiuron, karbofuron, metidation, dan siromazin.

b. Akarisida berfungsi membunuh tungau atau kutu. Contohnya akrinotrin, dikofol,dan heksatiazok.

c. Mulluskisida berfungsi membunuh siput. Contohnya metahdehida, morestan,dan brestan 60.

d. Rodentisida berfungsi membunuh binatang pengerat seperti tikus.

Contohnya brodifakum, kumaklor, klorofasinon, dan kumatetralil.

e. Fungisida berfungsi membunuh jamur atau cendawan. Fungisida dapat bersifat fungitoksik (membunuh jamur) atau fungistatik (menekan pertumbuhan jamur). Contohnya difenokonazol, maneb, mankozeb, dan metalaksil.

f. Bakterisida berfungsi membunuh bakteri. Contohnya agrept, agrimycin, bacticin, dan tetrasiklin.

g. Nematisida berfungsi membunuh nematoda. Contohnya etrefos, natrium metham, dan sianazin.

(4)

h. Herbisida berfungsi membunuh gulma atau tumbuhan pengganggu.

Contohnya gramoxon, basta 200 AS, dan esteron 45 . i. Algisida berfungsi membunuh alga. Contohnya dimanin.

j. Avisida berfungsi sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol.

k. Larvisida berfungsi membunuh larva. Contohnya fenthion.

l. Piscisida berfungsi membunuh ikan. Contohnya sqouxin,dan chemish 5 EC. ()

2.2.2. Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Aktivitas Kerjanya

Dilihat dari aktivitas kerjanya dalam membunuh hama, pestisida dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya digunakan untuk membunuh serangga pengunyah, penjilat, dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut. Ada empat cara pokok penggunaannya, yaitu :

− Meracun makanan serangga

− Mencampur racun dengan bahan-bahan yang disukai serangga dan menempatkannya di tempat-tempat yang disukai sasaran

− Menyebar racun di tempat jalan lewat hewan sasaran, sehingga racun akan menempel pada anggota tubuh sasaran, dan jika dibersihkan dengan mulut akan masuk ke saluran pencernaannya.

− Mencelupkan bagian-bagian tanaman ke dalam racun.

(5)

b. Racun kontak

Racun kontak biasanya digunakan untuk membunuh serangga yang mempunyai bagian mulut untuk menggigit dan mengambil makanannya dari bawah permukaan daun atau bagian tanaman lainnya yang tidak terkena racun yang disemprotkan atau ditebarkan pada permukaan tanaman. Pestisida jenis ini membunuh sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, atau menembus saluran darah. Racun jenis ini dapat digunakan dalam bentuk cairan atau tepung.

c. Racun gas

Racun pernapasan adalah pestisida yang bekerja lewat saluran pernapasan.

Serangga akan mati bila menghirup racun dalam jumlah yang cukup. Jenis pestisida ini biasanya di gunakan hanya pada ruangan tertutup.

(Subiyakto, 1991)

2.2.3. Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Struktur Zat Kimianya

Berdasarkan struktur kimianya, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman (1993) menggolongkan pestisida menjadi :

a. Pestisida Golongan Organokorin

Golongan pestisida ini terdiri dari karbon, klorin, dan hidrogen. Beberapa bahan aktif golongan ini telah dilarang penggunaannya di Indonesia karena sangat berbahaya bagi kehidupan maupun lingkungan. Hal ini disebabkan organoklorin meninggalkan residu yang sulit terurai dan dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Organoklorin sangat stabil baik di

(6)

tanah, air, maupun di dalam jaringan tanaman dan hewan. Pestisida ini tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas atau sinar ultraviolet. Tiga sifat utama golongan ini adalah : merupakan racun yang universal; degradasinya berlangsung sangat lambat; dan larut dalam lemak. Jika masuk ke dalam tubuh manusia maka pestisida ini akan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak. Yang termasuk ke dalam golongan organoklorin adalah DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroetana), HCH (Hexaclorocyclohexane), cyclodines, dan Polychloroterpane.

b. Pestisida golongan organofosfat

Golongan ini sering disebut organic phosphates yang merupakan derivat dari phosphoric acid. Struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas saraf dan sangat toksik bagi hewan bertulang belakang.

Pestisida ini bersifat non persisten dan tidak stabil sehingga dapat menggantikan organoklorin. Jalur masuk pestisida ini ke dalam tubuh adalah melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, dan pernapasan. Di dalam darah pestisida ini akan berikatan dengan ezim kholinesterase yang berfungsi mengatur kerja saraf. Yang termasuk ke dalam golongan pestisida ini adalah tetraethyl pyrophosphate, parathion, dan diazinon.

c. Pestisida golongan karbamat

Sifat pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Pestisida ini masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan pernapasan.

(7)

Bahan aktif ini akan memengaruhi aktivitas enzim kholinesterase apabila masuk ke dalam tubuh. Beberapa pestisida yang termasuk golongan ini yaitu Karbaril dan Methanil telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp.

d. Pestisida golongan senyawa biprilidium

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung dalam Herbisida gramoxone.

e. Pestisida golongan arsen

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen Pentoksida Dihidrat, yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah. Umumnya masuk kedalam tubuh melalui mulut dan pernafasan.

2.3. Formulasi Pestisida

Formulasi pestisida tidak dijual begitu saja dalam bentuk yang murni. Bahan aktif murni biasanya bersifat sangat beracun dan sulit larut dalam air sehingga penggunaannya di lapangan tidak efektif. Karena itu, bahan aktif pestisida biasanya diformulasikan terlebih dahulu dengan cara mencampur bahan-bahan pembantu, seperti solvent (bahan pelarut), emulsifier (bahan pembuat emulsi), diluents (bahan pembasah atau pengencer), carrier (bahan pembawa), dan kadang synergist (bahan

(8)

untuk meningkatkan efikasi pestisida). Secara umum formulasi pestisida dapat dibedakan menjadi formulasi cair dan formulasi padat. (Djojosumarto, 2008)

2.3.1. Formulasi Cair

Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang dapat diemulsikan (EC), pekatan yang larut dalam air (SL), pekatan dalam air (AC), pekatan dalam minyak (OC), aerosol (A), dan gas yang dicairkan (LG).

a. Pekatan yang dapat diemulsikan (emulsifiable concentrate)

Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleh singkatan ES (Emulsifiable Solution), WSC (Water Soluble Concentrate), E (Emulsifiable), S (Solution). Komposisi pestisida cair

biasanya terdiri atas tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata.

b. Pekatan yang larut dalam air

Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentrate (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air, kemudian disemprotkan.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SL di belakang nama dagangnya.

c. Pekatan dalam air

Formulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate (AC) merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya pestisida yang

(9)

diformulasikan sebagai pekatan dalam air adalah bentuk garam dan herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang termasuk golongan ini mempunyai kode AC di belakang nama dagangnya.

d. Larutan dalam minyak

Pekatan dalam minyak atau Oil Miscible Concentrate (OL) adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatic seperti xilin stsu nafta. Formulasi ini biasanya digunakan setelah diencerkan dalam hidrokarbon yang lebih murah seperti solar kemudian disemprotkan atau dikabutkan (fogging). Pestisida yang termasuk formulasi ini biasanya mempunyai kode OL di belakang nama dagangnya.

e. Aerosol

Formulasi ini adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik. Ke dalam larutan ini ditambahkan gas yang bertekanan dan kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi kemasan yang siap pakai dan dibuat dalam konsentrasi yang rendah. Pestisida formulasi ini mempunyai kode A di belakang nama dagangnya.

f. Gas yang dicairkan atau Liquefied Gases

Formulasi ini adalah pestisida bahan aktif dalam bentuk gas yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu kemasan. Formulasi pestisida ini digunakan dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan ke dalam tanah. Pestisida yan termasuk formulasi ini mempunyai kode LG di belakang nama dagangnya. (Deptan, 2011)

(10)

2.3.2. Formulasi Padat a. Butiran (granulars)

Butiran umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi rendah.

Pestisida butiran digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan. Formulasi butiran ini hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Pada nama belakang pestisida biasanya tercantum singkatan G atau WDG (Water Dispersible Granule).

b. Pekatan Debu

Pekatan debu atau Dust Concentrate (DC) adalah tepung kering yang mudah lepas dengan ukuran 75 mikron, yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang cukup tinggi, berkisar 25% - 75%. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode DC di belakang nama dagangnya.

c. Debu (Dust)

Komposisi pestisida formulasi debu biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa. Dalam bidang pertanian pestisida jenis ini jarang digunakan karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja pestisida yang dapat mengenai sasaran. Ukuran partikel debu kurang dari 70 mikron. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.

d. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (Wettable Powder)

Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat yang harus dibasahi dengan air terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memberantas jasad sasaran. Hasil

(11)

campurannya dengan air berbentuk suspense. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air melainkan hanya bercampur saja. Oleh karena itu sewaktu menyemprot harus sering-sering mengaduk atau menggoyang tangki penyemprot.

e. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder)

Pestisida ini mirip dengan Wettable Powder dimana dalam penggunaannya harus ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya dalam air.

Wettable powder tidak larut dalam air sedangkan water-soluble powder larut

dalam air. Kandungan bahan aktif formulasi ini biasanya tinggi.

f. Umpan

Formulasi umpan atau Block Bait adalah campuran bahan aktif pestisida dengan bahan penambah yang inert. Formulasi ini biasanya berbentuk bubuk, pasta, atau butiran. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode BB di belakang nama dagangnya.

g. Tablet

Formulasi ini ada 2 macam, bentuk pertama tablet yang terkena udara akan menguap menjadi fumigant. Bentuk ini akan digunakan untuk fumigasi di gudang atau perpustakaan. Pestisida dalam formulasi ini mempunyai kode TB di belakang nama dagangnya. Sedangkan formulasi kedua adalah tablet yang merupakan umpan racun perut untuk membunuh kecoa.

2.3.3. Padatan Lingkar

(12)

Formulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Formulasi ini mempunyai kode MC di belakang nama dagangnya.

(Deptan, 2011)

2.4. Aplikasi Pestisida

Teknik aplikasi pestisida pertanian mempelajari cara mengaplikasikan pestisida pertanian agar mendapatkan hasil yang optimal dengan risiko yang sekecil- kecilnya. Teknik aplikasi memegang peranan penting dalam upaya pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara kimiawi karena teknik aplikasi ini merupakan “jembatan penghubung” antara produk perlindungan tanaman (pestisida) dan OPT sasarannya. Oleh karena itu penggunaan pestisida harus memperhatikan tiga azas berikut (Djojosumarto,2000):

a. Penggunaan secara legal, yakni penggunaan pestisida pertanian yang tidak bertentangan dengan semua peraturan yang berlaku di Indonesia.

b. Penggunaan secara benar, yaitu penggunaan pestisida sesuai dengan metode aplikasinya, sehingga pestisida yang diaplikasikan mampu menampilkan efikasi biologisnya yang optimal. Dengan kata lain, penggunaan pestisida harus efektif dan mampu mengendalikan OPT sasaran seperti yang dinyatakan dalam label atau petunjuk penggunaannya.

c. Penggunaan pestisida secara bijaksana, adalah :

(13)

1. Penggunaan pestisida yang mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan risiko (risk management), untuk menjamin keselamatan pengguna, konsumen, dan lingkungan.

2. Penggunaan pestisida sejalan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT)

3. Penggunaan pestisida yang bijaksana juga berarti penggunaan pestisida yang ekonomis dan efisien.

Sedangkan dalam Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida yang dikeluarkan Deptan (2011), dikatakan penggunaan pestisida secara bijaksana adalah penggunaan pestisida yang mengikuti lima prinsip, yaitu:

1. Tepat Sasaran

Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, sebaiknya tentukan pula unsur-unsur abiotisnya.

2. Tepat Jenis

Setelah diketahui hasil analisis agro ekosistem, maka dapat ditentukan jenis pestisida yang harus digunakan, misalnya: untuk hama serangga gunakan insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida.

3. Tepat Waktu

Waktu pengendalian yang paling tepat harus ditentukan berdasarkan : 3.1.Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya

stadium larva instar I, II, dan III.

(14)

3.2.Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi pestisida berdasarkan Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi.

3.3.Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik.

3.4.Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

4. Tepat Dosis

Gunakan dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri Pertanian. Untuk itu, bacalah label kemasan Pestisida. Jangan melakukan aplikasi pestisida dengan dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan anjuran, karena dapat menimbulkan dampak negatif.

5. Tepat Cara

Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dan anjuran yang ditetapkan.

2.4.1. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) a. Pestisida Digunakan sebagai Alternatif Terakhir

Penggunaan pestisida hendaknya dilakukan sebagai alternatif terakhir apabila alternatif pengendalian lain yang digunakan tidak berhasil. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari/mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan mengurangi residu.

b. Pengendalian Hama dengan Pestisida Dilakukan Berdasarkan Nilai Ambang Pengendalian (AP) atau Ambang Ekonomi (AE). Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama yang

(15)

digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian.

Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekomoni dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).

c. Menggunakan Pestisida yang Terdaftar dan Diijinkan Menteri Pertanian Tidak dibenarkan menggunakan pestisida yang tidak terdaftar dan tidak mendapat ijin dari Menteri Pertanian, karena tidak diketahui kebenaran mutu dan efektivitasnya serta keamanan bagi lingkungan.

d. Menggunakan Pestisida Sesuai dengan Jenis Komoditi dan Jenis Organisme Sasaran yang Diijinkan

Pemberian ijin dilakukan berdasarkan terpenuhinya oersyaratan criteria teknis yang meliputi pengujian fisiko-kimia, pengujian efikasi, dan pengujian toksisitas. Dengan demikian penggunaan pestisida harus sesuai dengan komoditi dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.

e. Memperhatikan Dosis dan Anjuran yang Tercantum pada Label

Efektivitas penggunaan pestisida diperoleh melalui penggunaan dosis yang tepat. Ketidaktaatan dalam menggunakan dosis pestisida dapat menyebabkan resistensi yang akan semakin merugikan petani.

f. Memperhatikan Kaidah-Kaidah Keselamatan dan Keamanan Penggunaan Pestisida

(16)

Menyadari bahwa pestisida adalah bahan kimia beracun, maka penggunaannya harus dilakukan decara hati-hati sesuai ketentuan yang dianjurkan, seperti menggunakan alat pelindung diri dan lain-lain. (Deptan 2011)

2.4.2. Metode Aplikasi Pestisida

Pestisida dapat diaplikasikan dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa cara pengaplikasian pestisida yaitu:

a. Penyemprotan (Spraying)

Metode ini merupakan cara paling banyak digunakan oleh petani di Indonesia. Diperkirakan 75 % penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, baik penyemprotan di darat (ground spraying) maupun penyemprotan di udara (aerial spraying).Dalam penyemprotan pestisida dicampur dengan air terlebih dahulu.

b. Pengasapan (Fogging)

Pengasapan adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Pada metode ini pestisida biasanya dicampur dengan solvent (minyak) dan dipanaskan sehingga membentuk kabut asap atau fog. Cara ini banyak digunakan untuk pengendalian hama gudang dan penegndalian vektor lingkungan.

c. Penghembusan (Dusting)

(17)

Cara penghembusan dilakukan pada pestisida yang berbentuk tepung hembus (Dust). Alat yang digunakan adalah alat penghembus yang disebut duster. Aplikasi formulasi ini hanya untuk pengendalian hama di gudang.

d. Penaburan granula (Granule Distribution)

Metode ini digunakan untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran.

Penaburan dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan kondisinya, yaitu:

1. Disebar langsung di sekitar pekarangan tanaman, 2. Di lubang tanam,

3. Di sekitar leher akar, atau

4. Dicampur dengan media tanam untuk budidaya dalam pot.

e. Perawatan benih (seed dressing)

Perawatan benih adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama dan penyakit. Cara penggunaannya adalah dengan menaburkan pestisida ke dalam kantung plastik dan memasukkan benih ke dalamnya kemudian dikocok hingga benih terselimuti pestisida. Pestisida yang digunakan adalah formulasi SD dan ST.

f. Pencelupan (Dipping)

Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bahan tanaman (bibit, cangkok, atau stek) ke dalam larutan pestisida.

g. Fumigasi (fumigation)

(18)

Fumigasi digunakan untuk melindungi hasil panen (misalnya biji-bijian) dari kekrusakan karena hama atau penyakit di tempat penyimpanan.

Fumigant dimasukkan ke dalam gudang yang selanjutnya akan membentuk gas beracun untuk membunuh organisme sasaran.

h. Injeksi (Injection)

Metode ini dilakukan dengan memasukkan pestisida ke dalam batang tanaman, baik dengan menggunakan alat khusus (injector atau infus) maupun dengan mengebor batang tanaman.

i. Penyiraman (Drenching)

Penyiraman dilakukan dengan menuangkan pestisida di sekitar akar tanaman untuk mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran.

j. Pengolesan

Hal ini dilakukan dengan mengoleskan pestisida pada batang tanaman yang terinfeksi, misalnya terserang jamur. (Djojosumarto,2000).

2.4.3. Teknik Aplikasi Pestisida

Pestisida memiliki sifat racun yang dapat membahayakan makhluk hidup dan merusak lingkungan. Oleh karena itu penggunaannya harus dilakukan dengan berhati- hati. Menurut Djojosumarto (2008), penggunaan pestisida meliputi kegiatan berikut :

2.4.3.1. Memilih Pestisida

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pestisida yang akan digunakan. Pertama adalah jenis organisme pengganggu yang menjadi sasaran.

(19)

Hal ini penting karena masing-masing pestisida hanya manjur terhadap organisme tertentu saja. Kedua, pastikan formulasi pestisida yang paling tepat digunakan pada tanaman. Pemilihan formulasi ini hendaknya disesuaikan dengan alat yang akan digunakan untuk mengaplikasikan pestisida. Bila alat yang dimiliki adalah alat penyemprot, maka sebaiknya memilih pestisida dengan formulasi cair. Bila tidak ada alat sama sekali, maka pilih pestisida yang dengan formulasi butiran. Ketiga, memilih pestisida dalam kemasan kecil agar habis sekali pakai. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bahaya keracunan selama penyimpanan. Keempat, memilih pestisida yang terdaftar dan telah mendapat izin dari Departemen Pertanian yang dilengkapi wadah atau pembungkus asli dan label resmi. Hal ini dilakukan karena pestisida yang tidak berlabel resmi tidak dijamin kemanjurannya.

2.4.3.2. Menyimpan Pestisida

Pestisida harus selalu disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak. Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Disimpan di tempat yang khusus dan dikunci sehingga terhindar dari jangkauan anak-anak, jauh dari tempat makanan, minuman, dan api. Ruangan penyimpanan sebaiknya memiliki ventilasi yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung, dan tidak terkena hujan. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya kemanjuran pestisida. di dalam ruang penyimpanan pestisida juga sebaiknya disediakan air, sabun atau detergen, serta pasir, serbuk gergaji, kapur, atau tanah untuk menyerap pestisida apabila sewaktu-waktu pestisida

(20)

tersebut tumpah.sebaiknya tersedia juga wadah yang kosong untuk mengganti wadah pestisida yang bocor (Sudarmo,1992).

2.4.3.3. Mencampur Pestisida

Dua macam atau lebih pestisida apabila dicampur bisa menimbulkan interaksi sinergik, aditif, atau antagonistik. Pestisida yang bila dicampur menimbulkan reaksi antagonistik berarti pestisida tersebut tidak dapat dicampur. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pencampuran pestisida adalah sifat asam basanya.

Pestisida yang sama-sama bersifat asam atau sama-sama bersifat basa apabila dicampur tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya senyawa garam pada pencampuran dapat mengurangi daya bunuh pestisida. (Wudianto,2001)

Menurut Djojosumiarto (2000), pencampuran pestisida yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Sasarannya berbeda, misalnya pada suatu pertanaman di saat yang bersamaan didapati penyakit dan hama.

b. Pestisida yang diicampur tidak menimbulkan efek buruk, misalnya tidak menggumpal, tidak “membakar” tanaman.

c. Pencampuran dilakukan untuk menimbulkan sinergisme atau memperkuat efikasi pestisida tersebut.

d. Pencampuran dilakukan untuk memperluas spectrum pengendalian hama, misalnya pencampuran fungisida dan herbisida.

e. Pencampuran dilakukan untuk memecahkan OPT yang sudah resisten atau menunda resistensi.

(21)

Sedangkan pencampuran yang tidak boleh dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Sasarannya sama b. Bahan aktifnya sama

c. Pencampuran menimbulkan efek buruk, seperti fototoksik, antagonisme, atau penggumpalan

d. Dikhawatirkan akan menimbulkan cross resistance e. Pencampuran membahayakan keselamatan kerja

2.4.3.4. Menyemprot Pestisida

Sebelum disemprotkan, formulasi pestisida biasanya dicampur dengan air.

Pencampuran dengan air sebaiknya dilakukan di tempat dengan sirkulasi udara yang lancar. Di tempat tertutup pestisida memiliki daya racun lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan. Selain itu, pencampuran pestisida sebaiknya dilakukan jauh dari anak-anak.

Untuk mencampur pestisida dengan air, pertama buka tutup kemasan dengan hati-hati agar pestisida tidak berhamburan atau memercik mengenai bagian tubuh. Setelah itu tuangkan ke dalam gelas ukur, timbangan, atau alat pengukur lain dalam drum atau ember khusus. Tambahkan air sesuai dosis dan konsentrasi yang dianjurkan. Pencampuran pestisida sebaiknya tidak dilakukan di dalam tangki penyemprot karena sulit memastikan apakah pestisida sudah tercampur sempurna atau belum. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika penyemprotan adalah:

(22)

a. Pada waktu menyemprot, pelaksana harus memakai perlengkapan keamanan seperti sarung tangan, baju lengan panjang, celana panjang, topi, sepatu kebun, dan masker bersih untuk menutup hidung selama penyemprotan.

b. Jangan menyemprot ketika angin kencang karena dapat menyebabkan pestisida tidak mengenai sasaran. Penyemprotan sebaiknya dilakukan searah dengan arah angin agar mengurangi risiko terkena pestisida.

c. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik yaitu antara pukul 08.00 – 11.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 – 1800 WIB.

d. Selama penyemprotan tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.

e. Penyemprot sebaiknya telah berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian tubuh yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.

f. Pada area yang telah disemprot pestisida dipasang tanda bahaya.

g. Seorang penyemprot tidak dibenarkan melakukan penyemprotan secara terus menerus lebih dari empat jam dalam sehari. (Deptan, 2011)

2.4.3.5. Membuang Sisa Pestisida

Setelah melakukan aplikasi pestisida, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/disimpan terus di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada

(23)

tanaman hingga habis. Tidak membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat, karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

b. Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin sebelum disimpan. Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur, serta jauhkan dari jangkauan anak-anak.

c. Air bekas cucian sebaiknya tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air, atau lingkungan perairan lainnya.

d. Memusnahkan/ membakar kantong/wadah bekas pestisida atau bekas pestisida, atau menguburnya ke dalam tanah di tempat yang aman.

e. Cuci pakaian yang digunakan selama penyemprotan pestisida.

f. Setelah selesai bekerja dengan pestisida segera cuci tangan dan mandi dengan air bersih dan menggunakan sabun. (Djojosumiarto, 2000)

2.5. Keracunan Pestisida

Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis, dan dapat pula berakibat racun akut apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup (Wudianto,2001).

Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Quijano, 1999):

1. Keracunan akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsungpada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakitdada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih,

(24)

kram, diare, sulit bernafas,pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2efek, yaitu:

a. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkenakontak langsung dengan pestisida. Biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.

b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.

2. Keracunan kronis

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatanmembutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang inidapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkenapestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, systemkekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker. Bayi juga dapat terkena pestisidaketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.

2.6. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

(25)

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diaati oleh pihak luar (Notoatmodjo,2007)

Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan) dari luar. Oleh karena itu, perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon. Skinner membedakan respon tersebut menjadi dua yaitu:

1. Respondent respons atau reflective, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Perilaku tertutup (covert behavior), yaitu respon yang terselubung atau tertutup terhadap stimulus. Respon ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka yang dengan mudah dapat dilihat orang lain.

Respon yang diberikan terhadap stimulus sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain pada orang yang bersangkutan. Meskipun stimulusnya sama tapi respon yang diberi satu orang bisa saja berbeda dengan orang lain. Faktor-faktor

(26)

yang membedakan respon disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo dalam buku Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (2003), terdapat dua determinan perilaku, yaitu:

1. Determinan internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, dan jenis kelamin.

2. Determinan eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia menjadi tiga domain, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Di dalam perkembangannya, teori Blum ini diimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu:

2.6.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu tindakan seseorang (over behavior).

1. Proses adopsi perilaku

Menurut Rogers (1974), sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,

(27)

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Ada enam tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif, yakni:

a. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis), diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis), menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

(28)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden.

2.6.2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2003)

1. Komponen sikap

Dalam Allport (1954) seperti yang dikutip Notoatmodjo (2003), dijelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak.

2. Berbagai tindakan sikap

Sikap memiliki beberapa tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

b. Merespon (responding), diartikan bahwa orang mau memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

(29)

c. Menghargai (valuing), diartikan bahwa orang mau mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible), diartikan bahwa orang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Pengukuran secara langsung dilakukan dengan menanyakan pendapat atau pernyataan responden tentang suatu objek, sedangkan pengukuran tidak langsung dilakukan dengan memberikan hipotesis-hipotesis dan kemudian menanyakan pendapat responden.

2.6.3. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum tentu terwujud menjadi tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, dan dukungan pihak lain. Praktik mempunyai beberapa tingkatan, yakni:

a. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respons terpimpin (guided respons), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (Mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar dan secara otomatis menjadi kebiasaan.

(30)

d. Adopsi (Adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan wawancara atau observasi langsung terhadap kegiatan responden. (Notoatmodjo,2003)

2.7. Kerangka Pikir

Tindakan Penggunaan

Pestisida - Pemilihan - Penyimpanan - Pencampuran - Penyemprotan Sikap

Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Seorang wanita yang mempunyai tingkat pen- didikan tinggi cenderung untuk menjadi wa- nita karier seperti terlihat pada Tabel 1 bahwa responden di Jurang Ombo yang secara umum

Saran dalam penelitian ini adalah Dosen sebaiknya menggunakan model pembelajaran tutor sebaya pada mata kuliah yang ada pada Prodi Tata Kecantikan, karena dengan model

Etalase, pada fasade bangunan juga terdapat etalase yang merupakan fasilitas promosi pada sebuah bangunan pusat perdagangan.. Etalase ini

berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk melakukan optimasi penggunaan lahan berdasarkan ketersedian sumber daya air, maka dalam pengembangan di wilayah

Instrumen keuangan utama yang digunakan Perusahaan, dari instrumen keuangan yang mana risiko timbul, meliputi kas dan bank, kas dibatasi penggunaannya, piutang usaha,

Berkaitan dengan regulasi yang mengatur tentang biaya pernikahan, terdapat perubahan yang mendasar. Sebelumnya, biaya pencatatan nikah dan rujuk diatur dalam PP. 48 Tahun 2004

Simulasi skenario model eksisting ekowisata KP2K MS2B dengan laju % pertambahan keragaman hayati pulau (KHP) dan kealamian (KAP) sebesar 2% menghasilkan ekologi

Ia juga mengatakan, ada be- berapa potensi terjadinya pe- mungutan suara ulang, misalnya jika lebih dari satu pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, dan tidak memiliki KTP-