• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. Tinjauan Pustaka"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II. Tinjauan Pustaka

A. Pisang Raja Bulu

Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman buah-buahan yang paling populer di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan klasifikasinya, pisang Cavendish termasuk dalam

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa spp.

Nama genus Musa diduga berasal dari bahasa Arab tanaman pisang (Mouz) (Hyam & Pankhurst 1995). Genus Musa merupakan anggota dari keluarga Musaceae yang terdapat satu genus lainnya yaitu Ensete dan tergantung dari taksonomi bisa juga termasuk dalam genus monotypic Musella (Constantine & Rossel 2001). Semua genus yang monokotil dan setcara teknis didefinisikan sebagai tanaman herba meskipun salah satu spesies dapat mencapai tinggi 15 meter (DHAOGTR 2008)

Pisang (Musa parasidiaca) adalah salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya luas panen dan produksi pisang yang selalu menempati posisi pertama. Selain besarnya luas panen dan produksi pisang, Indonesia juga merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia, yang memberikan peluang untuk pemanfaatan dan komersialisasi pisang sesuai kebutuhan konsumen (DEPERTAN, 2005).

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L.AAB Group) termasuk pisang komersial. Pengertian komersial di sini adalah banyak terdapat di pasaran, baik dipasar umum maupun supermarket. Pisang Rajabulu tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu.

Warna daging buahnya kuning berbintik coklat. Bobot tiap tandannya 7-10 kg dengan bobotrata-rata per buah 110-120 g. Satu tandan terdiri dari 6-7 sisir dan setiap sisirnya 10-15 buah. Panjang buahnya 12-18 cm dan

5

(2)

commit to user

diameternya 6-6,5 cm. Pisang Rajabulu memiliki nilai keungggulan dari segi rasa (lebih manis dan legit), penampilan buah menarik, kandungan karoten sangat tinggi serta memiliki total gula yang rendah. Disamping itu nilai glikemiks indeks cukup baik (54% dari standar glukosa) (PKBT 2007).

Pisang Raja memiliki ukuran buah yang cukup besar, dengan diameter 3,2 cm dengan panjang 12-18 cm. Kulit buah pisang Raja tebal berwarna kuning berbintik-bintik hitam bilamana buah sudah matang. Pisang Raja umumnya berbentuk melengkung dan daging buah yang sudah matang berwarna kuning kemerahan, bila dimakan terasa legit dan manis dengan aroma harum (Cahyono 2016). Pisang merupakan makanan utama keempat didunia setelah padi, gandum dan jagung (Arias et al 2003).

Kebutuhan pisang dipasaran tidak diimbangi dengan produksi yang ada. Kendala utama dalam produksi pisang diantaranya adalah ketersediaan bibit tanaman yang murah dan unggul untuk budidaya masal. Bahan tanam tanaman pisang yang biasa digunakan adalah hasil anakan pisang (tunas baru) yang tumbuh disekitar induk tanaman. Hal ini menyebabkan budidaya pisang berjalan lambat dan cenderung merugikan. Solusinya adalah perbanyakan pisang dengan teknik kultur jaringan, yang mana teknik kultur jaringan ini mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan waktu relatif singkat (Eriansyah et al. 2014).

Pisang kultivar raja bulu merupakan salah satu pisang yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Kultivar tersebut pada kenyataannya secara genetik beragam. Oleh karena itu seleksi untuk mendapatkan kultivar raja bulu yang unggul perlu dilakukan. Teknologi perbanyakan secara vegetatif telah ditemukan yaitu dengan teknik kultur jaringan yang dapat menghasilkan bibit dalam jumlah besar. Kultur jaringan dalam penerapannya pada pisang raja bulu termasuk sulit karena kandungan senyawa fenolik yang tinggi. Senyawa fenolik mengakibatkan terjadinya blackening karena oksidasi senyawa fenolik tersebut, yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan jaringan (Hapsoro et al. 2015).

B. Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah salah satu metode perbanyakan tanaman yang menjadi pemecah masalah dalam perbanyakan tanaman secara konvensional. Kultur jaringan dapat dilakukan dengan mengisolasi salah satu bagian dari tanaman serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik,

(3)

commit to user

sehingga bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi dan berkembang menjadi tanaman lengkap (Isnaeni 2008).

Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi bagian tanaman yang meliputi protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya pada media buatan dalam kondisi aseptik di dalam ruangan yang terkontrol sehingga bagian-bagian tenaman tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap (Yunus et al 2010).

Menurut Gunawan (1988), dasar dari teknologi kultur jaringan adalah teori totipotensi sel yang menyatakan bahwa setiap sel merupakan suatu satuan otonomi dan mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Tahapan yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan secara umum antara lain pemilihan eksplan dari pohon induk, inisiasi, multiplikasi, pengakaran dan aklimatisasi (Acquaah 2004).

Menurut Yunus et al (2010), Totipotensi dapat diartikan sebagai potensi atau kemampuan sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika ditempatkan pada media dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi menegani pertumbuhan dan perkmbangan suatu organisme terdapat di dalam sel, namun yang menunjukan keberhasilan terbaik dari sifat totipotensi adalah sel meristematik.

Teknologi kultur jaringan mempunyai banyak keuntungan selain menghasilkan benih bebas penyakit juga memberikan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetatif secara konvensional. Teknologi kultur jaringan juga dapat menghasilkan benih tanaman yang seragam, tersedia benih sepanjang tahun, dapat memproduksi benih secara masal dalam waktu singkat serta dapat mencukupi kebutuhan benih (Dubois el al 2007).

Keuntungan lain yang dapat diperoleh melalui perbanyakan dengan teknologi kultur jaringan adalah umur tanaman berbunga dan berbuah lebih cepat yaitu sekitar 9 bulan sehingga waktu panen dapat dipersingkat 3 sampai 4 bulan dibandingkan dengan benih yang diperoleh dari cara lain.

Benih tanaman yang diperoleh juga akan mempunayi sifat-sifat yang sama dengan induknya, serta waktu panen yang bersamaan sehingga akan memudahkan pemasaran. Kualitas dan kuantitas buah pisang yang

(4)

commit to user

dihasilkan akan lebih tinggi dibanding dengan perbanyakan dengan cara konvensional (Cahyono 1995).

Tahap inisiasi kultur merupakan tahapan yang dilakukan pada waktu penananman eksplan yang diambil dari alam ke media kultur. Faktor penting yang dilakukan pada tahap ini adalah mensterilkan jaringan tanaman agar dapat diperoleh eksplan yang bebas dari kotaminasi mikroba. Umumnya tahap inisiasi pada pisang membutuhkan waktu satu bulan dan menggunakan zat pengtur tumbuh dari golongan sitokinin dan auksin dengan konsentrasi yang lebih tinggi serta berbeda-beda pada masing- masing varietas (Yunus et al 2010).

C. Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan

Zat pengatur tumbuh merupakan zat yang mempengaruhi tanaman.

Pengaruh tersebut antara lain proses fisiologi tanaman seperti pertumbuhan, diferensiasi, dan perkembangan tanaman serta pembukaan stomata, serapan hara, translokasi dan lain sebagainya (Harjadi, 1996).

Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dan mempengaruhi pertumbuhan serta morfogenesis adalah sitokinin dan auksin. Interaksi dan perimbangan zat pengatur tumbuh yang diberikan media dan yang diproduksi oleh sel akan mempengaruhi arah perkembangan suatu kultur (Isnaeni, 2008).

NAA (Napthalen Acetic Acid) merupakan golongan auksin sintesis yang mempunyai sifat lebih stabil daripada IAA, karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh sel atau oleh pemanasan pada proses sterilisasi (Gamborg and Wetter 1975).

Zat pengatur tumbuh yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah kombinasi antara hormon sitokinin dan hormon auksin.

Auksin merupakan komponen yang menstimulasi pembentukan akar, menghambat pembentukan tunas dan berperan dalam embriogenesis.

Sitokinin merupakan komponen yang menstimulasi pembentukan tunas, perberan dalam pertumbuhan dan menghambat pembentukan tunas.

Kombinasi antara Auksin dan Sitokinin merupakan suplemen dalam mengatur pembelahans sel, pemanajangan sel, diferensiasi sel dan pembentukan organ. (Doodds and Roberts 1995).

Sitokinin berperan dalam morfogenesis yaitu pembentukan tunas.

Pengaruh jenis sitokinin yang paling menonjol terhadap pembentukan tunas

(5)

commit to user

adalah Benzylaminopurine (BAP) karena merangsang pertunasan dalam kultur, namun konsentrasinya berbeda-beda. Konsentrasi BAP pengaruhnya berbeda terhadap jumlah tunas dan jumlah daun. Konsentrasi BAP yang tinggi akan merangsang pembentukan tunas, tapi menekan pembentukan daun serta pertambahan tinggi tunas (Tilaar dan Sompotan 2007).

Sitokinin yang umum dipakai adalah BAP (6-Benzyl amino purin) dan Kinetin (6-furfurylaminopurine). Pada tanaman pisang BAP merupakan sitokinin yang paling efektif untuk merangsang penggandaan. Semakit meningkat konsentrasi BAP semakin meningkatkan penggandaan tunas.

NAA diberikan pada media untuk mengimbangi BAP dalam mempengaruhi respon fisiologis sebagai pendorong perpanjangan sel dan pembentukan akar yang penting saat morfogenesis planlet yang dihasilkan (Kasutjianingati dan Boer 2013).

Nisak et al. (2012) menjelaskan bahwa pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel. Sitokinin merupakan hormon tumbuh yang sangat penting untuk pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Bentuk dasar dari sitokinin adalah “adenin” (6-amino purin).

Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Salah satu sitokinin sintetik yang mempunyai aktivitas tinggi dalam memacu pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman adalah BAP. Zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam golongan sitokinin selain BAP yaitu zeatin, thidiazuron dan kinetin. Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP dan kinetin. BAP adalah sitokinin yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan terhadap oksidasi serta paling murah diantara sitokinin lainnya (Fahmi 2014).

Penambahan hormon auksin dalam konsentrasi yang rendah dapat memacu pembentukan tunas pada eksplan (Susilawati 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai kultur jaringan pisang yang dilakukan oleh Srivastava et al. (2012) yang menyatakan bahwa induksi tunas pisang

(6)

commit to user

terbaik diperoleh pada media MS dengan tambahan BAP 6 ppm dan IAA 1 ppm, juga penelitian pada tanaman Albizia lebbeck oleh Perveen et al.

(2011) yang menyatakan bahwa penambahan BAP 7,5 ppm dan NAA 0,5 ppm memberikan hasil tertinggi terhadap jumlah dan panjang tunas A.

Lebbeck.

Sitokinin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang penting dalam proses pembelahan dan morfogrenesis. Pernambahan sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin pada media, berpegaruh terhadap pembentukan batang dan akar. Perbandingan konsentrasi sitokinin dan auksin yang tepat dapat membantu diferensiasi secara in vitro (Karjadi dan Buchory 2008).

Hasil penelitian mikropropagase pisang abaca menunjukkan bahwa penambahan ZPT sitokinin jenis BAP (Benzil Amino Purin) dengan konsentrasi 5 ppm memberi hasil terbaik dengan rata-rata 8,6 tunas mikro per eksplan dan tinggi rata-rata 2,49 cm (Avivi S dan Ikrarwati, 2004).

Penelitian yang dilakukan Ernawati et al (2005) diperoleh bahwa perlakuan ZPT auksin 0.5 ppm jenis NAA menghasilkan jumlah tunas rata-rata lebih banyak yaitu 6.8 tunas dibandingkan perlakuan ZPT auksin 3.0 ppm jenis IAA dengan jumlah tunas rata-rata 4.2 tunas.

Menurut penelitian yang dilakukan Arora et al (1996) mengenai perbanyakan in vitro umbi pada media MS dengan penembahan BAP 5 ppm eksplan mulai muncul 4 sampai 8 tunas mada umur 8 minggu setelah tanam.

Menurut Pratiwi dan Rahayu (2013), dalam penelitiannya dalam pertumbuhan eksplan alfalfa diperoleh penggunaan hormon NAA dan BAP yang optimal untuk perkembangan kalus BAP 1,5 ppm dan NAA 3 ppm sedangkan untuk menghasilkan tunas yaitu BAP 1 ppm tanpa NAA. Menurut hasil penelitian Avivi S dan Ikrarwati (2004), mengatakan perlakuan BAP pada konsentrasi 5 ppm memberikan hasil terbaik pada parameter kemunculan tunas yaitu sekitar 32 hari setelah tanam, konsentrasi BAP 6 ppm menghasilkan jumlah tunas tertinggi yaitu 9 tunas per eksplan, konsentrasi NAA 1 ppm memberikan hasil pertummbuhan akar terbaik yaitu akar muncul pada 9 hari setelah tanam dan dengan jumlah akar 6.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pada masukan berupa tangga satuan ( step ), sistem suspensi aktif yang dirancang dapat menekan harga puncak menjadi 12,57 cm dari 15,71 cm dan waktu mantap

Yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Kepercayaan diri Petugas Protokoler terhadap

Begitu juga pada pasar modal, perasuransian, dana pensiun, pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainya yang setelah terbentuknya undang-undang no 21 tahun 2011

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang terbiasa sarapan pagi setiap hari sebesar 71,7% dengan rata-rata energi sarapan 243 kilokalori, ketersediaan sarapan pagi

Memproduksi sistem merupakan tahap dimana iklan yang telah dirancang diwujudkan secara nyata dalam sebuah video. Pada tahap ini pembuatan desain grafis yang mendukung

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh penulis pada koperasi Credit Union (CU) Sohagini Lahusa Gomo bahwa dalam beberapa tahun terakhir koperasi ini

Namun era modern telah membuktikan banyak hal yang tidak rasional dan bertentangan dengan narasi besar itu seperti perang dua II, pembunuhan sekitar 6 (enam) juta yahudi oleh