• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KELURAHAN TAMALANREA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KELURAHAN TAMALANREA"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KELURAHAN TAMALANREA

SUNARDI A. QUILO 10542 0053 08

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2012

(2)
(3)
(4)

YSKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FEBRUARI, 2012 SUNARDI A. QUILO 10542 0053 08

dr.SURYANI TAWALI, MPH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KELURAHAN TAMALANREA

(ix + 56 halaman + 5 lampiran)

ABSTRAK

Latar Belakang : Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan saja, namun mencakup lingkungan alam, sosial budaya, pendidikan maupun ekonomi. Adapun resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar disbanding dengan anak yang normal.

Tujuan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di kecamatan tamalanrea kelurahan tamalanrea.

Metode : Pendekatan Cross Sectional pada 100 anak balita di kecamatan tamalanrea kelurahan tamalanrea. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner untuk data karakteristik ibu serta pendidikan, pekerjaan, pengetahuan orang tua. AKG dinilai menggunakan Food recall 24 jam sedangkan status gizi anak menggunakan standart baku status gizi WHO-NCHS.

Hasil : Ibu yang latar belakang pendidikan Perguruan tinggi dan SMA dengan status gizi baik sebanyak 62 orang (98.4%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 1 orang (1.6%). Dan ibu yang Tamat SMP dengan status gizi baik sebanyak 22 orang (91.7%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 2 orang (8.3%). Sedangkan Yang tidak tamat SD dan yang tamat SD dengan gizi baik sebanyak 10 orang (76.9%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 3 orang (23.1%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P value <0.01 pada α = 5 artinya terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita.

Kesimpulan : Secara umum status gizi anak balita kelurahan tamalanrea sudah baik. Ini terlihat dari distribusi status gizi balita dengan jumlah 94 balita bergizi baik dan 6 balita bergizi kurang dan dari keempat variable yang diteliti, terdapat variabel yang berhubungan yaitu pendidikan ibu status gizi anak balita.

Kata Kunci : Anak Sekolah, Makanan Jajanan, Status gizi.

Kepustakaan : 16 (1986 – 2010)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan karunia serta kesehatan yang tak ternilai dengan apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di kecamatan tamalanrea kelurahan tamalanrea raya” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar strata satu di program pendidikan dokter Universitas Muhammadiyah Makassar. Salawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, saya mendapat banyak masukan, nasehat maupun dukungan moril dari keluarga. Untuk itu apresiasi dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Almarhum Ayah (alm. Hi.Ahmad ST.Quilo) dan Ibu (Hj.Djangki A.Rahim) yang telah membesarkan dan mendidik serta mengajari saya tentang perjuangan maupun arti hidup. Kepada ka’ima, ka’non dan abang zay yang selalu menyemangati dan memberikan dukungan sehingga selalu ada semangat dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan, petunjuk, saran, maupun dukungan moral dari :

1. Ayahanda dr. H. Mahmud Gaznawie, Ph.D, Sp.PA selaku Dekan Program Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Makassar

2. dr. Suryani Tawali, MPh. Selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan, saran, dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. dr.Budu, Ph.D, Sp.M-KVR selaku mantan ketua Prodi pendidikan dokter Universitas Muhammadiyah Makassar.

(6)

4. dr.Erni selaku kepala puskesmas tamalanrea yang selalu membantu selama penelitian.

5. Segenap Dosen Program Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Makassar atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat didunia dan akhirat.

6. Teman – teman “Parasiters” (Raqa dhuafa dan Abdul rahim) yang selalu memberikan dukungan maupun motivasi pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman “Unoers” (Ardi, kanda, Bulat, Mucha, Bahjah, Akbar, Ira, Icha, Anni, Uni, Asmi, Vikar, Puangka) atas dukungan serta hiburan selama penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman kelompok “Gizi” ( Dewi, Isradi, Zulkifli, Paramita, Rahmawati, mutmainnah, Hasrianti, Erilka, M.akbar yunus, Rosadi, Marwah, Safmawati, Renny, Anisyah ) yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman angkatan 08 Cerebrum yang tak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripisi ini.

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah yang maha pengasih dan pemurah.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mohon masukan atau saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Sekian dan terima kasih.

Makassar, Februari 2012

Penulis

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang ... 1

I.2 Rumusan masalah ... 3

I.3 Tujuan penelitian ... 3

I.4 Manfaat penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Balita ... 5

II.2 Tinjauan umum tentang status gizi ... 5

II.2.1 Pengertian status gizi ... 5

II.2.2 Penilaian status gizi ... 6

II.2.2.1 Penilaian status gizi secara langsung ... 6

II.2.2.2 Penilaian status gizi secara tidak langsung ... 13

II.3 Tinjauan umum tentang variable yang diteliti ... 14

II.3.1 Pendidikan ... 14

II.3.2 Tingkat pengetahuan orangtua ... 15

II.3.3 Pendapatan keluarga ... 16

II.3.4 Konsumsi makanan ... 18

BAB III KERANGKA KONSEP III.1 Dasar pemikiran variable yang diteliti ... 21

III.2 Definisi operasional dan criteria objektif ... 23

III.2.1 Variabel dependent ... 23

III.2.2 Variabel independent ... 23

III.3 Hipotesis penelitian ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN IV.1 Jenis penelitian ... 26

IV.2 Lokasi dan waktu penelitian ... 26

IV.2.1 Lokasi penelitian ... 26

IV.2.2 Waktu penelitian ... 26

IV.3 Populasi dan sampel ... 26

IV.3.1 Populasi penelitian ... 26

IV.3.2 Sampel penelitian ... 27

(8)

IV.4 Cara pengumpulan data ... 28

IV.4.1 Data primer ... 28

IV.4.2 Data sekunder ... 28

IV.5 Pengolahan dan penyajian data ... 28

IV.5.1 Pengolahan data ... 28

IV.5.2 Penyajian data ... 28

IV.6 Analisa data ... 29

IV.6.1 Analisa univariat ... 29

IV.6.2 Analisa bivariat ... 30

IV.7 Etika penelitian ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Hasil ... 32

V.1.1 Gambaran umum lokasi ... 32

V.1.2 Karakteristik balita ... 33

V.1.3 Karakteristik ibu balita ... 33

V.1.4 Nilai asupan gizi makanan ... 37

V.1.5 Status gizi ... 38

V.2 Pembahasan ... 42

BAB VI KAJIAN ISLAM ... 48

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN VII.1 Kesimpulan ... 53

VII.2 Saran... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Surat izin penelitian dari BALITBANGDA SUL-SEL Lampiran 3 Surat izin penelitian dari PEMKOT MAKASSAR

Lampiran 4 Surat izin Penelitian dari KECAMATAN TAMALANREA Lampiran 5 Surat izin Penelitian dari KELURAHAN TAMALANREA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel kontigensi 2 x 2 ... 30

Tabel 5.1 Distribusi balita berdasarkan jenis kelamin ... 33

Tabel 5.2 Distribusi balita berdasarkan umur ... 33

Tabel 5.3 Distribusi balita berdasarkan umur ibu ... 33

Tabel 5.4 Distribusi balita berdasarkan pekerjaan ibu ... 34

Tabel 5.5 Distribusi balita berdasarkan pendidikan ibu ... 34

Tabel 5.6 Distribusi balita berdasarkan pengetahuan orang tua ... 35

Tabel 5.7 Distribusi berdasarkan zat gizi makanan ... 37

Tabel 5.8 Distribusi berdasarkan tingkat kecukupan energy ... 38

Tabel 5.9 Distribusi berdasarkan tingkat kecukupan protein ... 38

Tabel 5.10 Distribusi berdasarkan status gizi balita ... 38

Tabel 5.11 Crosstabulasi distribusi AKE dengan status gizi anak balita ... 39

Tabel 5.12 Crosstabulasi distribusi AKP dengan status gizi anak balita ... 39

Tabel 5.13 Crosstabulasi pendidikan ibu dengan status gizi anak balita ... 40

Tabel 5.14 Crosstabulasi pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita ... 41 Tabel 5.15 Crosstabulasi pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita 41

(11)

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis atau kedokteran. Namun, kemudian disadari bahwa geala klinis gizi kurang yang banyak ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah kritis dari serangkaian proses lain yang mendahuluinya.

Sekarang telah diketahui bahwa gejala klinis gizi kurang adalah akibat ketidakseimbangan yang lama antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup ini mencakup lingkungan alam, biologis, social budaya, maupun ekonomi. Masing – masing faktor tersebut mempunyai peran yang kompleks dan berperan penting dalam etiologi penyakit gizi kurang.

Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada umumnya didominasi oleh masalah kurang energy protein (KEP). Jumlah gizi buruk pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dari tahun 2005 jumlah kasus gizi buruk pada balita sebanyak 8.349 orang atau 8,8 % dan pada tahun 2007 balita yang mengalami kasus gizi buruk meningkat menjadi 700.000. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak.

Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek.

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-

(12)

faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan, indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam arti besar dan tingkat kemiskinan penduduk, sehingga kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Adapun nilai normatif AKABA yakni lebih besar dari 140 tergolong sangat tinggi, antara 71-140 sedang dan kurang dari 71 rendah.

Masalah gizi kurang pada anak balita dikaji kecenderungannya menurut Susenas dan survei atau pemantauan lainnya. Secara nasional, menurut Susenas tahun 1989, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita adalah 37,5 % menurun menjadi 24,7 % tahun 2000, yang berarti mengalami penurunan sekitar 34%.

Dari hasil Susenas 2001 di Indonesia, persentase Balita yang bergizi baik adalah sebesar 64,14%, yang bergizi sedang 21,51% dan sisanya 9,35% adalah Balita bergizi kurang/ buruk atau yang dikenal dengan istilah Kurang Kalori Protein (KKP). Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, persentase balita perempuan bergizi baik relatif lebih tinggi daripada balita laki-laki, demikian pula gizi kurang/buruk lebih tinggi pada balita laki-laki dibandingkan balita perempuan.

Di Sulawesi Selatan, untuk menanggulangi masalah gizi atau untuk memperoleh gambaran perubahan tingkat konsumsi gizi di tingkat rumah tangga dan status gizi masyarakat dilaksanakan beberapa kegiatan seperti Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) dan Pemantauan Status Gizi (PSG) di seluruh kabupaten/kota. Hasil Pemantauan Status Gizi yang dilaksanakan pada tahun 2001 menggambarkan 84,7 % anak yang berstatus gizi baik, 11,3 % anak yang berstatus gizi kurang, 1,0 % anak yang berstatus gizi buruk dan 3,1 % anak yang berstatus gizi lebih. Sedangkan untuk tahun 2004, menurut laporan yang diterima oleh Subdin Bina Kesehatan Keluarga dan KB Dinkes Prov. Sulsel tercatat bahwa jumlah KEP

(13)

sebesar 13,48% (PSG, 2004). Menurut hasil Survey Gizi Mikro Tahun 2006 balita gizi buruk tercatat sebesar 9%, sedangkan KEP total sebesar 28,5%.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka di kemukakan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran status gizi anak balita di kota Makassar ?

2. Apakah ada hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan status gizi anak Balita ? I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita I.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu seperti pekerjaan, dan pendidikan dengan status gizi anak Balita.

b. Untuk mengetahui hubungan asupan makanan dengan status gizi balita c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita d. Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi balita.

I.4 Manfaat Penilitian

1. Manfaat Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan ini dapat bermanfaat untuk menambah kepustakaan tentang pengaruh gizi terhadap balita terkhusus untuk mahasiswa kedokteran dan umumnya masyarakat luas.

2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Penilitian ini diharapkan menjadi sumber bacaan bagi yang memerlukannya.

3. Manfaat Bagi Peneliti

(14)

Merupakan sebuah pengalaman yang akan menambah wawasan maupun ilmu pengetahuan bagi peneliti.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 BALITA

Secara umum balita di kenal sebagai anak dibawah usia lima tahun. Tetapi banyak pendapat yang berbeda mengenai batasan dan klasifikasi anak balita. Statistik angka kematian anak pada umumnya mengelompokkan anak –anak mulai 1-5 tahun menjadi satu.

Dalam bahasa gizi kelompok ini di sebut anak-anak pra sekolah.

Pertumbuhan anak usia 1-5 tahun tidak sepesat masa bayi tetapi aktivitasnya lebih banyak. Golongan ini sangat rentan terhadap penyakit gizi. Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen positif. Makanannya tergantung pada apa yang disediakan Ibu, sedangkan anak pada usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif .Mereka telah dapat memilih makanan yang disukai.

II.2 Tinjauan Umum Tentang Status Gizi II.2.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energy dan zat – zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan dan dari makanan yang dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri (Djoko,. 2006).

Kedaan gizi adalah akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh, atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi tubuh (supriasa, 2003). Status gizi balita terdapat pula usia yang rawan yaitu anak usia 1-2 tahun (baduta) bahkan sampai 5 tahun (balita) pada usia tersebut. Sering

(16)

terjadi ketidakseimbangan asupan makanan dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam masa ini kebutuhan anak akan berbagai zat gizi meningkat karena anak mulai aktif melakukan gerakan fisik pertumbuhan dan perkembangan tubuh berlangsung secara cepat.

Status gizi baik (seimbang) bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Status gizi yang tidak seimbang dapat dipersentasekan dalam bentuk gizi kurang yaitu jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan. Sedangkan status gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan.

Dalam usaha untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dan individu dan respons terhadap penyakit, penentuan status gizi yang sama pentingnya dengan pengobatan atau banyak test diagnostik yang biasa diminta (As”ad. S., 2003).

Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan pemenuhan nutrient. Penilaian status gizi merupakan pengukur yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dari riwayat diit (Beck, 2001).

II.2.2 Penilaian Status Gizi

II.2.2.1 Penilaian Status Gizi secara langsung 1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Antropometri secara umum digunakan untuk menilai ketikseimbangan asupan protein dan energy, ketidakseimbangan ini dapat dilihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Ditinjau dari sudut

(17)

pandang gizi, berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah:

a) Berat badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah parameter yang sangat stabil, dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang secara cepat atau lebih lambat dari keadaan yang normal.

Prosedur pengukuran berat badan untuk balita, yaitu:

1) Langkah 1

Gantungkan dacin pada dahan pohon, palang rumah atau penyangga kaki tiga.

2) Langkah 2

Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat. Tarik batang dacin ke bawah kuat-kuat.

3) Langkah 3

Sebelum dipakai letakkan bandul geser angka 0 (nol). Batang dacin dikaitkan dengan tali pengaman.

4) Langkah 4

(18)

Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang kosong pada dacin.

5) Langkah 5

Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung timbang dengan cara memasukkan pasir ke dalam kantong plastik.

6) Langkah 6

Anak ditimbang dan seimbangkan dacin 7) Langkah 7

Catat hasil penimbangan di atas secarik kertas 8) Langkah 8

Menggeser kembali bandul ke angka 0.

b) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Klasifikasi Indeks TB/U :

a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD c. Sangat pendek : < -3 SD

c) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

(19)

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi dengan kecepatan tertentu indeks BB/TB merupakan indeks yang independent terhadap umur.

Rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan 5 klasifikasi sebagai berikut :

Gizi lebih : > 120 % Median BB/U Gizi baik : 80% median BB/U Gizi sedang : 70 – 79,9% median BB/U Gizi kurang : 60 – 69,9% median BB/U Gizi buruk : < 60% median BB/U

Beberapa syarat yang mendasari pengguanaan antropometri adalah:

1. Alatnya mudah didapatkan dan mudah digunakan

2. Mudah dan objektif pengukuran dapat dilakukan secara berulang – ulang.

3. Tidak memerlukan tenaga khusus professional 4. Biaya relative murah

5. Hasilnya mudah disimpulkan Kelebihan dan Kekurangan Antropometri a) Kelebihan

1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat digunakan dalam jumlah sampelyang besar.

2) Relatif tidak membutuhakan tenaga ahli tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dan dapat melakukan antropometri.

(20)

3) Alatnya murah, mudah dibawa dan tahan lama serta dapat dipesan dan dibuat didaerah setempat.

4) Metode ini tepat dan akurat

5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.

6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang.

b) Kekurangan

1) Faktor diluar (penyakit, genetic dan penurunan penggunanan energy) dapat menurunkan spesifikasi dan sensifitas pengukuran antropometri gizi.

2) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi validitas pengukuran antropometri

3) Jenis parameter antropometri

Antropometri sebagai indicator status gizi dapat dilakukan dengan mengkur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia dalam antropometri gizi. Beberapa parameter yang dikenal yaitu, laki – laki, umur, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar kepala, jaringan lemak (Supariasa dkk, 2002).

2. Pemeriksaan Klinis a. Definisi

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting dalam menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan – perubahan yang terjadi yang dihubungakan dengan ketidakcukupan status gizi. Hal ini dapat dilihat dari pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral (Supariasa dkk, 2002).

(21)

Pemeriksaan klinis secara umum terdiri dari dua bagian yaitu : 1) Medical history (riwayat medis)

Medical history (riwayat medis) yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yaitu menlihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang dapat diamati) dan symptom (gejala yang tidak dapat diamati tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi).

b. Kelebihan

1) Pemeriksaan klinis relative lebih murah dan tidak memerlukan biaya yang begitu besar.

2) Dalam pemeriksaannya, emeriksa tidak memerlukan tenaga khusus tetapi tenaga paramedic bias dilatih.

3) Sederhana, cepat, mudah untuk diinterpretasikan.

4) Tidak memerlukan peralatan yang rumit c. Kekurangan.

1) Beberapa gejala klinis tidak dapat dideteksi sehingga perlu orang-orang yang ahli dalam menentukan gejala klinis tersebut. Namun demikian tenaga medis dapat dilatih untuk melakukan pemeriksaan klinis.

2) Gejala klinis tidak bersifat spesifik terutama pada penderita

KEP ringan dan sedang karena ada gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi lebih dari satu zat gizi.

3) Adanya variasi dalam gejala yang timbul (Depkes RI, 1999)

(22)

3. Biokimia a. Defenisi

Penilaian Status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh seperti darah, urine, tinja, hati dan otot.

b. Kelebihan

1) Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini.

2) Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih objektif karena mengunakan peralatan yang selalu terarah dan pelaksanaanya dilakukan oleh tenaga ahli.

3) Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi.

c. Kekurangan

1) Pemeriksaan biokimia hanya bias dilakukan setelah timbulnya gejala gangguan metabolism

2) Membutukan biaya yang cukup mahal

3) Dalam melakukan pemeriksaan yang diperlukan tenaga ahli 4) Kurang praktis dilapangan

5) Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak 4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan structural dari jaringan-jaringan tersebut.

(23)

Pemeriksaan yang dilakukan dengan pemeriksaan radiologi. Menilai status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang professional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja. Penilaian biofisik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi. (Djoko Pelik Irianto, 2006).

II.2.2.2 Penilaian Status Gizi secara tidak langsung 1. Survei Konsumsi Makanan

Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung melihatjumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Djoko Pelik Irianto, 2006).

2. Statistik vital

Pengukuran status gizi dengan status vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian menurut umur, angka kematian dan angka kesakitan akibat penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor ekologi

Bengoa dalam Supariasa, dkk (2002), mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil dari interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia tergantung dari segi ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw, 1994 dalam Supariasa dkk, 2002).

(24)

II.3 Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti II.3.1 Pendidikan

Pendidikan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga diharapkan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Dapat diartikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu membuat manusia dapat mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup.

II.3.2 Tingkat Pengetahuan Orang Tua

Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif antara lain:

a. Tahu ( know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan apa yang telah dipelajari.

b. Memahami ( Comprehension ) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

(25)

tersebut secara benar. Untuk mengukur bahwa orang memahami harus dapat menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan materi yang diberikan

c. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi, kemampuan ini dapat dilihat dari menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

d. Evaluasi ( evaluation ) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang telah ditentukan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket dalam bentuk uraian, jawaban singkat, pilihan tunggal/ganda bentuk benar/salah yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.(Soekidjo Notoatmodjo,1997).

Pada dasarnya pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman orang lain dan pendidikan. Pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan oleh setiap individu untuk berperilaku. Dengan demikian, walaupun pengetahuan baik terhadap suatu obyek tetapi tidak dapat dipastikan mempunyai sikap yang positif terhadap objek tersebut. Namun bekal pengetahuan yang baik besar kemungkinan untuk bersikap positif terhadap suatu objek (Irma dan Sri, 1996).

II.3.3 Pendapatan Keluarga

Keadaan ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang termasuk dalam faktor ekonomi adalah (Supariasa, 2002):

a. Pekerjaan orang tua

(26)

b. Pendapatan keluarga c. Pengeluaran keluarga

d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim

Ada 2 kecenderungan yang relevan terhadap hubungan antara pendapatan dan konsumsi makanan yaitu : (Berg, 1986)

1) Hukum Engel yang menyatakan bahwa ika pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan total menurun, tetapi pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku pada kelompok masyarakat miskin yang pengeluaran absolutnya untuk makanan sudah sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum). Sehingga terjadi peningkatan pendapatan, maka proporsi pengeluaran makanan pun akan meningkat.

2) Hukum Perisse mengaatakan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan makanan yang dibeli akan lebih bervariasi atau berubah. Mereka yang mempunyai pendapatan sangat rendah akan selalu membeli lebih banyak makanan sumber karbohidrat, tetapi jika pendapatannya naik maka makanan sumber karbohidrat yang dibeli akan menurun diganti dengan makanan sumber hewani dan produk sayur-sayuran.

Jika pendapatan meningkat pilihan terhadap makanan akan berubah kepada yang lebih bersih dengan proses yang lebih baik dan lebih menyenangkan. Contohnya pilihan terhadap makanan bebas serat untuk menggantikan makanan tradisional.

Tingkat pengeluaran untuk makan merupakan faktor yang dapat menggambarkan keadaan ekonomi suatu keluarga. Dimana semakin besar persentase pengeluaran untuk makan terhadap total pengeluaran (mendekati 100 %) maka keluarga tersebut

(27)

dikategorikan keluarga miskin. Keluarga tersebut dikategorikan miskin apabila proporsi makanan terhadap total pengeluaran adalah 80 % keatas (Alan Berg, 1986).

Jadi dengan meningkatnya pendapatan, akan membawa masyarakat membelanjakan penghasilannya untuk barang-barang yang dipasarkan, baik untuk menunjang upaya peningkatan gizi berupa makanan bergizi tinggi, bahan-bahan untuk perbaikan sanitasi serta usaha untuk mendapatkan pengobatan dini dikala sakit dengan demikian jelas ada hubungan antara pendapatan dan gizi (Ngatimin, 1997).

II.3.4 Konsumsi Makanan

Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Karjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah: kebiasaan kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambing kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan. Semua factor diatas bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi.

Pola makan disuatu daerah dapat berubah – ubah sesuai dengan perubahan beberapa factor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pertama adalah factor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Kedua, adalah factor- factor adat dan kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang

(28)

peranan penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga, hal yang dapat berpengaruh adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan – bahan tertentu.

Ada tiga hal yang mendasari terjadinya pemberian makanan yang tidak adequat (cukup) dan timbulnya penyakit infeksi yaitu rendahnya akses memperoleh makanan dalam rumah tangga, rendahnya pelayanan kesehatan dan lingkungan yang tidak sehat, serta rendahnya perhatian kepada anak dan ibu.

a. Survei konsumsi makanan Food recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil). Disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Hal terpenting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang di peroleh cenderung lebih bersifat kualitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.

Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu.

Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut.

Langkah-langkah pelaksananaan recall 24 jam :

(29)

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semuua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuranrumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk indonesia.

(30)

BAB III

KERANGKA KONSEP

III.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti 1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia. Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya

2. Pengetahuan orang tua

Pengetahuan merupakan pokok masalah yang harus dijelaskan dalam melihat masalah gizi kurang atau kekurangan energi protein (KEP) di Indonesia (Bakri.B, 2000).

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan dianggap salah satu determinan utama dari komsumsi makanan dan pertumbuhan. Ada 3 kecenderunganyang relevan terhadap hubungan antara pendapatan dan konsumsi makanan.

4. Konsumsi makanan

Keadaan konsumsi pangan merupakan factor yang sangat berpengaruh langsung terhadap status gizi individu, keluarga serta masyarakat.kebiasaan makan (food habits) adalah pengembangan bentuk pengalaman makan yang di mulai masa kanak-kanak sampai masa remaja.sehingga membentuk pola makan yang bersifat tetap, keadaan ini

(31)

dipengaruhi oleh factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. (Nizel Abraham E, 1981).

5. Frekuensi Makan

Menurut Nizel Abraham E 1981Keadaan konsumsi pangan merupakan faktor yang sangat berpengaruh langsung terhadap status gizi individu, keluarga serta masyarakat.kebiasaan makan (food habits) adalah pengembangan bentuk pengalaman makan yang di mulai masa kanak-kanak sampai masa remaja.sehingga membentuk pola makan yang bersifat tetap, keadaan ini dipengaruhi oleh factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Gambar 3.1. kerangka konsep

Keterangan:

Pengetahuan orang tua

Pendapatan klg

Asupan Makanan

 Konsumsi makanan

Lingkungan Penyakit Infeksi Karakteristik Ibu :

 Umur

 Pekerjaan

 Agama

Status Gizi Anak Balita Pendidikan orang tua

(32)

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Variabel dependent

: Variabel independent

III.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif III.2.1 Variabel dependent

1. Status Gizi

Yang dimaksud dengan status gizi dalam penelitian ini adalah keadaan keseimbangan komposisi tubuh akibat komposisi makanan dan kebutuhan individu yang diukur menurut berat badan menurut umur.

Kriteria Objektif:

Indeks BB/U :

a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD c. Sangat Kurang : < -3 SD III.2.2 Variabel independent

1. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua berdasarkan dengan jenjang pendidikan.

Kriteria objektif : a. Tidak sekolah b. SD

(33)

c. SMP/Mts

d. SMA/MAN/SMK e. S1

f. S2

2. Pengetahuan Orang Tua

Pengetahuan orang tua dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang tua termasuk pengetahuan mengenai zat gizi.

Kriteria objektif:

Menurut Arikunto,1998 tingkat pengetahuan dibedakan sebagai berikut:

a. Baik, bila presentase: 76-100%

b. Cukup, bila presentase: 51-75%

c. Kurang baik, bila presentase: 26-50%

d. Tidak baik, bila presentase: 0-25%

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penghasilan perkapita kepala keluaraga berdasarkan upah minimum untuk kota Makassar.

Kriteria objektif:

Cukup : ≥ Rp. 1.200.000 Kurang : < Rp. 1.200.000

4. Konsumsi Makanan

Ketersediaan dan keamanan makanan rumah tangga dimaksudkan adalah cukup dalam hal kuantitas dan kualitas makanan, termasuk energi, protein dan mikronutrisi

(34)

yang dipastikan cukup diterima oleh semua anggota keluarga dengan menggunakan recall 24 jam.

Kriteria objektif : Baik : ≥ 100% AKG Sedang : 80 – 90% AKG Kurang : 70 – 80% AKG Defisit : < 70% AKG III.3. Hipotesis Penelitian

a. Ada hubungan pengetahuan Orang tua dengan status gizi anak Balita b. Ada hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi anak Balita c. Ada hubungan Asupan makanan dengan status gizi anak Balita

(35)

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei dengan pendekatan Cross Sectional Study, untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita, dengan mengukur variable independent (pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, dan asupan makanan) dan variable dependen (status gizi) pada periode waktu yang sama.

IV.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN IV.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kecamatan Tamalanrea kota Makassar dengan meneliti status gizi anak balita.

IV.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan november tahun 2011.

IV.3 POPULASI DAN SAMPEL IV.3.1 Populasi penelitian

a. Populasi Target : Balita di Kota Makassar

b. Populasi Terjangkau : Anak Balita di wilayah Kota Makassar, kecamatan tamalanrea kelurahan tamalanrea raya.

(36)

IV.3.2 Sampel penelitian

1. Tekhnik pengambilan sampel

Anak Balita di kecamatan tamalanrea kelurahan tamalanrea raya Kota Makassar tahun 2011, dengan penarikan sample secara Non Random Sampling, dengan tekhnik pengambilan secara purposive.

2. Besar sampel

( √ √ ) ( )

Keterangan :

α = 0,05 Zα = 1,960 β = 1-power 1-0,8 = 0,2 Zβ = 0,842

P1 = 80% = 0,8 P2 = 60% = 0,6

P = = = 0,70 Q1 = 1 - P1 = 1- 0,8 = 0,2 Q2 = 1 – P2= 1-0,60 = 0,4 Q = 1 – P = 1-0,7 = 0,3

( √ √ )

( )

( ) ( )

(37)

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 82 orang.

IV.4 CARA PENGUMPULAN DATA IV.4.1 Data primer

Diperoleh melalui wawancara dengan ibu anak Balita menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah tersedia.

IV.4.2 Data Sekunder

Diperoleh dari bagian administrasi pada instansi yang terkait.

IV.5 PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA IV.5.1 Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing

Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban menjadi lengkap. Editing dilakukan dilapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau disempurnakan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data, memperjelas serta melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan.

b. Coding

Coding yaitu memberikan kode angka pada atribut variable agar lebih muda dalam analisa data. Coding dilakukan dengan cara menyederhanakan data yang terkumpul dengan cara member kode atau symbol tertentu.

c. Tabulasi

(38)

Pada tahap ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing – masingvariabel.

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun untuk disajikan dan dianalisis.

d. Transfering

Transfering data yaitu memindahkan data dalam media tertentu pada master table. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk table dan dianalisis secara statistic deskriptif menggunakan program SPSS 16,0 for windows.

IV.5.2 Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan penjelasan-penjelasan untuk mengetahui hasil penelitian secara jelas dan mendetail.

IV.6 ANALISIS DATA

IV.6.1 Analisis Univariat

Dilakukan perhitungan nilai dengan menyajikan distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yang ditemukan. Hasil analisis ini akan memberikan gambaran secara deskripsi hasil penelitian secara umum.

IV.6.2 Analisis Bivariat

Dilakukan dengan tabulasi silang di antara semua variabel-variabel bebas dan variable terikat dengan menggunakan rumus Chi Square sebagai berikut :

Tabel 4.1

(39)

Tabel Kontigensi 2 X 2 Variabel

Indepnden

Variabel dependen

Jumlah Efek + Efek -

Faktor + A B a + b

Faktor - C D c + d

Jumlah a + c b + d A + b + c + d

E

E X O

2

2 ( )

Sumber : Statiska untuk Penelitian, Sugiono, 2002, Alfabeta Di mana :

O = Nilai observasi ( nilai yang diperoleh ) E = Nilai expected ( nilai yang diharapkan ) Interpretasi :

Ho ditolak bila nilai p < 0,05 Ho diterima bila nilai p > 0,05 IV.7 ETIKA PENELITIAN

1. Menyertakan surat izin penelitian ke kantor kecamatan tamalanrea Kota Makassar 2. Meminta izin kepada pemilik rumah maupun puskesmas tempat melakukan penelitian.

3. Meminta kesediaan waktu orang tua balita untuk menjawab atau mengisi kuisioner yang diberikan oleh peneliti

4. Melakukan Pengukuran status gizi pada anak balita yang akan diteliti

(40)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 HASIL

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa Faktor-faktor yang berhubungan dengan status Gizi anak balita di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2012 sebanyak 100 anak balita.

Selanjutnya data mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita selengkapnya disajikan dalam tabel-tabel sebagai berikut :

V.1.1 Gambaran Umum Lokasi

Kecamatan tamalanrea merupakan salah satu kecamatan terbesar di kota Makassar dengan mempunyai luas 31.84 km2. Di kecamatan tamalanrea terbagi atas enam kelurahan yakni :

-kelurahan tamalanrea -kelurahan parangloe

-kelurahan tamalanrea indah -kelurahan bira

-kelurahan tamalanrea jaya -kelurahan kapasa.

Untuk sarana kesehatan, kecamatan tamalanrea memiliki lima poliklinik dan tiga puskesmas.

(41)

V.1.2 Karakteristik Balita

Tabel 5.1 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Percent

Laki-laki 59 59.0

Perempuan 41 41.0

Total 100 100

Sumber : Hasil olahan data primer

Tabel diatas Menunjukan bahwa balita yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59 orang (59.0%) dan balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 orang (41.0%).

Tabel 5.2 Distribusi Balita Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi (n) Percent

1-2 Tahun 47 47.0

3-4 Tahun 49 49.0

5 Tahun 4 4.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Tabel diatas Menunjukan bahwa balita yang berumur 1-2 tahun sebanyak 47 orang (47.0%) dan balita yang berumur 2-3 tahun sebanyak 49 orang (49.0%). Sedangkan yang paling sedikit yaitu balita dengan umur 5 tahun sebanyak 4 orang (4.0%)

V.1.3 Karakteristik Ibu Balita

Tabel 5.3 Distribusi Balita Berdasarkan Umur Ibu

Umur Frekuensi (n) Percent

19-25 14 14.0

26-35 76 76.0

>36 10 10.0

Total 100 100.0

(42)

Sumber : Hasil olahan data primer

Tabel diatas menunjukan bahwa responden ibu balita dengan umur terendah adalah umur 19-25 sebanyak 14 orang (14.0%), umur 26-35 sebanyak 76 orang (76.0%) dan responden dengan umur tertinggi adalah umur >36 tahun sebanyak 10 orang (10.0%).

Tabel 5.4 Distribusi Balita Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Pekerjaan Frekuensi (n) Percent

IRT 74 74.0

Swasta 14 14.0

Pedagang 2 2.0

PNS 10 10.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Tabel diatas menunjukan bahwa responden balita berdasarkan pekerjaan ibu, yang menjadi sebagai IRT sebanyak 74 orang (74.0%) dan berprofesi jadi wiraswasta (swasta) sebanyak 14 orang (14.0%), sedangkan Pedagang sebanyak 2 orang (2.0%), dan yang berprofesi sebagai PNS sebanyak 10 orang (10.0%).

Tabel 5.5 Distribusi Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu

Pendidikan Frekuensi (n) Percent

Tidak tamat SD 4 4.0

SD 9 9.0

SMP 24 24.0

SMA 45 45.0

Akademi/PT 18 18.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Tabel diatas Menunjukan Bahwa Ibu balita yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang (4.0%), Tamat SD 9 orang (9.0%), SMP 32 orang (24.0%), SMA 45 orang (45.0%) dan Akademi/PT sebanyak 18 orang (18.0%).

Tabel 5.6 Distribusi Balita Berdasarkan Pengetahuan orang tua

(43)

Pengetahuan orang tua Frekuensi (n) Percent Apakah ibu tahu tentang gizi balita

Ya Tidak

94 6

94.6 6.0 Seberapa penting yang anda tahu tentang ASI

Cukup penting Sangat penting

15 85

15.0 85.0 Seberapa penting PMT pada Balita

Cukup penting Sangat penting

15 85

15.0 85.0 Apa yang ibu ketahui tentang Gizi buruk

Berat badan menurun Balita sakit-sakitan

Kurang makan makanan bergizi

4 19 77

4.0 19.0 77.0 Apakah ibu tahu dengan kandungan Gizi makanan

balita Ya Tidak

17 83

17.0 83.0 Apakah makanan atau minuman terbaik untuk bayi

Tidak tahu Susu botol ASI

1 1 98

1.0 1.0 98.0 Kapan sebaiknya anak ibu diberikan MT

Tidak tahu

<6 bulan

>6 bulan

5 7 88

5.0 7.0 88.0

(44)

Su mb er : Has

il ola han

dat a pri mer

B erd asar kan

tab el diatas, dapat dilihat tentang pengetahuan orang tua pada 100 responden. Dimana pada kolom apakah ibu tahu tentang gizi balita, sebanyak 94 responden (94.0%) menjawab ya dan 6 responden (6.0%) menjawab tidak.

Pada kolom seberapa penting yang anda tahu tentang ASI, Sebanyak 15 responden (15.0%) menjawab cukup penting dan 85 responden (85.0%) menjawab sangat penting.

Apa yang dimaksud dengan 4 sehat 5 sempurna Tidak tahu

Makanan bergizi

Makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah dan susu

5 21 74

5.0 21.0 74.0

Makanan apa saja yg mengandung zat tenaga Tidak tahu

Kurang tahu (1 item) Tahu (>1 item)

61 26 13

61.0 26.0 13.0 Apakah Manfaat imunisasi

Tidak tahu

Menambah berat badan

Memberi kekebalan terhadap penyakit

9 8 83

9.0 8.0 83.0 Umur berapa sebaiknya imunisasi dasar lengkap

Tidak tahu Tahu

95 5

95.0 5.0 Apa yang dimaksud dengan ASI ekslusif

Tidak tahu Memberikan ASI

Memberi ASI sampai umur anak 6 bulan

17 25 58

17.0 25.0 58.0

(45)

Untuk kolom seberapa penting pemberian makanan tambahan pada balita, sebanyak 15 responden (15.0%) menjawab cukup penting dan sebanyak 85 responden (85.0%) menjawab sangat penting.

Pada kolom apa yang ibu ketahui tentang gizi buruk, sebanyak 4 responden (4.0%) menjawab berat badan menurun, 19 responden (19.0%) menjawab Balita sakit-sakitan, dan 77 responden (77.0%) menjawab kurang makan makanan bergizi.

Untuk kolom apakah ibu tahu dengan kandungan gizi makanan yang dikonsumsi balita, sebanyak 17 responden (17.0%) menjawab ya, dan sebanyak 83 responden (83.0%) menjawan tidak.

Pada kolom apakah makanan atau minuman terbaik untuk bayi, sebanyak 1 responden (1.0%) menjawab tidak tahu, 1 responden (1.0%) menjawab susu botol, dan 98 responden (98.0%) menjawab ASI.

Pada kolom kapan pertama kali sebaiknya anak ibu diberikan makanan tambahan, sebanyak 5 responden (5.0%) menjawab tidak tahu, sebanyak 7 responden (7.0%) menjawab <6 bulan, dan sebanyak 88 responden (88.0%) menjawab >6 bulan.

Untuk kolom apa yang dimaksud dengan 4 sehat 5 sempurna, sebanyak 5 responden (5.0%) menjawab tidak tahu, sebanyak 21 responden (21.0) menjawab makanan bergizi, dan sebanyak 74 responden (74.0 %) menjawab makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah dan susu.

Pada kolom makanan apa saja yang mengandung zat tenaga, sebanyak 61 responden (61.0%) menjawab tidak tahu, sebanyak 26 responden (26.0%) menjawab kurang tahu dan sebanyak 13 responden (13.0%) menjawab tahu.

(46)

Pada kolom apakah manfaat imunisasi, sebanyak 9 responden (9.0%) menjawab tidak tahu, sebanyak 8 responden (8.0%) menjawab menambah berat badan, dan sebanyak 83 responden (83.0%) menjawab member kekebalan terhadap penyakit.

Untuk kolom umur berapakah sebaiknya imunisasi dasar lengkap diberikan pada bayi, sebanyak 95 responden (95.0%) menjawab tidak tahu, dan sebanyak 5 responden (5.0%) menjawab tahu.

Untuk kolom apa yang dimaksud dengan ASI ekslusif, sebanyak 17 responden (17.0%) menjawab tidak tahu, sebanyak 25 responden (25.0%) menjawab memberikan ASI, dan sebanyak 58 responden (58.0%) menjawab memberikan ASI sampai umur anak 6 bulan.

V.1.4 Nilai Asupan Gizi Makanan

Tabel 5.7 Distribusi Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makanan

Nilai Energi

(Kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)

Mean 654.48 116.18 401.11 691

Standar deviasi 141.39 35.4 103.24 438

Minimum 236 11.36 37.8 261

Maximum 995 201.2 820 1473

Sumber : Hasil olahan data primer

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa energi rata-rata makanan yang dikonsumsi balita perharinya yaitu 655.48 kkal (minimum 236 kkal sampai dengan 995 kkal) dengan komposisi protein yaitu 116.18 gr (minimum 11.36 gr sampai dengan 201.2 gr), dan lemak 401.11 gr (minimum 37.8 gr sampai dengan 820 gr), dan karbohidrat 691 gr ( minimum 261 gr sampai dengan 1473 gr).

Tabel 5.8 Distribusi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi

AKE N %

Baik 25 25.0

Kurang 17 17.0

Defisit 58 58.0

Total 100 100.0

(47)

Sumber : Hasil olahan data primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi baik yaitu 25 balita (25.0%), kurang terdiri dari 17 balita (17.0%) dan yang defisit sebanyak 58 balita (58,0%).

Tabel 5.9 Distribusi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein

AKP N %

Baik 99 99.0

Kurang 1 1.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahhwa tingkat kecukupan protein baik yaitu 99 balita ( 99.0%) dan yang kurang terdiri dari 1 balita (1%).

V.1.5 Status Gizi

Tabel 5.10 Distribusi Berdasarkan Status Gizi Balita Status Gizi Frekuensi Percent

Baik 94 94.0

Kurang 6 6.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Dari tabel diatas dapat dilihat status gizi balita yang baik sebanyak 94 balita (94%) dan yang berstatus gizi kurang sebanyak 6 balita (6%).

Tabel 5.11 Crosstabulasi distribusi AKE dengan status gizi anak balita

AKE

Status Gizi BB/U

Total

P Gizi Baik Gizi Kurang

N % N % N %

Baik 23 92.0 2 8.0 25 100.0

0.04

Kurang 14 82.4 3 17.6 17 100.0

Defisit 57 98.3 1 1.7 58 100.0

(48)

Total 100 100.0 Sumber : Hasil olahan data primer

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa Balita yang mempunyai asupan makanan baik dengan status gizi baik sebanyak 23 orang (92.0%) sementara pada asupan makanan baik dan mempunyai status gizi kurang sebanyak 2 orang (8.0%). Pada balita dengan asupan makanan kurang dengan status gizi baik sebanyak 14 orang (82.4%) sedangkan pada asupan makanan kurang dengan status gizi kurang sebanyak 3 orang (17.6%). Dan pada asupan makanan defisit dengan status gizi baik sebanyak 57 orang (98.3%) sedangkan pada asupan makanan defisit dengan status gizi kurang sebanyak 1 orang (1.7%).

Tabel 5.12 Crosstabulasi distribusi AKP dengan status gizi anak balita

AKP Status Gizi BB/U Total P

Gizi Baik Gizi Kurang

N % N % N %

Baik 93 93.9 6 6.1 99 100.0 0.80

Kurang 1 100.0 0 0.0 1 100.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Dari tabel diatas dapat dilihat angka kecukupan protein dalam sehari. Dimana untuk AKP baik dengan status gizi baik terbanyak dengan jumlah 93 balita (93,9%) dan gizi kurang sebanyak 6 balita (6.1%). Dan presentasi terendah pada AKP kurang dengan status gizi baik sebanyak 1 balita (100%) dan gizi kurang sebanyak 0 balita (0.0%).

Tabel 5.13 Crosstabulasi Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita

Pendidikan Status Gizi Balita Total P OR CI

(49)

Ibu Gizi Baik Gizi Kurang (95%)

N % N % N %

SMA+S1 62 98.4 1 1.6 63 100.0

0.01

0.01

SMP 22 91.7 2 8.3 24 100.0 9 3.7-21.87

Tidak tamat

SD + SD 10 76.9 3 23.1 13 100.0 30 12.9-69.3

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Berdasarkan Tabel diatas, bagaimana hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, disini terlihat bahwa Ibu yang latar belakang pendidikan Perguruan tinggi dan SMA dengan status gizi baik sebanyak 62 orang (98.4%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 1 orang (1.6%). Dan ibu yang Tamat SMP dengan status gizi baik sebanyak 22 orang (91.7%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 2 orang (8.3%). Sedangkan Yang tidak tamat SD dan yang tamat SD dengan gizi baik sebanyak 10 orang (76.9%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 3 orang (23.1%).

(50)

Tabel 5.13 Crosstabulasi Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita

Pengetahuan ibu

Status Gizi Balita

Total P

Gizi Baik Gizi Kurang

N % N % N %

Baik 28 96.6 1 3.4 29 100.0

Cukup 58 95.1 3 4.9 61 100.0 0.14

Kurang 8 80.0 2 20.0 10 100.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Berdasarkan Tabel diatas, pengetahuan Ibu yang baik dan mempunyai gizi baik pada balita sebanyak 28 orang (96.6%) dan ada 1 orang (3.4%) yang pengetahuan ibu baik dengan status gizi kurang. Sedangkan yang pengetahuan ibu yang cukup dan mempunyai gizi baik pada balita sebanyak 58 orang 95.1%) dan ada 3 orang (4.9%) yang pengetahuan ibu cukup dengan status gizi kurang. Sedangkan pengetahuan ibu yang kurang dan mempunyai gizi baik pada balita sebanyak 8 orang (80.0%) dan ada 2 orang (20.0%) yang pengetahuan ibu kurang mempunyai status gizi kurang.

Tabel 5.15Crosstabulasi Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Anak Balita Pendapatan

Orang Tua

Status Gizi Balita

Total P

Gizi Baik Gizi Kurang

N % N % N %

Rp <1.200.000 72 92.3 6 7.7 78 100.0

0.18 Rp >1.200.000 22 100.0 0 0.0 22 100.0

Total 100 100.0

Sumber : Hasil olahan data primer

Berdasarkan Tabel diatas, pendapatan keluarga yang dibawah Rp.1.200.000 dengan status gizi balita baik sebanyak 72 orang (92.3%) dan yang gizi kurang 6 orang (7.7%).

(51)

Sedangkan yang pendapatan keluarga diatas Rp.1.200.000 yang status gizi balita baik 22 orang (100.0%) dan 0 orang (0.0%) yang gizi kurang.

V.2 PEMBAHASAN

Telah dilakukan peneltian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Kecamatan Tamalanrea kelurahan tamalanrea raya Kota Makassar Tahun 2012.

Hal yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah mengenai karakteristik ibu seperti ; Pekerjaan, dan pendidikan orang tua dengan status gizi anak balita. Selain itu juga bagaimana hubungan asupan makanan balita terhadap status gizi anak balita. Bagaimana mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita dan bagaimana hubungan pendapatan keluarga terhadap status gizi anak balita.

Dari data-data yang diperoleh akan dibahas berdasarkan urutan variabel yang diteliti.

V.2.1 Hubungan karakterisitik Ibu seperti pekerjaan dan pendidikan dengan status gizi anak balita.

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplimentasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Graham dan Bairagi (1980) menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik status gizi anaknya.

Pendidikan formal ibu merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya ibu menyerap dan memahami informasi gizi dan kesehatan dengan baik. Pendidikan yang tinggi akan dapat menentukan daya tanggap ibu terhadap adanya masalah gizi dalam keluarga dan mampu mengambil tindakan secepatnya. Dari penelitian lain mengemukakan bahwa masyarakat dengan pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya rendah,

(52)

sebaliknya bila pendidikan orang tua rendah prevalensi gizi kurang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu akan lebih memudahkan menyerap dan mengimplementasikan berbagai informasi mengenai asupan gizi yang baik pada anak.

Dari hasil penelitian ini didapatkan berdasarkan pekerjaan ibu dengan responden rata-rata sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 74 orang (74.0%) Dan yang paling sedikit yaitu berprofesi sebagai Pedagang sebanyak 2 orang (2.0%).

Sedangkan berdasarkan latar belakang pendidikan hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, disini terlihat bahwa Ibu yang latar belakang pendidikan Perguruan tinggi dan SMA dengan status gizi baik sebanyak 62 orang (98.4%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 1 orang (1.6%). Dan ibu yang Tamat SMP dengan status gizi baik sebanyak 22 orang (91.7%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 2 orang (8.3%).

Sedangkan Yang tidak tamat SD dan yang tamat SD dengan gizi baik sebanyak 10 orang (76.9%) dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 3 orang (23.1%).

Dari hasil analisis pada df 2 dimana X2 hitung > X2 tabel. X2 hitung 9.128 pada X2 tabel 7.38 untuk nilai P value 0.01 artinya hipotesis 0 ditolak atau ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita. Untuk ibu yang berpendidikan SMP nilai OR 9 lower 3.7 dan upper 21.87 sedangkan untuk ibu yang berpendidikan SD nilai OR 30 lower 12.9 upper 69.3. jika dibandingkan resiko antara tingkat pendidikan, dimana ibu dengan pendidikan SMP sembilan kali beresiko dibandingkan Ibu yang berpendidikan SMA.

Sedangkan ibu dengan pendidikan SD tiga puluh kali beresiko dibanding dengan SMA.

V.2.2 Hubungan AKE dan AKP dengan status gizi anak balita

(53)

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluaranya harus ada yang seimbang sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan melakukan penimbangan anak setiap bulan dan dicocokan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Selain itu juga harus diketahui bagaimana pemenuhan kebetuhan energi, protein, karbohidrat dan lemak.

Jadi berdasrkan penelitian yang dilakukan bahwa ada Hubungan AKE dengan status gizi balita terlihat bahwa Balita yang mempunyai asupan energi yang baik dengan status gizi baik sebanyak 23 orang (92.0%) sementara pada asupan energi baik dan mempunyai status gizi kurang sebanyak 2 orang (8.0%). Pada balita dengan asupan energi kurang dengan status gizi baik sebanyak 14 orang (82.4%) sedangkan pada asupan energi kurang dengan status gizi kurang sebanyak 3 orang (17.6%). Dan pada asupan energi defisit dengan status gizi baik sebanyak 57 orang (98.3%) sedangkan pada asupan energi defisit dengan status gizi kurang sebanyak 1 orang (1.7%).

Dari hasil analisis menunjukkan nilai P value yaitu 0.04 artinya hipotesis 0 ditolak atau ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi balita. Hasil yang didapatkan berhubungan secara statistik tapi jika dilihat dari tabel silang artinya tidak ada hubungan atau ada hubungan tetapi berhubungan terbalik.

Hal ini disebabkan karena terjadinya bias baik bias dari peneliti maupun responden.

Bias yang diakibatkan oleh peneliti terjadi karena pengaruh sikap dalam bertanya, dalam mengarahkan jawaban, mencatat hasil wawancara. Sedangkan respondent bias terjadi karena terbatasnya daya ingat, perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang

(54)

dikonsumsi, terjadi the flat slope syndrome yaitu kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah yang sedikit dikonsumsi, serta kurang kerja sama sehingga menjawab asal saja atau tidak tahu dan lupa. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh cristien pada anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan dimana berdasarkan uji fisher didapatkan nilai significancy < 0.001 untuk asupan energy dan protein. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara energi dan protein dengan status gizi34. Penelitian lain oleh agresta dimana hasil analisis chi-square didapatkan nilai P yaitu

<0.001 artinya terdapat hubungan antara energy dan protein total makanan sehari dengan status gizi anak sekolah dasar.

Sedangkan untuk AKP dilihat dari hasil analisis menunjukkan bahwa balita dengan asupan protein baik dengan status gizi baik terbanyak dengan jumlah 93 balita (93,9%) dan gizi kurang sebanyak 6 balita (6.1%). Dan presentasi terendah pada AKP kurang dengan status gizi baik sebanyak 1 balita (100%) dan gizi kurang sebanyak 0 balita (0.0%).

Hal tidak menunjukan hubungan antara Asupan protein dengan status gizi balita dengan P value 0.80 yang artinya hipotesis 0 diterima.

V.2.3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan status gizi anak balita

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah sesaorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Hubungan pengetahuan Ibu dengan status gizi terlihat bahwa Ibu dengan pengetahuan yang baik dan mempunyai gizi baik pada balita sebanyak 28 orang (96.6%) dan ada 1 orang (3.4%) yang pengetahuan ibu baik dengan status gizi kurang. Sedangkan yang pengetahuan ibu yang cukup dan mempunyai gizi baik pada balita sebanyak 58 orang

Referensi

Dokumen terkait

Model ini digunakan mencari bentuk pengelolaan hutan alam produksi lestari untuk memprediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat dengan berbagai skenario serta

Pendidikan tinggi masih berorientasi menghasilkan lulusan berkompentensi yang siap memasuki dunia kerja, sedangkan pemerintah belum mempunyai model yang sesuai untuk

Dan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Problem Based Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah pada mata kuliah

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, pesantren memiliki ciri khas dalam menjalankan sistem pendidikannya. Sistem Pendidikan Islam yang

E sebagai budayawan sekaligus keturunan dari kerajaan Balla’Bulo tari Pakarena Balla’ Bulo merupakan tarian yang sangat sakral didalam lingkungan kerajaan pada masanya

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan soal post test untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang telah melakukan kegiatan pembelajaran dengan

Pengujian terhadap konstruksi mata jaring dinding dasar mendapatkan bahwa konstruksi mata jaring berbentuk persegi panjang dengan ukuran l dan w = 2,4 × 2,8 (cm) adalah

Undang-undang ini memuat ketentuan umum sebagai berikut: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi