• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN JENIS DAN KETINGGIAN PERANGKAP MENGGUNAKAN VARIASI ATRAKTAN DALAM MENGENDALIKAN WALANG SANGIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN JENIS DAN KETINGGIAN PERANGKAP MENGGUNAKAN VARIASI ATRAKTAN DALAM MENGENDALIKAN WALANG SANGIT"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN JENIS DAN KETINGGIAN PERANGKAP MENGGUNAKAN VARIASI ATRAKTAN DALAM MENGENDALIKAN WALANG SANGIT ( Leptocorisa acuta Thunberg. )

PADA TANAMAN PADI MERAH ( Oryza sativa ) SILOTIK DI DESA TANJUNG DOLOK KECAMATAN MARANCAR KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

OLEH : ANNISA ULFA

150301080

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(2)

PEMANFAATAN JENIS DAN KETINGGIAN PERANGKAP MENGGUNAKAN VARIASI ATRAKTAN DALAM MENGENDALIKAN WALANG SANGIT ( Leptocorisa acuta Thunberg. )

PADA TANAMAN PADI MERAH ( Oryza sativa ) SILOTIK DI DESA TANJUNG DOLOK KECAMATAN MARANCAR KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

OLEH : ANNISA ULFA

150301080

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(3)

Judul Penelitian : Pemanfaatan Jenis Dan Ketinggian Perangkap Menggunakan

Variasi Atraktan Dalam Mengendalikan Walang Sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg. ) Pada Tanaman Padi Merah ( Oryza sativa ) Silotik di Desa Tanjung Dolok Kecamatan

Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan

Nama : Annisa Ulfa

NIM : 150301080

Program Studi : Agroteknologi

Minat : Hama Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si, M.Sc, Ph.D) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP) Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Sarifuddin, M.P) Ketua Program Studi Agroteknologi

Tanggal lulus : 12 November 2020

(4)

ABSTRACT

Annisa Ulfa "Utilization of Trap Types and Height Using Variations of Attractants in Controlling Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunberg.) On Silotic Red Rice Plants (Oryza sativa) in Tanjung Dolok Village, Marancar District, South Ttapanuli Regency". Under the guidance of Mrs. Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si., M.Sc., Ph.D as the head of the supervisory commission and Mr. Ir.

Lahmuddin Lubis, MP. As a member of the supervisory commission. This study aims to determine the effectiveness of natural traps with various trap heights which are effective for controlling stink bugs in the field. This study used a factorial randomized block design (RBD) with 2 treatment factors and three replications. The main factor is the natural trapping of carcasses (crab carcasses, golden snails and shrimp carcasses). And the second factor is the height of the trap. The results showed that the difference in the height of the traps had no significant effect on the population of trapped stink bugs. It was assumed that the best height was the trap height of 30 cm above the grains with an average of 18.92 individuals. The interaction of the types of traps and several units of trap height at a height of 30cm above the grain had no significant effect in controlling stink bugs on rice plants. Crab carcass traps with the best interaction to control stink bugs with an average value of 30.00. There is a correlation between the stink bug population and other insects, namely the Pearson Correlation test of 0.794.

Keywords: Attractant variety, trap height, Leptocorisa acuta, silotic red rice.

(5)

ABSTRAK

Annisa Ulfa “Pemanfaatan Jenis Dan Ketinggian Perangkap Menggunakan Variasi Atraktan Dalam Mengendalikan Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunberg. ) pada Tanaman Padi Merah (Oryza sativa) Silotik di Desa Tanjung Dolok Kecamatan Marancar Kabupaten Ttapanuli Selatan ”. Di bawah bimbingan Ibu Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si., M.Sc., Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Lahmuddin Lubis , MP. Sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas perangkap alami dengan berbagai ketinggian perangkap yang efektif untuk mengendalikan walang sangit di lapangan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 Faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor utama adalah perangkap alami bangkai (bangkai kepiting, keong mas dan bangkai udang). Dan fator kedua adalah ketinggian perangkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perbedaan ketinggian perangkap tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah populasi walang sangit yang terperangkap, diduga ketinggian terbaik adalah ketinggian perangkap 30 cm di atas bulir dengan rataan 18,92 ekor.

Interaksi jenis perangkap dan beberapa satuan tinggi perangkap pada ketinggian 30cm diatas bulir padi tidak berpengaruh nyata dalam mengendalikan hama walang sangit pada tanaman padi. perangkap bangkai kepiting dengan interaksi yang terbaik untuk mengendalikan walang sangit yakni dengan nilai rataan 30,00 ekor. Adanya korelasi antara populasi walang sangit dengan serangga lain yaitu dengan uji Pearson Correlation sebesar 0,794.

Kata Kunci : Variasi atraktan, ketinggian perangkap, Leptocorisa acuta, padi merah silotik.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, 4 April 1997. putri dari ayah H. Rahuddin Harahap, S.H, M.H dan ibunda Hj. Rosanna Siregar, A.md.Keb.

penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD 200111 Padangsidimpuan lulus pada tahun 2009, MTs.N 1 Padangsidimpuan lulus pada tahun 2012 dan pada tahun 2015 penulis lulus dari Sekolah MAN 2 Padangsidimpuan, pada tahun yang sama penulis lulus di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Melalui jalur Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program Studi Agroekoteknologi dan pada semester V memilih minat Hama dan Penyakit Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kegiatan akademik diantaranya menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agroekteknologi (HIMAGROTEK).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Air Batu, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 21 Juli sampai dngan 25 Agustus tahun 2018, Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kelurahan Mandailing Kecamatan Tebing Tinggi Kota Kota Tebing tinggi pada tanggal 16 Juli sampai dengan 21 Agustus 2019. Pada tanggal 9 Oktober 2019 penulis melaksanakan penelitian di Desa Tanjung Dolok Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemanfaatan Jenis Dan Ketinggian Perangkap Menggunakan Variasi Atraktan Dalam Mengendalikan Walang Sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg. ) Pada Tanaman Padi Merah ( Oryza sativa ) Silotik di Desa Tanjung Dolok Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan”. yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil selana menyelesaiakan penelitian ini kemudian kepada Ibu Ameilia Zuliyanti siregar, S.Si, M.Sc, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Ir.

Lahmuddin Lubis, MP., selaku anggota komisi pembimbing. Disamping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Yakub Simanjuntak dan ibu Argawati selaku kelompok tani dan pemilik lahan tempat penulis melaksanakan penelitian dan pak Safir selaku pembina kelompok tani di Desa Tanjung Dolok, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh staff pengajar, pegawai Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, grup Diam Diam Sarjana dan Pebrialdi, teman-teman di minat HPT 2015 serta kepada teman-teman mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara angkatan 2015, seluruh asisten laboratorium yang pernah mengajar dan membimbing penulis dalam memahami setiap judul

(8)

praktikum dan kepada semua yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2020

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg.) ... 5

Gejala Serangan ... 6

Pengendalian ... 8

Teknologi Penggunaan Atraktan Tepat Guna ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian Peninjauan Lokasi ... 16

Persiapan Alat dan Bahan ... 16

Pembuatan Perangkap ... 17

Pemasangan Atraktan ... 17

Waktu Pengamatan... 17

Parameter Pengamatan Jumlah Walang Sangit (Leptocorisa acuta) yang tertangkap ... 18

Serangga Lain yang Terperangkap... 18

Analisis Data Perbedaan Signefikan Jenis Atraktan Terbaik ... 18

Perbedaan Signifikan Ketinggian Perangkap Terbaik ... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Jenis dan Ketinggian Perangkap Terhadap Jumlah Walang

(10)

Pengaruh Jenis dan Ketinggian Perangkap Terhadap Jumlah

Serangga Lain Yang Terperangkap ... 23 Korelasi Walang Sangit dan Serangga Lain... 27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 30 Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tabel 1. Jumlah Walang Sangit yang Terperangkap ... 19 2. Tabel 2. Pengaruh Jenis dan Ketinggian Perangkap Terhadap Jumlah Walang

Sangit Yang Terperangkap ( ekor) ... 21 3. Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Jumlah Walang Sangit yang

Terperangkap ... 22 4. Tabel 4. Jumlah Serangga Lain yang Terperangkap ... 24 5. Tabel 5. Pengaruh Jenis dan Ketinggian Perangkap Terhadap Jumlah Serangga

Lain Yang Terperangkap (ekor) ... 25 6. Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Jumlah Serangga Lain yang

Terperangkap ... 26 7. Tabel 7. Hubungan jumlah walang sangit dan serangga lain yang

terperangkap ... 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 36

2. Lampiran 2. Jumlah Walang Sangit Yang Terperangkap ... 38

3. Lampiran 3. Jumlah Rata-Rata Walang Sangit Yang Terperangkap ... 41

4. Lampiran 3. Jumlah Serangga Lain Yang Terperangkap ... 42

5. Lampiran 5. Jumlah Rata-Rata Serangga Lain Yang Terperangkap ... 45

6. Lampiran Gambar ... 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Gambar 1. Walang Sangit Yang Menyerang Tanaman Padi ... 5 2. Gambar 2. Tanaman Padi Yang Terserang Hama Walang Sangit ... 7 3. Gambar 3. Botol Perangkap ... 17

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Padi merupakan komoditas utama bagi masyarakat Indonesia. Di Indonesia padi merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah

penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman padi (Tombuku et al., 2014). Produksi padi tahun 2012 yaitu 3.552.373 ton, tahun 2013

yaitu 3.571. 141 ton, 2014 yaitu 3.490.516 ton, tahun 2015 yaitu 3.868.880 ton dan pada tahun 2016 yaitu 4.387.035,9 ton (BPS Sumut, 2017). Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai sasaran produksi tersebut, diantaranya mengatasi persoalan ketersediaan benih, ketersediaan infrastruktur serta pengolahan hama dan penyakit tumbuhan. Produktivitas tanaman padi dipengaruhi oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Beras merupakan bahan makanan sebagai sumber energi bagi manusia.

Selain itu, beras juga merupakan sumber protein, vitamin dan juga mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Berdasarkan warna beras, di Indonesia dikenal beberapa jenis beras seperti beras putih, beras hitam, beras ketan dan beras merah.

Beras merah umumnya dikonsumsi tanpa melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling menjadi beras pecah kulit, kulit arinya masih melekat pada endosperm.

Kulit ari beras merah ini kaya akan minyak alami, lemak esensial dan serat (Santika dan Rozakurniati, 2010).

Padi merah (Oryza sativa) jarang dibudidayakan petani di Indonesia karena umurnya panjang (rata-rata 134 hari) dan morfologi tanamannya tinggi (rata-rata 164 cm) sehingga mudah rebah (Silitonga 2011). Beras merah juga jarang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, padahal selain harganya yang

(15)

2

cukup mahal, beras merah merupakan pakan fungsional karena mengandung antosianin, suatu senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas.

Kementerian Kesehatan RI melaporkan beras merah mengandung protein 7,3%, besi 4,2%, dan vitamin B1 0,34%. Beras merah juga mengandung karbohidrat, lemak, serat, asam folat, magnesium, niasin, fosfor, vitamin A dan C (Afza, 2016). Untuk menghasilkan beras yang berkualitas, salah satu cara yang diperlukan adalah mengidentifikasi dan mengontrol hama dan penyakit pasa tanaman padi merah (Oryza sativa).

Hama pada tanaman padi sangat beragam, disamping faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan musim) yang sangat mempengaruhi produksi padi.

Beberapa hama yang banyak merugikan petani padi diantaranya adalah wereng coklat (Nilaparvata lugens), kepinding tanah (Scotinophara coarctata F),ulat grayak (Spodoptera litura), hama putih (Nymphula depunctalis) dan walang sangit (Leptocorisa oratorius F) (Siregar, 2007). Namun hama yang menyerang padi merah silotik di Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan adalah wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), walang sangit ( Leptocorisa acuta ) dan keong mas (Pomacea canaliculata)

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan suatu pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak menimbulkan kerugian yang besar. PHT merupakan perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit, melalui monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman menggunakan teknologi pengendalian tepat guna. PHT dapat dilakukan menggunakan strategi berikut ini : gunakan varietas tahan hama dan

(16)

penyakit, menggunakan tanaman yang sehat, mmanfaatkan musuh alami, pengendalian secara mekanik (alat) dan fisik (menangkap) serta penggunaan pestisida hanya jika diperlukan dan dilakukan tepat sesuai dosis, sasaran dan waktu (Siregar, 2016).

Walang sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg. ) Hanya menyerang tanaman yang sudah berbulir. Pengendalian dengan insektisida dilakukan jika populasinya melebih ambang kendali yaitu pada saat setelah stadia pembungaan ditemukan rata-rata >10 ekor/rumpun ( Roja, 2009 ) pada saat munculnya gejala ataupun jika petani sudah melihat walang sangit berada pada tanaman padi merah.

Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian tentang efektifitas atraktan alami menggunakan variasi bangkai dan ketinggiap perangkap dalam mengendalikan hama Walang sangit pada beras merah silotik di Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mendapatkan jenis atraktan dan ketinggian yang paling efektif untuk mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa acuta Thunberg.) di Desa Tanjung Dolok, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hipotesis Penelitian

- Adanya perbedaan ketinggian perangkap berpengaruh nyata dalam mengendalikan walang sangit yang tertangkap

- Adanya penggunaan variasi atraktan berpengaruh nyata dalam mengendalikan walang sangit yang tertangkap

(17)

4

- Terdapat interaksi antara ketinggian dan variasi atraktan dalam mengendalikan hama walang sangit pada tanaman padi merah

Kegunaan Penulisan

Adapun Kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai inventarisasi data dalam penelitian pengendalian walang sangit, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan, dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama Walang Sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg. )

Hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai berikut : Kelas:

Insekta, Ordo: Hemiptera, Famili: Coreidae , Genus: Leptocorisa, Species : Leptocorisa acuta Thunberg. Walang sangit merupakan hama potensial yang

pada waktu-waktu tertentu menjadi hama penting tanaman padi dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 50%. Populasi 100.000 ekor per hektar diduga dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil penelitian menunjukkan

populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27%

(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).

Gambar 1. walang sangit yang menyerang tanaman padi (Manopo et al., 2012)

Walang sangit merupakan hama perusak buah yang menyebabkan buah menjadi kosong (Tiwari et al., 2011). Walang sangit juga menyerang bulir padi dalam kondisi masak susu, mengisap cairan dalam bulir padi sehingga menyebabkan bulir padi tersebut menjadi kosong (Pracaya dan Kahono, 2011).

(19)

6

Kerusakan padi akibat serangan Leptocorisa dilaporkan dapat mencapai 98.7%

(Bhadauria and Singh, 2009).

Walang sangit (Leptocorisa acuta Thunb.) merupakan salah satu hama utama yang menyerang komoditas padi di seluruh dunia di Indonesia, hama ini menyerang buah padi yang dalam keadaan matang susu. tanaman inang selain padi yang disukai walang sangit antara lain adalah sorghum, tebu, gandum dan berbagai jenis rumput, di antaranya: Italica, Setaria, Panicum crus-galli, Panicum

colonum, Panicum flavidum, Panicum miliare, Eleusine coracana, Setaria glauca

(Pratimi, 2011).

Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri dari 5 instar. Lama periode nimfa rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi coklat kekuning- kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa. Walaupun demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada periode nimfa. Nimfa setelah menetas akan bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia masak susu, bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimfa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru yang cocok sebagai makanannya. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena warnanya sama dengan warna daun (Kartohardjono dkk, 2010).

Siklus hidup walang sangit 35-56 hari dan mampu bertelur 200-300 butir per induk. Kemampuan bertelur yang tinggi ini dapat menyebabkan peningkatan populasi hama walang sangit dengan cepat di pertanaman padi sehingga hal ini akan meningkatkan tingkat serangan (Effendy et al., 2010).

Gejala Serangan

(20)

Walang sangit merupakan salah satu kelompok kepik yang merupakan hama yang paling sering ditemui dipertanaman padi di daerah Sumatera terutama pada lahan yang nonirigasi. Serangan hama walang sangit dapat menyebabkan kekurangan hasil dan kerugian mencapai 50% (Kalshoven, 1981). Kelompok kepik seperti kepinding tanah juga selalu ditemui pada daerah rawa lebak dengan

kondisi lahan yang selalu tergenang air dan kelembaban yang tinggi (Anggraini dkk.,2014).

Gambar 2. Tanaman padi yang terserang walang sangit (Armyanto, 2016)

Salah satu hama pengganggu terbanyak pada tanaman padi adalah walang sangit (Leptocorisa acuta Thunb.) melakukan serangan pada bulir tanaman padi dengan menghisap cairan tanaman sehingga (kata dimana digunakan kalau menanyakan tempat) mengakibatkan bulir padi hampa dan mudah pecah dalam penggilingan. Jika terjadi serangan berat dapat menurunkan hasil tanaman padi mencapai 100% (Rosba dan Catri, 2015).

Hama walang sangit merupakan hama yang menyerang tanaman padi saat memasuki masa pembungaan hingga masak susu. Walang sangit dapat mengakibatkan bulir gabah tanaman menjadi hampa sampai tidak berbuah kembali . Kehadiran hama perlu dikendalikan, apabila populasinya telah melebihi

(21)

8

batas ambang ekonomi. Beberapa teknologi yang dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan insektisida kimia antara lain adalah pemanfaatan musuh alami, baik berupa parasitoid, predator dan patogen (Purwaningsih, 2017).

Pengendalian

Pada umumnya petani dalam mengendalikan hama tanaman selalu bertumpu pada penggunaan insektisida, tetapi hasilnya masih kurang memuaskan karena masih tingginya intensitas kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain insektisida yang digunakan lepas sasaran dan cara aplikasi serta takaran dosis yang digunakan kurang tepat.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu diteliti bahanbahan yang dapat dimanfaatkan

sebagai pengendali hama walang sangit yang ramah lingkungan (Qomarodin, 2006).

Menurut Willis (2001) Pengendalian walang sangit ( Leptocorisa acuta Thunberg.) yaitu sebagai berikut :

Pengendalian Menggunakan Kultur Teknis

Pengendalian dapat dilakukan dengan menanam tanaman perangkap. Padi diianam di areal yang kecil lebih awal, sehingga populasi akan terkonsentrasi pada tanaman perangkap tersebut sehingga walang sangit mudah dibasmi. Dengan demikian populasi awalnya akan rendah. Selain itu walang sangit tertarik dengan bau-bauan tertentu seperti bangkai, kotoran bintang dan beberapa jenis tanaman rumput seperti Ceratophyllum dertncsum, C. submersum, Lycopodium carinatum D., dan Limnophila sp. Dengan memancing melalui bahan-bahan penarik tersebut pengendalian dapat dilakukan. Sanitasi lingkungan dengan menghilangkan tanaman alternative yaitu rumput-rumputan atau tanaman gulma dapat

(22)

menurunkan populasi awal, sehingga populasinya tidak akan berkembang dan menyebar ke pertanaman yang lebih luas sehingga kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman akan rendah.

Pengendalian Dengan Penggunaan Musuh Alami

Walaupun kurang peranan dari parasit, predator dan patogen dalam penurunan populasi, tetapi musuh alami ini dapat dimanfaatkan. Pada keadaan tertentu, musuh alami ini akan berperan cukup besar dalam menekan populasi, sehingga usaha konservasi perlu dilaksanakan. Pertanaman diusahakan dapat merangsang perkembangan musuh alami yang optimum dan usaha pengendalian terutama dengan pestisida harus hati-hati.

Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian secara kimia dapat dilakukan bila populasi mencapai ambang ekonomi, yaitu jika ditemui 6 ekor walang sangit/m, sedangkan rekomendasi dari IRRI adalah 1 ekor serangga/rumpun. Penggunaan pestisida oleh petani berdampak negatif pada beberapa aspek, seperti lahan pertanian, perikanan, flora dan fauna, bahkan meningkatkan mortalitas manusia yang terpapar oleh pestisida tersebut (Wilson and Tisdell, 2001). Penggunaan yang berlebihan menyebabkan resistensi terhadap hama itu sendiri. Salah satu alternatif dalam pengendalian penggunaan hama adalah penggunaan biopestisida, yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan populasi (Aziz, 2014).

Pengendalian Hayati

Penggunaan insektisida biologi sangat baik untuk diaplikasikan. Hal ini dikarenakan insektisida botani hanya menyerang hama dan tidak menimbulkan masalah terhadap musuhmusuh alami tersebut seperti predator dan parasitoid

(23)

10

sehingga keberadaan musuh alami di lapangan dapat dipertahankan sehingga tidak merusak ekosistem musuh alami. Berbeda dengan penggunaan insektisida kimia yang dapat membunuh seluruh serangga baik hama maupun musuh alami.

Pengendalian biologi juga dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama di lapangan, sehingga tidak perlu dilakukan aplikasi sesering mungkin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurdin dkk (1993) yang menyatakan bahwa insektisida biologi dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian secara terpadu karena efektif terhadap hama sasaran dan relatif aman terhadap parasitoid dan predator (Sitompul dkk.,2014).

Secara umum, mekanisme kerja pestisida nabati dalam melindungi tanaman dari OPT yaitu secara langsung menghambat proses reproduksi serangga hama khususnya serangga betina, mengurangi nafsu makan, menyebabkan serangga menolak makanan, merusak perkembangan telur, larva dan pupa sehingga perkembangbiakan serangga hama terganggu, serta menghambat pergantian kulit (Saenong, 2016).

Capung berperan penting dalam jarring-jaring makanan di pertanian.

Nimfa capung dapat memakan protozoa, larva nyamuk, crustacea yang berukuran kecil, berudu, ikan-ikan kecil, kumbang air, dan nimfa dari spesies yang berbeda maupun dari spesies yang sama (kanibalisme). Imago capung berkemampuan memangsa banyak jenis serangga, seperti kutu daun, wereng, walang sangit, nyamuk, lalat, kupu-kupu sehingga dapat menguntungkan dunia pertanian, terutama pertanian organik. Selain itu, capung dalam jaring-jaring makanan juga berperan sebagai mangsa bagi predator, seperti laba-laba, katak, kadal, dan burung pemakan serangga (Dalia dan Leksono, 2014)

(24)

Teknologi Penggunaan Atraktan Tepat Guna

Pengendalian hama walang sangit dapat dilakukan dengan menggunakan atraktan. Penggunaan atraktan merupakan pengendalian yang aman bagi lingkungan dan cukup efektif dalam menekan populasi hama (Patty, 2012).

Menurut Kardinan et al., (2009) penggunaan atraktan dapat mengurangi penggunaan pestisida sebesar 75% sampai dengan 95%.Pengendalian hama walang sangit menggunakan atraktan dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan bau bangkai hewan. Selain penggunaan atraktan berbahan organik untuk menarik hama walang sangit, penambahan pestisida kimia diharapkan lebih efektif mendapatkan hama dalam kondisi yang mati. (Kusmawati et al., 2019).

Dampak negatif tersebut mendorong untuk mengatasi masalah hama walang sangit dengan mencari alternatif pengganti, salah satunya dengan pengendalian secara alami/hayati, yakni dengan atraktan bau bangkai dan insektisida nabati. Atraktan bau bangkai berperan sebagai penarik hama walang sangit agar masuk dalam perangkap. Selain ramah lingkungan, pemakaian bangkai dan insektisida nabati sebagai kearifan budaya lokal petani yang telah lama digunakan untuk pengendalian hama walang sangit, disamping itu merupakan

pengendalian yang aman dalam penggunaannya dan bersifat ekonomis (Zakiyah dkk, 2015).

Darah sapi, kepiting, dan daging iga sapi menghasilkan enam macam senyawa volatil yaitu karbon dioksida, metanol, dimetil sulfida, amoniak, asam asetat, dan dimetil disulfida, tetapi dengan persentase yang berbeda. Secara umum terlihat metanol merupakan senyawa volatil yang paling dominan dan CO2 sebaliknya. Pada keong emas kandungan CO2 adalah tertinggi dibandingkan

(25)

12

empat bahan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan senyawa volatil yang dilepaskan oleh keong emas paling cepat menyebar (terdispersi) dibandingkan dengan yang lainnya karena volatilitas CO2 paling tinggi. Salah satu tanda tingginya kandungan senyawa dengan volatilitas tinggi (yaitu CO2 dan metanol) adalah jika jarum syringe ditancapkan pada alat penangkap senyawa volatil maka kelep syringe tertekan keluar dengan cepat, sebagai contoh pada sampel keong emas dan kepiting (Solikhin, 2000).

Walang sangit tertarik dengan bau busuk yang berasal dari bangkai. Untuk menarik walang sangit dapat digunakan keong mas, bekicot atau gondang. Keong mas, bekicot atau gondang yang sudah dipecah cangkangnya tersebut ditusuk dengan kawat. Perlakuan tersebut menghasilkan rangkaian keong berbentuk sate.

Keong umpan tersebut di rendam ke dalam cairan insektisida yang bersifat kontak dan perut. Gunakan insektisida yang tidak berbau, sehingga dari umpan tersebut hanya keluar bau busuk keong mati dan tidak ada bau insetisida. Walang sangit yang datang ke deretan keong tadi akan menghisap cairan tubuh keong dan akan mati. Di atas tanah yang diatasnya terdapat keong umpan akan ditemukan walang sangit yang mati karena keracunan. Walang sangit yang mati itu dikumpulkan menggunakan sapu lidi, lalu dipendam atau dikubur. Lakukan pencelupan ulang keong umpan ke dalam insektisida atau semprot koeng umpan tadi dengan larutan insektisida. Pemasangan umpan dihentikan jika populasi walang sangit sudah rendah (Irsan dkk, 2014).

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pengendalian dengan menggunakan perangkap bau busuk (keong) tersebut cukup efektif dibandingkan pengendalian lainnya dalam mengendalikan walang sangit. adapun fungsi dari

(26)

penggunaan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena dengan perangkap tersebut walang sangit lebih tertarik berkunjung ke tempat perangkap tersebut dibandingkan bulir padi (Asikin dan Thamrin, 2009).

Walang sangit dapat tertangkap pada pemasangan perangkap mulai dari ketinggian sejajar bulir tanaman padi sampai dengan ketinggian 40 cm diduga karena walang sangit merupakan hama yang tidak dapat terbang jauh dan lebih suka hinggap pada daerah yang menjadi sumber makanan, sehingga ketinggian

tersebut cukup efektif untuk pemasangan perangkap walang sangit (Samosir, 2018).

(27)

14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan pertanaman padi merah silotik Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan, total luas lahan ±3.500 m2 digunakan untuk penelitian 200 m2 dengan ketinggian tempat ±980 m diatas permukaan laut.

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari 9 Oktober 2019 sampai dengan 22 November 2019 di lapangan kemudian komposisi serangga dan walang sangit pada tanaman padi diidentifikasi.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kepiting, daging keong mas, dan daging udang, tanaman padi merah spesifik lokal Silotik dan Label/plank.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, timbangan kecil, batang pengaduk, ajir bambu, tali, Pisau, pinset, kawat, buku data, alat tulis, botol air mineral bekas volume 1,5 liter dan meteran.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan perlakuan satu faktor menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial terdiri dari 2 Faktor yaitu :

Faktor I (Atraktan) :

A0 : Kontrol (Tanpa pemberian atraktan) A1 : Daging Kepiting 125 g

A2 : Daging Keong Mas 125 g A3 : Daging Udang 125 g

(28)

Faktor II (Ketinggian Atraktan) :

P1 : sejajar dengan pangkal bulir padi P2 : 10 cm di atas pangkal bulir padi P3 : 20 cm di atas pangkal bulir padi P4 : 30 cm di atas pangkal bulir padi

Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak 16 yaitu : A0P1 A0P2 A0P3 A0P4

A1P1 A1P2 A1P3 A1P4 A2P1 A2P2 A2P3 A2P4 A3P1 A3P2 A3P3 A3P4

Ulangan sebanyak 3 diperoleh dari rumus : (t-1) (r-1) ≥ 15

15 (r-1) ≥ 15 15r-15 ≥ 15 15r ≥ 30

r ≥ 2

r ≥ 3

Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Maka hasil kombinasi diperoleh sebanyak 48 unit percobaan. Selanjutnya data di analisa dengan sidik ragam pada setiap parameter.

Metode linier yang dipakai:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ) ij +ρk + εijk Dimana :

Yijk = Pengamatan pada satuan percobaan ke-i yang memperoleh kombinasi

(29)

16

perlakuan taraf ke j dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor P μ = Mean populasi

αi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor P

(αβ) ij = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor P

εijk = Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.

Pelaksanaan Penelitian PersiapanAlat dan Bahan

Persiapan ini bertujuan untuk mempersiapkan semua alat dan bahan yang akan di gunakan saat penelitian.

Peninjauan Lokasi

Survei lokasi penelitian yang bertujuan untuk mengetahui rencana lokasi yang akan dilakukan sebagai tempat pelaksanaan penelitian, selanjutnya dilakukan inventarisasi jenis dan jumlah serangga di lokasi penelitian padi merah silotik.

Persiapan Daging kepiting

Daging kepiting dicacah halus kemudian ditimbang seberat 125 g lalu dibiarkan selama 24 jam sebelum dimasukkan ke dalam botol perangkap.

Persiapan Daging Keong Mas

Daging keong mas yang diambil dari areal persawahan dicacah halus lalu ditimbang seberat 125 g lalu dibiarkan selama 24 jam sebelum dimasukkan ke dalam botol perangkap.

(30)

Persiapan Daging Udang

Daging udang dicacah halus lalu ditimbang seberat 125 g lalu dibiarkan selama 24 jam sebelum dimasukkan ke dalam botol perangkap.

Pembuatan Perangkap

Botol air mineral 1,5 l dipotong bagian ujung Ujung botol disatukan kemudian di lem. Atraktan dimasukan kedalam botol yang sudah disatukan. Sebagai pintu masuk perangkap, tutup botol di balik kemudian dimasukkan kedalam botol dengan posisi tutup botol mengarah kedalam. (Gambar 3)

Gambar 3. Botol Perangkap (Foto Pribadi, 2019).

Pemasangan Perangkap

Perangkap dipasang sesuai perlakuan diantara tanaman padi yang berumur 65 hari setelah tanam atau pada saat bulir padi matang susu dan dipasang secara acak pada areal pertanaman dengan jumlah 48 buah perangkap. Perangkap bangkai dipasang di setiap titik yang sudah di tentukan pada bagan percobaan . Atraktan kepiting, keong mas dan udang diganti 7 hari sekali selama 6 kali pengamatan.

Waktu Pengamatan

Pengamatan dilakukan 7 hari setelah pemasangan perangkap pada saat padi berumur 65 hari setelah tanam atau pada saat bulir padi matang susu. Pengamatan

(31)

18

dilakukan selama 42 hari dari bulan Oktober sampai dengan bulan November 2019.

Parameter Pengamatan

a. Jumlah dan Rerata Walang Sangit (Leptocorisa acuta) Yang Tertangkap

Saat pengamatan dihitung jumlah hama yang terperangkap.Sampel diperoleh dengan cara mengambil walang sangit yang tertangkap pada masing masing perlakuan. Data yang diperoleh dilakukan tabulasi dan dihitung rerata populasi Leptocorisa acuta dengan menggunakan analisis kuantitatif sederhana:

Keterangan:

µ: Rerata populasi Leptocorisa acuta per perlakuan xi: Jumlah Leptocorisa acuta yang tertangkap per ulangan n: Banyaknya ulangan

b. Serangga Lain Yang Terperangkap

Menghitung dan mengidentifikasi serangga lain yang terperangkap pada perangkap yang telah dipasang pada lahan pengamatan.

Analisis Data

Data pengamatan yang diperoleh dari percobaan dianalisis dengan menggunakan SPSS untuk :

Analisis Sidik Ragam :

- Perbedaan signifikan jenis atraktan terbaik

(32)

- Perbedaan signifikan ketinggian perangkap.

(33)

31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengaruh Jenis perangkap terhadap jumlah walang sangit yang terperangkap berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah walang sangit yang terperangkap dengan nilai F 0,05 sebesar 3.49.

2.

Perbedaan ketinggian perangkap tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah populasi walang sangit yang terperangkap, diduga ketinggian terbaik adalah ketinggian perangkap 30 cm di atas bulir dengan rataan 18,92 ekor.

3. Interaksi jenis perangkap dan beberapa satuan tinggi perangkap pada ketinggian 30cm diatas bulir padi tidak berpengaruh nyata dalam mengendalikan hama walang sangit pada tanaman padi. perangkap bangkai kepiting dengan interaksi yang terbaik untuk mengendalikan walang sangit yakni dengan nilai rataan 30,00 ekor.

4. Ada korelasi antara populasi walang sangit dengan serangga lain yaitu dengan uji Pearson Correlation sebesar 0,794.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan kepada petani dan mayarakat untuk meningkatkan pemeliharaan tanaman padi serta penggunaan perangkap aroma alami tanpa menggunakan pestisida. Perangkap ini mampu mengendalikan hama walang sangit dan serangga lain. jenis perangkap yang lebih baik dan ketinggian yang efektif yaitu pada A1P4 ( perangkap bangkai kepiting dengan ketinggian perangkap 30 cm diatas bulir padi ) mampu mengurangi resiko serangan hama di Desa Tanjung Dolok, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Afza, H. 2016. Peran Konservasi Dan Karakterisasi Plasma Nutfah Padi Beras Merah Dalam Pemuliaan Tanaman. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian.

Jurnal Litbang pertanian Vol. 35 : 143-155.

Asikin, S. dan M. Thamrin. 2009. Pengendalian Hama Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) di Tingkat Petani Lahan Lebak Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitra). Banjarmasin.

Anggraini, S., Siti, H., Chandra, I. dan Abu, U. 2014. Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi di Sawah Lebak di Sumatera Selatan. Ilmu Tanaman Program Pascasarjana FP Universitas Sriwijaya. Palembang.

Arafah. 2009. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padi Sawah. Bumi Aksara. Bogor, Jawa Barat.

Aziz, I. R. 2014. Kemampuan Tumbuh Pseudomonas Putida Strain 071 Pada Medium Diazinon. Jurnal Teknosains. vol 8(1): 87-94.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. 2017. Produksi Padi Sawah, 2006- 2016. https://sumut.bps.go.id/statictable/2017/11/20/765/luas-panen- produksi-dan-rata-rata-produksi-padi-sawah-2006-2016.html.[12Mei 2019].

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BPTP). (2009). Deskripsi Varietas padi.

Badan penelitian dan pengembangan pertanian.

Bhadauria, N. S. and Singh, P. 2009. Assessment of Losses in Paddy Caused Leptocorisa varicornis. Annals of Plant Protection Sciences. vol 17(1):

231.

Dalia, B, P, I. dan A, S, Leksono. 2014. Interaksi Antara Capung Dengan Arthropoda dan Vertebrata Predator di Kepajen, Kabupaten Malang.

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Effendy T.A., R. Septiadi, A. Salim dan A. Mazid. 2010. Entomopathogenic fungi from the lowland soil of south Sumatera Selatan and their potential as biocontrol agents of stink bugs (Leptocorisa oratorius (F).J HPT Tropika, 10 (2): 161p.

Elischa. 2013. Perkembangan Populasi Walang Sangit (Leptocorisa oratorius (F)) (Hemiptera: Alydidae) Dan Potensi Musuh Alaminya Pada Pertanaman Padi. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor.

(35)

33

Feriadi. 2015. Pengendalian Hama Walang Sangit (Leptocorisa oratorius) Pada Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung.

Heath, R.R., P.J. Landolt, B. Dveben & B. Lenezewski. 1992. Identification of floral compounds of night blooming jessamine attractive to cabbage looper moths. Environtmental Entomology 21 (3): 854-859. 00

Ihfitasari. T., A. Z. Siregar., Pinem. M. I. 2019. Indeks kerapatan mutlak , kerapatan relatif, frekuensi mutlak dan frekuensi relatif serangga pada tanaman Padi (Oryza sativa L.) fase vegetatif dan fase generatif di Percut, Sumatera Utara. Jurnal Agroteknologi FP USU 7 (2) (60) : 472-481. Program Studi Agroteknologi, USU. Medan.

Irsan, C., M., U, Harun. dan E, Saleh. 2014. Pengendalian Tikus dan Walang Sangit di Sawah lebak. Fakultas pertanian Universitas Sriwijaya.

Prosiding Seminar Nasional. Palembang.

Kardinan AMH, Bintoro, Syakir M, Amin A. 2009. Penggunaan Selasih Terhadap Pengendalian Hama Lalat Buah pada Mangga. Jurnal Littri 15(3):101- 109.

Kartohardjono, A., D, Kertoseputro. dan T, Suryana. 2010. Hama Potensial dan Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 416p.

Khunaifi, A. 2013. Pengaruh Waktu Aplikasi Umpan Telur Busuk Sebagai Perangkap Walang sangit (Leptocorisa acuta Thunberg) Pada Tanaman Padi. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jawa Tengah.

Kusmawati., R. Apriadi., E. Asriani. 2019. Penggunaan Atraktan Organik yang Diperkaya Pestisida Kimia untuk Pengendalian Hama Walang Sangit Skala Laboratorium The Use of Attraktant Organic Enriched With Chemical Pesticides for Rice Ear Bug Control in Laboratory. Jurnal Agrotek 5 (2) : 1-9 pp. Universitas Bangka Belitung. Bangka Belitung.

Manopo, R., C.L. Salaki., J.E.M. Mamahit., E. Senewe. 2012. Padat Populasi dan Intensitas Serangan Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thumb.) Pada Tanaman Padi Sawah Di Kabupaten Minahasa Tenggara.

Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Mardiah. Z. dan Sudarmaji. 2012. Identifikasi Komponen Volatil Tanaman Padi Fase Bunting dan Matang Susu sebagai Pakan Alami yang disukai Tikus Sawah.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31 (2). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang.

Murtini, J.T., R. Riyanto1, N. Priyanto, dan I. Hermana. 2014. Pembentukan Formaldehid Alami pada Beberapa Jenis Ikan Laut Selama

(36)

Nadeak. E. S. M, Rwanda. T., Iskandar. I. 2015. Efektivitas Variasi Umpan dalam Penggunaan Fly Trap di Tempat Pembuangan Akhir Ganet kota Tanjungpinang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas 10 (1): 84.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Andalas. Padang.

Nenet S, Sumeno dan Sudarjat. 2005. Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjajaran. Bandung.

Nurdin F., J. Ghani dan Z. B. Kiman, 1993. Pengaruh beberapa konsentrasi Insektisida Biologi Thuricide HP Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Prosiding Simposium Patologi Serangga I, Yogyakarta.

Nofiardi. E., Sarbino, dan Fadjar R., 2016., Fluktuasi Populasi dan Keparahan Serangan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) pada Tanaman Padi di Desa Sejiram Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas.

Patty JA. 2012. Efektivitas Metil Eugenol terhadap Penangkapan Lalat Buah (bactrocera dorsalis) pada Pertanaman Cabai. Jurnal Agrologia 1 (1) : 69-75.

Pracaya dan Kahono PC. 2011. Kiat Sukses Budidaya Padi. Singkawang: PT.

Macanan Jaya Cemerlang.

Pratimi, A. 2011. Fluktuasi population walang sangit Leptocorisa oratorius F.

(Hemiptera: Alydidae) pada komunitas padi di Dusun Kepitu, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 52p.

Prijono, D. dan H, Triwidodo. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani.

Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Purwaningsih, T. 2017. Efektifitas Aplikasi Beauveria bassiana Sebagai Upaya Pengendalian Wereng Batang Coklat dan Walang Sangit Pada Tanaman Padi. Skripsi. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.

Qomarodin. 2006. Pengendalian Walang Sangit (Leptocorisa Oratorius F) Ramah Lingkungan Di Tingkat Petani Di Lahan Rawa Lebak in Prosiding Temu Teknis Tenaga Fungsional Pertanian: Profesionalisme Tenaga Fungsional dalam mendukung Revitalisasi Pertanian. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Kalimantan Selatan.

Roja, A. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Secara Terpadu (PHT) Pada Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sumatera Barat.

(37)

35

Rosba, E. dan M. Catri. 2015. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang Terhadap Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunb) Pada Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. Vol. 1(2):76-82.

Saenong, M. S. 2016. Tumbuhan Indonesia Potensial Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Hama Kumbang Bubuk Jagung (Sitophilus spp.). Jurnal Litbang Pertanian Vol.35 (3) : 131-142.

Samosir, D, W. 2018. Uji Tipe dan Ketinggian Perangkap untuk Mengendalikan Walang Sangit Leptocorisa acuta Thunberg. (Hemiptera: Alydidae) pada Padi Sawah di Kelurahan Pematang Marihat Kecamatan Siantar Marimbun. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Santika, A. dan Rozakurniati. 2010. Teknik Evaluasi Mutu Beras Ketan dan Beras Merah pada Beberapa Galur Padi Gogo. Buletin Teknik Pertanian:

Pusat perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, No 1, Vol 13, -2010.

Siagian, S. W. 2018. Uji Efektifitas Perangkap Bangkai Keong Mas dan Bangkai Ikan untuk Mengendalikan Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunberg.) pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Patumbak. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Silitonga, T.S. dan A. Risliawati. 2011. Pembentukan core collection untuk sumber daya genetik padi toleran kekeringan. Bul. Plasma Nutfah 17(2): 104–115.

Siregar A Z. 2007. Hama-Hama Tanaman Padi. USU Repository. Medan.

Siregar A Z,.2016. Pengelolaan Terpadu Padi Sawah (PTPS): Inovasi Pendukung Produktivitas Pangan. USU. Medan.

Sitompul, A, F., S, Oemry. dan Y, Pangestiningsih. 2014. Uji Efektifitas Insektisida Nabati Terhadap Mortalitas Leptocorisa acuta Thunberg.

(Hemiptera : Alydidae) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Rumah Kaca. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Medan. J AET Vol 2 (3) : 1075-1080.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.

Solikhin. 2000. Ketertarikan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) Terhadap Beberapa Bahan Organik Yang Membusuk. J.Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 1(1): 16-24.

(38)

Tiwari GN, Prasad CS, Nath L. 2011. Arthropod Diversity in Brinjal Ecosystem and its Relation with Weather Factors in Western Uttar Pradesh.

Trends in Biosciences. vol 4(1): 12-18.

Tomboku I., James B K., Mareyke M dan Jususf M. 2014. Potensi Beberapa Tanaman Atraktan Dalam Pengendalian Hama Keong Mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) Pada Tanaman Padi Sawah Di Desa Tonsewer Kecamatan Tompaso II. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Vinson, S.B. 1981. Habitat alocation. In D.A. Nordlund, R.L. Jones & W.J.

Lewis (eds.), Semiochemicals: Their Role in Pest Control. A WileyInterscience Publication, John Wiley & Sons, New York: 51-77.

Yudono, D. A. 2007. Studi Kombinasi Bentuk Perangkap Dan Atraktan Terhadap Potensi Perangkap Walangsangit (Leptocorisa acuta Thunberg).

Skripsi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Jember.

Jember

Willis, M. 2001. Walang Sangit : Bioekologi dan Pengendaliannya di Lahan Pasang Surut. Monograf . Badan Litbang Pertanian. Balittra.

Banjarharu.

Zakiyah, F., M, Hoesain. dan Wagiyana. 2015. Pemanfaatan Kombinasi Bau Bangkai Kodok dan Insektisida Nabati sebagai Pengendali Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) pada Tanaman Padi. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember.

(39)

37

LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian

A3P3

A2P3

A2P2

A2P1

A3P2

A1P4

A2P1

A1P2

A3P1

A2P4

A1P4 A2P1 A3P2

A3P3 A3P2

A1P2

A2P2

A2P3

A3P3 A2P2

A3P1

A1P1

A1P3

A3P4 A1P3

A3P4

A1P1

A3P1

A2P4

A1P2 A1P1 A2P4 A1P3 A3P4

A1P4

A2P3

U1 U2 U3

4 m 1,2 m mmm 1 m

1 m

20 m

A0P2

A0P2 A0P4 A0P1 A0P3

A0P4 A0P1

A0P3

A0P3 A0P4 A0P2 A0P1

(40)

Faktor I (Atraktan) :

A0 : kontrol / tanpa perlakuan A1 : Daging Kepiting 100 g A2 : Daging Keong Mas 100 g A3 : Daging Udang 100 g Faktor II (Ketinggian Atraktan) :

P1 : sejajar dengan pangkal bulir padi P2 : 10 cm di atas pangkal bulir padi P3 : 20 cm di atas pangkal bulir padi P4 : 30 cm di atas pangkal bulir padi

(41)

39

Lampiran 2. Data Walang sangit yang terperangkap

Data pengamatan Perlakuan U1 U2 U3 Total

Pengamatan I A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 2 1 2 5

A1P2 1 3 0 4

A1P3 3 2 2 7

A1P4 3 4 4 11

A2P1 0 1 0 1

A2P2 1 1 1 3

A2P3 1 2 2 5

A2P4 2 0 3 5

A3P1 0 2 1 3

A3P2 2 2 2 6

A3P3 2 3 2 7

A3P4 3 3 2 8

Total 20 24 21 65

Pengamatan II A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 3 2 2 7

A1P2 3 5 2 10

A1P3 4 2 3 9

A1P4 2 6 5 13

A2P1 1 3 2 6

A2P2 3 2 2 7

A2P3 5 2 0 7

A2P4 2 3 5 10

A3P1 3 2 3 8

A3P2 1 4 2 7

A3P3 3 1 4 8

A3P4 4 6 2 12

Total 34 38 32 104

Pengamatan III A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

(42)

A1P2 3 4 2 9

A1P3 5 3 7 15

A1P4 5 7 4 16

A2P1 1 0 2 3

A2P2 7 4 3 14

A2P3 4 2 3 9

A2P4 5 3 2 10

A3P1 2 3 3 8

A3P2 4 2 1 7

A3P3 5 3 4 12

A3P4 4 5 2 11

Total 47 39 39 125

Pengamatan IV A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 6 9 8 23

A1P2 9 11 8 28

A1P3 5 8 7 20

A1P4 5 7 4 16

A2P1 4 8 9 21

A2P2 9 8 10 27

A2P3 5 4 8 17

A2P4 7 8 3 18

A3P1 8 6 8 22

A3P2 8 6 11 25

A3P3 6 8 5 19

A3P4 5 6 8 19

Total 77 89 89 225

Pengamatan V A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 9 6 4 19

A1P2 8 4 6 18

A1P3 5 7 9 21

A1P4 10 5 7 22

A2P1 5 3 4 12

A2P2 6 3 5 14

A2P3 5 6 4 15

A2P4 6 4 3 13

(43)

41

A3P2 5 4 4 13

A3P3 3 5 0 8

A3P4 4 2 7 13

Total 72 4 56 182

Pengamatan VI A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 4 3 2 9

A1P2 3 2 1 6

A1P3 5 0 2 7

A1P4 4 6 2 12

A2P1 2 3 1 6

A2P2 3 1 0 4

A2P3 2 5 3 10

A2P4 3 1 2 6

A3P1 5 2 3 10

A3P2 4 5 2 11

A3P3 4 2 3 9

A3P4 3 5 4 12

Total 42 35 25 102

Total 292 279 262 833

Keterangan: A0= control, A1=Bangkai kepiting, A2= Bangkai keong mas, A3= Bangkai udang, P1= ketinggian Atraktan sejajar bulir padi, P2 = ketinggian Atraktan 10 cm diatas bulir padi, P3= ketinggian Atraktan 20 diatas bulir padi, P4= ketinggian Atraktan 30 cm di atas bulir padi

(44)

Lampiran 3. Jumlah rata-rata walang sangit yang terperangkap

Perlakuan U1 U2 U3 Total Rataan

A0P1 0 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0 0

A1P1 26 24 24 74 24.66667

A1P2 27 29 19 75 25

A1P3 27 22 30 79 26.33333

A1P4 29 35 26 90 30

A2P1 13 18 18 49 16.33333

A2P2 29 19 21 69 23

A2P3 22 21 20 63 21

A2P4 25 19 18 62 20.66667

A3P1 24 20 21 65 21.66667

A3P2 24 23 22 69 23

A3P3 23 22 18 63 21

A3P4 23 27 25 75 25

Total 292 279 262 833

(45)

43

Lampiran 4. Jumlah serangga lain yang terperangkap

Data pengamatan Perlakuan U1 U2 U3 Total

Pengamatan I A0P1 0 1 0 1

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 1 0 1

A0P4 2 0 0 2

A1P1 10 12 2 24

A1P2 11 7 0 18

A1P3 13 9 3 25

A1P4 10 10 7 27

A2P1 9 8 9 26

A2P2 8 11 4 23

A2P3 13 9 8 30

A2P4 5 2 10 17

A3P1 2 3 11 16

A3P2 0 6 16 22

A3P3 14 14 18 46

A3P4 6 15 9 30

Total 103 108 97 308

Pengamatan II A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 1 1

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 12 8 9 29

A1P2 15 5 7 27

A1P3 11 13 10 34

A1P4 19 7 9 35

A2P1 14 9 12 35

A2P2 13 10 10 33

A2P3 16 8 5 29

A2P4 10 14 8 32

A3P1 20 21 11 52

A3P2 14 24 18 56

A3P3 17 20 15 52

A3P4 21 18 17 56

Total 182 157 132 471

Pengamatan III A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 2 0 0 2

(46)

A1P1 9 10 11 30

A1P2 12 5 8 25

A1P3 6 8 9 23

A1P4 8 11 14 33

A2P1 5 9 6 20

A2P2 4 10 12 26

A2P3 12 7 6 25

A2P4 7 6 10 23

A3P1 14 11 13 38

A3P2 17 15 21 53

A3P3 19 13 24 56

A3P4 13 17 19 49

Total 128 123 153 404

Pengamatan IV A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 1 1

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 10 9 12 31

A1P2 13 15 10 38

A1P3 15 10 11 36

A1P4 17 8 9 34

A2P1 14 7 16 37

A2P2 11 9 21 41

A2P3 9 11 14 34

A2P4 10 13 8 31

A3P1 27 14 6 47

A3P2 23 21 20 64

A3P3 22 18 14 54

A3P4 20 25 19 64

Total 191 160 161 512

Pengamatan V A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 13 14 10 37

A1P2 16 11 12 39

A1P3 11 9 14 34

A1P4 21 7 8 36

A2P1 14 10 12 36

A2P2 17 16 19 52

A2P3 13 12 11 36

(47)

45

A3P1 20 23 19 62

A3P2 21 24 21 66

A3P3 23 26 23 72

A3P4 27 20 26 73

Total 204 189 192 585

Pengamatan VI A0P1 0 0 0 0

A0P2 0 0 0 0

A0P3 0 0 0 0

A0P4 0 0 0 0

A1P1 13 15 14 42

A1P2 11 18 12 41

A1P3 9 8 13 30

A1P4 6 9 5 20

A2P1 4 13 9 26

A2P2 10 16 11 37

A2P3 18 18 8 44

A2P4 15 11 10 36

A3P1 20 24 20 64

A3P2 23 26 23 72

A3P3 21 28 21 70

A3P4 27 20 24 71

Total 177 206 170 553

Total 985 943 905 2833

Keterangan: A0= control, A1=Bangkai kepiting, A2= Bangkai keong mas, A3=

Bangkai udang, P1= ketinggian Atraktan sejajar bulir padi, P2 = ketinggian Atraktan 10 cm diatas bulir padi, P3= ketinggian Atraktan 20 diatas bulir padi, P4= ketinggian Atraktan 30 cm di atas bulir padi

(48)

Lampiran 5. Jumlah rata-rata serangga lain yang terperangkap

Perlakuan U1 U2 U3 Total Rataan

A0P1 0 1 0 1 0.33

A0P2 0 0 2 2 0.67

A0P3 2 1 0 3 1.00

A0P4 2 1 0 3 1.00

A1P1 67 68 58 193 64.33

A1P2 78 61 49 188 62.67

A1P3 65 57 60 182 60.67

A1P4 81 52 52 185 61.67

A2P1 60 56 64 180 60.00

A2P2 63 72 77 212 70.67

A2P3 81 65 52 198 66.00

A2P4 55 63 63 181 60.33

A3P1 103 96 80 279 93.00

A3P2 98 116 119 333 111.00

A3P3 116 119 115 350 116.67

A3P4 114 115 114 343 114.33

Total 985 943 905 2833

(49)

47

LAMPIRAN GAMBAR Lahan penelitian

(50)

Persiapan Penelitian

Pemasangan paranet agar lahan penelitian pengukuran jarak setiap perangkap tidak didatangi hewan ternak disekitar lahan

Pembuatan Perangkap

Dipersiapkan daging kepiting Dipersiapkan keong mas Dipersiapkan udang

Setelah atraktan dimasukkan, ujung tutup botol di sambungkan, namun mengarah ke dalam dan diberi selotip

Dimasukkan daging kepiting, keong mas dan udang ke dalam botol air mineral sebagai atraktan.

(51)

49

Pemasangan Perangkap

Perlakuan kontrol (A0)

Perlakuan (A1) dengan daging kepiting

Perlakuan (A2) dengan daging keong mas

(52)

Walang sangit yang terperangkap

Atraktan dan serangga yang terperangkap dikeluarkan dari botol perangkap

Dipisahkan serangga lain dan walang sangit yang terperangkap, dan dihitung jumlahnya

Setelah dipisahkan antara serangga lain dan walang sangit, kemudian dimasukkan ke dalam kiliing botol yang telah diisi dengan alkohol

Gambar

Gambar 3. Botol Perangkap (Foto Pribadi, 2019).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Janter Simarmata, “ Uji Efektifitas Model Perangkap Menggunakan Atraktan Dalam Mengendalikan Hama Lalat Buah ( Bactrocera dorsalis Hendel) Pada Tanaman Jambu Biji

Solikhin, 2006, Uji Ketertarika Walang Sangit ( Leptocorisa oratorius ) Terhadap Lima Bahan Uji yang Membusuk.. Jurnal Fakultas Pertanian

Tujuan dari penggunaan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena dengan perangkap

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian perangkap 20 cm di atas bulir padi yang menggunakan umpan limbah ikan dengan berat 50 gram (T3B4) memperoleh

Menurut Yudono (2007), Atraktan bau bangkai berperan sebagai penarik hama walang sangit agar masuk dalam perangkap, bahan atraktan bau bangkai tersebut berbentuk

Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan para petani untuk mengendalikan hama walang sangit salah satunya dengan mengunakan insektisida kimiawi, tanpa disadari bahwa

Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah imago walang sangit yang terperangkap paling banyak pada pengamatan 1-3 MSPT pada perlakuan L3 (atraktan bangkai keong+bangkai

YULIANI, SADIAH dan WIDYA SARI Hari keenam pemasangan perangkap organik sudah terlihat perbedaan nyata dengan rata-rata tertinggi terperangkapnya hama walang sangit