• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENDIDIKAN CINTA DAMAI DALAM SURAH AL-HUJURAT AYAT 9 DAN 10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENDIDIKAN CINTA DAMAI DALAM SURAH AL-HUJURAT AYAT 9 DAN 10"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Syamsu Nahar

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara syamsunahar@uinsu.ac.id

Yusnaili Budianti

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara yusnailibudianti@uinsu.ac.id

Dedi Nurniadi

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dedinurnaidi@gmail.com

Received: 06, 2022. Accepted: 12, 2022.

Published: 12, 2022

PENDIDIKAN CINTA DAMAI

DALAM SURAH AL-HUJURAT AYAT 9 DAN 10

Abstract

Peace is at the heart of the Koran and the essence of Islamic teachings. because the Koran is quite realistic looking at humans. Because with the ego and the problems it faces, it often forgets the value of peace so that social tensions between each other become a phenomenon that is not uncommon, even within the scope of the Muslim community itself. Man as a social being must follow certain provisions and rules if he lives and is in the midst of society.

In the teachings of the Islamic religion, it has always called for peace in all corners of the world to invite people to peace.

This study aims to analyze the urgency of peace-loving education in the Koran (Surah al-Hujurat Studies 9-10).

This research uses a type of library research or library research with a content analysis or content analysis research approach, then collects data and draws conclusions from the research results.

This study concluded that the urgency of peace-loving education in the Qur'an and in the study of surah al-hujurat verses 9-10 states that the Koran has explained practical guidelines for managing peace. In Q.S. al-Hujurat verses 9 and 10 it clearly explains that if two factions of believers dispute to the point of causing war, then it is incumbent upon Muslims to reconcile immediately the two belligerent factions. For the life of modern, homogeneous and global society today requires an understanding of the importance of mutual respect, respect for each other. Thus, peace is the goal in Islam and the meaning of Islam is peace.

Keywords : Education, Peace-Love Education, Surah Al-Hujurat Verses 9 & 10

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Syah, 2007).

Kedamaian yang diajarkan oleh negara maupun agama seakan hilang di era modern ini. Konflik yang terjadi di mana-mana menghilangkan nyawa antara satu suku dengan suku lainnya, antara agama dengan agama lainnya, antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya yang menghilangkan rasa aman dan damai batin bagi setiap pelajar dan pengajar yang datang ke kampus. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara yang mengerti hukum dan ilmu agama menghilangkan rasa damai dalam setiap masyarakat suatu bangsa.

Pendidikan Islam pada dasarnya bersumber kepada Alquran dan Hadis.

Alquran begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia. Tidak ada rujukan yang begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan Alquran yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat yang tidak akan pernah habis untuk dipelajari. (Syarnubi et al. 2021)

Perdamaian merupakan jantung Alquran dan esensi ajaran Islam.

Meskipun demikian, Alquran cukup realistis memandang manusia. Sebab dengan ego dan permasalahan yang dihadapinya seringkali melupakan nilai perdamaian sehingga ketegangan sosial antara satu sama lain menjadi sebuah fenomena yang tidak jarang terjadi, bahkan dalam ruang lingkup umat muslim itu sendiri (Kementrian Agama RI, 2008). Menghadapi konflik internal ini, Alquran memberikan solusi dalam QS. al-Hujurat/49: 9-10.

Nabi Muhammad saw. telah mewujudkan misi perdamaian Alquran dalam realitas kehidupan masyarakat Madinah yang majemuk dari segi etnis, yaitu kaum muslim yang terdiri dari kaum Ansar dan Muhajirin, kaum Yahudi yang bersuku- suku dan saling bertentangan, serta kaum paganisme (al-musyrikīn) yang dipersatukan oleh sebuah ikatan yang terkenal sebagai Perjanjian atau Piagam Madinah (Kementrian Agama RI, 2008).

(3)

Sebagai makhluk sosial, manusia harus mengikuti ketentuan-ketentuan serta peraturan-peraturan tertentu apabila Ia hidup dan berada di tengah-tengah masyarakat. Sejak kemunculannya, Islam telah menyerukan perdamaian di seluruh penjuru dunia untuk mengajak manusia kepada perdamaian. Islam menghapus ketakutan berlebihan dalam kehidupan manusia dan menunjukkan jalan terbaik untuk menggapai tujuan, yaitu kemajuan dan perkembangan dengan aman dan tentram (Sabiq, 2013).

Berangkat dari akumulasi tersebut yang merupakan sebuah kejadian yang tidak bisa dibiarkan, maka harus ada tindakan yang cepat dan tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk itu, pendidikan cinta damai (ta’lim hubb as-salam) dalam Islam muncul sebagai sebuah alternatif dalam memberikan kontribusinya untuk pemecahan masalah.

Untuk itu, melihat fenomena yang terjadi dalam beberapa dekade ini dan dalam rangka memperkaya khasanah keilmuan, serta sebagai bentuk dorongan kepada setiap individu maupun kelompok bahwa betapa pentingnya pendidikan damai dalam Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Jenis penelitian yang digunakan yaitu library research (penelitian kepustakaan), yang merupakan merupakan studi dokumen artinya sumber datanya berasal dari bahan-bahan yang tertulis yang pembahasannya terkait dengan nilai- nilai pendidikan (Hadi, 2002). Jadi, penelitian ini menjadikan perpustakaan sebagai sumber untuk memperoleh data penelitian.

Sumber data yang dihimpun terdiri dari dua jenis, yaitu: Data Primer, sumber data primer pada penelitian ini tentunya menggunakan kedua kitab suci sebagai pedoman umat Islam yaitu Alquran dan Hadis. Data sekunder dalam penelitian ini adalah Tafsir Ibnu Katsir karya Abu Fida Ismail bin Katsir Addamasyq, Tafsir Al- Azhar karya Hamka, dan Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Al-Mahalli dan

(4)

Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Muyassar karya Hikmat Basyir dkk, Tafsir Al-Wasith karya Wahbah Zuhaili dan Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan apa saja yang berhubungan dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini, yang berupa karya ilmiah, artikel, jurnal dan sebagainya dengan pembahasan yang relevan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 berbunyi:

ٰىَرۡخ ُ ۡ

لۡٱ َ َعَل اَمُهٰىَدۡحِإ ۡتَغَب ۢنِإَف ۖاَمُهَنۡيَب ْاوُحِلۡصَأَف ْاوُلَتَتۡقٱ َينِنِمۡؤُمۡلٱ َنِم ِناَتَفِئٓاَط نوَإِ

ِتِ َّلٱ ْاوُلِتَٰقَف

ِسۡق َ

أَو ِلۡدَع ۡلٱِب اَمُهَنۡيَب ْاوُحِلۡصَأَف ۡتَءٓاَف نِإَف ِِۚ َّللّٱ ِرۡمَأ َٰٓلَِإ َءٓ ِفَِت ٰ َّتَِح ِغِۡبَت َينِطِسۡقُم ۡ لٱ ُّبِ ُيُ َ َّللّٱ َّنِإ ۖ ْآوُط

َنوُ َحَۡرُت ۡمُكَّلَعَل َ َّللّٱ ْاوُقَّتٱَو ِۚۡمُكۡيَوَخ َ

أ َ ۡينَب ْاوُحِل ۡص َ

أَف ٞةَوۡخِإ َنوُنِمۡؤُم ۡ لٱ اَمَّنِإ

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan anatar keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggraperjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (9) “Orang- orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) anatar kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, suapaya kamu mendapat rahmat.” (10).

A. Penafsiran Surah al-Hujurat Ayat 9 dan 10 Menurut Para Mufasir Menurut Tafsir Al-Qur’an Karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as- Sa’di, pada ayat 9 mengandung larangan bagi orang-orang yang beriman untuk saling menzhalimi satu sama lain dan untuk saling menyerang satu sama lain.

Jika ada dua kubu dari orang-orang beriman yang saling berperang, maka diwajibkan atas orang-orang beriman lainnya untuk melenyapkan keburukan besar ini dengan cara didamaikan serta ditengahi secara baik sehingga perdamaian bias terwujud dan agar mereka yang saling berperang bias menempuh jalan jalan yang menggiring pada perdamaian. Jika keduanya berdamai, maka itulah yang terbaik, namun “jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.” Maksudnya, kembali pada ketentuan Allah swt. dan Rasul- Nya dengan mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan di mana

(5)

yang terbesar adalah perang (As-Sa’di, 2016).

Ini adalah perjanjian yang ditunaikan Allah swt. di antara sesama orang- orang yang beriman. Siapa pun orangnya yang berada di timur bumi ataupun barat yang beriman kepada Allah swt, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya serta beriman kepada hari akhir, maka ia adalah saudara orang-orang yang beriman lainnya, persaudaraan yang mengharuskan orang-orang serta tidak menyukai apapun mengenainya sebagaimana diri mereka sendiri tidak suka terkena hal itu. Selanjutnya Allah swt.memerintahkan mereka untuk bertakwa secara umum serta menyebutkan kasih sayang sebagai akibat dari menunaikan ketakwaan serta hak-hak kaum mukminin.

Terdapat berbagai faidah yang dipetik dari kedua ayat tersebut yang tidak terdapat dalam penjelasan di atas, yaitu: Pertama, peperangan yang terjadi antara sesama kaum mukminin menafikan persaudaraan keimanan, karena itulah berperang dengan sesama mukmin termasuk salah satu dosa besar. Keimanan dan persaudaraan keimanan tidak hilang dengan adanya peperangan sesama mukmin, seperti halnya dengan dosa-dosa besar lain selain syirik. Dan inilah pendapat yang dianut oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Syuhud, 2017).

Manfaat kedua, adalah wajib mendamaikan sesama mukmin yang bertikai secara adil dan wajib memerangi pihak yang berbuat aniaya hingga mereka mau kembali pada perintah Allah swt. Jika mereka kembali pada perintah selain Allah swt seperti merujuk pada hukum yang tidak diakui oleh syariat, maka hal itu tidak diperbolehkan (As-Sa’di, 2016). Meski demikian, harta mereka tetap terjaga, karena Allah swt. hanya menghafalkan darah mereka saja, bukan harta, pada saat mereka terus membelot.

Menurut Tafsir Al-Wasith Karya Wahbah Az-Zuhailiy, Pada ayat 9 Terjadilah menjelaskan peritiwa pertikaian antara dua kelompok tersebut dengan mengunakan pelepah kurma, tangan dan sandal. Maka Allah menurunkan ayat 9 ini terkait mereka. Adapun makna ayat 9, apabila dua kelompok dari kaum muslimin berperang, maka menjadi kewajiban pemimpin negara untuk mendamaikan antara keduanya, dengan nasihat, dakwah kepada

(6)

Allah, arahan,menghilangkan syubhat dan melenyapkan sebab-sebab perselisihan (Az-Zuhaili, 2013).

Pada ayat 10, Kemudian Allah memerintahkan untuk mengadakan perdamaian pada setiap persengketaan, sebab Allah menjadikan persaudaraan seagama di antara kaum mukminin, mereka dihimpun oleh satu dasar, yaitu iman. Maka wajib mendamaikan antara dua orang bersaudara yang bersengketa. Kaidah perdaaian tegak di atas ketakwaan kepada Allah (Jannah et al., 2021) .

Menurut Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab, Pada ayat 9, berbicara tentang perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenarannya. Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara faktual atau berpotensi untuk menyatu dari, yakni sedang mereka adalah, orang-orang mukmin bertikai dalam bentuk sekecil apapun maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya, yakni kedua kelompok itu, sedang atau masih terus-terusan berbuat aniaya terhadap kelompok yang lain sehingga enggan menerima kebenaran dan atau perdamaian maka tindaklah kelompok yang berbuat aniaya itu sehingga ia, yakni kelompok itu, kembali kepada perintah Allah, yakni menerima kebenaran, jika ia telah kembali kepada perintah Allah itu maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah dalam segala hal agar putusan kamu dapat diterima dengan baik oleh semua kelompok.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Shihab, 2002).

Kata (اولتتقإ) iqtatalu terambil dari kata (لتق) qatala. Ia dapat berarti membunuh atau berkelahi atau mengutuk. Karena itu, kata iqtatalu tidak harus diartikan berperang atau saling membunuh, sebagaimana diterjemahkan oleh sementara orang. Ia bisa diartikan berkelahi atau bertengkar dan saling memaki. Dengan demikian, perintah fa qatilu pada ayat di atas tidak tepat bila langsung diartikan perangilah karena memerangi mereka boleh jadi merupakan tindakan yang terlalu besar dan jauh. Terjemahan yang lebih netral untuk kata tersebut, lebih-lebih dalam konteks ayat ini adalah tindaklah.

Di sisi lain, penggunaan bentuk kata kerja masa lampau di sini tidak juga

(7)

harus dipahami dalam arti telah melakukan hal itu, tetapi dalam arti hampir melakukannya. Ini serupa dengan ucapan pengumandangan adzan:” Qad qamat ash-shalat” yang secara harfiah berarti “shalat telah dilaksanakan,”

padalah saat ucapannya itu shalat baru segera akan dilaksanakan. Dengan demikian, ayat di atas menuntun kaum beriman agar segera turun tangan melakukan perdamaian begitu tanda-tanda perselisihan tampakdi kalangan mereka. Jangan tunggu sampai rumah terbakar, tetapi padamkan api sebelum api menjalar (Shihab, 2002).

Pada ayat 10, Alquran mengantisipasi kemungkinan terjadinya perselisihan diantara kaum muslimin, mungkin disalah satu kelompok muslimin itu berlaku zalim atas kelompok lain atau bahkan dintara keduanya berbuat zalim terhadap kelompok lainnya. Allah SWT, memberikan suatu peringatan agar kaum muslimin menciptakan perdamaian di antara kedua kelompok yang bertikai. Jika salah satunya bertindak melampaui batas dan tidak mau kembali berdamai atau menolak untuk menerima hukuman Allah dalam menyelesaikan masalah yang dipersilisihkan, maka kaum mukmin hendaknya memberi hukuman kepada kelompok yang zalim hingga kembali kepada perkara Allah swt. Kaum mukmin hendaknya menyelenggarakan perdamaian yang berlandaskan kedailan sebagai wujud kepatuhan kepada Allah dan menggapai keridhaan-Nya (Ghofar et al., 2004).

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, yaitu semuanya bersaudara dalam agama. Maka, damaikanlah antara dua orang sedang berperang dan bertakwalah kepada Allah di dalam semua perkara yang kamu jalani agar Allah swt., memberikan rahmat yang diberikan-Nya kepada orang yang bertakwa kepada-Nya. Ini merupakan pernyataan dari Allah Swt. yang mengandung kepastian bahwa Dia pasti memberikan rahmat-Nya kepada orang yang bertakwa kepada-Nya (Hasan, 2006).

Dari beberapa penafsiran yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 menjelaskan tentang perseteruan antara dua kelompok, yaitu Suku Aws dan Suku Khazraj dan anjuran kepada pihak ketiga untuk mendamaikan kedua kelompok tersebut. Maka, secara tersirat

(8)

kedua ayat ini merupakan solusi perdamaian kepada antar kelompok yang sedang berseteru.

B. Urgensi Pendidikan Cinta Damai dalam Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 Islam adalah agama yang mengajarkan teologi anti-kekerasan dan menyerukan kedamaian, yakni rahmatan li al-'alamin, atau kasih sayang bagi semesta alam. Alquran telah menjelaskan panduan praktis untuk mengelola perdamaian. Q.S. al-Hujurat ayat 9 dan 10 dengan jelas menerangkan bahwa kalau dua golongan kaum mukmin bersengketa hingga menimbulkan perang, maka kewajiban bagi orang Islam untuk mendamaikan dengan segera kedua golongan yang berperang itu. Dengan demikian, maka perdamaian merupakan tujuan dalam Islam dan makna Islam adalah damai (Chaer, 2016). Quraish Shihab menutup tafsirannya terhadap ayat ini dengan penekanan bahwa Islam jelas-jelas menuntut terbentuknya persatuan dan kesatuan bukan sebaliknya.

Pesan Alquran bahwa Allah adalah salam dan sumber kedamaian bermakna bahwa kedamaian Tuhan melingkupi seluruh ciptaan-Nya dan mencakup semua dimensi kehidupan. Ini bermakna bahwa kedamaian sosial dan kelestarian alam bukan hanya manifestasi dari penghayatan nilai Ilahiyah dan ketenangan pribadi melainkan juga merupakan rangkaian sebab-akibat dari kedua dimensi damai ini (Taufiq, 2016).

Damai dengan Allah, damai secara individu (ketenangan hati), dan kebersahabatan dengan alam adalah penting, namun untuk mencipakan kedamaian yang menyeluruh manusia perlu memiliki lingkungan sosial yang damai. Secara teoritis-filosofis, manusia adalah ciptaan yang dibekali esensi yang fitri dan sebagai makhluk sosial yang bertetangga dan berkelompok, ia mendambakan ketenangan bagi diri dan keluarganya, ingin dihormati dan diperlakukan adil, serta mendambakan hidup layak agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebaliknya, peperangan dan kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan tidak sesuai dengan iradah Allah yang salam dan juga bertentangan dengan esensi manusia yang fitri dan damai. Karenanya, kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan mengganggu substansi dasar kemanusiaan dan norma kehidupan berkelompok (Muhtarom et al., 2018).

(9)

Benang merah yang bisa ditarik dari perintah ini adalah untuk mewujudkan perdamaian, semua orang harus merasa bersaudara. Jika sudah merasa bersaudara, baik persaudaraan seagama, sebangsa, senegara, dan persaudaraan sesama manusia, maka tatanan hidup damai pasti akan terwujud.

Keberadaan Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 ini sangat urgen dalam membentuk masyarakat/umat agar tetap terbina persaudaraan, keamanan, dan perdamaian dan terhindar dari perseteruan.

Ketika pendidikan cinta damai ini telah terkonstruksi dalam hati dan pikiran umat Islam yang sekaligus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka dalam setiap aspek kehidupan akan jarang ditemukan penyimpangan- penyimpangan yang tidak sesuai dengan nash, tergantung sebagaimana besar kecilnya semua pihak yang terlibat, yaitu individu masing-masing, masyarakat, pemerintah untuk mengusahakan menuju tercapainya kedamaian itu sendiri (Wibowo, 2012).

C. Relevansi Pendidikan Cinta Damai dalam Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 Terhadap Era Saat Ini

Pendidikan cinta damai ini untuk memastikan agar terwujudkan perdamaian dunia. Bukan hanya damai dalam artian tidak ada konflik kekerasan (damai negatif), akan tetapi juga damai dalam artian positif yaitu teratasinya segala persoalan yang dapat menyebabkan timbul konflik kekerasan, seperti ketidakadilan, penindasan, prasangka negatif, dan rasa takut di bawah tekanan (under pressure) (Erviana, 2021).

Pra-kondisi ini yang menjadi cita-cita perdamaian dunia yang dimimpikan oleh berbagai pihak di dunia ini. Oleh karenanya tidak sedikit orang yang merasa perlu mengambil bagian dari proses tersebut. Pendidikan damai, seperti halnya pendidikan pada umumnya, dimana dilakukan proses transfer pengetahuan, juga proses transformasi cara berpikir (mind set), sikap (behaviour) dan perilaku (attitude) melalui seperangkat pengetahuan dan nilai- nilai (Syaefudin & Santoso, 2018).

Dalam konteks ini, pengetahuan dan nilai yang diutamakan adalah pengetahuan dan nilai yang berkenaan dengan pengetahuan. Kemudian, tujuan

(10)

dari pendidikan damai, tentu saja bukan hanya sekedar menyetuh dimensi kognitif atau sebagai ilmu semata, namun yang paling mendasar adalah pada aspek praktis. Harapannya peserta dapat mengimplementasikan gagasan, pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai di dalam kehidupan sehari-hari (Mahfud, 2006).

Konflik antarumat beragama, bisa juga pada awalnya tidak bersumber dari agama itu sendiri, melainkan bisa muncul dari persoalan politik, ekonomi, dan sektor-sektor non-agama lainnya, tetapi kemudian ada nuansa penghadapan antar umat penganut agama lain. Untuk meminimalisir diperlukan kesadaran pada setiap individu melalui pendidikan perdamaian (Assegaf, 2004). Maka dari itu, relevansi pendidikan cinta damai terhadap pendidikan saat ini yaitu untuk membentuk karakter siswa-siswi yang baik lebih berkualitas dan efisien agar terciptanya suatu pembelajaran sesuai tujuan yang diinginkan.

Nilai-nilai pendidikan cinta damai terhadap pendidikan saat ini dengan cara menjelaskan tentang karakter cinta damai dan menjelaskan juga akibat jika kita melanggar karakter tersebut dan juga mengkaitkan dengan fenomena alam yang terjadi saat ini agar siswa mengerti bahwa kita hidup di dunia ini hanya sementara dan masih ada kehidupan di akhirat nanti. berprilaku harus yang baik dan jangan berbuat prilaku yang dilarang oleh Allah swt, selain itu juga sebagai seorang guru kita harus menjadi contoh atau suri tauladan yang baik untuk siswa-siswi (Aqib, 2011).

Berdasarkan teori tersebut dalam dunia pendidikan, pendidik perlu menanamkan nilai perdamaian dalam pembelajaran agar peserta didik memiliki sikap toleransi dan saling menghormati, sehingga suasana kelas akan harmonis meskipun setiap peserta didik berasal dari latar belakang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan ayat Alquran Al-Anfal ayat 61 yang berbunyi:

ِاۗ ِ هاللّٰ ىَلَع ْلَّك َوَت َو اَهَل ْحَنْجاَف ِمْلَّسلِل ا ْوُحَنَج ْنِا َو ۞ ُمْيِلَعْلا ُعْيِمَّسلا َوُه ٗهَّن

Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

(11)

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar menciptakan suasana damai, apabila orang-orang yan berselisih kembali kejalan Allah, dan menerima perjanjian damai. Maka tidak ada permusuhan lagi diantara yang berselisih itu.

Pada masa kini, konflik bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Untuk meminimalisir diperlukan kesadaran pada setiap individu melalui pendidikan cinta damai. Maka dari itu, relevansi pendidikan cinta damai terhadap saat ini yaitu: dalam kehidupan masyarakat modern, homogen dan global saat ini sangat dibutuhkan pemahaman tentang pentingnya toleransi saling menghormati, menghargai antar sesama.

KESIMPULAN

Dari beberapa penafsiran yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 menjelaskan tentang perseteruan antara dua kelompok, yaitu Suku Aws dan Suku Khazraj dan anjuran kepada pihak ketiga untuk mendamaikan kedua kelompok tersebut. Maka, secara tersirat kedua ayat ini merupakan solusi perdamaian kepada antar kelompok yang sedang berseteru.

Islam adalah agama yang mengajarkan teologi anti-kekerasan dan menyerukan kedamaian, yakni rahmatan li al-'alamin, atau kasih sayang bagi semesta alam. Alquran telah menjelaskan panduan praktis untuk mengelola perdamaian. Q.S. al-Hujurat ayat 9 dan 10 dengan jelas menerangkan bahwa kalau dua golongan kaum mukmin bersengketa hingga menimbulkan perang, maka kewajiban bagi orang Islam untuk mendamaikan dengan segera kedua golongan yang berperang itu. Dengan demikian, maka perdamaian merupakan tujuan dalam Islam dan makna Islam adalah damai. Quraish Shihab menutup tafsirannya terhadap ayat ini dengan penekanan bahwa Islam jelas-jelas menuntut terbentuknya persatuan dan kesatuan bukan sebaliknya. Benang merah yang bisa ditarik dari perintah ini adalah untuk mewujudkan perdamaian, semua orang harus merasa bersaudara. Jika sudah merasa bersaudara, baik persaudaraan seagama, sebangsa, senegara, dan persaudaraan sesama manusia, maka tatanan hidup damai pasti akan terwujud. Keberadaan Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 ini sangat urgen dalam

(12)

membentuk masyarakat/umat agar tetap terbina persaudaraan, keamanan, dan perdamaian dan terhindar dari perseteruan.

Relevansi Pendidikan Cinta Damai dalam Surah al-Hujurat ayat 9 dan 10 Terhadap Era Saat Ini. Pada masa kini, konflik bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Untuk meminimalisir diperlukan kesadaran pada setiap individu melalui pendidikan cinta damai. Maka dari itu, relevansi pendidikan cinta damai terhadap saat ini yaitu: dalam kehidupan masyarakat modern, homogen dan global saat ini sangat dibutuhkan pemahaman tentang pentingnya toleransi saling menghormati, menghargai antar sesama.

(13)

REFERENCES

Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa,. Bandung: Yrama Widya.

As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2016. Tafsir Al-Qur’an Jilid 6. Terj.

Muha. Jakarta: Darul Haq.

Assegaf, Abd Rahman. 2004. Pendidikan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir Al-Al-Wasith Jilid 3. Terj. Muht. Jakarta: Gema Insani.

Chaer, Moh. Toriqul. 2016. “Islam dan Pendidikan Cinta Damai.” Istawa: Jurnal Pendidikan Islam 2(1):73–94.

Erviana, Vera Yuli. 2021. “Penanganan Dekadensi Moral melalui Penerapan Karakter Cinta Damai dan Nasionalisme.” Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan 14(1):1–9. doi: 10.21831/jpipfip.v14i1.27149.

Ghofar, M. Abdul, Abdurrahim Mu’thi, dan Abu Ihsan Al-Atsari. 2004. Tafsir Ibnu Kasir. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Hadi, Sutrisno. 2002. Metodelogi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hasan, Abdul Halim. 2006. Tafsir Ahkam. Cet. I. Jakarta: Kencana.

Jannah, Miftahul, Nabila, Novi Wulandari, Siti Roosmania Hasibuan, dan Teti Andrawati. 2021. “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL- QURAN (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 9-13).” Tarbiyah Islamiyah:

Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam 11(2):113–24. doi:

10.18592/jtipai.v11i2.4910.

Kementrian Agama RI. 2008. Hubungan Antar-Umat Beragama: Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an.

Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhtarom, Ali, Abdul Karim, Achmad Choiron, Jamal Ma’mur Asmani, dan Yusuf Hasyim. 2018. Islam Agama Cinta Damai; Upaya Menepis Radikalisme Beragama. Semarang: CV Pilar Nusantara.

Sabiq, Sayyid. 2013. Fiqh Sunnah. terj. Abu. Jakarta: Tinta Abadi Gelimang.

Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.

Jakarta: Lentera Hati.

Syaefudin, Syaefudin, dan Sedya Santoso. 2018. “Tipologi Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Pembentukan Karakter Cinta Damai Siswa SMP Piri 1 Yogyakarta.” MANAGERIA: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3(1):47–

67. doi: 10.14421/manageria.2018.31-03.

Syah, Darwin. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam.

Jakarta: Gaung Persada Press.

(14)

Syarnubi, Syarnubi, Firman Mansir, Mulyadi Eko Purnomo, Kasinyo Harto, dan Akmal Hawi. 2021. “Implementing Character Education in Madrasah.” Jurnal Pendidikan Islam 7(1):77–94.

Syuhud, A. Fatih. 2017. Ahlussunnah Wal Jamaah ;Islam Wasathiyah Tasamuh dan Cinta Damai. Jawa Timur: Pustaka Alkhoirot.

Taufiq, Imam. 2016. Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis Al-Quran. Yogyakarta: PT Bentang Pratama.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter; Strategi Membangun Karakter Bangsa Melalui Peradaban,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

1) Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tapi tetap terkendali. 2) Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kinerja keuangan terhadap peningkatan pendapatan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar maka,

Dinas mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan dibidang Ketahanan Pangan yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas pembantuan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mengangkat judul : “ANALISIS PENGARUH RASIO EARLY WARNING SYSTEM DAN RISIKO SISTEMATIK TERHADAP HARGA SAHAM

Berdasarkan gambar di atas yaitu gambar 4.3 dan 4.4, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan masing-masing responden memilih melakukan promosi memiliki bobot terbesar

Diterangkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2013, tentang bentuk dan mekanisme Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, pasal 10 ayat

Anak TK yang ditemani orang tua tidak melalui previewing area, tetapi langsung menuju galeri, sedangkan anak SD yang baru pertama kali mengunjungi grha eduwisata

manapun. Untuk itu diperlukanlah rasa hormat terhadap pluralisme sebagai basis.. 8 ideologi dari etika global dalam komunitas dunia. The Chicago Declaration of World