• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN

PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh Surya Narendra NIM. E 0007053

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN

PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG

Oleh Surya Narendra NIM. E 0007053

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 18 Juli 2012

(3)

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN

PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG

Oleh Surya Narendra NIM. E 0007053

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Jum’at Tanggal : 27 Juli 2012

(4)

PERNYATAAN

Nama : Surya Narendra

NIM : E0007053

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG adalah betul-betul karya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 17 Juli 2012 yang membuat pernyataan

Surya Narendra NIM. E0007053

(5)

MOTTO

Berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan kekal di dunia ini dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.

(Muhammad SAW)

No matter how random things may appear, there is still a plan.

(Colonel Hannibal Smith)

Life is just a video game. You just have to accomplish the recent mission so you can go to the next mission.

(Penulis)

PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini untuk :

1. Allah SWT, rabbku

Semoga karya ini tercatat sebagai salah satu amal ibadahku.

2. Ibu, Bapak, Mas Helmy, dan Mbak Galuh.

3. Bangsa Indonesia dan almamaterku tercinta.

(6)

ABSTRAK

SURYA NARENDRA, E 0007053. 2012. STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan sistem pembinaan anak nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dengan di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis yang bersifat deskriptif dengan pendekatan komparatif untuk menemukan perbandingan sistem pembinaan anak nakal antara di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dengan di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari petugas dan pekerja sosial di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dan PSMP Antasena Magelang. Data sekunder diperoleh dari dokumen yang dimiliki oleh LP Anak Kutoarjo dan PSMP Antasena Magelang serta data sekunder lain di bidang hukum. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan yaitu wawancara (interview) dan pengamatan (observasi).

Teknik pengumpulan data sekunder yaitu studi pustaka dan content analysis dokumen, arsip, bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Analisis data dilaksanakan dengan teknik analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Kesatu, sistem pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo bertujuan memperbaiki sikap anak nakal agar menjadi lebih baik yang pencapaiannya dilalui dengan 3 (tiga) tahap pembinaan. Kedua, sistem pembinaan anak nakal di PSMP Antasena Magelang bertujuan memperbaiki sikap, kondisi sosial, serta menghilangkan stigmatisasi negatif anak nakal di masyarakat yang pencapaiannya dilalui dengan 6 (enam) tahap pembinaan. Ketiga, antara sistem pembinaan di LP Anak Kutoarjo dengan PSMP Antasena Magelang memiliki kesamaan yaitu bertujuan untuk memperbaiki sikap anak nakal, akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal penghilangan stigmatisasi negatif anak nakal dan proses pembinaan anak nakal.

Kata kunci : Komparasi, sistem pembinaan, anak nakal, LP Anak Kutoarjo, PSMP Antasena Magelang

(7)

ABSTRACT

SURYA NARENDRA, E 0007053. 2012. A COMPARISON STUDY OF THE JUVENILE DELINQUENT REHABILITATION SYSTEM APPLIED IN LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO AND PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG. Faculty of Law Sebelas Maret University

The aim of this research is to find the similarity and the difference of juvenile delinquent rehabilitation system in LP Anak Kutoarjo and PSMP Antasena Magelang.

This research is socio-legal research that has descriptive characteristic with comparative approach to find the comparison of juvenile delinquent rehabilitation system between in LP Anak Kutoarjo and PSMP Antasena Magelang. The kind of data that used is primary data and secondary data. Primary data is gotten from the officer and the social worker in LP Anak Kutoarjo and PSMP Antasena Magelang.

Secondary data is gotten from documents that had by LP Anak Kutoarjo and PSMP Antasena Magelang and also another secondary data in legal sector. The technique of primary data collection is interview and observation technique. The technique of secondary data collection is literature review and content analysis on documents, archives, primary legal matery, and secondary legal matery. The technique of data analysis is qualitative analysis technique.

Based on the research result and discussion can be concluded. First, the aim of juvenile delinquent rehabilitation system in LP Anak Kutoarjo is to reform the bad attitude of juvenile delinquent in order to be a better juvenile that the attainment is reached with 3 (three) rehabilitation steps. Second, the aim of juvenile delinquent rehabilitation system in PSMP Antasena Magelang is to reform the bad attitude, social condition, and to miss out negative stigma of juvenile delinquent that the attainment is reached with 6 (six) rehabilitation steps. Third, the similarity between juvenile delinquent rehabilitation system in LP Anak Kutoarjo and PSMP Antasena Magelang is about the aim of the rehabilitation system that wants to reform the bad attitude of juvenile delinquent, but then the difference is about missing out the juvenile delinquent negative stigma and the process of juvenile delinquent rehabilitation.

Key word: Comparison, rehabilitation system, juvenile delinquent, LP Anak Kutoarjo, PSMP Antasena Magelang

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, Raja Manusia yang telah melimpahkan segala petunjuk, kemudahan dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG ini.

Segala daya yang mampu penulis upayakan tidak akan cukup tanpa adanya bantuan dan pertolongan baik yang bersifat material maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis merasa berkewajiban untuk menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh

staf.

2. Dosen Pembimbing baik Ibu Rofikah, S.H, M.H sebagai Pembimbing I maupun Ibu Subekti, S.H, M.H sebagai Pembimbing II atas segala koreksi dan petunjuknya.

3. Ibu, Bapak, Mas Helmy, Mbak Galuh, Mbak Nana dan Mbah Putri atas semua yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini dan seterusnya.

4. Keluarga besar KMS Menwa Satuan 905 Jagal Abilawa UNS Surakarta.

5. Rekan-rekan Pra Gladi Patria XXIII KMS Menwa Satuan 905 Jagal Abilawa UNS Surakarta.

6. Keluarga besar Fakultas Hukum UNS Surakarta Angkatan 2007.

7. My Little Angel atas segala hal yang telah diberikan kepada penulis.

8. Eksponen Laskar Pelangi (Ega Bose, Teguh Mandra, Ledy Paiman) atas segala komedi yang telah dihadirkan.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(9)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terlalu banyak kekurangan yang ditemui. Dengan adanya kekurangan tersebut, penulis hanya dapat mengucapkan permintaan maaf karena penulis sedang dalam taraf belajar. Akhirul kalam penulis berharap semoga karya ilmiah sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan. Semoga bantuan tersebut dicatat sebagai amal baik dan mendapat balasan yang lebih mulia di sisi Allah SWT.

Jazakumullah

Surakarta, Juli 2012

Surya Narendra

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14

(11)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Kerangka Teori ... 16

1. Anak Nakal dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum ... 16

a. Pengertian Tentang Anak Nakal dan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum ... 16

b. Sistem Pemidanaan Terhadap Anak Nakal ... 17

2. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan ... 20

a. Tujuan Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan ... 20

b. Prinsip Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatn ... 22

c. Jenis Anak Didik Pemasyarakatan ... 23

B. Kerangka Pemikiran ... 26

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Hasil Penelitian ... 28

1. Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo ... 28

2. Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang ... 36

B. Pembahasan ... 45

1. Sistem Pembinaan Anak Nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo ... 45

2. Sistem Pembinaan Anak Nakal di PSMP Antasena Magelang ... 52

3. Perbandingan Sistem Pembinaan Anak Nakal di LP Anak Kutoarjo dengan di PSMP Antasena Magelang ... 58

BAB IV. PENUTUP ... 67

A. Simpulan ... 67

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Harian Anak Didik LP Anak Kutoarjo ... 35

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Harian Anak Didik PSMP Antasena Magelang ... 43

Tabel 3. Perbandingan Hasil Penelitian ... 45

Tabel 4. Perbandingan Sistem Pembinaan ... 60

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif ... 13 Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 26

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) Lampiran V Jadwal Kegiatan Anak Didik PSMP Antasena

Lampiran VI Surat Ijin Penelitian

Lampiran VII Company Profile PSMP Antasena Magelang

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia selain sebagai negara yang menganut sistem demokrasi presidensiil juga dikenal sebagai negara hukum. Hal ini telah dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang dasar 1945. Di alinea pertama kata “peri keadilan”, dalam alinea kedua istilah “adil”, serta dalam alinea keempat perkataan “keadilan sosial” dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah ini berindikasi pada pengertian negara hukum, karena salah satu tujuan hukum itu adalah untuk mencapai keadilan. Kemudian dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea keempat ditegaskan sebagai berikut :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia dibentuk berdasarkan konstitusi, dimana konstitusi tersebut merupakan kekhususan dari negara hukum. Selain dalam Pembukaan Undang-Undang dasar 1945, juga tercantum dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi negara Indonesia adalah negara hukum.

Seperti juga yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa dalam sebuah negara hukum yang memerintah bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik dan tidaknya suatu

(16)

peraturan perundang-undangan dan membuat undang-undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintah negara (Harmaily Ibrahim,1988:153).

Menurut Emanuel Kant dan Julius Stahl Negara hukum mengandung empat unsur yakni (1) adanya pengakuan HAM; (2) adanya pemisahan kekuasaan; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan; (4) adanya peradilan tata usaha Negara. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut maka keadilan harus ditegakkan. Hukum dan keadilan yang hendak ditegakkan tersebut adalah hukum yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945, serta peraturan-peraturan lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Konsepsi keadilan di Indonesia ditempatkan dalam Pancasila Sila Ke-5 yang berbunyi “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Walaupun dalam sila ke-5 tersebut tidak secara eksplisit dituliskan kata-kata “keadilan hukum” tetapi dengan kata “keadilan sosial”, akan tetapi esensi dari nilai keadilan tersebut yang bisa diterapkan dalam konsep negara hukum yang berlandaskan keadilan di Indonesia.

Sebagai sebuah negara hukum yang berlandaskan keadilan sudah seharusnya penegakan hukum di Indonesia juga harus didasari rasa keadilan dimana setiap warga Negara sama kedudukannya di hadapan hukum. Hal ini tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualiaanya”. Juga dituliskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dari dua pasal dalam Undang-undang dasar 1945 tersebut dapat diartikan bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

Selain sebagai negara hukum Indonesia secara demogratif merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Menurut data sensus

(17)

penduduk pada tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa. Dari total jumlah penduduk Indonesia tersebut 89.467.806 berumur 0-19 tahun atau dengan kata lain hampir 37 persen merupakan anak-anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang sangat potensial untuk melanjutkan kelangsungan negara Indonesia sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu anak juga merupakan simpanan sumber daya manusia yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, dimana regenerasi sangat diperlukan untuk melanjutkan dan meningkatkan pembangunan negara. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sudah selayaknya anak-anak mendapatkan pembinaan dan jaminan perlindungan baik fisik, mental maupun sosial. Dengan kata lain anak-anak memiliki perbedaan yang bersifat sosial, politis, psikologis, maupun yuridis dengan orang dewasa atau warga negara lain yang telah dewasa. Dengan demikian tentunya dalam hal penegakan hukum anak-anak juga harus dibedakan dan disesuaikan dengan orang dewasa, terutama dalam hal pemenuhan hak-hak anak.

Dalam perjalanan anak-anak menuju tahap kedewasaan, terkadang mereka melakukan perbuatan yang tidak terkontrol dan tidak terpuji atau bahkan melanggar hukum sehingga dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam istilah hukum dikenal dengan kenakalan anak atau juvenile delinquency. Penyimpangan dan pelanggaran hukum oleh anak atau juvenile delinquency ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Motivasi intrinsik pada kenakalan anak-anak : a) Faktor intelegensia;

b) Faktor usia;

c) Faktor kelamin;

d) Faktor kedudukan anak dalam keluarga.

(18)

2. Motivasi ekstrinsik adalah : a) Faktor rumah tangga;

b) Faktor pendidikan sekolah;

c) Faktor pergaulan anak;

d) Faktor mass media.(Wagiati Sutedjo, 2006:17)

Tidak sedikit anak-anak yang melakukan penyimpangan bahkan sudah tidak bisa ditolerir lagi. Sebagai sebuah negara hukum yang berlandaskan keadilan, sesuai yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945, maka anak- anak yang melakukan penyimpangan ini harus diproses secara hukum juga. Akan tetapi pengenaan hukum terhadap anak-anak tentunya berbeda dengan orang dewasa mulai dari proses penyidikan, penuntutan, persidangan, maupun dalam tahap pelaksanaan pidananya atau pemasyarakatannya.

Lebih khusus lagi dalam hal pemasyarakatan dan pembinaan terhadap anak nakal ini terdapat instrumen internasional tentang peradilan anak yaitu United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice atau lebih dikenal dengan Beijing Rules Artikel 1.2 yang berbunyi :

1.2 Member States shall endeavour to develop conditions that will ensure for the juvenile a meaningful life in the community, which, during that period in life when she or he is most susceptible to deviant behaviour, will foster a process of personal development and education that is as free from crime and delinquency as possible.(http://www.juvenilejusticepanel.org diakses pada hari Kamis tanggal 2 November 2011 pukul 22.00)

Secara singkat dapat diartikan bahwa setiap negara anggota harus menjamin remaja yang masih dalam umur rentan melakukan penyimpangan agar kehidupan bermasyarakatnya bisa terhindar dari kejahatan atau kenakalan remaja. Dalam Rule 23-25 juga dijelaskan bahwa pembinaan anak dalam lembaga diarahkan agar pembinaan tidak bersifat umum, melainkan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya anak yang bersangkutan.

Terkait dengan pemasyarakatan anak terdapat Aturan Standar Minimum PBB bagi Tahanan (UN Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners)

(19)

Paragraf 8 yang menegaskan bahwa perbedaan kategorisasi tahanan harus dijaga melalui pemisahan institusi atau bagian dari institusi penahanan berdasarkan jenis kelamin, usia, catatan tindak pidana yang dilakukannya, alasan hukum penahanan atau perlakuan terhadap mereka. Selain instrumen hukum internasional, secara nasional juga harus ada instrumen hukum yang mengatur pembinaan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Pemerintah sebagai lembaga yang bertugas memberikan perlindungan dan pembinaan terhadap anak nakal ini telah membuat payung hukumnya yaitu dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak khususnya Pasal 59 dituliskan :

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Instrumen hukum yang lainya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam Pasal 60 Ayat (1) disebutkan bahwa Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. Sedangkan pada Pasal 60 ayat (2) disebutkan bahwa Anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pasal 60 Ayat (1) dan (2) tersebut dapat dilihat bahwa adanya perlindungan bagi anak bahkan yang sedang berhadapan dengan hukum, termasuk perbedaannya dengan narapidana dewasa.

(20)

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 Ayat (1) dijelaskan tentang hak-hak narapidana yang berbunyi :

(1) Narapidana berhak :

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Semua hak yang tercantum dalam pasal 14 ayat (1) tersebut wajib dipenuhi terhadap anak pidana kecuali ada satu hak yang tidak wajib dipenuhi sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi : (1) Anak Pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g.

Dengan beberapa instrumen baik internasional maupun nasional ini diharapkan anak-anak nakal maupun anak-anak yang dipidana bisa mendapat pembinaan agar bisa menjadi anak yang baik dan berguna bagi pembangunan negara. Dalam hal ini pemerintah dapat menyerahkan tugas pembinaan kepada

(21)

Lembaga Pemasyarakatan dari Departemen Hukum dan HAM, Panti Sosial dari Departemen Sosial maupun Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat, sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Di wilayah Propinsi Jawa Tengah khususnya di wilayah eks Karesidenan Kedu terdapat 2 lembaga pemerintah yang menangani masalah anak anak nakal ini. Di Kabupaten Purworejo terdapat Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo yang berada di bawah Departemen Hukum dan HAM, sedangkan di kabupaten Magelang terdapat PSMP Antasena Magelang yang berada di bawah Departemen Sosial. Dua lembaga ini sama-sama menangani anak-anak yang berhadapan dengan hukum,baik yang sudah dipidana maupun yang belum dipidana. Atas latar belakang di atas, maka peneliti tertarikuntuk melakukan penelitian dan penulisan hukum dengan judul “ STUDI KOMPARASI SISTEM PEMBINAAN ANAK NAKAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DENGAN PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG”.

B. Rumusan Masalah

Agar tujuan penelitian dapat tercapai dan permasalahan yang dibahas dapat terarah, maka perlu adanya identifikasi dan spesifikasi permasalahan yang akan diteliti dan dibahas. Adapun penelitian ini berdasarkan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sistem pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo?

2. Bagaimanakah sistem pembinaan anak nakal di PSMP Antasena Magelang?

3. Bagaimanakah perbandingan sistem pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo dengan PSMP Antasena Magelang?

C. Tujuan Penelitian

Untuk memberikan arah yang jelas serta kepastian hasil, maka setiap penelitian harus memiliki tujuan. Dalam penelitian ini peneliti memiliki tujuan subyektif dan obyektif sebagai berikut :

(22)

1. Tujuan Subyektif

a) Memperoleh data sebagai bahan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sebagai Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai sistem pembinaan anak nakal di dua lembaga pemerintah, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dan Panti Sosial Marsudi Putra antasena Magelang.

c) Sebagai salah satu cara untuk mendalami dan menerapkan teori dan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tujuan Obyektif

a) Untuk mengetahui sistem pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo.

b) Untuk mengetahui sistem pembinaan anak nakal di PSMP Antasena Magelang.

c) Untuk mengetahui perbedaan sistem pembinaan anak nakal antara di LP Anak Kutoarjo dengan PSMP Antasena Magelang.

D. Manfaat Penilitian

Dalam suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya bagi bidang ilmu pengetahuan tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a) Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya dalam hukum pidana dalam hal efektivitas pembinaan anak nakal sebagai upaya pencegahan tindak pidana oleh anak

b) Menambah dan memperkaya referensi untuk penelitian lebih lanjut di masa depan khususnya tentang efektivitas pembinaan anak nakal sebagai upaya pencegahan tindak pidana oleh anak.

(23)

c) Lebih mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis selama mengikuti studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a) Memberi jawaban atas permasalahan yang akan diteliti.

b) Menjadikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam sistem pembinaan anak nakal.

c) Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Menurut Peter Mahmud penelitian adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud, 2005:35). Sedangkan penelitian telah dimulai apabila seseorang berusaha memecahkan suatu masalah secara sistematis dengan metode-metode dan teknik-teknik tertentu yakni yang ilmiah (Soerjono Soekanto, 2007:3).

Penelitian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu research, yang beasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada dasarnya sesuatu yang dicari itu tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar“, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu (Bambang Sunggono, 1996: 27-28).

Menurut Soerjono Soekanto metodologi merupakan suatu unsur yang harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2007:7). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi sebagai berikut :

(24)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun penulisan hukum ini adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris. Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris ini yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:52).

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari sifatnya penelitian yang penulis susun termasuk penelitin yang bersifat deskriptif. Sifat penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya, terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam menyusun kerangka teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007:10)

3. Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakan penulis adalah metode pendekatan perbandingan atau comparative approach. Adapun pendekatan penelitian perbandingan merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang nyata.

4. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di LP Anak Kutoarjo dan PSMP Antasena Magelang.

5. Jenis dan Sumber data Penelitian

Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder (Soerjono

(25)

Sokanto,2007,51). Jenis data yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian hukum ini adalah :

a) Data Primer

Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini data primer merupakan wawancara langsung di lokasi penelitian dengan pihak-pihak terkait dari LP Anak Kutoarjo dan PSMP Antasena Magelang.

b) Data Sekunder

Data sekunder merupakan keterangan atau fakta yang tidak diperoleh secara langsung tetapi melalui penelitian kepustakaan yang menunjang data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui sumber kedua misalnya instrumen-instrumen hukum, buku-buku, laporan- laporan, jurnal-jurnal hukum dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Data Primer

Untuk mendapatakan data primer adalah dengan wawancara langsung, yakni melakukan tanya jawab dengan pihak yang terkait dalam penelitian ini yaitu pihak LP Anak Kutoarjo dan PSMP Antasena Magelang.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terpimpin, terarah dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data dan informasi yang lengkap, akurat, dan seteliti mungkin.

b) Data Sekunder

Untuk mendapatkan data sekunder adalah dengan studi kepustakaan yang diperoleh melalui berbagai literatur meliputi buku-buku, peraturan perundang-undangan, publikasi dari berbagai organisasi dan bahan

(26)

kepustakaan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J Maleong, 2002:103). Teknik analisis data merupakan suatu uraian tentang cara-cara analisis, yaitu berupa pengumpulan data yang kemudian dilakukan editing, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan interaktif model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data di lapangan (H.B. Sutopo, 2002:8). Menurut H.B.

Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah : a) Reduksi Data

Merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.

b) Penyajian data

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat dilakukan.

Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti.

(27)

c) Kesimpulan dan verifikasi

Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mecari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proporsi. Kesimpulan akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan, mula- mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan pokok.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi seama penelitian berlangsung.

Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran Penganalisis selama ia menulis atau mungkin dengan seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (H.B.Sutopo, 2002:97). Model analisis interaktif yang digunakan dalam penelitian, ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 : Skema Model Analisis Interaktif Pengumpulan data

Penyajian data

Penarikan kesimpulan Reduksi data

(28)

Keterangan :

Data-data yang telah terkumpul pertama-tama direduksi dengan cara diseleksi yang sesuai dengan yang dibutuhkan dan relevan dengan penelitian ini. Tahap berikutnya yaitu penyajian data dan dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan/

verifikasi. Kemudian setelah memiliki gambaran mengenai kesimpulan, dimungkinkan adanya penilaian kembali data-data yang ada untuk melihat kesesuaian dan kebutuhan terkait penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis mempersiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Secara keseluruhan penulisan hukum ini terbagi atas empat bab yang masing-masing terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan substansi penelitiannya.

Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang anak nakal dan anak yang berhadapan dengan hukum dan tinjauan tentang tujuan pembinaan anak didik pemasyarakatan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ketiga akan berisi tentang pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkap berdasarkan rumusan masalah, yaitu berupa system

(29)

pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo, system pembinaan anak nakal di PSMP Antasena Magelang, dan perbandingan sistem pembinaan anak nakal antara di LP Anak Kutoarjo dengan PSMP Antasena Magelang

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan simpulan-simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori

a. Anak Nakal dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) 1) Pengertian Anak Nakal dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Istilah kenakalan anak pertama kali digunakan pada Badan Peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu undang-undang peradilan bagi anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum. Namun semua sepakat bahwa dasar pengertian kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial.

Kata anak nakal diambil dari bahasa Inggris yaitu juvenile delinquency. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, sedangkan delinquency artinya mengabaikan,terabaikan,kesalahan, yang secara luas kemudian diartikan sebagai kejahatan, kriminal, pelanggaran hukum, pembuat kacau, dan lain-lain.

Menurut William G. Kvaraceus (dalam Maidin Gultom, 2010 : 56) mengatakan : most statues point out that delinquent behavior constitutes a violation of the law or municipial ordinance by a delinquency.

Menurut Fuad Hasan (dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 10), yang dikatakan juvenile delinquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dikualifikasikan sebagai kejahatan.

Menurut Romli Atmasasmita (dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 11), juvenile deliquency yaitu setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaky serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.

(31)

Sedangkan menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan anak nakal adalah :

1) Anak yang melakukan tindak pidana, atau

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa juvenile deliquency adalah suatu perbuatan pelanggaran norma baik norma sosial maupun norma hukum yang dilakukan oleh anak-anak usia muda.

Sedangkan secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law), dimaknai sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana. Pengertian ini didasarkan pada UNICEF Child Protection Information Sheet dan Child Protection Information Sheet 2006.

2) Sistem Pemidanaan terhadap Anak Nakal

Apabila hakim telah memutuskan akan menjatuhkan pidana bagi seorang anak yang belum dewasa, maka yang dapat ia jatuhkan hanyalah : 1) pidana penjara selama-lamanya ½ (satu per dua) sari maksimum ancaman

pidana penjara bagi orang dewasa.

2) pidana kurungan

3) pidana denda berikut pidana kurungan pengganti denda 4) pidana tambahan berupa penyitaan benda-benda tertentu.

Sedangkan menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok berupa pidana penjara, pidana kurungan, pidana

(32)

denda, atau pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

Anak nakal yang belum berusia 12 tahun yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 1angka 2 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yang diancam dengan pidana penjara sementara waktu dan tidak diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup tidak dijatuhkan sanksi pidana tetapi berupa sanksi tindakan. Berdasarkan pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, tindakan yang dapat dikenakan kepada anak nakal ialah sebagai berikut:

1) Dikembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh. Anak nakal yang dikembalikan kepada orang tua, wali, orangtua asuh, dilakukan apabila menurut penilaian hakim anak tersebut masih dapat dibina di lingkunagn orangtua/wali/orangtua asuh. Anak tersebut berada di bawah pengawasan dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan.

2) Diserahkan kepada negara. Apabila menurut penilaian hakim, pendidikan, dan pembinaan terhadapa anak nakal tidak dapat lagi dilakukan di lingkungan keluarga (Pasal 24 ayat [1] huruf b Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997), maka anak tersebut diserahkan kepada Negara. Ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan wajib mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Tujuannya untuk member bekal keterampilan kepada anak, berupa keterampilan di bidang pertukangan, pertanian, perbengkelan, dan lain-lain. Selesai menjalani tindakan tersebut diharapkan anak mampu hidup mandiri.

3) Diserahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan. Tindakan lain yang mungkin dijatuhkan hakim kepada anak nakal adalah menyerahkan kepada departemen Sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, diselenggarakan pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau oleh Departemen Sosial akan tetapi dalam hal kepentingan anak

(33)

menghendaki, hakim dapat menetapkan anak tersebut diserahkan kepada Organisasi Sosial Kemasyarakatan seperti pesantren, panti sosial, dan lembaga sosial lainnya.

Dalam sebuah masyarakat biasanya batas usia pemidanaan anak dicantumkan dalam norma tertulisnya, misalkan undang-undang. Dalam pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa anak-anak merupakan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 butir 1 dikatakan bahwa batas usia anak adalah seseorang belum berumur 18 tahun termasuk anak yang masih berada dalam kandungan.

Sedangkan beberapa ahli memiliki definisi sendiri mengenai batas usia anak, antara lain menurut Zakariya Ahmad Al Barry (dalam Maidin Gultom, 2010 : 31) dewasa maksudnya adalah cukup umur untuk berketurunan dan muncul tanda laki-laki dewasa pada putra dan muncul tanda wanita dewasa pada putri.

Meskipun batasan umur anak banyak dan beragam, akan tetapi untuk batas usia pemidanaan anak dicantumkan dalam pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang selengkapnya berbunyi : (1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin dan Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi : (2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak. Sedangkan apabila pelaku kejahatan adalah anak di bawah batas usia minimum yang ditentukan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang berbunyi : (1) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan

(34)

tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Selanjutnya dipertegas dengan Pasal 5 ayat (2) yang berbunyi : (2) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. Sedangkan Pasal 5 ayat (3) berbunyi : (3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Jadi apabila pelaku kejahatan belum berumur 8 tahun maka ada 2 alternatif tindakan yaitu dapat diserahkan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. Dapat juga diserahkan kepada Departemen Sosial.

2. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan

a. Tujuan Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan

Sehubungan dengan tujuan pidana dan pemidanaan, Sahetapy yang berorientasi pada pandangan filosofi Pancasila dalam disertasinya yang berjudul “Ancaman Pidana mati terhadap Pembunuhan Berencana”

mengatakan bahwa :

Pidana dan pemidanaan bertujuan untuk pembebasan, makna pembebasan menghendaki agar si pelaku bukan saja dibebaskan dari alam pikiran yang jahat dan keliru melainkan ia harus dibebaskan dari kenyataan sosial dimana ia terbelenggu, dari pendapatnya sahetapy tersebut tampak bahwa sasaran utama yang dituju dari pidana dan pemidanaan adalah si pelaku. Menurutnya “tujuan pidana dan pemidanaan adalah bertolak dari suatu filosofi tertentu yaitu filasafat pembinaan (treatment phylosophy) (Sahetapy, 1978:219).

Berkaitan dengan tujuan pidana dan pemidanaan di atas khususnya pidana pencabutan kemerdekaan, Sudarto mengatakan :

(35)

Sistem Pemasyarakatan memndang pidana sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang bermanfaat yaitu dengan mengadakan pembinaan terhadap narapidana dan mengembalikan kesatuan hidup narapidana. Jadi lebih dititikberatkan pada prevensi spesial. Oleh karena itu merupakan kenyataan bahwa gagasan Pemasyarakatan itu telah menjadi dasar pembinaan narapidana yang dijatuhi pidana pencabutan kemerdekaan, maka hakim mau tidak maua harus memperhitungkan hal tersebut dalam penghukuman.

Mungkin ada pendapat bahwa pembinaan narapidana yang merupakan masalah pelaksanaan pidana itu bukanlah urusan hakim, hal tersebut tidak tepat karena keputusan hakim harus dilihat dalam rangka sistem penyelenggaraan hukum pidana pada umumnya yang merupakan satu kesatuan dalam menanggulangi kejahatan (Muladi dan Arif, 1998:116-117).

Menurut C.I.Harsono tujuan dari pembinaan terbagi dalam 3 hal yaitu :

1) Setelah keluar dari Lembaga Pembinaan tidak lagi melakukan tindak pidana;

2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan Negara;

3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (C.I.Harsono,1995 : 47)

Jika dilihat dari tujuan pembinaan tersebut tampak bahwa tujuan pembinaan anak didik pemasyarakatan lebih dititikberatkan pada prevensi spesial, dimana sasaran utama dari pelaksanaan pembinaan adalah si pelaku.

Dengan orientasi ini, yaitu mencegah agar pelaku tidak lagi melakukan tindak pidana maka keefektivitasan suatu tindakan pembinaan terhadap narapidana dapat kita lihat dari indikator seberapa jauh tujuan dari pembinaan yang telah dilakukan tercapai sesuai dengan harapan yang diinginkan, yaitu dengan membina pelaku menjadi orang baik dan berguna ialah ada tidaknya pengulangan tindak pidana, walaupun secara kriminologi adanya residivis bukan merupakan ukuran yang mutlak untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembinaan narapidana dalam mencapai tujuan.

b. Prinsip Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan

Dalam pembinaan anak didik pemasyarakatan ada 10 (sepuluh) prinsip yaitu :

(36)

1) Ayomi dan berikan bekal agar mereka dapat menjalankan peranan sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2) Penjatuhan pidana bukan bukan tindakan balas dendam oleh Negara.

3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat.

4) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, napi dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan jawatan atau kepentingan Negara sewaktu-waktu saja, pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi.

7) Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.

8) Narapidana dan anak didik sebagai orang tersesat adalah manusia dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia, bermartabat dan harkatnya sebagai manusia harus dihormati.

9) Narapidana dana anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dapat dialami.

10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi, korektif, dan edukatif sistem pemasyarakatan.

c. Jenis Anak Didik Pemasyarakatan

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 8 juncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan ada beberapa jenis anak didik pemasyarakatan yaitu :

(37)

1) Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Apabila anak ini telah berumur 18 tahun dan belum selesai menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak, sesuai Pasal 61 Undang-Undang Pengadilan Anak harus dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak. Bagi anak pidana yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak karena umurnya sudah mencapai 18 tahun tetapi belum mencapai 21 tahun, tempatnya dipisahkan dengan narapidana yang telah berumur 21 tahun. Pihak Lembag Pemsyarakatan Anak wajib menyediakan blok tertentu untuk mereka yang telah mencapai 18 tahun sampai dengan 21 tahun. Bagi anak pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 (dua per tiga) dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan dan berkelakuan baik, dapat diberikan pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat dimaksud disertai dengan masa percobaan yang lamanya sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya. Dalam pembebasan bersyarat sesuai dengan Pasal 62 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Anak ditentukan syarat umum dan syarat khusus seperti yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4), adalah :

a) syarat umum, yaitu bahwa anak pidana tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani pembebasan bersyarat.

b) syarat khusus, yaitu syarat yang menentukan bahwa untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam pembebasan bersyarat dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.

2) Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Berhubung ketentuannya sampai berumujr 18 tahun, maka jika umurnya telah telah melewati batas umur tersebut, anak negara tidak dipindahkan ke Lembaga

(38)

Pemasyarakatan Anak, karena anak ini tidak dijatuhi pidana penjara.

Hukumnya dijalani sampai disitu. Selama anak negara berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan telah menjalani masa pendidikannya paling sedikit selama satu tahun, serta berkelakuan baik sehingga tidak memerlukan pembinaan lagi, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat mengajukan izin kepada Menteri Hukum dan HAM agar anak tersebut dapat dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan Anak dengan atau tanpa syarat yang ditetapkan Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Pengadilan Anak. Jadi walaupun anak negara belum mencapai umur 18 tahun tetapi sudah tidak memerlukan pembinaan lagi, Menteri Hukum dan HAM dapat mengeluarkan anak tersebut atas dasar prosedur seperti diatas.

3) Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Penempatan anak sipil di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama enam bulan bagi mereka yang pada saat penetapan pengadilan berumur 14 tahun dan setiap kali dapat diperpanjang selama satu tahun dengan ketentuan paling lama berumur 18 tahun (Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Pemasyarakatan).

Sedangkan di lembaga atau panti sosial pembinaan anak nakal khususnya di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang yang menjadi anak didiknya yaitu anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yang terbagi dalam dua kelompok yaitu anak nakal yang sudah dijatuhi pidana dan anak nakal yang belum dijatuhi pidana. Bila disinkronkan dengan Undang- Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 8 juncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, maka kelompok anak nakal yang sudah dijatuhi pidana merupakan anak pidana. Sedangkan kelompok

(39)

anak nakal yang belum dijatuhi pidana dapat dikategorikan sebagai anak negara atau anak sipil

2. Kerangka Pemikiran

Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran Anak Nakal (Juvenile

Deliquency)

Dilakukan Pembinaan oleh Pemerintah

Pembinaan : 1. Tujuan 2. Proses 3. Keterpaduan

(integrasi dan koordinasi)

PSMP Antasena Magelang Lembaga

Pemasyarakatan Anak

Pembinaan : 1. Tujuan 2. Proses 3. Keterpaduan

(integrasi dan koordinasi)

Perbandingan Sistem Pembinaan

(40)

Keterangan :

Kerangka berpikir tersebut merupakan alur pikiran penulis dalam menggambarkan, mengurai dan menemukan jawaban dari permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian hukum yaitu perbandingan efektivitas pembinaan anak nakal di LP Anak Kutoarjo dengan di PSMP Antasena Magelang.

Dalam perkembangan seorang anak menjadi dewasa terkadang mereka melakukan beberapa penyimpangan yang bias berupa pelanggaran maupun tindak pidana. Akan tetapi karena mereka dikategorikan anak di bawah umur atau subjek hukum yang belum bisa bertanggungjawab, maka mereka disebut sebagai anak nakal atau disebut juvenile delinquency. Untuk itu harus dilakukan pembinaan oleh pemerintah. Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan terhadap anak nakal menunjuk dua lembaga yaitu Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo di bawah Departemen Hukum dan HAM dan PSMP Antasena Magelang di bawah departemen Sosial. Masing-masing memiliki sistem pembinaan dan perlindungan sendiri-sendiri terhadap anak nakal. Sistem pembinaan ini mencakup tujuan pembinan, proses pembinaan, serta integrasi dan koordinasi antara tujuan dan proses pembinaan dalam system tersebut. Maka dari itu diperlukan perbandingan sistem pembinaan diantara kedua lembaga ini dalam membina anak nakal.

(41)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data yang disajikan sebagai berikut :

Terkait dengan masalah pemidanaan terhadap anak-anak atau remaja (juvenile) yang melakukan tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran, ada 3 (tiga) alternatif pemidanaan yaitu dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, dikembalikan ke orang tua atau wali asuh untuk dididik, ataupun dimasukkan ke panti-panti rehabilitasi anak yang dikelola oleh Departemen Sosial maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Dua diantara beberapa alternatif tersebut terdapat di Propinsi Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Magelang.

Di Kabupaten Purworejo terdapat Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sedangkan di Kabupaten Magelang terdapat Panti Sosial Marsudi Putra Magelang.

Berikut hasil penelitian di masing-masing lembaga pembinaan anak nakal tersebut.

1. Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo

Seperti yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 8 juncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan bahwa ada 3 (tiga) jenis anak didik pemasyarakatan yaitu anak negara, anak pidana, dan anak sipil. Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri terdapat 4 jenis anak didik pemasyarakatan yaitu anak negara, anak pidana, anak sipil, dan anak titipan. Anak titipan dalam hal ini adalah anak yang sedang dalam proses penyidikan baik oleh kepolisian, kejaksaan, maupun oleh penyidik yang lain dan proses pemeriksaan oleh hakim di pengadilan anak. Ketika pihak kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan menghendaki anak untuk ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, maka anak tersebut akan menjadi anak titipan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo. Pada saat penulis melakukan penelitian

(42)

di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo hanya terdapat anak pidana dan anak Negara saja, tidak terdapat anak sipil maupun anak titipan.

a. Proses Penerimaan Anak Didik Pemasyarakatan

Proses masuknya anak didik pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan khususnya Pasal 19, Pasal 26, dan Pasal 33.

Disebutkan bahwa proses pendaftaran anak didik pemasyarakatan yaitu setelah ada putusan pengadilan maka anak dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Anak. Setelah itu diperiksa semua barang dan uang yang dibawa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan anak. Proses selanjutnya adalah pembuatan pas foto, pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima. Semua proses tersebut sama dilakukan baik terhadap anak pidana, anak negara, maupun anak sipil. Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri proses penerimaan tidak jauh berbeda dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yaitu anak diterima oleh petugas Lapas Anak, kemudian dilakukan registrasi atau pendaftaran, baru kemudian ditempatkan dalam blog atau sel.

b. Pemisahan Anak Didik Pemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 5 Ayat (1) menyebutkan bahwa warga binaan termasuk di dalamnya anak didik pemasyarakatan harus dipisahkan satu dengan yang lain sesuai dengan kriteria tertentu yaitu umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kutoarjo merupakan Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) yang masih digabung antara anak didik laki-laki dengan anak didik perempuan. Penggabungan ini dikarenakan tidak ada pilihan lain walaupun tempat tinggal atau sel dilakukan secara terpisah. Tetapi untuk

(43)

kegiatan pembinaan dilakukan secara bersama-sama. Selain jenis kelamin, Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA)Kutoarjo juga membedakan anak didik berdasarkan usia. Hal tersebut sangat penting mengingat dari usia, seorang anak dapat ditentukan mana pembinaan yang cocok untuk anak tersebut.

sebagai contoh, anak didik berusia 12 tahun tidak cocok apabila harus dibina atau diikutkan program pembinaan bengkel. Disamping itu berdasarkan usia pula ditentukan seorang anak didik itu harus melanjutkan pendidikan formalnya selama di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA). Jadi, aktivitas anak didik yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) juga harus tetap bersekolah meskipun tidak sama dengan sekolah anak pada umumnya.

Selain itu dilakukan pemisahan pula antara anak negara, anak pidana, dan anak sipil.

c. Jenis Pembinaan yang Diberikan kepada Anak Didik Pemasyarakatan

Ada 2 (dua) jenis pembinaan yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo yaitu :

1) Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian di Lembaga Anak dimaksudkan agar anak didik yang memiliki kepribadian tidak baik atau tidak sesuai dengan norma yang berlaku dapat memperbaiki diri sehingga setelah keluar dari Lapas Anak dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya dan dapat melanjutkan kehidupannya sesuai norma yang berlaku. Ada beberapa macam pembinaan kepribadian di Lembaga Pemasyarkatan Anak Kutoarjo antar lain bimbingan agama, bimbingan berbangsa dan bernegara, bimbingan kemampuan intelektual, dan bimbingan kesadaran hukum.

2) Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan atau ketrampilan lebih sesuai dengan bakatnya masing- masing sehingga setelah keluar dari Lapas Anak diharapkan dapat

(44)

memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat melalui ketrampilan yang dimiliki. Bimbingan ketrampilan ini dibagi ke dalam 3 (tiga) pokok bimbingan yakni :

a) Ketrampilan yang mendukung usaha-usaha mandiri. Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri terdapat beberapa program antara lain perkebunan, pertanian, dan perikanan tetapi lebih dikhususkan di bidang perikanan dengan membudidayakan ikan lele dumbo. Anak didik pemasyarakatan diajarkan cara membudidayakan ikan sehingga diharapkan setelah keluar dari Lapas memiliki ketrampilan budidaya ikan.

b) Ketrampilan yang mendukung industri kecil. Dalam program ini anak didik pemasyarakatan dibekali ketrampilan untuk menjalankan dan mengusahakan industri kecil atau industri rumahan. Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri mereka diajari cara membuat cinderamata berupa sandal jepit dari bahan gabus dan kain batik, bahkan diajari pula dalam hal pemasarannya.

c) Ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minat anak didik pemasyarakatan. Termasuk dalam program ini adalah ketrampilan di bidang elektronika, komputer, musik, dan teater.

Selain bimbingan kepribadian dan bimbingan kemandirian, Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo juga menyediakan pendidikan formal bagi anak didik yang ingin tetap melanjutkan sekolahnya walaupun masih menjadi anak didik pemasyarakatan.

Dalam pelaksanaannya anak didik Pemasyarakatan tidak bersekolah di luar Lapas tetapi tetap di dalam Lapas dengan program pendidikan Kejar Paket A yang setara dengan SD (Sekolah Dasar), Kejar Paket B yang setara dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan Kejar Paket C yang setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dengan

(45)

demikian anak didik pemasyarakatan tetap mendapatkan haknya yaitu memperoleh pendidikan formal.

Dalam melaksanakan bimbingan atau pembinaan tersebut, Lembaga Pemasyarakatan Anak memakai 3 (tiga) tenaga pendidik yaitu :

a) Pegawai pemasyarkatan yang melakukan pembinaan secara langsung terhadap anak didik pemasyarakatan.

b) Mereka yang terdiri dari perorangan, kelompok atau organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung ikut melakukan atau mendukung pembinaan anak didik pemasyarakatan.

c) Pembimbing, yaitu petugas Balai Pemasyarakatan di luar Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA).

d. Proses dan Tingkatan Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sebagai lembaga di bawah Departemen Hukum dan HAM bertugas untuk melakukan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan. Dalam melakukan pembinaan ini agar tercapai tujuan yang ingin dicapai, maka harus ada acuan yang baku tentang proses pembinaannya mulai dari masuk lembaga sampai keluar lembaga. Proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo terbagi dalam 4 (empat) tahap yang disesuaikan dengan masa hukuman anak didik pemasyarakatan.

1) Tahap Awal

Pembinaan di tahap awal diberikan kepada anak didik pemasyarakatan yang telah mencapai sepertiga masa hukuman mereka atau dengan kata lain anak didik pemasyarakatan yang telah melaksanakan masa hukumannya selama 0 (nol) sampai sepertiga dari total masa hukumannya. Tahap ini terbagi lagi menjadi 2 (dua) tahap pembinaan yakni tahap admisi dan orientasi serta tahap pembinaan

(46)

kepribadian. Tahap admisi dan orientasi merupakan tahap dimana anak dibimbing untuk melakukan penyesuaian dan orientasi terhadap lingkungan Lapas. Lingkungan Lapas yang dimaksud adalah tempat atau lokasi, penghuni Lapas yang lain, para petugas Lapas, kegiatan- kegiatan selama di dalam Lapas maupun jadwal kegiatan. Selama 1 (satu) minggu anak didik pemasyarakatn masih di isolasi di blok atau sel tersendiri. Kemudian selama 3 (tiga) minggu sisanya anak didik pemasyarakatan mulai diperkenankan untuk bersosialisasi dengan penghuni Lapas yang lain, sehingga total proses admisi dan orientasi ini selama 1 (satu) bulan.

Proses pembinaan kepribadian diberikan setelah anak didik pemasyarkatan melalui tahap admisi dan orientasi. Dalam tahap ini anak didik pemasyarakatan diberikan bimbingan dan pendidikan mengenai agama, kehidupan berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, dan kesadaran hukum. Melalui tahap ini anak didik pemasyarkatan diarahkan agar memiliki kepribadian dan kepandaian social untuk hidup bermasyarakat.

2) Tahap Lanjutan Pertama

Tahap lanjutan pertama ini diberikan kepada anak didik pemasyarakatan yang telah melaksanakan masa hukumannya antara sepertiga sampai setengah dari total masa hukumannya. Atau dengan kata lain telah mencapai setengah dari masa hukumannya. Tahap lanjutan pertama terbagi dalam 2 (dua) proses yakni pembinaan kepribadian lanjutan, dimana proses ini pada dasarnya hanya melanjutkan proses pembinaan kepribadian yang telah diberikan di tahap awal. Kemudian yang kedua adalah pembinaan kemandirian, yaitu pembinaan yang diberikan agar anak didik pemasyarakatan bisa lebih mandiri. Kemandirian ini dicapai dengan jalan memberikan latihan ketrampilan kepada anak didik pemasyarakatan. Diharapkan

(47)

dengan bekal ketrampilan ini dapat menambah kemandirian dari anak didik pemasyarkatan sehingga tidak lagi bergantung kepada orang lain dan melakukan tindak pidana untuk menopang hidupnya. Pembinaan kemandirian ini dibagi ke dalam beberapa macam antara lain :

a) Bimbingan ketrampilan yang mendukung usaha-usaha mandiri termasuk di dalamnya peternakan, perikanan, dan perkebunan.

b) Bimbingan ketrampilan yang mendukung usaha-usaha industri kecil yaitu pembuatan cinderamata berupa sandal jepit dari bahan gabus dan kain batik.

c) Bimbingan ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minat yaitu elektronik, komputer, teater, musik, dan lain-lain.

3) Tahap Lanjutan Kedua

Tahap ini diberlakukan kepada anak didik pemasyarakatan yang telah menjalani masa hukumannya selama setengah sampai dua pertiga dari total masa hukumannya. Tahap ini berupa asimilasi anak didik pemasyarakatan, yakni usaha untuk kembali menyatukan anak didik pemasyarakatan dengan kehidupan bermasyarakat dan masyarakat di sekitarnya. Hal ini dilakukan agar setelah keluar dari Lapas anak didik pemasyarakatan dapat diterima oleh masyarakat dan dapat melakukan kehidupannya sesuai dengan norma dan aturan hukum lain yang berlaku di masyarakat. Proses ini dilakukan dengan berbagai macam kegiatan antar lain bakti sosial, latihan kerja luar, latihan kerja mandiri, melanjutkan ke sekolah formal, dan lain-lain.

Asimilasi dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo.

4) Tahap Akhir Tahanan

Tahap ini dilakukan ketika masa hukuman anak didik pemasyarakatan telah seluruhnya dijalani. Dalam tahap ini dilakukan pembebasan atau penyerahan kembali anak didik pemasyarakatan

Gambar

Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif ..................................................
Gambar 1 : Skema Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran Anak Nakal (Juvenile
Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Harian Anak Didik LP Anak Kutoarjo
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jarak terdekat yang diperoleh adalah jarak antara cluster yang beranggotakan pos hujan Atayo (4) dan pos hujan Salam (7), pos hujan Das-Belangian (18) dan pos hujan Lawa (20)

reliability of the multiple attributes decision. The objective of this manuscript is to apply the statistical methods in the evaluation of reliability of the multi- ple

Latar Belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Pre Diabetes merupakan keadaan yang belum termasuk kategori diabetes tetapi glukosa darah lebih tinggi dari normal..

[3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PHP.BUP-XIV/2016, bertanggal 22 Februari 2016, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku

Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Bahasa Indonesia Menyusun Karangan Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching dnd Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri

UNGSI BHINEKA TUNGGAL UNGSI BHINEKA TUNGGAL IK IKA

Komplek Perkantoran dan Permukiman Terpadu Pemerintah Kabupaten Bangka

Produk-produk industri yang bersifat sangat teknis seringkali harus didistribusikan secara langsung karena armada penjualan produsen akan lebih dapat