PENGARUH EARNING MANAGEMENT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007-2011
Oleh
RAY REINHARD DANIEL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
INFLUENCE OF EARNINGS MANAGEMENT TO FIRM VALUE WITH THE CHARACTERISTICS OF AUDIT COMMITTEE AS A
MODERATING VARIABLE ON MANUFACTURING COMPANIES LISTED ON INDONESIA STOCK EXCHANGE IN PERIOD OF 2007 -
2011 By
Ray Reinhard Daniel
This study aims to empirically examine the influence of earnings management to firm value with the characteristics audit committee as a moderating variable. Earnings management is measured with discretionary accrual by modified jones model. The value of the firm is measured by using proxy Tobin’s Q. Three proxies used for characteristics audit committe are independency of audit
committee, financial expertise of audit ccommittee, and size of audit committee.
This study used a sample of manufacturing firms during the years 2007-2011 by using purposive sampling method. The data used were obtained from annual reports listed manufacturing companies BEI. There are 41 companies during the years 2007-2011 that meet the criteria. The method of analysis used in this study is multiple regression analysis.
This research of study show that earnings management have a positive influence to firm value. Result of the test to moderate variable shows that only financial expertise of audit committe can influence the relation betwen earnings
management and firm value.
PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT SEBAGAI
VARIABEL MODERASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007 - 2011
Oleh
Ray Reinhard Daniel
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan dengan karakteristik komite audit sebagai variabel moderasi. Earnings management diukur menggunakan discretionary accrual dengan model Modified Jones. Nilai perusahaan diukur menggunakan nilai Tobin’s Q. Karakteristik komite audit diproksikan dengan independensi komite audit, financial expertise komite audit, dan ukuran komite audit.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur selama tahun 2007-2011 dengan menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan diperoleh dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar BEI . Terdapat 41 perusahaan selama tahun 2007-2011 yang memenuhi kriteria. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa earnings management memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil pengujian untuk variabel moderasi menunjukan bahwa hanya financial expertise komite audit yang mampu mempengaruhi hubungan antara earning management dan nilai
perusahaan.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTO
SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Batasan Penelitian ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7
2.1.1 Teori Agensi ... 7
2.1.2 Manajemen Laba ... 9
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba ... 9
2.1.2.2 Motivasi Manajemen Laba ... 11
2.1.2.3 Pola Manajemen Laba ... 13
2.1.2.4 Discretionary Accrual ... 14
2.1.3 Komite Audit ... 15
2.1.3.1 Pengertian Komite Audit ... 15
2.1.3.3 Peran dan Tanggung Jawab Komite Audit ... 17
2.1.3.4 Tujuan Pembentukan Komite Audit ... 19
2.1.3.5 Karakteristik Komite Audit ... 20
2.1.4 Nilai Perusahaan ... 22
2.2 Penelitian Terdahulu ... 23
2.3 Kerangka Pemikiran ... 27
2.4 Hipotesis ... 28
2.4.1 Earnings Management dan Nilai Perusahaan ... 28
2.4.2 Pengaruh Independensi Terhadap Hubungan Antara Earnings management dan Nilai Perusahaan ... 29
2.4.3 Pengaruh Financial Expertise Terhadap Hubungan Antara Earnings Management dan Nilai Perusahaan ... 30
2.4.4 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Hubungan Antara Earnings Management dan Nilai Perusahaan ... 31
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber data ... 32
3.2 Populasi dan Sampel ... .32
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34
3.3.1 Variabel Dependen ... 34
3.3.2 Variabel Independen ... 34
3.3.3 Variabel Moderasi ... 36
3.3.3.1 Independensi Komite Audit ... 36
3.3.3.2 Financial Expertise Komite Audit ... 36
3.3.3.3 Ukuran Komite Audit ... 37
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37
3.5 Metode Analisis Data ... 38
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 38
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ... 38
3.5.3 Analisis Regresi Berganda ... 41
3.5.4 Uji Hipotesis ... 42
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Variable Penelitian ... 44
4.2 Uji Asumsi Klasik ... 46
4.2.1 Uji Normalitas ... 46
4.2.2 Uji Multikolonieritas ... 48
4.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 49
4.2.4 Uji Autokorelasi ... 50
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis ... 51
4.3.1 Koefisien Determinasi ... 51
4.3.2 Uji Hipotesis ... 52
4.4.1 Pengaruh Earnings Management
Terhadap Nilai Perusahaan ... 56 4.4.2 Independensi Komite Audit Memperkuat Pengaruh
Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan ... 56 4.4.3 Financial Expertise Memperkuat Pengaruh Earnings
Management Terhadap Nilai Perusahaan ... 57 4.4.4 Ukuran Komite Audit memperkuat Pengaruh Earnings
Management Terhadap nilai Perusahaan ... 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 59 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 60 5.3 Saran ... 61
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa
tujuan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Tujuan perusahaan yang
pertama adalah untuk mencapai keuntungan atau laba yang maksimal. Tujuan
perusahaan yang kedua adalah meningkatkan kemakmuran para pemilik atau
pemegang saham. Tujuan yang ketiga adalah memaksimalkan nilai perusahaan
yang tercermin dari harga sahamnya. Menurut Brigham (1996) dalam
Wahidahwati (2002), tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai
perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.
Untuk mengukur nilai perusahaan, para investor dapat melihat melalui nilai pasar
atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Fama (1978) dalam Wahyudi dan
Pawestri (2006) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar
sahamnya.
Dalam menjalankan aktivitas perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan,
pemilik perusahaan mempekerjakan seorang agent untuk menjalankan semua
aktivitas perusahaan. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (principal)
menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa, dan dalam
agen tersebut (Anthony, Robert N dan Vijay Govidarajan, 2005). Pada akhir tahun
berjalan, manajemen diwajibkan memberikan informasi mengenai kondisi
perusahaan dalam bentuk laporan keuangan tahunan (annual report).
Hubungan agensi yang terjadi dalam perusahaan menunjukan adanya pemisahan
fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam perusahaan. Pemisahan fungsi
kepemilikan dan fungsi pengelolaan ini mengakibatkan principal tidak memiliki
informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak
informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara
keseluruhan. Hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi
(Information Asymetric) dan konflik perbedaan kepentingan (conflict of interest).
Dalam kondisi ini, memungkinkan adanya asumsi bahwa individu-individu
bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri.
Pihak manajemen perusahaan cenderung melakukan tindakan yang menyimpang
pada saat terjadinya kondisi asimetri informasi. Menurut Herawati (2008), salah
satu bentuk penyimpangan yang dilakukan manajemen sebagai agen yaitu dalam
proses penyusunan laporan keuangan, manajemen dapat mempengaruhi tingkat
laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang sering disebut dengan
earnings management. Manajemen sebagai pihak agent dalam perusahaan
berupaya untuk mempengaruhi laba dengan motivasi tertentu. Fischer dan
Rosenweirg (1995) dalam Herawati (2008) menyatakan tujuan dari earnings
management adalah meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam
jangka panjang tidak terdapat perbedaan kumulatif perusahaan dengan laba yang
3
Saat ini, informasi mengenai laba suatu perusahaan tidak lagi menjadi acuan
utama dalam pengukuran nilai perusahaan. Laba sebagai bagian dari laporan
keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis
perusahaan, dapat diragukan kualitasnya. Adanya konflik yang disebabkan oleh
hubungan agensi dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi kualitas laba yang
dihasilkan dalam laporan keuangan perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan
membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan
kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz,
2006). Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar
perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang
sebenarnya (Boediono, 2005).
Berbagai konflik yang ditimbulkan oleh hubungan agensi sehingga dapat
mempengaruhi kualitas laba perusahaan, akan membuat investor kehilangan
kepercayaan dan menarik investasi atas perusahaan. Melalui kebijakan Good
Corporate Governance yang diberlakukan di Indonesia, diharapkan mampu untuk
melindungi kepentingan investor dan meningkatkan kepercayaan investasi pada
setiap investor. Good Corporate Governance merupakan cara atau mekanisme
untuk memberi keyakinan pada para pemasok dana perusahaan akan diperolehnya
return atas investasi mereka (Shleifer dan Vishny, dalam Herawati, 2008).
Pembentukan komite audit sebagai salah satu implementasi Good Corporate
Governance dalam perusahaan go public, diharapkan mampu meningkatkan
fungsi monitoring dan controlling, sehingga mampu menjaga kepercayaan
Pembentukan komite audit dalam sebuah perusahaan mulai dipertegas dengan
adanya Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) No. Kep-315/BEJ/06-2000
pada tanggal 1 Juli 2000, mengenai komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan
oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan atau
penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi pengelolaan
perusahaan. Untuk mendukung peraturan yang ditetapkan oleh Bursa Efek
Jakarta, maka Bapepam mengeluarkan Surat Edaran BAPEPAM No
SE-03/PM/2000 yang merekomendasikan perusahaan-perusahaan publik memiliki
komite audit.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Herawati (2008), yang mana peneliti
menggunakan instrumen yang sama yaitu earnings management sebagai variabel
independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Namun terdapat
beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Perbedaan yang pertama adalah penggunaan karakteristik komite audit sebagai
variable moderasi, yang diproksikan dari independensi komite audit, financial
expertise komite audit dan ukuran komite audit. Perbedaan yang kedua adalah
penggunaan model Jones yang dimodifikasi oleh Dechow untuk mengukur
discretionary accrual. Discretionary accrual digunakan sebagai proksi dari
earnings management.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara earnings
management dan nilai perusahaan yang dipengaruhi dengan keberadaan komite
5
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Karakteristik Komite Audit Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011”.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan ditetapkannya peraturan mengenai komite audit dalam perusahaan, maka
diharapkan mampu menjaga tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi pada
perusahaan dilihat dari sisi peningkatan pasar saham perusahaan, sehingga
rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah earnings mangement berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan?
2. Apakah karakteristik memiliki pengaruh positif dalam hubungan antara
earnings management dengan nilai perusahaan?
1.3 Batasan Penelitian
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2007 – 2011 dan menyajikan laporan keuangannya dalam mata
uang rupiah.
2. Variabel karakteristik komite audit akan diukur dengan independensi
komite audit, financial expertise komite audit, dan ukuran komite audit.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melengkapi bukti empiris, tentang:
2. Pengaruh karakteristik komite audit terhadap hubungan antara earnings
management dan nilai perusahaan yang diproksikan melalui independensi,
financial expertise dan ukurankomite audit.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari tujuan-tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan penulis tentang pengaruh
keberadaan komite audit yang diproksikan dari independensi komite audit,
financial expertise komite audit, dan ukuran komite audit terhadap
hubungan earnings management dengan nilai perusahaan.
2. Bagi akademisi, untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai karateristik komite audit yang
berpengaruh terhadap hubungan earnings management dan nilai
perusahaan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih
memahami peranan komite auditterhadap manajemen laba yang dilakukan
perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.
2. Bagi Investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi
Seorang pemilik perusahaan tidak dapat menjalankan dan mengawasi seluruh
kegiatan operasional perusahaannya. Oleh sebab itu pemilik mempekerjakan
seorang manajer yang berperan untuk menjalankan semua kegiatan operasi
perusahaan sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam perusahaan
tersebut. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
(agency relationship) timbul karena adanya sebuah kontrak antara satu orang atau
lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu
jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut. Ada dua macam hubungan dalam kerangka teori keagenan, yaitu
hubungan antara manajer dengan pemilik dan hubungan antara manajer dengan
kreditor.Secara khusus teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya
hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan
pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan.
Principal sebagai penyedia dana untuk menjalankan perusahaan, mendelegasikan
perusahaan untuk melakukan tugas memaksimalkan laba perusahaan dan
meningkatkan kemakmuran pemegang saham, sedangkan manajer perusahaan
mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
dengan biaya pihak lain dan cenderung tidak menyukai resiko. Manajer tidak
menanggung resiko atas kesalahan dalam pengambilan keputusan, resiko tersebut
sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (principal). Oleh karena itu,
manajemen cenderung melakukan pengeluaran untuk kepentingan pribadinya,
seperti peningkatan gaji dan status. Forum for Corporate Governance in
Indonesia (2000) menyebutkan pemilik perusahaan atau pemegang saham hanya
bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh
manajemen. Konflik antara manajer dan pemegang saham sering mengatur
manajemen puncak perusahaan untuk mengambil keputusan yang tidak dalam
kepentingan terbaik pemegang saham, khususnya bila seorang yang oportunis
terlibat dalam proses (Jensen and Meckling, 1976).
Agency theory memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan dalam
perusahaan, dan sebagai konsekuensi dari pemisahaan ini terjadi berbagai macam
konflik agensi (agency problems). Berbagai faktor penyebab terjadinya agency
problems, yaitu ketidakseimbangan informasi (information asymmetrical) dan
perbedaan kepentingan (conflict of interest). Konflik yang terjadi dalam hubungan
keagenan merupakan akibat dari ketidakseimbangan informasi (information
asymmetrical) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang
lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Asimetri
informasi dan konflik kepentingan ini mendorong agent untuk menyajikan
9
Arrow (1985) dalam Linda (2005) menjelaskan bahwa ada dua macam agency
problems yaitu:
1. Moral hazard, adalah suatu keadaan saat pemegang saham sebagai
principal tidak dapat melakukan pengamatan secara detail apakah
manajemen sebagai agent sudah membuat keputusan secara tepat.
2. Adverse selection, adalah suatu keadaan saat seorang agent membuat
pengamatan yang belum dilakukan oleh principal dimana hasil
pengamatan tersebut dipakai untuk mengambil keputusan. Principal dalam
hal ini tidak bisa mengecek apakah informasi hasil pengamatan agent telah
dipakai dengan baik untuk membuat keputusan yang baik sesuai
kepentingan principal.
Konflik kepentingan semakin tinggi karena principal tidak dapat mengawasi
aktivitas agent (Watts and Zimmerman, 1986). Tanpa independen dan prosedur
pengawasan yang efektif, manajemen puncak perusahaan selalu tergoda untuk
menyimpang dari melindungi kepentingan pemegang saham (Fama dan Jensen,
1983). Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan investasi oleh para
investor yang diikuti penurunan nilai perusahaan, oleh karena itu komite audit
sebagai salah satu implementasi Good Corporate Governance diharapkan mampu
meningkatkan kepercayaan investasi dan meningkatkan nilai perusahaan.
2.1.2 Manajemen Laba
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba atau yang sering disebut juga dengan earnings management
menaikan laba dengan tujuan menguntungkan diri sendiri tanpa
menghiraukan kepentingan pemegang saham atau shareholder.
Scott (dalam Kusumawardhani dan Sylvia, 2009) mendefinisikan earnings
management sebagai “the choice by a manager of accounting policies so as
to achive spesific objects” yang dapat diartikan dengan pilihan yang
dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk
mencapai beberapa tujuan tertentu. Praktik manajemen laba dipengaruhi oleh
adanya agency problems yang terjadi dalam hubungan agensi. Earnings
management merupakan konsekuensi dari pemisahan antara fungsi
kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam agency theory.
Menurut Sugiri (1998), definisi earnings management dapat dibagi dalam dua
pengertian, yaitu:
1. Definisi sempit:
Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Earnings management dalam arti sempit ini
didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk “bermain” dengan
komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings.
2. Definisi luas
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
11
Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam
proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa
keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari
proses tersebut). Manajemen laba adalah suatu proses yang dilakukan dengan
sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP)
untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.
2.1.2.2 Motivasi Manajemen Laba
Banyak motivasi manajer untuk melakukan earnings management. Tindakan
manajamen untuk memprakarsai kondisi perusahaan dan laba dengan
komponen discretionary accruals, salah satunya didorong oleh keinginan
manajer untuk mendapatkan bonus yang tinggi dari pemilik perusahaan.
Manajemen membuat seolah-olah target perusahaan tercapai untuk
mendapatkan bonus yang tinggi dari pemilik.
Motivasi-motivasi yang mendorong manejemen untuk melakukan tindakan
manipulasi laba dapat dinilai dengan perspektif oportunistis dan perspektif
efesiensi. Perspektif oportunistis terjadi apabila tindakan manajemen laba
hanya ditujukan untuk mendapat keuntungan bagi manajemen, sedangkan
perspektif efesiensi terjadi apabila tindakan manajemen laba ditujukan untuk
menggurangi beban perusahaan, seperti beban pajak.
Menurut scott (2003:411), manajemen memiliki beberapa motivasi untuk
1. Motivasi bonus
Manajer yang mempunyai perencanaan bonus akan mengatur laba bersih
agar dapat memaksimalkan bonus yang akan didapatnya.
2. Motivasi Kontrak
Berkaitan dengan kontrak utang jangka panjang, yaitu manajer menaikkan
laba bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
technical default.
3. Motivasi Politik
Aspek politik ini tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya
perusahaan besar dan industri strategis karena aktivitasnya melibatkan
hajat hidup orang banyak.
4. Motivasi Pajak
Pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba
bersih yang dilaporkan.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang
mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang
berhasil memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO
baru untuk menunjukan kesalahan dari CEO sebelumnya.
6. Penawaran saham Perdana (IPO)
Manajer perusahaan yang go public melakukan earnings management
untuk memperoleh harga saham yang lebih tinggi atas sahamnya dengan
harapan mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba
13
7. Motivasi Pasar Modal
Misalnya sinyal untuk mengungkapan informasi privat yang dimiliki
perusahaan kepada investor dan kreditor.
Berdasarkan uraian tentang motivasi yang dimiliki oleh manajer untuk
melakukan earnings management, menimbulkan kesulitan untuk menentukan
sifat dari earnings management apakah bersifat oportunistik atau efesiensi.
Motivasi pasar modal, motivasi pajak, dan motivasi bonus merupakan tiga
motivasi dengan kepentingan yang berbeda.
2.1.2.3 Pola Manajemen Laba
Menurut Scott (2003:405) berbagai pola yang sering dilakukan manajer
dalam earnings management adalah:
1. Taking a bath
Terjadi apabila perusahaan melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa
untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan
menghapus aktivadengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat.
Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai
kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak
menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu,
manajemen harus menghapus aktiva dan membebankan perkiraan biaya
yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk, sehingga
2. Income minimization
Bentuk ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi
dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud
dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Income
minimization biasanya diterapkan pada tax management.
3. Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang dibuat oleh
manajemen didasarkan pada data akuntansi dan memotivasi manajer untuk
memanipulasi data akuntansi guna menaikan atau menurunkan laba yang
nantinya dapat meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Tindakan ini
dilakukan pada saat laba perusahaan menurun.
4. Income smoothing
Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan
pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor
menyukai laba yang relatif stabil.
2.1.2.4 Discretionary Accrual
Perubahan metode pencatatan dari kas basis ke akrual basis, memberikan
kesempatan kepada manajer untuk mempengaruhi tingkat laba. Sistem
akuntansi akrual sebagaimana yang ada pada prinsip akuntansi, dapat
memberikan keleluasaan kepada manajemen mempengaruhi tingkat
pendapatan perusahaan. Manajemen dapat mempengaruhi laba dengan
15
Menurut Healy (1985) dan DeAngelo (1986) yang dikutip oleh Gumanti
(2000), konsep model akrual memiliki dua komponen yaitukomponen
non-discretionary dan discretionary. Komponen discretionary accrual merupakan
bagian akrual yang dapat dimanipulasi oleh manajemen. Hal ini disebabkan
karena manajer memiliki kemampuan untuk mengontrolnya dalam jangka
pendek.
2.1.3 Komite Audit
2.1.3.1 Pengertian Komite Audit
Indonesia telah menerapkan Good Corporate Governancesebagai prinsip tata
kelola perusahaan. Corporate governance merupakan suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk meningkatkan sistem
pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan lebih memperhatikan
kepentingan investor. Good Corporate Governance merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua stakeholder (Sulistyanto dan Wibisono, 2003).
Komite Audit merupakan salah satu unsur kelembagaan dalam konsep Good
Corporate Governance. Arrens dan Loebbecke (2000) menyatakan bahwa
“An audit commite is a selected number of members of company’s board of
directors whose responsibilities include helping auditors remain independent
of management. Most audit commitees are made up three to five or sometimes
as many as seven directors who are not a part of company management”, yang kurang lebih memiliki arti sebagai berikut: Sebuah komite audit
jawab dalam tindakan audit pada aktivitas manajemen. Biasanya komite audit
terdiri dari tiga sampai lima orang atau terkadang terdiri dari tujuh orang
dewan yang tidak tergabung dalam bagian manajemen perusahaan.
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) dalam Pedoman UmumGood
Corporate Governance Indonesia menyatakan bahwa komite audit adalah
sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus
atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung
jawab membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari
manajemen.
Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dan bertanggungjawab kepada
deewan komisaris dengan tugas dan tanggung jawab utama untuk
memastikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance terutama
transparency dan disclousure diterapkan secara konsisten dan memadai oleh
para eksekutif (Tjager dkk, 2003). Keberadaan komite audit diharapkan
mampu memberikan kontribusi yang tinggi dalam menerapkan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance(independency, transparency,
accountability and responsibility, and fairness).
2.1.3.2 Struktur dan Keanggotaan Komite Audit
Berdasarkan Surat Edaran Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No.SE-339/BEJ/ 07
-2001 tanggal 21 Juli 2001 menyatakan bahwa:
1. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang
17
3. Anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen
4. Sekurang-kurangnya satu orang memiliki kemampuan di bidang akuntansi
dan/atau keuangan.
Untuk menjadi anggota komite audit, ada beberapa persyaratan sebagai bahan
pertimbangan kualifikasi keanggotaan komite audit. Persyaratan ini juga
ditujukan supaya komite audit memiliki kompetensi yang tinggi dalam fungsi
pengendalian perusahaan. Adapun persyaratan untuk menjadi anggota komite
audit, yaitu:
1. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja
yang cukup di bidang pengawasan atau pemeriksaan dan bidang-bidang
lainnya yang dianggap perlu.
2. Tidak memiliki kepentingan atau keterikatan pribadi yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan.
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten atau perusahaan publik.
4. Mampu berkomunikasi secara efektif.
2.1.3.3 Peran dan Tanggung Jawab Komite Audit
Ikatan Komite Audit Indonesia (2010) menyatakan bahwa keberadaan komite
audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal
perusahaan, serta mengoptimalkan mekanisme check and balances, yang
pada akhirnya ditujukan untuk memberi perlindungan kepada para pemegang
saham dan stakeholder lainnya. Tugas komite audit meliputi menelaah
internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap
peraturan (Suaryana, 2004).
Berdasarkan keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-41/PM/2003 tanggal
22 Desember 2003 yang menyatakan bahwa komite audit bertugas untuk
memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan keuangan
atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris, dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam booklet
terbitannya yang berjudul “ Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Good Corporate Governance”, menyatakan bahwa komite audit mepunyai tanggung jawab dalam tiga bidang sebagai berikut:
1. Laporan Keuangan (financial Reporting)
Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen
telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi perusahaan.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan
undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya
dengan beretika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap
benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk
19
risiko dan sistem pengendalian internal serta memonitor proses
pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
2.1.3.4 Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit
Pembentukan komite audit juga bermanfaat untuk menjembatani berbagai
komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan mengenai pengungkapan
informasi perusahaan. Sesuai dengan peran dan tanggung jawab komite audit
sebagai fungsi pengendalian dan pengawasan dalam perusahaan, keberadaan
komite audit juga diharapkan mampu membuat komikasi yang efektif dalam
menjalankan fungsi pengendalian.
Menurut Effendi (2002), komunikasi yang dilakukan oleh komite audit antara
lain:
1. Komunikasi komite audit dengan dewan komisaris
Komite audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris
dalam bentuk laporan secara berkala ketika rapat internal diselenggarakan.
2. Komunikasi komite audit dengan manajemen
Manajemen memberikan laporan atas beberapa aktivitas manajemen yang
krusial kepada komite audit sebagai bentuk pertanggungjawaban pihak
manajemen pada saat rapat komite.
3. Komunikasi komite audit dengan internal auditor
Auditor internal memberikan informasi kepada komite audit sesuai dengan
4. Komunikasi internal audit dengan eksternal auditor
Komunikasi yang terjadi dapat berbentuk lisan atau tertulis dimana
berbagai informasi dapat dikomunikasikan diantara keduanya.Kedudukan
komite audit dengan kompetensi yang tinggi diharapkan dapat
mengoptimalkan fungsi auditor eksternal bagi perusahaan.
Dengan adanya komite audit, diharapkan mampu menekan asimetri informasi
yang ada dalam perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen. Komunikasi yang baik dan
efektif dalam suatu perusahaan akan memudahkan proses pengawasan yang
dilakukan oleh komite audit.
2.1.3.5 Karakteristik Komite audit
a. Independensi Komite Audit
Dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen (agent), komite
audit harus berupaya mengurangi penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh manajer sehingga mengurangi kerugian dari pemilik
perusahaan (principal). Independensi merupakan karakter yang tidak terikat
dengan pihak manupun dan tidak mudah dipengaruhi keputusannya oleh
pihak manapun, sehingga karakter ini memastikan pelaporan keuangan yang
lebih berkualitas. New York Stock Exchange (2002) mensyaratkan perusahaan
untuk mengungkapkan bahwa independent directors tidak mempunyai
hubungan material dengan perusahaan yang bersangkutan.
Salah satu alasan utama independensi ini adalah untuk memelihara integritas
21
yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang independen cenderung
lebih adil dan tidak memihak secara objektif dalam menangani suati
permasalahan (FCGI, 2000).
b. Financial Expertise Komite Audit
Anggota komite audit disyaratkan independen dan sekurang-kurangnya ada
satu orang yang memiliki kemampuan di bidang akuntansi. Anggota komite
yang mempunyai keahlian di bidang keuangan juga dapat meningkatkan
fungsi pengawasan pemilik perusahaan (principal) terhadap pihak manajemen
(agent). Dengan semakin besar proporsi anggota yang mempunyai keahlian di
bidang keuangan maka pelaporan keuangan oleh manajemen akan lebih
berkualitas. Anggota komite audit yang mempunyai keahlian di bidang
keuangan akan lebih mudah mendeteksi manipulasi laba yang dapat
menguntungkan manajemen saja. NYSE yakin keberadaan ahli akuntansi atau
keuangan akan lebih memberdayakan komite audit untuk melakukan
penilaian secara independen atas informasi yang diterimanya.
c. Ukuran Komite audit
Ukuran komite audit berarti jumlah anggota dari komite audit yang ada dalam
suatu perusahaan. Ukuran komite audit mendukung fungsi pengawasan
terhadap manajemen (agent). Semakin besarnya ukuran komite audit, akan
meningkatkan fungsi monitoring pada komite audit terhadap kinerja
manajemen. Peningkatan dalam fungsi monitoring akan meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan dan menekan earnings management dalam
2.1.4 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar atas saham. Menurut
Keown(2006:249), nilai pasar adalah nilai yang berlaku di pasaran. Nilai
perusahaan menjadi persepsi untuk investor dalam melakukan investasinya. Nilai
perusahaan dalam literatur akuntansi, dapat dilihat dari perbandingan antara harga
saham dengan nilai buku saham (price to book value) dan rasio harga saham
dengan nilai buku per saham (market book ratio).
Dalam melakukan penilaian terhadap suatu perusahaan, dipengaruhi oleh unsur
proyeksi, asuransi, dan judgement. Ada beberapa rasio yang dapat digunakan
untuk mengukur nilai perusahaan, salah satu alternatif yang dapat digunakan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Tobin dan
dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik karena rasio ini menjelaskan
berbagai fenomena dari kegiatan perusahaan seperti terjadinya crossectional
dalam pengambilan keputusan investasi dan diverifikasi, hubungan antar
kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan, hubungan antara kinerja
manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi dan kebijakan perusahaan, deviden
dan kompensasi (Sukamulja, 2004).
Menurut Tobin (dalam Sukamulja, 2004), Tobin’s Q memiliki karakteristik antara
lain:
1. Replacement Cost vs Book Value
Tobin’s Q menggunakan replacement cost sebagai denominator sedangkan
market book ratio menggunakan book value of total equity. Penggunaan
23
menentukanTobin’s Q memasukan berbagai faktor, sehingga nilai yang
digunakan mencerminkan nilai pasar dari aset yang sebenarnya dimasa
kini, salah satu faktor tersebut adalah inflasi.
2. Total Asset vs Total Equity
Market book Value hanya menggunakan faktor ekuitas (saham biasa dan
saham preferen) dalam pengukuran. Tobin’s Q memberikan wawasan luas
terhadap investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya
menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun
juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Oleh karena itu, penilaian perusahaan tidak hanya dari investor
ekuitas saja, tetapi juga dari kreditor. Semakin besar pinjaman yang
diberikan oleh kreditur, menunjukan bahwa semakin tinggi pula
kepercayaan yang diberikan oleh kreditur. Hal ini juga menunjukan bahwa
perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih besar lagi. Dengan dasar
tersebut, Tobin’s Q menggunakan market value of total asset.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian Wedari (2004) yang berjudul “Analisis Pengaruh Dewan Komisaris Dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba”.
Manajemen laba diukur dengan menggunakan discretionary accrual dengan
model Jones. Sampel dipilih dari populasi perusahaan yang sahamnya terdaftar
dan diperdagangkan di BEJ, berdasarkan kriteria tertentu.
Suaryana (2004) menguji pengaruh keberadaan komite audit terhadap kualitas
terdiri dari komponen capital adequency ratio dan unexpected return. Hasil
penelitian menunjukan koefesien respon laba pada perusahaan yang membentuk
komite audit lebih besar daripada perusahaan yang tidak membentuk komite audit.
Penelitian juga dilakukan oleh Lin et al. (2006) bertujuan untuk mengetahui efek
dari kinerja komite audit terhadap kualitas laba. Kualitas laba diukur dari apakah
perusahaan melakukan restatement atau tidak, karena adanya restatement
menunjukan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan. Dari seluruh karakteristik komite audit yang diuji: independensi,
ukuran, jumlah, jumlah pertemuan, financial expertise, dan stock ownership,
hanya ukuran komite audit yang berpengaruh terhadap kualitas laba. Penelitian ini
menunjukan bahwa semakin besar komite audit akan mengurangi terjadinya
restatement oleh perusahaan.
Siallagan et al. (2006) menguji pengaruh mekanisme corporate governance yang
dilakukan perusahaan terhadap manajemen laba. Kualitas laba diukur dengan
discretionary accrual. Hasil penelitian menunjukan hubungan yang positif antara
keberadaan dan besarnya ukuran dewan direksi maupun komite audit dengan
kualitas laba.
Herawati (2008) membuktikan bahwa variabel corporate governance mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel komisaris
independen dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial akan
menurunkan nilai perusahaan sedangkan klasifikasi akuntan publik akan
25
keuangan dari populasi perusahaan yang listing di BEI tahun 2004-2006. Analisis
data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Pertiwi (2010) membuktikan bahwa variabelcorporate governance mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan melalui kepemilikan
institusional.Penelitian ini mengambil sampel perusahaan non keuangan dari
populasi perusahaan yang listing di BEI tahun 2005-2008. Analisis data yang
[image:34.595.107.521.302.660.2]digunakan adalah analisis regresi berganda.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul
Penelitian Variabel
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1. Wedari
(2004) Analisis pengaruh Dewan Komisaris Dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba Variabel Dependen: - aktivitas manajemen laba Variabel Independen: -Dewan komisaris - Keberadaan komite audit
Regresi Proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi aktivitas manajemen laba
2. Suaryana (2004) Pengaruh komite audit terhadap kualitas laba Variabel Dependen: -Koefesien Respon laba Variabel Independen: -keberadaan komite audit
Regresi Koefesien respon laba yperusahaan yang
3. Lin, Li, dan Yang (2006)
The Effect of Audit committee performance on Earnings Quality Variabel Dependen: -Earnings restatement Variabel Independen: -Audit Committe
Regresi Hanya ukuran komite audit yang berpengaruh secara negatif terhadap kualitas laba
4. Siallagan dan Machfoedz (2006) Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Variabel Dependen: - Kualitas laba - Nilai
Variabel Independen: - Corporate governance
Regresi Mekanisme corporate governance dan keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba
5. Herawaty (2008) Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan Variabel Dependen: - Nilai perusahaan
Variabel Moderating: - Corporate Governance Variabel Independen: - Earnings Management
Regresi Kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan, klasifikasi akuntan akan meningkatkan nilai perusahaan
6. Pertiwi (2010) Analisis Pengaruh Earning Management terhadap nilai perusahaan dengan peranan praktik corporate governance sebagai moderating variabel Variable Dependen: - Nilai perusahaan
Variabel Moderating: - Corporate governance Variabel Independen: -Earning management
27
2.3 Kerangka Pemikiran
Pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam perusahaan
cenderung memunculkan konflik keagenan diantara principal dan agent. Konflik
keagenan didasari munculnya teori agensi. Konflik keagenan ini dilatarbelakangi
perbedaan kepentingan pihak manajemen dengan kepentingan pemilik (pemegang
saham) perusahaan.
Banyaknya kasus manipulasi terhadap laba yang sering dilakukan oleh
manajemen mendorong perusahaan untuk menerapkan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance yang diharapkan mampu meminimalisir praktik
manajemen laba. Salah satu mekanisme yang digunakan dalam penerapan Good
Corporate Governance adalah dibentuknya komite audit. Keberadaan komite
audit diharapkan mampu meningkatkan pengawasan dan monitoring pada kinerja
manajemen yang dapat mempegaruhi praktik manajemen laba. Komite audit juga
diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk meberi keyakinan kepada investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.
Kerangka pemikiran mengenai hubungan antar variabel penelitian dapat
[image:36.595.130.489.597.754.2]diilustrasikan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Variabel Independen:
Earnings Management
Variabel Dependen: Nilai Perusahaan
(Tobin’s Q)
Variabel Moderating: Komite Audit
●Independensi ●Ukuran
2.4 Hipotesis
2.4.1 Earnings Management dan Nilai Perusahaan
Fungsi pengelolaan perusahaan seutuhnya dikendalikan oleh pihak manajemen
perusahaan. Manajemen perusahaan mengetahui lebih banyak informasi internal
dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibanding pemilik (pemegang
saham). Kondisi seperti ini menimbulkan keadaan asimetri informasi (information
asymetric). Dengan adanya asimetri informasi, memberikan kesempatan pada
manejer untuk melakukan manajemen laba guna meningkatkan nilai perusahaan
pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemilik (pemegang saham)
mengenai nilai perusahaan yang sebenarnya.
Dalam kinerjanya, manajemen memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa
alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam
perlakuan akuntansi. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen
laba adalah perilaku oppurtunistic dan efficient contracting. Perilaku oportunis ini
dilakukan dengan merekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing
dan income decresing decretionary accrual. Sedangkan effecient contracting yaitu
meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi yang
bersifat privat.
Sloan (dalam Herawati, 2008) menguji sifat kandungan informasi dalam
komponen akrual dan komponen aliran kas apakah terefleksi dalam harga saham.
Terbukti bahwa kinerja laba yang berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas
earnings management memiliki persistensi yang lebih rendah dibanding aliran
29
H1 : Perilaku earnings management berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.4.2 Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Hubungan Antara Earnings Management dan Nilai Perusahaan
Komite audit berperan penting dalam mengawasi pihak manajemen agar tidak
melakukan tindakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri sehingga dapat
merugikan pihak perusahaan. Salah satu dari karakteristik komite audit yang dapat
meningkatkan fungsi pengawasan adalah independensi. Independensi adalah
keadaan dimana sesorang bebas dan tidak berpihak kepada kepentingan pihak
manajemen ataupun pihak pemilik (pemegang saham). Anggota komite audit yang
independen akan memastikan laporan keuangan yang lebih berkualitas.
Hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh positif atas
komposisi anggota komite yang di dominasi oleh pihak-pihak independen
terhadap kinerja komite audit. Seperti penelitian McMullen dan Raghunandan
(1996) yang membuktikan bahwa direktur non-eksekutif akan mengurangi
kemungkinan manipulasi laporan keuangan yang diikuti dengan peningkatan nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik suatu
hipotesis sebagai berikut:
2.4.3 Pengaruh Financial Expertise Komite Audit Terhadap Hubungan Antara Earnings Management dan Nilai Perusahaan
Financial expertise merupakan keahlian seseorang di bidang keuangan. Proporsi
anggota komite audit yang ahli di bidang keuangan juga dapat meningkatkan
fungsi pengawasan terhadap pihak manajemen. Dengan semakin besar proporsi
anggota komite audit yang memiliki financial expertise maka pelaporan keuangan
akan lebih berkualitas. Komite audit yang memiliki paling tidak satu anggota yang
ahli di bidang keuangan, akan memudahkan dalam mendeteksi penyimpangan di
laporan keuangan tersebut dan adanya manipulasi laba yang menguntungkan
manajemen saja.
Abbot et al. (2004) dan DeZoort et al. (2001) dalam Lin et al. (2006) menyatakan
bahwa terdapat hubungan positif antara financial expertise dengan adanya
manajemen laba. Penelitian-penelitian ini menemukan bukti bahwa komite audit
yang memiliki anggota yang ahli di bidang keuangan akan mampu mengawasi
terjadinya manajemen laba.
Untuk menguji mengenai pengaruh financial expertise terhadap earnings
management dan nilai perusahaan, maka penelitian ini menguji hipotesis yang
dirumuskan sebagai berikut:
H3 : Keberadaan financial expertise dalam komite audit akan
31
2.4.4 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Hubungan Antara EarningsManagement dan Nilai Perusahaan
Karakteristik komite audit lainnya yang dapat mendukung fungsi pengawasan
terhadap manajemen adalah ukuran komite audit. Semakin besarnya ukuran
komite audit akan meningkatkan fungsi monitoring terhadap pihak manajemen,
sehingga para pengguna laporan keuangan merasa bahwa kualitas laporan
keuangan semakin terjamin.
Yang dan Khrisnan (2005) dalam Linet al. (2006) berhasil membuktikan bahwa
terdapat hubungan negatif antara ukuran komite audit dengan manajemen laba
(discretionary accrual). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar
ukuran komite audit maka pelaporan keuangan semakin terjamin.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder. Data sekunder ini
diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia, berupa laporan
keuangan tahunan yang dikeluarkan perusahaan yang terdaftar di BEI, Indonesian
Capital Market Directory (ICMD).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa
Efek Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan perusahaan manufaktur periode 2007-2011.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur disebabkan
banyaknya kasus manipulasi laba dengan menggunakan komponen discretionary
accruals dalam perusahaan manufaktur, seperti kasus pada kasus PT. Katarina
Utama Tbk (RINA) dilaporkan oleh para pemegang saham karena telah terjadi
penyimpangan dana hasil IPO yang dilakukan oleh manajemen RINA, yang
menimbulkan sebuah pertanyaan seberapa besar pengaruh komite audit dalam
33
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2011.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) yang
berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan
2007-2011.
3. Perusahaan yang memiliki data terkait mengenai penelitian ini seperti
independensi, ukuran, dan struktur anggota pada komite audit.
4. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk rupiah.
Dari kriteria di atas, didapat 41 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia. Tabel 3.1 menjelaskan jumlah dan kriteria
[image:42.595.108.514.500.651.2]perusahaan yang sesuai.
Tabel 3.1 PemilihanSampel
No Kriteria Sampel Jumlah
Perusahaan 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun
2007-2011
119
2 Tidak tersedia laporan tahunan lengkap selama tahun 2007-2011
(57)
4 Perusahaan yang tidakmemiliki data terkaitmengenaipenelitianini
(14)
6 Laporan kuangan dalam mata uang asing (7)
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen, variabel independen,
variabel moderasi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai
perusahaan, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah earnings
management. Karakteristik komite audit menjadi variabel moderasi.
3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan.
Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari
ekuitasnya. Ekuitas merupakan gambaran dari total modal dalam perusahaan.
Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggnakan rumus Tobin’s Q.
Q = � +
� +
Keterangan:
Q : Nilai perusahaan
MVE : Nilai pasar ekuitas (Market Value Of Equity) D : Nilai buku dari total hutang
BVE : Nilai buku dari ekuitas (Book Value Of Equity)
3.3.2 Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah earnings
management yang diproksikan dengan discretionary accrual. Pengukuran proksi
discretionary accrual menggunakan model Jones (1991) yang dimodifikasi oleh
Dechow et al. (1995). Model ini digunakan karena dinilai paling baik dalam
35
Untuk mendapatkan nilai discretionary accrual dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah berikut ini:
a. Menghitung total accrual dengan persamaan:
TAC = NIit −CFOit
b. Menghitung nilai accrual dengan persamaan regresi linear sederhana atau
Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan:
TACt At−1
= α1 1 At−1
+ α2 ΔREVt At−1
+ α3 PPEt At−1
+ e
Dimana:
TACt : total accruals pada perusahaan i pada periode t At-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada tahun t-1
∆REVt : perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
PPEt : aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan tahun t
c. Dengan menggunakan koefesien regresi diatas kemudian dilakukan
perhitungan nilai non discretionary accrual (NDA) dengan persamaan:
� =�1 1
�−1
+�2 ∆ �� − ∆ � �−1
+�3 �
�−1
Dimana:
NDAt : non discretionary accrual pada tahun t
α : fitted coeffcient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total accruals
∆ � : perubahan piutang pada perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
d. Menghitung nilai discretionary accruals dengan persamaan:
� = �
�−1 − �
Dimana:
3.3.3 Variabel Moderasi
Karakteristik komite audit menjadi variabel moderasi yang mempengaruhi
hubungan antara earnings management sebagai variabel independen dan nilai
perusahaan sebagai variabel dependen.
Fungsi dan peran komite audit dalam monitoring dan controling kinerja
manajemen harus ditingkatkan dengan meningkatkan karakteristik dari komite
audit agar kualitas pelaporan keuangan semakin baik. Karakteristik komite audit
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, independensi, financial expertise, dan
ukuran komite audit.
3.3.3.1 Independensi Komite Audit
Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana tidak terikat dengan
pihak manapun. Independensi komite audit merupakan keadaan dimana para
anggota komite audit harus diakui sebagai pihak independen. Anggota komite
audit tidak memiliki suatu kepentingan tertentu terhadap perusahaan tercatat
atau direksi atau komisaris perusahaan tercatat serta harus bebas dari keadaan
yang menyebabkan pihak lain meragukan sikap independensinya. Pengukuran
karakteristik komite audit menggunakan presentase antara anggota yang
independen terhadap jumlah seluruh anggota komite audit.
3.3.3.2 Financial Expertise Komite Audit
Financial expertise merupakan pengalaman dalam bagian akuntansi atau
keuangan. Sesuai dengan peraturan Bapepam tentang komite audit bahwa
37
satunya komisaris independen, yang bertindak sebagai komite audit,
sedangkan dua lainnya harus pihak independen yang mempunyai keahlian
dalam bidang keuangan. Financial expertise diukur dengan cara mencari
presentase dari jumlah anggota komite audit yang mempunyai pengalaman di
bagian keuangan terhadap jumlah anggota komite audit secara keseluruhan.
3.3.3.3 Ukuran Komite Audit
Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) menyatakan bahwa jumlah komite audit
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, termasuk ketua komite audit dalam Surat
Edaran No. SE-339/BEJ/7-2001. Perihal keanggotaan komite audit ini juga
didukung dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit oleh Bapepam.
Ukuran komite audit dihitung secara numeral, yaitu dilihat dari jumlah
nominal dari komite audit.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku,
literatur, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu maupun media tertulis
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Metode dokumentasi, metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengumpulkan seluruh data sekunder dan seluruh informasi yang
3.5 Metode Analisis
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak
bermaksud menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan
menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan
atau karakteristik data yang bersangkutan. Pengukuran yang digunakan statistik
deskriptif ini meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean), dan standar deviasi (Ghozali, 2006)
Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan
bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar
data yang bersangkutan. Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang
bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data
yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata.
3.5.2 Uji Asumsi Klasik 3.5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dependen dan
independen dalam model regresi tersebut terdistribusi secara normal (Ghozali,
2006). Model regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi data secara
normal atau mendekati normal. Salah satu cara untuk melihat normalitas
residual adalahdenganmenggunakan analisis grafik, dalam grafik yang
dihasilkan jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
39
apabila data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar
variabel independen dalam model regresi (Ghozali, 2006). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi
adalah sebagai berikut:
1. Nilai R square (R2) yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi
empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual tidak terikat.
2. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel independen terdapat korelasi yang cukup tinggi maka merupakan
indikasi adanya multikolinearitas.
3. Melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), dengan dasar
pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Jika nilai tolerance diatas0,1 dan nilai VIF dibawah 10, maka tidak
terjadi masalah multikolinearitas, artinya mode regresi tersebut baik.
b. Jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 dan nilai VIF diatas 10, maka
terjadi masalah multikolinearitas, artinya model regresi tersebut tidak
baik.
3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi
terjadinya varian tidak sama untuk variabel bebas yang berbeda (Ghozali,
2006)model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada atau
tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot dengan ketentuan:
a. Jika terdapat pola tertentu , seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur maka menunjukan telah terjadi heteroskedastisitas
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Apabila dalam sautu penelitian terjadi heteroskedastisitas maka akan
berakibat:
a. Varians koefesien regresi menjadi minimum
b. Confident interval akan melebar sehingga hasil uji signifikan statistik tidak
valid lagi
c. Apabila OLS dengan gejala heteroskedastisitas tetap digunakan akan
mengakibatkan kesimpulan uji t dan uji F tidak dapat menunjukan tingkat
signifikansi yang sebenarnya (tidak reliable).
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi tersebut
terjadi autokorelasi atau tidak.Ujiini bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1(sebelumnya). Jika
41
(Ghozali,2006). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena penelitian yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Salah satu cara untuk mendeteksi autokorelasi
dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW Test). Uji Durbin Watson
digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept
(konstanta) dalam model regresi, serta tidak ada lagi diantara variabel bebas
(Ghozali, 2006).
Jika terdapat autokorelasi dalam suatu penelitian menyebabkan:
a. Standar eror dan varian dari komponen residual cenderung under
estimated
b. Hasil uji t dan F menjadi tidak Valid, akibat signifikansi menjadi bias
c. Estimator OLS akan sensitif pada setiap perubahan sampel.
3.5.3 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel terikat
dengan satu atau lebih variabel bebas, dengan tujuan memprediksi atau
mengestimasi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan
nilai variabel independen yang diketahui. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji
pengaruh simultan dari beberapa variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini menggunakan model regresi berganda yang dirumuskan sebagai
�� =�0+�1 �� +�………. ( 1 )
�� =�0+�1 �� +�2 � �� +�3 �� +�4 �� �� +�5 ∗
� �� +�6 ∗ �� +�7 ∗ �� �� +�……….……. ( 2 )
Keterangan:
DA :Earnings management diproksikan dengan discretionary accrual ACINDD : Presentase anggota komite audit yang independen dibandingkan
dengan jumlah anggota komite audit ACSIZE :Jumlahanggotakomite audit komite audit
ACFE : Presentase anggota komite audit yang memiliki financial expertise dibandingkan dengan jumlah anggota komite audit
Q :Tobin’s Q merupakan proksi dariinflasi perusahaan
3.5.4 Uji Hipotesis
3.5.4.1 Uji Statistik t
Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2006).
Jika angka signifikansi t lebih kecil dari � (0,05) maka dapat dikatakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen.
3.5.4.2 Uji Statistik F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh yang simultan
43
Jika angka signifikansi F lebih kecil dari � (0,05) maka dapat dikatakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan.
3.5.4.3 Koefesien Determinasi (R2)
Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam
menerangkan variabel independen. Koefesien determinasi (R2) dinyatakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan dengan peranan karakteristik komite audit
yang diproksikan dengan independensi komite audit, financial expertise komite
audit, dan ukuran komite audit sebagai variabel moderasi.
Dalam penelitian ini terdapat empat hipotesis yang diajukan, tetapi hanya satu
hipotesis yang diterima sedangkan tiga lainnya ditolak.
1. Tindakan earnings management berpengaruh positif signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hal ini menjelaskan bahwa earnings managament yang
dilakukan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa earnings management dilakukan dengan motivasi
income smoothing.
2. Independensi komite audit sebagai variabel moderasi dalam hubungan
antara earnings management terhadap nilai perusahaan tidak berpengaruh
secara signifikan. Hal ini menunjukan ada atau tidaknya independensi
komite audit, belum mampu meningkatkan efektivitas komite audit
60
3. Financial expertise komite audit sebagai variabel moderasi dalam
hubungan antara earnings management terhadap nilai perusahaan memiliki
pengaruh positif signifikan. Hal ini menunjukan bahwa anggota komite
audit yang mempunyai pengalaman dalam bidang akuntansi dan/atau
keuangan, dapat meningkatkan reaksi positif dari pasar saham.
4. Ukuran komite audit sebagai variabel moderasi dalam hubungan antara
earnings management dengan nilai perusahaan tidak berpengaruh secara
signifikan. Hal inimenunjukan bahwa ukuran komite audit belum mampu
meningkatkan kepercayaan investasi terhadap perusahaan dilihat dari
harga pasar saham perusahaan.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yakni :
1. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur dalam
pengambilan sampel sehingga hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan pada jenis perusahaan lain seperti perbankan, BUMN,
telekomunikasi atau transportasi .
2. Dalam pengukuran karakteris