• Tidak ada hasil yang ditemukan

OUTLOOK DAN KEBIJAKAN PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR BIDANG INDUSTRI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OUTLOOK DAN KEBIJAKAN PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR BIDANG INDUSTRI DI INDONESIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

OUTLOOK DAN KEBIJAKAN PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR BIDANG INDUSTRI DI INDONESIA

Bambang Riyono dan Dwi Susanti

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada No.8 Jakarta, 10120 Email: b.riyono@bapeten.go.id

ABSTRAK

OUTLOOK DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR BIDANG INDUSTRI DI INDONESIA. Aplikasi teknologi nukir di bidang non energi khususnya bidang industri menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian di Indonesia. Disamping manfaat dari aspek ekonomi yang didapatkan tentunya aspek keselamatan terhadap resiko bahaya radiasi harus menjadi pertimbangan yang utama dalam aplikasi tersebut. Aspek keselamatan dalam aplikasi teknologi nuklir pada umumnya dimulai dari proses perizinan, oleh karena itu kebijakan perizinan menjadi salah satu elemen kunci yang menentukan terpenuhinya aspek keselamatan dalam aplikasi teknologi nuklir di Indonesia. Kebijakan perizinan dalam aplikasi teknologi nuklir bidang industri dihadapkan pada karakteristik di bidang industri yang menuntut adanya kecepatan pelayanan, dinamis dan berorientasi pada keuntungan, tetapi tidak diijinkan mengorbankan aspek keselamatan, sehingga harus ditentukan kebijakan yang tepat, dimana kebijakan tersebut disatu sisi harus memenuhi aspek keselamatan tetapi disisi lain juga harus memberikan kecepatan pelayanan sehingga tetap mendorong peningkatan aspek ekonomi.

Kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan permasalah tersebut melalui perizinan yang berbasis informasi teknologi, verifikasi, konsep multi lokasi dan on the spot licensing program, dimana pada akhirnya dapat mengatasi masalah tersebut.

Kata kunci: keselamatan, outlook, kebijakan, perizinan, industri.

ABSTRACT

OUTLOOK AND POLICY ON INDUSTRIAL UTILIZATION OF NUCLEAR ENERGY IN INDONESIA. The application of nuclear technology in the field of non-energy, particularly in the industrial field demonstrate significant growth, in line with the improving economy in Indonesia. Besides the benefits for the economic aspects has been obtained for this application, the safety aspects against the risk of radiation hazards should be a major consideration in this application. Safety aspects in the application of nuclear energy generally starting from the licensing process, therefore the licensing policy key important to determine the fulfillment of the safety aspects of the application of nuclear technology in Indonesia. Licensing policy in the field of industrial applications of nuclear technology arefaced to the characteristics that requires the speed of service, dynamic and profit- oriented, the other hand is not allowed to sacrifice the safety aspect, so it must be determined that the proper policies, the policies of which one side must meet the safety aspects but on the other hand must also provide the speed of service so that it remains cultivate the economic aspects.Policy takentocopethese issuesthroughtechnology information-based licensing, verification,the concept ofmulti-location andon the spotlicensingprogram, whichcan ultimatelyresolve the issue.

Keyword: safety, outlook, policy, licensing, industry PENDAHULUAN

Aplikasi teknologi nukir di Indonesia pada bidang non energi khususnya bidang industri digunakan untuk berbagai tujuan antara lain penelitian, logging, radiografi industri, pengujian tak merusak,pengukuran ketebalan dan aliran. Aplikasi teknologi nuklir tersebut menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat kuantitasnya, sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian di Indonesia. Pada umumnya aplikasi teknologi nuklir dibidang industri lebih didedikasikan untuk tujuan ekonomis, sebagai salah satu piranti penunjang proses bisnis untuk mencari keuntungan. Meskipun manfaat dari aspek ekonomi yang didapatkan dalam aplikasi teknologi nuklir menjadi fokus utama tentunya aspek keselamatan terhadap resiko bahaya radiasi yang timbul dalam aplikasi teknologi nuklir juga harus menjadi pertimbangan yang utama. Upaya Keselamatan terhadap resiko bahaya radiasi selama tidak hanya ditujukan kepada para penggunanya,tetapi juga untuk masyarakat

(2)

2

umum dan lingkungan. Pertimbangan aspek keselamatan dalam aplikasi teknologi nuklir harus sudah muncul pada saat akan mengaplikasikan teknologi nuklir tersebut,sehingga upaya untuk menjamin keselamatandalam penggunaannyadimulai dari proses perizinan, oleh karena itu kebijakan perizinan menjadi salah satu elemen kunci yang menentukan terpenuhinya aspek keselamatan dalam aplikasi teknologi nuklir di Indonesia. Kebijakan perizinan dalam aplikasi teknologi nuklir bidang industri dihadapkan pada karakteristik di bidang industri yang menuntut adanya kecepatan dalam proses perizinannya, dinamis karena perpindahan sumber radioaktif yang relatif cepat,perubahan standar internasional dan berorientasi pada keuntungan, sehingga harus ditentukan kebijakan yang tepat, dimana kebijakan tersebut harus memenuhi aspek keselamatan tetapidisisi lain juga harus mendorong pertumbuhan ekonomi.

POKOK BAHASAN

1. Kerangka Regulasi Perizinan

Dasar perundangan yang mewajibkan setiap pemanfaatn teknologi nuklir harus memiliki izin diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Undang-Undang tersebut pada Pasal 14 menyatakan bahwa pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir dilaksanakan oleh Badan Pengawas, melalui pembentukan peraturan, pelayanan perizinan dan pelaksanaan inspeksi, selanjutnya pada Pasal 17 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memiliki izin. Badan Pengawas yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Implementasi dari pengaturan kewajiban memiliki izin diamanatkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 Tentang Perizinan PemanfaatanSumber Radiasi Pengion Dan Bahan Nuklir. Peraturan Pemerintah tersebut diterbitkan untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, yang dalam pertimbangannya juga menggunakan Pasal 17 Undang-Undang 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Peraturan Pemerintah ini mengakomodasi adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ketenaganukliran yang pesat telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada standar internasional yang harus disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan di Indonesia. Perubahan tersebut meliputi persyaratan izin tidak hanya mempertimbangkan faktor keselamatan radiasi, namun juga keamanan sumber radioaktif dan bahan nuklir, pengelompokan sumber radiasi pengion yang didasarkan pada risiko yang terkait dengan keselamatan radiasi dan keamanan sumber radioaktif dan bahan nuklir, jumlah dan kompetensi personil yang bekerja, potensi dampak kecelakaan radiasi terhadap keselamatan, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan lingkungan hidup, potensi ancaman terhadap sumber radioaktif dan bahan nuklir. Peraturan Pemerintah (PP) ini mengatur tentang persyaratan dan tata cara perizinanPemanfaatanSumberRadiasi Pengion dan Bahan Nuklir dan pengecualian dari kewajiban memiliki izin Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion. Dalam peraturan pemerintah ini terdapat pengaturan persyaratan khusus untuk fasilitas tertentu seperti antara lain produksi radioisotop dan pengelolaan limbah radioaktif, yang berlaku pada saat kegiatan penentuan tapak, konstruksi, komisioning, operasi; dan/atau Penutupan [3].

Sebagai peraturan pelaksana yang bersifat teknis dariPP ini telah diterbitkan beberapa peraturan Kepala BAPETEN untuk kegiatan well loging, radiografi industri, dan gauging industri. Prinsip pengaturan dalam peraturan Kepala BAPETEN tersebut mengatur terkait persyaratan administratif, persyaratan teknis dan khusus.Persyaratan administratif digunakan untuk menunjukkan keabsahan dari aspek legal, sedangkan persyaratan teknis mempersyaratkan hal-hal teknis yang terkait dengan prosedur, spesifikasi teknis, petugas, dan peralatan. Persyaratan khusus digunakan untuk instalasi/fasilitas tertentu yang memiliki tingkat resiko tinggi, dimana proses perizinannya membutuhkan proses multi tahap, seperti radiografi fasilitas tertutup dan iradiator [2].

2. Sistem Pelayanan Perizinan dan Verifikasi (Inspection during license)

Upaya untuk memenuhi tuntutan untuk memberikan pelayanan pemanfaatan teknologi nuklir yang cepat dan akurat, maka selama proses perizinan dipastikan harus menggunakan informasi teknologi. Oleh karena itu, telah dikembangkan sistem Balis 1.5 (BAPETEN Licensing and Inspection System) yang diperuntukkan sebagai sarana pendukung proses perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif. Sistem tersebut menerapkan sistem source base dimana satu sumberdigunakan untuk satu izin yang mengakomodir seluruh proses

(3)

3 utama perizinan, denganmenerapkantime stamp yaitu sistem pencatatan waktu dan user yang melakukan proses baik, sehingga status proses izin pada tiap tahap dapat diketahui.

Database menggunakan Relational Database Management System (RDBMS) dengan front end berbasis web dalam jaringan intranet dan internet. Fungsi utama dari sistem tersebut meliputi menyediakan data inventori sumber radiasi pengion, membantu proses pengambilan keputusan dalam kegiatan perizinan dan menyediakan sarana penerbitan izin.

Sistem perizinan tersebut merupakan salah satu bentuk sistem informasi manajemen untuk pengawasan tenaga nuklir pada fasilitas radiasi dan zat radioaktif, disamping itu juga menggunakan database relasional dengan antar muka berbasis web, multiplatform dan multiple akses, sehingga pemohon izin dapat melihat dan memantau proses perizinan. Data dari sistem perizinan tersebut telah terintegrasi dan dapat di akses oleh unit kerja yang memiliki bisnis proses lainnya [1].

Selain itu, untuk kegiatan ekspor dan impor telah dikembangkan juga Balis Exim Online, yang merupakan sistem elektronik pelayanan persetujuan ekspor dan impor sumber radiasi pengion yang disediakan oleh Bapeten secara on-line melalui jaringan internet (public network). Sistem ini mengintegrasikan informasi terkait dengan proses penanganan dokumen permohonan persetujuan ekspor dan impor sumber radiasi pengion. Selain itu, sistem ini menjamin keamanan data dan informasi yang disampaikan oleh Pemohon dan memadukan alur proses kerja internal secara otomatis, mulai dari registrasi sampai dengan penerbitan. Disampingitu, untuk meningkatkan pelayanan terhadap permohonanpersetujuan pengangkutan zat radioaktif, BAPETEN menetapkan mekanisme persetujuan pengangkutan On-linemelaluijaringaninternet portalalis Exim Online. Keuntungandari mekanisme ini memungkinkan proses perizinan menjadi lebih cepat, lebih transparan, lebih efisien dan efektif, dan ramah lingkungan, k a r e n a seluruh dokumen permohonan persetujuan yang disampaikan dalam bentuk dokumen digital. Penggunaan kertas hanya jika diminta atau diperlukan[1].

Selama proses perizinan apabila dokumen yang disampaikan masih memerlukan tingkat keyakinan yang tinggi maka akan dilakukan verifikasi. Kegiatan verifikasi lapangan terkait perizinan pemanfaatan tenaga nuklir di bidang penelitian dan industri bertujuan untuk memastikan dokumen administrasi dan teknis yang disampaikan oleh pengguna sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku terkait keselamatan dan keamanan sumber radioaktif.

METODOLOGI

Metodologi dalam makalah ini menggunakan studi deskripsi dan empirik berdasarkan data-data yang tercatat di data base perizinan.Kajian dan analisis menggambarkan deskripsi dari kondisi saat ini terkait kebijakan perizinan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan penggunaan teknologi nuklir menunjukkan perkembangan yang terus meningkat secara signifikan, baik dari sumber radioaktifnya maupun dari instansi yang menggunakan zat radioaktif tersebut. Perkembangan dari tahun ke tahun disajikan pada Tabel1. Secara terperinci perkembangan perizinan setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 2.

(4)

4

Gambar 2. Perkembangan bulanan penggunaan tenaga nuklir bidang industri[1].

Tabel 1. Data perkembangan izin dan instansi yang memanfaatkan tenaga nuklir di bidang industri [1].

Tahun

Perizinan bidang Industri Jumlah Izin Jumlah Instansi

(industri dan kesehatan)

2005 1919 1323

2006 2089 1559

2007 2703 1738

2008 3196 1676

2009 3616 1683

2010 3588 1796

2011 4280 2061

2012 4288 2146

2013 4606 1943

2014 4598 1895

2015 2766 2062

Disamping banyaknya sumber radiasi pengion yang diawasi ternyata pada kenyataannya juga dihadapkan pergerakan zat radioaktif yang sangat tinggi, pada umumnya pada pemanfaatan untuk kegiatan radiografi industri dan dan well logging, sehingga diperlukan suatu layanan yang tepat untuk mengatasi faktayang terjadi tersebut. Untuk mengakomodasi adanya perpindahan sumber radioaktif yang sangat tinggi, maka telah dibentuk suatu mekanisme layanan online pengajuan permohonan persetujuan pengangkutan zat radioaktif ini, dengan memberikan suatu keleluasaan pergerakan zat radioaktif maksimal pada 5 (lima) kabupaten dan/atau kota, sehingga pemegang izin yang telah mendapatkan persetujuan pengangkutan online multi lokasi dapat melakukan pengiriman zat radioaktif dari lokasi satu ke lokasi lain tanpa harus mengajukan persetujuan setiap kali akan melakukan pengiriman selama masa berlaku persetujuan pengangkutan masih berlaku. Pemegang Izin berkewajiban melakukan pelaporan secara rutin setiap1 (satu) bulan sekali dari setiappelaksanaan pengangkutan multi lokasi yang sudah dijalani.

Persetujuan pengangkutan multi lokasi berlaku selama3(tiga) bulan sejak tanggal persetujuan pengiriman diterbitkan.

Selain terkait pergeraka sumber, dinamika perkembangan standar internasional telah juga mengalami perubahan, tetapi apabila langsung dipaksakan perubahan tersebut diaplikasikan di Indonesia tentunya banyak instansi pengguna yang akan kolaps, salah

(5)

5 satunya adalah terkait surat edaran dari Sentinel perihal terminasi sertifikat bungkusan tipe B kamera seri 660, menjelaskan bahwa sertifikat USA/9283/B(U)-96 yang habis masa berlakunya tanggal 30 Juni 2013 tidak akan diperpanjang lagi. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu : Seri 660 produksi terakhir pada tahun 2001 dan pada tahun 2013 akan berumur 12 tahun. Saluran "S" mengalami keausan karena faktor umur dan penggunaan. Kesulitan akan spare part karena produksi sudah dihentikan sejak tahun 2001.Tidak memenuhi ISO 3999 tentang Radiation protection — Apparatus for industrial gamma radiography, maka sampai dengan 30 Juni 2013, pengangkutan sumber menggunakan kamera seri 660 baik internasional atau nasional secara hukum tidak diperbolehkan.Kamera seri 660 sudah sejak lama digunakan di Indonesia untuk kegiatan radiografi industri. Pada saat ini masih banyakpula instansi-instansi yang menggunakan kamera seri 660.Kamera seri 660 yang terdaftar di BAPETEN sebanyak 317.Bapeten sudah mengeluarkan kebijakan yaitu melalui surat edaran DPFRZR nomor1991/DPFRZR/V- 13tanggal01 Mei 2013 yang menyebutkan bahwa penggunaan kamera model 660 diperpanjang sampai Juni 2014. Sesuai Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri bahwa peralatan radiografiyangtidak diperpanjang sertifikatnya oleh pabrikan setelah 30 Juni 2013, masih dapat digunakan paling lama 31 Desember 2014, dan apabila akan menggunakan kembali dapat mengajukan izin ke BAPETEN setelah mempunyai sertifikat kelayakan dari Kepala BAPETEN dan sebelumnya sudah mempunyai izin pemanfaatan dari Kepala BAPETEN. Penggunaan kamera seri ini masih bisa dipergunakan sampai dengan 31 Desember 2017, setelah batas waktu tersebut tidak diizinkan untuk digunakan lagi.Per tanggal 1 Januari 2014 telah dapat dilakukan Sertifikasi Peralatan Radiografi Industribagi peralatan radiografi yang sertifikatnya habis pada tanggal 30 Juni 2013. Untukmendapatkan Sertifikat Kelayakan tersebut, Pemohon mengajukan ke BAPETEN u.p.Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir (DPIBN) dengan melampirkan Sertifikat Lolos Uji dan izin pemanfaatan sebelumnya.Sertifikat lolos uji harus diterbitkan oleh Lembaga Uji terakreditasi atau ditunjuk oleh Kepala BAPETEN sesuai dengan Pasal 46B Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri.Pada tanggal 22 Desember 2014, Kepala BAPETEN telah menunjuk Badan TenagaNuklir Nasional c.q. Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) sesuai permohonan yang diajukan dengan Surat Ketetapan Kepala BAPETEN Nomor 1406/K/XII/2014 masa berlaku 22 Desember 2014 sampai dengan 21 Desember 2017. Pemohon yang akan melakukanpengujianperalatan radiografi industri hendaknya membawa peralatan radiografi industri ke Lembaga Uji yang ditunjuk. Sesuai dengan surat nomor 1102a/PI 05/DKKN/XII/2014 tertanggal 24 Desember 2014, hingga kini baru tersedia 1 (satu) Lembaga Uji untuk peralatan radiografi industri di Indonesia yaitu Badan Tenaga Nuklir Nasional c.q. Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) [2,4-6].

Untuk lebih meningkatkan kecepatan pelayanan diluncurkan juga program on the spot licensing program. Kegiatan on the Spot Licensing Programdilaksanakandalam kerangka peningkatan pelayanan perizinan yang selalu diharapkan oleh para pemohon izin.

Program ini bertujuan untuk memberikan kejelasan, transparansi, dan kemudahan dalam proses pelayanan perizinan pelayanan yang cepat, akurat, dan informatif terkait hasil evaluasi dari permohonan izin yang diajukan sampai dengan diterbitkannya izin. Pemohon izin dapat melakukan interaksi yang intensif dengan evaluator perizinan untuk mendapatkan kejelasan dan informasi yang memadai terkait hal-hal teknis dan administratif yang berhubungan dengan proses pelayanan perizinan. Program ini juga merupakan salah satu upaya untuk memberikan jawaban atas konsekuensi dari adanya kenaikan biaya perizinan (PNBP) yang berlaku di BAPETENyaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Dalam kegiatan ini, Pemegang izin dapat mengajukan permohonan izin secara langsung, untuk selanjutnya apabila dokumen permohonan izin dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan, maka Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif akan menerbitkan izin pada hari itu juga dan pemohon izin bisa memperoleh Surat Izin Pemanfaatan Tenaga nuklir setelah melakukan pembayaran biaya izin melalui Bank BRI.

(6)

6

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dalam makalah ini, permasalahan yang dihadapi di perizinan pemanfaatan tenaga nuklir bidang industri dan karakteristik yang dihadapinya, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan perizinan pemanfaatan tenaga nuklir bidang industri telah mengakomodasi kepentingan baik dari aspek keselamatan maupun dari aspek ekonomi dengan menggunakan sistem perizinan yang berbasis teknologi informasi, verifikasi selama proses perizinan, on the spot licensing program dan kebijakan multi lokasi, namun demikian tantangan ke depan semakin besar dengan adanya kecenderungan meningkatkan jumlah pengguna dan keterbatasan SDM yang ada saat ini. Dari kesimpulan tersebut, maka nampak dengan jelas diperlukannya koordinasi lintas sektoral dan penguatan kapasitas badan pengawas dalam menghadapi tantangan perizinan pemanfaatan tenaga nuklir bidang industri ke depan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh staf perizinan fasilitas penelitian dan industri yang telah banyak memberikan bantuan dan kerjasamanya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. BAPETEN, “BAPETEN Licensing and Inspection System (ver. 1.5)”, Balis 1.5 FRZR, Jakarta (2015). Diakses tanggal 23 Juni 2015.

2. Perka BAPETEN, “Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri”, Perka BAPETEN No. 8 Pasal 6A, 46A, 46B, 46C & 55A, Jakarta (2014).

3. PP BAPETEN, “Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir”, PP No. 29 tahun 2008 Pasal 10-11, Jakarta (2008).

4. Surat Edaran DKKN BAPETEN, “Daftar Laboratorium Uji Peralatan Radiografi Industri”, Surat Edaran DKKN No. 1102a/PI 05/DKKN/XII/2014 tertanggal 24 Desember 2014, Jakarta (2014).

5. Surat Edaran DPFRZR BAPETEN, “Penggunaan Kamera Model 660 Diperpanjang Sampai Juni 2014”, Surat Edaran DPFRZR No. 1991/DPFRZR/V-13tanggal01 Mei 2013, Jakarta (2013).

6. SuratKetetapanKepalaBAPETEN, “Penunjukkan Badan TenagaNuklir Nasional c.q.

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) untuk Pengujian Peralatan Radiografi Industri Kategori II kelas P”, SuratKetetapanKepalaBAPETENNo.

1406/K/XII/2014tanggal 22 Desember 2014, Jakarta (2014).

7. UU, “Ketenaganukliran”, UU No. 10 tahun 1997, Pasal 14 & 17, Jakarta (1997).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: Sri Kuntjoro (PTKRN - BATAN)

- Berapa Ci (Curie) batas maksimal untuk masalah yang dibahas?.

- Irradiator Co-60 apakah termasuk dalam bahasan karena digunkan untuk pemanfaatan nuklir bidang industri?.

JAWABAN: Bambang Riyono (BAPETEN - Jakarta)

- Semua pemakaian untuk industry tidak dibatasi Ci atau aktivitasnya.

- Ya, termasuk dalam kegiatan ini, semua untuk tujuan industry dalam bahasan ini.

2. PERTANYAAN: Hadi Suntoko (PKSEN - BATAN)

- Industri nuklir apa termasuk PLTN> dan ijin di Indonesia khususnya dari BAPETEN masih relatif belum lengkap. Contoh jika ijin industry nuklir / PLTN untuk di pantai, apa juga sama ijin PLTN di tepi sungai, di laut dab PLTN yang mikro maupun yang makro?.

- Jika peraturannya tidak seusai apa bisa diubah?

JAWABAN: Bambang Riyono (BAPETEN - Jakarta)

- Tidak termasuk PLTN, di luar lingkup makalah ini, untuk pengaturan PLTN termasuk dalam bidang energi.

Gambar

Gambar 2. Perkembangan bulanan penggunaan tenaga nuklir bidang industri[1].

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa figur orang tua di dalam keluarga besar memiliki pemaknaan bahwa pengasuhan anak, selain dari segi fisik seperi memberikan

Untuk mengetahui kinerja perkerasan jalan beraspal lainnya yang menggunakan asbuton butir BGA dan LGA, baik kinerja perkerasan pada lokasi hasil uji coba skala lapangan yang

Jika hanya dilihat dari kepadatan maksimum yang dihasilkan pada masing-masing material campuran, maka material dengan presentase tanah residual 10% sampai dengan 30%

Perbedaan cashflow masing-masing proyek akan dianalisis dilihat dari kontrak unit price dengan skenario dengan uang muka dan tanpa uang muka; termijn pembayaran (progress dan

Income audit merupakan salah satu seksi yang bekerja untuk memeriksa, mencatat, memasukkan, dan melaporkan hasil penjualan dan pendapatan perusahaan. Selain itu income audit

Ada 18 pos hujan yang digunakan dalam analisa hujan wilayah di lokasi studi Seminar Kemajuan I 11 = Pos hujan Sumber data : Dinas PSDA Prov. Jabar, BMKG,

BMT banyak menawarkan produk-produk pembiayaan akan tetapi pembiayaan ba’i bi tsaman ājil (BBA) yang paling banyak diminati oleh masyarakat karena pembiayaan BBA ini

 bahan yang dengan sinar dengan sinar ultra ultra violet baru violet baru akan bersif akan bersifat seba at sebagai aler gai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup,