• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2018)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2018)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(ANALISIS DATA RISKESDAS 2018)

The Correlation of Nutritional Status and Pulmonary Tuberculosis Occurrence in Children 1-5 Years Old in Indonesia

(Riskesdas 2018 Data Analysis)

1 2 1 1

Nabilla Niken Widyastuti , Wahyu Pudji Nugraheni ,Tri Yunis Miko Wahyono , Yovsyah Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 1

2 Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Litbangkes Naskah masuk: 8 September 2020 Perbaikan: 28 Desember Layak terbit: 17 Mei 2021

https://doi.org/10.22435/hsr.v24i2.3793

ABSTRAK

TB paru merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering terjadi pada anak. Data WHO 2018 menyebutkan terdapat 1,1 juta kasus TB anak terjadi setiap tahunnya. Salah satu penyebab TB anak adalah status gizi.

Status gizi yang buruk membuat imunitas anak rentan sehingga dapat terserang TB paru. Penelitian ini bertujuan unuk melihat ada tidaknya hubungan status gizi terhadap kejadian TB paru anak usia 1-5 tahun di Indonesia. Penelitian kuantitatif studi crossectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Sampel penelitian adalah anak usia 1-5 tahun dengan jumlah sampel 27779. Variabel perancu jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, imunisasi BCG, status pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, keberadaan perokok, dan kondisi fisik rumah. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan multivariate menggunakan analisis regresi logistic ganda. Variabel yang berhubungan dengan TB paru anak adalah status gizi (p value 0,020) PR 1,78, (95% CI; 1,1-2,9). Variabel lainnya yang berhubungan adalah wilayah tempat tinggal (p value 0,00) PR 2,336 (95%CI 1,449-3,768) dan status pekerjaan ayah (PR 3,943 95%CI 1,584-9,815).

Terdapat hubungan antara status gizi terhadap kejadian TB paru anak usia 1-5 tahun. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda dan variabel lainnya.

ABSTRACT

Tuberculosis is one of the causes of morbidity and mortality that often occurs in children. WHO 2018 data states that there are 1.1 million cases of TB in children each year. One of the causes of TB in children is nutritional status. Poor nutritional status led to weak immunity and thus easier to be infected by tuberculosis. This study aims to analyze the correlation of nutritional status and the occurrence of TB in children aged 1-5 years old in Indonesia. This research is a quantitative study with a cross-sectional design using Riskesdas 2018 data. The sample of the study was children aged 1-5 years old with a total sample of 27779. The confounding variables were sex, residence area, BCG immunization, parents' education status, parents' employment status, the existence of smokers, and the physical condition of the house. Bivariate analysis using Chi-Square test and regression logistic for multivariate analysis. The variable associated with TB in children was nutritional status (p-value 0.02) PR 1.78 (95% CI; 1.1-2.9). Other variables related were the area of residence (p <0.05) PR 2.336 (95% CI 1.449-3.768) and the employment status of the father (PR 3.943 95% CI 1.584-

Korespondensi:

Nabilla Niken Widyastuti

Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Email : nabilla.niken@ui.ac.id

(2)

9.815). There was a correlation between nutritional status and pulmonary tuberculosis in children aged 1-5 years in Indonesia. Further research is needed by using different designs and other variables.

Keyword: Children, tuberculosis, nutritional status, communicable disease

PENDAHULUAN

Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis yang masih menjadi ancaman global bagi kesehatan dunia. WHO 2018 memperkirakan terdapat 10 juta kasus TB di seluruh dunia, diantaranya terdiri dari 5,7 juta kasus pria, 3,2 juta kasus wanita dan 1,1 juta kasus anak-anak (WHO, 2019). Tahun 2018, terdapat 8 negara menyumbang dua pertiga total kasus TB, salah satunya Indonesia. Indonesia berada pada posisi ke 3 beban TB tertinggi di dunia dengan jumlah kasus TB sebanyak 842000, di bawah India dan China (WHO, 2019). Tren insiden kasus penyakit TB di Indonesia tidak pernah menurun dan masih menjadi perhatian karena masih banyak kasus yang menyerang diberbagai kelompok umur baik dewasa maupun anak-anak.

TB paru merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering terjadi pada anak. Di Indonesia proporsi kasus TB anak diantara semua kasus dari tahun 2007-2013 berkisar 7,9%-12%

(Kemenkes, 2019). Sedangkan menurut data Kemenkes di tahun 2018 terdapat 60.676 kasus TB anak. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa TB paru didiagnosis pada kelompok usia < 1 tahun sebesar 2‰, kelompok usia 1-4 tahun sebesar 4‰, kelompok usia 5-14 tahun sebesar 0,30‰, sedangkan pada kelompok dewasa lainnya juga menunjukkan prevalensi yang sama sebesar 3‰ (Riskesdas, 2013). TB pada anak merupakan cikal bakal untuk berkembangnya penyakit TB pada masa dewasa. Anak berusia < 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami TB, karena imunitasnya belum berkembang dengan sempurna. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43% akan

oleh kurang gizi. Terdapat 2-24% dari anak-anak yang kekurangan gizi akut terdiagnosis TB (A.K.Detjen, 1995). Di Indonesia sendiri masih banyak anak-anak yang mengalami gizi kurang.

B e r d a s a r k a n h a s i l H a s i l P S G t a h u n 2 0 1 6 menyebutkan terdapat masalah gizi pada anak usia <

5 tahun di Indonesia masih tinggi. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan 17,7% bayi usia < 5 tahun masih mengalami masalah gizi. Hal ini dapat meningkatkan risiko anak untuk terkena TB paru (Kemenkes RI, 2018).

Balitbangkes Kemenkes RI melakukan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 yang memiliki sampel cukup representatif dari jumlah penduduk Indonesia. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui hubungan status gizi balita terhadap kejadian ' Tuberculosis paru pada anak (usia 1-5 tahun) di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas 2018.

METODE

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dengan sumber data Riskesdas 2018 dengan desain penelitian Crossectional. Pengumpulan data melalui Balitbangkes Kemenkes RI dengan waktu penelitian dari bulan Juni-Juli 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 1-5 tahun diseluruh provinsi di Indonesia, sedangkan sampel adalah anak berusia 1-5 tahun yang menjadi subjek Riskesdas 2018. Penentuan sampel menggunakan total sampling, dengan jumlah yang didapat 27779 responden. Analisis secara bivariat dan multivariat menggunakan SPSS. Analisis bivariat dilakukan

(3)

keberadaan perokok, imunisasi BCG dan kondisi fisik rumah. Hasil analisis univariat menunjukkan, jenis kelamin proporsinya lebih besar laki-laki (52,3%).

Wilayah tempat tinggal lebih besar proporsinya berada di pedesaan (55,8%). Tingkat pendidikan orang tua responden, proporsinya lebih besar pada tingkat pendidikan rendah (52,7%) untuk ibu, sedangkan pada ayah, tingkat pendidikan rendah proporsinya juga lebih besar (51,8%). Proporsi tidak bekerja pada ibu lebih besar (57%) sedangkan pada ayah, proporsi yang bekerja (98,2%) lebih besar.

Status imunisasi BCG proporsi responden yang

dimunisasi (97,7%) lebih besar. Keberadaan perokok dirumah responden proporsinya lebih besar (76,3%).

Ventilasi kamar tidur yang memenuhi syarat memiliki proporsinya (53,6%) sedangkan untuk ventilasi ruang keluarga, proporsi yang memenuhi syarat ada (59,9%). Pencahayaan kamar tidur yang cukup proporsinya (77,4%), sedangkan pencahayaan ruang keluarga proporsinya juga lebih besar pada pencahayaan yang cukup (83,7%). Selanjutnya untuk gambaran status TB paru pada anak usia 1-5 tahun berdasarkan data riskesdas 2018 di indonesia pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 27779 responden anak usia 1-5 tahun, 0,3% pernah didiagnosis TB paru oleh petugas kesehatan.

Selanjutnya gambaran status gizi pada anak usia 1-5 tahun berdasarkan data riskesdas 2018 di indonesia pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Status TB Paru Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Indonesia Berdasarkan Data Riskesdas 2018

Status TB Paru Pada Anak N %

TB paru 74 0,3

Tidak TB paru 27705 99,7

Total 27779 100

Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis bahwa dari 27779 responden anak usia 1-5 tahun terdapat 20,2% anak berstatus gizi kurang.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada

tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam analisis ini juga dapat diketahui nilai PR yang memperlihatkan ukuran asosiasi antara variabel independen dengan variabel dependen.

(4)

Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis bahwa sebanyak 23 (0,4%) responden anak usia 1-5 tahun dengan status gizi kurang yang mengalami TB Paru.

Hasil analisis didapat nilai p<0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian TB paru pada anak usia

1-5 tahun. Anak usia 1-5 yang memiliki status gizi kurang akan berisiko 1,78 kali terkena TB paru (PR 1,78, 95%CI 1,1-2,9).

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan satu atau beberapa variabel dependen.

(5)

Tabel 4 menyajikan hasil uji interaksi antar variable. Variable dinyatakan berinteraksi bila p- value < 0,05. Uji interaksi dilakukan dengan mengeluarkan secara bertahap variabel

yang tidak signifikan. Dari tabel dapat dilihat semua varibel yang diinteraksikan tidak signifikan karena p-value > 0,05

Tabel 5 memperlihatkan bahwa setelah dilakukan uji interaksi dengan mengeluarkan satu-persatu variable dengan p-value > 0,05 didapatkan hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara wilayah tempat tinggal (PR 2,38, 95%CI 1,4-3,9) dan status pekerjaan ayah (PR 3,6, 95%CI 1,4-9,07).

Sedangkan variabel confounding yang lain tidak ada hubungan yang signifikan (p>0,05).

PEMBAHASAN

Hubungan Status Gizi Terhadap Kejadian TB Paru anak Usia 1-5 Tahun

Berdasarkan hasil analisis bivariat terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi terhadap kejadian TB paru anak usia 1-5 tahun, nilai p=0,020 dengan nilai PR sebesar 1,78 (95% CI;1,1- 2,9). Menunjukkan bahwa anak usia 1-5 yang memiliki status gizi kurang akan berisiko 1,8 kali terkena TB paru. Hasil ini sejalan dengan penelitian Irma Surya (2011) yang menunjukkan bahwa anak yang menderita gizi kurang berisiko 3,26 kali terkena TB paru dibanding anak yang memiliki berat badan normal (Kusuma, 2011). Penelitian Putra Apriadi, dkk tahun 2018 menyebutkan pula bahwa anak yang memiliki status gizi kurang memiliki risiko terkena TB

paru sebanyak 3,31 kali lebih besar dibandingkan anak yang memiliki status gizi baik (Apriadisiregar et al., 2018). Sejalan dengan penelitian dari India yang mana status gizi memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian TB anak dengan jumlah sampel yang diambil 223 anak, hampir 57% anak kekurang gizi menderita TB paru (Jain et al., 2013).

TB dan status gizi saling berhubungan dalam hubungan dua arah yang kompleks. Kekurangan gizi dapat memperparah risiko penyakit TB paru dan meningkatkan risiko pengembangan dari infeksi TB laten menjadi TB aktif. Ada beberapa cara di mana kekurangan gizi dapat mempengaruhi TB. Cara utama di mana kekurangan gizi dapat mengubah patogenesis TB adalah dengan meningkatkan risiko pengembangan dari infeksi TB menjadi penyakit primer dalam jangka pendek, atau meningkatkan risiko reaktivasi penyakit TB dalam jangka panjang (Musuenge & Ghislain, 2020).

Dalam perkembangan dan pertumbuhan fungsi tubuh, anak-anak memerlukan gizi yang cukup. Gizi y a n g k u r a n g b a i k a k a n m e m p e n g a r u h i perkembangan dan pertumbuhan sistem pertahanan tubuh, sehingga anak akan mudah terserang penyakit. Infeksi TB menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh. Sedangkan defisiensi

(6)

gizi akan meningkatkan risiko infeksi karena berkurangnya fungsi daya tahan tubuh terhadap penyakit (Khrishna, et al, 2020).

Hubungan Variabel Perancu Terhadap Kejadian Tuberculosis (TB) Paru Anak

Berdasarkan analisis seluruh variabel perancu tidak semua variabel memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan kejadian TB paru anak. Variabel yang memiliki hubungan adalah wilayah tempat tinggal dan status pekerjaan ayah.

Wilayah tempat tinggal memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian TB paru anak (p=0,00).

Responden usia 1-5 tahun yang tinggal di pedesaan memiliki risiko 2,3 kali terkena TB paru (PR 2,336, 95%CI 1,449-3,768). Sejalan dengan Darwel (2012), yang menunjukkan bahwa daerah tempat tinggal berpengaruh terhadap penderita TB paru, artinya f a k t o r r i s i k o t e r h a d a p t e r s a n g k a T B p a r u kemungkinan lebih banyak dijumpai di wilayah perdesaan (Darwel, 2012).

Hubungan yang signifikan terjadi antara status pekerjaan ayah terhadap kejadian TB paru anak p<0,05 (p=0,001). Di mana anak yang memiliki ayah yang tidak bekerja berisiko 3,9 kali terkena TB paru (PR 3,943 95%CI 1,584-9,81). Pekerjaan orang tua berpengaruh terhadap kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan anaknya termasuk gizi dan akses pada pelayanan kesehatan (Puspitasari et al., 2015). Jika orang tua tidak bekerja maka akan sulit memenuhi kebutuhan gizi anaknya, yang berakibat anak tersebut memiliki imunitas tubuh lemah sehingga rentan terserang TB paru.

Jenis kelamin tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian TB pada anak usia 1-5 karena (p=0,766). Sejalan dengan penelitian Al Asyary Upe (2015) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian TB paru pada anak (Asyary Upe, 2015). Crofton (2009) menyatakan hampir tidak ada perbedaan antara

paru. Hal ini dikarenakan baik tingkat pendidikan orang tua tinggi atau rendah, anak tetap berpeluang terkena TB paru.

Status pekerjaan orang tua pada ibu bekerja tidak berhubungan signifikan dengan kejadian TB paru pada anak. Sejalan dengan penelitian dari Irma Surya (2011) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian TB paru anak. Meskipun banyak ibu yang tidak bekerja, namun belum tentu ibu tersebut mengetahui cara mengasuh dan menjaga kesehatan anak dengan baik, terutama cara menghindarkan dari infeksi TB (Khrishna, et, al 2020).

Keberadaan perokok tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian TB paru pada anak. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian dari Chiang Slama, Enarson (2007) bahwa adanya perokok menunjukan hubungan yang positif dengan terjadinya infeksi TB dan transisi dari infeksi TB (Chiang et al., 2007). Walaupun tidak memiliki hubungan yang signifikan, namun dari hasil analisis keberadaan perokok memiliki peluang 1,6 kali berpeluang untuk terjadinya TB paru pada anak.

Pada status Imunisasi BCG tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian TB paru pada anak. Tidak sejalan dengan penelitian dari Rhesa Dwi Arianti Rachim (2014) dan Evi Sofiani &

Putri Bungsu (2018) yang menyatakan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi BCG memiliki hubungan dengan kejadian TB paru. Imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan tuberculosis. Perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda (Kemenkes, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan tuberkulosis namun hanya dapat mencegah anak dari penyakit TB berat.

Variabel ventilasi kamar dan ruang keluarga serta

(7)

pencahayaan kamar dan ruang keluarga dengan kejadian TB paru pada anak. Sejalan dengan penelitian dari Kenia Destria (2019) bahwa tidak t e r d a p a t h u b u n g a n y a n g s i g n i f i k a n a n t a r a pencahayaan dengan TB paru pada anak.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah, penggunaan desain yang lemah dibandingkan dengan desain studi kohort dan kasus kontrol. Tidak tercakupnya beberapa variable dikarenakan dalam penelitian Riskesdas 2018 tidak terdapat variabel tersebut.

Terdapatnya recall bias pada responden yaitu kesulitan mengingat kembali kejadian saat pengambilan data sehingga pertanyaan kuisioner ada yang tidak terisi atau dijawab tidak tahu.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini mengidentifikasi adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian TB paru pada anak usia 1-5 tahun. Anak usia 1-5 yang memiliki status gizi kurang berisiko 1,78 kali terkena TB paru.

Variabel lainnya yang terdapat hubungan adalah wilayah tempat tinggal dan status pekerjaan ayah.

Anak usia 1-5 tahun yang tinggal di wilayah pedesaan memiliki risiko 2,336 kali terkena TB paru dan anak usia 1-5 tahun dengan ayah tidak bekerja berisiko 3,943 kali terkena TB paru.

Saran

Kemenkes RI perlu menguatkan program TOSS TB (Temukan, Obati Sampai Sembuh), DOTS (Directly Observed Treatment) dan program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada 1000 hari pertama (HPK). Perlu peningkatan surveilans TB khususnya pada anak, karena masih banyak kasus yang belum ditemukan dan belum diobati. Diperlukan peningkatan pemberian informasi terkait penyakit TB pada anak kepada masyarakat, terutama tentang bagaimana pencegahan dan pengobatannya melalui KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kepada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pusat Humaniora dan Manajemen Kesehatan serta Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI sebagai penyedia data Riskesdas 2018.

KONTRIBUSI PENULIS

Nabilla Niken Widyastuti (NNW) dan Wahyu Pudji Nugraheni (WPN) adalah kontributor utama dalam artikel ini, dengan tugas NNW melakukan pengembangan ide utama, mengembangkan pendahuluan, mengembangkan metodologi dan melakukan analisis data dan menuliskan hasil. WPN melakukan literature review, mengembangkan metodologi dan diskusi dan mensitesa kesimpulan dan saran. Yovsyah dan Tri Yunis Miko Wahyono adalah penulis anggota yang berkontribusi pada pemeriksaan kelengkapan naskah, memberi masukan pada metodologi, kerangka pikir dan diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

A.K.Detjen, L. N. P. (1995). Public health action. Journal WHO Regional Publications - European Series, I(56), 31–49.

Asyary, A., Junadi, P., Purwantyastuti, P., & Eryando, T.

(2017). Socio-Economics of Childhood Pulmonary Tuberculosis with Adult Tuberculosis Household Contacts in Daerah Istimewa Yogyakarta Province.

Makara Journal of Health Research, 21(3), 93–98.

https://doi.org/10.7454/msk.v21i3.7550

Apriadisiregar, P. A., Gurning, F. P., Eliska, E., & Pratama, M. Y. (2018). Analysis of Factors Associated with Pulmonary Tuberculosis Incidence of Children in S i b u h u a n G e n e r a l H o s p i t a l . J u r n a l B e r k a l a Epidemiologi, 6(3), 268. https://doi.org/10.20473/

jbe.v6i32018.268-275

Asyary Upe, A. (2015). Tuberkulosis Paru Anak (0-14 tahun) Akibat Kontak Serumah Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Disertasi.Universitas Indonesia

Chiang, C. Y., Slama, K., & Enarson, D. A. (2007).

Associations between tobacco and tuberculosis. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease : The Official Journal of the International Union against Tuberculosis and Lung Disease, 11(3), 258–262.

Crofton, J., Horne, N., & Miller, F. (2009). Crofton's Clinical Tuberculosis. In Design. http://www.tbrieder.org/

publications/books_engli sh/crofton_clinical.pdf

Darwel. (2012). Faktor-faktor yang Berkorelasi Terhadap Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Sumatera. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.

Dasar, R. K. (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.

(8)

Davis-Kean, P. E. (2005). The influence of parent education and family income on child achievement: The indirect role of parental expectations and the home environment. Journal of Family Psychology, 19(2), 294–304. https://doi.org/10.1037/0893-3200.19.2.294 Dirjen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.

(2016). Petunjuk teknis manajemen TB Indonesia.

Kemenkes RI

Ernawati, K., Ramdhagama, N. R., Ayu, L. A. P., Wilianto, M., Dwianti, V. T. H., & Alawiyah, S. A. (2018).

Perbedaan Status Gizi Penderita Tuberkulosis Paru antara Sebelum Pengobatan dan Saat Pengobatan Fase Lanjutan di Johar Baru, Jakarta Pusat. Majalah Kedokteran Bandung, 50(2), 74–78. https://doi.org/1 0.15395/mkb.v50n2.1292

Jain, S. K., Ordonez, A., Kinikar, A., Gupte, N., Thakar, M., Mave, V., Jubulis, J., Dharmshale, S., Desai, S., Hatolkar, S., Kagal, A., Lalvani, A., Gupta, A., &

Bharadwaj, R. (2013). Pediatric tuberculosis in young children in India: A prospective study. BioMed Research I n t e r n a t i o n a l , 2 0 1 3 . h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 11 5 5 / 2013/783698

Jahiroh, & Prihartono, N. (2013). Hubungan Stunting Dengan Kejadian Tuberkulosis pada Balita. The Indonesian Journal of Infectious Disease, 1(2), 6–13.

https://doi.org/https://doi.org/10.32667/ijid.v1i2.7 Kartasasmita, C. B. (2016). Epidemiologi Tuberkulosis.

S a r i P e d i a t r i , 11 ( 2 ) , 1 2 4 . h t t p s : / / d o i . o r g / 10.14238/sp11.2.2009.124-9

Kemenkes RI. (2018). Laporan_Nasional_RKD2018_

FINAL.pdf. In Badan Penelitian dan Pengembangan K e s e h a t a n ( p . 1 9 8 ) . h t t p : / / l a b d a t a . l i t b a n g . kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/La poran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Kenia Destria. (2019). Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karya Jaya Palembang.Skripsi.Universitas Sriwijaya Khrishna Bihari Gupta, Rajesh Gupta, Atulya Atreja, M. V.

(2020). Tuberculosis and nutrition. Deutsches Medizinisches Journal, 12, 145–149.

Kusuma, I. S. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis (Tb) Paru Pada Anak

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak (Studi Di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(1), 191–197.

Riani, R. E. S., & Machmud, P. B. (2018). Kasus Kontrol Hubungan Imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru pada anak tahun 2015-2016. Sari Pediatri, 19(6), 321.

https://doi.org/10.14238/sp19.6.2018.321-7

Swaminathan, S., & Sachdeva, K. S. (2015). Treatment of childhood tuberculosis in India. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 19(12), S43–S46.

https://doi.org/10.5588/ijtld.15.0611 WHO. (2019). Global Tuberculosis Report 2019.

W, R. C. U. (2012). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Tb Paru Dewasa Di Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010).

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 14(4 Okt).

https://doi.org/10.22435/bpsk.v14i4Okt.1369

Yustikarini, K., & Sidhartani, M. (2015). Faktor risiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi. Sari Pediatri, 17(16), 136–140.

Yusticia, Firamita, C. A. (2014). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Pada Anak Di Bawah Usia 15 Tahun Di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Dunia Kesmas, 3, 62–68.

Gambar

Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis bahwa dari  27779  responden  anak  usia  1-5  tahun  terdapat  20,2% anak berstatus gizi kurang
Tabel  3  memperlihatkan  hasil  analisis  bahwa  sebanyak 23 (0,4%) responden anak usia 1-5 tahun  dengan status gizi kurang yang mengalami TB Paru
Tabel  4  menyajikan  hasil  uji  interaksi  antar  variable.  Variable  dinyatakan  berinteraksi  bila   p-value  &lt;  0,05

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis dari data observasi, wawancara dan hasil angket menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jalannya kegiatan pembelajaran membaca

Bakery merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam pembuatan berbagai jenis bread atau roti.. Breat atau roti merupakan

Usaha subjek ternyata tidaklah sia-sia, dengan dibantu oleh sahabatnya (dukungan) maka ia akhirnya berhasil melakukan coping stres s dengan baik dan saat ini subjek telah

There is little or no class time that must be used for practicing simulations and, unlike role play or case analysis, the simulation can be done by students individually so that

Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan maka tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian eksplanatori karena dalam penelitian ini peneliti akan

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2014) bahwa pemberian pupuk bio-slurry dengan waktu yang berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa program studi PPKn Semester IIIdalam proses perkuliahan Belajar dan Pembelajaran

Sesuai dengan pelaksanaan aqad jual beli lada terhadap praktek tengkulak,. yang telah dilakukan oleh masyarakat di Pekon Way Suluh Kecamatan