• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Inte

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Inte"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi (SPMI-PT) di Bidang Penelitian Ilmiah dan Pengabdian Kepada Masyarakat

oleh

M. Andriana Gaffar Abstract

Higher education has a strategic function in civilization and human culture, which is a center of culture, science and technology development, as well as the moral force of society. The situation can be realized if higher education is well managed and healthy. In contextual terms, this means that institutions of higher education were able to manifest public accountability, social responsibility, and maintain and continually improve the quality of education as a field of study. Quantitatively, the advancement of education in Indonesia is quite encouraging. But the quality of education in Indonesia is still considered low and not able to meet the needs of the community will be a good quality of education services, mainly due to lack of education and yet the prevalence and educational staff, both in quantity and quality, inadequate availability of learning facilities, especially books and tools props, and yet passes quality control system and guarantee the quality of education, as well as the unavailability of operating costs required for the implementation of quality teaching and learning. Coupled with the presence of Act No. 22 of 1999 on Regional Government, local autonomy in education that transfers most of the duties and responsibilities of education providers which can cause various problems, including the quality of education disparities between regions because each region has the number and quality of teachers and learning resources that are not balanced, the gap of education quality due to differences between the financial capacity of the area, and a high sense of regionalism so that the implementation of regional autonomy that deviate from the policies and guidelines of the central government.

Keywords: Quality Assurance in Higher Education, Internal QA System, Private Universities

PENDAHULUAN

Dinamika perubahan jaman diiringi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa-serta berbagai perubahan pada semua aspek kehidupan manusia. Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang berwawasan global, cerdas dalam perspektif intelektual maupun emosional, dan berjiwa entrepreneurship serta memiliki semangat militan. Bila kita bercermin dari sejarah, bahwa kejayaan dan kesejahteraan sebuah negara itu tidak bergantung kepada melimpahnya

(2)

Saat ini pendidikan belum memiliki peran secara optimal dalam mengembangkan sumber daya manusia, sehingga keluaran (output) pendidikan lebih banyak yang menjadi masyarakat pencari kerja (worker society), bukan masyarakat pencipta lapangan kerja (employee society) atau masyarakat pewirausaha (entrepreneurship society). Padahal Indonesia dihadapkan pada era persaingan di lingkungan Asean Free Trade Area (AFTA) dan era General Agreement on Trade in Services (GATS) oleh WTO tahun 2010. Semua ini hanya bisa dicapai oleh kekuatan sumber daya manusia yang handal dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras. Dewasa ini, pendidikan belum menjadi pemicu utama dalam pengembangan sumber daya manusia, tapi justru menjadi kontributor utama dalam peningkatan jumlah pengangguran.

Human Development Report (HDR), yang diterbitkan setiap tahun oleh United

Nations Development Programme (UNDP), merupakan laporan yang memotret dan memberikan peringkat perkembangan pembangunan negara-negara di dunia. Indonesia termasuk satu dari 187 negara-negara yang dilaporkan dalam HDR tersebut. Indonesia masuk dalam kategori Medium Human Development. Peringkat Indonesia dalam HDR selama 11 tahun (1999–2010) selalu di peringkat 102 hingga 112. Peringkat terbaik dicapai di tahun 2001 yaitu peringkat ke-102, dan di tahun 1999 di peringkat ke-105. Sedangkan peringkat terburuk terjadi di tahun 2003, yaitu peringkat ke 112. Namun yang paling mengejutkan adalah HDR 2011, yang menunjukkan bahwa Perkembangan Pembangunan Indonesia mengalami kemerosotan secara drastis, yaitu berada di peringkat 124. Padahal HDR 2010 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke 108.

Tabel 1.1

Perkembangan Peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia Tahun 2004 2005 2006/07 2008 2009 2010 2011 Peringkat Indonesia 111 110 106 107 111 108 124

(Sumber: UNDP – HDR, 1999-2011)

Perubahan peringkat menjadi ke 124 ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia mengalami perlambatan dibandingkan negara-negara lain. Derajat kesejahteraan masyarakat Indonesia mengalami penurunan secara drastis, hal ini ditunjukkan dari usia harapan hidup (life expectancy at birth). HDR 2010, menunjukkan usia harapan hidup masyarakat Indonesia adalah 71,5 tahun, sedangkan HDR 2011 menunjukkan life expectancy masyarakat Indonesia di usia 69,4 tahun. Padahal Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Pembangunan di tahun 2011 berorientasi Triple Track Strategy,

yaitu 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Pro Growth); 2) Memperluas Lapangan Pekerjaan Baru (Pro Job); dan 3) Meningkatkan Program Perlindungan kepada Masyarakat Miskin (Pro Poor). Alokasi Belanja Modal APBN 2011 mencapai Rp. 121,9 triliun mengalami kenaikan sebesar Rp. 26,9 triliun (28,3%) dibanding belanja modal di tahun 2010 yang hanya mencapai Rp. 95,0 triliun.

(3)

terkendali. Hingga September 2011, utang negara sudah mencapai Rp. 1.754,91 triliun atau naik Rp. 10,57 dibanding utang pada Agustus 2011, yaitu sekitar Rp. 1,744,34. Jika kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah utang berbanding terbalik dengan pembangunan menusia. Semakin meningkat jumlah utang, semakin menurun pembangunan manusia di Indonesia.

PEMBAHASAN

Pendidikan tinggi memiliki fungsi strategis dalam peradaban dan kebudayaan manusia, yaitu sebagai pusat kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai kekuatan moral masyarakat. Keadaan tersebut dapat terwujud apabila pendidikan tinggi dikelola dengan baik dan sehat. Dalam artian kontekstual, hal ini berarti bahwa institusi penyelenggara pendidikan tinggi mampu memanifestasikan akuntabilitas publik, memiliki tanggung jawab sosial, dan menjaga serta senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan bidang ajiannya.

Secara kuantitas kemajuan pendidikan di Indonesia cukup menggembirakan. Namun secara kualitas pendidikan di Indonesia masih dirasakan rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan mutu layanan pendidikan yang baik, terutama disebabkan oleh kurang dan belum meratanya pendidikan dan tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas, belum memadainya ketersediaan fasilitas belajar, terutama buku dan alat peraga, serta belum berjalannya sistem kendali mutu dan jaminan kualitas pendidikan, serta belum tersedianya biaya operasional yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar secara bermutu. Ditambah lagi dengan adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah dalam pendidikan

yang mengalihkan sebagian besar tugas dan tanggung jawab penyelenggara pendidikan yang dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya terjadinya kesenjangan mutu pendidikan antar daerah karena tiap daerah memiliki jumlah dan mutu guru serta sumber belajar yang tidak seimbang, kesenjangan mutu pendidikan karena perbedaan kemampuan keuangan antar daerah, dan rasa kedaerahan yang tinggi sehingga pelaksanaan otonomi daerah yang menyimpang dari kebijakan dan pedoman dari pemerintah pusat.

Problematika penjaminan mutu yang dilakukan perguruan tinggi berkaitan erat dengan pengelola perguruan tinggi tersebut. Seperti yang telah kita ketahui bersama, menurut pasal 16 UU 20/2003 tentang SPN, bentuk pengelolaan pendidikan tinggi terbagi menjadi dua, yaitu oleh negara (pemerintah pusat maupun daerah) dan masyarakat (pihak swasta). Perbedaan dalam hal pengelola perguruan tinggi tersebut sudah barang tentu menghasilkan perspektif yang berbeda pula dalam kegiatan pengelolaannya. Tercatat hingga kini, perguruan tinggi yang terdapat di Indonesia berjumlah 3.070 buah, dimana perguruan tinggi negeri (PTN) berjumlah 83 buah (2,7%) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, sedangkan perguruan tinggi swasta (PTS) berjumlah 2.987 buah

(97,3%) (dikutip dari

http://dp2m.dikti.go.id).

(4)

Namun pernyataan Dirjen Dikti Kemdikbud RI yang berkaitan dengan kehadiran PTS tersebut memberikan persepsi berbeda apabila ditinjau dari perspektif mutu, yaitu:

Sebagian besar perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia tidak memenuhi persyaratan sebuah perguruan tinggi. Di pulau Jawa, mencapai 55%, sedangkan di luar pulau Jawa mencapai 80%. Yang memenuhi syarat minimal sebuah perguruan tinggi, di pulau Jawa mencapai 45%, sedangkan PTS di luar pulau Jawa yang sudah layak hanya 20% (Kartiwa, 2010).

Selain itu, di pihak lain, adanya opini masyarakat yang sudah lama menjadi wacana publik ialah kualitas luaran (output) dari PTN masih lebih baik dibandingkan luaran (output maupun outcome) dari PTS. Hal ini dapat kita lihat dan rasakan di lingkungan sekitar kita, dimana kepercayaan masyarakat (society trust) untuk menyekolahkan putra putrinya di PTN mampu memberikan rasa kebanggaan dibandingkan mereka yang hanya menyekolahkan di PTS.

Lebih lanjut, berdasarkan data peringkat Webometrics edisi Januari 2013, dapat dilihat peringkat universitas di Indonesia berdasarkan penilaian website universitas yang bersangkutan, sebagai berikut:

Tabel 1.2

Peringkat 20 Besar Universitas di Indonesia versi Webometrics tahun 2013

Country Rank World Rank Universitas Lokasi

1 440 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

2 497 Institut Teknologi Bandung Bandung

3 581 Universitas Indonesia Depok

4 634 Universitas Gunadarma Depok

5 722 Universitas Brawijaya Malang

6 781 Universitas Diponegoro Semarang

7 839 Institut Pertanian Bogor Bogor

8 848 Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

9 885 Universitas Padjadjaran Bandung

10 929 Universitas Airlangga Surabaya

11 1020 Universitas Kristen Petra Surabaya

12 1045 Universitas Negeri Malang Malang

13 1078 Universitas Sriwijaya Palembang

14 1097 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta 15 1108 Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

16 1196 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

17 1240 Universitas Sebelas Maret Surakarta

18 1277 Universitas Mercu Buana Jakarta

19 1440 Universitas Muhammadiyah Malang Malang

20 1481 Universitas Hasanudin Makasar

Berdasarkan data peringkat di atas, mayoritas perguruan tinggi yang berada

(5)

PTN masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi. Hal ini bisa diartikan juga bahwa mutu PTS yang dikelola oleh masyarakat (pihak swasta) belum bisa dianggap ekuivalen dengan mutu PTN yang berada langsung di bawah naungan pemerintah (negara). Selanjutnya, dengan tetap mengacu kepada data peringkat tersebut, dapat diambil suatu simpulan lainnya, bahwa meskipun sebagian besar PTN dan PTS tersebar di wilayah Jawa Barat (Wilayah IV), namun hanya satu PTS dari wilayah Jawa Barat yang mampu berkompetisi dengan PTN yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan peneliti untuk mengungkap

persoalan eksistensi PTS di wilayah Jawa Barat dalam kaitannya dengan kualitas pendidikan tinggi yang senantiasa harus dijaga dan ditingkatkan oleh pengelola perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sebagai pembanding atas data peringkat hasil pengolahan Webometrics di atas, peneliti juga menyajikan data status akreditasi program studi yang dikelola oleh PTS. Status akreditasi tersebut didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh BAN PT Kemdiknas RI melalui aktivitas desk evaluation dan visitation oleh assesor. Adapun data status akreditasi yang disajikan lebih dikhususkan pada program studi yang dikelola oleh beberapa PTS di wilayah Jawa Barat, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.3

Status Akreditasi Program Studi yang Dikelola PTS di Wilayah Jawa Barat pada tahun 2013

No Universitas Status Akreditasi Prodi

A B C D Tdk/ Belum

1 Universitas Pasundan 13 7 0 0 3

2 Universitas Islam Bandung 2 12 2 0 3

3 Universitas Komputer Indonesia 2 8 1 0 7

4 Universitas Islam Nusantara 0 7 5 0 8

5 Universitas Katolik Parahyangan 12 3 0 0 1

6 Universitas Kristen Maranatha 2 8 2 0 4

7 Universitas Galuh 0 4 12 0 2

8 Universitas Siliwangi 0 6 12 0 9

9 Universitas Ibn Khaldun 0 6 5 0 4

10 Universitas Advent Indonesia 0 4 5 0 4

11 Universitas Bale Bandung 0 1 4 0 0

12 Universitas Jend. Achmad Yani 0 10 4 0 5

13 Universitas Kuningan 0 1 7 0 2

14 Universitas Al Ghifari 0 1 2 0 0

15 Universitas Mathla’ul Anwar 0 1 8 0 1

TOTAL 31 77 70 0 55

Persentase (%) 13.30 33.05 30.04 23.61

(Sumber: http://ban-pt.kemdiknas.go.id, 2013)

Mengacu pada data status akreditasi beberapa PTS yang berada di wilayah IV provinsi Jawa Barat di atas, dapat diambil

(6)

baik dan cukup. Sedangkan program studi yang sudah termasuk ke dalam kategori sangat baik masih sebagian kecil saja (13,30%) dan itupun tidak tersebar secara merata di setiap PTS. Di samping itu, ternyata masih terdapat sebagian kecil (23,61%) program studi yang status akreditasinya sudah habis atau kadaluarsa. Hal ini memberikan deskripsi eksplisit mengenai kesungguhan PTS dalam menjamin mutu pendidikan tinggi yang dikelolanya; dimana status akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik atas kualitas suatu program studi untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang.

Selain peringkat webometrics dan status akreditasi, mutu pendidikan tinggi dapat ditentukan melalui kegiatan penjaminan mutu (quality assurance) yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Kegiatan ini dikenal dengan istilah penjaminan mutu internal perguruan tinggi (PMI-PT). Untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu pendidikan tentu modal utamanya adalah keinginan untuk melaksanakannya. Dalam upaya

melaksanakan kegiatan inilah perlu adanya sistem yang baik agar penjaminan mutu ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sistem ini harus berdasarkan pada pemikiran yang benar akan konsep dan teori dari penjaminan mutu itu sendiri yang selanjutnya menjadi pondasi sehingga segala bentuk pijakan akan mengarah pada mindset yang benar berdasarkan kajian akademik yang tepat.

Berkaitan dengan sistem penjaminan mutu internal perguruan tinggi ini, pihak pemerintah melalui Dirjen Dikti Kemdiknas RI telah melakukan program evaluasi implementasi sistem penjaminan mutu internal (SPMI) bagi perguruan tinggi pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Adapun tujuan dari kegiatan ini ialah untuk mengetahui perguruan tinggi mana yang telah melaksanakan kegiatan penjaminan mutu internal dengan baik, sehingga dapat dijadikan inspirasi oleh perguruan tinggi lainnya. Adapun urutan PTS yang memperoleh skor tertinggi untuk wilayah Jawa Barat berdasarkan hasil program evaluasi SPMI-PT untuk 62 perguruan tinggi yang telah dilakukan ialah sebagai berikut,

Tabel 1.4

Peringkat PTS di Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Skor Tertinggi Hasil Program Evaluasi Implementasi Sistem Penjaminan Mutu

Internal Perguruan Tinggi

No Universitas Peringkat

1 Universitas Katolik Parahyangan 8

2 Universitas Gunadarma 11

3 Universitas Katolik Indonesia Atmajaya 13

4 Universitas Kristen Maranatha 41

5 Universitas Widyatama 48

6 Universitas Pakuan 61

7 Universitas Pasundan 62

(Sumber: Hasil Evaluasi Implementasi SPMI-PT, Dirjen Dikti Depdiknas, 2008)

(7)

Apabila dilihat dari jumlah PTS di wilayah Jawa Barat yang termasuk dalam daftar pelaksana SPMI-PT yang baik menurut Dirjen Dikti Depdiknas RI di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hanya sebagian kecil (7 PTS) pengelola pendidikan tinggi non-pemerintah di wilayah Jawa Barat dari total 383 PTS yang telah melaksanakan kegiatan penjaminan mutu pendidikan secara internal dengan baik. Hal ini perlu mendapat perhatian dan respons dari para pengelola pendidikan tinggi non-pemerintah lainnya, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat akan pendidikan tinggi yang berkualitas dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran sosial.

Jika melihat kondisi di negara maju, PTS justru berkualitas tinggi. Di Amerika Serikat, 10 perguruan tinggi terbaik adalah PTS. Pendidikan tinggi yang dikelola secara market, selain mewujudkan otonomi juga menjamin kualitas lulusannya. Alumni mereka memiliki daya saing tinggi di pasar kerja. Sementara PTS di Indonesia sangat

beragam, baik lokasinya,

perkembangannya, maupun

pengelolaannya. Sebagian kecil PTS di Jakarta, justru mampu menyaingi PTN yang sudah berumur setengah abad lebih. Namun, PTS seperti itu hanya sedikit. Dengan berbagai persoalan dalam aspek finansial dan sumber daya manusia, para pengelola pendidikan tinggi non-pemerintah masih tetap berjuang menyediakan pelayanan yang bermutu kepada anak-anak bangsa sesuai dengan amanah PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Dengan jumlah PTS di wilayah Jawa Barat yang mencapai 383 buah, di samping beberapa PTN yang berskala nasional, masyarakat Jawa Barat memiliki peluang dan kesempatan yang besar untuk memilih universitas yang bermutu pada skala lokal, nasional maupun internasional. Berdasarkan asumsi tersebut, maka

universitas swasta di wilayah Jawa Barat sudah selayaknya menerapkan penjaminan mutu serta selalu meningkatkan mutu secara berkelanjutan (kaizen/ continuous improvement).

Adapun dasar pertimbangan atas fokus yang akan diteliti ini ialah Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus senantiasa dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi (PT) di

Indonesia memiliki tugas

menyelenggarakan pendidikan & pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian sebagai salah satu dharma PT merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya menemukan kebenaran dan/atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian (ipteks). Selanjutnya, penelitian juga merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metode, model, atau informasi baru yang memperkaya khasanah ipteks.

(8)

mengalami lonjakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, publikasi penelitian Indonesia justru mengalami stagnansi hingga kini.

PENUTUP

Di negara-negara maju, lazimnya hanya mereka yang bergelar doktor yang dapat direkrut menjadi dosen, karena mereka -pada saat menempuh pendidikan program doktor- telah dilatih melakukan penelitian. Di Indonesia, harus diakui bahwa hanya sebagian kecil dosen yang bergelar doktor. Karena itu, PT harus berupaya keras untuk memandu, mengelola dan memfasilitasi dosennya dalam melaksanakan penelitian. Ini mencakup penyediaan dana serta sarana dan prasarana yang memadai. Lebih jauh, penelitian yang dilakukan harus ditingkatkan mutunya secara berkelanjutan, baik proses maupun hasilnya, sehingga pada gilirannya mutu PT pun meningkat. Dalam pemeringkatan universitas dunia, mutu penelitian merupakan aspek yang sangat menentukan.

Selain karena diwajibkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, setidaknya ada tiga alasan mengapa dosen pada perguruan tinggi harus melakukan penelitian. Dalam melaksanakan perkuliahan, dosen dapat mengajarkan materi yang mereka kembangkan sendiri dan kuasai dengan baik, sehingga perkuliahan yang mereka ampu menjadi lebih menarik dan bermakna. Dosen juga dapat melatih mahasiswa kemampuan pemecahan masalah dan learning how to learn dengan fasih, karena mereka telah dan senantiasa mengalaminya. Selain itu, dosen dapat menumbuhkan keingintahuan dan apresiasi mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan, karena mereka tahu betul betapa indah dan menariknya ilmu pengetahuan tersebut. Di perguruan tinggi, pendidikan dan penelitian bagaikan dua sisi

mata uang yang walaupun dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan.

Selanjutnya, di samping komponen penelitian, kegiatan pengabdian kepada masyarakat juga merupakan salah satu bagian dari jasa PT, dilaksanakan dengan menganut asas kelembagaan, asas ilmu-amaliah dan amal-ilmiah, asas kerjasama, asas kesinambungan, serta asas edukatif dan pengembangan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, yang dapat menjadi stakeholders: (a) perorangan, (b) kelompok, (c) komunitas, dan (d) lembaga. Cakupannya meliputi masyarakat perkotaan atau pedesaan, masyarakat industri atau agraris, dan pemerintah maupun swasta. Pemilihan stakeholders sasaran, disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan PT.

Kegiatan penelitian ilmiah di perguruan tinggi harus mampu menjadi ujung tombak pembangunan bangsa. Oleh karena itu berbagai riset yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa serta dunia usaha atau industri. Periset diharapkan tak hanya meneliti saja, namun juga diikuti dengan pengabdian yang hasilnya diimplementasikan, sehingga bisa memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang ada di masyarakat (http://ugm.ac.id, 2013).

Berdasarkan rasionalisasi serta pemaparan di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam rangka menjamin mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan di perguruan tinggi swasta diperlukan upaya melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat yang berkualitas serta memiliki nilai tambah (value added) bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam upaya menghasilkan penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu tentu diperlukan sistem penjaminan mutu yang berstandar, dimana penjaminan mutu tersebut

(9)

merupakan kajian dari manajemen penjaminan mutu pendidikan.

PUSTAKA RUJUKAN

Asmendri. (2007). Aplikasi Model Sistem Penjaminan Mutu (Quality Assurance) di Perguruan Tinggi Agama Islam. Ta’dib Volume. 10, No. 2 (101-110)

Bogdan, R.C & Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education. An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Cornell, J. E. & Mulrow, C. D. (1999). Meta-analysis. In: H. J. Adèr & G. J. Mellenbergh (Eds). Research Methodology in the social, behavioral and life sciences (pp. 285–323). London: Sage.

Hedwig, Rinda & Gerardus Polla. (2006). Model Sistem Penjaminan Mutu. Graha Ilmu: Jakarta

Herman, J.L, & Herman, J.J. (1995). Total Quality Management (TQM) for Education. Journal of Education Technology. May-June (halaman 14-18).

Juran, J.M. (1989). Merancang Mutu, Terjemahan Bambang Hartono dari Juran, On Quality by Design. Jakarta: PT. Pustaka Binawan Pressindo (Buku ke 1).

Kusmastanto, Tridoyo. (2007). Etika Akademik Menuju World Class University. Draft Etika Akademik Institut Pertanian Bogor. Bogor: tidak diterbitkan, Juli.

Levin, Henry M (2006), What is World Class University, presentation at the 2006 Conference of the Comparative & International Education Society, Honolulu, Hawaii, diakses September 2012, tersedia di: www.tc.columbia.edu/centers/coce /pdf_files/c12.pdf

Gambar

Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4

Referensi

Dokumen terkait

252 Moralitas Islam dalam Ekonomi Bisnis. Yan Orgianus Nuansa Cendekia Rp - 5

Sehingga SIM POSYANDU ini nantinya dapat bermanfaat bagi pengambil keputusan sesesuai level birokasi yang ada.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research

Soemitra, Bank… , h.. transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, pembukaan letter of credit , dan sebagainya. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS,

Penulis menyarankan pada pembaca untuk dapat mendalami dan mengembangkan sifat sifat maupun keterkaitan dengan kelas aljabar lain yang belum dibahas dalam skripsi

Untuk dapat memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor jawaban siswa untuk soal tes kemampuan penalaran matematika siswa dengan menggunakan pedoman

telah didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1961.. (Lembaran-Negara Republik Indonesia Tahun 1961

Sholiq, 2006, Pemodelan Sistem Informasi Berorientasi Objek dengan UML, Graha Ilmu,

Pembayaran jasa yang dilakukan perusahaan sudah sesuai dengan hasil kerja saya.. Gaji yang diberikan pada saya setimpal dengan prestasi yang telah