• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR. Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-NYA sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Teknik Sipil (Pengairan) Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul Tugas akhir kami adalah : “Tinjauan Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri Saluran Sekunder Buntu Sappa Kabupaten Pinrang”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan – kekurangan, baik dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan – perhitungannya. Oleh karena itu kami selaku penyusun menerima segala koreksi dan saran, sehingga kami dapat memperbaiki tugas akhir ini dimana dapat bermanfaat dikemudian hari.

Tugas akhir ini selesai berkat arahan serta bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada :

iv

(5)

1. Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd. Sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Hamzah Al Imran, ST., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh.Syafaat S. Kuba, ST. Sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Muh. Amir Zainuddin, ST. Sebagai Wakil Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, M.S. selaku pembimbing I dan Ibu Nenny T Karim, ST., MT. Selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen serta staff pegawai pada Fakultas Teknik, atas segala waktunya telah Membimbing dan melayani kami selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

7. Ayahanda, Ibunda dan saudara – saudara tercinta, kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya atas segala kelimpahan kasih sayang dan doa serta dorongan dan pengorbanannya selama ini.

8. Rekan – rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus saudara seperjuangan mahasiswa sipil Nonreguler 2010 – 2012 yang dengan keakraban, doa, bantuan serta dukungannya sangat membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

(6)

Semoga semua pihak tersebut diatas mendapatkan pahala yang berlipat ganda disisi ALLAH SWT, dan tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya, rekan – rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Aamiin.

Makassar, Pebruari 2015

Penyusun

(7)

ABSTRAK

Daerah Aliran Sungai (DAS) Galang - Galang termasuk Wilayah Sungai Sadang yang berada pada wilayah perbatasan antara Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Provinsi Sulawesi Barat.

Pada Sungai Galang - Galang telah dibangun Bendung Paku dan Jaringan Irigasi Paku Kanan (Luas ± 601 Ha). Jaringan Irigasi Paku Kanan berada pada wilayah administrasi Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat.

Pada wilayah bagian kiri (Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan), belum ada jaringan irigasi sedangkan pada beberapa tempat ada hamparan sawah yang berpotensi untuk dikembangkan dari semula berupa sawah tadah hujan menjadi sawah beririgasi.

Terdapat rencana daerah irigasi Paku Kiri dengan luas 1.047 Ha sebelumnya, dengan bendung Paku dimana pengambilan air berasal dari sungai Galang-Galang. Karena Daerah irigasi paku saat ini telah berkembang maka dibuat tinjauan perencanaan pengembangan di Saluran Sekunder Buntu Sappa yang mana memerlukan data hidrologi, Klimatologi, Topografi yang kemudian akan dianalisa untuk mendapatkan curah hujan efektif, evapotranspirasi, kebutuhan air irigasi, debit andalan dan debit yang didistribusikan pada petak- petak sawah.

Dari hasil perhitungan didapat nilai debit andalan Sungai Galang-Galang dengan metode Dr. F.J Mock didapat nilai debit maximum andalan Q80 = 6,708 m3/dt yang terjadi pada bulan April dan debit minimum andalan Q80 = 1,126 m3/dt pada bulan Juli. Kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tanam alternatif-3 sebesar 1,71 ltr/dt/ha. Luasan areal yang dapat dikembangkan yaitu pada areal bagian kiri saluran Sekunder Buntu Sappa, dimana areal saluran sekunder Buntu Sappa sebelumnya adalah 340,40 Ha dan besarnya areal yang dapat dikembangkan yaitu sebesar 250,70 Ha.

Kata kunci : F.J Mock, Debit Andalan, Dimensi Saluran, Saluran Sekunder Buntu Sappa

v

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI DAN LAMBANG ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Maksud dan Tujuan Studi ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Manfaat Penulisan ... 4

F. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Arti dan Tujuan Irigasi ... 6

B. Susunan Jaringan Irigasi... 7

C. Pengertian Hidrologi dan hubungan dengan Irigasi ... 8

D. Analisa Hidrologi dan Klimatologi ... 9

E. Design Saluran Pembawa ... 29 vi

(9)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Gambaran Umum Lokasi ... 41

B. Masa Pelaksanaan Studi ... 41

C. Ketersediaan Data ... 41

D. Metode Pengolahan Data ... 45

E. Bagan Alir Metode Penulisan ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Analisa Curah Hujan ... 53

B. Analisa Evapotranspirasi ... 54

C. Analisa Kebutuhan Air ... 54

D. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Daerah Irigasi Paku Kiri ... 57

E. Analisa Debit Andalan ... 68

F. Petak Sawah yang Dikembangkan ... 72

G. Menentukan Dimensi Saluran ... 72

H. Perhitungan Elevasi Muka Air Saluran ... 76

BAB V. PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Angka Korelasi Penman Bulanan ... 14

Tabel 2. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan ... 22

Tabel 3. Tingkat Perkolasi ... 23

Tabel 4. Harga Koefisien Tanaman ... 24

Tabel 5. Pola Tanaman ... 25

Tabel 6. Skema Pola Tanam dengan Koefisien Tanaman... 26

Tabel 7. Penggantian Lapisan Air ... 26

Tabel 8. Pedoman Menentukan Dimensi Saluran ... 32

Tabel 9. Harga Koefisien Kekasaran Strickler ... 33

Tabel 10. Kecepatan Aliran untuk berbagai Bahan Konstruksi ... 34

Tabel 11. Kemiringan Minimum Talud untuk berbagai Bahan Tanah ... 35

Tabel 12. Kemiringan Min. Talud Sal. Timbunan yang dipadatkan dengan baik ... 35

Tabel 13. Kemiringan Minimum Talud untuk Saluran yang dipadatkan... 35

Tabel 14. Tinggi Jagaan Berdasrkan Jenis Sal. & Debit Air yang Mengalir ... 38

Tabel 15. Tata Guna Lahan ... 42

Tabel 16. Saluran dan Luasan Irigasi Paku Kiri ... 43

Tabel 17. Stasiun Curah Hujan D.I Paku ... 46

Tabel 18. Data Curah Hujan Harian Maksimum ... 46

Tabel 19. Data CH Setengah Bulanan Sta. Kanang I ... 47

Tabel 20. Data CH Setengah Bulanan Sta. Paku ... 47 vii

(11)

Tabel 21. Data CH Setengah Bulanan Sta. Kalosi ... 48

Tabel 22. Perhitungan CH Rata-Rata Dengan Metode Polygon Thiessen ... 48

Tabel 23. Data Klimatologi ... 49

Tabel 24. Probabilitas Curah Hujan Rata - Rata ... 55

Tabel 25. Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan Efektif ... 55

Tabel 26. Perhitungan Evapotranspirasi Sta. Banga-Banga ... 56

Tabel 27. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-1 ... 60

Tabel 28. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-2 ... 61

Tabel 29. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-3 ... 62

Tabel 30. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-4 ... 62

Tabel 31. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-5 ... 63

Tabel 32. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-6 ... 63

Tabel 33. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-7 ... 64

Tabel 34. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-8 ... 64

Tabel 35. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-9 ... 65

Tabel 36. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-10 ... 65

Tabel 37. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-11 ... 66

Tabel 38. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Alternatif-12 ... 66

Tabel 39. Rekap Kebutuhan Air Irigasi ... 67

Tabel 40. Perhitungan Debit Andalan ... 69

Tabel 41. Kesetimbangan Air (Water Balance) D.I Paku Kiri ... 70

Tabel 42. Rekapitulasi Perhitungan Dimensi Saluran ... 77

Tabel 43. Perhitungan Elevasi Muka Air Saluran ... 78

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Tinggi Bangunan Sadap ... 36

Gambar 2. Peta Lokasi Studi Area Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri ... 40

Gambar 3. Rencana Lokasi Pengembangan Jaringan Irigasi Buntu Sappa ... 51

Gambar 4. Bagan Alir ... 53

Gambar 5. Grafik Water Balance ... 70 viii

(13)

DAFTAR NOTASI DAN LAMBANG

R : Curah hujan rata-rata (mm) Rn : Tinggi hujan tiap stasiun n (mm) Q : Debit rencana, l/dt atau m3/dt

A : Luas daerah aliran / di air (km2 atau ha) An : Luas daerah pengaruh stasiun n (km2) P : Probabilitas

m : Nomor urut data

Eto : Evaporasi potensial (mm/hari)

c : Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara suang dan malam W : Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi

f(u) : Faktor pengaruh kecepatan angin (km/hari) ea : Tekanan uap jenuh (mbar)

Reff : Curah hujan efektif (mm/hari) WLR : Penggantian lapisan air (mm/hari)

E : Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm)

ET : evapotranspirasi terbatas (mm) Ep : evapotranspirasi potensial (mm) NFR : Kebutuhan dasar air sawah (mm/hari) Etc : Kebutuhan air konsumtif (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)

Reff : Curah hujan efektif (mm/hari)

ix

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Dumairy (1992), Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan untuk menunjang pertanian.

Jumlah air yang tepat untuk diberikan ketapak sawah, waktu pemberian dan tersedianya saluran drainase merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan tanaman. Air yang dibendung harus dijaga dengan hati-hati dan merupakan jalur masuk dan keluarnya dari petak persawahan akan mempengaruhi kesuksesan hasil panen.

Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan dan bangunan pelengkap yang berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang lebih kecil atau pada petak sawah.

Pengembangan daerah irigasi yang dipilih pada umumnya adalah daerah- daerah yang masyarakatnya berbasis pertanian terutama sawah tadah hujan yang selama ini diusahakan oleh masyarakat setempat. Hal ini dipilih sebagai pengembangan wilayah daerah irigasi dan pembukaan mata pencaharian dipedesaan, juga mempercepat lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan. Daerah Irigasi Paku Kiri terletak di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah Kabupaten Pinrang adalah 1.961,77 Km2 sedangkan luas Kecamatan Lembang adalah 733,09 Km2 atau 37,37% dari luas wilayah Kabupaten Pinrang.

Tinjauan Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri Saluran Sekunder Buntu Sappa

(15)

2 Kabupaten Pinrang ini rencananya akan disadap melalui Bendung Paku dimana sebelumnya juga telah dibangun Jaringan Irigasi Paku Kanan dengan luas ± 601 Ha yang berada pada wilayah administrasi Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat dan terdapat rencana daerah Irigasi Paku Kiri dengan luas 1.047 Ha. Bendung Paku mengambil aliran air dari sungai Galang-Galang yang memiliki luas catchment area 101.17 Km2 dengan panjang sungai 17.875 Km dan kemiringan sungai 0,0442. Pada kondisi normal debit air adalah ± 2 m3/detik, sedangkan pada musim hujan debit air mencapai ± 4 m3/detik.

Daerah Irigasi Paku saat ini telah berkembang sebagai daerah pertanian untuk berbagai komoditi , dimana luas areal perencanaan irigasi adalah 1047 Ha.

Areal dibagian hilir yaitu dengan luasan area Saluran Sekunder Buntu Sappa luasan 340,40 Ha, apakah masih dapat terairi sesuai debit yang telah direncanakan sebelumnya dan bila memungkinkan akan dibuat pengembangan area irigasi. Dalam rangka mendukung hal ini perlu disusun suatu jaringan yang terdiri dari saluran-saluran yang membawa air dari sumbernya ketempat-tempat yang membutuhkan, sehingga pemberian air pada tanaman dapat dilakukan seefektif mungkin dan kebutuhan air merata. Hal ini dimaksudkan apabila dilakukan pengembangan irigasi di lokasi ini dapat optimal dan berkelanjutan, sehingga layak secara teknik, ekonomi dan lingkungan.

Dengan pertimbangan tersebut diatas maka kami tertarik untuk menyusun tugas akhir ini dengan judul : Tinjauan Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri Saluran Sekunder Buntu Sappa Kabupaten Pinrang.

(16)

3 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan dimensi saluran pembawa Daerah Irigasi Paku Kiri Kabupaten Pinrang hingga bagian hilir Saluran Sekunder Buntu Sappa.

2. Apakah dimensi saluran pembawa tersebut mampu melayani kebutuhan pada daerah irigasi hingga ke area hilir dan memungkinkan bila diadakan pengembangan area irigasi.

C. Maksud dan Tujuan Studi

1. Maksud dari studi ini adalah untuk meninjau kembali dimensi saluran yang ada untuk mengalirkan air pada daerah-daerah yang membutuhkan air sesuai perencanaan.

2. Tujuannya adalah menganalisis kembali dimensi saluran irigasi sebagai upaya peningkatan pemanfaatan sumber daya air, meningkatkan produksi pertanian pada daerah Irigasi Paku Kiri.

D. Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan Tinjauan Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri Kabupaten Pinrang sebagai upaya peningkatan pemanfaatan sumber daya air, agar tulisan dan pembahasan ini tidak menyimpang dari maksud dan tujuan sasaran penulis, maka perlu adanya pembatasan dalam penulisan.

(17)

4 Penulisan ini akan dibatasi tentang dimensi saluran dalam suatu sistem jaringan irigasi yang yang meliputi : Tinjauan dimensi saluran yang ada, debit, kecepatan, lebar dasar, tinggi muka air, kemiringan saluran serta tinggi jagaan saluran untuk mengairi lahan potensial di daerah irigasi Paku Kiri.

E. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengetahui kebutuhan air di petak-petak sawah irigasi Paku Kiri Kabupaten Pinrang.

2. Dapat mengetahui debit yang mengairi saluran irigasi hingga ke area hilir yaitu pada saluran sekunder Buntu Sappa.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistimatika penulisan pada pembahasan tugas akhir ini disajikan dalam lima bab disertai dengan lampiran-lampiran seperlunya.

Secara singkat disajikan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan, Batasan Masalah, Manfaat Penulisan serta Sistematika Penulisan.

(18)

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan studi agar dapat memberikan gambar model dan metode analistis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.

BAB III METODOLOGI

Bab ini menguraikan tentang tahapan-tahapan perencanaan yang terdiri dari persiapan, pengumpulan data, analisa serta pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil studi serta pembahasan hasil analisa dan pengolahan data.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan kumpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan studi yang telah dilakukan.

(19)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Arti dan Tujuan Irigasi

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk memanfaatkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian serta membuang kelebihan air yang mengganggu lahan pertanian. Usaha ini mempergunakan saluran-saluran dan bangunan-bangunan untuk menyalurkan dan membagikan air serta untuk mengumpulkan dan membuangnya. Dengan dibangunnya irigasi maka lahan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pertanian, sehingga pendapatan petani meningkat demi kehidupan yang layak.

Tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

Adapun manfaat suatu sistem irigasi adalah sebagai berikut : 1. Untuk membasahi tanah

Untuk membasahi tanah yaitu membantu pembahasan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang ataupun tidak menentu.

2. Untuk mengatur pembasahan tanah

3. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksud agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan.

(20)

7 4. Untuk menyuburkan tanah

Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur penyubur.

5. Untuk kolmatase

Kolmatase yaitu meninggikan tanah yang rendah dengan endapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

6. Untuk penggelontoran air di kota

Yaitu dengan menggunakan air irigasi, kotoran/sampah dikota di gelontor ke tempat yang telah disediakan dan selanjutnya dibasmi secara alamiah.

7. Untuk daerah dingin

Pada daerah dingin dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada musim tersebut.

B. Susunan Jaringan Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Susunan jaringan irigasi adalah suatu rangkaian saluran yang berturut-turut sebagai berikut :

(21)

8 Saluran induk adalah bagian saluran mulai dari pintu intake sampai bangunan bagi.

1. Saluran sekunder adalah saluran yang mengairi lebih dari satu petak tersier dan menerima air dari saluran induk atau saluran sekunder.

2. Saluran tersier adalah saluran yang mengairi suatu petak tersier dan menerima air dari saluran induk atau saluran sekunder.

3. Saluran kuarter adalah saluran yang mengairi satu petak kuarter dan menerima air dari saluran tersier.

Pada dasarnya jaringan irigasi hanya dibagi dalam jaringan utama dan jaringan tersier, begitu pula untuk bangunan irigasi terdiri dari daluran pembawa dan saluran pembuang.

C. Pengertian Hidrologi dan hubungan dengan Irigasi

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk air dibumi, kejadiannya, peredarannya dan distribusinya serta sifat-sifat air baik yang diatas permukaan atau dibawah lapisan permukaan bumi dan reaksinya terhadap lingkungan.

Penggunaan hidrologi yang terpenting dalam perencanaan jaringan adalah untuk perencanaan bentuk hidrolis bangunan-bangunan air dan pengendalian aliran air. Parameter-parameter hidrologi yang sangat penting untuk perencanaan jaringan irigasi adalah :

1. Curah hujan 2. Evapotranspirasi

(22)

9 3. Debit puncak dan debit harian

4. Angkutan sediment

Kondisi-kondisi meteorologi yang sangat erat hubungannya dengan perencanaan irigasi adalah suhu udara dan curah hujan. Jika cuah hujan banyak maka keperluan irigasi sedikit, tetapi jika distribusi curah hujan selama periode pertumbuhan tanaman tidak merata, maka meski curah hujan tahunan banyak, akan dibutuhkan juga irigasi selama kekurangan air.

D. Analisis Hidrologi dan Klimatologi

1. Curah Hujan Rata-Rata DAS

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Pada perhitungan curah hujan rata-rata suatu DAS digunakan beberapa metode antara lain :

a. Metode Aritmetik (rata-rata aljabar)

Metode rata-rata aljabar ini merupakan metode untuk memperoleh curah hujan rata-rata yaitu dengan menjumlahkan curah hujan masing-masing stasiun pengamatan dan membaginya dengan jumlah stasiun pada daerah pengamatan secara aritmetik. Metode ini menggunakan rumus :

R = 1/n (R1+R2+R3+ ... + R ………... ( 1 ) Dimana :

R : Curah hujan rata-rata (mm)

(23)

10 Rn : Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)

n : Banyaknya stasiun penakar hujan b. Metode Polygon Thiessen

Cara ini dengan memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun yang bersangkutan (luas daerah pengaruh). Untuk digunakan sebagai faktor dalam menghitung hujan rata-rata.

Menurut Thiessen luas daerah pengaruh dari setiap stasiun dengan cara :

1. Menghubungkan stasiun-stasiun dengan suatu garis sehingga membentuk poligon-poligon segitiga.

2. Menarik sumbu-sumbu dan poligon-poligon segitiga.

3. Perpotongan sumbu-sumbu ini akan membentuk luasan daerah pengaruh dari tiap-tiap stasiun.

Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun dibagi dengan luas daerah aliran disebut sebagai Koefisien Thiessen masing-masing stasiun (weighting factor).

Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut : R = A1 . R1

A + A2. R2

A + A3 . R3

A + .. + An . Rn A

= W1.R1 + W2.R2 + W3.R3 + ... + Wn. ………... ( 2 ) Dimana ;

A : Luas daerah aliran (km2)

An : Luas daerah pengaruh stasiun n (km2) Wn : Faktor pembobot daerah pengaruh stasiun n Rn : Tinggi hujan pada stasiun n (mm)

(24)

11 2. Curah Hujan Andalan dan Hujan Efektif

Curah hujan andalan adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Curah hujan efektif adalah hujan efektif yang jatuh ke permukaan tanah yang diperkirakan sebesar 70% dari total curah hujan. Hujan andalan ditetapkan berdasarkan persamaan weibul sebagai berikut :

P = m

n+1 x 100 ... ( 3 ) Dimana ;

P : Probabilitas m : Nomor urut data n : Jumlah data

%

Dalam perhitungan tersebut diambil kemungkinan tak terpenuhi 20%

untuk kebutuhan air irigasi padi dan 50% untuk kebutuhan air irigasi palawija.

Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil 70% dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%

yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Re = 0,70 x R80

15

... ( 4 ) Curah hujan efektif tengah bulanan untuk palawija menurut KP-01, diambil terpenuhi 50% (R50).

Re = R50

15

... ( 5 )

(25)

12 3. Klimatologi

Karakteristik hidrologi suatu daerah sebagian besar ditentukan oleh keadaan geologi dan geografinya, iklim mempunyai peranan penting dalam penentuan karakteristik tersebut. Yang termasuk dalam data meteorologi antara lain :

a. Temperatur

Suhu atau temperatur udara adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya hujan evaporasi dan transpirasi.

b. Kelembaban

Udara sangat mudah menyerap air dalam bentuk uap aiar, hal ini tergantung dari temperatur udara dan airnya. Temperatur udara makin besar maka makin banyak yang dapat mengisi udara dalam hal ini akan berlangsung terus menerus sampai terjadi suatu keseimbangan dimana udara jenuh air, dan penyerapan air tidak banyak. Adanya air yang terkandung dalam udara inilah yang disebut sebagai kelembaban udara.

c. Angin

Angin sebagai udara yang bergerak merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penguapan dan dalam memproduksi hujan.

d. Penyinaran Matahari

Lama penyinaran relatif matahari adalah perbandingan antara jumlah jam dengan jam penyinaran yang terjadi dalam sehari. Makin besar harga perbandingan ini, makin baik keadaan cuaca.

(26)

13 Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air kedalam udara disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan transpirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain.

Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air.

Perkiraan besaran evapotranspirasi menggunakan rumus Penman Modifikasi yang disederhanakan sebagai berikut :

Eto : c. [ W.Rn + (1-W). F(u).(ea-ed) ] ... ( 6 ) Dimana ;

Eto : Evaporasi potensial (mm/hari)

c : Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara suang dan malam W : Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi

f(u) : Faktor pengaruh kecepatan angin (km/hari) ea : Tekanan uap jenuh (mbar)

ed : Tekanan uap nyata (mbar)

(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya

f(u) : fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m ... (m/dt) = 0,27 (1 + u/100)

1-W : Faktor pembobot, dimana w faktor pemberat

(27)

14 Rs : Radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)

... (0,25 + 0,54 n/N) Ra n/N : Rasio lama penyinaran N : Lama penyinaran Maksimum Rns : Rs.(1- α)

Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25 f (T) : Fungsi temperatur

= σ.T4

f(ed) : Fungsi tekanan uap

= 0.33 – 0,44 . (ed)0,5

f(n/N) : Fungsi rasio lama penyinaran = 0,1 + 0,9 . n/N

Rn1 : Radiasi netto gelombang panjang = f(T’) . f(ed) . f(n/N)

Rn : Radiasi netto = Rns – Rn1

Tabel 1. Angka Korelasi Penman Bulanan (C)

Bulan C Bulan C

Januari 1.10 Juli 0.90

Februari 1.10 Agustus 1.00

Maret 1.00 September 1.10

April 0.90 Oktober 1.10

Mei 0.90 November 1.10

Juni 0.90 Desember 1.10

Sumber : FAO Crop Water Requirement – Irrigation & Drainage

(28)

15 4. Analisa Debit Andalan

Debit andalan adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80%, atau dengan kata lain kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah 20%, debit ini biasa disebut sebagai debit dengan peluang 80% atau Q 80%.

Metode Water Balance dari DR.F.J Mock dapat diperoleh suatu estimasi empiris untuk mendapatkan debit andalan. Neraca air (Water Balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Metode ini didasarkan pada parameter data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik DAS setempat.

Berikut adalah data-data yang digunakan dalam perhitungan debit andalan metode F.J. Mock :

1. Data Curah Hujan

Data curah hujan digunakan adalah curah hujan efektif bulanan yang berada dalam DPS. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.

2. Evapotranspirasi Terbatas (Et)

Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data :

(29)

16 a. Curah hujan tengah bulanan (P)

b. Jumlah hari hujan tengah bulanan (n)

c. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm.

d. Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau dengan asumsi.

m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat

m = 0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder.

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi

m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah

Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut : ET = Ep - E

E = Ep . (m/20). (18-n) ... ( 7 ) Dimana :

E : Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm)

ET : evapotranspirasi terbatas (mm) Ep : evapotranspirasi potensial (mm) m : singkapan lahan (Exposed surface (%) n : jumlah hari hujan dalam sebulan

(30)

17 3. Faktor Karakteristik Hidrologi

Faktor bukaan lahan :

a) m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat b) m = 10 – 40 % untuk lahan tererosi

c) m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah terbuka berbatu dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20 % - 40 %.

4. Luas Daerah Pengaliran

Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar pula ketersediaan debitnya

5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)

Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah permukaan (surface soil) per m2. Besarnya Soil Moisture Capacity untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan kondisi posositas lapisan tanah permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula Soil Moisture Capacity yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 250 mm.

Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah : SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n)

Ws = As – IS …...……… ( 8 ) Dimana :

SMC : Kelembaban tanah (diambil 50 mm – 205 mm)

(31)

18 SMC(n) : Kelembaban tanah bulan ke-n

SMC(n-1) : Kelembaban tanah bulan ke n - 1

IS : Tampungan awal (initial storage) ….. mm As : Air hujan yang mencapai permukaan tanah 6. Keseimbangan air di permukaan tanah

Keseimbangan air permukaan tanah di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Air Hujan (As)

b. Kandungan air tanah (soil storage) c. Kapasitas kelembaban tanah (SMC)

Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:

As = P – Et ………...……...………...……..… ( 9 ) Di mana :

As : air hujan mencapai permukaan tanah P : Curah hujan bulanan

Et : Evapotranspirasi

7. Kandungan air tanah (Soil Storage)

Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As negatif, maka kepasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka kelembaban tanah akan bertambah.

8. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off & ground water storage)

Nilai run off dan ground water tergantung dari kesimbangan air dan kondisi tanahnya.

(32)

19 9. Koefisien Infiltrasi

Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjal memiliki koefisien infiltrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 - 1.

10. Faktor Resesi Aliran Tanah (k)

Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air dengan metode FJ. MOCK, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba (trial), sehingga dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.

11. Initial Storage (IS)

Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada awal perhitungan.

12. Penyimpangan Air Tanah (Ground Water Storage)

Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu. Persamaan yang dipergunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut :

Vn = k . V(n-1) + 0.5 (1 + k) ln

Vn = Vn - V(n-1) ... ( 10 )

(33)

20 dimana :

Vn = Volume air tanah bulan ke n K = qt/qo = faktor resesi aliran tanah qt = aliran air tanah pada waktu bulan ke t qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0) vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)

vn = Perubahan volume aliran air tanah

13. Aliran Sungai

Aliran Dasar = infiltrasi – Perubahan aliran air dalam tanah Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi

Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran lansung (direct run off), aliran dalam tanah (interflow), dan aliran tanah (base flow).

Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah : a. Interflow = infiltrasi – volume air tanah b. Direct run off = water surflus – infiltrasi

c. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun d. Run off = interflow + direct run off + base flow

Dalam perhitungan debit andalan Sungai Galang-Galang, digunakan data curah hujan wilayah metode Thiessen tengah bulanan dari Stasiun Kanang I, Paku dan Kalosi.

(34)

21 5. Kebutuhan Air Tanaman (NFR)

Net Field Requirement adalah kebutuhan air untuk suatu areal sawah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi, pergantian lapisan air dan curah hujan efektif. Rumus yang dipakai adalah :

NFR = Etc + P – Re + WLR …... ( 11 ) Dimana ;

NFR : Kebutuhan dasar air sawah (mm/hari) Etc : Kebutuhan air konsumtif (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)

Reff : Curah hujan efektif (mm/hari) WLR : Penggantian lapisan air (mm/hari) 6. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan langkah pertama dalam mempersiapkan tanah bagi penanaman. Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanaman padi tergantung dari :

a. Luas lahan yang harus dijenuhkan b. Lamanya pengolahan tanah

c. Besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi

Rumus perhitungan pengolahan tanah menggunakan metode yang dikembangkan Vaan De Goor & Zijistra (1968) yaitu :

LP = 𝑀 .𝑒

𝑘

𝑒𝑘−1

…... ( 12 )

(35)

22 Dimana ;

LP : Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)

: Eo + P c : Bilangan alam

Eo : Evaporasi air terbuka yang diambil

1,1 x Eto selama penyiapan lahan (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)

K : MT

S

T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S : Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yaitu 200 + 50 = 250 mm

Tabel 2. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-01

(36)

23 7. Perkolasi

Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah secara vertikal sebagai kelanjutan proses infiltrasi. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman (Etc = evaporasi konsumtif). Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Penyelidikan perkolasi di lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui secara benar angka-angka perkolasi yang terjadi. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah-daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5 persen, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :

1. Sifat tanah 2. Air tanah 3. Keadaan medan

Jadi perkolasi disini adalah kehilangan air yang dipengaruhi oleh keadaan fisik dilapangan. Besar angka perkolasi dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini : Tabel 3. Tingkat Perkolasi

Jenis Tanah Angka Perkolasi

Padi (mm/hari) Palawija (mm/hari) Tekstur Berat

Tekstur Sedang Tekstur Ringan

1 2 5

2 4 10

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-01

(37)

24 8. Penggantian Lapisan Air (WLR)

Penggantian lapisan air dilakukan setelah kegiatan pemupukan yang telah dijadwalkan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, maka penggantian lapisan air tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (3,33 mm/hari selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

9. Koefisien Tanaman

Besarnya koefisien tanaman yang diperlukan untuk menghitung evapotranspirasi tergantung dari jenis dan umur tanaman tersebut. Koefisien tanaman ini merupakan faktor yang mencari besarnya air yang habis terpakai oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Dalam studi ini harga-harga koefisien tanaman padi dan palawija yang akan dipakai berdasarkan data-data dan FAO yang telah dipakai secara umum di Indonesia. Harga koefisien tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Harga Koefisien Tanaman

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-01

10. Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air yang dikonsumsi tanarnan tergantung pada data iklim dan koefisien tanaman pada tahap pertumbuhannya. Rumus yang dipakai adalah : Etc = Kc x Eto ………...…………...…………. ( 13 )

(38)

25 Dimana ;

Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc = Koefisien tanaman

Eto = Evapotranspirasi (Penman Modifikasi) (mm/hari) 11. Pola Tanam

Pola tanam adalah suatu cara menentukan jenis-jenis tanaman atau pergiliran tanaman pada suatu daerah tertentu yang disesuaikan dengan persediaan air yang ada dan dilaksanakan sesuai jadwal penanaman yang ditetapkan dalam periode musim hujan dan kemarau.

Tabel 5. Pola Tanam

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi – 1986

Masa tanam tidak serentak berperiode tengah bulanan dengan waktu bebas (timelag) satu setengah bulan, diandaikan mencakup 3 bulan yang disediakan untuk penyiapan lahan (45 hari).

Lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah bulan, jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hari. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45 hari), air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata untuk seluruh areal. Tidak dibedakan antara areal yang sudah ditanami atau areal yang masih dalam tahap penyiapan.

(39)

26 Tabel 6. Skema Pola Tanam dengan Koefisien Tanaman

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi – 1986

Tabel 7. Penggantian Lapisan Air

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi – 1986

12. Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi (e) adalah angka perbandingan dari jumlah debit air irigasi yang dipakai dengan jumlah debit air irigasi yang dialirkan dan dinyatakan dalam persen (%). Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air ini sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Efisiensi irigasi keseluruhan rata-rata berkisar antara 59 % - 73 %.

Oleh karena itu, kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi efisiensi irigasi untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di saluran dan intake.

(40)

27 Berdasarkan besamya kehilangan air tersebut, maka besarnya efisiensi di masing-masing tingkat saluran dapat ditentukan sebagai berikut :

1. Efisiensi ditingkat primer = 100 % - 10 % = 90 % 2. Efisiensi ditingkat sekunder = 100 % - 10 % = 90 % 3. Efisiensi ditingkat tersier = 100 % - 20 % = 80 %

Efisiensi saluran keseluruhan pada saluran dihitung sebagai berikut : Efisiensi (ef) di saluran tersier = 0.80

Efisiensi (ef) di saluran sekunder = 0.72 Efisiensi (ef) di saluran induk = 0.65 13. Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah.

Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi untuk tanaman adalah sebagai berikut :

a. Jenis tanaman b. Cara pemberian air

c. Jenis tanah yang digunakan

d. Cara pengelolaan pemeliharaan saluran dan bangunan e. Pengolahan tanah

f. Iklim dan keadaan cuaca

(41)

28 Kebutuhan air irigasi (NFR) didekati dengan metode Water Balance dengan parameter :

a. Kebutuhan air untuk tanaman (ETc)

b. Kebutuhan air akibat perkolasi dan rembesan (P) c. Kebutuhan air untuk pergantian lapisan air (WLR) d. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PL)

e. Curah hujan efektif (Ref) 14. Kehilangan Air

Kebutuhan air didalam jaringan atau kebutuhan air yang harus disadap dari pintu sadap untuk dimasukkan kedalam jaringan, lebih besar dari kebutuhan air di petak sawah, karena masih perlu ditambah untuk mengganti sejumlah air yang hilang didalam jaringan. Kehilangan air didalam jaringan berupa :

a. Kehilangan pada pengoperasian, dipengaruhi oleh : 1. Keterampilan petugas-petugas operasi

2. Kondisi jaringan (pintu-pintu, bangunan-bangunan pengatur dan bangunan-bangunan pengukur debit.

b. Kehilangan pada penghantaran, dipengaruhi oleh : 1. Penguapan

2. Peresapan

3. Rembesan dan bocoran

4. Bobolan dan penyerobotan air pada jaringan

Besarnya kehilangan air pada penghantaran ini dipengaruhi oleh : a) Keadaan cuaca

(42)

29 b) Kedalaman permukaan air tanah

c) Perfeksi pada waktu pembangunan saluran.

d) Tingkat pemeliharaan yang dilakukan.

Kehilangan akibat penguapan nilainya relatif kecil dan tidak mungkin dicegah. Kehilangan akibat peresapan besarnya tergantung pada luas penampang basah saluran, jenis tanah, pemadatan yang dilakukan pada waktu pembangunan, pemeliharaan saluran dan kedalaman permukaan air tanah. Peresapan dapat dicegah atau dikurangi dengan cara memasang lining dari puddle atau pasangan batu/beton.

Bobolan dan penyerobotan air secara liar mungkin diakibatkan oleh karena kurang sempurnanya design, tetapi dapat juga akibat kurang disiplinnya masyarakat pemakai air yang bersangkutan.

E. Design Saluran Pembawa

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu:

a. Bangunan-bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau bendung,

b. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak- petak tersier,

c. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier;

(43)

30 d. Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang

kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

1. Kapasitas Saluran

Kapasitas saluran irigasi berdasarkan dari debit rencana yang akan dialirkan dan besarnya kebutuhan air untuk kebutuhan air tanaman di sawah. Unit kebutuhan air di saluran adalah sebagai berikut :

a. Unit kebutuhan air maksimum di Sawah = 1,03 lt/dt.ha b. Unit kebutuhan air maksimum di Sal. Tersier = 1,29 lt/dt.ha c. Unit kebutuhan air maksimum di Sal. Muka = 1,43 lt/dt.ha d. Unit kebutuhan air maksimum di Sal. Sekunder = 1,43 lt/dt.ha e. Unit kebutuhan air maksimum di Sal. Primer = 1,59 lt/dt.ha Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut :

Q =

C . NFR . A e

... ( 14 ) Dimana ;

Q = Debit rencana, l/dt atau m3/dt

c = Koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan, NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah, l/dt/ha

A = Luas daerah yang diairi, ha e = Efisiensi, %

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : a. Cara penyiapan lahan

b. Kebutuhan air untuk tanaman c. Perkolasi dan rembesan

(44)

31 d. Penggantian lapisan air

e. Curah hujan efektif

2. Menentukan Dimensi Saluran

Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Untuk panjang saluran disesuaikan dengan panjang daerah irigasi yang akan direncanakan dimana fungsinya saluran sebagai alur pengaliran. Untuk mendimensi saluran digunakan persamaan Manning Gaukler Stickler. Menurut Manning – Gaukler dan Stickler dalam Imam Subarkah (1980), kecepatan aliran didalam saluran dapat dihitung dengan persamaan berikut :

V = k . R2/3 . I1/2 R = A

P

A = (b + m h) h

P = (b + 2h 1 + 𝑚2) b = n . h

Debit yang mengalir dalam saluran dapat dihitung dengan rumus :

Q = V . A ... ( 15 ) Dimana ;

Q : Debit saluran (m3/dt) V : Kecepatan aliran (m/dt) A : Luas penampang saluran (m2) : h x (b + m . h)

(45)

32 R : Jari-jari hidrolis (m)

: 𝐴

P

=

Luas penampang basah Keliling basah

P : Keliling basah (m) : b + 2h √ 1+ m2

b : Lebar dasar saluran (m) h : Tinggi air (m)

I : Kemiringan saluran

k : Koefisien kekasaran Strickler (m1/3/dt) m : Kemiringan talud

Tabel 8. Pedoman Menentukan Dimensi Saluran Debit

(m3/dt) b : h

Kecepatan Air (m/dt)

Kemiringan

1 : m Keterangan 0.00 – 0.05 ... Min 0,25 1 : 1 1. Design utk tanah

lempung biasa 2. Lebar Saluran

Min. 0,30 m 3. K bernilai :

- 45 bila Q>5m3/dt - 42,5 ... Sal.

Muka

- 40 ... Sal Tersier - 60 ... Sal.

Pasangan - 35 ... Sal.

Sekunder

- 30 ... Sal Tersier 0.05 – 0.15 ... 0.25 – 0.30 1 : 1

0.15 – 0.30 1 0.30 – 0.35 1 : 1 0.30 – 0.40 1.5 0.35 – 0.40 1 : 1 0.40 – 0.50 1.5 0.40 – 0.45 1 : 1 0.50 – 0.75 2 0.45 – 0.50 1 : 1 0.75 – 1.50 2 0.50 – 0.55 1 : 1.5 1.50 – 3.00 2.5 0.60 – 0.65 1 : 1.5 3.00 – 4.50 3 0.65 – 0.70 1 : 1.5

4.50 – 6.00 3.5 0.70 1 : 1.5

6.00 – 7.50 4 0.70 1 : 1.5

7.50 – 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5

9.00 –

11.00 5 0.70 1 : 1.5

11.00 –

15.00 6 0.70 1 : 1.5

Debit

(m3/dt) b : h

Kecepatan Air (m/dt)

Kemiringan 1 : m 15.00 –

25.00 8 0.70 1 : 2

(46)

33 Debit

(m3/dt) b : h

Kecepatan Air (m/dt)

Kemiringan 1 : m 25.00 –

40.00 10 0.75 1 : 2

40.00 –

80.00 12 0.80 1 : 2

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian 2, 2002

3. Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien kekasaran Strickler bergantung pada faktor-faktor berikut : a. Kekasaran permukaan saluran

b. Ketidakteraturan permukaan saluran c. Trase

d. Vegetasi (tumbuhan) e. Sedimen

Tabel 9. Harga Koefisien Kekasaran Strickler

Saluran Keterangan K

Tanah

Pasangan Batu Kali

Q > 10 5 < Q < 10 1 < Q < 5

1 > Q dan Sal. tersier Pas. Pada satu sisi Pas. Pada dua sisi Pas. Pada semua sisi Seluruh Permukaan

45 42,5

40 35 45 50 60 70 Beton

Pasangan Batu Kosong

Pada dua sisi Pada satu sisi Seluruh Permukaan Pada dua sisi Pada satu sisi

60 50 50 45 40

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi 03

4. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran rencana disesuaikan dengan jenis saluran dimana saluran dibangun. Kecepatan aliran rencana sangat erat hubungannya dengan kemiringan,

(47)

34 kemiringan yang semakin besar maka kecepatannya juga semakin besar. Biasanya kecepatan rencana diambil kecepatan rencana yang lebih besar sebab akan diperoleh penampang saluran yang lebih kecil, tetapi harus dilihat apakah dengan kecepatan yang makin besar tuntutan elevasi air rencana masih dapat dipenuhi.

Tabel 10. Kecepatan aliran untuk berbagai bahan konstruksi (m/dt)

Bahan Konstruksi Vmaks (m/dt)

Tanah

Pasangan Batu Beton

1.00 2.00 3.00

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi 03

Vmaks = Vba A x B x C ... ( 16 ) Dimana ;

Vmaks : Kecepatan maksimum ijin (m/dt) Vb : Kecepatan dasar (m/dt)

A : faktor koreksi angka pori permukaan saluran B : faktor koreksi untuk kedalaman air

C : faktor koreksi untuk lengkung

Vba : Vb x A (kecepatan dasar yang diijinkan)

Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran (rerata) maksimum yang tidak akan menimbulkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation (USDA – SCS, Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit data lapangan seperti klasifikasi tanah, index plastisitas dan angka pori.

Kecepatan maksimum yang diijinkan ditentukan dalam dua langkah :

1. Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran dengan ketinggian air 1 m, Vb adalah 0,6 m/dt untuk harga PI yang lebih rendah 10.

(48)

35 2. Penentuan faktor koreksi pada Vb untuk lengkung saluran, berbagai

ketinggian air dan angka pori.

5. Kemiringan Saluran

Kemiringan memanjang saluran ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Agar diperhatikan dalam menentukan kemiringan, tidak mengakibatkan erosi maupun sedimentasi. Kemiringan memanjang saluran cenderung diambil yang lebih besar sehingga diperoleh dimensi saluran yang sekecil mungkin.

Tabel 11. Kemiringan Minimum Talud untuk berbagai bahan tanah Bahan Tanah/Batuan Simbol Kisaran Kemiringan Batu

Gambut Kenyal

Lempung Kenyal, Geluh, Tanah Halus

Lempung Pasiran Tanah Pasiran Kohesif Pasir Lanauan

Gambut Lunak

Pt Cl, CH, MH

SC SM SM Pt

< 0.25 1 – 2 1 – 2

1.5 – 2.5 2 – 3 3 – 4

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi 03

Tabel 12. Kemiringan Minimum Talud untuk Saluran Timbunan yang dipadatkan dengan baik

Kedalaman air + Tinggi Jagaan Kemiringan Minimum Talud D < 1.0

1.0 < D < 2.0 D > 2.0

1 : 1 1 : 1.5

1 : 2

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi 03

Tabel 13. Kemiringan Minimum Talud untuk Saluran yang dipadatkan

Jenis Tanah H < 0.75 m 0.75 < h ,1.5 m

Lempung Pasiran Tanah Pasiran Kohesif Tanah Pasiran Lepas

Geluh Pasiran, Lempung berpori Tanah Gambut Lunak

1.00 1.00 1.00 1.25

1.00 1.25 1.50 1.50

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi 03

(49)

36 Khusus saluran yang lebih besar, stabilitas talud yang diberi pasangan harus diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan sebagainya. Tekanan air dari belakang pasangan merupakan faktor penting dalam keseimbangan ini.

6. Tinggi Muka Air

Tinggi muka air rencana dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diari. Untuk menentukan tinggi muka air pertama-tama adalah menghitung tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap tersier, yaitu seluruh kehilangan di saluran kuarter dan tersier serta dibangunan-bangunan dan tinggi penggenangan untuk sawah tertinggi yang akan diairi dalam petak tersier. Ketinggian ini ditambah dengan kehilangan tinggi energi dibangunan sadap tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial.

Gambar 1. Tinggi bangunan sadap

P = A + a + b + d + e + f + g + h + Z

... ( 17 ) Dimana ;

P : Muka air di saluran sekunder (m) A : Elevasi tertinggi di sawah (m) a : Lapisan air di sawah (m)

b : Kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah ± 5 cm

(50)

37 c : Kehilangan tinggi air di boks bagi kuarter ± 5 cm

d : Kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran, I x L e : Kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier 10 cm

f : Kehilangan tinggi energi di gorong-gorong ± 5 cm g : Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier h : Variasi tinggi muka air, yaitu : 1,18 h100

(h100 : kedalaman air pada muka air normal 100%) Z : Kehilangan tinggi energi pada bangunan tersier yang lain.

Apabila dengan prosedur tersebut menyebabkan muka air jaringan utama naik terlalu tinggi, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan. Eksploitasi muka air parsial sangat umum terjadi. Kebutuhan air irigasi pada debit rencana berlangsung sebentar saja dimusim tanam. Disamping itu, tersedianya air di sungai tidak akan selamanya cukup untuk mengeksploitasi jaringan pada debit rencana.

7. Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan berguna untuk menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimum dan mencegah kerusakan tanggul saluran. Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncanakan bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan pengaliran air buangan ke dalam saluran.

(51)

38 8. Lebar Tanggul

Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan tanggul sepanjang saluran. Perletakan jalan inspeksi diusahakan disisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit.

Tabel 14. Tinggi Jagaan Berdasarkan Jenis Saluran & Debit Air yang Mengalir

Sumber : Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986

Jenis Debit Air Tinggi Jagaan

Saluran ( m3/dt ) ( m ) Tanpa Jl Inspeksi Dgn Jl Inspeksi

Tersier < 0.5 1.0 0.30 0.75 -

Sekunder < 0.5 1.0 - 2.0 0.40 1.50 4.50

0.5 - 1 2.0 - 2.5 0.50 1.50 - 2.00 5.50

1 - 2 2.5 - 3.0 0.60 1.50 - 2.00 5.50

2 - 3 3.0 - 3.5 0.60 1.50 - 2.00 5.50

3 - 4 3.5 - 4.0 0.60 1.50 - 2.00 5.50

4 - 5 4.0 - 4.5 0.60 1.50 - 2.00 5.50

5 - 10 4.5 - 5.0 0.60 2.00 5.50

10 - 25 6.0 - 7.0 0.75 - 1.00 2.00 5.50

Lebar Tanggul b : h

Sal. Utama &

Saluran Sekunder

(52)

39 BAB III

METODOLOGI STUDI

A. Gambaran Umum Lokasi

1. Lokasi Irigasi D.I Paku Kiri berada di wilayah : Provinsi : Sulawesi Selatan

Kabupaten : Pinrang Kecamatan : Lembang

Desa : Benteng Paremba, Desa Binanga Karaeng, Kelurahan Tadokkong, Desa Sabbang Paru

Lokasi ditempuh melalui jalur darat dari Makassar ke arah utara melewati Kota Maros, Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Barru, Pare pare, Pinrang sampai Sungai Galang-galang. Jarak tempuh ± 228 Km).

2. Letak Geografis

Secara regional geomorfologi daerah Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri terbagi menjadi 3 satuan bentang alam yaitu pegunungan, perbukitan dan daratan rendah. Daerah pegunungan terletak pada bagian utara dan timur Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri dengan beda tinggi berkisar antara 503- 1.323 meter dari permukaan air laut. Kondisi geografis wilayah studi adalah bergunung disebelah utara dan berbukit di bagian tengah serta berupa dataran di bagian selatan yang membentang sampai Teluk Mandar.

(53)

40 Gambar 2. Peta Lokasi Studi Area Perencanaan Jaringan Irigasi Paku Kiri

(54)

41 Posisi geografis Kabupaten Pinrang adalah antara :

Lintang Selatan : 03º 19’ 13” s/d 04º 10’ 30”

Bujur Timur : 119º 26’ 30” s/d 119º 32’ 20”

Dengan batas lokasi areal adalah : 1. Sebelah Utara : Dusun Lombok 2. Sebelah Timur : Dusun Ratte 3. Sebelah Selatan : Teluk Mandar

4. Sebelah Barat : Sungai Galang – Galang

B. Masa Pelaksanaan Studi

Analisis data dimulai bulan Juni 2014 – Juli 2014. Untuk pengambilan data curah hujan yang telah ada diambil selama 15 tahun dimulai tahun 1999 – 2013.

C. Ketersediaan Data

Tahap pengambilan data dibagi menjadi dua tahapan sesuai dengan jenis kebutuhan data-data tersebut meliputi :

1. Data Topografi

a. Luas sawah dan tanah kering di wilayah Desa Binanga Karaeng, Desa Sabbang Paru, Desa Benteng Paremba dan Kelurahan Tadokkong serta Kecamatan Lembang.

(55)

42 Tabel 15. Tata Guna Lahan

Sumber : BPP Kecamatan Lembang dan SPV.A (diolah) Lembang dalam Angka 2010

b. Daerah Irigasi Paku Kiri dan sekitarnya menempati wilayah Kecamatan Lembang, Desa Benteng Paremba, Desa Binanga Karaeng, Desa Sabbang Paru dan Kelurahan Tadokkong.

Jumlah penduduk dari 3 (tiga) Desa dan 1 (satu) Kelurahan di atas adalah sebagai berikut :

1. Desa Binanga Karaeng jumlah 4397 jiwa, rasio sex 87 % 2. Desa Sabbang Paru jumlah 2549 jiwa, rasio sex 98 % 3. Kelurahan Tadokkong jumlah 5060 jiwa, rasio sex 88 % 4. Desa Benteng Paremba jumlah 2634 jiwa, rasio sex 90 % 5. Kecamatan Lembang jumlah 38.451 jiwa, rasio sex 95 % Jumlah Rumah Tangga dan kepadatan penduduk adalah sebagai berikut : 1. Desa Binanga Karaeng jumlah 941 RT, kepadatan 188 jiwa/km2 2. Desa Sabbang Paru jumlah 536 RT, kepadatan 228 jiwa/km2 3. Kel. Tadokkong jumlah 1072 RT, kepadatan 129 jiwa/km2 4. Desa Benteng Paremba jumlah 562 RT, kepadatan 69 jiwa/km2 5. Kecamatan Lembang jumlah 8343 RT, kepadatan 53 jiwa/km2

(56)

43 Jumlah Penduduk Usia 15 tahun ke atas adalah sebagai berikut :

1. Desa Binanga Karaeng 63,75 % 2. Desa Sabbang Paru 60,53 % 3. Kelurahan Tadokkong 59,35 % 4. Desa Benteng Paremba 58,51 % 5. Kecamatan Lembang 56,69 %

c. Data skema jaringan berdasarkan kebutuhan lapangan untuk mengatasi masalah terutama dalam hal memudahkan untuk pembagian air dan permasalahan operasi dan pemeliharaan. Lay Out Jaringan Irigasi disesuaikan dengan kondisi lapangan, untuk Saluran Irigasi dapat dilihat seperti dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 16. Saluran dan Luasan Irigasi Paku Kiri

No. Nama Saluran Luas Layanan (Ha)

1. Sal. Induk Paku Kiri 74,10

2. Sal. Sek. Pajalele 265,6

3. Sal. Sek. Binanga Karaeng 279,8

4. Sal. Sek. Kanipang 87,1

5. Sal. Sek. Buntu Sappa 340,4

Sumber: Data Dinas Pekerjaan Umum (PU)

d. Areal dan Jaringan Irigasi Paku Kiri

Referensi tinggi (elevasi) digunakan elevasi mercu Bendung Paku yang diambil dari gambar purnalaksana Bendung oleh PT. Simbara Kirana (Tahun 2002). Elevasi mercu + 24.00.

Elevasi ini diambil karena merupakan satu sistem dengan Bendung Paku dan Jaringan Irigasi Paku kanan (Luas ± 601 Ha).

(57)

44 Untuk keperluan kesesuaian dengan sistem Titik Tinggi Geodesi (TTG) nasional maka diambil sebagai referensi adalah TTG No. 340 dengan :

Lintang = - 3.5361 derajat Bujur = 119.5300 derajat Tinggi = 8.405 meter

Jaringan irigasi Paku Kiri berada pada wilayah Kabupaten Pinrang. Luas areal Paku Kiri adalah 1.047 Ha dengan sumber daya lahan umumnya ditanami padi pada musim hujan dan sebagian kecil ditanami palawija pada musim kemarau.

Sumber air irigasi disadap melalui Bendung Paku yang mengambil aliran air dari Sungai Galang - Galang. Sungai Galang - Galang dan anak - anak sungainya merupakan sumber utama aliran air untuk keperluan irigasi. Aliran Sungai Galang - Galang dihitung berdasarkan data hujan Stasiun Kanang I, Stasiun Paku XVII, Stasiun Kalosi. Daerah Pengaliran Sungai Bendung Paku = 101,17 km2. Luas petak tersier untuk Jaringan Irigasi Paku Kiri 1.047 Ha.

2. Data Hidrologi

Data klimatologi yang tersedia berupa : suhu udara, kecepatan angin, kelembaban relatif, dan penyinaran matahari. Data ini merupakan data-data yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan pokok tanaman akan air yang didasarkan pada keadaan pola tanam yaitu : curah hujan, temperatur, kelembaban udara, penyinaran matahari dan kecepatan angin.

Dari pencatatan data stasiun Klimatologi Banga - Banga tercatat data berikut : 1. Suhu udara berkisar rata - rata 27,63 °C, dengan :

(58)

45 a. Suhu maksimum 28,17 °C pada bulan Maret

b. Suhu minimum 26,93 °C pada bulan Januari 2. Kelembaban relatif rata - rata berkisar 90,76 %

3. Lama penyinaran matahari rata - rata antara 7,30 jam/hari 4. Besarnya penguapan rata - rata bulanan 4,71 mm/h

a. Maksimum 5,83 mm/h pada bulan Oktober b. Minimum 3,63 mm/h pada bulan Juni

5. Kecepatan angin rata - rata bulanan 1,34 km/jam a. Maksimum 3,23 km/jam pada bulan Januari b. Minimum 0,75 km/jam pada bulan Nopember Adapun beberapa data Sekunder yang diperlukan adalah :

Data sekunder merupakan data atau informasi yang tersusun dan terukur yang sesuai dengan kebutuhan maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini.

Pengambilan data sekunder dilakukan melalui studi literatur melalui jurnal-jurnal, teks book dan kriteria perencanaan Teknis Jaringan Irigasi KP-01, KP-03, KP-06 dan KP-07 yang dikumpulkan langsung dari internet.

D. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data untuk keperluan tinjauan perencanaan jaringan irigasi Paku Kiri saluran sekunder Buntu Sappa kabupaten Pinrang meliputi :

1. Analisis Hidrologi a. Curah Hujan Efektif

(59)

46 Untuk menentukan besarnya curah hujan efektif menggunakan data curah hujan harian yang diakumulasikan menjadi data curah hujan tengah bulan kemudian data tersebut diurutkan dari data terkecil hingga terbesar. Data curah hujan yang tersedia pada lokasi D.I Paku ada tiga stasiun dengan data pengamatan yang sudah ada diambil 15 tahun yaitu dari tahun 1999 sampai tahun 2013.

Tabel 17. Stasiun Curah Hujan D.I. Paku

No. Stasiun Posisi BT Posisi LS

1.

2.

3.

Paku Kalosi Kanang I

1190 29’ 10.3”

1190 32’ 14.8”

1190 23’ 00”

030 29’ 5.6”

030 28’ 58.3”

030 26’ 00”

Tabel 18. Data Curah Hujan Harian Maksimum

Kanang I Paku Kalosi

1 1999 120 111 10

2 2000 130 103 90

3 2001 86 83 125

4 2002 125 88 100

5 2003 140 152 75

6 2004 93 90 90

7 2005 130 116 123

8 2006 44 110 125

9 2007 41 82 75

10 2008 77 105 150

11 2009 120 137 123

12 2010 127 74 127

13 2011 130 82 91

14 2012 135 110 117

15 2013 110 114 103

No Tahun Curah Hujan Harian Maksimum

Sumber : Hasil Perhitungan

Referensi

Dokumen terkait

dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang pasca panen dan pengolahan hasil ternak; (viii) pelaksanaan pengembangan kelembagaan pelatihan peternakan swadaya; Balai

Sekretariat DPRD merupakan SKPD yang memberikan pelayanan dan fasilitasi terhadap DPRD Kabupaten Agam yang punya tugas menyelenggarakan Administrasi Kesekretariatan, Administrasi

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, perhatian, semangat, kasih sayang serta doa baik langsung maupun

LAMPIRAN 15 : Kegiatan Impor Benih / Bibit Tumbuhan, Hasil Tumbuhan Hidup, Hasil Tumbuhan Mati dan Media Pembawa / Benda Lain Melalui Wilker Pelabuhan Laut Pasangkayu Pada Tahun

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kripsi ini yang berjudul

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui korelasi konsentrasi pelarut etanol terhadap karakteristik sirup gula stevia, kadar air, yield, total padatan terlarut,

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan pujian yang tak terhitung oleh bilangan dan tak dapat dicapai oleh siapapun, atas segala

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung selama penelitian sehingga penulis dapat