• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENYESUAIAN BIAYA PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) SELAMA PANDEMI COVID-19. Kristina Anindya Nugraheni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEBIJAKAN PENYESUAIAN BIAYA PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) SELAMA PANDEMI COVID-19. Kristina Anindya Nugraheni"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEBIJAKAN PENYESUAIAN BIAYA PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) SELAMA PANDEMI COVID-19

Kristina Anindya Nugraheni

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

232018108@student.uksw.edu

PENDAHULUAN

Pandemi Covid-19 memberikan banyak dampak negatif bagi perekonomian dunia termasuk di Indonesia. Salah satu dampak tersebut ialah banyak usaha di Indonesia mengalami krisis keuangan karena penjualan yang menurun drastis (Irawati et al., 2021). Adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi kasus Covid-19, seperti segala aktivitas dilakukan di rumah, penerapan social distancing, serta adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan penurunan aktivitas bisnis dan penurunan volume produksi, yang berakibat menurunnya nilai pendapatan (Jaurino & Setiawan, 2021). Berikut grafik dari sektor usaha yang paling terimbas adanya Covid-19.

Gambar 1. Sektor Usaha di Indonesia Terimbas Pandemi Covid-19

(2)

2

Dari grafik di atas dapat kita ketahui terdapat sektor usaha yang terkena imbas Covid-19 di Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa yang paling terkena imbas ialah sektor akomodasi dan kuliner, jasa lainnya, transportasi dan pergudangan, konstruksi, industri pengolahan, dan yang paling rendah ialah sektor perdagangan. Hasil survei Badan Pusat Statistik juga menemukan bahwa penurunan pendapatan terbanyak dialami oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mencapai 84%. Pelaku UMKM sendiri mengaku bahwa pendapatannya selama pandemi menurun drastis karena kesulitan untuk berjualan (Bahtiar & Saragih, 2020).

Untuk mengurangi resiko usaha gulung tikar, pelaku UMKM sebagai kategori usaha paling terdampak Covid-19 harus memperhatikan perubahan biaya yang terjadi selama pandemi Covid-19 dan melakukan penyesuaian biaya dengan baik, pada saat krisis biaya sendiri lebih mudah meningkat daripada menurun.

Dalam upaya untuk melakukan penyesuaian biaya selama pandemi Covid-19, UMKM perlu memperhatikan perilaku biaya dalam mengambil setiap keputusan.

Perilaku biaya pada saat pandemi tentu saja akan berbeda dengan perilaku biaya pada kondisi normal. Perilaku biaya pada masa pandemi Covid-19 dapat dilihat melalui pendekatan cost stickiness. Cost stickiness memiliki pengertian sebagai biaya yang berubah namun tidak sebanding dengan perubahan volume aktivitas usaha. Perubahan biaya yang tidak sebanding dengan perubahan aktivitas ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan respon biaya terhadap perubahan aktivitas atau yang disebut dengan perilaku sticky cost. Biaya sendiri dapat dikatakan sticky jika kenaikan volume aktivitas perusahaan diikut dengan kenaikan biaya, namun penurunan volume aktivitas diikuti namun tidak sebanding dengan penurunan biaya (Anderson et al., 2003).

Sticky cost dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah optimisme manajer. Pada saat krisis, sticky cost cenderung menurun dibandingkan sebelum terjadinya krisis. Hal ini disebabkan oleh menurunnya optimisme manajer dalam merespon penurunan aktivitas penjualan saat krisis terjadi. Dalam upaya untuk mengatasi krisis yang ada, usaha memiliki pilihan untuk mempertahankan atau mengurangi sumber daya yang ada seperti tenaga kerja dan peralatan, yang dimana selama pandemi ini penggunaannya

(3)

3

berkurang. Menurunnya optimisme manajer ini membuat manajer memilih untuk mengurangi sumber daya tak terpakai yang tentu saja membuat sticky cost saat krisis juga menurun. Dalam hal ini, pendekatan cost stickiness dapat dapat membantu manajer untuk mengendalikan biaya yang dikeluarkan selama pandemi Covid-19 (Hassanein & Younis, 2020).

Melihat pentingnya UMKM sebagai kategori usaha paling terdampak pandemi Covid-19 untuk melakukan penyesuaian biaya selama pandemi, persoalan dalam penelitian ini adalah bagaimana kebijakan penyesuaian biaya UMKM selama pandemi Covid-19? Untuk menjawab persoalan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan penyesuaian biaya UMKM selama pandemi Covid-19. Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pelaku UMKM sebagai kategori usaha paling terdampak pandemi untuk dapat melakukan penyesuaian biaya dan melakukan pengelolaan biaya yang baik selama pandemi Covid-19 maupun disaat krisis yang suatu saat akan terjadi.

TELAAH PUSTAKA Biaya Produksi

Biaya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah biaya produksi. Biaya produksi memiliki pengertian yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang memiliki hubungan dengan fungsi atau kegiatan dalam pengelohan bahan baku menjadi produk jadi yang memiliki nilai jual (Soemarso, 1996). Biaya produksi dapat dikatakan efisien apabila pengeluaran biaya tersebut tidak terjadi suatu pemborosan serta mampu menghasilkan output produk dengan kuantitas dan kualitas yang baik.

Secara garis besar, biaya produksi memiliki beberapa komponen seperti, biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku sendiri memiliki pengertian semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap olah. Sedangkan, menurut Supriyono (1999), biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk balas jasa yang diberikan kepada karyawan yang

(4)

4

manfaatnya dapat dirasakan pada produk yang dihasilkan perusahaan. Biaya overhead pabrik memiliki definisi komponen biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang juga manfaatnya dapat menunjang suatu proses produksi.

Cost Stickiness

Akuntansi biaya menyebutkan bahwa hubungan biaya dan volume aktivitas perusahaan adalah simetris. Dalam penelitiannya, Anderson et al. (2003) menemukan adanya perilaku biaya yang memiliki hubungan asimetris dengan perubahan volume aktivitas usaha. Biaya yang memiliki hubungan asimetris dengan perubahan volume aktivitas ini menyebabkan terjadinya kekakuan biaya atau cost stickiness. Cost stickiness memiliki pengertian sebagai biaya yang berubah namun tidak sebanding dengan perubahan volume aktivitas usaha. Cost stickiness mengacu pada perilaku biaya naik lebih tinggi saat adanya peningkatan aktivitas dibandingkan dengan penurunan biaya yang terjadi saat adanya penurunan aktivitas.

Biaya sendiri dapat dikatakanya sticky atau lengket ketika terjadi kenaikan volume aktivitas usaha diikuti dengan adanya kenaikan biaya, namun ketika volume aktivitas mengalami penurunan, biaya mengalami penurunan yang tidak sebanding dengan penurunan aktivitas tersebut (Vonna & Daud, 2016). Cost stickiness sendiri dapat terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor seperti optimisme manajer dan biaya penyesuaian. Optimisme manajer mengacu pada manajer yang optimis terhadap prospek masa depan sehingga memilih untuk mempertahankan sumber daya ketika terjadi penurunan penjualan yang dianggap sesaat, optimisme manajer ini menyebabkan meningkatnya cost stickiness.

Sedangkan biaya penyesuaian mengacu pada pengurangan sumber daya yang dilakukan saat penjualan menurun namun menambah sumber daya saat penjualan naik kembali, penambahan sumber daya yang dilakukan saat adanya kenaikan penjualan kembali tentu saya memerlukan biaya lebih yang tentu saja akan meningkatkan cost stickiness (Anderson et al., 2003).

(5)

5 Cost Stickiness dan Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi tentu saja memiliki dampak khusus pada cost stickiness dalam sebuah usaha, karena hubungannya yang asimetris dengan perubahan volume aktivitas usaha. Saat krisis tejadi, usaha memiliki pilihan untuk mempertahankan atau mengurangi sumber daya yang ada. Anderson et al. (2020) menyatakan bila manajer optimis dengan prospek masa depan dan memilih untuk mempertahankan sumber daya tak terpakai ketika aktivitas perusahaan menurun dan penjualan menurun tentu saja cost stickiness akan meningkat dan dapat merugikan perusahaan.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak bagi segala sektor usaha di Indonesia, banyak perusahaan yang mengalami penurunan penjualan secara drastis karena ketidakjelasan kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini. Krisis ekonomi yang terjadi karena pandemi Covid-19 ini tentu saja membuat manajer pesimis akan keberlangsungan usahanya. Dalam penelitiannya, Yasukata &

Kajiwara (2011) menyatakan bahwa cost stickiness akan semakin naik jika manajer optimis akan adanya nilai penjualan yang mengalami kenaikan. Hal ini tentu saja berbanding kebalik dengan keadaan saat krisis, di mana angka penjualan yang mengalami penurunan tajam membuat manajer menjadi pesimis.

Pesimisme yang dialami manajer salama krisis membuat manajer dalam perilaku biayanya memilih untuk mengurangi sumber daya tak terpakai yang dapat mengurangi cost stickiness dalam usaha.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh melalui observasi kepada responden. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM yang bergerak di bidang kuliner yang tersebar di Kota Salatiga dengan jumlah 4.679 pengusaha (Dinas UKM dan Koperasi Salatiga 2022). UMKM kuliner digunakan dalam penelitan ini karena menurut survei Badan Pusat Statistik, di Indonesia kuliner merupakan sektor usaha paling terdampak covid-19. Untuk mengetahui ukuran sampel representatif yang didapat berdasarkan rumus sederhana adalah sebagai berikut:

(6)

6

Keterangan :

N : besarnya populasi n : besarnya sampel

d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan 10%.

Rumus tersebut dapat dihitung ukuran sampel dari populasi 4.679 pelaku UMKM kuliner dengan mengambil tingkat kepercayaan ( d ) = 10%, sebagai berikut:

Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan ditetapkannya pertimbangan atau kriteria tertentu (Sudarmanto, 2003). Dalam memilih sampel dari populasi yang ada, ditetapkan kriteria yaitu UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi UKM Kota Salatiga, UMKM kuliner yang sudah berdiri sebelum adanya pandemi covid-19 atau sebelum tahun 2020 dan masih bertahan sampai sekarang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada objek penelitian. Kuesioner yang dibagikan yaitu dalam bentuk fisik dan berisi daftar pertanyaan mengenai penyesuaian biaya selama pandemi covid-19. Selanjutnya, data yang telah terkumpul akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini, analisis data akan menggunakan analisis statistik deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi dan Profil Usaha Responden

(7)

7

Penelitian ini menggunakan metode desktiptif yang dilakukan melalui observasi dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada 100 pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kuliner di beberapa wilayah Salatiga, peneliti hanya menggunakan 98 kuesioner yang kembali untuk mendapatkan hasil dari penelitian. Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan, diketahui profil responden dalam penelitian ini sebagai berikut.

Tabel 1. Profil Usaha

Profil Usaha Jumlah Dalam Persen Lama Usaha

3 tahun 26 26,53 %

4 – 5 tahun 51 52,04 %

6 – 10 tahun 21 21,43 %

Klasifikasi Usaha (Omzet/tahun)

Mikro (s/d 300 juta) 90 91,84 %

Kecil (300 juta - < 2,5 M) 7 7,14 %

Menegah (2,5 M – 50 M) 1 1,02 %

Jumlah Tenaga Kerja

Mikro ( 4 orang) 51 52,04 %

Kecil (5 – 19 orang) 46 46,94 %

Menengah (20 – 99 orang) 1 1, 02 %

Berdasarkan pada profil usaha responden, sebagian besar UMKM kuliner (52,04%) telah berdiri selama 4 sampai 5 tahun, 26,53% masih berusia sampai dengan 3 tahun dan 21,43% berusia 6 sampai lebih dari 10 tahun. Deskripsi dari lama usaha menunjukan bahwa selama 5 tahun terakhir ini UMKM kuliner di Salatiga mengalami pertumbuhan signifikan yang dibuktikan dengan presentase lama usaha sampai dengan 5 tahun terakhir ini mencapai 78,57%. Hal ini berarti dalam 5 tahun terakhir UMKM kuliner menjadi salah satu pilihan usaha masyarakat Salatiga.

Dari aspek omzet penjualan per tahun, 91,84% termasuk usaha mikro, 7,14% usaha kecil, dan 1,02% usaha menengah. Dari aspek ketenagakerjaan, 52,04% usaha mikro dengan jumlah tenaga kerja paling banyak 4 orang, 46,94%

usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang, dan 1,02%

merupakan usaha menengah dengan tenaga kerja berjumlah 20 sampai 99 orang.

(8)

8

Hal ini menunjukan bahwa terdapat beberapa UMKM kuliner memerlukan tenaga kerja selain pemilik untuk menjalankan usaha mereka.

Dampak Pandemi Covid-19 bagi Pelaku UMKM Kuliner Salatiga

Gambar 2. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelaku UMKM Kuliner Salatiga Hasil analisis menunjukkan aspek konsumen merupakan dampak dari pandemi covid-19 yang paling besar terhadap pelaku UMKM kuliner di Salatiga, 97,96% pelaku UMKM kuliner mengalami penurunan jumlah pelanggan akibat semenjak adanya pandemi covid-19,konsumen tidak leluasa untuk keluar rumah terlebih untuk makan dan minum diluar rumah. Namun, 2,04% pelaku UMKM kuliner di Salatiga justru mengalami kenaikan konsumen, mereka mendapat lebih banyak konsumen melalui pesanan layanan ojek online karena selama adanya pandemi ini masyarakat lebih banyak menggunakan platform online dalam beraktivitas termasuk memesan makan dan minum melalui aplikasi ojek online.

Kenaikan konsumen ini dialami oleh beberapa pelaku UMKM yang mendapat rating bagus dan prioritas di aplikasi ojek online, seperti Waroeng Lada Hitam.

UMKM ini memang sudah lama terdaftar di aplikasi ojek online dan selalu mendapat rating yang bagus, hal tersebut membuat UMKM ini banyak dikenal masyarakat dan menjadi pilihan masyarakat saat hendak memesan makanan melakui aplikasi ojek online.

Aspek lain selain konsumen yang menjadi dampak pandemi covid-19 adalah aspek bahan baku, sebesar 12,24% pelaku UMKM kuliner di Salatiga juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Harga bahan baku yang

97,96%

2,04% 12,24%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

Dampak Pandemi

Konsumen menurun

Konsumen meningkat

Kesulitan memeroleh bahan baku

(9)

9

meningkat membuat pelaku umkm sulit mendapatkan bahan baku yang diperlukan, ada juga beberapa umkm yang kesulitan untuk memeroleh bahan baku karena adanya penghambatan pengiriman bahan baku dari luar kota akibat pengurangan aktivitas bisnis selama pandemi.

Gambar 3. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penjualan Produk Pelaku UMKM Kuliner Salatiga

Dampak-dampak yang timbul akibat pandemi covid-19 seperti jumlah konsumen tentu saja akan menimbulkan dampak lain yang mempengaruhi keberlangsungan usaha UMKM. Aspek penjualan juga ikut terdampak akibat pandemi covid-19, seluruh pelaku UMKM yang mengalami penurunan jumlah konsumen (97,96%) juga mengalami penurunan penjualan produk mereka. Begitu pula dengan seluruh pelaku UMKM yang mengalami peningkatan konsumen selama pandemi (2,04%), mereka juga mengalami peningkatan penjualan.

Kebijakan Pelaku UMKM Kuliner Salatiga

Dampak pandemi yang membuat sebagian besar UMKM mengalami penurunan pendapatan akibat penjualan yang sulit membuat para pelaku UMKM kuliner di Salatiga harus memikirkan strategi baru agar usahanya terus berlangsung. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, beberapa pelaku UMKM memiliki strategi khusus dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi selama pandemi covid-19.

73,47%

19,39%

5,10% 2,04%

Menurun <30 % Menurun 30% - 50%

Menurun 51% - 80%

Meningkat <30%

(10)

10

Gambar 4. Upaya pelaku UMKM Kuliner Menghadapi Pandemi Covid-19 Hasil analisis menyatakan seluruh pelaku UMKM kuliner Salatiga melakukan penawaran melalui media sosial. Mereka beranggapan disaat pandemi media sosial adalah jalan yang tepat untuk mereka melakukan pemasaran dan penawaran produk mereka. Tak hanya dengan media sosial, sebagian besar pelaku UMKM kuliner di Salatiga (93,88%) mendaftarkan usaha mereka ke platform aplikasi ojek online, dengan itu konsumen dapat mengenal usaha mereka dan dapat melakukan pemesanan melakui aplikasi ojek online. Upaya-upaya lain juga dilakukan pelaku UMKM kuliner di Salatiga, seperti memberikan harga promo dan diskon, melakukan layanan pesan antar oleh mereka sendiri, menekan biaya dengan mencari bahan baku yang lebih murah, dan ada juga yang melakukan pengurangan sumber daya manusia yang mereka miliki.

Kebijakan Penyesuaian Biaya Pelaku UMKM Kuliner Salatiga

Pendapatan dan penjualan yang menurun selama pandemi merupakan suatu hal yang beresiko bagi pelaku UMKM kuliner Salatiga. Pelaku UMKM perlu memperhatikan pengeluaran biaya yang mereka keluarkan selama pandemi ini berlangsung. Dengan adanya penurunan pemasukan, sebaiknya mereka juga harus mengurangi biaya yang mereka keluarkan, biaya tidak boleh lebih besar dibandingkan pemasukan yang mereka terima. Berdasarkan dari data yang

35,71%

93,88% 100%

66,32%

37,76%

12,24%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

Upaya pelaku UMKM Kuliner

Layanan pesan antar

Layanan ojek online

Penawaran melalui media sosial Promo dan diskon

Mencari bahan baku lebih murah

Melakukan pengurangan SDM

(11)

11

diperoleh dari penyebaran kuesioner, beberapa pelaku UMKM kuliner di Salatiga melakukan pengurangan biaya dari beberapa aspek.

Gambar 5. Kebijakan Pengurangan Biaya oleh Pelaku UMKM Kuliner Salatiga Hasil analisis data menyatakan bahwa sebagian besar pelaku UMKM kuliner Salatiga (92,86%) melakukan pengurangan biaya listrik dan air.

Pengurangan biaya listrik dan air tersebut dilakukan seiring dengan berkurangan aktivitas usaha mereka, jam operasional yang berkurang menjadi dasar utama pengurangan biaya listrik dan air. Selain dari biaya listrik dan air, sebanyak 88.78% pelaku UMKM juga mengurangi pengeluaran biaya bahan baku. Angka penjualan produk yang menurun membuat pelaku UMKM membatasi produksi produk mereka. Hal tersebut tentu saja akan membuat biaya bahan baku juga berkurang. Selain jumlah produksi produk yang berkurang, beberapa UMKM kuliner Salatiga juga mencari bahan baku yang dirasa lebih murah.

Terkait dengan biaya tenaga kerja, sebanyak 46,93% pelaku UMKM kuliner Salatiga melakukan pengurangan biaya tenaga kerja. Namun, hanya sekitar 12,24% pelaku UMKM kuliner yang melakukan pengurangan tenaga kerja.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga, jumlah tenaga kerja yang memang sudah terbatas, dan lebih banyak pelaku UMKM kuliner (34,69%) yang lebih memilih untuk mengurangi biaya tenaga kerja melalui pengurangan gaji dari tenaga kerja tanpa melakukan pemecatan atau pengurangan dari tenaga kerja itu sendiri. Pelaku UMKM kuliner

88,78%

46,93%

92,86%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

100,00%

Aspek Pengurangan Biaya

Bahan Baku

Tenaga Kerja

Listrik dan air

(12)

12

yang memilih kebijakan ini hanya melakukan pengurangan jam kerja karyawan sehingga biaya tenaga kerja juga dapat dilakukan pengurangan.

Pengurangan biaya yang dilakukan oleh beberapa pelaku UMKM ini salah satu faktor penyebabnya ialah pesimisme yang dialami pelaku usaha. Penjualan yang terus menurun membuat mereka pesimis akan keberlangsungan usahanya dan memilih untuk mengurangi sumber daya yang ada guna menekan biaya yang mereka keluarkan. Hal ini menunjukan selama adanya pandemi beberapa pelaku UMKM kuliner Salatiga mengalami unstickiness dalam usahanya atau cost stickiness dalam usaha mereka selama pandemi cenderung menurun.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pandemi covid-19 memberikan banyak dampak terhadap pelaku UMKM di Kota Salatiga, khususnya pelaku UMKM kuliner yang merupakan kategori UMKM paling terdampak covid-19. Dampak yang dihadapi para pelaku UMKM kuliner Salatiga antara lain penurunan angka konsumen yang menyebabkan penjualan produk dan pendapatan menurun, peningkatan angka konsumen yang dialami beberapa pelaku UMKM akibat strategi pemasaran yang meluas, dan sulitnya memperoleh bahan baku karena harga bahan baku yang meningkat selama pandemi. Dengan adanya dampak-dampak yang dirasakan oleh pelaku UMKM kuliner Salatiga, pelaku UMKM membuat strategi khusus agar mereka tetap mampu bertahan di masa pandemi ini.

Penyesuaian biaya merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pelaku UMKM kuliner Salatiga mengingat hampir seluruh pelaku UMKM kuliner Salatiga mengalami penurunan pendapatan selama pandemi. Pelaku UMKM kuliner Salatiga melakukan penyesuaian biaya berdasarkan aktivitas bisnis mereka, seperti sebagian besar melakukan pengurangan biaya listrik dan air seiring dengan aktivitas produksi mereka yang menurun akibat pandemi. Selain biaya listrik dan air, sebagian besar pelaku UMKM kuliner Salatiga juga melakukan pengurangan biaya produksi seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

(13)

13

Biaya bahan baku dapat dikurangi seiring dengan berkurangnya jumlah produk yang mereka produksi akibat penjualan yang menurun. Beberapa pelaku UMKM juga mencari alternatif bahan baku yang lebih terjangkau sehingga dapat menekan biaya bahan baku. Biaya produksi lain yang menjadi aspek penyesuaian biaya ialah biaya tenaga kerja langsung. Pelaku UMKM kuliner Salatiga melakukan pengurangan tenaga kerja melalui pengurangan jumlah tenaga kerja dan pemotongan gaji tenaga kerja akibat pengurangan jam kerja. Dengan adanya penyesuaian biaya-biaya tersebut, pelaku UMKM kuliner Salatiga menyatakan hal tersebut dapat membantu mereka dalam meningkatkan laba usaha mereka selama pandemi covid-19 ini.

Saran

Adanya pandemi ini, pelaku UMKM dapat menekan pengeluaran biaya selain dengan melakukan pengurangan biaya yang berkaitan dengan proses produksi seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Para pelaku UMKM juga dapat meninjau strategi pemasaran mana yang paling efektif dan memprioritaskan strategi yang dapat mendorong pendapatan mereka, dengan begitu biaya untuk strategi pemasaran yang dirasa kurang efektif digunakan selama pandemi dapat mereka kurangi.

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Serdaneh, J. (2014). The Asymmetrical Behavior of Cost: Evidence from Jordan. International Business Research, 7(8), 113–122.

https://doi.org/10.5539/ibr.v7n8p113

Anderson, M. C., Banker, R. D., & Janakiraman, S. N. (2003). Are selling,

general, and administrative costs “sticky”?. Journal of Accounting Research, 41(1), 47–63. https://doi.org/10.1111/1475-679X.00095

Bahtiar, R. A., & Saragih, J. P. (2020). Dampak Covid-19 Terhadap Perlambatan.

Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, 12, 20.

Dewi, S., & Ramli, I. (2016). Struktur Modal Pendekatan Dinamis Perusahaan Otomotif Dan Komponennya Saat Krisis Global 2008. Jurnal Ekonomi, 21(3), 360–374. https://doi.org/10.24912/je.v21i3.24

Hassanein, A., & Younis, M. (2020). Cost stickiness behavior and financial crisis:

Evidence from the UK chemical industry. Corporate Ownership and Control, 17(2), 46–56. https://doi.org/10.22495/cocv17i2art4

Irawati, D., Febriani, S., & Suriyanti, L. H. (2021). Penerapan Volume Cost Profit Terhadap Kegiatan Social Distancing (Pedagang Kaki Lima).

Jaurino, J., & Setiawan, A. (2021). Upaya Pemulihan Perolehan Laba Umkm Melalui Manajemen Biaya Dan Strategi Pemasaran Dimasa Covid-19. Jurnal 02(01), 20–28. http://ejournal.lppm-

stieatmabhakti.id/index.php/JANAKA/article/view/172

Kartika, E. (2019). Analisis Perilaku Biaya Dalam Membuat Keputusan

Menerima atau Menolak Pesanan Khusus Pada PT . Putra Sejati. 9(2), 64–72.

Linggardjaja, I. K. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cost Stickiness : Suatu Kajian Pustaka. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, Dan Akuntansi), 4(1), 52–65.

Qomaria, A. tanza. (2020). Analisis Perilaku Biaya Pemeliharaan Mesin Pada Pt Mandiri Mukti Kepahiang. Jurnal Ilmiah Raflesia Akuntansi, 6(1), 14–31.

(15)

15

Sudarmanto, R. G. (2003). Statistik Terapan Berbasis Komputer : Dengan Program IBM SPSS Statistics 19. Mitra Wacana Media.

Sugiharto, & Ferdiansyah, A. (2020). Analisis Perilaku Biaya dan Titik Impas Multi Produk Dalam Perencanaan Laba Jangka Pendek Pada CV. Putra Penuntun. Jurnal Ratri (Riset Akuntansi Tridinanti), 2(1), 46–56.

Vonna, S. R., & Daud, R. M. (2016). Analisis Perilaku Sticky Cost pada Biaya Produksi dan Non-produksi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014 ). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA), 1(1), 120–132.

Yasukata, K., & Kajiwara, T. (2011). Are “Sticky Costs” the Result of Deliberate Decision of Managers?. SSRN Electronic Journal.

https://doi.org/10.2139/ssrn.1444746

Yuni, S., Sartika, D., & Fionasari, D. (2021). Analisis Perilaku Biaya Terhadap Biaya Tetap. Research In Accounting Journal Universitas Muhammadiyah Riau, 1(2), 247–253. http://journal.yrpipku.com/index.php/raj%7C

Referensi

Dokumen terkait

Konsep operasional tersebut digunakan sebagai dasar dalam pembuatan instrumen, artinya instrumen penelitian dibuat atau dikembangkan berdasarkan ukuran-ukuran dan indikator

Pada situasi Pandemi Covid-19 memberikan tantangan bagi para pelaku usaha atau pemilik UMKM, selain itu juga untuk mempertahankan bisnis para pelaku UMKM harus

Kemudian, 14 UMKM (28 persen) tidak mengalami perubahan dalam pengeluaran biaya selama masa pandemi Covid-19 dan 31 UMKM (62 persen) mengalami pengeluaran biaya yang lebih

Hasil penelitian didapat bahwa upaya pemerintah dalam membantu pelaku usaha UMKM yang terdampak pandemi covid-19 yaitu adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kinerja UMKM di Masa Pandemi Covid-19 dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan dengan mempertahankan

Dampak pandemi Covid-19 terhadap pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cukup besar, dimana saat ini menurut data yang dihimpun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI)

konsumen langsung telah menyebabkan penurunan yang signifikan dalam pembelian konsumen. Oleh karena itu, pelaku UMKM harus meningkatkan kualitas produk untuk

Maka dari pada itu semakin meningkatkan kasus Corona (Covid-19) di Indonesia akan memperpanjang mimpi buruk bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya