• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film Strips

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film Strips"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edible Film Strips

Edible film strips merupakan lapisan tipis oral yang mudah hancur di lidah atau jaringan mukosa mulut dikarenakan terpapar air liur. EFS memiliki bentuk berupa film tipis yang bersifat tidak mengganjal pada lidah, serta daya mukoadhesif yang baik, mudah hancur dan melepaskan zat aktif. Dari sisi ekonomis, EFS praktis untuk dibawa, memiliki bentuk yang kecil, tipis, dan ringan. Edible film strips merupakan suatu produk makanan mirip permen memiliki bentuk lapisan tipis yang dipotong dengan panjang dan lebar tertentu sehingga memudahkan diletakan di dalam mulut (Wahyuni dkk, 2021). Edible film strips merupakan bentuk pengembangan dari fast dissolving tablets yang memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan menelan pada pasien dengan kesusahan menelan (Gali dkk, 2013).

Edible film strips atau sediaan film cepat larut dalam bidang farmasi digunakan sebagai sistem penghantaran obat secara oral. Sistem penghantaran oral ini yaitu film tipis, diletakan diatas lidah pasien atau jaringan mukosa yang langsung basah oleh air liur sehingga film dapat cepat larut (mengandung superdisintegran) kemudian obat mulai melarut dan diserap oleh mukosa mulut (Thakuur dkk, 2013). Sediaan ini meningkatkan keefektifan dari zat aktif dengan melarutkan obat dengan cepat setelah terpapar dengan saliva (Sultana dkk, 2013).

Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid, lipid dan komposit (campuran). Kelompok hidrokoloid yang banyak dipergunakan adalah protein (gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab dan modifikasi karbohidrat lainnya), lipid yang digunakan misalnya lilin/wax, dan asam lemak. Sedangkan komposit adalah bahan yang terbuat dari campuran hidrokolid dan lipid (Rahayu A, 2016). Edible film strips memiliki komponen utama yang sama dengan edible film, namun memiliki komponen tambahan yang sangat berbeda. Komponen tambahan yang ada pada edible film strips adalah sukrosa, tween 80, mentol, asam sitrat (fauziah dkk,

(2)

7

2019). Wahyuni, dkk (2021) melakukan penelitian terkait edible film strips jus herbal kombinasi yang ditujukan untuk menurunkan kolesterol. Jus herbal kombinasi dibuat dari bunga rosela, bawang putih, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel.

2.1.1 pH Saliva

pH saliva merupakan pengukuran keadaan asam dan basanya pH dari saliva sehingga bisa diperoleh tingkat keasaman pada mulut. Derajat asam dan kapasitas buffer saliva selalu dipengaruhi perubahan-perubahan seperti irama sikardian, diet karbohidrat, kapasitas buffer dan perangsangan kecepatan reaksi. Dalam keadaan normal, pH saliva berkisar antara 6,8 – 7,2 (Afriawini, 2019). Kadar derajat keasaman (pH) saliva yang normal didalam mulut berada di angka 7 dan bila nilai pH saliva jatuh ≤ 5,5 berarti keadaanya sudah sangat kritis. Nilai pH saliva berbanding terbalik, semakin rendah nilai pH semakin banyak asam dalam larutan dan makin meningkat nilai pH berarti bertambahnya basa dalam larutan. Pada pH 7, tidak ada keasaman atau kebasaan larutan, dan ini disebut netral (Afriawini, 2019).

2.2 Pati Singkong

Pati merupakan salah satu polimer yang karakteristiknya menyerupai plastik dan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat – sifat pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang cukup kuat (Winarti dkk, 2012). Liu (2005) dalam Damayanti (2018) menuliskan presentase kandungan pati dari beberapa bahan pangan yang berbeda yaitu biji gandum 67%, beras 89%, jagung 57%, biji sorgum 72%, kentang 75%, ubi jalar 90%, dan singkong 90%. Menurut Winarno (1992) dalam Damayanti (2018) kandungan pati yang terdapat didalam ubi kayu adalah 34,6%. Amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut, molekul amilosa memiliki sifat hidrofilik dengan afinitas air yang tinggi menyebabkan pati semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Apabila afinitas air menurun maka ukuran pati akan membesar sehingga pada konsentrasi rendah terjadi presipitasi dan pada konsentrasi tinggi akan terbentuk gel atau biasa disebut retrogradasi. Konsentrasi pati singkong 3% tanpa modifikasi menghasilkan

(3)

8

pori – pori yang kecil, yang mungkin disebabkan gelembung – gelembung kecil dari udara terlarut ketika pemanasan (Damayanti, 2018).

Gambar 1. Singkong (Dokumentasi Pribadi, 2022)

Tabel 1. Kandungan Kalori dan Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Singkong

Kandungan Gizi Jeruk Siam

Air (g) 62,5

Karbohidrat (g) 34,7

Protein (g) 1,2

Lemak (g) 0,3

Ca (mg) 33,0

Fe (mg) 0,7

Thiamin B1 (mg) 0,06

Riboflavin B2(mg) 0,03

Niacin (mg) 0,6

Vitamin C (mg) 36

Energi (kal) 146,0

Sumber: Wahyu (2012)

Pati singkong memiliki kandungan amilosa yang memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket yang memungkinkan untuk menghasilkan edible film yang lebih kuat dan fleksibel. Pati singkong mengandung amilosa sebesar 27,38 dan mengandung kadar amilopektin sebesar 72,62% (Muslimah dkk, 2021). Pati merupakan polisakarida dengan karakteristik fisik mirip plastik, tidak berwarna dan tidak berasa. Namun kelemahan polisakarida bersifat hudrofilik (mudah mengikat air) sehingga film yang dihasilkan rapuh, permeabilitas uap air tinggi, dan kurang fleksibel (Putri dkk, 2019).

(4)

9 2.3 Jeruk Siam

Jeruk (Citrus nobilis L.) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Asia. Di Indonesia, tanaman ini sudah tumbuh sejak ratusan tahun lalu baik secara alami maupun budidaya. Ciri khas dari jeruk ini adalah memiliki kulit yang tipis, dan lebih lekat dengan buah. Karakteristik lainnya adalah buah jeruk tidak berongga dan memiliki kandungan air yang tinggi, dan kulit buahnya berwarna hijau kekuningan (Endarto, 2016). Jeruk siang digemari karena rasanya yang manis dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Jeruk siam memiliki permukaan kulit yang halus dan mengkilap (Hasimi, 2016). Ukuran buah jeruk siam akan bertambah selama pertumbuhan sebanding dengan pertambahan berat pada buah. Semakin luas ukuran/diameter buah maka semakin berat masa yang dimiliki buah jeruk.

Gambar 2. Jeruk Siam (Dokumentasi Pribadi, 2022)

Menurut Deptan (2012), secara sistematis klasifikasi jeruk siam adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae;

Divisi : Spermatophyta;

Sub Divisi : Angiospermae;

Kelas : Dicotyledoneae;

Ordo : Rutales;

Family : Rutaceae;

Genus : Citrus;

Spesies : Citrus nobilis L.

Menurut Astutik (2015) hampir semua bagian tanaman jeruk mempunyai manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Bagian utama dari

(5)

10

tanaman jeruk yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi adalah pada buah. Kandungan gizi buah jeruk siam dapat dilhat pada Tabel 2 Tabel 2 Kandungan gizi jeruk siam setiap 100 gram jeruk siam

Kandungan Gizi Jeruk Siam

Kalori (kal) 44,00

Protein (g) 0,80

Lemak (g) 0,30

Karbohidrat (g) 10,90

Kalsium (mg) 33,00

Fosfor (mg) 23,00

Zat besi (mg) 0,40

Vit. A (S.I) 420,00

Vit. B (mg) 0,07

Vit. C (mg) Air (g) Sumber: Astutik (2015) 2.3.1 Sari Jeruk Siam

Sari buah yaitu cairan yang diperoleh dari buah, baik buah tinggal atau campuran dari beberapa buah, total kandungan sari buah 100%

diperoleh dari proses pengempaan, penghancuan, atau penggilingan buah (Hidayat, 2019). Sari buah merupakan minuman yang disukai karena praktis, enak, dan menyegarkan, serta memberi manfaat bagi kesehatan mengingat kandungan vitamin secara umum yang tinggi (Fachruddin, 2002 dalam Santoso, 2015 ).

Sari buah jeruk diperoleh dengan membelah jeruk menjadi 2 bagian kemudian diperas dengan cara menekan belahan jeruk pada cone (kerucut) yang berputar. Jaringan albedo atau kulit bagian dalam jeruk harus sesedikit mungkin yang terikut dalam sari buah karena dapat menyebabkan rasa pahit dan meningkatkan pekninesterase (Pujimulyani, 2009 dalam Santoso, 2015).

2.4 Gliserol

Plasticizer gliserol berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dengan mengurangi derajat ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antara molekul polimer. Semakin banyak penggunaan plasticizer maka akan meningkatkan kelarutan terutama yang bersifat hidrofilik akan meningkatkan kelarutan dalam air. Gliserol memberikan kelarutan yang tinggi dibandingkan sorbitol

(6)

11

pada bioplastik berbasis pati (Samsul dkk, 2017). Gliserol merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada lemak hewani maupun lemak nabati sebagai ester gliseril pada asam palmitat dan oleat. Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20◦C dan memiliki titik titik didih yang tinggu yaitu 290◦C. Gliserol tidak dapat larut dalam minyak. Sebaliknya, banyak zat dapat lebih mudah larut dalam air maupun alkohol, oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Waradipta, 2017).

Gambar 3. Struktur Kimia Gliserol (Afifah, 2015 dalam Waradipta, 2017) Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Plasticizer berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, dan ekstensibilitas material, menghindarkan material dari keretakan, serta meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Waradipta, 2017). Kondisi ini berkaitan dengan gugus hidroksi yang saling membentuk ikatan hidrogen antar dan intramolekul membentuk lapisan tipis yang terdiri atas serat-serat yang saling menguatkan (Septiosari dkk, 2014). Gliserol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intromolokuler (Kirk dan Othmer, 2012). Menurut Chen, dkk (2009) dalam Damayanti (2018) penambahan komponen hidrofobik seperti asam lemak diharapkan dapat memperbaiki sifat ketahanan terhadap uap air dan menghasilkan karakteristik edible film dari pati bengkoang yang lebih baik.

2.5 CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

CMC merupakan bahan penstabil yang memiliki daya ikat yang kuat dan berperan untuk meningkatkan kekentalan dan memperbaiki tekstur pembentuk

(7)

12

film. Struktur CMC merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul selullosa. Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan beberaoa atom hidrogen dari gugus hidroksil tersebut disubstitusi oleh carboxymethyl. Berikut gambar struktur CMC (Carboxy Methyl Cellulose):

Gambar 4. Struktur Kimia CMC (Nasution, 2018)

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan selulosa eter digunakan sebagai gelasi dengan cara pemanasan dan membentuk film yang sangat baik, dikarenakan struktur rantai polimer dan memiliki berat molekul yang cukup tinggi. CMC dapat menunjukkan sifat gelasi berperan sebagai pengental, penstabil, pengikat serta pembentuk tekstur halus dengan tujuan bisa meningkatkan karakteristik mekanis dari edible film (Putri dkk, 2019). Kamal (2012) menjelaskan bahwa gugus hidroksil yang tergantikan dikenal dengan derajad penggantian (degree of substitution) disingkat DS. jumlah gugus hidroksil yang tergantikan atau nilai DS mempengaruhi sifat kekentalan dan sifat kelarutan CMC dalam air. Sifat dan fungsi CMC:

1. Mudah larut dalam air dingin maupun panas dan dapat membentuk lapisan.

2. Bersifat stabil terhadap lemak dan tidak larut dalam pelarut organik.

3. Baik sebagai bahan penebal 4. Sebagai zat inert

5. Bersifat sebagai pengikat

Berdasarkan sifat dan fungsinya maka CMC dapat digunakan sebagai bahan aditif pada produk makanan dan juga aman untuk dikonsumsi. CMC mampu menyerap air yang terkandung dalam udara dimana banyak air yang terserap dan laju penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang

(8)

13

terkandung dalam CMC serta kelembaban dan temeperatur udara disekitarnya.

Menurut Ferimanoi (Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik) bahwa jumlah CMC yang diizinkan untuk bercampur dengan bahan lain adalah berkisar dari 0,5% - 3,0% untuk mendapatkan hasil yang optimum (Kamal, 2012). CMC dapat membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas sehingga partikel-partikel yang tersuspensi akan tertangkap dalam sistem tersebut dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Anggraini, 2021)

Gugus hidroksi pada CMC membentuk ikatan dengan hidrogen pada pati dimana struktur yang kuat ini mampu mengurangi difusi molekul air dalam material (Putri dkk, 2019). Pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. CMC memiliki gugus karboksil, maka viskositasnya dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimum adalah 5 dan apabila pH terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap. CMC dapat meningkatkan kekentalan larutan, karena dapat mengikat air melalui ikatan hydrogen. Kekentalan larutan karena penambahan CMC dapat dipenagruhi oleh pH dan suhu larutan. Larutan yang ditambah CMC mempunyai kekentalan maksimum pada kisaran pH 7-9 (Rahayu dkk, 2017).

2.6 Asam Sitrat

Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang terdapat pada buah dan sayuran. Umumnya, asam sitrat ditemukan pada buah dan daun dari tumbuhan genus Citrus. Buah seperti jeruk mengandung 6-8% asam sitrat dan terdapat juga pada buah lainnya seperti pada buah pir, nanas, ceri dan lain-lain (Halimatussa’diah, 2014). Asam sitrat bersifat higroskopis atau mampu menyerap air dengan baik serta memiliki kelarutan yang tinggi. Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam, penguat rasa dan mengontrol pH (Ovelando, 2013). Asam sitrat merupakan suatu asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan untuk berbagai tujuan (Whenny, 2015). Asam sitrat berpotensi menstimulasi sekresi saliva dan dapat menurunkan pH saliva.

(9)

14 2.7 Sukrosa

Sukrosa atau gula pasir merupakan pemanis alami yang sangat populer dan mudah diterima di kalangan masyarakat selain itu sangat mudah diperoleh di pasaran. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin tinggi suhu maka kelarutannya semakin besar (Halimatussa’diah, 2014). Pada pembuatan makanan, sukrosa berfungsi untuk memberi rasa manis dan pengawet, karena dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghambat mikroorganisme dan menurunkan aktivitas air bahan pangan. Sukrosa lebih mudah didapat sehingga lebih sering digunakan dalam pengolahan bahan pangan. Penambahan gula juga berpengaruh terhadap keseimbangan gelatin dan air yang ada. Gelatin akan menggumpal dan membentuk serabut-serabut halus, kekuatan jaringan serabut dipengaruhi oleh kadar gula. Gula bersaing untuk mengikat air yang ada dan meninggalkan sedikit air untuk gelatin sehingga menguatkan gel yang terbentuk (Rosyida, 2014)

2.8 Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan harus menyokong mikroemulsifikasi dari fase minyak dan harus memiliki potensi kelarutan yang baik untuk zat aktif. Lapisan tipis emulgator harus memiliki nilai hidrofilik-lipofilik yang sesuai pada daerah antarmuka supaya dihasilkan mikroemulsi. Pemilihan surfaktan harus diatur oleh tipe mikroemulsi yang akan diformulasikan. Surfaktan dengan HLB rendah seperti sorbitan monoleat lebih disukai untuk mikroemulsi A/M sedangkan surfaktan dengan HLB tinggi seperti tween 80 lebih disukai untuk mikroemulsi M/A (Astuti, 2014).

Ada 3 tipe surfaktan yaitu tipe ionik, non ionik, dan amfoterik.

Surfaktan tipe ionik terdiri dari anionik dan kationik. Surfaktan tipe anionik dapat berdisosiasi dalam air dan bagian anion dapat berfungsi sebagai surfaktan, contoh Sodium lauril sulfat. Surfaktan tipe non kationik dapat berdisosiasi dalam air dan bagian kation dapat berfungsi sebagai surfaktan, contoh setrimid. Surfaktan tipe non ionik tidak dapat berdisosiasi dalam air,

(10)

15

contoh tween dan span. Surfaktan amfoterik mempunyai gugus kationik dan anionik dalam molekulnya dan daoat terionisasi dalam larutan air, namun gugus yang dilepaskan tergantung kondisi mediumnya, contoh protein dan lesitin.

Tween 80 (Polysorbatum 80) adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Tween 80 dapat bertindak baik sebagai reduktor dan stabilizer tanpa menambahkan agen pereduksi tambahan ke reaksi. Tween 80 sebagai agen stabilisasi yang diadsorpsi pada permukaan nanopartikel, sehingga memperlambat pemtumbuhan fase kristal dengan mengurangi energi bebas permukaan.

Konsentrasi tween 80 meningkat maka menurunkan energi bebas permukaan dan karenanya stabilisasi ukuran droplet yang lebih kecil terbentuk (Astuti, 2014). Nilai hidrophylic-lipophylic balance (HLB) merupakan salah satu dasar dalam menentukan aplikasi suatu surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB makan kelarutan surfaktan dalam air semakin tinggi. Nilai HLB dapat ditentukan dari konsentrasi kritis misel surfaktan tersebut (Wardana dkk, 2019). Tween 80 merupakan surfaktan yang banyak digunakan, karena memiliki sifat tidak toksik dan stabil terhadap adanya pengaruh pH. Tween 80 digunakan sebagai surfaktan pada pembuatan nanoemulgel ibuprofen (Sanaji dkk, 2019)

2.9 Penelitian Terkait

Hasil penelitian Wahyuni (2021) uji disintegarasi pada formula edible film strips belum memenuhi persyaratan, hal ini dikarenakan pada penelitian ini mengacu pada Patil dan Shrivastava (2014) dimana waktu disintegrasi sediaan edible yaitu 5 – 30 detik. Lama disintegrasi sediaan film menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sorbitol semakin cepat waktu hancurnya. Waktu pecah atau hancur edible film strips diambil pada saat sediaan sudah lebih lembut, mudah dikoyak, dan warna edible film strips lebih pudar dibandingkan sebelum diberi air suling karena sediaan sedikit menyerap air sehingga memudarkan warna dari sediaan. Uji pH pada penelitian ini juga belum sesuai dengan pH saliva normal, hal ini dikarenakan penambahan jus herbal kombinasi, dimana pH juas herbal kombinasi itu sendiri yaitu 3,2

(11)

16

ditambah lagi dengan penambahan zat tambahan lain yang bersifat adam dan basa juga dapat mempengaruhi pH sediaan yang dihasilkan. Pengeluaran madu dari formulasi jus herbal kombinasi juga menjadi penyebab nilai pH sediaan menjadi sangat asam, sehingga memerlukan bahan tambahan lainnya yang dapat meningkatkan pH sediaan. Formulasi secara keseluruhan tidak memiliki perbedaan yang besar, tetapi belum sesuai dengan persyaratan pH pada mulut sehingga dikhawatirkan menimbulkan iritasi pada mukosa mulut.

Hasil penelitian Cahyani, dkk (2017) pada pembuatan sediaan edible film pappermint oil dengan perbedaan penggunaan pati. Semakin tinggi kadar amilosa pada amilum akan meningkatkan nilai waktu hancur, kuat tarik, modulus young, dan menurunkan nilai persen perpanjangan dari sediaan edible.

Dalam penelitian ini menggunakan standar waktu hancul berdasarkan Sonte, dkk (2014) yakni kisaran waktu 5 – 30 menit dengan disintegration terster dengan media dapar saliva bersuhu 37±2◦C. Pada penelitian Nurindra, dkk (2015) tentang karakteristik edible film dari pati propagule mangrove lindur dengan penambahan CMC 1,2% juga bisa digunakan sebagai plasticizer karena dapat menghasilkan edible film dengan persen pemanjangan 13%. CMC juga bisa disebut plasticizer karena juga terdapat gugus hidroksil didalam strukturnya. Perlakuan konsentrasi gliserol 0,5% menunjukkan nilai rata-rata yang larut terendah dan berbeda nyata dengan kedua konsentrasi lainnya, tetapi untuk konsentrasi gliserol 1,0 % dan 1,5 % tidak berbeda nyata (Wattimena dkk, 2015).

Referensi

Dokumen terkait

yaitu 22 dan termasuk dalam kategori baik.Pada pertemuan ini, hasil menulis subjek memiliki informasi yang cukup, subjek mampu mengembangkan cerita namun masih

Pada Tahun 2011 realisasi penerimaan retribusi parkir kembali meningkat tajam melebihi target sebesar 103,39 %, hal ini disebabkan karena mulai berlakunya Perda

Karena Dia telah memberikan anugerah sehingga penulis diizinkan untuk menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Salinitas Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Dari

perolehan suara pemohon. Amar putusan mengadili, memutuskan menolak eksepsi pemohon dan eksepsi pihak terkait, dalam pokok permohonan pemohon untuk selan

Hasil penelitian menunjukkan walaupun PT Asam Jawa melaksanakan program CSR yang meluas, program CSR yang dijalankan oleh PT Asam Jawa tidak berfungsi sebagai katup

Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Mahabharata diantaranya adalah: Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci).. Nilai-nilai ini

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik, hidayah dan juga inayah- Nya sehingga penulis

Manfaat hasil Penyusunan Analisis PDRB Provinsi DIY 2009–2013 adalah untuk menjadi dasar rekomendasi kebijakan perencanaan pembangunan dengan memperrtimbangkan