Abstrak
HubunganBAntaraBFrekuensiBMendengarkanBMusikBR&BBdenganB TingkatBStresBPadaBRemaja
DinaBMariana NIM:B029114119
Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi mendengarkan musik R&B dengan tingkat stres pada remaja. Variabel penelitian ini adalah frekuensi mendengarkan musik R&B (variabel bebas) dan tingkat stres pada remaja (variabel tergantung).
Frekuensi mendengarkan musik R&B diukur dengan angket, sedangkan tingkat stres pada remaja diukur dengan skala. Koefisien korelasi item-total (rix) >
0.20 dan koefisiesn reliabilitas skala adalah 0.888. Hipotesis penelitian dianalisis dengan uji korelasi Product Moment Pearson. Data diperoleh dari 84 subyek
penelitian yaitu mahasiswa angkatan 2006 dengan usia 17-20 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi (rxy) adalah -0.262,
dengan taraf signifikasi 0.008 (p<0.01), yang berarti bahwa hipotesis diterima atau ada hubungan negatif antara frekuensi mendengarkan musik R&B dengan tingkat stres pada remaja. Semakin tinggi frekuensi mendengarkan musik R&B maka semakin rendah tingkat stres pada remaja dan sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) adalah 0.069, yang berarti bahwa frekuensi mendengarkan musik R&B
memberikan sumbangan sebesar 6.9% terhadap penurunan tingkat stres pada remaja.
Abstract
TheBCorrelationBBetweenBTheBFrequenciesBofBListeningBR&BBMusicBandB StressBLevelBonBTeenage
DinaBMariana NIM:B029114119
This research was a correlation research which aimed to find the relationship between the frequencies of listening R&B music and stress level on teenage. The variables used in this research were the frequencies of listening R&B music (independent variable) and stress level on teenage (dependent variable).
The frequencies of listening R&B music was measured by questionnaire, while stress level on teenage was measured using scale. The coefficient correlation item-total (rix) > 0.20 and the reliability coefficient of scale were 0.888.
The hypothesis of the research was analyzed using correlation test Product Moment Pearson. The data was gained from 84 student class 2006, aged 17-20 years old.
The result of this research showed coefficient correlation (rxy) was -0.262
in rate significant 0.008 (p<0.01), meaning to say the hypothesis was accepted or there was negative correlation between the frequencies of listening R&B music and stress level on teenage. In other words, higher the frequencies of listening R&B music, lower stress level on teenage, and vice versa.
Coefficient determination (R2) was 0.069 which was meant that the
frequencies of listening R&B music gave contribution as big as 6.9% over stress level declined on teenage.
HUBUNGANBANTARABFRGKUGNSIBMGNDGNGARKANB
MUSIKB“R&B”BDGNGANBTINGKATBSTRGSBPADABRGMAJA
SKRIPSI
DiajukanBUntukBMemenuhiBSalahBSatuBSyaratB MemperolehBGelarBSarjanaBPsikologi
ProgramBStudiBPsikologi
DisusunBoleh:
DINABMARIANA
NIM:B029114119
PROGRAMBSTUDIBPSIKOLOGIB
FAKULTASBPSIKOLOGI
UNIVGRSITASBSANATABDHARMA
YOGYAKARTA
PESAN TUHAN
Ketika mimpimu pudar dan sepertinya menjauh,
Ketika engkau terus jatuh dan tak mengerti harus berbuat apa,
Ketika engkau merasa sendiri, sepi dan tak ada teman,
Ketika hari demi hari terasa semakin berat dan kacau,
Ketika engkau sudah menyerah dan muak dengan segala-galanya,
Ketika engkau menangis dan ingin menjerit sekeras-kerasnya,
Aku tahu. Aku menangis dan berdoa untukmu ingin kau kembali.
Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia,
Aku tahu betapa keras engkau sudah berusaha.
Ketika kau menangis meneteskan air mata sekian lama dan hatimu masih terasa pedih,
Aku sudah menghitung air matamu.
Jika kau pikir hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berlalu dengan
begitu saja, Aku setia menunggu bersama denganmu.
Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menemanimu,
Aku selalu berada di sampingmu.
Ketika kau pikir bahwa kau sudah mencoba segala-galanya, sepertinya gagal dan
tidak tahu harus berbuat apa lagi, Aku punya jawabannya.
Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa pusing dan tertekan,
Aku dapat menenangkanmu.
Ketika kau disakiti dan sepertinya semua tak memperhatikanmu lagi,
Aku lebih sakit dan Aku tetap peduli dan sayang padamu.
Tetapi mengapa kau sakiti hatiKu, kau tikam jiwaKu dengan dosamu,
Mengapa kau membenci orang, mengapa kau iri hati, berkata sia-sia, menghakimi dan tetap
melanggar ketentuanKu.
Ingat bahwa di manapun kau atau ke manapun kau menghadap,
Aku tahu dan peduli karena engkau berharga di mataKu.
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.
Matiust21:t22
Hiduplah untuk lelajar dan kau akan lelajar Hidup!!!
PepatahtPortugis
Karya ini kupersembahkan kepada sosok-sosok yang kusayangi:
•
• Jesus Christ, Sorry 4 blaming u 4 everything I couldn’t do!Jesus Christ, Sorry 4 blaming u 4 everything I couldn’t do!
•
• Holy Mary, thank you 4 sweeping my tears in my lonely nights!Holy Mary, thank you 4 sweeping my tears in my lonely nights!
•
• Amang, it’s not easy to be patience and a better man at the sameAmang, it’s not easy to be patience and a better man at the same time. Thank you 4 everything u done! I love u dad!!!
time. Thank you 4 everything u done! I love u dad!!!
•
• Emerentiana, If you think that God isn’t fair to you, it’s wrong! ThisEmerentiana, If you think that God isn’t fair to you, it’s wrong! This I promise you!!!
I promise you!!!
•
• Eve, you have too many joke! Don’t give up, because you’re loved!!!Eve, you have too many joke! Don’t give up, because you’re loved!!!
•
• My brother, don’t forget to send me your happiness in yourMy brother, don’t forget to send me your happiness in your heaven!!!
PernyataanBKeaslianBKarya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Januari 2007
Penulis
Abstrak
HubunganBAntaraBFrekuensiBMendengarkanBMusikBR&BBdenganB TingkatBStresBPadaBRemaja
DinaBMariana NIM:B029114119
Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi mendengarkan musik R&B dengan tingkat stres pada remaja. Variabel penelitian ini adalah frekuensi mendengarkan musik R&B (variabel bebas) dan tingkat stres pada remaja (variabel tergantung).
Frekuensi mendengarkan musik R&B diukur dengan angket, sedangkan tingkat stres pada remaja diukur dengan skala. Koefisien korelasi item-total (rix) > 0.20 dan koefisiesn reliabilitas skala adalah 0.888. Hipotesis penelitian dianalisis dengan uji korelasi Product Moment Pearson. Data diperoleh dari 84 subyek penelitian yaitu mahasiswa angkatan 2006 dengan usia 17-20 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi (rxy) adalah -0.262, dengan taraf signifikasi 0.008 (p<0.01), yang berarti bahwa hipotesis diterima atau ada hubungan negatif antara frekuensi mendengarkan musik R&B dengan tingkat stres pada remaja. Semakin tinggi frekuensi mendengarkan musik R&B maka semakin rendah tingkat stres pada remaja dan sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) adalah 0.069, yang berarti bahwa frekuensi mendengarkan musik R&B memberikan sumbangan sebesar 6.9% terhadap penurunan tingkat stres pada remaja.
Abstract
TheBCorrelationBBetweenBTheBFrequenciesBofBListeningBR&BBMusicBandB StressBLevelBonBTeenage
DinaBMariana NIM:B029114119
This research was a correlation research which aimed to find the relationship between the frequencies of listening R&B music and stress level on teenage. The variables used in this research were the frequencies of listening R&B music (independent variable) and stress level on teenage (dependent variable).
The frequencies of listening R&B music was measured by questionnaire, while stress level on teenage was measured using scale. The coefficient correlation item-total (rix) > 0.20 and the reliability coefficient of scale were 0.888. The hypothesis of the research was analyzed using correlation test Product Moment Pearson. The data was gained from 84 student class 2006, aged 17-20 years old.
The result of this research showed coefficient correlation (rxy) was -0.262 in rate significant 0.008 (p<0.01), meaning to say the hypothesis was accepted or there was negative correlation between the frequencies of listening R&B music and stress level on teenage. In other words, higher the frequencies of listening R&B music, lower stress level on teenage, and vice versa.
Coefficient determination (R2) was 0.069 which was meant that the frequencies of listening R&B music gave contribution as big as 6.9% over stress level declined on teenage.
KATABPGNGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria
yang telah memberikan karunia dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis hendak berterima kasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan dorongan, semangat, dukungan, dan bantuan dalam bentuk
waktu, tenaga, pikiran dan materi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Maka sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. BapakBP. Eddy Suhartanto, S.Psi.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
yang telah membantu dan memberi kesempatan pada penulis untuk
melaksanakan penelitiannya.
2. Ibu Sylvia CMYM., S.Psi.,M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang
telah membantu dan membimbing penulis selama ini baik di dalam
maupun di luar kelas.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi.,Psi.,M.Si. selaku dosen pembimbing
skripsi. Terima kasih atas waktu, tenaga dan sumbangan pikiran yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Ibu MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi yang telah menjadi pembimbing
5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi yang telah menjadi pembimbing akademik
yang senantiasa membantu penulis selama 4 tahun terakhir.
6. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si yang telah membimbing dan membantu
penulis selama 1 semester pada awal penyusunan skripsinya.
7. Pegawai sekretariat Psikogi, Mas Gandung, Mbak Nanik dan Pak Gie yang
dengan sabar membantu dan melayani kebutuhan administrasi penulis.
8. Mas Muji dan Mas Doni selaku pengurus Laboraturium dan Ruang Baca
Psikologi yang dengan sabar membantu dan melayani penulis selama
pratikum psikodiagnostik dan juga peminjaman koleksi buku dan
literature.
9. Kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik dengan
sepenuh hati dan membantu dalam segala hal serta memberikan dukungan,
semangat dan doa. Suatu kebanggaan bagiku memiliki kalian.
10.My sisters, terima kasih atas semangat, doa, bantuan dan kegembiraan
selama ini yang tidak akan berkesudahan. Dari kalian aku belajar banyak
hal dan belajar untuk menjadi orang yang lebih baik dari yang ada. Terima
kasih yaM sudah mau menjadi testee selama praktikumku.
11. Adek Yohanes, Daniel, Iko, Chris dan Bang Rian yang telah bersedia
menjadi testee untuk tugas praktikumku, kalian memang sepupu yang baik.
12. My friends, Sutri yang telah menjadi sahabatku sejak di bangku SMU
hingga kini yang dengan setia membantu dan menemani setiap saat juga
waktu pulang kuliah. Cicil, Winda, Kathy, terimakasih sudah menjadi
makan, kelompok tugas, tempat curhat, diskusi, debat dan saling ejek satu
sama lain. Sungguh seru dan menyenangkan mengenal kalian semua.
13. Teman-teman angkatan 2002, yang cewek maupun cowok yang telah
menjadi teman yang baik bagiku, terima kasih atas pertemanannya,
bantuan, saran, masukan dan konsultasinya selama ini.
14. Subyek penelitian yang telah dengan rela memberikan waktunya untuk
membantu penulis dengan mengisi angket yang diberikan.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang
telah membantu, baik secara materi maupun moril selama ini. Terima kasih
yang sebesar-sesarnya penulis sampaikan kepada semua pihak.
Skripsi ini telah disusun oleh penulis dengan usaha yang maksimal.
Namun demikian penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu penulis menerima segala
bentuk saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat
lebih baik. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca dan semua pihak yang terkait.
DAFTARBISIB
HALAMAN JUDUL
Halaman Persetujuan ... i
Halaman Pengesahan... ii
Halaman Motto ... iii
Halaman Persembahan ... iv
Pernyataan Keaslian Penelitian ... v
Abstrak ... vi
Abstract ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xiv
BABBI.BPGNDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Praktis ... 9
BABBII.BLANDASANBTGORI
A. Stres Pada Remaja ... 10
1. Stres ... 10
a. Definisi Stres ... 10
b. Sumber Stres ... 12
c. Faktor Yang Mempengaruhi Penilaian Stres ... 14
d. Gejala-gejala Stres ... 17
e. Respon Tubuh Terhadap Stres ... 20
f. Cara Menangani Stres ... 22
2. Remaja ... 30
a. Definisi dan Batasan Remaja ... 30
b. Tugas Perkembangan Remaja ... 33
3. Stres Pada Remaja ... 33
B. Musik R&B ... 37
1. Definisi Musik R&B ... 37
2. Karakteristik dan Elemen Umum Musik R&B ... 39
3. Pengaruh Musik R&B ... 42
C. Hubungan Antar Variabel ... 45
D. Hipotesis ... 50
BABBIII.BMGTODGBPGNGLITIAN
A. Jenis Penelitian ... 52
B. Variabel Penelitian ... 52
C. Definisi Operasional Variabel ... 52
1. Frekuensi Mendengarkan Musik R&B ... 52
2. Tingkat Stres ... 53
D. Subyek Penelitian ... 54 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 55
1. Metode Angket ...55
2. Metode Skala ...55
F. Prosedur Penelitian ...56
1. Pembuatan Skala Tingkat Stres Pada Remaja... 56
a. Penyusunan Item Skala ...56
b. Try out / Uji coba skala ...58
c. Pertanggungjawaban Mutu ...58
1). Validitas ...58
2). Analisis Item ...59
3). Reliabilitas ...61
2. Pembuatan Angket Frekuensi ...62
a. Angket Frekuensi Mendengarkan Musik R&B... 62
b. Batasan Mendengarkan Musik R&B ...63
d. Instruksi Pengisian Angket ...65
G. Metode Analisis Data ... 65
BABBIV.BPGLAKSANAANBPGNGLITIAN,BHASILBDANBPGMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 66
B. Hasil Penelitian ... 66
1. Deskripsi Data Penelitian... 66
2. Hasil Uji Asumsi ... 68
a. Uji Normalitas ... 68
b. Uji Linearitas ... 69
3. Hasil Uji Hipotesis ...70
C. Hasil Analisis Tambahan ... 71
1. Kategorisasi Skor Skala ... 71
D. Pembahasan ... 73
BABBV.BKGSIMPULANBDANBSARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
1. Bagi remaja ... 77
2. Bagi pihak yang bergerak dalam bidang kesehatan ... 78
3. Bagi penelitian selanjutnya ... 78
Daftar Pustaka ... 80
DAFTARBTABGL
Tabel 1. Skor Item Skala Stres ... 55
Tabel 2. Blue Print Item Skala Stres... 57
Tabel 3. Distribusi Item Skala Stres... 57
Tabel 4. Distribusi Item Setelah Uji Coba ... 60
Tabel 5. Distribusi Item Skala Stres ... 61
Tabel 6. Data Empiris Frekuensi Mendengarkan Musik R&B ... 66
Tabel 7. Deskripsi Frekuensi Mendengarkan Musik R&B... 67
Tabel 8. Deskripsi Data Tingkat Stres ...68
Tabel 9. Uji Normalitas ... 69
Tabel 10. Uji Linearitas ... 70
Tabel 11. Kriteria Kategorisasi Skor ... 71
Tabel 12. Kategorisasi Skor Skala Stres... 72
BABBI
PGNDAHULUAN
A. LatarBBelakangBMasalah
Masa remaja merupakan suatu periode peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, yaitu dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa (Hurlock, 1990). Masa remaja juga diartikan sebagai masa
peralihan dari masa anak ke masa dewasa, ketika remaja dituntut untuk dapat
berdiri sendiri pada masa tersebut (Gunarsa, 1984).
Pada masa peralihan tersebut terjadi beberapa perubahan dalam diri
remaja. Menurut Hurlock (1990) ada beberapa perubahan yang terjadi pada masa
remaja. Pertama adalah meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua adalah perubahan
tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial atau masyarakat.
Ketiga timbulnya masalah baru akibat dari perubahan pada tubuh, minat dan
peran. Masalah tersebut tampak lebih banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan
masalah yang dihadapi sebelumnya. Keempat berubahnya nilai-nilai akibat dari
perubahan minat dan pola perilaku. Kelima sikap remaja yang ambivalen terhadap
setiap perubahan. Hal tersebut jauh berbeda dengan pendapat Anna Freud
(Gunarsa, 1984) yang memandang perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
remaja lebih cenderung dalam hal motivasi seksual, organisasi ego, hubungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa peralihan tersebut tidaklah
mudah untuk dijalani oleh remaja. Banyak hal yang harus dihadapi oleh remaja
selama masa tersebut sehingga dapat menyebabkan timbulnya rasa cemas, takut
dan juga berbagai masalah. Masalah yang terjadi pada remaja kadangkala
diekspresikan melalui perilaku yang negative seperti tawuran, merokok, minum
minuman keras, dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Perilaku tersebut secara
statistik angkanya semakin banyak jumlahnya dan semakin bertambah setiap
harinya (Hartini, 1999).
Pada dasarnya remaja memiliki kemampuan untuk mengatasi segala
permasalahan yang terjadi pada dirinya. Gordon (Hartini, 1999) memandang
bahwa remaja sebagai individu yang sudah mampu mengambil keputusan sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya.
Remaja merasa bahwa pada masa ini dirinya sudah mampu untuk mandiri
sehingga mampu mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang lain
(Hurlock, 1990). Pada kenyataannya kadangkala masalah yang timbul sering
menjadi masalah yang sulit untuk diatasi dengan baik oleh remaja. Hal ini dapat
disebabkan karena sepanjang masa kanak-kanak, masalah mereka sebagian besar
diselesaikan oleh orang tuanya atau oleh guru mereka sehingga sebagian besar
remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya.
Anna Freud (Hurlock, 1990) berpendapat bila remaja tidak mampu
mengatasi masalah yang dihadapinya menurut cara yang diyakini dan bila
penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi tidak sesuai dengan harapannya,
tragis. Kegagalan yang dialami oleh remaja karena ketidakmampuannya
menyelesaikan masalah sesuai dengan yang diharapkan cenderung menimbulkan
stres dalam diri remaja (Gusniarti, 2002).
Menurut Goodyer (Smet, 1994), remaja sama halnya dengan mereka yang
berada pada masa pertengahan kanak-kanak, dan mereka dihadapkan pada
kejadian atau peristiwa yang terjadi sehari-hari yang menimbulkan stress.
Tanumidjojo, Basoeki & Yudiarso (2004) mengemukakan bahwa remaja memiliki
potensi untuk mengalami stres. Menurut mereka masa remaja merupakan suatu
masa penting dalam rentang kehidupan seseorang dan saai itu terjadi berbagai
perubahan dan masalah serta pencarian identitas yang berpengaruh dalam pola
stres dan coping yang akan dilakukannya. Pada penelitian Tanumidjojo, dkk
(2004), ditemukan bahwa secara keseluruhan tingkat stres yang dialami oleh
remaja lebih tinggi pada stres psikologis dan perilaku dibandingkan stres fisiknya.
Penelitian Gusniarti (2002) menunjukkan bahwa remaja memiliki
kecenderungan mengalami stres. Menurutnya semakin remaja mempersepsikan
tuntutan dan harapan sebagai ancaman dan beban maka semakin tinggi stres yang
cenderung dirasakan oleh remaja. Selain itu stres yang dialami oleh remaja dapat
merupakan suatu hasil persepsi yang subyektif dari ketidaksesuaian antara
tuntutan dan harapan dengan kemampuan yang dimiliki oleh remaja.
Pada dasarnya stres merupakan suatu respon yang terjadi ketika individu
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sarafino (Smet, 1994) ketika
interaksi antara individu dengan lingkungannya menimbulkan suatu kesenjangan
timbul dalam diri individu. Hal tersebut serupa dengan Handoyo (2001), yang
berpendapat bahwa stres terjadi bila dalam interaksi individu dengan
lingkungannya terdapat tuntutan yang lebih besar daripada sumber yang
dimilikinya. Stress dapat pula timbul ketika individu memberikan respon terhadap
peristiwa atau kejadian yang terjadi di lingkungannya yang dianggap mengganggu
atau mengancam dirinya (Santrock, 2003).
Stres yang muncul dalam diri individu tentu saja mengakibatkan gangguan
dan perubahan dalam diri individu. Hal tersebut akan tampak pada gejala-gejala
yang timbul pada aspek fisiologis, emosi, kognisi dan juga perilaku yang
cenderung bersifat negatif (Hardjana, 1994). Agar remaja mampu bertahan dan
mengatasi stres dan gangguan atau perubahan yang dihadapinya, remaja
membutuhkan suatu ketahanan pada dirinya. Garmezy (Santrock, 2003)
menyimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seringkali muncul membantu remaja agar
dapat memiliki ketahanan terhadap stres, yaitu: 1.) Keterampilan kognitif
(perhatian, pemikiran reflektif) dan respon positif terhadap orang lain, 2.)
Keluarga yang ditandai dengan adanya kehangatan, keterikatan satu sama lain, 3.)
Ketersediaan sumber dukungan eksternal.
Di samping memiliki ketahanan dalam dirinya, remaja dapat pula
menggunakan cara lain untuk mengatasi stress yang dialaminya. Solusi yang dapat
diberikan pada remaja yang mengalami stres adalah dengan membiasakan mereka
untuk bereaksi secara sehat yaitu dengan melepaskan emosi dan mengurangi
ketegangan dalam dirinya, misalnya dengan cara menangis, berteriak, atau
istirahat atau waktu senggangnya, seperti melakukan suatu hobi atau kegiatan
kreatif di bidang seni dapat pula membantu mengurangi stres yang dialami remaja
(Hardjana, 1994).
Sebagian besar remaja menghabiskan waktu senggangnya dengan
mendengarkan musik dari radio atau rekaman kaset (Soekanto, 1989), rekaman
CD musik kesukaannya juga menonton video musik di televisi (Santrock, 2003).
Menurut Soekanto (1989), mendengarkan musik merupakan suatu kegiatan yang
tidak mengeluarkan energi tetapi menghasilkan kenikmatan yang relatif maksimal
sehingga cenderung disukai oleh remaja karena tidak menuntut dan menghabiskan
tenaga. Pada saat mendengarkan musik, remaja dibantu untuk mengistirahatkan
pikirannya dan juga fisiknya untuk beberapa saat.
Musik merupakan salah satu bentuk suara yang sudah akrab dengan
manusia dan memiliki pengaruh yang positif maupun negatif terhadap diri
manusia (Natalia, 1998). Pendengar setia musik rock akan cenderung brutal, dan
pendengar musik klasik akan cenderung tenang (Utomo & Natalia, 1999). Musik
juga mampu membuat seseorang terharu, gembira, takut, gelisah, tenang bahkan
geli. Menurut Hart (Utomo & Natalia, 1999), musik tertentu dapat digunakan
untuk meredam stres atau depresi dan ketika individu menikmati suatu musik
maka emosinya menjadi cenderung naik dan menjadi lebih sensitif.
Menurut Christenson & Roberts (Santrock, 2003), musik memenuhi
beberapa kebutuhan pribadi dan sosial remaja terutama dalam kebutuhan pribadi
yang penting bagi remaja yaitu pengendalian perasaan dan pengisian keheningan.
dan perasaan remaja (Santrock, 2003). Pada saat remaja tertekan atau mengalami
frustrasi maka remaja akan cenderung lebih menyukai musik dengan lirik yang
bertemakan kekecewaan dalam hidup dan sebaliknya ketika remaja tidak merasa
tertekan atau rasa tertekan tersebut sudah mulai teratasi maka remaja cenderung
menyukai musik dengan lirik yang menggambarkan kehidupan yang penuh
optimis (Soekanto, 1989).
Pada saat ini musik R&B (Rhythm & Blues), yaitu jenis musik yang
memadukan musik jazz dan blues dengan irama yang kuat (Wehmeir, 2003),
merupakan salah satu jenis musik yang cukup digemari oleh masyarakat terutama
remaja. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey (www.voice.com) yang
menunjukkan bahwa musik R&B/Rap/Hip-hop memperoleh persentase 14% yang
cenderung lebih besar daripada musik pop yang memperoleh persentase 11% dan
dangdut dengan persentase 3%. Selain itu cara berpenampilan ABG (Anak Baru
Gede) pada saat ini cenderung meniru gaya atau penampilan serta perilaku
penyanyi R&B yang sebagian besar masih berusia remaja terutama penyanyi yang
menjadi idolanya sebagai panutan bagi remaja yang masih mencari identitas diri
(Lutvia, 2002). Oleh karena itu musik dapat memenuhi kebutuhan remaja untuk
mengidentifikasikan dirinya dengan seseorang yang dianggap sebagai idola
dengan melakukan modeling terhadap idolanya (Soekanto, 1989).
Musik R&B pada perkembangannya sekarang ini merupakan musik yang
memadukan musik pop, jazz, funk, soul hingga hip-hop dengan irama serta bit
yang kuat dan cenderung diulang (www.spider.georgetowncollege.edu). Pada
musik tersebut memiliki dampak terhadap diri individu. Penelitian Sarosa (2002)
menunjukkan bahwa musik pop dapat meningkatkan kemampuan kognitif serta
kemampuan untuk berkonsentrasi. Musik lembut seperti jazz, soul atau blues
mampu membuat pendengarnya lebih stabil dan tenang (Natalia, 1998), serta
mampu menurunkan kecemasan (Dwita & Natalia, 2002).
Penelitian Cremin (Utomo & Natalia, 1999) menunjukkan bahwa individu
yang mendengarkan musik pop atau jazz cenderung menjadi akrab, ramah dan
reaktif meski belum kenal sama sekali. Tempo atau beat yang kuat pada suatu
jenis musik (funk atau hip-hop) mampu membuat pendengarnya lebih
bersemangat (Gunawan, 2003). Menurut Halim (Dwita, Natalia & Soewono,
2002), variasi tinggi nada, pola ritme, tempo dan volume suara dapat
mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan kelenjar-kelenjar
tertentu. Musik R&B memiliki variasi timbre, tempo, irama serta aransemen
vokal sehingga dapat dikatakan pula bahwa musik R&B memiliki dampak
terhadap denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan kelenjar-kelenjar tertentu
yang mengalami perubahan pada saat terjadi stres dalam diri individu (Santrock,
2003). Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa musik R&B
memiliki unsur-unsur jenis musik yang memiliki dampak terhadap aspek kognisi,
aspek emosi, aspek fisik maupun aspek perilaku pendengarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa musik
R&B pada saat ini cukup digemari oleh remaja baik dari segi musik maupun
liriknya. Musik R&B yang memadukan jenis musik pop, jazz, funk, soul hingga
terhadap aspek fisiologis, emosi, kognisi dan perilaku pendengarnya. Di sisi lain
stres yang dialami oleh remaja menyebabkan dampak negatif pada aspek
fisiologis, emosi, kognisi dan perilaku. Hal tersebut membuat peneliti tertarik
untuk melihat bagaimanakah hubungan antara musik R&B dengan stres yang
cenderung dialami oleh remaja pada masa peralihan yang sedang dihadapinya.
Berbicara tentang musik maka tidak akan lepas dengan frekuensi individu
tersebut dalam mendengarkan musik. Frekuensi adalah seberapa sering atau
kekerapan individu mendengarkan suatu musik dalam kurun waktu tertentu.
Frekuensi individu dalam mendengarkan musik tentunya juga memiliki peran
tertentu dalam keseharian individu. Misalnya penelitian Hart (Utomo & Natalia,
1999) menunjukkan bahwa subyek yang sering mendengarkan musik rock
cenderung agresif dan subyek yang mendengarkan musik klasik cenderung lebih
kalem. Maka pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui dan melihat apakah
frekuensi seorang remaja dalam mendengarkan musik R&B memiliki hubungan
dengan tingkat stres yang dialami remaja.
B. RumusanBMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian adalah:
“Apakah ada hubungan negative antara frekuensi mendengarkan musik R&B
C. TujuanBPenelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara ilmiah
apakah terdapat hubungan yang bersifat negative antara frekuensi mendengarkan
musik R&B dengan tingkat stres pada remaja.
D. ManfaatBPenelitian
1. ManfaatBPraktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada pembaca terutama remaja tentang musik R&B dan hubungannya
dengan stres yang dialami masyarakat pada umumnya dan remaja pada
khususnya.
Memberikan informasi pada remaja tentang stress yang cenderung
dialami dan beberapa cara pengatasan yang dapat dilakukan dengan musik
terutama musik R&B.
2. ManfaatBTeoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah menambah
kepustakaan dalam bidang psikologi khususnya dalam melihat
permasalahan yang berhubungan dengan musik dan tingkat stres pada
BABBII
LANDASANBTGORI
A. STRGSBPADABRGMAJA
1. STRGS
a. DefinisiBStres
Kata stres dapat diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu. Sebagian
individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan, tuntutan atau respon
emosional individu terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. Menurut
Budiman (1999), stres adalah tantangan yang terjadi setiap harinya dengan kadar
dan intensitas yang berbeda-beda antara individu satu dengan individu lainnya.
Pramadi & Lasmono (2003), mengatakan stres sebagai suatu proses yang meliputi
stressor dan strain dengan melibatkan dimensi hubungan antara individu dengan
lingkungan. Sedangkan Lazarus dan Launier (Tanumidjojo, Basoeki & Yudiarso,
2004), mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari proses penilaian individu,
yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi
tuntutan dari lingkungan.
Sarafino (Smet, 1994), mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang
disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungannya yang
menimbulkan kesenjangan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan
Seseorang cenderung mengalami stres apabila dirinya kurang mampu
mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada
dalam diri maupun di luar dirinya. Hal tersebut dapat pula disebabkan oleh
ketidaktahuan individu akan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam dirinya
(Anoraga, 1992). Stres dapat terjadi bila transaksi antara individu dengan
peristiwa, situasi atau hal tertentu yang dianggap mendatangkan stres dapat
membuat individu tersebut melihat adanya ketidaksepadanan, baik secara nyata
atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dengan sistem sumber daya biologis,
psikologis dan sosial yang ada pada dirinya (Hardjana, 1994).
Menurut Santrock (2003), stres adalah respon individu terhadap keadaan
atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Pada saat individu
menderita stres karena mengalami situasi di mana individu tersebut berhadapan
dengan tuntutan dari lingkungannya, maka individu cenderung diharuskan atau
terpaksa untuk berubah dalam suatu hal atau cara tertentu untuk menangani stres
yang dideritanya (Darley, Glucksberg & Kinchla, 1991).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah
suatu respon individu sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya terhadap kondisi, hal atau kejadian yang mengancam, menekan
atau mengganggu individu, di mana dalam interaksi itu sendiri terjadi kesenjangan
antara tuntutan dari lingkungan dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan pada fisiologis, psikologis (emosi dan kognisi)
b. SumberBStresB(Stressor)
Stressor merupakan peristiwa atau keadaan yang dipersepsikan sebagai
ancaman atau bahaya yang akan menghasilkan perasaan tegang. Termasuk dalam
pendekatan ini adalah tekanan dan perasaan tegang yang bersumber dari peristiwa
bencana alam, peristiwa besar dalam hidup seperti kehilangan orang yang dicintai
atau pekerjaan dan keadaan seperti hidup dalam kepadatan atau situasi yang bising
(Gusniarti, 2002).
Hardjana (1994) mengatakan bahwa stressor adalah hal, kejadian,
peristiwa, orang, keadaan dan lingkungan yang dirasa mengancam atau
merugikan. Hal yang dapat menjadi stressor antara lain bencana alam (gempa
bumi, tornado, tsunami), peristiwa hidup yang berhubungan dengan diri sendiri,
misalnya menghadapi ujian, mencari dan diterima kerja, bertemu calon pasangan
hidup, membangun hidup berkeluarga atau menderita sakit. Selain itu peristiwa
hidup yang berhubungan dengan orang lain seperti ditinggal orang yang dikasihi,
meninggalnya anggota keluarga dekat, lingkungan tempat tinggal yang kumuh,
gaduh atau sesak serta lingkungan kerja yang berat atau harus menghadapi sanak
saudara yang sakit kronis dapat pula menjadi stressor.
Sarafino (Smet, 1994), mengemukakan beberapa hal yang dapat menjadi
stressor pada diri seseorang, yaitu:
1). Stressor di dalam diri seseorang.
Salah satunya adalah melalui kesakitan. Tingkatan stres yang muncul
tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu. Stres juga dapat
yang melawan bila seseorang mengalami konflik. Konflik dikatakan sebagai
stressor yang paling utama. Menurut Kurt Lewin ada tiga jenis konflik, yaitu:
a.) Konflik pendekatan-pendekatan yaitu situasi ketika individu berhadapan
dengan dua pilihan yang sama-sama diinginkan, b.) Konflik
penghindaran-penghindaran yaitu situasi ketika individu berhadapan dengan dua pilihan
yang sama-sama tidak diinginkan, dan c.) Konflik pendekatan-penghindaran
yaitu situasi ketika individu berhadapan dengan pilihan antara yang diinginkan
dan tidak diinginkan.
2). Stressor di dalam keluarga.
Stres bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga seperti
perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh atau
tujuan-tujuan yang saling berbeda.
3). Stressor di dalam komunitas dan lingkungan.
Ada beberapa stressor di dalam lingkungan individu, misalnya:
pengalaman stres anak-anak di sekolah karena kejadian kompetitif, stres yang
dialami orang tua karena pekerjaannya, tanggung jawab terhadap keluarganya,
dsb. Stres yang berasal dari lingkungan adalah kebisingan, suhu yang terlalu
panas, kesesakan dan angin badai (tornado, tsunami), migrasi, sekolah, dsb.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa stressor
pada individu antara lain:
1). Stressor dari dalam diri individu (internal), yaitu penyakit yang diderita
serta keadaan rasa sakit yang dialami dan umur individu tersebut. Stres
motivasional yang melawan bila individu mengalami konflik yang
merupakan stressor paling utama dalam diri individu dan penilaian
individu terhadap setiap peristiwa atau kondisi tertentu yang dapat
mendatangkan stres.
2). Stressor dari luar diri individu (eksternal), yaitu masalah dalam keluarga
(perselisihan dalam masalah keuangan, bertambahnya anggota keluarga,
kematian salah satu anggota keluarga), masalah pekerjaan atau studi,
ditinggal oleh orang yang disayangi, lingkungan tempat tinggal yang
kumuh, bising, sesak, udara atau suhu yang panas, bencana alam seperti
gempa bumi, angin badai (tornado, tsunami) dan migrasi merupakan
beberapa hal yang dapat menyebabkan stres pada diri individu.
c. FaktorBYangBMempengaruhiBPenilaianBStres
Kondisi stres yang dialami oleh individu tergantung pada hasil dari
penilaian yang dibuat oleh individu dalam transaksinya dengan lingkungan. Ketika
individu memutuskan ada kecocokan antara tuntutan-tuntutan dengan sumber daya
maka individu cenderung mengalami sedikit stres atau bahkan tidak mengalami
stres sama sekali, tetapi ketika penilaiannya menunjukkan kesenjangan khususnya
bila menilai tuntutan lebih besar daripada sumber daya maka individu akan merasa
sangat stres (Gusniarti, 2002).
Menurut Hardjana (1994), penilaian individu tentang hal, peristiwa, orang
1). Faktor Pribadi, yaitu meliputi unsur intelektual, motivasi dan kepribadian.
Unsur intelektual berkaitan dengan sistem berpikir individu. Semakin individu
tersebut berpikiran negatif, pesimis dan berkeyakinan irasional maka semakin
mudah individu tersebut mengalami stres. Pada unsur motivasi, semakin
peristiwa yang dapat mendatangkan stres tersebut mengancam cita-cita
hidupnya maka semakin rentan individu tersebut mengalami stres. Unsur
kepribadian, lebih berhubungan dengan harga diri. Individu yang memiliki
harga diri rendah dapat lebih mudah mengalami stres karena mereka
cenderung mudah merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi stres
yang datang padanya.
2). Faktor Situasi, yaitu meliputi beberapa hal berikut ini:
a). Situasi yang mengandung tuntutan (demand) yang berat dan mendesak.
Semakin kuat tuntutan dan ancaman yang ditimbulkan oleh peristiwa
tersebut maka semakin berat stres yang dialami.
b). Situasi yang berhubungan dengan perubahan hidup (changeability)
mampu membuat seseorang tertekan dan menimbulkan stres. Misalnya:
mulai kuliah, pekerjaan baru, pindah ke lingkungan baru, jauh dari orang
tua, menikah, menjadi orang tua, pension, kematian pasangan, dsb.
c). Situasi yang tidak jelas (ambiguity). Dampak stres yang muncul
tergantung pada tipe ambiguitas yang muncul. Ambiguitas peran terjadi
ketika seseorang tidak jelas atau rancu dan hal tersebut dapat menaikkan
tingkat stres karena individu tersebut berada dalam ketidakpastian tentang
d). Tingkat diinginkannya (desirability) satu hal. Hal yang diinginkan
individu kurang mendatangkan stres daripada hal yang tidak diinginkan.
e). Kemampuan individu dalam mengendalikan (controllability) situasi, yang
mengandung arti apakah individu mempunyai kemampuan untuk
mengubah atau mengakhiri sumber stres. Individu yang mampu
mengendalikan situasi jarang terkena stres dibandingkan individu yang
kurang mampu mengendalikan situasi.
Berdasarkan uraian di atas maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa
penilaian individu terhadap hal, keadaan ataupun peristiwa yang menimbulkan
stres dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
1). Faktor Internal, yaitu meliputi intelektual, motivasi dan kepribadian.
Intelektual yaitu cara pandang dan berpikir individu. Motivasi yaitu
berhubungan dengan terancam atau tidaknya cita-cita hidup individu oleh
dampak stres yang dialaminya. Kepribadian lebih berhubungan dengan
penilaian individu terhadap dirinya atau tingkat harga diri individu.
2). Faktor Eksternal, yaitu berhubungan dengan beberapa situasi di sekitar
individu, antara lain situasi yang mengandung tuntutan (demand), situasi yang
berhubungan dengan perubahan hidup (changeability), situasi yang tidak jelas
(ambiguity), situasi yang diinginkan atau tidak (desirability) dan kemampuan
d. Gejala-gejalaBStres
Munculnya stres dalam diri manusia akan memberikan akibat pada diri
individu tersebut. Cox (Handoyo, 2001) membagi empat jenis konsekuensi yang
dapat ditimbulkan stres yang tampak dalam gejala sebagai berikut:
1). Gejala psikologis, yaitu berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan,
depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran dan harga diri yang
rendah.
2). Gejala perilaku, yaitu berupa peningkatan konsumsi alkohol dan rokok, tidak
nafsu makan atau bahkan makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan,
menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat pada pola diet dan
timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan
intensitas kecelakaan baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan.
3). Gejala kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya
konsentrasi dan peka terhadap ancaman.
4). Gejala fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang
berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya atau memicu munculnya
penyakit tertentu.
Anoraga (1992) menyatakan bahwa stres yang tidak teratasi menimbulkan
gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial yang intensitasnya dapat berbeda pada
setiap individu, bisa ringan, sedang atau berat.
1). Gejala badan: sakit kepala, sakit maag, mudah terkejut, banyak mengeluarkan
keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku pada leher belakang
dikerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual,
muntah, gejala kulit, gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang dan
pingsan.
2). Gejala emosional: pelupa, sukar mengambil keputusan, sukar konsentrasi,
cemas, was-was, khawatir, mimpi buruk, mudah marah atau jengkel, mudah
menangis, adanya pikiran untuk bunuh diri, gelisah dan pandangan putus asa.
3). Gejala sosial: makin banyak merokok, minum atau makan, sering mengontrol
pintu dan jendela, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar dan
kecenderungan untuk membunuh.
Pengukuran tingkat stres remaja pada penelitian ini didasarkan pada
gejala-gejala stres menurut teori Hardjana (1994), yaitu:
1). Gejala fisikal, yaitu: sakit kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur, insomnia,
sakit punggung terutama di bagian bawah, diare dan radang usus besar, sulit
buang air besar, gatal-gatal pada kulit, urat tegang terutama pada leher dan
bahu, terganggunya pencernaan, bisulan, tekanan darah tinggi, serangan
jantung, keringat berlebih, selera makan berubah, mudah lelah atau kehilangan
energi serta bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam
kerja dan hidup.
2). Gejala emosional, yaitu: gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah menangis,
mudah berubah suasana hatinya (mood), mudah marah, gugup, merasa tidak
aman serta menurunnya harga diri, terlalu peka dan mudah tersinggung,
mudah menyerang orang dan bermusuhan, emosi mengering atau kehabisan
3). Gejala intelektual, yaitu: susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan,
mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan,
pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat,
produktivitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja rendah, meningkatnya
jumlah kekeliruan yang dibuat dalam pekerjaan.
4). Gejala interpersonal, yaitu: kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah
menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya,
suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan
kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri dan
mendiamkan orang lain.
Berdasarkan beberapa teori yang dijelaskan di atas, maka dapat
disimpulkan gejala-gejala stres sebagai berikut:
1). Gejala fisiologis, yaitu gangguan kesehatan berupa kambuhnya penyakit lama
atau timbulnya penyakit baru; sakit kepala; gangguan pencernaan seperti diare,
radang usus besar, sulit buang air besar, sakit maag, mual dan muntah;
keringat yang berlebih; rasa kaku pada leher belakang sampai punggung dan
bahu; rasa panas dan nyeri pada dada; rasa tersumbat pada kerongkongan;
perubahan selera makan; gangguan psikoseksual; gangguan menstruasi dan
keputihan; gangguan tidur; gatal-gatal pada kulit; mudah merasa lelah dan
letih; kejang-kejang dan pingsan serta serangan jantung.
2). Gejala kognitif, yaitu sulit untuk mengambil keputusan dan berkonsentrasi,
daya ingat menurun dan mudah lupa, peka terhadap ancaman dan mudah
satu hal saja, hilangnya rasa humor, menurunnya produktivitas dan mutu kerja
serta meningkatnya jumlah kekeliruan yang dibuat dalam suatu pekerjaan.
3). Gejala emosional, yaitu: rasa gelisah, cemas, sedih, depresi, hilang kesabaran
dan mudah marah atau jengkel, merasa harga diri rendah, terlalu khawatir,
mudah menangis, mudah berubah suasana hatinya, merasa tidak aman, gugup,
terlalu peka dan mudah tersinggung serta mudah terkejut.
4). Gejala perilaku, yaitu: agresi, rasa bosan, kekecewaan, peningkatan konsumsi
alkohol, rokok dan obat-obatan, turunnya semangat untuk berolahraga yang
berakibat pada pola diet yang tidak sehat dan timbulnya beberapa penyakit,
pandangan putus asa, pikiran untuk bunuh diri, mudah bertengkar dan
menyerang orang lain serta bermusuhan, meningkatnya intensitas kecelakaan,
kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan dan mencari
kesalahan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya,
menarik diri dari pergaulan sosial atau terlalu membentengi dan
mempertahankan diri serta mendiamkan orang lain.
e. ResponBTubuhBTerhadapBStres
Selye (Santrock, 2003) menyatakan bahwa stres merupakan kerusakan
yang dialami oleh tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya.
Menurut pengamatan yang dilakukannya berapapun kejadian dari lingkungan atau
stimulus yang ada akan menghasilkan respon stres yang sama pada tubuh. Tanpa
atau serupa. Pada saat mengalami stres, tubuh akan menanggapinya melalui
beberapa tahap yaitu:
1). Tahap peringatan (alarm), yaitu tahap ketika individu memasuki kondisi
shock yang bersifat sementara dan pertahanan tubuh terhadap stres berada
di bawah normal. Individu akan berusaha mengenali keberadaan stres dan
mencoba menghilangkannya sehingga mengakibatkan kondisi otot tubuh
menjadi lemah, menurunnya suhu tubuh dan tekanan darah. Setelah
kondisi shock, kemudian individu akan memasuki kondisi countershock,
yang menyebabkan pertahanan tubuh terhadap stres dan pengeluaran
hormon stres meningkat.
2). Tahap perlawanan (resistance), yaitu tahap ketika pertahanan tubuh
terhadap stres menjadi semakin intensif dan tubuh akan melakukan segala
upaya untuk melawan stres. Tubuh individu akan dipenuhi oleh hormon
stres dan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh serta pernafasan
menjadi meningkat.
3). Tahap kelelahan (exhausted), yaitu tahap ketika individu akan mengalami
kelelahan karena gagalnya segala upaya yang telah dilakukannya untuk
melawan stres. Individu akan mengalami kerusakan tubuh dan menjadi
rentan terhadap penyakit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tubuh akan memberikan respon terhadap
stres melalui tiga tahap. Pertama adalah tahap peringatan yaitu tahap ketika
kondisi tubuh berada di bawah normal dan tubuh berusaha mengenali dan
tahap perlawanan, individu akan berusaha melawan stres dengan segala upaya dan
kondisi tubuh mengalami peningkatan hormon stres serta meningkatnya tekanan
darah, detak jantung, suhu tubuh dan pernafasan. Pada akhirnya individu akan
memasuki tahap ketiga yaitu tahap kelelahan, dan tubuh mengalami kerusakan
serta rentan terhadap penyakit.
f. CaraBMenanganiBStres
Lazarus (Santrock, 2003) menyatakan bahwa penanganan stres (coping)
terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1). Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping), yaitu suatu
strategi kognitif untuk penanganan stres yang digunakan oleh individu dengan
menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya. Sebagai contoh, bila
seorang mahasiswa mengalami masalah dengan salah satu mata kuliah, maka
ia akan bertanya pada dosen yang bersangkutan, teman atau berusaha mencari
sumber buku di perpustakaan.
2). Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping), yaitu strategi
penanganan stres di mana individu memberikan respon terhadap situasi stres
dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
Sebagai contoh adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri seperti
penyangkalan (denial). Misalnya pada saat seseorang menghadapi kematian
orang yang disayanginya atau penyakit, maka ia akan cenderung menyangkal
Menurut Hardjana (1994), stres dapat dikelola dengan tujuan untuk
mengurangi atau meniadakan dampak stres yaitu dengan pendekatan
farmakologis, behavioral, kognitif, meditasi dan hipnosis. McQuade (1987),
berpendapat bahwa untuk menangani stres dapat dilakukan dengan merubah
respon individu terhadap stres tersebut dan hal tersebut dapat dilakukan dengan
obat-obatan, meditasi, hipnotis, umpan balik biologis dan psikoterapi. Berdasarkan
pendapat kedua tokoh tersebut maka dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa
penanganan stres dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut:
1). Pendekatan Farmakologis atau Biomedis.
Pendekatan ini dilakukan oleh dokter yang ahli dalam psikiatri. Metode ini
memanfaatkan obat-obat penenang. Penggunaan obat penenang ini fungsinya
hanya bersifat sementara, misalnya pada saat seseorang mengalami stres berat
karena ditinggal mati oleh orang yang amat dicintainya (Hardjana, 1994).
Obat-obat penenang tersebut dapat mengurangi kecemasan dalam jangka pendek tetapi
tidak secara langsung membantu individu untuk memecahkan masalah ataupun
mengatasi stresnya (Nevid, 2005).
2). Meditasi.
Metode ini merupakan cara untuk mempengaruhi gejolak mental karena
stres dengan cara menyempitkan perhatian atau kesadaran individu dengan
memfokuskan pada suatu stimulus yang berulang-ulang dengan tujuan untuk
3). Hipnosis
Hipnosis merupakan perubahan kesadaran yang dihasilkan lewat teknik
sugesti tertentu dan dalam keadaan tersebut orang dapat dibantu mengubah
pemahaman, ingatan dan perilakunya (Hardjana, 1994).
4). Umpan Balik Biologis (Biofeedback)
Umpan balik biologis (biofeedback) adalah metode yang menggunakan
alat mesin untuk memantau perubahan yang terjadi pada proses fisiologis atau
otak dan menampilkannya dalam bentuk audio maupun visual (Niven, 2002).
5). Psikoterapi
Menurut Corsini (Gunarsa, 1992) psikoterapi merupakan proses formal
dari interaksi antara dua pihak dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan yang
tidak menyenangkan (distress) yang diakibatkan oleh malafungsi pada salah satu
fungsi yaitu fungsi kognitif, afektif atau perilaku. Ada beberapa metode yang
dapat digunakan dalam psikoterapi, yaitu:
a). Terapi Kognitif (Cognitive Therapy).
Pendekatan ini membantu individu untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki keyakinan-keyakinan maladaptif, jenis berpikir otomatis dan sikap
self-defeating yang menghasilkan dan menambah masalah emosional (Nevid,
2005). Metode ini membantu orang untuk mengatur kembali pola berpikirnya
(cognitive restructuring), yaitu dengan mengganti pikiran atau kepercayaan yang
mengundang stres dengan pikiran dan kepercayaan yang tidak mengundang stres
atau dengan mengurangi penilaiannya terhadap hal yang mendatangkan stres
b). Terapi Behavioral (Behavioral Therapy)
Pendekatan ini merupakan aplikasi sistematis dari prinsip-prinsip belajar
untuk menangani gangguan psikologis (Nevid, 2005). Ada beberapa metode yang
dapat digunakan. Peniruan (modeling), yaitu dengan cara mengamati (observation)
dan bergaul (socialization) dengan orang yang mengalami stres sehingga individu
dapat tahu apa dan bagaimana menangani stres dari orang lain (Hardjana, 1994).
Desensitisasi sistematis yaitu metode yang berguna untuk mengurangi ketakutan
dan kecemasan. Metode ini biasanya digabungkan dengan relaksasi yaitu suatu
bentuk penenangan diri dengan cara memusatkan perhatian pada suatu kelompok
otot tertentu dengan menegangkan dan mengendurkannya (Hardjana, 1994).
Teknik ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat secara fisik maupun
psikis pada diri individu (Gunarsa, 1992).
c). Terapi Musik (Music Therapy)
Pendekatan ini menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki,
memelihara, mengembangkan mental, fisik dan kesehatan emosi. Terapi musik
digunakan untuk memperbaiki kesehatan fisik, interaksi sosial yang positif,
mengembangkan hubungan interpersonal, ekspresi emosi secara alamiah dan
meningkatkan kesadaran diri. Musik dapat digunakan sebagai audioanalgesik
(penenang) atau sebaliknya untuk menimbulkan pengaruh biomedis yang positif.
Contohnya penderita penyakit kronis diajarkan menggunakan musik untuk
menurunkan gejala fisiologis dan kadar stres, mengalihkan perhatian dari rasa
terhadap rasa sakit. Musik dikatakan mampu untuk mengurangi kecemasan dan
stres serta merubah kondisi suasana hati dan emosi yang negatif (Djohan, 2005).
Menurut Gunawan (2003), ada beberapa efek yang ditimbulkan oleh musik
dalam diri manusia, antara lain adalah:
1). Musik meningkatkan energi otot.
2). Musik meningkatkan energi sel tubuh.
3). Musik meningkatkan metabolisme tubuh.
4). Musik meningkatkan kecepatan penyembuhan dan pemulihan pasien operasi.
5). Musik meningkatkan kondisi emosi ke arah yang lebih baik.
6). Musik mempengaruhi detak jantung.
7). Musik mengurangi stres dan rasa sakit.
8). Musik mengurangi rasa lelah dan mengantuk.
9). Musik merangsang kreativitas, kepekaan dan kemampuan berpikir.
University of California Press, berpendapat bahwa terapi dengan
menggunakan musik merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi stres yang dialami oleh 50% hingga 80% pasien yang datang untuk
meminta pengobatan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres.
Kemampuan yang dimiliki oleh musik dalam mempengaruhi psikologis dan
proses fisiologis, membuat musik menjadi suatu alternatif yang penting dalam
manajemen stres. Alasan utamanya adalah karena musik dapat menjadi sebuah
bentuk relaksasi dan berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, ditunjukkan
bahwa musik dapat berfungsi untuk mengurangi suhu tubuh, detak jantung dan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga
ditemukan bahwa terapi musik mempunyai beberapa fungsi yang berhubungan
dengan stres sebagai berikut (Johnson, 2002):
1). Musik memberi stimulus untuk relaksasi.
2). Musik memberi penguatan stimulus untuk relaksasi.
3). Musik meningkatkan kesadaran pada respon tubuh terhadap stres dan
meningkatkan proses fisiologis pada relaksasi.
4). Musik memfasilitasi identifikasi dan pengekspresian perasaan yang
berhubungan dengan stres.
5). Musik menyediakan alternatif mekanisme coping untuk menghadapi stres
secara sukses.
Oleh karena itu musik merupakan suatu media yang dapat digunakan untuk
mengurangi stres yang dialami oleh individu (Djohan, 2005).
Musik dipercaya memiliki efek penyembuhan bagi tubuh manusia. Ketika
individu mendengarkan musik maka denyut nadi, kecepatan pernafasan, tahanan
listrik pada kulit dan pembuluh darah pendengarnya mengalami perubahan. Musik
juga mampu menurunkan tekanan darah, detak jantung, metabolisme dasar dan
pernafasan sehingga mampu mengurangi tekanan terhadap respon fisiologis,
ketegangan otot, ACTH (hormon stres) dan mengurangi rasa mual (Djohan, 2005).
Musik dapat memberikan perasaan tenang, mengurangi rasa takut dan
cemas. Sloboda (Djohan, 2005) berpendapat bahwa musik dapat meningkatkan
intensitas emosi dan akan lebih akurat bila ‘emosi musik’ tersebut dijelaskan
mendengar musik tersebut. Musik dapat pula meningkatkan perasaan, khususnya
secara langsung dan cepat menimbulkan rasa senang (Meyer, dalam Djohan
2005).
Gardner (Djohan, 2005) menyatakan bahwa musik memiliki hubungan
kausal dengan aspek intelegensi. Musik dapat membantu individu untuk
mengorganisir cara berfikir dan bekerja sehingga membantu mereka untuk
berkembang dalam hal matematika, bahasa dan kemampuan spatial. Djohan
(2005) berpendapat bahwa mendengarkan musik dapat meningkatkan konsentrasi
dan ketrampilan, menyediakan stimuli dalam proses belajar dan mengajar,
mempersiapkan individu untuk memecahkan masalah dengan cara yang menarik
dan orisinil.
Menurut Blacking (Djohan, 2005), musik merupakan perilaku sosial yang
kompleks dan universal karena masyarakat memiliki musik tersebut dan setiap
anggota masyarakatnya adalah musikalitas (perilaku musik). Musik dapat
membantu menghadirkan rasa aman, lingkungan yang mendukung dan mampu
mengurangi stres dengan memberikan identitas kepada pendengarnya sekaligus
sebagai media untuk mengekspresikan diri. Musik juga mampu meningkatkan rasa
percaya diri dengan lingkungan yang tepat, menyediakan lingkungan di mana
individu dapat bekerja dengan baik, menghadirkan rasa aman, lingkungan yang
mendukung dan meningkatkan rasa harga diri (Djohan, 2005).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan serta uraian yang
dijelaskan mengenai terapi musik maka dapat dilihat bahwa musik dapat
kognisi dan perilaku. Djohan (2005) mengatakan bahwa terapi musik dapat
dilakukan dengan beberapa metode seperti bernyanyi, bermain alat musik, gerakan
ritmis dan mendengarkan musik. Berger (Djohan 2005) berpendapat bahwa untuk
dapat memperoleh manfaat secara maksimal maka musik harus diprogram dan
dimasukkan dalam jadwal kegiatan harian individu sehingga semakin banyak
manfaat yang diperoleh.
Berdasarkan uraian mengenai penangan stres yang dijelaskan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa stres dapat diatasi dengan beberapa cara, yaitu:
1). Melakukan coping. Ada dua cara, pertama problem-focused coping yaitu
dengan menghadapi secara langsung masalah dan menyelesaikannya. Kedua
adalah emotion-focused coping yaitu memberi respon terhadap stres secara
emosional.
2). Pendekatan farmakologis atau biomedis, yaitu mengurangi tingkat stres
dengan memanfaatkan obat penenang yang fungsinya hanya bersifat
sementara.
3). Meditasi dan hipnosis, yaitu metode yang digunakan untuk mengurangi
gejolak mental karena stres dengan cara memusatkan perhatian pada suatu
obyek tertentu atau dengan melakukan perubahan kesadaran melalui teknik
sugesti.
4). Umpan Balik Biologis, yaitu menggunakan peralatan mesin untuk memantau
proses fisiologi yang terjadi dalam tubuh individu dan menampilkannya
Psikoterapi, yaitu proses perawatan terhadap suatu penyakit dengan menggunakan
teknik psikologis untuk melakukan intervensi psikis (Gunarsa, 1992). Ada
beberapa metode terapi yang dapat digunakan, yaitu terapi kognitif (cognitive
therapy) yaitu dengan cara mengubah pola berpikir dan cara pandang individu,
terapi behavior (behavioral therapy) yaitu dengan mengubah perilaku maladaptive
pada individu, dan terapi musik (music therapy) yaitu penggunaan musik untuk
memperbaiki kesehayan fisik, interaksi sosial yang positif, mengembangkan
hubungan interpersonal, ekspresi emosi secara alamiah dan meningkatkan
kesadaran.
2. RGMAJA
a. DefinisiBdanBBatasanBRemaja
Istilah remaja sering dikenal dalam bahasa asing adolescence yang berasal
dari kata latin adolescere yang berarti to grow (tumbuh) atau to grow up to
maturity (tumbuh menjadi dewasa). Dikatakan tumbuh menjadi dewasa karena
merupakan jembatan antara anak-anak dan dewasa. Jadi masa remaja merupakan
masa transisi (peralihan) dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 1990).
Erickson (Gunarsa, 1984) mendefinisikan remaja dengan menitikberatkan
pada perkembangan psikis yang berlangsung pada masa tersebut, yaitu masa
terbentuknya suatu perasaan baru mengenai identitas dirinya yang mencakup cara
Bila dipandang dari segi perkembangan seksualitas, maka remaja
merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan yang meliputi
terjadinya perubahan-perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi ego,
hubungan dengan orang tua dan cita-cita yang dikejarnya (Anna Freud dalam
Gunarsa, 1984).
Pada ilmu Kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti Biologi dan
Faal), remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan pada saat alat-alat
kelamin manusia mencapai kematangannya (Sarwono, 1989). Hal tersebut serupa
dengan pedoman yang digunakan oleh Hurlock (Gunarsa, 1984) dalam memberi
batasan umur bagi remaja yaitu berdasarkan pada tanda-tanda fisik yang
menunjukkan kematangan seksuil dengan timbulnya gejala-gejala biologis.
WHO pada tahun 1974, memberikan definisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual (Sarwono, 1989). Pada definisi tersebut dikemukakan 3
kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, yang secara lengkap
definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
Remaja adalah suatu masa di mana:
1). Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2). Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3). Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun
sebagai usia pemuda (youth) dalam rangka menetapkan tahun 1985 sebagai Tahun
Pemuda Internasional (Sanderowitz & Paxman, dalam Sarwono, 1989). Santrock
(2003) sendiri memberikan batasan usia remaja yaitu 10/12 tahun sampai dengan
18/22 tahun.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa remaja
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai
dengan perkembangan psikologis, pertumbuhan alat-alat kelamin atau kematangan
seksuil serta peralihan lingkungan pergaulan sosialnya.
b. TugasBPerkembanganBRemaja
Setiap orang dalam masa hidupnya selalu mempunyai tugas-tugas
perkembangan. Begitu pula dengan masa remaja yang juga mempunyai
tugas-tugas perkembangan sendiri. Tugas-tugas-tugas perkembangan remaja menurut
Havigurst (Gunarsa, 1984) adalah sebagai berikut:
1). Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita.
2). Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3). Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4). Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5). Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.