• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik antara remaja awal dengan orang tua - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik antara remaja awal dengan orang tua - USD Repository"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KELEKATAN DAN PENYELESAIAN

KONFLIK ANTARA REMAJA AWAL DENGAN ORANG TUA

skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ovina Felita Christie Wulandari

NIM: 099114039

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

AMSAL 23:18

“KARENA MASA DEPAN SUNGGUH ADA

DAN HARAPANMU TIDAK AKAN

HILANG”

1 TESALONIKA 5:16-17

“BERSUKACITALAH SENANTIASA.

(5)

v

Karya sederhana ini ku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Orang tua tercinta

Adikku tersayang Hizkia Dewa Agung

Keluarga besar Eyang Sudarmi

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KELEKATAN DAN

PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA REMAJA AWAL DENGAN

ORANG TUA

Ovina Felita Christie Wulandari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kualitas kelekatan remaja awal dengan penyelesaian konflik. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara kualitas kelekatan pada remaja awal dengan penyelesian konflik. Subjek penelitian berjumlah 100 subjek remaja awal dengan rentang usia 13 hingga 16 tahun. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala kelekatan remaja awal dengan penyelesian konflik. Validitas penelitian ini adalah validitas isi. Koefisien reliabilitas dari skala kualitas kelekatan remaja awal dengan orang tua adalah sebesar 0,868 dan koefisien reliabilitas skala penyelesaian konflik adalah sebesar 0,812. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompromi antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompetisi antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Spearman Rho. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik menghindar antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Spearman Rho. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompromi antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar 0,128 dengan taraf signifikansi (p)=0,206 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompetisi antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar -0,167 dengan taraf signifikansi (p) = 0,097 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik menghindar antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar -0,055 dengan taraf signifikansi (p) = 0,583 (p>0,05) maka disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi.

(8)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN ATTACHMENT QUALITY AND

CONFLICT RESOLUTION AMONG EARLY ADOLESCENT WITH

PARENTS subjects as the sample of the research, aged 13 until 16 years old, who are in early adolescent. In this research, the researcher used purposive sampling technique. Data collection is done by spreading the scale of early adolescent attachment and scale of conflict resolution. This research used content validity. The coefficient reliablity of the scale of early adolescent attachment quality was 0,868 and the coefficient reliability of the scale of conflict resolution was 0,812. To determine the relationship between early adolescent attachment quality and compromise conflict resolution, researcher used Pearson Product Moment Correlation. To determine the relationship between early adolescent attachment quality and competition conflct resolution, researcher used Spearman Rho Coreelation and to determine the relationship between early adolescent attachment quality and avoidance conflict resolution, researcher used Spearman Rho Correlation. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and compromise conflict resolution was 0,128 with significance level (p) 0,206 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment with compromise conflict resolution. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and competition conflict resolution was -0,167 with significance level (p) 0,097 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment quality with competition conflict resolution. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and avoidance conflict resolution was -0,055 with significance level (p) 0,583 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment quality with avoidance conflict resolution.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih

dan karunia Nya, karena skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kualitas

Kelekatan dan Penyelesaian Konflik Antara Remaja Awal dengan Orang Tua ini

dapat terselesaikan. Skripsi ini tidak bisa terselesaikan dengan baik tanpa adanya

dukungan dan bantuan dari berbgai pihak. Pada kesempatan ini, penulis hendak

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak T. Priyo Widiyanto selaku Dekan Fakultas Psikologi Uiversitas Sanata

Dharma.

2. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti,MS selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan waktu, kesempatan, kesabaran, motivasi, dukungan dan

saran dalam membimbing penulis selama proses penulisan skripsi.

3. Para dosen penguji yang sudah meluangkan waktu untuk menguji hasil

penelitian ini.

4. Bapak C. Siswo Widiyanto selaku dosen pembimbing akademis yang telah

memberikan waktu, bantuan, solusi, dan saran kepada penulis.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan mengajar penulis

selama menempuh bangku perkuliahan.

6. Seluruh staf Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas

Doni dan Mas Muji yang telah memberikan kenyamanan selama penulis

(11)

xi

7. MTSN Menggora Playen yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

mengambil data penelitian.

8. Siswa/siswi MTSN Menggora Playen yang bersedia meluangkan waktu unuk

mengisi kuesioner.

9. Rekan-rekan Persekutuan Remaja GKJ Wonosari yang bersedia meluangkan

waktu untuk mengisi kuesioner.

10. Siswa/siswi SMP Johannes Bosco yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk mengisi kuesioner.

11. Pingkan terima kasih banyak atas link nya.

12. Bapak dan Ibu. Terima kasih buat kasih sayang, kesabaran, dukungan,

semangat, doa dan fasilitas yang diberikan. Tanpa Bapak dan Ibu, aku tidak

akan bisa menjadi seperti ini.

13. Adikku tercinta Hizkia Dewa Agung yang telah memberikan semangat dan

penghiburan selama pengerjaan skripsi.

14. Yanuari Eko Raharja yang selalu memberikan dorongan untuk segera

menyelesaikan skripsi. Terima kasih untuk lima tahun yang bermakna.

Sampai saat ini kau belum tergantikan. Terima kasih untuk semangat dan

dukungannya.

15. Ratih dan Ina terima kasih untuk persahabatan yang tulus. Terima kasih juga

karena selalu menemani tidur hahahaha…..

16. Sahabat-sahabatku “konco kenthel” Vero, Ayuk, Brian, Gatyo, Putra,

(12)

xii

memberi semangat. Hayuuuk kita backpackeran lagi….. Pulau Dewata

menanti.

17. Tante Laura yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam bentuk

masakan yang lezat dan jus buah yang menggoda selama saya mengerjakan

skripsi.

18. Eyang putri yang selalu mengejar-ngejar supaya cepat selesai.

19. Sherly dan Rea terima kasih sudah mengajari SPSS..makasih banget sudah

mau aku repotin.

20. All my lovely customer terima kasih untuk dukungannya selama saya

mengerjakan skripsi, maaf kalau pelayanan saya selama skripsi kurang

memuaskan…terima kasih untuk kepercaaannya.

21. Rekan-rekan pengurus Komisi Anak GKJ. Wonosari yang selalu memberikan

semangat dan dukungan selama saya mengerjakan skripsi…Mba Ika, Mba

Disi, Mba Sita, Mas Ido, Ratih, Dek Arga, Wisnu terima kasih,,aku banyak

belajar dari kalian semua, love you all.

22. Adik-adik Sekolah Minggu GKJ. Wonosari terima kasih karena sudah

mengajarkan Mbak Ovina mengenai ilmu sabar.

23. Rekan-rekan persekutuan dewasa muda GKJ. Wonosari yang selalu

membawa skripsi saya dalam setiap doa syafaat kalian. Terima kasih untuk

doa dan dukungannya.

24. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

kelancaran proses penyusunan skripsi ini, baik secara moral maupun spiritual

(13)
(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL...xviii

DAFTAR SKEMA ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

1. Manfaat Teoritis... 9

(15)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. PENGERTIAN REMAJA ... 10

1. Pengertian Remaja ... 10

B. KUALITAS KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANG TUA ... 13

1. Definisi Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 13

2. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 16

3. Indikator Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 16

C. PENYELESAIAN KONFLIK ... 18

1. Definisi Konflik ... 18

2. Penyebab Konflik ... 19

3. Definisi Penyelesaian Konflik ... 24

4. Macam Penyelesaian Konflik ... 24

D. Hubungan antara Kualitas Kelekatan dan Penyelesaian Konflik antara Remaja Awal dengan Orang Tua ... 37

E. Hipotesis ... 39

F. Skema ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

1. Variabel Bebas ... 41

2. Variabel Tergantung ... 41

(16)

xvi

1. Berusia 13-16 tahun ... 41

2. Status Pendidikan ... 42

D. Definisi Operasional ... 42

1. Kualitas Kelekatan antara Remaja Awal dengan Orang Tua ... 42

2. Penyelesaian Konflik antara Remaja dengan Orang Tua ... 43

E. Lokasi Penelitian ... 46

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 47

1. Metode Pengumpulan Data ... 47

G. Uji Coba Alat Ukur ... 54

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Pelaksanaan Penelitian ... 61

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61

2. Deskripsi Data Penelitian ... 62

C. Uji Asumsi Data Penelitian ... 64

1. Uji Normalitas ... 64

2. Uji Linearitas ... 66

(17)

xvii

D. Pembahasan ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

1. Saran Bagi Orang Tua ... 74

2. Saran Bagi Remaja ... 75

3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 75

4. Saran Bagi Subjek Penelitian ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

1. Tabel Variabel Penyelesaian Konflik... 36

2. Tabel Skoring ... 48

3. Tabel Blueprint Kualitas Kelekatan ... 50

4. Tabel Distribusi Item Kualitas Kelekatan Sebelum Uji Coba ... 51

5. Tabel Blueprint Penyelesaian Konflik ... 53

6. Tabel Penyebaran Item Baik Skala Kualitas Kelekatan Setelah Uji Coba ... 57

7. Tabel Penyebaran Item Baik Skala Penyelesaian Konflik ... 58

8. Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 62

9. Tabel Hasil Uji Normalitas ... 65

7. Tabel Hasil Uji Linearitas ... 66

(19)

xix

DAFTAR SKEMA

1. Skema Hubungan antara Kualitas Kelekatan dan Penyelesaian Konflik

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 81

2. Lampiran 2 Analisis Data Uji Coba ... 98

3. Lampiran 3 Skala Penelitian ... 109

4. Lampiran 4 Analisis Data Penelitian... 123

a. Deskripsi Data Penelitian ... 124

b. Uji Normalitas ... 128

c. Uji Linearitas ... 130

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa konflik adalah suatu

proses dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain

telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan

kepentingan pribadi mereka. Konflik berarti adanya oposisi atau

pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau

organisasi-organisasi (Winardi, 1994). Beberapa indikator konflik antara

lain kepentingan yang bertentangan di antara individu atau kelompok,

kesadaran akan adanya kepentingan yang bertentangan tersebut,

kepercayaan dari setiap pihak bahwa pihak lain akan melakukan tindakan

yang mengintervensi kepentingan-kepentingan mereka, dan tindakan yang

menghasilkan intervensi. Konflik juga sering muncul karena faktor-faktor

sosial diantaranya keluhan dan amarah yang berkepanjangan, keinginan

membalas dendam, persepsi sosial yang tidak tepat, komunikasi yang

buruk, dan faktor-faktor lain yang serupa.

Beberapa penelitian terdahulu (Hill,dk; Silverberg & Steinberg;

Steinberg dalam Santrock, 2002) memperlihatkan bahwa konflik antara

orang tua dan remaja adalah sesuatu yang paling penuh dengan tekanan

selama puncak masa pubertas. Konflik dalam kehidupan sehari-hari yang

(22)

relasi orang tua dan anak remaja. Konflik antara orang tua dengan remaja

merupakan hal yang dapat memunculkan perilaku negatif pada diri remaja

apabila tidak segera diselesaikan dengan cara yang baik (Harian Sumut

Pos, 2010). Remaja sering terlibat konflik dengan orang tuanya bahkan

melebihi tingkat konflik pada masa anak-anak (Steinberg dalam Santrock,

2007). Penelitian yang dilakukan Adam dan Laursen (2001) dengan subjek

remaja ditemukan bahwa konflik lebih banyak ditemukan di kalangan

orangtua-remaja dibandingkan dengan remaja-teman sebaya. Dalam

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cooper,dkk dalam Santrock (2002)

menyebutkan bahwa remaja yang mengungkapkan ketidaksetujuannya

terhadap orang tua akan mengalami perkembangan identitas yang lebih

aktif daripada remaja yang tidak mengungkapkan ketidaksetujuannya

terhadap orang tua mereka.

Penyebab konflik yang umum terjadi pada remaja Indonesia dengan

orang tua adalah perbedaan pendapat antara remaja dengan orang tua baik

perbedaan pendapat dalam hal pertemanan, cara berpakaian, dan

berpacaran. (Harian Kompas, 2009). Selain itu, generation gap antara

orang tua dengan remaja juga merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya konflik remaja dengan orang tua

(

http://www.konsultasipsikologi.icbc-indonesia.org/konflik-orang-tua-anak-ayah-bingung-sikapi-anak-perempuan-remaja/). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Maentiningsih (2008) hubungan antara orang tua

(23)

merupakan akibat dari masa puber dan perkembangan kognitif pada

remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Silalahi

(2000) konflik antara orang tua dan remaja dapat menjadi salah satu faktor

pendorong remaja terjerumus dalam ketergantungan penggunaan zat

adiktif. Kendati demikian, adanya konflik antara orangtua dengan remaja

dapat berpengaruh positif dalam perkembangannya (Blos & Hill dalam

Santrock, 1999). Maksud positif disini adalah sebagai masa transisi remaja

dari ketergantungan dengan orangtua untuk menjadi individu yang

mandiri. Kendati demikian ketika konflik terus menerus dibiarkan terjadi

dan tidak diselesaikan dalam relasi orang tua dan remaja maka konflik

berkepanjangan tersebut akan menjadi akar dari sejumlah permasalahan

remaja seperti kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan

dini, keterlibatan dengan penyalahgunaan obat, dan keterlibatan dengan

sekte-sekte sesat (Brook,dkk dalam Santrock ,2002).

Strategi menyelesaikan konflik menurut Wirawan (2010) ada tiga

macam yaitu berkompromi atau berkolaborasi, berkompetisi, dan

menghindar. Strategi menyelesaikan konflik antara remaja dengan orang

tua sebaiknya dilakukan dengan cara yang kolaboratif yang bertujuan

untuk menemukan suatu pemecahan yang memuaskan baik bagi remaja

maupun bagi orang tua (Santrock, 2005). Dalam proses ini pihak-pihak

yang berkonflik saling bertukar penawaran baik secara langsung maupun

tidak langsung yakni melalui perwakilan. Menurut Wirawan (2010)

(24)

yang disusun dan bertujuan untuk melakukan pendekatan kepada lawan

konflik agar mau bernegoisasi, menghadapi lawan konflik dengan ramah

maupun dengan cara keras (memaksa) agar mau diajak bernegoisasi,

mengemukakan data, fakta, informasi, atau kejadian yang ada

hubungannya dengan konflik tanpa menyudutkan atau menyalahkan pihak

lawan, mengemukakan persamaan serta menjauhkan perbedaan pendapat,

adanya empati, pengertian, dan dukungan kepada pendapat lawan konflik

dan berupaya bernegoisasi, melakukan inisiatif untuk melakukan

pemecahan permasalahan secara bersama, menggunakan mediasi jika

diperlukan.

Cara penyelesaian konflik yang kedua menurut Wirawan (2010) adalah

dengan cara berkompetisi. Dalam penyelesaian konflik ini, pihak yang

teribat konfik bertujuan untuk memenangkan dan mengalahkan lawan

konfliknya. Adapun beberapa indikator dari proses ini antara lain adanya

strategi utnuk mengalahkan lawan konflik, menggunakan taktik

menggertak, mengancam, dan menyerang lawan konflik, berbohong atau

menyembunyikan sesuatu dengan hati-hati, melakukan agresi kepada

lawan konflik agar lawan konflik mau menyerah, menyalahkan,

memojokkan. Cara yang ketiga adalah dengan menghindar yang bertujuan

untuk menghindarkan diri dari situasi konflik. Pihak yang terlibat konflik

berupaya menghindari konflik karena beberapa alasan yaitu tidak senang

dengan situasi konflik, menganggap bahwa penyebab konflik tidaklah

(25)

penyelesaian konflik menghindar ini antara lain menarik diri dari situasi

konflik,menyusun strategi untuk menghindari konflik,tidak mengakui

bahwa konflik telah terjadi,mengalihkan masalah, menggunakan humor

untuk menghindari pembicaraan mengenai konflik.

Collins dalam Santrock (2007) mengemukakan bahwa banyak orang

tua yang melihat bahwa anak remaja mereka berubah dari seorang anak

yang selalu menurut menjadi seorang pembangkang, melawan, dan

menentang standar dan peraturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Hal

ini disebabkan oleh karena tugas perkembangan pada masa remaja adalah

untuk memperoleh otonomi tetapi orang tua cenderung berusaha

mengendalikan anak remaja mereka dengan keras dan memberi lebih

banyak tekanan supaya mereka mau menuruti standar dan peraturan yang

ditetapkan oleh orang tua. Kondisi tersebut menyebabkan anak memiliki

ketidaksetujuan terhadap orang tuanya sehingga mereka terlibat konflik

dengan orang tuanya (Adam dan Laursen ,2001).

Hubungan dengan orang tua atau figur pengasuh merupakan dasar bagi

perkembangan emosional dan sosial bagi anak. Kasih sayang orang tua

atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan

kunci utama perkembangan sosial anak sehingga meningkatkan

kemungkinan anak untuk memiliki kompetensi secara sosial, dan

penyesuaian diri yang baik pada tahun-tahun pra sekolah dan setelahnya

(Jahja, 2011). Kelekatan adalah ikatan emosional antara dua individu atau

(26)

waktu tertentu Kuper dan Kuper (dalam Samsuniwiyati 2007). Bowlby

(dalam Santrock 2007) percaya bahwa bayi akan membangun kelekatan

pada individu yang memberikan kepuasan oral. Bagi kebanyakan bayi,

orang ini adalah ibunya karena biasanya dialah yang menyusuinya. Dalam

kegiatan menyusui tersebut orang tua dan anak akan membangun

kedekatan secara fisik maupun secara emosional pada tahun-tahun pertama

kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ainsworth dalam Santrock

(2007).Penelitian yang dilakukan oleh Sagrario Yarnoz-Yaben (2010)

menyebutkan bahwa orang yang memiliki kelekatan yang aman akan

memiliki gambaran yang positif mengenai dirinya sendiri dan lingkungan

sekitar, mereka dapat membangun keintiman dengan orang lain dan

memiliki sikap otonomi di dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini sesuai

dengan yang dikatakan oleh Santrock (2005). Menurut Noller (1993)

individu yang memiliki kelekatan yang aman juga lebih bisa menghargai

dirinya sendiri dan bisa membangun kepercayaan dengan orang lain di

sekitarnya sedangkan pada individu yang memiliki kelekatan yang tidak

aman mereka akan memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya

sendiri dan orang lain di sekitarnya.

(trust) (basic trust) Kelekatan yang dibangun sejak masa

bayi tidak lantas pudar lalu menghilang setelah individu melewati tahap

perkembangan di masa anak-anak namun kelekatan ini akan terus menerus

berkembang ketika individu berada pada masa remaja, maupun dewasa.

(27)

rangkaian siklus kehidupan dan merupakan suatu periode perkembangan

yang berkaitan dengan periode-periode sebelumnya. Remaja memiliki

karakteristik yang unik dan hal-hal yang terjadi selama di masa remaja

berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman mereka di masa

anak-anak maupun dewasa. Menurut Weinfield et al (2005) kelekatan

memainkan peran terutama dalam hal keyakinan yang positif mengenai

diri sendiri dan orang lain, dalam lingkup interpersonal dan emosional

serta dalam hubungan dengan orang tua.Allen, Kobak & Cole, Onishi &

Gjrede dalam Santrock (2007) mengemukakan bahwa kelekatan yang

dibangun dengan orang tua pada masa remaja dapat meningkatkan

kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja seperti penyesuaian

emosional dan kesehatan fisik. Papini, Roggman, & Anderson dalam

Santrock (2007) menyatakan bahwa kelekatan yang dibangun antara

remaja dengan orang tuanya bisa berlaku sebagai fungsi adaptif, yang

berarti dapat menjadi landasan yang kokoh bagi remaja dalam menjelajahi

lingkungan dan dunia sosial nya yang baru dengan cara yang sehat secara

psikologis.

Kesimpulan dari uraian di atas adalah kelekatan yang dibangun antara

anak dengan figur lekatnya di masa bayi dalam hal ini adalah orang tua

akan mempengaruhi kehidupan anak tersebut di masa mendatang.

Kelekatan yang sudah di bangun di tahun-tahun pertama kehidupan anak

akan senantiasa berkembang seiring dengan perjalanan masa hidupnya

(28)

mereka akan berubah dari seorang pribadi yang selalu bergantung dengan

orang tua menjadi pribadi yang mulai mengembangkan otonomi. Oleh

sebab itu masa remaja merupakan masa yang banyak terjadi konflik antara

remaja dengan orang tua. Berlatar belakang permasalahan tersebut peneliti

menganggap bahwa perlu dilakukan penelitian mengenai ada tidaknya

hubungan antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian konflik antara

remaja dengan orang tua. Peneliti ingin mengetahui penyelesaian konflik

apa yang akan dipiih oleh remaja. Penelitian ini dilakukan pada remaja

awal karena menurut Santrock (2002) konflik antara remaja dengan orang

tua terjadi paling banyak pada masa remaja awal. Hal ini juga sejalan

dengan pendapat Hurlock (1980) yang mengatakan bahwa emosi selama

remaja awal seringkali sangat kuat dan tidak terkendali tetapi akan terjadi

perbaikan perilaku emosional menjelang berakhirnya masa remaja awal.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian

konflik antara remaja awal dengan orang tua?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian konflik yang dipilih antara

(29)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini menambah kajian dalam psikologi perkembangan,

terutama dalam bahasan mengenai kelekatan dan penyelesaian konflik

yang dialami remaja dengan orang tua.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi pemahaman kepada orang tua mengenai pentingnya

kualitas kelekatan pada masa remaja yang berhubungan dengan

penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua

b. Memberi masukan kepada konselor dalam mengatasi persoalan

yang berhubungan dengan remaja.

c. Memberi pemahaman kepada subjek penelitian mengenai

pentingnya kelekatan aman yang dapat mendorong terbentuknya

(30)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN REMAJA

Menurut Papalia dan Olds (dalam Jahja,2011) masa remaja adalah

masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang

pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Hurlock (dalam

Jahja,2011) transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian

perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian

kematangan masa dewasa sudah dicapai. Pada remaja awal sering terjadi

konflik antara orang tua dengan remaja itu sendiri. Hal ini disebabkan

karena frekuensi pergulatan dalam masa remaja awal berkaitan dengan

ketegangan pubertas dan kebutuhan menuntut otonomi.

Muangman dalam Sarwono (2007) mengatakan bahwa remaja adalah

ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.

Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

masa anak-anak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan

sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Menurut Papalia (2009) masa remaja dikenal sebagai masa

pemberontakan. Masa pemberontakan melibatkan gejolak emosional,

(31)

gegabah, dan penolakan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang dewasa.

Emosi negatif dan perubahan suasana hatisering terjadiselama masa

remaja awal. Hal ini disebabkan karena stress yang berkaitan dengan

pubertas. Pada saat remaja akhir, emosi cenderung menjadi lebih stabil

(Larson, Moneta, Richards, dan Wilson dalam Papalia 2009). Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Hall dalam Santrock (2007) yang mengatakan

bahwa masa remaja adalah masa badai emosional. Hal ini disebabkan

karena masa remaja adalah suatu masa dimana fluktuasi emosi

berlangsung lebih sering (Rosenblum dan Lewis dalam Santrock, 2007).

Fluktuasi emosi ini paling sering terjadi pada masa remaja awal. Hal ini

menyebabkan konflik dengan orang tua meningkat melampaui masa

anak-anak (Steinberg, dalam Santrock, 2002). Peningkatan ini disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya :

1. Perubahan biologis pubertas

2. Perubahan kognitif yang menjadikan remaja mengalami

peningkatan idealisme dan penalaran logis

3. Perubahan sosial yang menyebabkan remaja menginginkan

kemandirian dan identitas

4. Perubahan-perubahan kebijakan dari orang tua dan

harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja

Remaja adalah sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang

berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini

(32)

menuju kemandirian, otonomi, dan kematangan. Seseorang yang ada pada

tahap ini akan bergerak dari sebagai bagian suatu kelompok keluarga

menuju menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya dan akhirnya

mampu berdiri sendiri sebagai seorang dewasa (Mabey dan

Sorensen,1995).

Salzman dalam Rochmah, (2005) mengemukakan bahwa remaja

merupakan masa perkembangan sikap tergantung atau dependen terhadap

orang tua ke arah kemandirian. Erikson mengemukakan bahwa masa

remaja merupakan masa di mana terbentuk suatu perasaan baru mengenai

identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan

sulit dikenal oleh orang lain.

Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa masa remaja awal adalahmasa peralihan dari masa

anak-anak ke masa dewasa dengan rentang usia antara 13-16 tahun,

dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik dalam hal

pematangan fisik maupun psikologis. Pada masa remaja awal biasanya

terjadi ketegangan-ketegangan emosional yang disebabkan karena remaja

harus melakukan penyesuaian diri terhadap harapan-harapan orang tua dan

masyarakat yang baru dan berlainan dengan dirinya. Selain itu, dalam

rangka mencari identitas, remaja menginginkan kebebasan emosional dari

orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Mereka ingin diakui

(33)

memberikan kesempatan kepada anak remaja untuk mengambil keputusan

sendiri dan belajar bertanggung jawab.

B. KUALITAS KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANG TUA

1. Definisi kualitas kelekatan remaja dengan orang tua

Ainsworth dalam Santrock (2002) mengemukakan macam-macam

kategori gaya kelekatan. Gaya kelekatan yang pertama adalah gaya

kelekatan aman (tipe B). Pada gaya kelekatan aman ini pengasuh berperan

sebagai landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Gaya

kelekatan yang kedua adalah gaya kelekatan cemas menghindar (tipe A)

yang memperlihatkan ketidaknyamanan dengan menghindari figur

pengasuh. Gaya kelekatan yang ketiga adalah gaya kelakatan cemas

menolak (tipe C) yang memperlihatkan ketidaknyamanan dengan cara

menolak figur pengasuh.

Kelekatan aman yang dikembangkan seorang anak dengan pemberi

perhatian utama akan berpengaruh pada perkembangan anak sepanjang

masa hidupnya. Kelekatan yang aman akan membuat anak bertumbuh

menjadi pribadi yang sehat secara sosial dan psikologis, Steinberg

(2002).Menurut pendapat O’Koon dalam Geldard (2010) anak muda yang

memiliki kelekatan yang aman dengan orang tua akan lebih sedikit atau

tidak terlalu stress dalam pengalamannya di sekolah dan tidak akan terlalu

tertekan dengan masalah-masalah yang ia hadapi di perguruan tinggi

(34)

Mereka juga akan menunjukkan prestasi akademik yang lebih tinggi.

Kelekatan yang aman dengan orang tua juga diketahui memiliki pengaruh

yang besar pada citra diri, terutama berkenaan dengan beberapa aspek

yang menjadi sangat penting bagi mereka semasa remaja seperti gambaran

fisik, sasaran pekerjaan, dan seksualitas.

Dibandingkan dengan gaya kelekatan yang lain, individu dengan gaya

kelekatan yang aman lebih tidak mudah marah, lebih tidak

mengatribusikan keinginan bermusuhan pada orang lain, dan

mengharapkan hasil yang positif dan konstruktif dari konflik (Mikulincer

dalam Baron dan Byrne, 2005). Sebagai tambahan menurut Mikulincer

dalam Baron dan Byrne (2005), dibandingkan dengan orang-orang yang

memiliki gaya kelekatan tidak aman, individu yang memiliki gaya

kelekatan aman akan memproses informasi mengenai situasi sosial dengan

cara yang melibatkan keingintahuan dan kecenderungan untuk bersandar

pada informasi baru dalam membuat penilaian sosial. kelekatan yang aman

selama dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif,

yang menyediakan landasan yang kokoh di masa remaja sehingga remaja

dapat menjelajahi lingkungan dan dunia sosialnya yang baru dengan

cara-cara yang sehat secara-cara psikologis.

Kelekatan yang aman antara remaja dengan orang tua akan berfungsi

sebagai berikut:

a. Meningkatkan relasi dengan teman sebaya yang lebih

(35)

b. Kelekatan yang aman dengan orang tua akan menyangga

remaja dari kecemasan dan perasaan-perasaan depresi sebagai

akibat dari masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa.

Green & Campbell dalam Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan

bahwa pada anak-anak maupun orang dewasa, gaya kelekatan yang aman

juga diasosiasikan dengan perilaku yang adaptif, seperti rasa ingin tahu

dan eksplorasi pada lingkungan. Individu yang memiliki gaya kelekatan

yang aman pada usia berapapun akan berinteraksi dengan baik dengan

orang lain.

Seiring dengan terjadinya perubahan kognitif selama masa remaja

maka antara remaja dengan orang tua sering mengalamai perbedaan

ide-ide atau pendapat yang berasal dari orang tua. Akibatnya, remaja mulai

mempertanyakan dan menentang pandangan-pandangan orang tua serta

mengembangkan ide-ide mereka sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi kualitas adalah

tingkat mutu; tingkat baik buruknya sesuatu; kadar. Jadi kesimpulan dari

uraian di atas adalah kualitas kelekatan antara remaja dengan orang tua

ialah tingkat mutu hubungan emosional antara anak dengan orang tua yang

tercermin dalam perilaku-perilaku lekat yang dimunculkan oleh individu

terhadap figur lekatnya dalam hal ini adalah antara remaja dengan orang

(36)

2. Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas kelekatan antara

remaja dengan orang tua

Menurut Papalia dkk (2008) aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas

kelekatan antara remaja dengan orang tua antara lain :

a. Sensitifitas figur pengasuh

Sensitifitas figur dapat berupa seberapa besar kepekaan

figur pengasuh terhadap kebutuhan individu atau sejauh

mana figur pengasuh dapat mengetahui

kebutuhan-kebutuhan individu. Dalam hal ini adalah orang tua dengan

remaja nya.

b. Responsivitas figur

Responsivitas figur pengasuh adalah bagaimana cara figur

pengasuh menanggapi kebutuhan individu.

Menurut Erwin (1998) aspek utama pembentukan dan pengembangan

kelekatan adalah penerimaan figur lekat, sensitifitas atau kepekaan figur

lekat terhadap kebutuhan individu dan responsivitas kedua belah pihak

baik figur lekat maupun individu dalam menanggapi stimulus-stimulus

yang diberikan untuk memperkuat kelekatan antara keduanya.

3. Indikator kualitas kelekatan remaja dengan orang tua

Menurut Allen, Kobak & Cole, Onishi & Gjrede dalam Santrock

(2002). Kelekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu

(37)

dalam ciri-ciri seperti harga diri,penyesuaian emosional, dan kesehatan

fisik.

Remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orang tuanya

memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik

(Armsden dan Greenberg dalam Santrock, 2002). Dalam sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Papini, Roggman, dan Anderson (dalam Santrock,

2002) bila remaja memiliki kualitas kelekatan yang aman dengan orang

tuanya maka remaja akan memiliki sedikit kecemasan dan

perasaan-perasaan depresi sehingga mereka bisa memahami dan mempunyai rasa

memiliki antar anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat

Widyarini (2009) bahwa adanya kelekatan dengan orang tua membuat

remaja tidak akan melepaskan diri dari ikatan dengan keluarga ketika

mengembangkan hubungan di luar keluarga.

Kelekatan yang berkualitas antara remaja dengan orang tua akan

meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang

positif di luar keluarga. Dalam penelitian lain, remaja yang memiliki

kelekatan yang tidak aman maka ia akan memiliki rasa iri hati,konflik,dan

ketergantungan yang lebih besar daripada teman-teman remaja mereka

yang memiliki kelekatan yang aman.

Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas

kelekatan antara remaja dengan orang tua adalah tingkat mutu kelekatan

yang tercermin dalam perilaku-perilaku lekat yang dimunculkan individu

(38)

a. Mempunyai harga diri yang tinggi

Harga diri yang tinggi adalah ketika remaja memiliki

pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri.

b. Mempuyai kesejahteraan emosional yang lebih baik

Remaja yang memiliki kesejahteraan emosional yang baik

tidak memiliki kecemasan-kecemasan dan perasaan depresi

yang dapat mengganggu perkembangannya.

c. Mempunyai kesehatan fisik yang baik

Terwujud apabila remaja tidak merasa dan mengeluh sakit atau

tidak adanya keluhan dan tampka sakit. Semua organ tubuh

berfungsi normal dan tidak mengalami gangguan.

d. Ingin mencoba berbagai aktivitas

Remaja mau secara aktif terlibat dalam suatu kegiatan yang

belum pernah ia coba sebelumnya.

C. PENYELESAIAN KONFLIK

1. Definisi Konflik

configere conflictEdelman & Crain dalam Wirawan (2010)

mengatakan bahwa konflik adalah situasi yang terjadi dimana dua orang

berinteraksi dan satu orang tidak menyetujui tindakan yang lain.

Menurut Hocker dan Wimot dalam Wirawan (2010) bahwa konflik

adalah sebagai perjuangan yang diekspresikan diantara paling tidak dua

(39)

yang bertentangan, sumber daya yang terbatas dan adanya hambatan dari

pihak lain untuk mencapai tujuan.

Joel A. DiGirolamo dalam Wirawan (2010) menyatakan bahwa

konflik adalah proses yang dimulai ketika seorang individu atau kelompok

merasakan perbedaan dan oposisi antara dirinya sendiri dan orang lain atau

kelompok tentang kepentingan dan sumber daya, keyakinan, nilai, atau

praktek yang penting bagi mereka.

Menurut Watkins dalam Chandra (1992), konfik terjadi bila terdapat

dua hal. Yang pertama konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya

terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis dapat saling

menghambat. Kedua, konflik bisa terjadi bila ada suatu sasaran yang

sama-sama dikejar oleh kedua pihak namun hanya salah satu pihak yang

mungkin akan mencapainya.

Sedangkan menurut Sarlito Wirawan (2010) konflik adalah proses

pertentangan yang diekspresikan di antara kedua belah pihak atau lebih

yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola

perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah

pertentangan yang timbul antara dua individu atau lebih dan

masing-masing individu yang terlibat konflik bertujuan untuk menyingkirkan

hambatan dari pihak lain guna mencapai tujuan yang dikehendaki.

(40)

Menurut Wirawan (2010) ada beberapa hal yang menyebabkan

terjadinya konflik, diantaranya:

a. Tujuan yang berbeda

Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot dalam

Wirawan (2010) konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat

konflik mempunyai tujuan yag berbeda. Konflik bisa juga terjadi

karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama tetapi cara untuk

mencapainya berbeda.

b. Komunikasi yang tidak baik

Komunikasi yang tidak baik sering kali menimbulkan konflik.

Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik misalnya

penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang

terkait, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, demikian juga

perilaku komunikasi yang berbeda seringkali menyinggung

perasaaan pihak lain baik disengaja maupun tidak

disengaja.sebagai contoh gaya berbicara bisa menjadi penyebab

(41)

c. Kebutuhan

Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain.

Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika

kebutuhan individu diabaikan maka hal ini bisa memicu terjadinya

konflik.

d. Perasaaan dan emosi

Setiap individu memiliki perasaan dan emosi yang berbeda-beda.

Sebagian orang mengikuti perasaan dan emosinya saat

berhubungan dengan sesuatu atau orang lain. Orang yang sangat

dipengaruhi oleh perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional

saat berinteraksi dengan orang lain. Perasaan dan emosi tersebut

bisa menimbulkan konflik dan menentukan perilakunya saat

terlibat konflik. Selain itu, perubahan emosi pada remaja sebagai

akibat dari perubahan fisik dan hormonal menimbulkan

perasaan-perasaan baru yang belum pernah dirasakan oleh remaja

sebelumnya. Keterbatasan remaja untuk mengolah

perubahan-perubahan baru dalam hidupnya tersebut bisa membawa perubahan-perubahan

(42)

Menurut Hurlock (1980) penyebab terjadinya konflik antara remaja

dengan orang tua adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan rentang usia antara remaja dengan orang tua

b. Orang tua yang berumur lebih tua tidak tertarik untuk

berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan remaja dibandingkan

dengan orang tua yang berumur lebih muda.

c. Orang tua yang lebih tua seringkali memiliki energi yang lebih

sedikit untuk mengikuti aktivitas para remajanya. Terutama orang

tua yang lebih tua yang memiliki kesehatan yang kurang baik.

d. Orang tua yang lebih muda biasanya tertarik untuk melakukan

kegiatan bersama-sama dengan teman-teman mereka yang sebaya.

e. Usia orang tua memiliki pengaruh yang ditandai pada sikap-sikap

mereka terhadap peran orang tua

f. Usia orang tua juga menentukan pola adekuasi dalam mengasuh

remajanya

g. Orang tua yang berusia lebih tua seringkali menjadikan

pengalaman mereka sebagai tolak ukur untuk mengasuh remajanya

(43)

h. Remaja seringkali merasa malu karena orang tua mereka

bertingkah laku tidak sesuai dengan usia mereka.

i. Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua kuno

sehingga orang tua harus menyesuaikan diri dengan yang moderen.

j. Metode penerapan disiplin yang digunakan oleh orang tua

dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan.

k. Remaja menganggap bahwa orang tua pilih kasih dengan saudara

kandung

l. Remaja tidak merasa tidak suka apabila status sosial dan ekonomi

keluarga tidak memungkinkannya mempunyai simbol-simbol

status yang sama dengan yang dimiliki oleh teman-teman mereka.

Seperti: mobil,pakaian,dan sebagainya

m. Orang tua tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis terhadap

diri mereka

n. Orang tua sering menghukum anak remaja nya ketika tidak

bertindak sesuai dengan harapan orang tua.

o. Orang tua dan keluarga menjadi marah apabila remaja menolak

usul dan nasehat mereka.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa ada banyak

(44)

orang tua. Dengan demikian diharapkan orang tua dan remaja bisa bekerja

sama untuk meminimalisir terjadinya konflik tersebut.

3. Definisi Penyelesaian Konflik

Menurut Wirawan (2010) penyelesaian konflik adalah proses untuk

mencapai keluaran konflik dengan menggunakan metode dan manajemen

tertentu. Metode penyelesaian konflik bisa dikelompokkan menjadi dua

yaitu metode pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik

(self regulation) atau melalui intervensi pihak ketiga (third party

intervention). Dalam metode pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat

konflik menyusun strategi konflik dan menggunakan taktik konflik untuk

mencapai tujuan akhir dari penyelesaian konflik yang sedang terjadi.

Pihak-pihak yang terlibat konflik saling melakukan pendekatan untuk

menyelesaikan konflik dan menciptakan keluaran konflik yang

diharapkan.

4. Macam Penyelesaian Konflik

a. Kompromi

1) Pengertian penyelesaian konflik kompromi

Menurut Liliweri (2005) kompromi merupakan suatu proses

yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk merundingkan

beberapa pilihan pendapat yang menjadi sumber konflik guna

mencapai persetujuan bersama yang menguntungkan kedua belah

pihak. Proses kompromi selalu dimulai dengan

(45)

memiliki aspirasi tersendiri dan berusaha untuk mencapai apa

yang mereka inginkan atau butuhkan. Dalam situasi konflik,

kedua belah pihak masing-masing mencari peluang untuk

mengalahkan atau memenangkan yang lain. Dalam proses

kompromi ini pada awalnya tidak melibatkan pihak ketiga, namun

apabila proses kompromi gagal, maka kedua belah pihak akan

memilih mediasi dari pihak ketiga.

2) Proses kompromi ini memiliki beberapa indikator

diantaranya:

a. Adanya persiapan yang dilakukan oleh kedua belah

pihak.

b. Adanya aturan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak

yang terlibat konflik.

c. Masing-masing pihak saling memberi kesempatanuntuk

membuat klarifikasi atas isu perbedaan pendapat.

d. Adanya proses tawar-menawar untuk memecahkan

masalah yang diakukan oleh kedua belah pihak yang

terlibat konflik.

e. Kedua belah pihak yang terlibat konflik mengakhiri

konflik dengn menerapkan apa yang sudah diputukan

(46)

Berikut ini adalah rincian langkah-langkah kompromi

menurut Liliweri (2005) :

a. Memilih strategi yang konkret

b. Mulailah dengan usaha positif yaitu mengatasi

c. Berpikir tentang masalah, jangan berpikir tentang

individu yang terlibat konflik

d. Tangani secara rasional dan tetapkan kerangka pikir

yang berorietasi pada tujuan

e. Berikan sedikit perhatian kalau ada proses

tawar-menawar

f. Menekankan solusi menang-menang

g. Menggunakan kriteria yang objektif

3) Ada dua tipe strategi kompromi yaitu:

a) Distributive bargaining.

Yang dimaksud dengan distributive bargaining adalah

perundingan yang menghasilkan suatu solusi sehingga

dua pihak akan memperoleh apa yang disengketakan

sesuai degan hak, jadi lebih mengutamakan “keadilan

berdasarkan hak”.

b) Integrative bargaining

Yang dimaksud dengan integrative bargaining adalah

perundingan yang menghasilkan suatu solusi sehingga

(47)

disengketakan berdasarkan rasa keadilan, jadi lebih

mengutamakan bagaimana rasa keadilan dari dua belah

pihak.

4) Pengaruh penyelesaian konflik kompromi terhadap

perkembangan remaja

Dengan menggunakan penyelesaian konflik kompromi,

maka kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari

alternatif titik tengah yang memuaskan untuk keinginan

mereka masing-masing. Selain itu, menurut Santrock (2002)

kesadaran bahwa konflik dan perundingan dapat berperan

sebagai fungsi perkembangan yang positif dan dapat juga

menurunkan kemarahan orang tua.

5) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik kompromi

Dalam penyelesaian konflik kompromi, kedua belah

pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah

yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Dalam keadaan

tertentu, kompromi dapat berarti membagi perbedaan di

antara dua posisi dan memberikan konsensi untuk mencari

titik tengah dari konflik yang sedang terjadi. Dalam

penyelesaian konflik secara kompromi, bukan berarti

pihak-pihak yang terlibat konflik menghindar dari suatu masalah

yang telah terjadi namun mereka bekerja sama untuk

(48)

kedua belah pihak. Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik

kompromi antara lain:

1. Adanya persiapan yang dilakukan kedua

belah pihak

2. Adanya aturan yang ditetapkan oleh

kedua pihak yang terlibat konflik

3. Masing-masing pihak saling memberi

kesempatan untuk membuat klarifikasi

4. Adanya proses tawar menawar

5. Kedua belah pihak yang terlibat konflik

mengakhiri konflik dengan menerapkan

apa yang sudah diputuskan melalui

kompromi

b. Kompetisi

1) Pengertian penyelesaian konflik kompetisi

Penyelesaian konflik dengan cara kompetisi adalah

penyelesaian konflik yang berorientasi pada kekuasaan, di

mana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang

dimilikinya untuk memenangkan konflik ( Thomas and

Kilmann dalam Wirawan,2010) . Dalam penyelesaian konflik

model kompetisi, pihak-pihak yang terlibat konflik bertujuan

(49)

konfliknya. Pihak yang terlibat konflik berupaya mencapai

solusi konflik mengalahkan lawan konfliknya dengan berbagai

pertimbangan, antara lain:

a) Merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan

konfliknya

b) Merasa mempunyai sumber konflik lebih besar

c) Menganggap objek konflik sangat penting bagi kehidupan

dan harga dirinya

d) Situasi konflik menguntungkan

e) Merasa bisa mengalahkan lawan konfliknya

Menurut Santrock, (2002) perselisihan yang terjadi antara

remaja dengan orang tua akan mempermudah transisi remaja

dari tergantung menjadi seorang pribadi yang memiliki

otonomi. Dalam suatu penelitian, remaja yang mengungkapkan

ketidaksetujuannya dengan orang tua akan menjajaki

perkembangan identitas yang lebih aktif daripada remaja yang

tidak mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua

mereka.

2) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik kompetisi

Untuk dapat memenangkan konflik maka perilaku

(50)

a) Menentukan strategi untuk memenangkan konflik dan

berpegang teguh pada strategi tersebut. Strategi tersebut

berupa mengalahkan lawan konflik dengan menggunakan

berbagai taktik konflik. Taktik konflik bisa berubah setiap

saat tergantung dari perkmbangan situasi konflik.

b) Tawar menawar dengan lawan konflik hanya dilakukan

apabila hasilnya menguntungkan

c) Melakukan agresi untuk memperlemah dan mengubah

posisi lawan agar mau menyerah.

d) Menolak untuk bertanggung jawab dan menyatakan bahwa

sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab lawan

konflik.

Perilaku tersebut di atas dilakukan secara bergantian dan

berulang-ulang sampai lawan konflik menyerah dan menerima

solusi yang diharapkan.

c. Menghindar

1) Pengertian penyelesaian konflik menghindar

Menurut Chandra (1992) penyelesaian konflik dengan

cara menghindar adalah seseorang menyadari bahwa ada

konflik tetapi bereaksi dengan menghindari atau dengan

menekan kenyataan konflik tersebut. Seringkali hal ini

(51)

mengabaikan minat dan kepentingan, baik yang dimiliki oleh

orang lain maupun yang dimiliki dirinya sendiri, demi

tercapainya kepentingan bersama. Wirawan (2010)

mengungkapkan bahwa tujuan dari proses penyelesaian konflik

menghindar adalah untuk menghindarkan diri dari situasi

konflik. Pihak yang terlibat konflik akan berusaha menghindari

konflik dengan beberapa alasan:

a) Perasaan tidak nyaman akibat terjadinya konflik.

b) Menganggap penyebab konflik tidak penting.

c) Tidak mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksakan

kehendak.

d) Menganggap situasi konflik tidak bisa dikembangkan

sesuai kehendaknya.

e) Belum siap untuk melakukan kompromi.

Berikut ini adalah proses interaksi pihak yang terlibat

konflik, antara lain:

a) Menyusun strategi dengan tujuan untuk menghindari

konflik, mungkin secara terus menerus atau untuk

sementara jika penyebab konflik sangat esensial

b) Menahan diri dan pasif

c) Tidak melayani pihak lawan konflik

d) Menarik diri dari situasi konflik

(52)

f) Tidak mengaku bahwa telah terjadi konflik

g) Mengalihkan masalah untuk mengalihkan perhatian

lawan konflik mengenai konflik yang terjadi.

h) Menggunakan humor untuk menghindari pembicaraan

mengenai konflik

Bernard Mayer dalam Wirawan (2010) menyatakan ada

delapan cara untuk menghindari konflik, yakni:

a) Menghindari secara agresif (aggressive avoidance)

“Jangan memulai konflik dengan saya atau Anda akan

menyesal”

b) Menghindar pasif (passive avoidance) “Saya menolak

terlibat konflik dengan Anda”

c) Menghindari pasif-agresif (passive-aggressive

avoidance) “Jika Anda marah kepada saya, itu masalah

Anda sendiri”

d) Menghindar dengan ketidakberdayaan (avoidance

through hopelessness) “Apa gunanya melayani Anda?”

e) Menghindar dengan melemparkan ke orang lain

(avoidance through surrogates) “Silakan Anda

bertengkar dengan mereka, tetapi tidak dengan saya”

f) Menghindar melalui menyangkal (avoidance through

denial) “Jika saya memejamkan mata, semuanya akan

(53)

g) Menghindar melalui pemecahan masalah secara dini

(avoidance through premature problem solving) “Tak

ada konflik, sudah saya bereskan semua”

h) Menghindar dengan melipat (avoidance by folding)

Penyelesaian konflik dengan cara menghindar dapat

menyebabkan pihak-pihak yang terlibat konflik menjauhkan

diri dari masalah sehingga hal ini menyebabkan pihak-pihak

yang terlibat konflik menunda pokok masalah hingga waktu

yang tepat. Selain itu, penyelesaian konflik dengan cara

menghindar akan mengakibatkan pihak yang terlibat konflik

menarik diri dari konflik yang sedang terjadi.

2) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik menghindar

Menurut Robbins (2002) dalam penyelesaian konflik

dengan cara menghindar ini, individu menarik diri atau

mendiamkan konflik. Ketidakacuhan atau keinginan untuk

menghindari pertentangan secara terang-terangan dapat

mengakibatkan penarikan diri sehingga masing-masing pihak

memisahkan diri secara fisik dan mempertahankan

pendapatnya masing-masing. Jika penarikan diri tidak

memungkinkan atau tidak diinginkan maka pihak-pihak yang

berkonflik tersebut dapat mendiamkan konflik, yakni

(54)

pihak yang sedang terlibat konflik dipaksa untuk berinteraksi

maka pendiaman diri akan dilakukan daripada penghindaran

diri.

Penyelesaian konflik dengan cara menghindar dilakukan

apabila masalah-masalah yang terjadi dalam konflik dianggap

masalah yang tidak penting, jika pihak-pihak yang berkonflik

merasa bahwa apabila ia memenangkan konflik namun hal itu

tidak bisa memuasakan kepentingannya,ketika potensi akan

adanya kekacauan lebih besar daripada keuntungan dengan

adanya resolusi,jika masalah dalam konflik dirasa

menyinggung lawan konflik dan mengakibatkan hal yang lebih

buruk daripada sebelumnya.

Dari ketiga penjelasan mengenai penyelesaian konflik di atas, maka

dapat dikatakan bahwa penyelesaian konflik dengan cara kompromi adalah

penyelesaian konflik yang paling baik diantara ketiga penyelesaian konflik

yang telah penulis sebutkan. Menurut Wirawan (2010) hal ini disebabkan

karena ketika remaja menggunakan penyelesaian konflik dengan cara

kompromi, maka ia akan memiliki kemampuan bernegosiasi dengan orang

tua. Selain itu remaja yang memilih penyelesaian konflik dengan cara

kompromi akan berlatih mendengarkan pesan yang dikemukakan oleh

orang tuanya. Dengan menggunakan penyelesaian konflik secara

kompromi remaja juga akan belajar bagaimana megevaluasi nilai dan

(55)

(2002) mengatakan bahwa remaja yang mengungkapkan

ketidaksetujuannya dengan orang tua akan menjajaki perkembangan

identitas dengan lebih aktif daripada remaja yang tidak mengungkapkan

ketidaksetujuannya dengan orang tua mereka. Hal ini sesuai dengan

pendapat Steinberg dalam Santrock (2002) yang mengatakan bahwa cara

terbaik untuk menangani konflik antara remaja dengan orang tua adalah

melalui penyelesaian konflik dengan cara kompromi. Cara ini bertujuan

untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang memuaskan baik bagi

remaja maupun orang tua.

Penulis juga menemukan beberapa variabel yang sama dalam setiap

(56)

Tabel 2.1

Variabel yang sama dalam penyelesaian konflik

Variabel Kompromi Kompetisi Menghindar

1. Negosiasi Pihak yang terlibat

konflik melakukan

2. Strategi Strategi yang disusun

(57)

D. Hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik

antara remaja awal dengan orang tua

Kualitas kelekatan yang terjadi pada hubungan antara bayi dengan

figur pengasuh memiliki peranan penting dalam kehidupan anak dan

menjadi dasar dalam hubungan anak dengan orang lain di kemudian hari.

Kualitas kelekatan yang terbentuk antara anak dengan figur pengasuh di

masa lampau tidak lantas hilang begitu saja namun akan senantiasa

berkembang ketika individu menginjak pada masa remaja maupun dewasa.

Penelitian yang dilakukan oleh Feeney dan Noller (1990) menunjukkan

bahwa ikatan emosional dalam hubungan yang lekat tetap terjadi hingga

dewasa. Kualitas kelekatan yang tampak pada hubungan intim yang

terjalin pada saat individu memasuki masa remaja dan dewasa bersumber

dari kualitas kelekatan yang dirasakan ketika individu tersebut ketika

masih bayi hingga kanak-kanak.

Hal tersebut terjadi pula pada berbagai kemampuan adaptif yang

berkaitan dengan kemampuan sosial karena perkembangan kemampuan

sosial bersumber pula dari perkembangan karkteristik mental individu

seperti harga diri, kepercayaan diri, kemampuan penyesuaian emosional,

dan sebagainya (Burland dan Zimmerman, dalam Santrock ,2002).

Menurut Hall dalam Santrock (2007) masa remaja adalah masa badai

emosional. Hal ini disebabkan karena masa remaja adalah suatu masa

dimana fluktuasi emosi berlangsung lebih sering (Rosenblum dan Lewis

(58)

remaja awal.Hal ini menyebabkan konflik dengan orang tua meningkat

melampaui masa anak-anak (Steinberg, dalam Santrock, 2002).

Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

1. Perubahan biologis pubertas

2. Perubahan kognitif yang menjadikan remaja mengalami

peningkatan idealisme dan penalaran logis

3. Perubahan sosial yang menyebabkan remaja menginginkan

kemandirian dan identitas

4. Perubahan-perubahan kebijakan dari orang tua dan

harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja

Konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap kehidupan

bersama (Kottler, dalam Conts, 2003). Konflik yang terjadi antara remaja

dengan orang tua sebenarnya sudah menjadi ciri relasi orang tua dengan

remaja. Konflik sehari-hari antara remaja dengan orang tua dapat berperan

sebagai fungsi perkembangan yang positif (Bloss dan Hill, dalam

Santrock, 2002). Kendati demikian, konflik yang terjadi antara remaja

dengan orang tua harus diselesaikan karena konflik yang berkepanjangan

dapat terkait dengan sejumlah masalah remaja yaitu pelarian diri dari

rumah, kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan terlalu

dini, keterlibatan penggunaan obat-obatan terlarang dan keikutsertaan pada

sekte-sekte sesat.

Berdasarkan uraian di atas maka masa remaja adalah masa yang sulit

(59)

permasalahan antara remaja dengan orang tuanyayang disebabkan karena

berbagai hal. Permasalahan antara remaja dengan orang tua adalah hal

yang wajar terjadi di usia remaja dan akan meningkat pada remaja awal

(Hall dalam Santrock, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Steinberg

dalam Santrock (2002) yang menyebutkan bahwa peningkatan konflik

akan terjadi selama masa remaja awal.Meskipun konflik antara orang tua

dengan remaja adalah hal yang wajar tetapi ketika permasalahan tersebut

tidak diselesaikan dengan cara yang tepat maka akan terjadi konflik yang

berkepanjangan dan bisa mendorong terbentuknya perilaku negatif pada

remaja.

E. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah dikemukakan di atas, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

Ada hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik

antara remaja dengan orang tua. Semakin tinggi kualitas kelekatan antara

remaja dengan orang tua maka penyelesaian konflik yang dipilih oleh

(60)

F. Skema hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian

(61)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk

penelitian korelasional. Penelitian korelasional yaitu suatu penelitian yang

bertujuan untuk mencari hubungan atau relasi antara dua variabel. Dalam

penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan yang positif

antara kualitas kelekatan aman dengan penyelesaian konflik antara remaja

dengan orang tua.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Tergantung : penyelesaian konflik antara remaja

dengan orang tua

2. Variabel Bebas :kualitas kelekatan

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja

awal. Cara pemilihan subjek dengan cara purposive sampling yakni teknik

penentuan sample dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2006). Subjek

dalam penelitian ini adalah remaja awal dengan kriteria sebagai berikut :

a. Usia subjek : usia subjek berkisar antara 13 sampai

(62)

b. Status pendidikan: berstatus sebagai seorang pelajar

baik SMP maupun SMA

purposive sampling Purposive sampling representative sample

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kualitas kelekatan antara remaja dengan orang tua

Tingkat mutu kelekatan yang tercermin dalam perilaku-perilaku

lekat yang dimunculkan individu terhadap figur lekatnya.

Kualitas kelekatan dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala kualitas kelekatan. Skala ini disusun oleh peneliti

berdasarkan empat aspek yang mengacu pada teori Santrock, yaitu :

a. Mempunyai harga diri yang tinggi

Harga diri yang tinggi adalah ketika remaja memiliki

pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri.

b. Mempuyai kesejahteraan emosional yang lebih baik

Remaja yang memiliki kesejahteraan emosional yang baik

tidak memiliki kecemasan-kecemasan dan perasaan depresi

yang dapat mengganggu perkembangannya.

c. Mempunyai kesehatan fisik yang baik

Terwujud apabila remaja tidak merasa dan mengeluh sakit atau

tidak adanya keluhan dan tampka sakit. Semua organ tubuh

berfungsi normal dan tidak mengalami gangguan.

(63)

Remaja mau secara aktif terlibat dalam suatu kegiatan yang

belum pernah ia coba sebelumnya.

2. Penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua

Penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua adalah cara

untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan cara-cara

tertentu. Pada penelitian ini ada tiga cara penyelesaian konflik yang

digunakan, yaitu:

a. Kompromi

Menurut Liliweri (2005) kompromi merupakan suatu

proses yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk

merundingkan beberapa pilihan pendapat yang menjadi

sumber konflik guna mencapai persetujuan bersama

yang menguntungkan kedua belah pihak. Proses

kompromi selalu dimulai dengan mempertimbangkan

kepentingan antara dua pihak. Setiap pihak memiliki

aspirasi tersendiri dan berusaha untuk mencapai apa

yang mereka inginkan atau butuhkan. Dalam situasi

konflik, kedua belah pihak masing-masing mencari

peluang untuk mengalahkan atau memenangkan yang

lain. Dalam proses kompromi ini pada awalnya tidak

(64)

kompromi gagal, maka kedua belah pihak akan memilih

mediasi dari pihak ketiga.

Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik

kompromi antara lain:

1. Adanya persiapan yang dilakukan kedua

belah pihak

2. Adanya aturan yang ditetapkan oleh

kedua pihak yang terlibat konflik

3. Masing-masing pihak saling memberi

kesempatan untuk membuat klarifikasi

4. Adanya proses tawar menawar

5. Kedua belah pihak yang terlibat konflik

mengakhiri konflik dengan menerapkan

apa yang sudah diputuskan melalui

Gambar

Tabel 2.1 Variabel yang sama dalam penyelesaian konflik
Tabel skoring
Tabel 3.2 Blueprint
Tabel 3.3 Distribusi Item Kualitas Kelekatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur biomassa serasah dan tumbuhan bawah secara destruktif dan mengukur biomassa tegakan secara non destruktif menggunakan persamaan

Nilai biomassa dan stok karbon serasah yang lebih rendah dari tumbuhan bawah diduga berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik yang berlangsung lebih cepat

Berdasarkan rumusan masa lah, hasil analisis data dan pem bahasan pada penelitian ini, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1) Ahli isi dan media

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengembangan multimedia interaktif dengan strategi episodic mapping untuk pembelajaran menulis cerpen siswa

Penelitian ini juga membuktikan bahwa gerakan politik ekonomi yang mengkomodifikasi budaya tradisional di ranah lokal dalam ruang kapitalisme global menguntungkan pihak

3.Kualitas barang lebih baik  Tidak boleh ada tambahan biaya , pembeli berhak menerima maupun menolak... Waktu penyerahan barang pada saat jatuh tempo .. pembeli harus menerimanya

INDIKATOR RENCANA PROGRAM DAN INDIKATOR KINERJA YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BADAN PENGELOLA PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019.. Kode

Galur-galur yang memiliki perbedaan pada semua karakter kuantitatif yang diamati, meliputi karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk,