i
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KELEKATAN DAN PENYELESAIAN
KONFLIK ANTARA REMAJA AWAL DENGAN ORANG TUA
skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Ovina Felita Christie Wulandari
NIM: 099114039
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO
“
AMSAL 23:18
”
“KARENA MASA DEPAN SUNGGUH ADA
DAN HARAPANMU TIDAK AKAN
HILANG”
1 TESALONIKA 5:16-17
“BERSUKACITALAH SENANTIASA.
v
Karya sederhana ini ku persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Orang tua tercinta
Adikku tersayang Hizkia Dewa Agung
Keluarga besar Eyang Sudarmi
vii
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KELEKATAN DAN
PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA REMAJA AWAL DENGAN
ORANG TUA
Ovina Felita Christie Wulandari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kualitas kelekatan remaja awal dengan penyelesaian konflik. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara kualitas kelekatan pada remaja awal dengan penyelesian konflik. Subjek penelitian berjumlah 100 subjek remaja awal dengan rentang usia 13 hingga 16 tahun. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala kelekatan remaja awal dengan penyelesian konflik. Validitas penelitian ini adalah validitas isi. Koefisien reliabilitas dari skala kualitas kelekatan remaja awal dengan orang tua adalah sebesar 0,868 dan koefisien reliabilitas skala penyelesaian konflik adalah sebesar 0,812. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompromi antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompetisi antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Spearman Rho. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik menghindar antara remaja awal dengan orang tua digunakan teknik korelasi Spearman Rho. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompromi antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar 0,128 dengan taraf signifikansi (p)=0,206 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik kompetisi antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar -0,167 dengan taraf signifikansi (p) = 0,097 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Koefisien korelasi (r) antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik menghindar antara remaja awal dengan orang tua adalah sebesar -0,055 dengan taraf signifikansi (p) = 0,583 (p>0,05) maka disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi.
viii
RELATIONSHIP BETWEEN ATTACHMENT QUALITY AND
CONFLICT RESOLUTION AMONG EARLY ADOLESCENT WITH
PARENTS subjects as the sample of the research, aged 13 until 16 years old, who are in early adolescent. In this research, the researcher used purposive sampling technique. Data collection is done by spreading the scale of early adolescent attachment and scale of conflict resolution. This research used content validity. The coefficient reliablity of the scale of early adolescent attachment quality was 0,868 and the coefficient reliability of the scale of conflict resolution was 0,812. To determine the relationship between early adolescent attachment quality and compromise conflict resolution, researcher used Pearson Product Moment Correlation. To determine the relationship between early adolescent attachment quality and competition conflct resolution, researcher used Spearman Rho Coreelation and to determine the relationship between early adolescent attachment quality and avoidance conflict resolution, researcher used Spearman Rho Correlation. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and compromise conflict resolution was 0,128 with significance level (p) 0,206 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment with compromise conflict resolution. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and competition conflict resolution was -0,167 with significance level (p) 0,097 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment quality with competition conflict resolution. Coefficient correlation (r) between early adolescent attachment quality and avoidance conflict resolution was -0,055 with significance level (p) 0,583 (p>0,05). It means there was a negative relationship between early adolescent attachment quality with avoidance conflict resolution.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan karunia Nya, karena skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kualitas
Kelekatan dan Penyelesaian Konflik Antara Remaja Awal dengan Orang Tua ini
dapat terselesaikan. Skripsi ini tidak bisa terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dukungan dan bantuan dari berbgai pihak. Pada kesempatan ini, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak T. Priyo Widiyanto selaku Dekan Fakultas Psikologi Uiversitas Sanata
Dharma.
2. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti,MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan waktu, kesempatan, kesabaran, motivasi, dukungan dan
saran dalam membimbing penulis selama proses penulisan skripsi.
3. Para dosen penguji yang sudah meluangkan waktu untuk menguji hasil
penelitian ini.
4. Bapak C. Siswo Widiyanto selaku dosen pembimbing akademis yang telah
memberikan waktu, bantuan, solusi, dan saran kepada penulis.
5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan mengajar penulis
selama menempuh bangku perkuliahan.
6. Seluruh staf Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas
Doni dan Mas Muji yang telah memberikan kenyamanan selama penulis
xi
7. MTSN Menggora Playen yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
mengambil data penelitian.
8. Siswa/siswi MTSN Menggora Playen yang bersedia meluangkan waktu unuk
mengisi kuesioner.
9. Rekan-rekan Persekutuan Remaja GKJ Wonosari yang bersedia meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner.
10. Siswa/siswi SMP Johannes Bosco yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner.
11. Pingkan terima kasih banyak atas link nya.
12. Bapak dan Ibu. Terima kasih buat kasih sayang, kesabaran, dukungan,
semangat, doa dan fasilitas yang diberikan. Tanpa Bapak dan Ibu, aku tidak
akan bisa menjadi seperti ini.
13. Adikku tercinta Hizkia Dewa Agung yang telah memberikan semangat dan
penghiburan selama pengerjaan skripsi.
14. Yanuari Eko Raharja yang selalu memberikan dorongan untuk segera
menyelesaikan skripsi. Terima kasih untuk lima tahun yang bermakna.
Sampai saat ini kau belum tergantikan. Terima kasih untuk semangat dan
dukungannya.
15. Ratih dan Ina terima kasih untuk persahabatan yang tulus. Terima kasih juga
karena selalu menemani tidur hahahaha…..
16. Sahabat-sahabatku “konco kenthel” Vero, Ayuk, Brian, Gatyo, Putra,
xii
memberi semangat. Hayuuuk kita backpackeran lagi….. Pulau Dewata
menanti.
17. Tante Laura yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam bentuk
masakan yang lezat dan jus buah yang menggoda selama saya mengerjakan
skripsi.
18. Eyang putri yang selalu mengejar-ngejar supaya cepat selesai.
19. Sherly dan Rea terima kasih sudah mengajari SPSS..makasih banget sudah
mau aku repotin.
20. All my lovely customer terima kasih untuk dukungannya selama saya
mengerjakan skripsi, maaf kalau pelayanan saya selama skripsi kurang
memuaskan…terima kasih untuk kepercaaannya.
21. Rekan-rekan pengurus Komisi Anak GKJ. Wonosari yang selalu memberikan
semangat dan dukungan selama saya mengerjakan skripsi…Mba Ika, Mba
Disi, Mba Sita, Mas Ido, Ratih, Dek Arga, Wisnu terima kasih,,aku banyak
belajar dari kalian semua, love you all.
22. Adik-adik Sekolah Minggu GKJ. Wonosari terima kasih karena sudah
mengajarkan Mbak Ovina mengenai ilmu sabar.
23. Rekan-rekan persekutuan dewasa muda GKJ. Wonosari yang selalu
membawa skripsi saya dalam setiap doa syafaat kalian. Terima kasih untuk
doa dan dukungannya.
24. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran proses penyusunan skripsi ini, baik secara moral maupun spiritual
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL...xviii
DAFTAR SKEMA ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
1. Manfaat Teoritis... 9
xv
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. PENGERTIAN REMAJA ... 10
1. Pengertian Remaja ... 10
B. KUALITAS KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANG TUA ... 13
1. Definisi Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 13
2. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 16
3. Indikator Kualitas Kelekatan Remaja dengan Orang Tua ... 16
C. PENYELESAIAN KONFLIK ... 18
1. Definisi Konflik ... 18
2. Penyebab Konflik ... 19
3. Definisi Penyelesaian Konflik ... 24
4. Macam Penyelesaian Konflik ... 24
D. Hubungan antara Kualitas Kelekatan dan Penyelesaian Konflik antara Remaja Awal dengan Orang Tua ... 37
E. Hipotesis ... 39
F. Skema ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A. Jenis Penelitian ... 41
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41
1. Variabel Bebas ... 41
2. Variabel Tergantung ... 41
xvi
1. Berusia 13-16 tahun ... 41
2. Status Pendidikan ... 42
D. Definisi Operasional ... 42
1. Kualitas Kelekatan antara Remaja Awal dengan Orang Tua ... 42
2. Penyelesaian Konflik antara Remaja dengan Orang Tua ... 43
E. Lokasi Penelitian ... 46
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 47
1. Metode Pengumpulan Data ... 47
G. Uji Coba Alat Ukur ... 54
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Pelaksanaan Penelitian ... 61
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61
2. Deskripsi Data Penelitian ... 62
C. Uji Asumsi Data Penelitian ... 64
1. Uji Normalitas ... 64
2. Uji Linearitas ... 66
xvii
D. Pembahasan ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
1. Saran Bagi Orang Tua ... 74
2. Saran Bagi Remaja ... 75
3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 75
4. Saran Bagi Subjek Penelitian ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
xviii
DAFTAR TABEL
1. Tabel Variabel Penyelesaian Konflik... 36
2. Tabel Skoring ... 48
3. Tabel Blueprint Kualitas Kelekatan ... 50
4. Tabel Distribusi Item Kualitas Kelekatan Sebelum Uji Coba ... 51
5. Tabel Blueprint Penyelesaian Konflik ... 53
6. Tabel Penyebaran Item Baik Skala Kualitas Kelekatan Setelah Uji Coba ... 57
7. Tabel Penyebaran Item Baik Skala Penyelesaian Konflik ... 58
8. Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 62
9. Tabel Hasil Uji Normalitas ... 65
7. Tabel Hasil Uji Linearitas ... 66
xix
DAFTAR SKEMA
1. Skema Hubungan antara Kualitas Kelekatan dan Penyelesaian Konflik
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 81
2. Lampiran 2 Analisis Data Uji Coba ... 98
3. Lampiran 3 Skala Penelitian ... 109
4. Lampiran 4 Analisis Data Penelitian... 123
a. Deskripsi Data Penelitian ... 124
b. Uji Normalitas ... 128
c. Uji Linearitas ... 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa konflik adalah suatu
proses dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain
telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan
kepentingan pribadi mereka. Konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi (Winardi, 1994). Beberapa indikator konflik antara
lain kepentingan yang bertentangan di antara individu atau kelompok,
kesadaran akan adanya kepentingan yang bertentangan tersebut,
kepercayaan dari setiap pihak bahwa pihak lain akan melakukan tindakan
yang mengintervensi kepentingan-kepentingan mereka, dan tindakan yang
menghasilkan intervensi. Konflik juga sering muncul karena faktor-faktor
sosial diantaranya keluhan dan amarah yang berkepanjangan, keinginan
membalas dendam, persepsi sosial yang tidak tepat, komunikasi yang
buruk, dan faktor-faktor lain yang serupa.
Beberapa penelitian terdahulu (Hill,dk; Silverberg & Steinberg;
Steinberg dalam Santrock, 2002) memperlihatkan bahwa konflik antara
orang tua dan remaja adalah sesuatu yang paling penuh dengan tekanan
selama puncak masa pubertas. Konflik dalam kehidupan sehari-hari yang
relasi orang tua dan anak remaja. Konflik antara orang tua dengan remaja
merupakan hal yang dapat memunculkan perilaku negatif pada diri remaja
apabila tidak segera diselesaikan dengan cara yang baik (Harian Sumut
Pos, 2010). Remaja sering terlibat konflik dengan orang tuanya bahkan
melebihi tingkat konflik pada masa anak-anak (Steinberg dalam Santrock,
2007). Penelitian yang dilakukan Adam dan Laursen (2001) dengan subjek
remaja ditemukan bahwa konflik lebih banyak ditemukan di kalangan
orangtua-remaja dibandingkan dengan remaja-teman sebaya. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cooper,dkk dalam Santrock (2002)
menyebutkan bahwa remaja yang mengungkapkan ketidaksetujuannya
terhadap orang tua akan mengalami perkembangan identitas yang lebih
aktif daripada remaja yang tidak mengungkapkan ketidaksetujuannya
terhadap orang tua mereka.
Penyebab konflik yang umum terjadi pada remaja Indonesia dengan
orang tua adalah perbedaan pendapat antara remaja dengan orang tua baik
perbedaan pendapat dalam hal pertemanan, cara berpakaian, dan
berpacaran. (Harian Kompas, 2009). Selain itu, generation gap antara
orang tua dengan remaja juga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya konflik remaja dengan orang tua
(
http://www.konsultasipsikologi.icbc-indonesia.org/konflik-orang-tua-anak-ayah-bingung-sikapi-anak-perempuan-remaja/). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Maentiningsih (2008) hubungan antara orang tua
merupakan akibat dari masa puber dan perkembangan kognitif pada
remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Silalahi
(2000) konflik antara orang tua dan remaja dapat menjadi salah satu faktor
pendorong remaja terjerumus dalam ketergantungan penggunaan zat
adiktif. Kendati demikian, adanya konflik antara orangtua dengan remaja
dapat berpengaruh positif dalam perkembangannya (Blos & Hill dalam
Santrock, 1999). Maksud positif disini adalah sebagai masa transisi remaja
dari ketergantungan dengan orangtua untuk menjadi individu yang
mandiri. Kendati demikian ketika konflik terus menerus dibiarkan terjadi
dan tidak diselesaikan dalam relasi orang tua dan remaja maka konflik
berkepanjangan tersebut akan menjadi akar dari sejumlah permasalahan
remaja seperti kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan
dini, keterlibatan dengan penyalahgunaan obat, dan keterlibatan dengan
sekte-sekte sesat (Brook,dkk dalam Santrock ,2002).
Strategi menyelesaikan konflik menurut Wirawan (2010) ada tiga
macam yaitu berkompromi atau berkolaborasi, berkompetisi, dan
menghindar. Strategi menyelesaikan konflik antara remaja dengan orang
tua sebaiknya dilakukan dengan cara yang kolaboratif yang bertujuan
untuk menemukan suatu pemecahan yang memuaskan baik bagi remaja
maupun bagi orang tua (Santrock, 2005). Dalam proses ini pihak-pihak
yang berkonflik saling bertukar penawaran baik secara langsung maupun
tidak langsung yakni melalui perwakilan. Menurut Wirawan (2010)
yang disusun dan bertujuan untuk melakukan pendekatan kepada lawan
konflik agar mau bernegoisasi, menghadapi lawan konflik dengan ramah
maupun dengan cara keras (memaksa) agar mau diajak bernegoisasi,
mengemukakan data, fakta, informasi, atau kejadian yang ada
hubungannya dengan konflik tanpa menyudutkan atau menyalahkan pihak
lawan, mengemukakan persamaan serta menjauhkan perbedaan pendapat,
adanya empati, pengertian, dan dukungan kepada pendapat lawan konflik
dan berupaya bernegoisasi, melakukan inisiatif untuk melakukan
pemecahan permasalahan secara bersama, menggunakan mediasi jika
diperlukan.
Cara penyelesaian konflik yang kedua menurut Wirawan (2010) adalah
dengan cara berkompetisi. Dalam penyelesaian konflik ini, pihak yang
teribat konfik bertujuan untuk memenangkan dan mengalahkan lawan
konfliknya. Adapun beberapa indikator dari proses ini antara lain adanya
strategi utnuk mengalahkan lawan konflik, menggunakan taktik
menggertak, mengancam, dan menyerang lawan konflik, berbohong atau
menyembunyikan sesuatu dengan hati-hati, melakukan agresi kepada
lawan konflik agar lawan konflik mau menyerah, menyalahkan,
memojokkan. Cara yang ketiga adalah dengan menghindar yang bertujuan
untuk menghindarkan diri dari situasi konflik. Pihak yang terlibat konflik
berupaya menghindari konflik karena beberapa alasan yaitu tidak senang
dengan situasi konflik, menganggap bahwa penyebab konflik tidaklah
penyelesaian konflik menghindar ini antara lain menarik diri dari situasi
konflik,menyusun strategi untuk menghindari konflik,tidak mengakui
bahwa konflik telah terjadi,mengalihkan masalah, menggunakan humor
untuk menghindari pembicaraan mengenai konflik.
Collins dalam Santrock (2007) mengemukakan bahwa banyak orang
tua yang melihat bahwa anak remaja mereka berubah dari seorang anak
yang selalu menurut menjadi seorang pembangkang, melawan, dan
menentang standar dan peraturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Hal
ini disebabkan oleh karena tugas perkembangan pada masa remaja adalah
untuk memperoleh otonomi tetapi orang tua cenderung berusaha
mengendalikan anak remaja mereka dengan keras dan memberi lebih
banyak tekanan supaya mereka mau menuruti standar dan peraturan yang
ditetapkan oleh orang tua. Kondisi tersebut menyebabkan anak memiliki
ketidaksetujuan terhadap orang tuanya sehingga mereka terlibat konflik
dengan orang tuanya (Adam dan Laursen ,2001).
Hubungan dengan orang tua atau figur pengasuh merupakan dasar bagi
perkembangan emosional dan sosial bagi anak. Kasih sayang orang tua
atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan
kunci utama perkembangan sosial anak sehingga meningkatkan
kemungkinan anak untuk memiliki kompetensi secara sosial, dan
penyesuaian diri yang baik pada tahun-tahun pra sekolah dan setelahnya
(Jahja, 2011). Kelekatan adalah ikatan emosional antara dua individu atau
waktu tertentu Kuper dan Kuper (dalam Samsuniwiyati 2007). Bowlby
(dalam Santrock 2007) percaya bahwa bayi akan membangun kelekatan
pada individu yang memberikan kepuasan oral. Bagi kebanyakan bayi,
orang ini adalah ibunya karena biasanya dialah yang menyusuinya. Dalam
kegiatan menyusui tersebut orang tua dan anak akan membangun
kedekatan secara fisik maupun secara emosional pada tahun-tahun pertama
kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ainsworth dalam Santrock
(2007).Penelitian yang dilakukan oleh Sagrario Yarnoz-Yaben (2010)
menyebutkan bahwa orang yang memiliki kelekatan yang aman akan
memiliki gambaran yang positif mengenai dirinya sendiri dan lingkungan
sekitar, mereka dapat membangun keintiman dengan orang lain dan
memiliki sikap otonomi di dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Santrock (2005). Menurut Noller (1993)
individu yang memiliki kelekatan yang aman juga lebih bisa menghargai
dirinya sendiri dan bisa membangun kepercayaan dengan orang lain di
sekitarnya sedangkan pada individu yang memiliki kelekatan yang tidak
aman mereka akan memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya
sendiri dan orang lain di sekitarnya.
(trust) (basic trust) Kelekatan yang dibangun sejak masa
bayi tidak lantas pudar lalu menghilang setelah individu melewati tahap
perkembangan di masa anak-anak namun kelekatan ini akan terus menerus
berkembang ketika individu berada pada masa remaja, maupun dewasa.
rangkaian siklus kehidupan dan merupakan suatu periode perkembangan
yang berkaitan dengan periode-periode sebelumnya. Remaja memiliki
karakteristik yang unik dan hal-hal yang terjadi selama di masa remaja
berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman mereka di masa
anak-anak maupun dewasa. Menurut Weinfield et al (2005) kelekatan
memainkan peran terutama dalam hal keyakinan yang positif mengenai
diri sendiri dan orang lain, dalam lingkup interpersonal dan emosional
serta dalam hubungan dengan orang tua.Allen, Kobak & Cole, Onishi &
Gjrede dalam Santrock (2007) mengemukakan bahwa kelekatan yang
dibangun dengan orang tua pada masa remaja dapat meningkatkan
kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja seperti penyesuaian
emosional dan kesehatan fisik. Papini, Roggman, & Anderson dalam
Santrock (2007) menyatakan bahwa kelekatan yang dibangun antara
remaja dengan orang tuanya bisa berlaku sebagai fungsi adaptif, yang
berarti dapat menjadi landasan yang kokoh bagi remaja dalam menjelajahi
lingkungan dan dunia sosial nya yang baru dengan cara yang sehat secara
psikologis.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah kelekatan yang dibangun antara
anak dengan figur lekatnya di masa bayi dalam hal ini adalah orang tua
akan mempengaruhi kehidupan anak tersebut di masa mendatang.
Kelekatan yang sudah di bangun di tahun-tahun pertama kehidupan anak
akan senantiasa berkembang seiring dengan perjalanan masa hidupnya
mereka akan berubah dari seorang pribadi yang selalu bergantung dengan
orang tua menjadi pribadi yang mulai mengembangkan otonomi. Oleh
sebab itu masa remaja merupakan masa yang banyak terjadi konflik antara
remaja dengan orang tua. Berlatar belakang permasalahan tersebut peneliti
menganggap bahwa perlu dilakukan penelitian mengenai ada tidaknya
hubungan antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian konflik antara
remaja dengan orang tua. Peneliti ingin mengetahui penyelesaian konflik
apa yang akan dipiih oleh remaja. Penelitian ini dilakukan pada remaja
awal karena menurut Santrock (2002) konflik antara remaja dengan orang
tua terjadi paling banyak pada masa remaja awal. Hal ini juga sejalan
dengan pendapat Hurlock (1980) yang mengatakan bahwa emosi selama
remaja awal seringkali sangat kuat dan tidak terkendali tetapi akan terjadi
perbaikan perilaku emosional menjelang berakhirnya masa remaja awal.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian
konflik antara remaja awal dengan orang tua?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kualitas kelekatan dengan penyelesaian konflik yang dipilih antara
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini menambah kajian dalam psikologi perkembangan,
terutama dalam bahasan mengenai kelekatan dan penyelesaian konflik
yang dialami remaja dengan orang tua.
2. Manfaat Praktis
a. Memberi pemahaman kepada orang tua mengenai pentingnya
kualitas kelekatan pada masa remaja yang berhubungan dengan
penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua
b. Memberi masukan kepada konselor dalam mengatasi persoalan
yang berhubungan dengan remaja.
c. Memberi pemahaman kepada subjek penelitian mengenai
pentingnya kelekatan aman yang dapat mendorong terbentuknya
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN REMAJA
Menurut Papalia dan Olds (dalam Jahja,2011) masa remaja adalah
masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang
pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Hurlock (dalam
Jahja,2011) transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian
perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian
kematangan masa dewasa sudah dicapai. Pada remaja awal sering terjadi
konflik antara orang tua dengan remaja itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena frekuensi pergulatan dalam masa remaja awal berkaitan dengan
ketegangan pubertas dan kebutuhan menuntut otonomi.
Muangman dalam Sarwono (2007) mengatakan bahwa remaja adalah
ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
masa anak-anak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan
sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Papalia (2009) masa remaja dikenal sebagai masa
pemberontakan. Masa pemberontakan melibatkan gejolak emosional,
gegabah, dan penolakan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang dewasa.
Emosi negatif dan perubahan suasana hatisering terjadiselama masa
remaja awal. Hal ini disebabkan karena stress yang berkaitan dengan
pubertas. Pada saat remaja akhir, emosi cenderung menjadi lebih stabil
(Larson, Moneta, Richards, dan Wilson dalam Papalia 2009). Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Hall dalam Santrock (2007) yang mengatakan
bahwa masa remaja adalah masa badai emosional. Hal ini disebabkan
karena masa remaja adalah suatu masa dimana fluktuasi emosi
berlangsung lebih sering (Rosenblum dan Lewis dalam Santrock, 2007).
Fluktuasi emosi ini paling sering terjadi pada masa remaja awal. Hal ini
menyebabkan konflik dengan orang tua meningkat melampaui masa
anak-anak (Steinberg, dalam Santrock, 2002). Peningkatan ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya :
1. Perubahan biologis pubertas
2. Perubahan kognitif yang menjadikan remaja mengalami
peningkatan idealisme dan penalaran logis
3. Perubahan sosial yang menyebabkan remaja menginginkan
kemandirian dan identitas
4. Perubahan-perubahan kebijakan dari orang tua dan
harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja
Remaja adalah sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang
berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini
menuju kemandirian, otonomi, dan kematangan. Seseorang yang ada pada
tahap ini akan bergerak dari sebagai bagian suatu kelompok keluarga
menuju menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya dan akhirnya
mampu berdiri sendiri sebagai seorang dewasa (Mabey dan
Sorensen,1995).
Salzman dalam Rochmah, (2005) mengemukakan bahwa remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung atau dependen terhadap
orang tua ke arah kemandirian. Erikson mengemukakan bahwa masa
remaja merupakan masa di mana terbentuk suatu perasaan baru mengenai
identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan
sulit dikenal oleh orang lain.
Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa masa remaja awal adalahmasa peralihan dari masa
anak-anak ke masa dewasa dengan rentang usia antara 13-16 tahun,
dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik dalam hal
pematangan fisik maupun psikologis. Pada masa remaja awal biasanya
terjadi ketegangan-ketegangan emosional yang disebabkan karena remaja
harus melakukan penyesuaian diri terhadap harapan-harapan orang tua dan
masyarakat yang baru dan berlainan dengan dirinya. Selain itu, dalam
rangka mencari identitas, remaja menginginkan kebebasan emosional dari
orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Mereka ingin diakui
memberikan kesempatan kepada anak remaja untuk mengambil keputusan
sendiri dan belajar bertanggung jawab.
B. KUALITAS KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANG TUA
1. Definisi kualitas kelekatan remaja dengan orang tua
Ainsworth dalam Santrock (2002) mengemukakan macam-macam
kategori gaya kelekatan. Gaya kelekatan yang pertama adalah gaya
kelekatan aman (tipe B). Pada gaya kelekatan aman ini pengasuh berperan
sebagai landasan yang aman untuk mengeksplorasi lingkungannya. Gaya
kelekatan yang kedua adalah gaya kelekatan cemas menghindar (tipe A)
yang memperlihatkan ketidaknyamanan dengan menghindari figur
pengasuh. Gaya kelekatan yang ketiga adalah gaya kelakatan cemas
menolak (tipe C) yang memperlihatkan ketidaknyamanan dengan cara
menolak figur pengasuh.
Kelekatan aman yang dikembangkan seorang anak dengan pemberi
perhatian utama akan berpengaruh pada perkembangan anak sepanjang
masa hidupnya. Kelekatan yang aman akan membuat anak bertumbuh
menjadi pribadi yang sehat secara sosial dan psikologis, Steinberg
(2002).Menurut pendapat O’Koon dalam Geldard (2010) anak muda yang
memiliki kelekatan yang aman dengan orang tua akan lebih sedikit atau
tidak terlalu stress dalam pengalamannya di sekolah dan tidak akan terlalu
tertekan dengan masalah-masalah yang ia hadapi di perguruan tinggi
Mereka juga akan menunjukkan prestasi akademik yang lebih tinggi.
Kelekatan yang aman dengan orang tua juga diketahui memiliki pengaruh
yang besar pada citra diri, terutama berkenaan dengan beberapa aspek
yang menjadi sangat penting bagi mereka semasa remaja seperti gambaran
fisik, sasaran pekerjaan, dan seksualitas.
Dibandingkan dengan gaya kelekatan yang lain, individu dengan gaya
kelekatan yang aman lebih tidak mudah marah, lebih tidak
mengatribusikan keinginan bermusuhan pada orang lain, dan
mengharapkan hasil yang positif dan konstruktif dari konflik (Mikulincer
dalam Baron dan Byrne, 2005). Sebagai tambahan menurut Mikulincer
dalam Baron dan Byrne (2005), dibandingkan dengan orang-orang yang
memiliki gaya kelekatan tidak aman, individu yang memiliki gaya
kelekatan aman akan memproses informasi mengenai situasi sosial dengan
cara yang melibatkan keingintahuan dan kecenderungan untuk bersandar
pada informasi baru dalam membuat penilaian sosial. kelekatan yang aman
selama dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif,
yang menyediakan landasan yang kokoh di masa remaja sehingga remaja
dapat menjelajahi lingkungan dan dunia sosialnya yang baru dengan
cara-cara yang sehat secara-cara psikologis.
Kelekatan yang aman antara remaja dengan orang tua akan berfungsi
sebagai berikut:
a. Meningkatkan relasi dengan teman sebaya yang lebih
b. Kelekatan yang aman dengan orang tua akan menyangga
remaja dari kecemasan dan perasaan-perasaan depresi sebagai
akibat dari masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa.
Green & Campbell dalam Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan
bahwa pada anak-anak maupun orang dewasa, gaya kelekatan yang aman
juga diasosiasikan dengan perilaku yang adaptif, seperti rasa ingin tahu
dan eksplorasi pada lingkungan. Individu yang memiliki gaya kelekatan
yang aman pada usia berapapun akan berinteraksi dengan baik dengan
orang lain.
Seiring dengan terjadinya perubahan kognitif selama masa remaja
maka antara remaja dengan orang tua sering mengalamai perbedaan
ide-ide atau pendapat yang berasal dari orang tua. Akibatnya, remaja mulai
mempertanyakan dan menentang pandangan-pandangan orang tua serta
mengembangkan ide-ide mereka sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi kualitas adalah
tingkat mutu; tingkat baik buruknya sesuatu; kadar. Jadi kesimpulan dari
uraian di atas adalah kualitas kelekatan antara remaja dengan orang tua
ialah tingkat mutu hubungan emosional antara anak dengan orang tua yang
tercermin dalam perilaku-perilaku lekat yang dimunculkan oleh individu
terhadap figur lekatnya dalam hal ini adalah antara remaja dengan orang
2. Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas kelekatan antara
remaja dengan orang tua
Menurut Papalia dkk (2008) aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas
kelekatan antara remaja dengan orang tua antara lain :
a. Sensitifitas figur pengasuh
Sensitifitas figur dapat berupa seberapa besar kepekaan
figur pengasuh terhadap kebutuhan individu atau sejauh
mana figur pengasuh dapat mengetahui
kebutuhan-kebutuhan individu. Dalam hal ini adalah orang tua dengan
remaja nya.
b. Responsivitas figur
Responsivitas figur pengasuh adalah bagaimana cara figur
pengasuh menanggapi kebutuhan individu.
Menurut Erwin (1998) aspek utama pembentukan dan pengembangan
kelekatan adalah penerimaan figur lekat, sensitifitas atau kepekaan figur
lekat terhadap kebutuhan individu dan responsivitas kedua belah pihak
baik figur lekat maupun individu dalam menanggapi stimulus-stimulus
yang diberikan untuk memperkuat kelekatan antara keduanya.
3. Indikator kualitas kelekatan remaja dengan orang tua
Menurut Allen, Kobak & Cole, Onishi & Gjrede dalam Santrock
(2002). Kelekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu
dalam ciri-ciri seperti harga diri,penyesuaian emosional, dan kesehatan
fisik.
Remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orang tuanya
memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik
(Armsden dan Greenberg dalam Santrock, 2002). Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Papini, Roggman, dan Anderson (dalam Santrock,
2002) bila remaja memiliki kualitas kelekatan yang aman dengan orang
tuanya maka remaja akan memiliki sedikit kecemasan dan
perasaan-perasaan depresi sehingga mereka bisa memahami dan mempunyai rasa
memiliki antar anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat
Widyarini (2009) bahwa adanya kelekatan dengan orang tua membuat
remaja tidak akan melepaskan diri dari ikatan dengan keluarga ketika
mengembangkan hubungan di luar keluarga.
Kelekatan yang berkualitas antara remaja dengan orang tua akan
meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang
positif di luar keluarga. Dalam penelitian lain, remaja yang memiliki
kelekatan yang tidak aman maka ia akan memiliki rasa iri hati,konflik,dan
ketergantungan yang lebih besar daripada teman-teman remaja mereka
yang memiliki kelekatan yang aman.
Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
kelekatan antara remaja dengan orang tua adalah tingkat mutu kelekatan
yang tercermin dalam perilaku-perilaku lekat yang dimunculkan individu
a. Mempunyai harga diri yang tinggi
Harga diri yang tinggi adalah ketika remaja memiliki
pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri.
b. Mempuyai kesejahteraan emosional yang lebih baik
Remaja yang memiliki kesejahteraan emosional yang baik
tidak memiliki kecemasan-kecemasan dan perasaan depresi
yang dapat mengganggu perkembangannya.
c. Mempunyai kesehatan fisik yang baik
Terwujud apabila remaja tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan tampka sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal dan tidak mengalami gangguan.
d. Ingin mencoba berbagai aktivitas
Remaja mau secara aktif terlibat dalam suatu kegiatan yang
belum pernah ia coba sebelumnya.
C. PENYELESAIAN KONFLIK
1. Definisi Konflik
configere conflictEdelman & Crain dalam Wirawan (2010)
mengatakan bahwa konflik adalah situasi yang terjadi dimana dua orang
berinteraksi dan satu orang tidak menyetujui tindakan yang lain.
Menurut Hocker dan Wimot dalam Wirawan (2010) bahwa konflik
adalah sebagai perjuangan yang diekspresikan diantara paling tidak dua
yang bertentangan, sumber daya yang terbatas dan adanya hambatan dari
pihak lain untuk mencapai tujuan.
Joel A. DiGirolamo dalam Wirawan (2010) menyatakan bahwa
konflik adalah proses yang dimulai ketika seorang individu atau kelompok
merasakan perbedaan dan oposisi antara dirinya sendiri dan orang lain atau
kelompok tentang kepentingan dan sumber daya, keyakinan, nilai, atau
praktek yang penting bagi mereka.
Menurut Watkins dalam Chandra (1992), konfik terjadi bila terdapat
dua hal. Yang pertama konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya
terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis dapat saling
menghambat. Kedua, konflik bisa terjadi bila ada suatu sasaran yang
sama-sama dikejar oleh kedua pihak namun hanya salah satu pihak yang
mungkin akan mencapainya.
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan (2010) konflik adalah proses
pertentangan yang diekspresikan di antara kedua belah pihak atau lebih
yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola
perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah
pertentangan yang timbul antara dua individu atau lebih dan
masing-masing individu yang terlibat konflik bertujuan untuk menyingkirkan
hambatan dari pihak lain guna mencapai tujuan yang dikehendaki.
Menurut Wirawan (2010) ada beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya konflik, diantaranya:
a. Tujuan yang berbeda
Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot dalam
Wirawan (2010) konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat
konflik mempunyai tujuan yag berbeda. Konflik bisa juga terjadi
karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama tetapi cara untuk
mencapainya berbeda.
b. Komunikasi yang tidak baik
Komunikasi yang tidak baik sering kali menimbulkan konflik.
Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik misalnya
penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang
terkait, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, demikian juga
perilaku komunikasi yang berbeda seringkali menyinggung
perasaaan pihak lain baik disengaja maupun tidak
disengaja.sebagai contoh gaya berbicara bisa menjadi penyebab
c. Kebutuhan
Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain.
Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika
kebutuhan individu diabaikan maka hal ini bisa memicu terjadinya
konflik.
d. Perasaaan dan emosi
Setiap individu memiliki perasaan dan emosi yang berbeda-beda.
Sebagian orang mengikuti perasaan dan emosinya saat
berhubungan dengan sesuatu atau orang lain. Orang yang sangat
dipengaruhi oleh perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional
saat berinteraksi dengan orang lain. Perasaan dan emosi tersebut
bisa menimbulkan konflik dan menentukan perilakunya saat
terlibat konflik. Selain itu, perubahan emosi pada remaja sebagai
akibat dari perubahan fisik dan hormonal menimbulkan
perasaan-perasaan baru yang belum pernah dirasakan oleh remaja
sebelumnya. Keterbatasan remaja untuk mengolah
perubahan-perubahan baru dalam hidupnya tersebut bisa membawa perubahan-perubahan
Menurut Hurlock (1980) penyebab terjadinya konflik antara remaja
dengan orang tua adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan rentang usia antara remaja dengan orang tua
b. Orang tua yang berumur lebih tua tidak tertarik untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan remaja dibandingkan
dengan orang tua yang berumur lebih muda.
c. Orang tua yang lebih tua seringkali memiliki energi yang lebih
sedikit untuk mengikuti aktivitas para remajanya. Terutama orang
tua yang lebih tua yang memiliki kesehatan yang kurang baik.
d. Orang tua yang lebih muda biasanya tertarik untuk melakukan
kegiatan bersama-sama dengan teman-teman mereka yang sebaya.
e. Usia orang tua memiliki pengaruh yang ditandai pada sikap-sikap
mereka terhadap peran orang tua
f. Usia orang tua juga menentukan pola adekuasi dalam mengasuh
remajanya
g. Orang tua yang berusia lebih tua seringkali menjadikan
pengalaman mereka sebagai tolak ukur untuk mengasuh remajanya
h. Remaja seringkali merasa malu karena orang tua mereka
bertingkah laku tidak sesuai dengan usia mereka.
i. Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua kuno
sehingga orang tua harus menyesuaikan diri dengan yang moderen.
j. Metode penerapan disiplin yang digunakan oleh orang tua
dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan.
k. Remaja menganggap bahwa orang tua pilih kasih dengan saudara
kandung
l. Remaja tidak merasa tidak suka apabila status sosial dan ekonomi
keluarga tidak memungkinkannya mempunyai simbol-simbol
status yang sama dengan yang dimiliki oleh teman-teman mereka.
Seperti: mobil,pakaian,dan sebagainya
m. Orang tua tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis terhadap
diri mereka
n. Orang tua sering menghukum anak remaja nya ketika tidak
bertindak sesuai dengan harapan orang tua.
o. Orang tua dan keluarga menjadi marah apabila remaja menolak
usul dan nasehat mereka.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa ada banyak
orang tua. Dengan demikian diharapkan orang tua dan remaja bisa bekerja
sama untuk meminimalisir terjadinya konflik tersebut.
3. Definisi Penyelesaian Konflik
Menurut Wirawan (2010) penyelesaian konflik adalah proses untuk
mencapai keluaran konflik dengan menggunakan metode dan manajemen
tertentu. Metode penyelesaian konflik bisa dikelompokkan menjadi dua
yaitu metode pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik
(self regulation) atau melalui intervensi pihak ketiga (third party
intervention). Dalam metode pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat
konflik menyusun strategi konflik dan menggunakan taktik konflik untuk
mencapai tujuan akhir dari penyelesaian konflik yang sedang terjadi.
Pihak-pihak yang terlibat konflik saling melakukan pendekatan untuk
menyelesaikan konflik dan menciptakan keluaran konflik yang
diharapkan.
4. Macam Penyelesaian Konflik
a. Kompromi
1) Pengertian penyelesaian konflik kompromi
Menurut Liliweri (2005) kompromi merupakan suatu proses
yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk merundingkan
beberapa pilihan pendapat yang menjadi sumber konflik guna
mencapai persetujuan bersama yang menguntungkan kedua belah
pihak. Proses kompromi selalu dimulai dengan
memiliki aspirasi tersendiri dan berusaha untuk mencapai apa
yang mereka inginkan atau butuhkan. Dalam situasi konflik,
kedua belah pihak masing-masing mencari peluang untuk
mengalahkan atau memenangkan yang lain. Dalam proses
kompromi ini pada awalnya tidak melibatkan pihak ketiga, namun
apabila proses kompromi gagal, maka kedua belah pihak akan
memilih mediasi dari pihak ketiga.
2) Proses kompromi ini memiliki beberapa indikator
diantaranya:
a. Adanya persiapan yang dilakukan oleh kedua belah
pihak.
b. Adanya aturan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak
yang terlibat konflik.
c. Masing-masing pihak saling memberi kesempatanuntuk
membuat klarifikasi atas isu perbedaan pendapat.
d. Adanya proses tawar-menawar untuk memecahkan
masalah yang diakukan oleh kedua belah pihak yang
terlibat konflik.
e. Kedua belah pihak yang terlibat konflik mengakhiri
konflik dengn menerapkan apa yang sudah diputukan
Berikut ini adalah rincian langkah-langkah kompromi
menurut Liliweri (2005) :
a. Memilih strategi yang konkret
b. Mulailah dengan usaha positif yaitu mengatasi
c. Berpikir tentang masalah, jangan berpikir tentang
individu yang terlibat konflik
d. Tangani secara rasional dan tetapkan kerangka pikir
yang berorietasi pada tujuan
e. Berikan sedikit perhatian kalau ada proses
tawar-menawar
f. Menekankan solusi menang-menang
g. Menggunakan kriteria yang objektif
3) Ada dua tipe strategi kompromi yaitu:
a) Distributive bargaining.
Yang dimaksud dengan distributive bargaining adalah
perundingan yang menghasilkan suatu solusi sehingga
dua pihak akan memperoleh apa yang disengketakan
sesuai degan hak, jadi lebih mengutamakan “keadilan
berdasarkan hak”.
b) Integrative bargaining
Yang dimaksud dengan integrative bargaining adalah
perundingan yang menghasilkan suatu solusi sehingga
disengketakan berdasarkan rasa keadilan, jadi lebih
mengutamakan bagaimana rasa keadilan dari dua belah
pihak.
4) Pengaruh penyelesaian konflik kompromi terhadap
perkembangan remaja
Dengan menggunakan penyelesaian konflik kompromi,
maka kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari
alternatif titik tengah yang memuaskan untuk keinginan
mereka masing-masing. Selain itu, menurut Santrock (2002)
kesadaran bahwa konflik dan perundingan dapat berperan
sebagai fungsi perkembangan yang positif dan dapat juga
menurunkan kemarahan orang tua.
5) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik kompromi
Dalam penyelesaian konflik kompromi, kedua belah
pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah
yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Dalam keadaan
tertentu, kompromi dapat berarti membagi perbedaan di
antara dua posisi dan memberikan konsensi untuk mencari
titik tengah dari konflik yang sedang terjadi. Dalam
penyelesaian konflik secara kompromi, bukan berarti
pihak-pihak yang terlibat konflik menghindar dari suatu masalah
yang telah terjadi namun mereka bekerja sama untuk
kedua belah pihak. Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik
kompromi antara lain:
1. Adanya persiapan yang dilakukan kedua
belah pihak
2. Adanya aturan yang ditetapkan oleh
kedua pihak yang terlibat konflik
3. Masing-masing pihak saling memberi
kesempatan untuk membuat klarifikasi
4. Adanya proses tawar menawar
5. Kedua belah pihak yang terlibat konflik
mengakhiri konflik dengan menerapkan
apa yang sudah diputuskan melalui
kompromi
b. Kompetisi
1) Pengertian penyelesaian konflik kompetisi
Penyelesaian konflik dengan cara kompetisi adalah
penyelesaian konflik yang berorientasi pada kekuasaan, di
mana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang
dimilikinya untuk memenangkan konflik ( Thomas and
Kilmann dalam Wirawan,2010) . Dalam penyelesaian konflik
model kompetisi, pihak-pihak yang terlibat konflik bertujuan
konfliknya. Pihak yang terlibat konflik berupaya mencapai
solusi konflik mengalahkan lawan konfliknya dengan berbagai
pertimbangan, antara lain:
a) Merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan
konfliknya
b) Merasa mempunyai sumber konflik lebih besar
c) Menganggap objek konflik sangat penting bagi kehidupan
dan harga dirinya
d) Situasi konflik menguntungkan
e) Merasa bisa mengalahkan lawan konfliknya
Menurut Santrock, (2002) perselisihan yang terjadi antara
remaja dengan orang tua akan mempermudah transisi remaja
dari tergantung menjadi seorang pribadi yang memiliki
otonomi. Dalam suatu penelitian, remaja yang mengungkapkan
ketidaksetujuannya dengan orang tua akan menjajaki
perkembangan identitas yang lebih aktif daripada remaja yang
tidak mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua
mereka.
2) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik kompetisi
Untuk dapat memenangkan konflik maka perilaku
a) Menentukan strategi untuk memenangkan konflik dan
berpegang teguh pada strategi tersebut. Strategi tersebut
berupa mengalahkan lawan konflik dengan menggunakan
berbagai taktik konflik. Taktik konflik bisa berubah setiap
saat tergantung dari perkmbangan situasi konflik.
b) Tawar menawar dengan lawan konflik hanya dilakukan
apabila hasilnya menguntungkan
c) Melakukan agresi untuk memperlemah dan mengubah
posisi lawan agar mau menyerah.
d) Menolak untuk bertanggung jawab dan menyatakan bahwa
sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab lawan
konflik.
Perilaku tersebut di atas dilakukan secara bergantian dan
berulang-ulang sampai lawan konflik menyerah dan menerima
solusi yang diharapkan.
c. Menghindar
1) Pengertian penyelesaian konflik menghindar
Menurut Chandra (1992) penyelesaian konflik dengan
cara menghindar adalah seseorang menyadari bahwa ada
konflik tetapi bereaksi dengan menghindari atau dengan
menekan kenyataan konflik tersebut. Seringkali hal ini
mengabaikan minat dan kepentingan, baik yang dimiliki oleh
orang lain maupun yang dimiliki dirinya sendiri, demi
tercapainya kepentingan bersama. Wirawan (2010)
mengungkapkan bahwa tujuan dari proses penyelesaian konflik
menghindar adalah untuk menghindarkan diri dari situasi
konflik. Pihak yang terlibat konflik akan berusaha menghindari
konflik dengan beberapa alasan:
a) Perasaan tidak nyaman akibat terjadinya konflik.
b) Menganggap penyebab konflik tidak penting.
c) Tidak mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksakan
kehendak.
d) Menganggap situasi konflik tidak bisa dikembangkan
sesuai kehendaknya.
e) Belum siap untuk melakukan kompromi.
Berikut ini adalah proses interaksi pihak yang terlibat
konflik, antara lain:
a) Menyusun strategi dengan tujuan untuk menghindari
konflik, mungkin secara terus menerus atau untuk
sementara jika penyebab konflik sangat esensial
b) Menahan diri dan pasif
c) Tidak melayani pihak lawan konflik
d) Menarik diri dari situasi konflik
f) Tidak mengaku bahwa telah terjadi konflik
g) Mengalihkan masalah untuk mengalihkan perhatian
lawan konflik mengenai konflik yang terjadi.
h) Menggunakan humor untuk menghindari pembicaraan
mengenai konflik
Bernard Mayer dalam Wirawan (2010) menyatakan ada
delapan cara untuk menghindari konflik, yakni:
a) Menghindari secara agresif (aggressive avoidance)
“Jangan memulai konflik dengan saya atau Anda akan
menyesal”
b) Menghindar pasif (passive avoidance) “Saya menolak
terlibat konflik dengan Anda”
c) Menghindari pasif-agresif (passive-aggressive
avoidance) “Jika Anda marah kepada saya, itu masalah
Anda sendiri”
d) Menghindar dengan ketidakberdayaan (avoidance
through hopelessness) “Apa gunanya melayani Anda?”
e) Menghindar dengan melemparkan ke orang lain
(avoidance through surrogates) “Silakan Anda
bertengkar dengan mereka, tetapi tidak dengan saya”
f) Menghindar melalui menyangkal (avoidance through
denial) “Jika saya memejamkan mata, semuanya akan
g) Menghindar melalui pemecahan masalah secara dini
(avoidance through premature problem solving) “Tak
ada konflik, sudah saya bereskan semua”
h) Menghindar dengan melipat (avoidance by folding)
Penyelesaian konflik dengan cara menghindar dapat
menyebabkan pihak-pihak yang terlibat konflik menjauhkan
diri dari masalah sehingga hal ini menyebabkan pihak-pihak
yang terlibat konflik menunda pokok masalah hingga waktu
yang tepat. Selain itu, penyelesaian konflik dengan cara
menghindar akan mengakibatkan pihak yang terlibat konflik
menarik diri dari konflik yang sedang terjadi.
2) Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik menghindar
Menurut Robbins (2002) dalam penyelesaian konflik
dengan cara menghindar ini, individu menarik diri atau
mendiamkan konflik. Ketidakacuhan atau keinginan untuk
menghindari pertentangan secara terang-terangan dapat
mengakibatkan penarikan diri sehingga masing-masing pihak
memisahkan diri secara fisik dan mempertahankan
pendapatnya masing-masing. Jika penarikan diri tidak
memungkinkan atau tidak diinginkan maka pihak-pihak yang
berkonflik tersebut dapat mendiamkan konflik, yakni
pihak yang sedang terlibat konflik dipaksa untuk berinteraksi
maka pendiaman diri akan dilakukan daripada penghindaran
diri.
Penyelesaian konflik dengan cara menghindar dilakukan
apabila masalah-masalah yang terjadi dalam konflik dianggap
masalah yang tidak penting, jika pihak-pihak yang berkonflik
merasa bahwa apabila ia memenangkan konflik namun hal itu
tidak bisa memuasakan kepentingannya,ketika potensi akan
adanya kekacauan lebih besar daripada keuntungan dengan
adanya resolusi,jika masalah dalam konflik dirasa
menyinggung lawan konflik dan mengakibatkan hal yang lebih
buruk daripada sebelumnya.
Dari ketiga penjelasan mengenai penyelesaian konflik di atas, maka
dapat dikatakan bahwa penyelesaian konflik dengan cara kompromi adalah
penyelesaian konflik yang paling baik diantara ketiga penyelesaian konflik
yang telah penulis sebutkan. Menurut Wirawan (2010) hal ini disebabkan
karena ketika remaja menggunakan penyelesaian konflik dengan cara
kompromi, maka ia akan memiliki kemampuan bernegosiasi dengan orang
tua. Selain itu remaja yang memilih penyelesaian konflik dengan cara
kompromi akan berlatih mendengarkan pesan yang dikemukakan oleh
orang tuanya. Dengan menggunakan penyelesaian konflik secara
kompromi remaja juga akan belajar bagaimana megevaluasi nilai dan
(2002) mengatakan bahwa remaja yang mengungkapkan
ketidaksetujuannya dengan orang tua akan menjajaki perkembangan
identitas dengan lebih aktif daripada remaja yang tidak mengungkapkan
ketidaksetujuannya dengan orang tua mereka. Hal ini sesuai dengan
pendapat Steinberg dalam Santrock (2002) yang mengatakan bahwa cara
terbaik untuk menangani konflik antara remaja dengan orang tua adalah
melalui penyelesaian konflik dengan cara kompromi. Cara ini bertujuan
untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang memuaskan baik bagi
remaja maupun orang tua.
Penulis juga menemukan beberapa variabel yang sama dalam setiap
Tabel 2.1
Variabel yang sama dalam penyelesaian konflik
Variabel Kompromi Kompetisi Menghindar
1. Negosiasi Pihak yang terlibat
konflik melakukan
2. Strategi Strategi yang disusun
D. Hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik
antara remaja awal dengan orang tua
Kualitas kelekatan yang terjadi pada hubungan antara bayi dengan
figur pengasuh memiliki peranan penting dalam kehidupan anak dan
menjadi dasar dalam hubungan anak dengan orang lain di kemudian hari.
Kualitas kelekatan yang terbentuk antara anak dengan figur pengasuh di
masa lampau tidak lantas hilang begitu saja namun akan senantiasa
berkembang ketika individu menginjak pada masa remaja maupun dewasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Feeney dan Noller (1990) menunjukkan
bahwa ikatan emosional dalam hubungan yang lekat tetap terjadi hingga
dewasa. Kualitas kelekatan yang tampak pada hubungan intim yang
terjalin pada saat individu memasuki masa remaja dan dewasa bersumber
dari kualitas kelekatan yang dirasakan ketika individu tersebut ketika
masih bayi hingga kanak-kanak.
Hal tersebut terjadi pula pada berbagai kemampuan adaptif yang
berkaitan dengan kemampuan sosial karena perkembangan kemampuan
sosial bersumber pula dari perkembangan karkteristik mental individu
seperti harga diri, kepercayaan diri, kemampuan penyesuaian emosional,
dan sebagainya (Burland dan Zimmerman, dalam Santrock ,2002).
Menurut Hall dalam Santrock (2007) masa remaja adalah masa badai
emosional. Hal ini disebabkan karena masa remaja adalah suatu masa
dimana fluktuasi emosi berlangsung lebih sering (Rosenblum dan Lewis
remaja awal.Hal ini menyebabkan konflik dengan orang tua meningkat
melampaui masa anak-anak (Steinberg, dalam Santrock, 2002).
Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Perubahan biologis pubertas
2. Perubahan kognitif yang menjadikan remaja mengalami
peningkatan idealisme dan penalaran logis
3. Perubahan sosial yang menyebabkan remaja menginginkan
kemandirian dan identitas
4. Perubahan-perubahan kebijakan dari orang tua dan
harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja
Konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap kehidupan
bersama (Kottler, dalam Conts, 2003). Konflik yang terjadi antara remaja
dengan orang tua sebenarnya sudah menjadi ciri relasi orang tua dengan
remaja. Konflik sehari-hari antara remaja dengan orang tua dapat berperan
sebagai fungsi perkembangan yang positif (Bloss dan Hill, dalam
Santrock, 2002). Kendati demikian, konflik yang terjadi antara remaja
dengan orang tua harus diselesaikan karena konflik yang berkepanjangan
dapat terkait dengan sejumlah masalah remaja yaitu pelarian diri dari
rumah, kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan terlalu
dini, keterlibatan penggunaan obat-obatan terlarang dan keikutsertaan pada
sekte-sekte sesat.
Berdasarkan uraian di atas maka masa remaja adalah masa yang sulit
permasalahan antara remaja dengan orang tuanyayang disebabkan karena
berbagai hal. Permasalahan antara remaja dengan orang tua adalah hal
yang wajar terjadi di usia remaja dan akan meningkat pada remaja awal
(Hall dalam Santrock, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Steinberg
dalam Santrock (2002) yang menyebutkan bahwa peningkatan konflik
akan terjadi selama masa remaja awal.Meskipun konflik antara orang tua
dengan remaja adalah hal yang wajar tetapi ketika permasalahan tersebut
tidak diselesaikan dengan cara yang tepat maka akan terjadi konflik yang
berkepanjangan dan bisa mendorong terbentuknya perilaku negatif pada
remaja.
E. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
Ada hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian konflik
antara remaja dengan orang tua. Semakin tinggi kualitas kelekatan antara
remaja dengan orang tua maka penyelesaian konflik yang dipilih oleh
F. Skema hubungan antara kualitas kelekatan dan penyelesaian
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
penelitian korelasional. Penelitian korelasional yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mencari hubungan atau relasi antara dua variabel. Dalam
penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan yang positif
antara kualitas kelekatan aman dengan penyelesaian konflik antara remaja
dengan orang tua.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Tergantung : penyelesaian konflik antara remaja
dengan orang tua
2. Variabel Bebas :kualitas kelekatan
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja
awal. Cara pemilihan subjek dengan cara purposive sampling yakni teknik
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2006). Subjek
dalam penelitian ini adalah remaja awal dengan kriteria sebagai berikut :
a. Usia subjek : usia subjek berkisar antara 13 sampai
b. Status pendidikan: berstatus sebagai seorang pelajar
baik SMP maupun SMA
purposive sampling Purposive sampling representative sample
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kualitas kelekatan antara remaja dengan orang tua
Tingkat mutu kelekatan yang tercermin dalam perilaku-perilaku
lekat yang dimunculkan individu terhadap figur lekatnya.
Kualitas kelekatan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala kualitas kelekatan. Skala ini disusun oleh peneliti
berdasarkan empat aspek yang mengacu pada teori Santrock, yaitu :
a. Mempunyai harga diri yang tinggi
Harga diri yang tinggi adalah ketika remaja memiliki
pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri.
b. Mempuyai kesejahteraan emosional yang lebih baik
Remaja yang memiliki kesejahteraan emosional yang baik
tidak memiliki kecemasan-kecemasan dan perasaan depresi
yang dapat mengganggu perkembangannya.
c. Mempunyai kesehatan fisik yang baik
Terwujud apabila remaja tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan tampka sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal dan tidak mengalami gangguan.
Remaja mau secara aktif terlibat dalam suatu kegiatan yang
belum pernah ia coba sebelumnya.
2. Penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua
Penyelesaian konflik antara remaja dengan orang tua adalah cara
untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan cara-cara
tertentu. Pada penelitian ini ada tiga cara penyelesaian konflik yang
digunakan, yaitu:
a. Kompromi
Menurut Liliweri (2005) kompromi merupakan suatu
proses yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk
merundingkan beberapa pilihan pendapat yang menjadi
sumber konflik guna mencapai persetujuan bersama
yang menguntungkan kedua belah pihak. Proses
kompromi selalu dimulai dengan mempertimbangkan
kepentingan antara dua pihak. Setiap pihak memiliki
aspirasi tersendiri dan berusaha untuk mencapai apa
yang mereka inginkan atau butuhkan. Dalam situasi
konflik, kedua belah pihak masing-masing mencari
peluang untuk mengalahkan atau memenangkan yang
lain. Dalam proses kompromi ini pada awalnya tidak
kompromi gagal, maka kedua belah pihak akan memilih
mediasi dari pihak ketiga.
Aspek-aspek dalam penyelesaian konflik
kompromi antara lain:
1. Adanya persiapan yang dilakukan kedua
belah pihak
2. Adanya aturan yang ditetapkan oleh
kedua pihak yang terlibat konflik
3. Masing-masing pihak saling memberi
kesempatan untuk membuat klarifikasi
4. Adanya proses tawar menawar
5. Kedua belah pihak yang terlibat konflik
mengakhiri konflik dengan menerapkan
apa yang sudah diputuskan melalui