• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK "

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh : ISTIADI BUDIYOKO

J 500 060 034

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

SKRIPSI

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG

PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

Yang Diajukan Oleh : ISTIADI BUDIYOKO

J500 060 034

Telah disetujui oleh Tim Penguji Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada Tanggal : Desember 2010

Penguji

Nama : dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes ... 676

Pembimbing Utama

Nama : dr. Rh Budhi Muljanto, Sp.KJ ... 19510527.197810.1.001

Pembimbing Pendamping

Nama : dr. Erna Herawati ... 100. 1046

DEKAN FK UMS

Prof. Dr. Bambang Subagyo, dr. Sp.A (K) 300.1243

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbedaan Tingkat Depresi Antara Murid Putra Kelas X SMA yang Pernah dan Belum Pernah Tinggal di Pondok Pesantren di Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada

junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah menuntun ke jalan yang lurus yang dirahmati ALLAH SWT.

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam

melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Subagyo, dr. Sp.A (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes selaku penguji dan Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah meluangkan waktunya sebagai penguji serta memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. Rh. Budhi Muljanto, Sp.KJ selaku pembimbing utama, yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan, saran, kritik serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini..

4. dr. Erna Herawati, selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, saran, kritik dan dukungan

dalam penyusunan skripsi ini.

(4)

5. Bapak Drs. Diastono, selaku Kepala Sekolah SMA MTA Surakarta, yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

6. Ustadz Nur Kholis selaku Kepala Islamic Boarding School MTA Surakarta dan Ustadz Juni Jauhari selaku Pengasuh santri putra kelas X yang telah memberikan izin dan tempat dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ayah-ku tercinta, Bapak Ir. Daryoko, M.Si ; Ibu-ku tersayang, Ibu Siti

Maryatun; dan kakak-ku yang kukasihi, Mas Irwan Reantyoko; dan seluruh keluarga besar saya terima kasih telah memberikan cinta dan kasih sayang, perhatian serta doa-doa nya.

8. Semua warga MTA yang telah memberikan arahan dalam mengaji dan menuntut Ilmu.

9. Semua teman-teman angkatan 2006, dalam satu perjuangan bersama menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

10.Semua pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu spenulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam mencapai kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Desember 2010

Penulis

(5)

PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhanaku ini aku persembahkan kepada :

1. Papa-ku tercinta Bapak Ir. Daryoko, M.Si. dan Ibu-ku tersayang Siti Maryatun, serta Kakak-ku mas Irwan Reantyoko, yang telah memberikan motivasi, saran, kritik, cinta, kasih sayang, doa yang tak kenal lelah sampai kapan pun sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

2. Keluarga besar ku budhe, pakdhe, mbah uti, mbah kakung, yu Sugi, dik Novi dan yang lain sebagainya, yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk segera menyelesaikan studi ini.

3. Keluarga besar Majelis Tafsir Al-Qur’an , SMA MTA dan Asrama Putra MTA Surakarta terimakasih atas semua motivasi, bimbingan, tuntunan, dan ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.

4. TK Darmawanita, SDN Gentan I, SMPN 3 Sukoharjo, terimakasih kasih untuk segala ilmu dan pendidikannya.

5. Keluarga Tapak Suci ranting Gentan-Kumbulan (Pelatih dan rekan latihan) yang telah banyak mengajarkan ilmu bela diri sebagai bekal dalam menjaga diri dan siaga terhadap sekitarnya.

6. Teman-teman satu perjuangan FK UMS angkatan 2006, Azmier, All Team Futsal FK UMS 2006 (Ian, Ios, Tomo, Prabu, Fuat, Sembung, Prapto, mas Erik dll), Team Futsal KFC Kumbulan, DOC Band, teman-teman satu ilmu kesehatan jiwa (Fuat, Hanang, Angga, Pakdhe Futaki), teman-teman KOS Projo, KOS Matoa,

KOS Bu-Heri, Pigur.

7. My Motor Sport Supra-Jup yang sekian lama dalam kondisi apapun setia menemaniku selama awal kuliah hingga akhir kuliah.

8. Someone yang setia untuk menantikan ku.

9. Teman-temanku satu kontrakan di penumping (Angga, Widodo, Prapto, Oky, Pakdhe Futaki), terimakasih semua atas partisipasi, dorongan dan bantuannya. 10.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah ini dan disebutkan dalam pustaka.

Surakarta, Desember 2010

Istiadi Budiyoko

(7)

MOTTO

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan

boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

(QS. Al Baqarah : 216)

“…Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka

itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan

janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…” (QS. Al-Hujur

ă

t : 12)

“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah..”

(QS. Yusuf : 87)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...i

Lembar Persetujuan ...ii

Kata Pengantar ...iii

Persembahan ...v

Pernyataan ...vi

Motto ...vii

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ...xi

Daftar Lampiran ...xii

Abstrak ...xiii

Bab I Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Perumusan Masalah ... 3

C.Tujuan Penelitian ... 3

D.Manfaat Penelitian ... 4

Bab II Tinjauan Pustaka A. Pondok Pesantren ... 5

B. Murid Umum dan Santri ... 9

C. Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta...12

D. Depresi...13

E. Kerangka Teori ... .24

F. Hipotesis ... 24

Bab III Metode Penelitian A. Desain Penelitian ... 25

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

(9)

C. Populasi Penelitian ... 25

D. Sampel dan Teknik Sampling ... 25

E. Kriteria Restriksi ... 27

F. Variabel Penelitian ... 28

G. Definisi Operasional... 29

H. Instrumen Penelitian ... 29

I. Teknik Pengambilan Data ... 30

J. Analisis Data ... 31

K. Jalannya Penelitian ... 32

L. Jadual Pelaksanaan Penelitian ... 33

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan ... 36

Bab V Penutup A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

Daftar Pustaka ... 41

Lampiran ... 44

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Penelitian Tabel 2. Data Hasil Penelitian

Tabel 3. Distribusi Tingkat Depresi dengan Tinggal di Pondok Pesantren Tabel 4. Hasil Analisis dengan Chi-Square Tests

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori Gambar 2. Jalannya Penelitian

Gambar 3. Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Depresi

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Lampiran 2. Lembar Persetujuan Lampiran 3. LMMPI

Lampiran 4. BDI

Lampiran 5. Data Hasil Penelitian

Lampiran 6. Hasil Analisis Data Chi-Square dengan Menggunakan SPSS for windows

(13)

ABSTRAK

Istiadi Budiyoko. J500060034. 2010. Perbedaan Tingkat Depresi Antara Murid Putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang Pernah dan Belum Pernah Tinggal di Pondok Pesantren.

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi. 13% dari 1.265 remaja mengembangkan gangguan depresi berat pada umur 14-16 tahun. Selanjutnya, pada umur antara 16-21 tahun, kelompok ini secara signifikan beresiko memunculkan depresi berat. Pondok pesantren adalah tempat murid (santri) mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu. Memondokkan para siswa ke pesantren merupakan hal cukup menarik. Banyaknya penyimpangan dan kerusakan moral (masalah psikososial) pada murid sekolah adalah salah satu penyebab alasan orang tua untuk memasukkan mereka ke pondok pesantren, dengan harapan agar menjadi anak yang berakhlak baik, patuh dan taat beribadah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren. Desain penelitian yang digunakan adalah diskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala L-MMPI dan Beck Depression Inventory (BDI). Sampel dalam penelitian sebanyak 86 responden murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta. Untuk pengujian hipotesis menggunakan uji Chi-Square. Didapatkan nilai �2 hitung sebesar 4,715. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan �2 tabel dengan signifikasi 5% yaitu sebesar 3,841. Oleh karena �2 hitung > �2 tabel dan P value (0,030 < 0,05) maka hipotesa H1 dapat diterima yaitu dapat

ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan yang belum pernah tinggal di pondok pesantren.

Kata Kunci: Tingkat Depresi, Tinggaal di Pondok Pesantren, Beck Depression Inventory

(14)

ABSTRACT

Istiadi Budiyoko. J500060034. 2010. The Difference of Depression Rate Between Student Boys High School of Class X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta The Ever and Never Living in Boarding Schools.

Depression is one form of mental disorder in the natural feeling (affective/mood disorder), characterized by moodiness, lethargy, lack of vitality, feeling useless, hopeless, etc. About 20% of women and 12% of men, at some time in their life have experienced depression. 13% of 1265 adolescents develop severe depressive disorders at age 14-16 years. At the age between 16-21 years, this group was significantly raises risk of severe depression. Boarding schools is where students study the Islamic religion and once lived in that place. Entering the students to boarding school is quite interesting. Many of deviations and moral damage (psychosocial problems) to the school students is one of the causes parents reason to incorporate them into boarding school, with the hope to become a children who have good morals, useful, obedient and devout worship. The purpose of this study was to determine differences of depression rate between student boys high school of class X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta the ever and never living in boarding schools. The design used descriptive analytic using cross sectional method. The research instrument used is L-MMPI scale and Beck Depression Inventory (BDI). Sample of a research was 86 respondents student boys high school of class X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta. The hypothesis analized using Chi-Square test. It was found that the value of �2count is 4,715. This value is bigger than �2 table in significance level of 5% is 3,841. Due to �2 count > �2 table and P value (0,030 < 0,05) then the hypothesis H1 is accepted in which can be concluded that is difference in rates of depression between student boys high school of class X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta the ever and never living in boarding schools.

Keywords : Depression Rate, Lived in Boarding School, Beck Depression Inventory

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan komponen psikologik, misalnya rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis dan komponen somatik, misalnya: anorexia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan nadi menurun sedikit (Maramis, 2005). Gangguan depresi sering ditemui. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua (Amir, 2005).

Siswa merupakan bagian penting dari sekolah dan agar tidak terjadi keruwetan dalam melaksanakan kegiatan pengajaran, maka perlu diadakan penelaahan tentang siswa (Susilo, 2007).

Sesungguhnya, kehilangan, penyimpangan, ataupun tidak adanya pengetahuan terhadap dasar-dasar pendidikan rumah dan sekolah yang benar (yang dibangun atas prinsip-prinsip akhlak yang benar) merupakan penyebab utama bagi timbulnya dan tumbuhnya akar penyakit kejiwaan pada generasi muda. Di dalam Islam, kita menemukan dasar-dasar yang benar dan wajib dijadikan pijakan oleh para orang tua

dan para pendidik. Ini jika mereka sejak awal memang ingin melepaskan diri mereka dari penyakit kejiwaan, sekaligus menjauhkan anak-anak dan generasi muda mereka dari ketergelinciran ke dalam atmosfir penyakit kejiwaan (Syarif, 2003).

Pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu (Kosasih dkk, 2008). Memondokkan para siswa ke pesantren merupakan hal cukup menarik. Untuk menghindari “bias modernisasi” dan mampu mengubah sikap “negative thinking” menjadi “positive thinking”, maka kita harus berusaha untuk meningkatkan kualitas jiwa kita dari

(16)

tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Dalam ajaran Islam memiliki ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membantu seseorang bagaimana caranya seseorang bisa memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya atau fitrah-fitrahnya sehingga dengan begitu ia merasa damai dan mampu menciptakan suasana religius dan agamis di mana pun ia berada (Muhaimin dkk, 2002).

Dari studi pendahulu yang saya lakukan melalui wawancara dengan Kepala IBS

MTA Surakarta, diperoleh data bahwa Islamic Boarding School MTA merupakan asrama Islam sekolah yang setara atau sama dengan pondok pesantren. Semua santri/murid yang berada di dalamnya adalah murid SMA MTA Surakarta dengan jumlah keseluruhan berkisar 290 santri yang mempunyai latar belakang berbeda-beda. Untuk murid kelas X SMA berjumlah sekitar 110 orang. Pada murid kelas X mempunyai jumlah santri yang semasa SMP/SLTA-nya pernah tinggal di pondok pesantren sekitar 45% sedangkan untuk santri yang semasa SMP/SLTA-nya belum pernah tinggal di pondok pesantren sekitar 55%. Mereka semua berasal dari berbagai daerah baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa. Dalam keseharian santri IBS mempunyai berbagai masalah pribadi yang nampak dalam aktivitasnya, yaitu adanya depresi. Depresi ini biasa terjadi pada murid/santri kelas X yang latar belakang sebelumnya belum pernah tinggal di pondok pesantren yaitu sekitar 10% dari total jumlah murid kelas X. Hal ini dikarenakan mereka masih asing dengan lingkungan pondok pesantren (Personal Komunikasi, 4 November 2010).

Permasalahan dalam memilih pendidikan pesantren secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke madrasah atau pesantren (notaben Islam). Biasanya mereka tidak menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk menyekolahkan

anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan karena terpaksa (karena tidak

(17)

Sebagian pesantren mampu bersaing dengan sekolah negeri baik di bawah Diknas maupun Depag. Sebagian para santri menguasai dan punya prestasi yang lebih unggul dari siswa-siswi di sekolah yang bukan pesantren. Mereka mampu bersaing dalam mata pelajaran umum dan agama. Di samping itu, mereka punya nilai plus menguasai ilmu-ilmu agama yang lebih dari siswa lainnya (Bakhtiar, 2009).

Lembaga pendidikan Islam terdiri dari pesantren, madrasah dan sekolah Islam.

Ketiga institusi pendidikan di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang sama baik secara fungsional dan substansional. Secara fungsional ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai wadah untuk menggembleng mental, moral dan spiritual generasi muda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Sedangkan secara substansial dapat dikatakan bahwa ketiga institusi tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual seorang kyai, ustadz, guru yang tidak semata-mata didasari oleh motif materiil, tetapi sebagai pengabdian kepada Allah. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk pangkat maupun bermegah-megahan (Ihsan dkk, 2007).

B. Perumusan Masalah

Dari hasil uraian latar belakang di atas, di rumuskan permasalahan apakah ada perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(18)

2. Tujuan Khusus

Mengetahui tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding

School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu Kedokteran Jiwa tentang perbedaan tingkat depresi pada murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai tindakan preventif pada murid yang terkena depresi berupa konseling, nasehat serta dorongan kepada anggota kedua kelompok sampel.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pondok Pesantren a. Pengertian

Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-, dan akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatia juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama islam, dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama islam. Etimologi dari pesantren adalah pe-santri-an, “tempat santri”. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, mengandung makna bahwa titik pusat perkembangan keilmuan dilembaga ini adalah ilmu-ilmu agama. Oleh karena ilmu agama itu tidak

akan berkembang dengan baik tanpa ditunjang oleh ilmu-ilmu lain (ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman), maka oleh sebagian pesantren ilmu-ilmu tersebut juga merupakan bagian dari ilmu-ilmu yang diajarkan (Daulay, 2001).

b. Karakteristik Pondok Pesantren

Menurut (Nafi’ dkk, 2007) pesantren dari saat ke saat terus mengalami perubahan. Meskipun intensitas dan bentuknya tidak sama antara satu dan yang lain, perubahan itu dalam realitasnya berdampak jauh bagi keberadaan, peran, dan penencapaian tujuan pesantren. Oleh kalangan pesantren sejumlah penyesuaian dirumuskan dan dilaksanakan. Dilihat dari segi kurikulum, maka penyesuaian yang ditempuh pesantren adalah:

1) Melengkapi diri dengan madrasah/sekolah berkurikulum pemerintah. Konsekuensinya adalah kekhasan pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang mencetak mutafaqqih fi ad-din berkurang intensitasnya.

(20)

2) Mengembangkan kurikulum sendiri dan tidak mengadopsi kurikulum pemerintah. Konsekuensinya adalah para santri harus menempuh ujian kesetaraan yang dipersepsikan oleh masyarakat luas sebagai memiliki pengakuan lebih rendah dibandingkan dengan ujian negara jalur biasa.

3) Menggabungkan kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah. Konsekuensinya harus menyediakan tenaga pengajar dalam jumlah besar

untuk jumlah santri yang sama, karena santri memperoleh layanan dalam porsi dua kali lipat lebih banyak daripada yang belajar di pesantren dalam dua opsi sebelumnya. Disamping itu santri harus mengambil beban kurikuler dua kali lebih banyak dalam kurun waktu yang sama dengan sejawatnya yang belajar di dalam pesantren dalam opsi pertama dan kedua.

4) Menyelenggarakan dua jalur pendidikan yang masing-masing dirancang untuk melayani kelompok santri yang berbeda. Satu jalur dengan kurikulum pesantren. Dan satu jalur lainnya dengan kurikulum pemerintah. Konsekuensinya, pesantren harus rela mengelola segi-segi manajerial yang lebih rumit.

Ciri kurikuler pesantren itu memadukan penguasaan sumber ajaran yang ilahi (bersumber dari Allah SWT) menjadi peragaan individual untuk disemaikan ke dalam hidup bermasyarakat. Selain mengenal ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (perilaku) dalam pengajarannya, sejak lama pesantren mendasarkan diri pada tiga ranah utama yaitu faqâhah (kecukupan atau kedalaman pemahaman agama), thabi’ah (perangakai, watak, atau karakter), dan kafa’ah (kecakapan operasional). Jika pendidikan merupakan upaya perubahan, maka yang berubah dan diubah adalah ketiga ranah itu, tentu saja perubahan kearah yang lebih baik. (Nafi’

dkk, 2007)

c. Peran Pondok Pesantren

(21)

lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesantren bisa pula menjadi lembaga keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilannya membangun integrasi dengan masyarakat barulah memberinya mandat sebagai lembaga

bimbingan keagamaan dan simpul budaya (Nafi’ dkk, 2007).

Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran Islam dan telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Pondok pesantren mempunyai fungsi sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) sehingga dari pesantren lahir para kader ulama, guru agama, muballigh yang sangat dibutuhkan masyarakat (Kemnag, 2006).

d. Tujuan Pendidikan Pesantren

Menurut (Nafi’dkk, 2007) secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :

1) Pembentukan Akhlak/Kepribadian

Berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innamâ bu’itstu liutammima

shâlih al-akhlâq” atau “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR Ahmad), maka para pengasuh pesantren, sebagai ulama pewaris para nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh

pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shâlih).

2) Penguatan Kompentensi Santri

(22)

a. Wasâil (tujuan awal)

Penguasaan skolastik atas mata pelajaran di pesantren ditempatkan sebagai wasâil, baik penguasaan itu berada dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Rumusan wasâil dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang masing-masing menguatkan kompentensi santri di berbagai bidang ilmu agama dan penunjangnya.

b. Abdâf (tujuan antara)

Mata pelajarannya banyak hafalan, karena segi-segi analisis belum sesuai denagn rata-rata umur mereka. Bimbingan santri menekankan pendekatan-pendekatan psikologis untuk penguatan cita-cita. Pengorganisasian santri diarahkan untuk memudahkan mereka mengurus kebutuhan pribadi agar kerasan tinggal di dalam pondok sebagai santri mukim dengan keteraturan belajar.

c. Maqâshid (tujuan pokok)

Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan di lembaga pesantren adalah lahirnya mutafaqqih fi ad-din, yaitu orang yang ahli di bidang ilmu agama Islam.

d. Ghâyah (tujuan akhir)

Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri kehidupan yang terus memanggil dan yang membuat semua kesulitan terasa sebagai rute-rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.

3) Penyebaran Ilmu

Penyebaran ilmu atau nasyru al-‘ilmi adalah menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran agama Islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran

(23)

e. Metode Pendidikan Pesantren

Aktivitas dan kegiatan pondok pesantren adalah merupakan pelaksanaan aturan-aturan yang mengikat seluruh warga pondok, sehingga proses pembelajaran terjadi secara holistik dan komprehensif. Pembelajaran di pondok pesantren bukan hanya dalam bentuk pembelajaran di kelas semata, tetapi juga yang terkait dengan hubungan timbal-balik antara kyai/ustadz dengan santri juga antara sesama santri, bahkan

kepada warga pondok pesantren secara keseluruhan (Kemnag, 2006).

Metode pengajaran di Pondok Pesantren menurut (Daulay, 2001) antara lain: a) Wetonan atau Bandongan

Metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.

b) Sorogan

Metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kitab-kitab yang dipelajari itu diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan.

c) Hafalan

Metode hafalan menempati kedudukan yang penting di dunia pesantren. Pelajaran-pelajaran dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal misalnya dalam pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, begitu juga dalam pelajaran lainnya seperti fikih, bahasa arab, tasawuf, akhlak dan lain-lain.

B. Murid Umum dan Santri a. Santri

Santri adalah siswa yang belajar di pondok pesantren, menurut (Daulay, 2001) santri ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok :

(24)

(tinggal) di pesantren. Sebagai santri wajib mukim mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.

2) Santri kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.

Kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama (pondok) (Efendi, 2008).

Penyelenggaraan pendidikan Islam model Santri Asrama bertujuan membina peserta didik agar menjadi manusia yang paripurna, dalam arti kata membina peserta didik di samping mempunyai ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum, juga mampu memiliki kemahiran di bidang ketrampilan, hidup tidak menggantungkan diri pada orang lain, taat dan taqwa kepada Allah, berakhlak mulia serta tidak kaku dalam pergaulan di masyarakat, rela beramal dan terampil sehingga bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Semuanya ini adalah untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat dengan ridho Allah (Kosasih dkk, 2008).

b. Murid Umum

(25)

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Hadi dkk, 2000).

Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan dasar adalah pendidkan umum yang lama pendidikannya sembilan tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sedang pendidikan menengah yang di maksudkan

disini adalah Sekolah Menengah Umum (Hadi dkk, 2000).

c. Permasalahan Pendidikan

Menurut (Hadi dkk, 2000) permasalahan-permasalahan yang ada dalam pendidikan umum adalah :

1) Berkurangnya peranan keluarga dalam melakukan pembinaan anak-anaknya. 2) Sekolah dan atau lembaga pendidikan formal sebagai pembina anak dan

pemuda masih belum dapat melaksanakan fungsinya secara penuh.

3) Terbatasnya sarana dan prasarana serta tenaga pendidik baik secara kualitatif maupun secara kwantitatif dalam penyelenggaraan pendidikan.

4) Kurang seimbangnya jumlah anak usia sekolah dengan fasilitas pendidikan dan pembinaan yang tersedia dan lain-lain.

5) Penyalahgunaan obat-obat terlarang di kalangan generasi muda.

6) Masih kurangnya pengertian dan perhatian masyarakat, orang tua serta anak didik tentang tujuan pendidikan dan sistem pendidikan yang berlangsung sehingga mengakibatkan tidak adanya kesesuaian, keinginan dan pemilihan progam pendidikan dengan kemampuan anak.

7) Kenakalan para generasi muda yang mengakibatkan adanya perkelahian antar kelompok generasi muda dan lain-lain.

d. Penyesuaian Diri

(26)

perangsang, melalui belajar. Perbedaan kemampuan dan permasalahan penyesuaian diri akan tampak nyata pada waktu mereka memasuki sekolah menengah (Sekolah Lanjutan Atas). Remaja sebagai siswa atau peserta didik akan dihadapkan kepada kenyataan bahwa di sekolah itu ada norma dan peraturan yang harus dipatuhi. Tidak sedikit yang tidak mampu mengatasi permasalahannya yang berakibat munculnya perilaku salah sesuai seperti agresif terhadap lingkungan, mengisolisir diri, merasa

cemas yang berkepanjangan dan sebagainya.

Masalah umum dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah : 1) Masalah pemilihan progam studi.

2) Masalah menemukan cara dan menumbuhkan kebiasaan belajar yang baik. 3) Masalah penyesuaian terhadap kurikulum di sekolah.

4) Masalah penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama teman. 5) Masalah penyesuaian terhadap hubungan dengan guru.

C. Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta a. Pendahuluan

Dalam proses pendidikan dikenal tiga lembaga yaitu pendidikan sekolah,

pendidikan masyarakat dan pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga terbukti lebih efektif untuk membangun sisi efektif (sikap dan perilaku siswa). Pendidikan sekolah, efektif untuk membangun sisi kognitif (pengetahuan siswa). Sedangkan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan luar sekolah, efektif dalam membangun sisi psikomotorik (ketrampilan siswa). Idealnya ketiga institusi ini berjalan secara harmonis dan komprehensif, beriringan dan saling melengkapi. Akan tetapi, kehidupan jaman modern banyak mempengaruhi situasi pendidikan, sedikitnya dalam 2 hal :

(27)

2) Kuatnya tekanan situasi pergaulan di luar rumah dan di luar sekolah dalam perkembangan anak.

Dengan semangat untuk berbuat yang terbaik di antara lembaga-lembaga pendidikan yang ada dewasa ini dan manusia pada umumnya maka pembenahan pembinaan di asrama sudah menjadi keharusan. Dengan kaidah yang tegas bahwa “membina budaya-budaya klasik yang baik dan terus menggali budaya-budaya baru yang lebih konstruktif”, maka Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an bertekad untuk menyelenggarakan pembinaan siswa SMA MTA Surakarta setelah berakhirnya pelajaran intra sekolah, sebagai bentuk peduli untuk menciptakan lingkunan luar sekolah yang kondusif dengan penuh kegiatan yang Islami (Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an, 2009).

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Asrama

Berdasarkan (Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an, 2009) tujuan dan fungsi pendidikan asrama adalah:

1) Memantapkan pendidikan dan pengajaran yang telah dilaksanakan di sekolah. 2) Melaksanakan pendidikan masyarakat (pelatihan-pelatihan) dengan lebih baik

dan lebih terintegrasi dengan pendidikan sekolah.

3) Membina dan mengarahkan siswa untuk mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab serta berakhlaq al kharimah.

4) Mengisi waktu untuk siswa bermain di luar sekolah dengan pendidikan/kegiatan yang bermanfaat.

5) Membantu “melengkapikekurangan pendidikan keluarga dengan bimbingan dan pengasuhan.

D. Depresi a. Pengertian Umum

(28)

gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 2001). Depresi adalah reaksi normal terhadap kehilangan yang menyedihkan seperti kehilangan orang yang dikasihi, kehilangan harga diri, kehilangan milik pribadi, atau kehilangan kesehatan (Pinel, 2009).

Depresi ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk

keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan. Tetapi, bila gejala depresi muncul dalam keluhan psikomotor atau somatik seperti malas bekerja, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala yang terus menerus, adanya depresi yang melatarbelakanginya sering tidak terdiagnosis (Amir, 2005).

Berdasarkan (Sadock and Sadock, 2009) penggolongan depresi menurut gejalanya sebagai berikut:

a) Depresi neurotik

Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi.

b) Depresi psikotik

Secara tegas istilah “psikotik” harus dipakai untuk penyakit depresi berat yang mencerminkan penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang

buruk.

c) Psikosis depresi manik

(29)

dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut “mania”.

b. Epidemiologi

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi (Amir, 2005). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan yang sering, dengan prevalensi seumur hihup adalah kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25% pada wanita. Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut (Sadock and Sadock, 2007).

Dalam sebuah studi besar yang prospektif, Ferguson dan Woodward (2002) mengidentifikasi bahwa 13% dari 1.265 remaja mengembangkan gangguan depresi berat pada umur 14-16 tahun. Selanjutnya, pada umur antara 16-21 tahun, kelompok ini secara signifikan beresiko memunculkan depresi berat, gangguan kecemasan (Durand and Barlow, 2006).

(30)

c. Etiologi

Penyebab depresi secara pasti, belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan dalam terjadinya depresi yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dan lain-lain), faktor kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti gangguan hormon, keseimbangan neurotransmiter biogenik amin, dan imunologik (Amir, 2005).

Untuk menemukan penyebab depresi kadang-kadang sulit sekali karena ada sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya bekerja pada saat yang sama. Namun dari sekian banyak penyebab (Hadi, 2004) merangkumkan sebagai berikut:

1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Ada empat macam kehilangan:

a. Kehilangan abstrak: kehilangan harga diri, kasih sayang, harapan atau ambisi.

b. Kehilangan sesuatu yang konkrit: rumah, mobil, potret, orang atau bahkan binatang kesayangan.

c. Kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa tidak disukai atau dipergunjingkan orang.

d. Kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang: menunggu hasil tes kesehatan, menunggu hasil ujian, dan lain-lain.

2. Reaksi terhadap stres. 85% depresi ditimbulkan oleh stress dalam hidup. 3. Terlalu lelah atau capek. Karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik

maupun emosi.

4. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan. 5. Reaksi terhadap obat.

Etiologi berdasarkan teori genetik menjelaskan bahwa depresi dipicu oleh kemalangan atau musibah atau kejadian stres, namun kerentanan terhadap depresi ini

(31)

Sedangkan teori biokimiawi menyebutkan bahwa amine-biogenic (norepinephrine, serotonin dan dopamine) adalah unsur kunci pada teori ini. Dari observasi didapatkan bahwa antidepresan tricyclic dan inhibitor-MAO meningkatkan

norepinephrine di reseptor adrenergik di sentral di sistem limbik dan hipotalamus, dan obat yang memicu depresi (seperti reserpine) menghabiskan amine-biogenic ditempat ini, maka diduga bahwa depresi mungkin berkaitan dengan defisiensi zat

terakhir ini (Lumbantobing, 2004). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamine seperti reserpin dapat menyebabkan depresi. Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmitter monoamine, terutama norepinefrin (NE) dan serotonin dapat menyebabkan depresi. Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkardian (misalnya, siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA)). Serotonin, bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamine memfasilitasi motorik yang terarah dan bertujuan (Amir, 2005).

Teori kognitif mendalilkan suatu “trias kognitif” pada persepsi yang terdistorsi, yaitu (1) interprestasi negatif seseorang tentang pengalaman hidupnya; (2) menyebabkan penurunan nilai dirinya; (3) sehingga menyebabkan depresi (Sadock and Sadock, 2007).

Teoritikus belajar Peter Lewinsohn (1974) menyatakan bahwa depresi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara output perilaku dan input reinforcement yang berasal dari lingkungan. Kurangnya reinforcement untuk usaha seseorang dapat menurunkan motivasi dan menyebabkan perasaan depresi. Lingkaran setan dapat terjadi :

ketidakaktifan dan penarikan diri dari lingkungan sosial menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan reinforcement; dan reinforcement yang berkurang akan

(32)

d. Gejala Klinik

Menurut (Hawari, 2004) ditinjau dari segi gejala maupun tanda-tanda pada seseorang yang mengalami depresi secara umum sebagai berikut:

1. Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya.

2. Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.

3. Nafsu makan dan berat badan menurun. 4. Konsentrasi dan daya ingat menurun.

5. Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini seringkali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal.

6. Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya). 7. Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,

kreativitas menurun, produktivitasnya juga menurun. 8. Gangguan seksual (libido menurun).

9. Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri. 10.Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

11.Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna. 12. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

e. Diagnosis

Jika dua atau lebih episode depresif berat terjadi dan terpisah oleh periode di

(33)

Sadock and Sadock (2007) mengemukakan menurut Diagnostic and Statistic

Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) untuk episode depresi berat sebagai berikut:

1. Lima atau lebih gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut: (1) mood depresi (2) kehilangan minat atau kesenangan.

a. Mood depresi hampir tiap hari.

b. Kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua pada aktivitas harian.

c. Kehilangan berat badan bila tidak mau makan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih dari 5% setiap bulan), atau kehilangan nafsu makan hampir setiap hari.

d. Insomnia dan hiperinsomnia hampir setiap hari. e. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari. f. Fatigue atau hampir kehilangan energi setiap hari.

g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah tidak sesuai atau berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari.

h. Kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ketidakyakinan hampir setiap hari.

i. Pikiran berulang akan kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana, percobaan bunuh diri.

2. Gejala tidak memenuhi episode campuran.

3. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan area penting lainnya.

4. Gejala tidak terkait dengan efek psikologik penyalahgunaan (misalnya obat) atau karena kondisi medik umum (missal : hipotiroid).

(34)

dengan gangguan fungsional, preokupasi dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

f. Hal-hal Yang Mempengaruhi Tingkat Depresi

Menurut (Sarwono, 2002) tingkat depresi dapat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai

berikut:

1) Kematangan

Yaitu merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi tubuh menjadi lebih sempurna.

2) Pengalaman

Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya. 3) Transmisi sosial

Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.

4) Ekuilibrasi

Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

5) Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, misalnya : a) Kematian orang tua.

b) Orang tua sakit berat atau cacat.

c) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis. d) Orang tua sakit jiwa.

e) Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan lain-lain.

g. Cara Mengatasi Depresi

(35)

1) Pendekatan Psikodinamika

Psikoanalisis tradisional bertujuan membantu orang yang depresi untuk memahami perasaan mereka yang ambivalen terhadap orang-orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah hilang atau yang terancam akan hilang. Model psikoterapi untuk depresi yang lebih baru telah muncul dari aliran interpersonal atas terapi psikodinamika, contohnya adalah psikoterapi

interpersonal (interpersonal psychoteraphy/ IPT). IPT adalah suatu bentuk singkat dari terapi (biasanya tidak lebih dari 9-12 bulan) yang berfokus pada hubungan interpersonal klien di saat ini. Perintis IPT percaya bahwa depresi terjadi dalam suatu konteks interpersonal dan bahwa isi hubungan perlu untuk ditekankan dalam penanganan.

2) Pendekatan Behavioral

Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari dan dapat dihilangkan (unlearned). Terapis perilaku bertujuan untuk secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-perilaku ini. Terapi perilaku-perilaku telah terbukti menghasilkan keuntungan yang cukup berarti dalam menangani depresi untuk orang dewasa dan juga remaja.

3) Pendekatan Kognitif

Berfokus pada membantu orang dengan depresi belajar untuk menyadari dan mengubah pola berpikir mereka yang disfungsional. Terapis menggunakan suatu kombinasi dari teknik-teknik behavioral dan kognitif untuk menbantu klien mengidentifikasi dan mengubah pikiran-pikiran yang disfungsional serta mengembangkan perilaku yang lebih adaptif.

4) Pendekatan Biologis

Pendekatan-pendekatan biologis yang paling umum untuk menangani

(36)

dari antidepresan : tricyclic antidepressants (TCAs), monoamine oxidase (MAO)

inhibitors, dan selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRIs).

Hawari (2001) mengemukakan bahwa dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem

kehiduapan yang merupakan stressor psikososial. Organisasi kesehatan dunia telah menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah :

1) Sehat fisik. 2) Sehat psikis. 3) Sehat sosial. 4) Sehat spiritual.

Sebagai contoh misalnya dalam agama Islam beberapa ayat dan hadist berikut ini dapat diamalkan bagi mereka yang sedang menderita stres, cemas, dan atau depresi atau penyakit fisik lainnya, terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

1) “(Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (Q.S. Ar-Ra’d: 28).

2) “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S. Al -Baqarah: 153).

3) “Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad saw barsabda: Tidaklah seorang

muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah hapuskan akan

(37)

h. Skala Penelitian Depresi

Skala penelitian depresi mungkin dapat membantu menilai beratnya derajat. Ada dua instrumen yang sering digunakan untuk menilai depresi, yaitu Beck Depresssion

(38)
[image:38.612.240.526.95.528.2]

E. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

F. Hipotesis

Terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara murid putra (santri) SMA kelas X yang pernah tinggal di Pondok Pesantren dengan yang belum pernah tinggal di Pondok Pesantren. Sedangkan yang belum pernah tinggal di Pondok Pesantren tingkat depresi lebih tinggi daripada yang pernah tinggal di Pondok Pesantren.

Murid Putra Kelas X SMA

Asal Status SMP/SLTP

Sebelumnya

Lingkungan: 1. Sistem Pembelajaran. 2. Kemandirian murid (santri). 3. Pemahaman pelajaran Ilmu

Agama Islam.

4. Faktor tekanan dari lingkungan. 5. Karakter/akhlak.

Tingkat Depresi

Faktor yang mempengaruhi : 1. Kematangan.

2. Pengalaman. 3. Transmisi sosial. 4. Ekuilibrasi.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Dalam penelitian cross-sectional peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Tentunya tidak semua subyek harus diperiksa pada hari ataupun saat yang sama, namun baik variabel resiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau statusnya pada waktu observasi (Sastroasmoro dkk, 2008).

Penelitian cross sectional, pengambilan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian (Budiarto, 2004).

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian akan dilakukan di Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta. 2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010.

C. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta.

D. Sampel dan Teknik Sampling 1. Sampel

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dkk, 2008).

(40)

Murid putra (santriwan) kelas X yang mewakili murid yang pernah tinggal di pondok pesantren karena:

a. Merupakan murid yang mempunyai latar belakang pernah tinggal di pondok pesantren.

b. Mempunyai pengalaman dan adaptasi dengan lingkungan pondok pesantren yang lebih dibanding murid yang belum pernah tinggal dipondok.

Murid putra (santriwan) kelas X yang mewakili murid yang belum pernah tinggal di pondok pesantren karena:

a. Merupakan murid yang mempunyai latar belakang belum pernah tinggal di pondok pesantren.

b. Merupakan murid yang sedang beradaptasi pada fase –fase awal mondok di pondok pesantren.

2. Teknik pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan metode random sampling. Pencuplikan random sederhana dilakukan terhadap murid putra kelas X SMA yang pernah tinggal di pondok pesantren dan yang belum pernah tinggal di pondok pesantren. Masing-masing subyek atau unit populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk terpilih ke dalam sampel (Murti, 2006).

3. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus (Murti, 2006): � =Z

2

1−α/2. p. q

d2

Keterangan:

P = Perkiraan proporsi (prevalensi) tingkat depresi (50%) {variabel dependen pada populasi}

Q = 1- p (0,5)

Z21−α/2 = Statistik Z (1,96)

(41)

Dari penelitian sebelumnya yang serupa belum diketahui tentang prevalensi pada populasi, sehingga menggunakan nilai p = 0,5. Nilai q = 1-p, sehingga nilai q = 0,5. Jika peneliti menginginkan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95%

(Z 1α/2= 1,96) dan presisi yang diinginkan sebesar 15%, maka sampel yang diingkan adalah :

� =Z

2

1−α/2. p. q

d2

� = 1,96

2. 0,5 . (0,5)

(0,15)2 = 43 Sampel

E. Kriteria Restriksi 1. Kriteria Inklusi

a. Murid putra kelas X SMA MTA Surakarta. b. Bersedia menjadi responden.

c. Tinggal di Islamic Boarding School MTA Surakarta. 2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi responden. b. Hasil skor LMMPI >10.

c. Siswa yang mempunyai gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, misalnya: 1) Kematian orang tua.

2) Orang tua sakit berat atau cacat.

3) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis. 4) Orang tua sakit jiwa.

(42)

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Saryono, 2008). Sedangkan menurut (Sastrosasmoro dkk, 2008) variabel penelitian didefinisikan sebagai karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek yang lain.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain (Sastroasmoro dkk, 2008). Skala pengukuran dengan skala nominal. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah asal status SMP/SLTP sebelumnya.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang dihipotesiskan dipengaruhi (dependen) oleh variabel lain (Murti, 2003). Skala pengukuran dengan skala nominal. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat depresi.

3. Variabel Perancu

Variabel perancu merupakan variabel independen di luar paparan atau faktor penelitian, yang pengaruhnya terhadap variabel dependen ingin dikontrol (Murti, 2003).

Variabel Perancu :

a. Kematangan

Yaitu merupakan perkembangan susunnan saraf sehingga fungsi tubuh menjadi lebih sempurna.

b. Pengalaman

(43)

c. Transmisi sosial

Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.

d. Ekuilibrasi

Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap

lingkungannya.

G. Definisi Operasional 1. Murid

Murid putra (Santri) SMA kelas X. 2. Asal Status SMP/SLTP Sebelumnya

Murid yang pernah tinggal di Pondok Pesantren adalah murid putra (santriwan) SMA MTA kelas X yang mempunyai latar belakang sebelumnya pernah tinggal di pondok pesantren selama masa SMP/SLTP-nya atau minimal 2 tahun.

3. Derajat Tingkat Depresi

Pengukuran tingkat depresi dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI). Dengan alat ukur berupa kuesioner, dan cara pengukuran dengan pengisian BDI diisi sendiri oleh responden (Sadock and Sadock, 2009).

H. Instrumen Penelitian

Dalm penelitian ini menggunakan instrument kuesioner yang mengandung pertanyaan yang harus diisi oleh responden.

1. Kuesioner Data Diri

(44)

2. Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (LMMPI)

Skala LMMPI merupakan skala untuk menilai kejujuran dalam menjawab instrument yang diberikan. Berisi 15 butir pernyataan. Bila jawaban “tidak” lebih dari 10 pernyataan maka responden dinyatakan invalid dan dikeluarkan dari sampel penelitian (Iskandar, 1984).

3. Skala Penilaian Beck Depression Inventori (BDI)

Pada pengukuran tingkat depresi murid, peneliti menggunakan kuesioner untuk menganalisa data-data yang berisi tentang BDI sebagai alat ukur tingkat depresi murid. Skala ini disusun untuk menyeleksi subyek penelitian dengan tingkat depresi.

Beck Depression Inventori (BDI) mengevaluasi 21 gejala depresi, 15 diantaranya menggambarkan emosi, perubahan sikap, 6 gejala somatik. Setiap gejala dirangking dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi total nilai dari 0-63; nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat depresi yang lebih berat. 21 item tersebut menggambarkan kesedihan, pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, harapan akan hukuman, membenci diri sendiri, menuduh diri sendiri, keinginan bunuh diri, menangis, iritabilitas, penarikan diri dari masyarakat, tidak dapat mengambil keputusan, perubahan bentuk tubuh, masalah bekerja, insomnia, kelelahan, anoreksia, kehilangan berat badan, preokupasi somatik dan penurunan libido. Nilai 0-16 menunjukkan tidak depresi dan 17-63 menunjukkan bahwa responden mengalami depresi (Beck, 1996).

I. Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara menemui langsung responden. Pengambilan data dilakukan selama 1 hari. Semua responden diberi kuesioner data diri, L-MMPI dan BDI. Data yang diperoleh nantinya diseleksi terlebih dahulu berdasarkan L-MMPI, yaitu bila responden menjawab tidak dalam skala L-MMPI

(45)

lanjut. Dari hasil tersebut didapatkan subyek penelitian yang diharapkan. Kemudian dengan bantuan kuesioner BDI untuk menentukan tingkat depresi tiap sampel.

J. Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan pengolahan data setelah data terkumpul yang selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan. Analisis data dilakukan untuk tujuan menjawab hipotesis penelitian. Maka digunakan uji statistik yang sesuai dengan variabel penelitian.

(46)
[image:46.612.99.556.94.623.2]

K. Jalannya Penelitian

Gambar 2. Jalannya Penelitian Murid SMA

Murid Putra SMA Kelas X

Murid Putra yang Pernah Tinggal di Pondok Pesantren

Murid Putra yang Belum Pernah Tinggal di Pondok Pesantren Subjek Penelitian

Formulir biodata, kuesioner L-MMPI

Kuesioner BDI

Analisis data dengan Chi-Square

(47)

L. Jadual Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Penyusunan

Proposal

Ujian Proposal Perbaikan

Proposal

Pengumpulan

Data

Pengolahan dan

Analisis Data Penyusunan

Skripsi

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

[image:48.612.113.504.245.312.2]

A. Hasil Penelitian Tabel 2. Data Hasil Penelitian

Murid Putra

Keterangan Tinggal di Pondok Pesantren Total Sampel Belum Pernah Pernah

Kelas X SMA 43 43 86

Dalam penelitian ini subjek yang diteliti adalah murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren. Untuk pelaksanaan penelitian ini dengan cara menyebarkan Kuesioner Data Diri untuk mengetahui status responden, Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (L-MMPI) untuk menilai kejujuran, dan skala penilaian Beck Depression Inventory (BDI) untuk mengetahui adanya tingkat depresi dalam sekali waktu. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 111 murid, yang bersedia menjadi responden 97 murid. Dimana 5 murid termasuk kriteria esklusi, sehingga diperoleh 92 mahasiswa yang memenuhi syarat penelitian. Karena banyak subjek penelitian yang dibutuhkan hanya 86 murid maka kita lakukan lakukan perandoman untuk membuang 6 subjek penelitian. Dari hasil pengambilan data diperoleh kriteria yaitu nilai 0-16 menunjukkan tidak depresi dan 17-63 menunjukkan bahwa responden mengalami depresi (Beck, 1996).

Pada tabel 3 menunjukkan tentang distribusi tingkat depresi responden untuk murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok

pesantren. Untuk distribusi tingkat depresi yang menunjukkan tidak depresi pada murid yang belum pernah tinggal di PONPES sebanyak 19 orang (22,09%) dan yang pernah sebanyak 29 orang (33,72%). Untuk distribusi yang mengalami depresi pada

(49)

0 5 10 15 20 25 30 35

Tidak Depresi Depresi

non-pondok

pondok

murid yang belum pernah tinggal di PONPES sebanyak 24 orang (27,91%) dan yang pernah sebanyak 14 orang (16,28%).

Tabel 3. Distribusi Tingkat Depresi dengan Tinggal di Pondok Pesantren

Tingkat Depresi

Skor BDI

Tinggal di Pondok Pesantren

Total

Belum Pernah Pernah

Tidak Depresi 0-16 19 22,09% 29 33,72% 48

Depresi 17-63 24 27,91% 14 16,28% 38

[image:49.612.111.535.333.414.2]

Total 43 50% 43 50% 86

Tabel 4. Hasil Analisis dengan Chi-Square Tests

Variabel Jumlah/ Frekuensi �2 P

Pernah Tinggal di Pondok Pesantren

43

4,715 0,030 Belum Pernah Tinggal di

Pondok Pesantren

43

Tabel 4 menunjukkan adanya signifikan dalam penelitian ini, yaitu dengan uji beda

[image:49.612.141.495.496.690.2]
(50)

Dari diagram gambar 3 menunjukkan bahwa pada murid putra SMA kelas X yang belum pernah tinggal di pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah tinggal di pondok pesantren.

B. Pembahasan

Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji beda Chi-Square dengan nilai �2

hitung lebih besar dari �2 tabel (4,715 > 3,841) dan P value (0,030 < 0,05), maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren. Dengan kata lain di mana murid putra SMA kelas X yang belum pernah tinggal di pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah tinggal di pondok pesantren. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Aulia (1998) tentang perbandingan derajat depresi antara remaja yang tinggal di panti asuhan dengan remaja yang tinggal bersama orang tua.

Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan (Amir, 2005).

Penyebab depresi secara pasti, belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan dalam terjadinya depresi yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat

stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dan lain-lain), faktor kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti gangguan hormon, keseimbangan neurotransmitter biogenik amin, dan imunologik (Amir, 2005). Namun dari sekian banyak penyebab (Hadi, 2004) merangkumkan sebagai berikut:

1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Ada empat macam kehilangan:

(51)

b. Kehilangan sesuatu yang konkrit: rumah, mobil, potret, orang atau bahkan binatang kesayangan.

c. Kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa tidak disukai atau dipergunjingkan orang.

d. Kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang: menunggu hasil tes kesehatan, menunggu hasil ujian, dan lain-lain.

2. Reaksi terhadap stres. 85% depresi ditimbulkan oleh stress dalam hidup. 3. Terlalu lelah atau capek. Karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik

maupun emosi.

4. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan. 5. Reaksi terhadap obat.

Menurut Ayub Sani Ibrahim dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universita Trisakti, dalam penelitiannya prevalensi depresi pada kelompok umur 15-17 tahun lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum penduduk. Tapi secara keseluruhan, dalam kelompok umur penelitian 15-20 tahun, angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum (Hadi, 2004). Oleh karena usia rata-rata seorang siswa/murid SMA berkisar antara 15-18 tahun, sedangkan untuk usia murid putra SMA kelas X IBS MTA adalah antara 14-16 tahun, dengan demikian mereka rentan untuk terjadinya suatu depresi.

Dari studi pendahulu (Personal Komunikasi, 4 November 2010) melalui wawancara dengan Kepala IBS MTA Surakarta diperoleh informasi bahwa sebagian besar murid putra kelas X IBS MTA berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Mungkin dari beberapa murid putra kelas X yang belum pernah dan yang pernah tinggal di PONPES yang berasal dari kalangan ekonomi atas dalam hal materi tercukupi, tetapi dalam hal kematangan, transmisi sosial, ekuilibrasi dan gangguan oleh pengasuhan keluarga masih kurang, sehingga mereka rentan untuk terjadi suatu

(52)

Permasalahan dalam memilih pendidikan pesantren secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke madrasah atau pesantren (notaben Islam). Biasanya mereka tidak menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan karena terpaksa (misalnya

karena tidak lulus di sekolah umum) (Efendi, 2008). Dari beberapa murid putra kelas X IBS MTA latar belakang untuk memilih tinggal di PONPES/ IBS karena mereka di paksa oleh orang tua atau karena sesuai dengan keinginannya sendiri. Hal ini akan mempengaruhi keadaan psikososialnya, serta dalam hal mampu atau tidaknya menghadapi masalah psikososial tersebut.

Berdasarkan dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X yang pernah dan yang belum pernah tinggal di pondok pesantren. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mendasarinya, antara lain menurut Sarwono (2002) :

1. Kematangan

Yaitu merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi tubuh menjadi lebih sempurna.

2. Pengalaman

Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya. 3. Transmisi sosial

Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.

4. Ekuilibrasi

Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap

lingkungannya.

(53)

sebagai siswa atau peserta didik akan dihadapkan kepada kenyataan bahwa di sekolah itu ada norma dan peraturan yang harus dipatuhi (Warkitri dkk, 2002). Kehidupan di pondok pesantren yang sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya terutama santri/murid yang dahulu belum pernah tinggal di pondok pesantren, mereka harus melakukan penyesuaian diri agar bisa bertahan hingga menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren tersebut. Padatnya jadual yang diterima para santri kemudian

memberi dampak lain pada kehidupannya. Yang kemudian menjadi masalah adalah adanya santri yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sistem asrama tersebut. Tak jarang pula santri keluar dari pondok pesantren sebelum lulus atau bahkan tahun pertama di pondok pesantren.

(54)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berilut:

1. Terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren.

2. Murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang belum pernah tinggal di pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah tinggal di pondok pesantren.

B. Saran

1. Penelitian perlu dilakukan pada populasi yang lebih luas, sampel lebih banyak dan menggunakan teknik yang lebih akurat, serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan beberapa populasi yang berbeda.

2. Pada murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang belum pernah dan yang pernah tinggal di pondok pesantren diharapkan dapat memahami dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pondok pesantren.

3. Dari pihak pembina atau pengasuh IBS MTA Surakarta agar lebih memperhatikan

tentang masalah kejiwaan anak didiknya dan memberikan konseling, nasehat serta motivasi sebagai tindakan preventif.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, N. 2005. Depresi: Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: BP FK UI. pp: 5, 23, 29, 30

Aulia, S. 1998. Studi Banding Derajat Depresi Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan dengan Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua. Skripsi.

Bakhtiar, N. 2009. Pola Pendidikan Pesantren: Studi Terhadap Pesantren se-Kota Pekanbaru.http://uinsuska.info/tarbiyah/images/jurnal/2009/nurhasanah_pol a.pdf. (17 Oktober 2010)

Beck, A. T., Steer, R. A., Ranieri, W. 1996. “Comparison of Beck Depression Inventories-IA and –II in Psychiatrics Outpatients”, Journal of Personality Asessment. 67 (3); 588-97

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC. pp: 61

Daulay, H.P. 2001. Historisitas dan Eksistensi; Pesantren, sekolah dan Madrasah.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. P:7-35

Durand, V.M. and Barlow, D.H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Penerjemah: Soetjipto, H.P. dan Soetjipto, S.M. pp: 274, 289

Efendi, A. 2008. Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia. http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/MOHanlonReport.pdf. (10 Oktober 2010)

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu Publisher. pp:

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Jalannya Penelitian
Tabel 2. Data Hasil Penelitian
Gambar 3. Diagram distribusi responden berdasarkan tingkat depresi

Referensi

Dokumen terkait

Pada butir soal nomor 5 aspek menguraikan ide matematika mahasiswa dalam mengukur kesalahan konsep menjawab dengan benar, menjawab tidak lengkap dan ada mahasiswa

No part of this thesis may be reproduced by any means without the permission of at least one of the copyright owners or the English Department, Faculty of

Informan 3 Metode pengelolaan alkes yang kami laksanakan sesuai dengan apa yang sudah diaturkan oleh dinas kesehatan yaitu Permendagri nomor 17 tahun 2007 karena alat kesehatan

Metode dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diadaptasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart yang dilakukan dalam tiga siklus yang terdiri dari

Dengan hak bebas royalti non-eksklustf ini Unir.ersitas Sebelas Maret berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalap data (database),

[r]

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya anak kelompok A TK Mutya Agni dalam pembelajaran motorik halus melalui bermain lasy, anak belum mampu menunjukan dan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan permasalahan apakah fraksi semipolar dari ekstrak etanol daun benalu mangga ( Dendrophthoe pentandra