• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng (Chanos chanos forsskal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng (Chanos chanos forsskal)"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

MUZNAH TOATUBUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Muznah Taotubun

(4)
(5)

MUZNAH TOATUBUN. Acute toxicity, bioconcentration and bioelimination malathion in juvenile milkfish (Chanos chanosForsskal) ). Under direction of KUKUH NIRMALA and EDDY SUPRIYONO.

Malathion is non systemic organophosphate insecticide that has large spectrum and special character by inhibiting cholinesterase work to asetilcholine in fish body. Generally, the use of malathion is to exterminate insects in health, agriculture, husbandry, and household. This research aims to determine limit level and acute malathion toxicity and to analyze malathion bioconcentrate influence and bioelimination in juvenile milkfish body. Moreover, main research consisted of one control and three treatments with three replications (A. control, B. 025, C. 0.5, D. 0.75 µg/l). The results showed that malathion insektida threshold in the range of 0002-0004 mg / l and acute toxicity LC50 96 hour is 0.0025 mg /, malathion concentration 0,75 (treatment D) was very toxic and influenced physiological condition of juvenile milkfish, therefore increasing accumulation in fish body gland, decreasing hematological condition, feed consumption, specific growth rate, feeding efficiency, and survival rate. Malathion elimination rate of 0.03 mg / l was very fast suitable with time addition and not persistent in juvenile milkfish body.

(6)
(7)

MUZNAH TOATUBUN. Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion Pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan EDDY SUPRIYONO.

Malathion adalah insektisida organofosfat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang khas yaitu menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin dalam tubuh ikan. Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida malathion masuk

Tujuan penelitian ini adalah menentukan ambang batas dan toksisitas akut malathion serta menganalisa pengaruh biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada tubuh juvenil bandeng. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng. Ikan yang digunakan juvenil bandeng yang berukuran 7 - 8 cm dan berat 2 - 3 gram. Sedangkan bahan pencemar yang digunakan adalah insektisida malathion 95%. Uji nilai kisaran konsentrasi menggunakan deret angka yaitu A (0.00 mg/l), B (0.002 mg/l), C (0.004 mg/l), D (0.008 mg/l), dan E (0.016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Sedangkan uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan, 1 kontrol dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (kontrol), B (0.0024 mg/l), C (0.0028 mg/l), D (0.0034 mg/l) dan E (0.0040 mg/l). Pada penelitian inti diaplikasikan dalam 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (0.00 µg/l), B (0.25 µg/l), C (0.5 µg/l) dan D (0.75 µg/l). Untuk uji bioeliminasi digunakan juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25 µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil (steady state) pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam, tambak, daerah muara melalui saluran air.

(8)

menyebabkan penurunan kondisi hematologis, penurunan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil bandeng. Laju eliminasi malathion yakni sebesar 0.03 mg/l dan tidak persisten dalam tubuh juvenil bandeng.

Dari hasil penelitian ini disarankan kiranya ada penelitian dengan waktu pemaparan yang panjang atau pada satu siklus hidup ikan bandeng, sehingga diperoleh data yang lebih lengkap mengenai pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida malathion terhadap perkembangan gonad, reproduksi, fekunditas sampai pada tingkat konsumsi.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

MUZNAH TOATUBUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

NIM : C151090151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

Diketahui

Ketua Program studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)
(16)
(17)

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul ” Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)” dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Dr. Ir. Eddy Supriyono selaku komisi pembimbing atas waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran, serta masukan hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapakan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Moh. Toatubun dan Ibunda Hj. Talha Renleeuw (Alm)

2. Suami tercinta A.Gani Rumkel SE , serta anak-anak tersayang : Ridho Bachri Rumkel dan Sakina Mawrah Rumkel

3. Kaka dan Kakak ipar :

- Drs. H. F. Arifin Toatubun, M.Pdi dan St. Fatluchah SH - Drs. H. Usman Toatubun dan dr. Hj. Betty Zoebaidah

- Dra. Maimunah Toatubun, M.Si dan Drs. M.Hasan Toatubun - dr. H. Fadilah Toatubun dan Erny Matutu

- Ali Toatubun, SH dan Nurul Rini Djahria - Aminah Toatubun S.Ag.

- AKBP. T. Is. Rumkel dan Hj. Azza Rumkel - P. Rumkel dan Zuhury Rumkel

- Amir Lobubun dan Maryam Lobubun - Murad Rumkel dan Talha Rumkel - Hayati Lobubun dan AKP. Sy. Lobubun - Eda Rumkel

- Ponakan : Misbah, Cholil, Ian, Ael, Wafi, Ira, Gazali, Tia, Hajar, Heder,Yono, Ichsan,Yanti, Iki, Lia, Olga.

(18)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, selaku Ketua Program Studi Mayor Akuakultur

6. Rekan-rekan Akuakultur 2009 (Muliani, Hary Krettiawan, Eulis Marlina, Riri Ezraneti, Jenny Abidin, Dewi puspaningsih, Jacqueline Sahetapy, Tanbiyaskur, Rahman, Iko Imelda Arisa, Sefty Heza Dwinanti, Zuraida, Anwar Hasan, Dian Febriani, Alfabetian Condro Haditomo, Erna Thalib, Wahyuni Fanggi Tasik, Aras Syazili, Safrizal Putra, Novi Mayasari, Reza Samsudin, Jakomina Metungun, Mariana Beruatjaan).

4. Staf dan pegawai di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan untuk perbaikan serta kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2011

(19)

Penulis adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Moh. Toatubun Ibu Hj. Talha Renleeuw (Alm). Penulis dilahirkan di Langgur Kabupaten Maluku Tenggara Maluku pada tanggal 21 Januari 1977.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMU Alhilaal Tual. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) pada program studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia Makassar dan berhasil lulus pada tahun 2000.

(20)
(21)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 2

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan dan Manfaat ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng……….. 4

Pestisida dan Insektisida Malathion………. 5

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan ... 7

Toksisitas Insektisida... 8

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida……….. 9

Kualitas Air……… 12

METODE PENELITIAN ... 14

Persiapan Penelitian... 14

Penelitian Pendahuluan ... 14

Tahap 1 ... 14

Tahap 2 ... 16

Penelitian Inti... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Hasil ... 24

Penelitian Pendahuluan ... 24

Penelitian Inti ... 26

Pembahasan ... 36

SIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(22)
(23)

Halaman 1 Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air ... 23 2 Data mortalitas ikan bandeng pada uji nilai kisaran (Range value test) .. 24 3 Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng……….. 28

4 Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang

terpapar malathion selama 30 hari ... 36

(24)
(25)

Halaman 1 Struktur kimia insektisida malathion ... 6

2 Nilai LC50

uji toksisitas akut ... 26 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama

3 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50

0.25 µg/l……… 27

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

4 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50

0.5 µg/l……… 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

5 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 50% dari nilai LC50

0.75 µg/l………. 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

6 Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50

0.25 µg/l. ... 30 -96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar

7 Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 31

8 Rata-rata kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 32

9 Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion ... 33

10 Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion ... 33 11 Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng

selama 30 hari pemaparan insektisida malathion……… 33 12 Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari

(26)

14 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30

(27)

Halaman 1 Penentuan konsentrasi pada penelitian pendahuluan dan penelitian inti 60 2 Metode pengenceran salinitas ... 61

3 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel air ... 62 4 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel daging ikan 63 5 Prosedur pengamatan gambaran darah ... 64

6 Data mortalitas juvenil ikan bandeng selama uji nilai kisaran 48 jam .. 65 7 Data mortalitas ikan bandeng selama uji toksisitas akut insektisida

malathion 96 jam ... 66 8 Analisa probit untuk menentukan LC50-24 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 67 9 Analisa probit untuk menentukan LC50-48 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 68

10 Analisa probit untuk menentukan LC50-72 jam merkuri terhadap

juvenil ikan bandeng ... 69

11 Analisa probit untuk menentukan LC50-96 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 70

12 Analisa kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 71

13 Analisa kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 72 14 Analisa kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 73 15 Analisa kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 74 16 Analisa efisiensi pakan juvenil bandeng yang terpapar insektisida

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi tuntutan pasar yang selalu meningkat banyak menghadapi kendala yaitu hama dan penyakit. Upaya peningkatan produksi pangan atau hasil pertanian lainnya termasuk perikanan dilakukan dengan beberapa cara, salah satu cara yang digunakan ialah mengurangi dan membasmi hama atau makhluk pengganggu lainnya terhadap tanaman dan organisme yang dibudidayakan, untuk keperluan tersebut digunakan bahan kimia yang salah satunya adalah pestisisda.

Walaupun penggunaan suatu jenis pestisida ditujukan untuk mematikan suatu kelompok atau spesies hama dan patogen tertentu, tetapi pada hakekatnya bersifat racun terhadap semua organisme (Connell dan Miller 1995). Oleh karena itu penggunaan yang tidak terkontrol dan tidak selektif ditambah dengan masukan dari lingkungan budidaya, dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun biota budidaya.

Malathion adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch

(29)

Menurut Mehta et al. (2008), malathion juga dapat menyebabkan perubahan bentuk, ukuran dan pecahnya sel limfosit. Sameeh et al. (2008), melaporkan bahwa malathion dapat menyebabkan degeneratif dan nekrose sel epitel tubulus ginjal pada tikus. Penelelitian yanga sama juga dilaporkan McCarthy dan Fuiman (2008) bahwa malathion dosis 0,1-1,0 µgl/l) mengganggu sintesis protein dan pertumbuhan larva ikan Red drum.

Insektisida malathion masuk ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam, tambak, daerah muara melalui saluran air.

Perairan pantai dan muara yang dangkal pada umumnya merupakan daerah yang sering terkena pencemar, yang mana ikan merupakan ikan yang hidup di pantai-pantai dan di muara sungai yang memiliki sifat euryhaline (perairan dengan variasi salinitasi) serta terhadap goncangan salinitas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Ikan bandeng berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai yang merupakan tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng.

Perumusan masalah

Ikan bandeng adalah salah satu ikan ekonomis penting yang banyak dibudidayakan pada perairan muara yaitu pada tambak dan KJA. Dan merupakan ikan konsumsiyang digemari oleh masyarakat indonesia. Ikan bandeng berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai yang merupakan tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion.

(30)

Tujuan dan manfaat penelitian

Penelitian ini dilakasanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan ambang batas dan toksisitas akut insektisida malathion pada juvenil bandeng

2. Menganalisa pengaruh biokonsentrasi insektisida malathion pada tubuh juvenil bandeng

4. Menganalisa bioeliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil bandeng. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi para pelaku budidaya perikanan mengenai bahaya toksisitas akut , laju biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng yang dibudidayakan pada tambak maupun KJA.

Hipotesis

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak dan ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis penting di Indonesia. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah). Menurut Saanin (1984) ikan bandeng ini memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Kelas : Actinopterygii Ordo : Gonorynchiformes Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsskal

Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m

(32)

Pestisida dan Insektisida Malathion

Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. (Tarumingkeng 1992). Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.

Secara khusus pestisida digunakan untuk memberantas atau mencegah: a) hama dan penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian; b) rumpu- rumputan; c) hama liar pada hewan piaraan atau ternak ; d) hama air; e) binatang atau jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; f) organisme penyebab penyakit pada manusia dan binatang; g) mematikan daun dan menecegah pertumbuhan tanaman yang tidak tergolong jenis pupuk (Komisi Pestisida 1997).

Insektisida adalah semua bahan campuran bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan mencegah, menolak atau mengurangi serangga (Hadi 2006). Ada bermacam-macam golongan insektisida yang berasal dari bahan sintetik yaitu golongan Organoklorin, Organofosfat, Karbamat dan Sintetik Piretroid.

Organofosfat merupaka insektisida yang mengandung fosfat dalam susunan kimianya (Magallona 1980). Awal penemuan insektisida ini terjadi pada masa perang dunia II dalam rangka penelitian “gas saraf” untuk kepentingan perang. Malathion termasuk golongan organofosfat yang banyak digunakan dalam program pengendalian serangga.

(33)

poison) dan racun inhasi. Insektisida organofosfat merupakan racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati.

Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk A. aegypti, nyamuk culex quin quefasciatus dan nyamuk Anopheles sp di dalam dan di luar ruangan. Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetrik, yang berarti berikatan irreversible dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudia lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan (Kasumbogo 2004).

Adapaun spesifikasi Malathion adalah sebagai berikut:

Nama Dagang : Malathion

Golongan : Organofosfat

Rumus Molekul : C10H19O6PS

Kandungan bahan aktif : Malathion 95%

2

Dosis aplikasi : 50 ml/liter solar

No.Reg Komisi Pestisida : RL – 1246/ I - 2002/ T

Sifat fisik : Cairan jernih

Warna : Kecoklatan

Aplikasi : Thermal Fogging, Cold Fogging

Serangga sasaran : A. Aegypti, Culex sp., Anopheles sp.

(34)

Malathion adalah insektisida OP yang telah terdaftar untuk digunakan di Amerika Serikat sejak 1956. Telah digunakan dalam pertanian, perumahan, area rekreasi publik, dan program pengendalian vektor pada kesehatan masyarakat. Salah satu insektisida OP yang paling awal dikembangkan. Untuk pengendalian nyamuk, malathion diterapkan sebagai ultra-low volume (ULV) semprot, baik oleh truk-atau pesawat-mount penyemprot pada tingkat maksimum £ 0,23 (atau sekitar 2,5 fluida ons) bahan aktif per hektar, yang meminimalkan risiko eksposur dan orang-orang dan lingkungan.

Malathion produk yang digunakan dalam pengendalian vektor meliputi: Fyfanon ULV (untuk dewasa) dan Fyfanon 8. Emulsion (untuk larva). Rekomendasi ODFW Penggunaan malathion, seperti adulticides lain, apakah organophosphate atau lainnya, adalah non-spesifik. Sebagai ultra low volume (ULV) semprot dengan konsentrasi yang relatif rendah pestisida dalam semprot, itu dirancang untuk meminimalkan risiko arthropoda non-target dan hewan lainnya.

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

(35)

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima, berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan organoklorin yaitu alpha – BHC ( Mulyatna 1993). Hal ini tentunya berbahaya karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga dapat merusak ekosistem perairan.

Toksisitas Insektisida

Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang berasal dari saluran lahan pertanian (Rompas 2010).

Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan /atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf (perifer dan pusat), walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda (Soemirat 2003). Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga dinyatakan dalam nilai Lethal Dose (LD50), yaitu, menunjukan dosis racun yang

(36)

Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme hidup (EPA, 1985). APHA, AWWA dan WPCF (1985) menggolongkan uji toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a) jangka pendek (24-96 jam), b) jangka menengah (10-30 hari), dan c) jangka panjang (sebagian atau seluruh siklus hidup suatu organisme). Abel (1989) dan CEA (1992) membedakan pengaruh bahan toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu : 1). Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme uji; 2) toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3) toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4) toksisitas kronis, yaitu daya racun yang bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan.

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida

Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos (pestisida) pada air laut waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut.

Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia (biasanya yang tidak esensial) dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik.

(37)

pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilannya (Wallace 1992).

Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a) pengambilan pakan yang terkontaminasi, b) pengambilan air yang melewati membrane insang, c) difusi kutikula, dan d) penyerapan langsung dari sedimen (Connel dan Miller 1995). Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida dapat melalui hemolimfa melewati membran.

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF). BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian (Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003). Sedangkan keadaan steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang diberikan dalam air.

(38)

oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi (Schnoor, 1992).

Menurut Tarumingkeng (1992) dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.

(39)

menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari (sedimen pH 7,8, pH air 8.7). Sedangkan degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di dalam air sungai, 75% dan 90% dari malathion telah terdegradasi masing-masing dalam satu minggu dan dua minggu. Studi lain menemukan bahwa paruh malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam, danau, sungai dan badan air lainnya (EPA 2004).

Kualitas Air

(40)

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng.

Persiapan Penelitian

Akuarium yang akan digunakan sebelumnya dicuci bersih dan diberi desinfektan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air dan diaerasi selama seminggu agar oksigennya jenuh.

Sebelum dilakukan uji pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi pada ikan yang akan diuji. Aklimatisasi ini dilakukan selama seminggu yang bertujuan untuk membiasakan ikan agar dapat hidup dalam suasana laboratorium.. Sebelumnya juvenil bandeng diaklimasi pada salinitas 15 ppt selama 5 hari. Untuk mendapatkan salinitas yang sesuai dengan perlakuan yaitu 10 ppt, maka dilakukan penurunan salinitas 1 ppt per hari secara bertahap agar ikan tidak stres.

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Uji pendahuluan ini adalah uji nilai kisaran (range finding test) malation yang bertujuan untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah (n) yang akan digunakan diuji toksisitas akut. Uji tahap ini dilakukan selama 48 jam. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam. Waktu dan Tempat

(41)

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95% dengan penentuan konsentrasi menggunakan deret angka (Lampiran 1) yaitu A (0 mg/l), B (0,002 mg/l), C (0,004 mg/l), D (0,008 mg/l), E (0,016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Perhitungan konsentrasi larutan uji mengacu pada persamaan :

V1 N1 = V2 N Keterangan :

2

N1

N

: Konsentrasi malathion dalam larutan stok (mg/l)

2

V

: Volume larutan stok yang akan diambil (ml)

1

V

: Konsentrasi malathion yang diinginkan dalam media air (mg/l)

2 : Volume media air penelitian yang diinginkan (ml)

Parameter Pengamatan

(42)

Uji Toksisitas Akut

Penelitian pendahuluan tahap II adalah melakukan untuk mengetahui toksisitas akut insektisida malathion yang dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50

Waktu dan Tempat

yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke 48 dan jam ke 96.

Penelitian pendahuluan tahap II ini dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam (4 hari).

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95%. Dari uji nilai kisaran didapatkan nilai ambang batas atas (N) adalah 0.004 mg/l dan nilai ambang batas bawah (n) adalah 0.002 mg/l. Nilai ini selanjutnya dimasukan ke dalam rumus menurut Wardoyo (1997), sehinhgga didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Perhitungan kisaran konsentrasi yang digunakan dalam uji toksisitas dihitung berdasarkan rumus berikut:

Log N/n = k log a/n

a/n = b/a = c/b = d/c = N/d Keterangan:

(43)

k : Jumlah konsentrasi yang diuji

a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil Parameter Pengamatan

Selama uji toksisitas akut dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang dilihat adalah mortalistas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 24, 48, 72 dan 96.

Rancangan Percobaan

Penelitian pendahuluan pada uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan . Deret konsentrasinya adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

A : 0.00 mg/l (Kontrol) B : 0.0024 mg/l

C : 0.0028 mg/l D : 0.0034 mg/l E : 0.0040 mg/l

Analisa Data

Untuk dapat menetukan nilai konsentrasi LC50 dilakukan analisa probit

dengan SPSS 17. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data persentase kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat mengestimasi LC50.

Penelitian Inti

Biokonsentrasi insektisida pada juvenil ikan bandeng

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi insektisida malathion terhadap laju bioakumulasi dan respon fisiologis dari juvenil bandeng akibat perlakuan yang diberikan.

Waktu dan Tempat

(44)

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 12 unit . Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2 - 3 gram sebanyak 240 ekor dengan padat tebar 20 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% dari LC50.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersil berupa pellet yang berkadar protein 38%. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada jam 08.00, 12.00 dan 16.00 wib.

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan mengaplikasikan 4 perlakuan 1 kontrol dan 3 ulangan. Konsentrasi insektisida malathion yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Satuan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

A : 0 µg/l (Kontrol) B : 0.25 µg/l C : 0.5 µg/l D : 0.75 µg/l

Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

(45)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji ini dilakukan selama 15 hari.

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 3 unit. Masing-masing akuarium diisi dengan air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt tanpa bahan uji insektisida malathion (clean water). Sebelum digunakan air air tersebut diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25 µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

Parameter Pengamatan

Selama penelitian berlangsung, setiap unit akuarium diberi aerasi, pergantian air dilakukan setiap 24 jam dan diamati laju eliminasi pada pada juvenil bandeng. Parameter yang diukur adalah sampel ikan yang diambil pada hari ke- 5, 10 dan 15 setelah pemeliharaan.

Metode dan Parameter Pengamatan

(46)

botol sampel dikemas dalam kotak pendingin (cool box) dengan menggunakan es untuk

pendingin. Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk dianalisis dengan menggunakan alat Kromatografi Gas.

Pemanatauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk menilai kelayakan media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup ikan serta melihat kemungkinan pengaruh insektisida malathion terhadap media air percobaan. Parameter kualitas air meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, diukur sebelum dan sesudah pergantian media air.

Parameter yang diukur selama penelitian berlangsung adalah :

1. Biokonsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng

Kandungan konsentrasi insektisida malathion dalam sampel daging dan air dihitung menggunakan petunjuk Komisi Pestisida (1997), dengan rumus sebagai berikut :

Perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) berdasarkan laju penyerapan dan laju eliminasi pada kondisi steady state, menggunakan petunjuk Butte dalam Nagel and Loskill (1991); Montanes and Hattum (1995) dengan rumus :

(47)

BCF = ku kd

Keterangan :

BCF = Biokonsentrasi factor

ku = Laju penyerapan (mg/kg/jam) kd = Laju eliminasi (mg/kg/jam)

Cf1 = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan bandeng pada awal pengamatan (mg/Kg)

Cft = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan ikan bandeng pada t pengamatan (mg/kg)

Cw = Konsentrasi rataan malathion dalam air selama penyerapan (mg/l) t = Waktu pengamatan/analisis residu (jam).

2. Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

Pengujian bioeliminasi dimulai setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuhn juvenil ikan bandeng sudah mencapai konsentrasi stabil. Sebagai perlakuan adalah tingkat konsentrasi pada kondisi steady state. Ikan dipindahkan ke dalam akuarium kaca berisi 12 liter air tanpa bahan uji (clean water), masing-masing 6 ekor per unit percobaan. Pengambilan sampel ikan sebanyak 2 ekor setiap unit percobaan kemudian dianalisa seperti prosedur pecobaan biokonsentrasi. Selama pemeliharaan, pergantian air dilakukan sebanyak 50% setiap hari, sedangkan pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari serta pengamatan parameter kualitas air. Perhitungan nilai waktu paruh bahan uji dalam media percobaan dan dalam tubuh ikan bandeng pada interval analitik terjadinya penurunan (eliminasi) konsentrasi residu malathion. Pertama-tama dapat diplot dan dilanjutkan menurut petunjuk Mora (1996) dan Kennedy et al. (1998), sebagai berikut :

C = Co . e-λt Keterangan :

C = Konsentrasi malathion pada t hari setelah pemaparan (mg/l) Co= Konsentrasi pada saat pemaparan (awal) (mg/l)

(48)

t = waktu (hari)

Ketika terjadi penurunan separuh dari konsentrasi awal, perhitungan di atas mengikuti perhitungan sebagai berikut :

½ = e-λt

Apabila nilai ln C diplotkan terhadap t, maka λ akan didapat slope dari kurva :

(t1,lnC1

Hasil perhitungan laju penyerapan, laju eliminasi dan biokonsentrasi rasio analisis sidik ragam RAL dan Uji BNT untuk menguji respon terhadap perlakuan dengan bantuan program statistic versi 3,0

3. Kondisi hematologi (Gambaran darah)

Pengamatan dan pengukuran gambaran darah ikan dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian berlangsung yaitu pada hari ke-0, 15 dan 30 (Lampiran 4) terdiri atas :

a. Haemoglobin dengan metode sahli dengan sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake 1977)

b. Hematokrit (Anderson dan Siwichki 1993) Hematokrit = Volume sel darah

Total volume darah x 100

(49)

Σ eritrosit = Σ sel terhitung x 104 sel/mm3

d. Jumlah leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973) Σ Leukosit = Σ sel terhitung x 50 sel/mm 4. Kelangsungan hidup (SR)

3

Tingkat kelulusan hidup ikan Bandeng dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SR = Nt

No x 100 %

Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan yang hidup pada waktu t

No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian

5. Pertumbuhan (GR)

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan formula berikut (NRC 1977):

Laju pertumbuhan bobot rerata harian



Wo = bobot rata-rata individu pada waktu t0

t = lama percobaan (hari)

(g)

Laju pertumbuhan panjang rerata harian :

(50)

6. Efisiensi Pakan (EP)

= Biomasa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g)

0

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan (g) = Biomasa mutlak ikan pada awal percobaan (g)

7. Kualitas fisika kimia air

Data kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan dan ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian.

Tabel 1. Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air

Parameter Satuan Alat

Salinitas ‰ Refraktometer

Suhu °C Tremometer

DO mg/l DO meter

pH - pH meter

Alkalinitas mg/l Titrasi

Kesadahan mg/l Titrasi

TAN mg/l Spektrofotometer

Analisis Data

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Berdasarkan hasil uji nilai kisaran konsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng menunjukan bahwa jumlah mortalitas selama uji nilai kisaran didapatkan nilai konsentrasi ambang atas (N) adalah 0.004 mg/l yang merupakan konsentrasi terendah insektisida malathion yang dapat mematikan 100% juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan nilai konsentrasi ambang bawah (n) adalah 0.002 mg/l yang merupakan konsentrasi tertinggi malathion yang tidak mematikan juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 48 jam. Berikut table data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran (Lampiran 6).

Tabel 2. Data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran Perlakuan

(mg/l)

Jumlah ikan (ekor)

Mortalitas pada jam ke- (%)

0 6 12 18 24 36 48

Pada perlakuan kontrol sampai pada jam ke- 48 tidak ditemukan ikan yang mati, hal ini menunjukkan bahwa kualitas air sebagai media pemeliharaan selama masa pemaparan dalam kondisi baik .

Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam dengan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan uji nilai kisaran. Deret konsentrasi yang digunakan diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus menurut Wardoyo (1977), yaitu terdiri dari perlakuan A (Kontrol), perlakuan B (0.0024 mg/l), perlakuan C (0.0028 mg/l), perlakuan D (0,0034 mg/l) dan perlakuan E (0.004 mg/l).

(52)

4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Pada pengamatan jam ke- 24 setelah pemaparan insektisida malathion untuk perlakuan (E) konsentrasi 0.004 mg/l terjadi kematian sampai 100%. Sedangkan pada perlakuan (D) konsentrasi 0.0034 mg/l pada pengamatan jam ke- 72 juga mengalami kematian sampai 100%. Selanjutnya perlakuan (C) konsentrasi 0.0028 mg/l sampai akhir pengamatan terjadi kematian sampai 98 %. Untuk perlakuan (B) konsentrasi 0.0024 mg/l sampai pada jam ke-96 kelangsungan hidup juvenile bandeng mencapai 90%. Pada perlakuan kontrol tidak ditemukan juvenil bandeng yang mati dan gejala klinis akibat stres sampai pada waktu pengamtan jam ke- 96, hal ini menunjukan bahwa media pemeliharaan dan kondisi juvenil bandeng selam uji toksisitas akut dalam keadaan baik. Data kelangsungan hidup juvenil bandeng pada uji toksisitas akut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Selanjutnya data mortalitas juvenil bandeng dianalisa dengan menggunakan analisa probit (SPSS 17) untuk menentukan nilai LC50 pada waktu

pemaparan pada jam ke- 24, 48, 72 dan 96 (Lampiran 8, 9, 10 dan 11). Hasil anailsa menunjukan bahwa nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96

jam berturut-turut adalah 0.00291 mg/l, 0.00269 mg/l, 0.00258 mg/l dan 0.0025 mg/l. Berikut ini adalah grafik nilai LC50 pada uji toksisitas akut.

Gambar 2. Nilai LC50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji

toksisitas akut

Waku pengamatan (jam ke-)

(53)

Dari grafik di atas menunjukan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC50 insektisida malathion terhadap juvenil bandeng akan semakin

rendah. Dari nilai LC50

Penelitian Inti

-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa insektisida malathion bersifat sangat toksik terhadap juvenil bandeng.

Biokonsentrasi insektisda malathion pada juvenil bandeng

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF).

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng dan konsentrasi insektisda malathion dalam air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.

Gambar 3. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50,

(54)

Gambar 4. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 20% dari nilai LC50,

dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.5 µg/l

Gambar 5. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50, dengan

(55)

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke-144 setelah pemaparan. Sedangkan pada dua titik pengamatan berikutnya, yaitu pada jam ke- 196 dan 264 setelah pemaparan, residu insektisida malathion yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil ikan bandeng sudah mengalami kondisi stabil (steady state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan , distribusi dan detoksikasi insektisida malathion dalam jaringan juvenil ikan bandeng telah mencapai keseimbangan maksimum.

Berdasarkan determinasi residu insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada kondisi stabil (steady state) dengan nilai rata-rata residu insektisida malathion dalam air, maka dapat diketahui biokonsntrasi faktor (BCF) dengan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi insektisida malathion dalam air (Tabel 3).

Tabel 3. Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng

Perlakuan

RU max = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh juvenil bandeng pada keadaan tetap

RA av = Rataan konsentrasi residu dalam media air selama percobaan

Nilai BCF paling besar diperoleh pada pada perlakuan B (0.25 µg/l) yaitu sebesar 1.039; diikuti oleh perlakuan C (0.5 µg/l) kemudian perlakuan D (0.75µg/l) dengan nilai masing-masing sebesar 1.035 dan 1.028.

Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng

Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al. 1997 dalam Pong Masak 2003).

(56)

semakin cepat. Pada Gambar 6 terlihat bahwa penurunan/elimiansi semakin cepat seiring dengan bertambahnya waktu. Semakin lama waktu eliminasi maka persentasi konsentrasi insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng semakin berkurang.

Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50-96

jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 0.25 µg/l.

Laju eliminasi insektisida malathion dari dalam tubuh juvenil ikan bandeng (Gambar 6) daperoleh bahwa pada jam ke-0 peluruhannya rata-rata 0.17 µg/l atau sebesar 68 % , sampai pada jam ke-360 peluruhannya hingga 0.03 atau sebesar 10%.

Kondisi Hematologi

Data pengukuran kondisi hematologi meliputi jumlah hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.

Dari Gambar 7 terlihat bahwa penurunan kadar hemoglobin pada semua pelakuan pemaparan insektisida malathion sampai pada pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi malathion yang dipaparkan maka kadar hemoglobin dalam darah ikan uji akan lebih rendah.

(57)

Gambar 7. Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Pengukuran kadar hematokrit pada darah juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida malathion selam 30 hari menunjukan bahwa penurunan kadar hematokrit pada semua pelakuan , dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi insektisida yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan bandeng akan lebih rendah. Pada perlakuan kontrol kadar hematokrit terukur menunjukan nilai yang relatif stabil (Gambar 8)

Dari Gambar 8 terlihat pada hari kadar hematokrit paling rendah pada konsentrasi 0.75 µg/l, terjadi penurunan sampai pada hari ke-30.

(58)

Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut sebagian besar oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2).

Data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar eritosit pada perlakuan konsentrasi 0.75 µg/l . Data hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisda malathion maka terjadi penurunan kadar eritrosit pada sampel darah juvenile ikan bandeng (Gambar 9).

Gambar 9. Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah total leukosit bervariasi antara spesies ikan, dipengaugi oleh umur ikan. Saat ikan larva jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun samapai pada umur 2-12 bulan.

Dari data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar leukosit pada semua konsentrasi pemaparan insektisida malathion. Semakin tinggi konsentrasi insektisida malathion, maka akan menurunkan leukosit darah ikan pada penelitian smapai hari ke-30.

(59)

Gambar 10. Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh juvenil ikan bandeng mengalami penurunan setelah terpapar oleh insektisida malathion. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

(60)

Ikan yang terpapar insektisida malathion akan mengalami stres sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya nafsu makan ikan menurun sehingga ikan kurang respon terhadap pakan yang diberikan. Dari Gambar 11 juga terlihat bahwa nafsu makan ikan makin berkurang pada perlakuan yang paling besar yaitu pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 46.6 gram.

Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan suatu proses bertambahnya ukuran volume atau berat suatu organisme. Khususnya ikan yang dilihat dari peubahan panjang dan berat dalam suatu waktu (Effendi 1979). Insektisida malathion sangat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng (Lampiran 16). Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ikan bandeng pada perlakuan D (0.67±0.15 %) lebih rendah dari perlakuan A (kontrol) yang mencapai 1,08±0.03 % dapat terlihat pada grafik berikut ini :

Gambar 12. Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Efisiensi Pakan

Data hasil peneilitian menunjukan bahwa pada perlakuan D (22.46±5.24 %) lebih kecil jika dibandingkan dengan pada perlakuan A (3.18±1.56 %). Uji statistik menunjukan bahwa insektisida malathion berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan efisiensi pakan juvenil ikan bandeng (Lampiran 17).

(61)

Gambar 13. Rata-rata efisiensi pakan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng cenderung menurun akibat pengaruh toksisitas insektisida malathion. Pada Gambar 14 terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan D sebesar 82 % sedangkan pada perlakuan A (kontrol) sebesar 93%. Hal ini sesuai dengan uji statistik yang menunjukan bahwa toksisitas insektisda malathion dapat berpengaruh nyata terhadap penurunan kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng (Lampiran 18).

Gambar 14. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathio

(62)

Secara keseluruhan pengaruh aplikasi konsentrasi insektisda malathion pada masing-masing perlakuan terhadap kondisi fisiologis juvenil ikan bandeng dapat dilihat pada table berikut

Tabel 4. Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang terpapar malathion selama 30 hari

Perlakuan (µg/l)

Parameter Pengamatan A (0.00) B (0.25) C (0.5) D (0.75)

Kadar Haemoglobin (%) 7.64±0.12a 6.67±0.29a 4.65±0.30 b 3.50±0.50b

Kadar Hematokrit (%) 22.52±0.89a 18.96±0.73bc 15.58±0.55c 4.67±0.57

∑ Eritrosit (10

Laju Pertumbuhan (GR) (%)

c

1.08±0.03a 0.95±0.10a 0.70±0.13b 0.67±0.15

Efisiensi Pakan (EP) (%)

b

31.18±1.56a 28.59±3.02ab 22.83±1.81b 22.46±5.24 Kelangsungan Hidup (%)

b

93 92 85 82

*) Angka sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)

Fisika Kimia Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan terhadap fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi salinitas, suhu, DO, pH, alkalinitas, kesadahan dan TAN.

Tabel 5. Data Nilai kisaran kualitas air selama penelitian.

Perlakuan

(63)

Pembahasan

Hasil pengamatan pada uji toksisitas akut 96 jam memperlihatkan bahwa nilai LC50 malathion terhadap juvenil bandeng yang dipelihara di media

bersalinitas 10 ppt adalah 0.0025 mg/l . Berdasarkan deskripsi kualitatif untuk ikan dan invertebrata air dari EPA (2004) LC50 dengan nilai < 0.1 ppm

dikategorikan sangat beracun. Malathion juga mempunyai sifat racun yang sangat tinggi (LC50

Toksisitas akut malathion yang semakin tinggi terhadap juvenil bandeng disebabkan oleh kecilnya kemampuan adaptasi untuk memperkecil proses biokimia malathion yang masuk ke dalam tubuh atau melalui insang,kulit dan pakan yang dikonsumsi. Rand dan Petrocelli (1985) menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksikan dan kemampuan tubuh untuk melakukan biotransformasi, detoksikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh toksikan terhadap organisme bersifat dapat pulih (reversible) atau tidak dapat pulih (irreversible).

-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4.1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch (Martinez dan Leyhe 2004).

Laju penyerapan malathion ke dalam tubuh juvenil bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke- 144 setelah pemaparan. Sedangkan pada jam ke-196 dan jam ke- 264, residu malathion yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil bandeng sudah pada kondisi stabil (steady state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan, distribusi, dan detoksikasi malathion dalam jaringan tubuh juvenil bandeng, baik melalui penyerapan maupun eliminasi melalui berbagai jalur telah mencapai keseimbangan maksimum.

(64)

Keseimbangan konsentrasi (steady state) dapat terjadi disebabkan karena adanya proses biokimia seperti absorpsi, distribusi, penimbunan dan eliminasi /ektraksi bahan kimia aktif yang telah mencapai kapasitas optimal (Toledo et al 1992 dalam Pong-Masak 2003).

Kondisi keseimbangan residu suatu bahan toksik yang terkonsentrasi dalam suatu biota akuatik, dapat terjadi apabila sumber dan konsentrasi bahan tersebut bersifat persisten atau terjadi pemasukan secara kontinyu ke dalam media hidupnya. Penyimpanan bahan-bahan toksik dalam jaringan biota perairan sangat tergantung oleh kondisi internal biota, kondisi lingkungan dan sifat bahan tersebut. Menurut Rand dan Petrocelli (1985) sifat bahan kimia yang masuk atau terkontaminasi dengan jaringan biota akuatik dapat bersifat hidrophobik (tidak suka air), lipophilik (suka lemak), hidrophilik (suka air) atau lipophobik (tidak suka lemak). Oleh karena itu konsentrasi residu suatu bahan polutan atau unsur lain dalam suatu biota dapat berbeda.

Setelah masuk ke dalam sistem biologi, toksikan dapat dieliminasi melalui beberapa jalur. Proses eliminasi dapat terjadi melalui ekskresi, transformasi ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih sederhana dan bersifat kurang toksik.

Aktifitas ini dapat terjadi karena proses biologi dan metabolisme atau dikeluarkan dalam jaringan nonaktif secara metabolik (Connell et al 1999). Apabila laju elimiasi lebih tinggi dari laju penyerapan maka suatu bahan kimia tidak akan terakumulasi dalam suatu sistem biologi, sehingga potensi munculnya dampak negatif semakin kecil.

Pada tabel 3 telihat bahwa laju penyerapan insektisida malathion oleh juvenil ikan bandeng tertinggi pada perlakuan B (0.25 µg/l) yaitu sebesar 0.08 µg/l diikuti oleh perlakuan C (0.5 µg/l) sebesar 0.06 dan D (0.75 µg/l) sebesar 0.03.

(65)

toksikan secara cepat dan mengekskresikan toksikan tersbut sehingga penyerapan ke dalam tubuhnya menjadi kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Rompas (2010) bahwa polutan yang masuk ke dalam tubuh ikan akan mengalami proses serapan (absorpsi), transport, biotransformasi (metabolisme), distribusi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kecepatan mengikat suatu polutan sangat tergantung dari kemampuan sel penerima (receptor) dan kecepatan toksik yang masuk ke dalam tubuh, apakah lewat mulut (oral) insang atau melalui kulit.

Setelah pemaparan malathion sebesar 0.25 µg/l selama 11 hari (jam ke-264) kemudian didipindahkan ke air bersih tanpa malathion selama 15 hari, maka diperoleh nilai bioconsentrasi factor (BCF) tertinggi pada perlakuan B (0.25 µg/l) sebesar 1.039 dan terendah pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 1.028

Ikan yang terkontaminasi oleh toksikan termasuk malathion mengalami kondisi stres. Respon stres ini dapat berupa penurunan volume darah, penurunan jumlah leukosit, penurunan glikogen hati dan peningkatan glukosa darah (Affandi dan Tang 2002). Pada penelitian ini telah terjadi penurunan secara hematologis (hemoglobin, hematokrit, eritrosit dan leukosit). Hal ini menandakan ikan dalam keadaan stres akibat konsentrasi malathion dan lama pemaparannya. Dari ke tiga perlakuan, perlakuan D (0.75 µg/) memiliki hematologis yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 4). Pengaruh fisiologis lainnya adalah berkurangnya jumlah konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Lagler et al 1977) bahwa fungsi darah pada ikan adalah untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya.

(66)

hematokrit ikan teleosteinormal berkisar antara 20 – 30 %. Relevan dengan hasil penelitian bahwa juvenil ikan bandeng pada perlakuan A (kontrol) memiliki nilai hematokrit 22.52 % pada akhir penelitian. Sedangkan pada perlakuan D (0.75µg/l) hemaokritnya mengalami penurunan sampai hari ke -30 yaitu 4.67 % . Jumlah leukosit juvenile ikan bandeng menurun adalah karena respon stress yang merupakan karakteristik semua jenis vetebrata (Heat 1987). Dilihat dari kondisi hematologi, maka ikan pada perlakuan B (0.25µg/l) memiliki kondisi hematologi yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan C (0.5µg/l) dan D (0.75µg/l).

Menurunnya jumlah konsumsi pakan oleh juvenil ikan bandeng sampai pada akhir penelitian menyebabkan menurunnya laju pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan penurunan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng pada perlakuan D (0.75µg/l) setelah pemaparan insektisida malathion selama 30 hari dibandingkan dengan kontrol . Menurunnya laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng terjadi karena insektisida malathion yang terserapa dan terkonsentrasi padajaringan tubuhnya sehingga mengganggu kondisi fisiologis ikan. Menurut Thongra-ar et al. (2003) bahwa menurunnya jumlah pakan yang dikonsumsi disebabkan karena hilangnya koordinasi dan hilangnya rasa lapar sebagai akibat gangguan saraf akibat terpapar toksikan. Insektisida malathion juga menghambat penyerapan nutrisi oleh usus seperti asam amino dan gula dalam ikan yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan. Hal ini terlihat pada perlakuan D (0.75µg/l) mengalami rata-rata laju pertumbuhan sampai pada kahir penelitian adalah sebesar 0.67 %, sedangkan pada perlakuan A (kontrol) rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 1.08 %.

(67)

diberikan , semakin besar konsentrasi maka akan mempengaruhi penurunan nafsu makan ikan dan pertumbuhannya.

Kelangsungan hidup adalah daya hidup untuk bertahan, tumbuh dan berperan dalam habitatnya (Kadarini 2009). Apabila lingkungan tempat hidup dari suatu organisme akuatik seperti ikan baik maka tingkat kelangsungan hidup ikan tersebut akan tinggi. Namun apabila terdapat polutan atau toksikan pada lingkungan perairan tempat ikan hidup maka akan mengganggu kehidupan ikan tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh tingkat kelangsunga hidup sampai pada hari ke-30 didapat nilai kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan (A) kontrol sebesar 93 % sedangkan yang terendah pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 82 %.

Selama penelitian dilakukan pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi salinitas, suhu, Do, pH, alkalinitas, kesadahan dan TAN. Salinitas selama penelitian berada pada kondisi stabil pada tiap perlakuan samapi pada akhir penelitian.

Suhu media selama penelitian berkisar antara 27-28 °C. Kisaran suhu ini masih layak untuk pemeliharaan juvenil ikan bandeng karena suhu yang optimal untuk mendukung pertumbuhan juvenil ikan bandeng adalah 27-31°C (Kordi 1997). Sedangkan DO selama penelitian berkisar antara 4.3 – 6.0 mg/l. Idel dan Wibowo (1996) mengemukakan bahwa oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 3-8 mg/l.

Pengukuran pH pada penelitian diperoleh kisaran antara 7.1-7.7. Idel dan Wibowo (1996) mengemukakan bahwa pH untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 6.5 – 8.5. Selanjutnya alkalinitas selama penelitian berkisar antara 87 – 164 mg/l. Menurut Meade (1989) nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 10 – 400 ppm CaCO3

Nilai kesadahan yang diperoleh selama penelitian berkisar anatara 57 – 87 mg/l. Nilai ini masih layak untuk mendukung kehidupan juvenile ikan bandeng dan sesuai dengan pendapat Stickney (1979) bahwa kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar antara 2-150 mg/l CaCO

.

3

Total Amoniak Nitrogen (TAN) terdiri dari amoniak bebas (NH .

3) dan

(68)

air sedangkan amoniak ion tidak beracun bagi biota air. Nilai TAN yang diperoleh berkisar antara 0.115 – 0.240 ppm. Nilai TAN yang aman bagi kehiupan juvenil ikan bandeng adalah bekisar antara 0.1 ppm (Deptan 2000).

(69)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Ambang batas insektida malathion berada pada kisaran 0.002 – 0.004 mg/l dan toksisitas akutnya pada LC50

2. Konsentrasi malathion pada perlakuan D (0.75 µg/l) bersifat sangat toksik dan mempengaruhi kondisi fisiologis juvenil bandeng. Peneyerapan malathion ke dalam jaringan tubuh juvenil bandeng menyebabkan penurunan kondisi hematologis, penurunan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil bandeng.

96 jam adalah 0.0025 mg/l.

3. Laju eliminasi malathion yakni sebesar 0.03 mg/l dan tidak persisten dalam tubuh juvenil bandeng.

Saran

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Press.

Arianti FD. 2002. Toksisitas Insektisida Endosulfan tehadap Ikan Nila (Oreocharmis niloticus) dalam Lingkungan Air Tawar. [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. 87 hal.

APHA, AWWA, WPCF. 2005. Toxicology Test Method for Aquatic Organism Standard Metode for the Examination of Water and Waste Water. Washington DC Sixteen Edition. American Public Healt Association. 689-726 P.

Boyd CE. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Brimingham Publishing Co. Alabama. 482 p.

Chambers JE dan PE Levi. 1992. Organophosphates; Chemistry, fate and effects. Academic Press. London. 443 p.

Cholik F, Jagatraya AG, Poernomo RP dan Jauzi A. 2005. Akuakultur: Tumpuan Harapan Masadepan Bangsa. Victoria Kreasi Mandiri. 415.

Connell DW dan GJ Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press.

Departemen Pertanian. 2000. Pengelolaan Kualitas Air tambak Bandeng. Lembar informasi pertanian. AGDEX: 493/582.

Finney DJ. 1978. Statistical methods in Biological Assay. London: Charles Griffin and Co Ltd.

GESAMP (IMO/FAO/UNESCO-IOC/WMO/WHO/IAEA/UN/UNEP Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection). 1997. Towards safe and effective use of chemicals in coastal aquaculture. Reports and Studies, GESAMP. No. 65. Rome, Italy: FAO.

Hadi UK dan Sigit. 2006. Hama pemukiman indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.

Heath AG. 1987. Water pollution and fish physiology. Boca paton: CRC Press Inc.

Idel A dan Wibowo S. 1996. Budidaya tambak Bandeng modern. Surabaya: Gitamedia Press.

Gambar

Gambar 1.  Struktur kimia insektisida malathion
Gambar 2. Nilai LC50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji
Gambar 5. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng
Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai kisah tentang tsunami dan proses rekonstruksi berikutnya yang diceritakan kepada saya selama periode tugas lapangan tersebut menjadi perhatian utama disertasi ini

Bulutangkis merupakan cabang olahraga yang membutuhkan daya tahan keseluruhan, di samping menunjukkan ciri sebagai aktivitas jasmani yang memerlukan kemampuan

Hal ini dapat dilihat dari kategori attractive yaitu materi yang disampaikan oleh Tentor LBB Smart Ganesha tuntas pada setiap pertemuan serta LBB smart ganesha

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui apliksi diagonalisasi matriks pada warisan autosomal dan bentuk persamaan eksplisit dalam fraksi-fraksi dari AABB, AABb,

43 Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa pada pemeriksaan akhir setelah perlakuan (hari ke-8) terjadi penurunan kadar ALT pada kelompok P1 dan kelompok P2 yang diberi

Dalam monografi tersebut juga dijelaskan bahwa berdasarkan prasasti yang disimpan di Pura Dalem Ratu Pingit disebutkan pada mulanya Desa Penglipuran bernama Desa

Mengingat kondisi lahan tersebut jenis-jenis tumbuhan di areal tanah berbatu kapur adalah tumbuhan tahunan, sedangkan pada tanah merah merupakan tanaman budi daya semusim

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah