Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja
Effect of personal and environmental factors on sexual behavior in adolescent
Sartika Kusumastuti1), Uki Retno Budihastuti 2), Adi Prayitno3) 1)
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat 2)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 3)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT
Background: Adolescence is a transition period between child and adult stages.
Adolescence is marked by physical maturity, social, and psychological directly related to personality, sexual and social roles teenager. Many factors are the cause of adolescent reproductive health problems that include lack of knowledge held adolescents about sexuality and often incomplete knowledge it is also not true, as obtained from the wrong source, such as from peers, porn magazines, blue film, and myths circulating in the community. The purpose of this research is to explain the personal factors and environmental influences on sexua l behavior in adolescents in SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang.
Subjects and Methods: The study was observational analytic with cross sectional
design. Location study in SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang with a sample of 159 subject of study taken by random sampling method. Data were analyzed using multiple linear regression analysis.
Result: There is a positive and significant impact of knowledge on reproductive
health, STDs and HIV/AIDS on sexual behavior in adolescents (B= 0:16; 95% CI= 0:04 to 0:28; p= 0.008), attitude toward sexuality sexual behavior in adolescents (B = 0:13 ; CI= 95% 0.00 to 0:27; p= 0.047), self efficacy against sexual behavior in adolescents (B= 0:23; 95% CI= 0:10 to 0:37; p= 0.001), the influence of peers on sexual beha vior in adolescents (B= 0:22; 95% CI= 0:09 to 0:43; p= 0.001), the supervision of parents on sexual behavior in adolescents (B= 0:15; 95% CI= 0.01 to 0:28; p= 0.030), access to information on sexual behavior in adolescents (B= 0:07; 95% CI= 0.001 to 0:14; p= 0.016).
Conclusion: Personal and environmental factors influence the sexual behavior in
adolescents.
Keywords: knowledge, attitudes, self-efficacy, peers, parents, access to
information
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa
peralihan antara tahap anak dan
dewasa. Masa remaja ditandai dengan
kematangan fisik, sosial, dan psikologis
kepribadian, seksual, dan peran sosial
remaja. Masa remaja juga dapat
dimulai sejak seseorang menunjukkan
tanda-tanda pubertas dan berlanjut
hingga kematangan seksual. Perubahan
hormon seksual di dalam tubuhnya
ditandai dengan kematangan seksual
sehingga dorongan seksual yang timbul
semakin meluap (Ahmadi, 2007).
Banyak faktor yang menjadi
sebab dari masalah kesehatan
reproduksi remaja yaitu antara lain
rendahnya pengetahuan yang dimiliki
remaja mengenai seksualitas (seks,
kehamilan, kontrasepsi, dan lain-lain),
bahkan seringkali pengetahuan yang
tidak lengkap itu juga tidak benar,
karena diperoleh dari sumber yang
keliru, misalnya dari teman sebaya,
majalah-majalah porno, film-film biru,
dan mitos yang beredar di masyarakat
(Ahmadi, 2007).
Secara garis besar faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku
reproduksi remaja terdiri dari faktor di
luar individu dan faktor di dalam
individu. Faktor di luar individu adalah
faktor lingkungan di mana remaja
tersebut berada, baik itu di lingkungan
keluarga, kelompok sebaya (peer
group), banjar dan desa. Sedangkan
faktor di dalam individu yang cukup
menonjol adalah sikap permisif dari
individu yang bersangkutan. Sementara
sikap permisif ini sangat dipengaruhi
oleh lingkungan. Dalam suatu
kelompok yang tidak permisif terhadap
perilaku reproduksi sebelum menikah
akan menekan anggotanya yang
bersifat permisif. Dengan demikian
kontrol sosial akan mempengaruhi
sikap permisif terhadap kelompok
tersebut.
Tujuan umum penelitian
menjelaskan pengaruh faktor personal
dan lingkungan terhadap perilaku
seksual pada remaja. Secara khusus
tujuan penelitian ini menjelaskan
pengaruh pengaruh faktor personal dan
lingkungan terhadap perilaku seksual
pada remaja di SMA Negeri 1 Bergas
Kabupaten Semarang.
Hipotesis untuk penelitian ini
ada pengaruh antara faktor personal
dan lingkungan terhadap perilaku
seksual pada remaja.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan di
SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten
Semarang dengan waktu penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat kuantitatif dengan
menggunakan rancangan desain
penelitian observasional analitik
menggunakan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian
siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 1
Bergas Kabupaten Semarang sebanyak
305 siswa. Pemilihan sampel dengan
metode Random Sampling.
Pengambilan sampel ini ecara acak.
Proses pengumpulan data dilakukan
dengan memberikan kuesioner kepada
subjek penelitian di SMA Negeri 1
Bergas Kabupaten Semarang (Saryono,
2010). Teknik analisis data
menggunakan analisis regresi linier
berganda.
HASIL PENELITIAN
Hasil analisis distribusi
frekuensi pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi
Variabel Independen
n %
1. Pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi,
IMS dan
HIV/AIDS a. Tinggi b. Rendah Jumlah 110 49 159 62.9 30.8 100
2. Sikap terhadap
seksualitas a. Permisif b. Tidak permisif Jumlah 52 107 159 32.7 67.3 100 3. Efikasi diri
a. Tinggi b. Rendah Jumlah 107 52 159 67.3 32.7 100 4. Pengaruh teman sebaya a. Baik b. Buruk Jumlah 109 50 159 68.6 31.4 100 5. Pengawasan orang tua a. Baik b. Buruk Jumlah 108 51 159 67.9 32.1 100 6. Akses Informasi a. Sering b. Jarang c. Tidak pernah Jumlah 51 56 52 159 32.1 35.2 32.7 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa
mayoritas responden mempunyai
Pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, IMS dan HIV/AIDS tinggi
(62,9%), sikap terhadap seksualitas
tidak permisif (67.3%), efikasi diri
tinggi (67.3%), pengaruh teman sebaya
baik (68.6%), pengawasan orang tua
baik (67.9%) dan akses informasi
[image:3.595.107.527.104.751.2]Tabel 2. Analisis regresi linier
sederhana
Varibel independen b
CI 95%
p R2
Bata s baw ah Bata s atas 1. Pengeta huan
0.60 0.48 0.73 0.001 0.35
2. Sikap 0.64 0.52 0.76 0.001 0.42 3. Efikasi
diri
0.67 0.56 0.79 0.001 0.46
4. Pengaru h teman sebaya
0.65 0.53 0.77 0.001 0.42
5. Pengaw asan orang tua
0.66 0.54 0.78 0.001 0.44
6. Akses informa si
0.30 0.21 0.38 0.001 0.28
Tabel 2 menunjukkan bahwa
dari semua variabel independen
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhapat perilaku seksual pada remaja.
Tabel 3. Analisis regresi linier ganda
Tabel 3 menunjukkan bahwa
nilai Adjusted R Square atau koefisien
determinasi sebesar 0,66 yang artinya
bahwa variabel tingkat pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, IMS dan
HIV/AIDS, sikap terhadap seksualitas,
efikasi diri, pengaruh teman sebaya,
pengawasan orang tua, serta akses
informasi mempunyai pengaruh
sebesar 66% terhadap perilaku seksual
pada remaja, sedangkan sisanya
sebesar 34% dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, IMS dan
HIV/AIDS terhadap perilaku
seksual pada remaja
Pengetahuan tentang
Kesehatan Reproduksi, IMS dan
HIV/AIDS berpengaruh positif
sebesar 0.16, Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Pengetahuan
merupakan hasil mengingat
kembali kejadian yang pernah
dialami baik secara sengaja maupun
tidak sengaja dan ini terjadi setelah
orang melakukan kontak atau
pengamatan terhadap objek tertentu
Koefisien regresi (b) CI 95% p Batas bawah Batas atas Konstanta 1.Pengetahuan -0.04 0.16 -0.20 0.04 0.11 0.28 0.560 0.008
2.Sikap 0.13 0.00 0.27 0.047
3.Efikasi diri 0.23 0.10 0.37 0.001 4.Pengaruh
teman sebaya
0.22 0.09 0.34 0.001
5.Pengawasan orang tua
0.15 0.01 0.28 0.030
6.Akses informasi n observer =
Adjusted R2 = p =
0.07
159 66% 0.001
[image:4.595.110.529.94.738.2](Mubarak dkk, 2007). Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Iswarati dan
Prihyugiarto, 2002) dimana hasil
penelitiannya justru pengetahuan
remaja tentang kesehatan
reproduksi ternyata tidak
berpengaruh terhadap remaja dalam
melakukan hubungan seksual.
Remaja yang tahu maupun yang
tidak tahu tentang kesehatan
reproduksi tidak berpengaruh
terhadap sikap mereka melakukan
hubungan seksual.
Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru dalam diri
seseorang terjadi proses sebagai
berikut: a) awareness; subyek
menyadari atau mengetahui stimulus
terlebih dahulu, b) interest; subyek
mulai tertarik pada stimilus, c)
evaluation; subyek menumbang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya, d) trial; subyek telah
menimbang perilaku yang baru, e)
adaption; subyek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Pengaruh sikap terhadap
seksualitas terhadap perilaku
seksual pada remaja
Sikap terhadap seksualitas
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja terbukti. Hal ini dapat
ditunjukan dengan nilai signifikansi
(p value) sebesar 0.047 yang lebih
kecil 0.05 serta nilai koefisien
regresi sebesar 0.13.
Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Secord dan
Backman (dalam Azwar, 2012)
bahwa “sikap adalah keteraturan
tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan
predisposisi tindakan (konasi)
seseroang terhadap sutatu aspek di
lingkungan sekitarnya”, serta teori
yang dikemukakan oleh LaPierre
(dalam Azwar, 2012).
Komponen sikap menurut
Azwar (2012) terdiri dari 3
komponen yang saling menunjang
yaitu: (a) Komponen kognitif yang
merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik
sikap, komponen kognitif berisi
kepercayaan stereotipe yang dimiliki
disamakan penanganan (opini)
terutama apabila menyangkut
masalah isu atau yang kontroversial.
(b) Komponen afektif yang
merupakan perasaan yang
menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional inilah yang
biasanya berakar paling dalam
sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling
bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah
mengubah sikap seseorang
komponen afektif disamakan dengan
perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu. (c) Komponen
konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai sikap yang dimiliki oleh
seseorang. Aspek ini berisi tendensi
atau kecenderungan untuk bertindak
atau bereaksi terhadap sesuatu
dengan cara-cara tertentu.
3. Pengaruh efikasi diri terhadap
perilaku seksual pada remaja
Efikasi diri berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
perilaku seksual pada remaja
terbukti. Hal ini dapat ditunjukan
dengan nilai signifikansi (p value)
sebesar 0.001 yang lebih kecil 0.05
serta nilai koefisien regresi sebesar
0.23.
Hal ini sejalan dengan teori
yang dikemukakan dari (Bandura,
1997) yang menyatakan bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh
interaksi antara faktor lingkungan,
perilaku dan faktor pribadi yang
meliputi kognisi, afeksi dan
biologis. Selain itu juga mengacu
pada kemampuan yang dimiliki
individu untuk membentuk perilaku
yang tepat, menghadapi rasa takut
dan halangan untuk mencapai
keberhasilan yang diharapkan.
Individu yang memiliki efikasi diri
mempunyai harapan positif dalam
menjalankan tugas sehingga
individu berusaha keras untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Pengaruh teman sebaya terhadap
perilaku seksual pada remaja
Pengetahuan teman sebaya
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja terbukti. Hal ini dapat
ditunjukan dengan nilai signifikansi
kecil 0.05 serta nilai koefisien
regresi sebesar 0.22.
Bandura (1989) menyatakan
bahwa perilaku manusia sangat
dipengaruhi oleh keteraturan
konsekuensi respon. Konsekuensi
respon itu mempengaruhi perilaku
terutama melalui nilai informatif
dan insentifnya. Terdapat tiga
insentif penting yang berfungsi
sebagai sistem pengatur perilaku,
yaitu yang didasarkan pada
konsekuensi eksternal (external
motivator), konsekuensi tak
langsung (vicarious motivator), dan
konsekuensi yang dihasilkan oleh
diri sendiri (self regulatory
motivator). Konsekuensi ekternal
berpengaruh dalam memotivasi
perilaku (external motivator),
konsekuensi tak langsung
(viscarious motivator) apabila orang
mengamati perilaku orang lain
memungkinkan pengamat akan
meniru perilaku tersebut.
Hal ini sesuai teori yang
dikemukakan oleh (Dewi, 2012)
yang berpendapat bahwa teman
sebaya merupakan faktor penguat
terhadap pembentukan perilaku
remaja termasuk perilaku seksual.
Sedangkan Morton dan Farhat
(2010) dalam Dewi (2012)
menyatakan bahwa teman sebaya
mempunyai kontribusi sangat
dominan dari aspek pengaruh dan
percontohan (modelling) dalam
berperilaku seksual remaja dengan
pasangannya.
Pengaruh kelompok atau
teman sebaya pada individu
meningkatan perilaku berisiko.
Peran teman sebaya yang menjadi
salah satu motivasi dan
pembentukan identitas diri, bahkan
informasi dari teman sebaya bisa
menimbulkan dampak negatif
(Jaccard, dkk, 2005).
Kim dan Free (2008)
menyatakan bahwa teman sebaya
merupakan salah satu sumber
informasi yang cukup signifikan
dalam membentuk pengetahuan
dikalangan usia remaja namun dapat
juga menimbulkan dampak negatif
karena informasi yang mereka
peroleh hanya melalui tayangan
media seperti film, VCD, televisi
5. Pengaruh pengawasan orang tua
terhadap perilaku seksual pada
remaja
Pengawasan orang tua
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja terbukti. Hal ini dapat
ditunjukan dengan nilai signifikansi
(p value) sebesar 0.030 yang lebih
kecil 0.05 serta nilai koefisien
regresi sebesar 0.15.
Pengawasan orang tua juga
ikut andil dalam pembentukan
perilaku seksual pada remaja. Hal
ini sesuai teori dari (Baumrind,
2004) yang menyatakan bahwa pola
asuh orang tua merupakan segala
bentuk dan proses interaksi yang
terjadi antara orang tua dan anak
yang merupakan pola pengasuhan
tertentu dalam keluarga yang akan
memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak.
Lingkungan keluarga yang
harmonis dan lingkungan peer
positif berhubungan dalam
menurunkan tingkat risiko perilaku
berisiko Penyakit Menular Seksual.
Orang tua yang memonitor aktifitas
dan lingkungan anak, selalu ikut
terlibat dalam kegiatan dan
meningkatkan komunikasinya
dengan anaknya behubungan dengan
menurunkan risiko perilaku seksual
berisiko pada anak jalanan dan lebih
baik pada keluarga yang religious.
Keterlibatan orang tua dan
kedekatan keluarga dalam
mendukung pencegahan perilaku
berisiko berhubungan dengan
penurunan kehamilan pada remaja.
Perilaku seksual berisiko
disimpulkan dapat dicegah dengan
dukungan lingkungan keluarga.
Dukungan keluarga menjadi
kekuatan dalam mencegah perilaku
seksual berisiko pada remaja (Strehl,
2011).
6. Pengaruh akses informasi
terhadap perilaku seksual pada
remaja
Variabel akses informasi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja terbukti. Hal ini dapat
ditunjukan dengan nilai signifikansi
(p value) sebesar 0.016 yang lebih
kecil 0.05 serta nilai koefisien
regresi sebesar 0.07.
Media massa merupakan
dibandingkan orang tua dan teman
sebaya, karena media massa
memberikan gambaran yang lebih
baik mengenai keinginan dan
kebutuhan seksualitas. Media massa
baik cetak maupun elektronik yang
menampilkan tulisan atau gambar
dapat menimbulkan imajinasi dan
merangsang sesorang untuk
mencoba meniru adegannya.
Remaja menerima informasi yang
salah bahkan menyesatkan misalnya
dari cerita teman, melihat dari film
atau video porno, tayangan televisi,
membaca buku, majalah yang lebih
banyak menyajikan seks secara
vulgar dibandingkan pengetahuan
tentang pendidikan seksual yang
benar. (Burgess dkk, 2005).
Penggunaan media
khususnya media elektronik
merupakan bagian integral
disepanjang hidup di usia remaja,
jumlah risiko dihubungkan dengan
penggunaan media sosial, secara
spesisfik berefek negatif pada
kesehatan. Bagaimanapun data
tentang risiko penggunaan tipe
macam sosial media sangat berisiko
pada perilaku mereka. Media massa
merupakan sumber informasi
seksual yang lebih penting
dibandingkan orang tua dan teman
sebaya, karena media massa
memberikan gambaran yang lebih
baik mengenai keinginan dan
kebutuhan seksualitas. Media massa
baik cetak maupun elektronik
menampilkan tulisan atau gambar
yang dapat menimbulkan imajinasi
dan merangsang sesorang untuk
mencoba meniru adegannya (Carrol
dan Kirkpatrik, 2011).
7. Pengaruh pengetahuan terhadap
kesehatan reproduksi, IMS dan
HIV/AIDS, Sikap Terhadap
Seksualitas, Efikasi Diri,
Pengaruh Teman Sebaya,
Pengawasan Orang Tua, Akses
Informasi terhadap perilaku
seksual pada remaja
Hasil pengujian hipotesis (uji
F) didapat nilai uji F sebesar 51.816
dengan nilai signifikansi model
regresi secara simultan sebesar
0.000, nilai ini lebih kecil dari
significance level 0.05 (5%), yaitu
0.000 < 0.05.
Teori pembelajaran sosial ini
merupakan hubungan saling
yaitu perilaku (B), faktor kognifif
dan personal (P), dan pengaruh
lingkungan (E), yang
masing-masing beroperasi secara mandiri
sebagai faktor penentu bagi
faktor-faktor lainnya.Pengaruh-pengaruh
tersebut bervariasi dalam
kekuatannya dan tidak terjadi secara
bebarengan (Bandura, 1989).
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, IMS dan HIV/AIDS
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja (b= 0.16; CI= 95%, 0.04
hingga 0.28; p= 0.008)
2. Sikap terhadap seksualitas
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku seksual pada
remaja (b= 0.13; CI= 95%, 0.00
hingga 0.27; p= 0.047)
3. Efikasi diri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku seksual
pada remaja (b= 0.23; CI= 95%,
0.10 hingga 0.37; p= 0.001)
4. Pengaruh teman sebaya berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
perilaku seksual pada remaja (b=
0.22; CI= 95%, 0.09 hingga 0.43;
p= 0.001)
5. Pengawasan orang tua berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
perilaku seksual pada remaja (b=
0.15; CI= 95%, 0.01 hingga 0.28; p=
0.030)
6. Akses informasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap perilaku
seksual pada remaja (b= 0.07; CI=
95%, 0.01 hingga 0.14; p= 0.016)
Faktor personal dan faktor
lingkungan berpengaruh terhadap
perilaku seksual pada remaja.
Penelitian tentang pengetahuan
terhadap kesehatan reproduksi, IMS
dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap
Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh
Teman Sebaya, Pengawasan Orang
Tua, Akses Informasi dengan subjek
penelitian remaja di SMA Negeri 1
Bergas Kabupaten Semarang ada hal
lain yang menarik untuk diteliti yaitu
tentang perilaku seksual pada remaja
serta untuk mengetahui kebutuhan
layanan reproduksi yang diinginkan
oleh remaja serta peran fasilitas
kesehatan dan instansi terkait dalam
upaya mengurangi perilaku seksual
Daftar Pustaka
Ahmadi, H.A. 2007. Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bandura. A. 1989. Social Cognitive Theory Greenwich: JAI Press Bandura, A. 1997. Self Efficancy: The
Exercise of Control. New York: W.H Freeman and Company.
Baumrind. 2003. Effects Of
Authoritative Parental Control On Child Behaviour. University of California. Berkeley: EBESCO Publishing.
Burgess, V., Dziegielewski, S.F. & Green, C.E. 2005. Improving
Comfort about Sex
Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention, 5:379-390. Carroll, JA dan Kirkpatrick RL, 2011.
Impact os Social Media an
Adolescent Behavioral Health.
Oaklanda, CA: Adolescent Health Collaborative.
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program
IBM. SPSS 19 (edisi kelima).
Semarang: Universitas
Diponegoro.
Kim, C. dan Free, C. 2008. Recent Evaluations of the Peer Led Approach in Adolescent Sexual Health Education: A Systemic review Perspective on Sexual and
reproductive Health.
J Reproductive Health. Vol 40 (3). 144-151
Mubarak WI, Chayatin N, Rozikin K, Supradi. 2007. Promosi Kesehatan:
Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Mudingayi dkk. 2011. HIV Knowledge and Sexual Risk Behavior Among
Street Adolescents In
Rehabilitation Centres in
Kinshasa; DRC: Gender
Differences. Pan African Medical Journal. Vol 10
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta: Nuha Medika. Strehl. 2011. The Agenda for Children
Services: A Policy Handbook. Australia: The Stationery Office Dublin
Jaccard dkk, 2005. Peer Influences on Risk Behavior: An Analysis of the Effects of a Close Friend. America:
American Psychological
Association
Iswarati dan Prihyugiarto. 2008.