i
ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
INSTALASI FARMASI
Studi Kasus di Rumah Sakit Bethesda
Christiana Sari Wahyuningsih
NIM: 122114101
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017
Rumah Sakit merupakan entitas yang tidak luput dari kewajiban untuk
membayar pajak. Rumah Sakit Bethesda yang telah mengukuhkan diri sebagai
Pengusaha Kena Pajak, maka memiliki kewajiban untuk menghitung sendiri
pajaknya. Salah satu pajak yang harus disetorkan oleh Rumah Sakit Bethesda
adalah Pajak Pertambahan Nilai atas obat dan perbekalan farmasi. Tujuan dari
peneliti ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara cara penghitungan Pajak
Pertambahan Nilai Farmasi yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Bethesda dengan
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagai dasar cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai.
Evaluasi penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Farmasi di Rumah Sakit
Bethesda adalah merupakan studi kasus. Wawancara dan dokumentasi adalah
teknik yang digunakan dalam pengambilan data dalam penelitian ini. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif komparatif, sebagai
dasar dalam penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,
secara garis besar cara penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Farmasi di Rumah
Sakit periode tahun 2015 telah sesuai dengan Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
ii
ABSTRACT
EVALUASTION OF CALCULATION OF PHARMACEUTICAL VALUE
ADDED TAX
A Case Study on Bethesda Hospital
Christiana Sari Wahyuningsih
NIM: 122114101
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017
Hospital is an entity that is not exempt from the obligation to pay taxes.
Bethesda Hospital which has established itself as the Taxable Entrepreneur, then
has the obligation to calculate the tax. One of the taxes that should be paid by the
Bethesda Hospital is the Value added Tax on medicines and pharmaceutical
supplies. The purpose of this study is to determine the conformity of the method of
calculation of Pharmaceuticals Value Added Tax by the Bethesda Hospital in
comparison with the regulations.
This research is a case study. Interviews and documentation were the
technique used in the data collections. Data were then analyzed using descriptive
and comparative methods.
The result showed that the method of calculation of Pharmaceuticals Value
Added Tax at Bethesda Hospital, in the year 2015 was in accordance with the
regulations of Value Added Tax and Sales Tax on Luxury Goods.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Saya membuat penelitian ini untuk mereka yang mencari ilmu sambil menduakan kemapanan
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan, dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1.
Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rama Rektor Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis
2.
M. Trisnawati Rahayu, SE., M.Si., Ak., QIA., CA. selaku pembimbing yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
dr. R. Gatot Titus Wratsongko, Sp. THT-KL., M. Kes. selaku Direktur Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan
penelitian di Rumah Sakit Bethesda
4.
Ibu Retno Edi Purnami, Bapak Remulus Dwidja Maruto, dan segenap karyawan
Rumah Sakit Bethesda bagian akuntansi yang telah bersedia membantu
mencarikan data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Ibu Veronika Susi Purwanti Rahayu, MBA, S.Si, Apt. atas ijin dan kesempatan
viii
6.
Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat, inspirasi,
dan doa-doa untuk penulis dalam menuntaskan belajar di Universitas Sanata
Dharma.
7.
Bapak, Ibu, dan teman-teman di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda yang
dengan kebesaran hati memberikan dorongan dan kerelaan dalam bekerja sama
saat penulis harus menyelesaikan proses belajar
8.
Fransiscus Dedy Riandono atas segala kesabaran, dukungan, dan cinta
kasihnya.
9.
Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
……….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... ..iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI
……….
... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
ABSTRAK
………
xiv
ABSTRACT
………
... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 3
C.
Batasan Masalah ... 3
D.
Manfaat dan Tujuan Penelitian ... 4
E.
Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A.
Pajak ... 6
1.
Definisi Pajak ... 6
2.
Fungsi Pajak ... 6
3.
Jenis
Pajak ... 7
x
B.
Pajak Pertambahan Nilai ... 9
1.
Definis
iPPN ... 9
2.
Dasar
Hukum PPN ... 10
3.
Subjek
PPN ... 10
4.
Objek
PPN ... 11
5.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
...11
6.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
... 137.
Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
...16
8.
Bukan Penyerahan Jasa Kena Pajak
...17
9.
Tarif dan Dasar Pengenaan PPN
... 1810.
Saat dan Tempat Terutangnya Pajak
...20
11.
Faktur Pajak
...21
C.
Pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai Farmasi Di Rumah
Sakit ... 24
1.
Pengertian Instalasi Farmasi
... 242.
Pengenaan PPN obat di Instalasi Farmasi (kamar obat)
...25
3.
Instalasi Farmasi sebagai Pedagang Eceran Selain yang
Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
...25
4.
Penghitungan Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Pada
Instalasi Farmasi
...26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
A.
Jenis Penelitian ... 28
B.
Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
C.
Subjek dan Objek Penelitian ... 28
D.
Teknik Pengumpulan Data ... 29
E.
Teknik Analisis Data ... 30
BAB IV GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT ... 33
A.
Sejarah Rumah Sakit Bethesda ... 33
B.
Visi dan Misi Rumah Sakit... 33
C.
Motto dan Falsafah ... 34
D.
Kebijakan Mutu ... 35
xi
F.
Tujuan ... 35
G.
Letak ... 36
H.
Struktur Organisasi Rumah Sakit Bethesda ... 37
I.
Fasilitas Layanan yang Tersedia di Rumah Sakit Bethesda ... 38
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 41
A.
Deskripsi Data ... 41
B.
Analisis Data ... 41
C.
Pembahasan ... 53
BAB V PENUTUP ... 56
A.
Kesimpulan ... 56
B.
Keterbatasan Penelitian ... 56
C.
Saran ... 57
D
AFTAR PUSTAKA……….
58
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1
Perbandingan cara penentuan DPP atas penghitungan PM
antara Rumah Sakit Bethesda dengan Undang Undang Nomor
42 Tahun 2009
………
44
Tabel
5.2
Perbandingan cara penghitungan PM yang dilakukan oleh
Rumah Sakit Bethesda dengan Undang Undang Nomor 42
Tahun 2009
.………
44
Tabel 5.3
Pajak Masukan Rumah Sakit Bethesda Tahun 2015 ... 45
Tabel 5.4
Perbandingan cara penentuan DPP yang dilakukan oleh Rumah
Sakit Bethesda dengan Surat
Edaran-06/PJ.52/2000
……….…………46
Tabel 5.5
Perbandingan cara penghitungan PK yang dilakukan oleh
Rumah Sakit Bethesda dengan Undang Undang Nomor 42
Tahun 2009
……….47
Tabel 5.6
Ringkasan Pajak Keluaran Rumah Sakit Bethesda Tahun 2015
…..47
Tabel 5.7
Perbandingan cara penghitungan prosentase sebanding
untuk menentukan PM yang dapat dikreditkan yang dilakukan
oleh Rumah Sakit Bethesda dengan PMK 78 Tahun 2010 ... 48
Tabel 5.8
Perbandingan cara penghitungan PM yang dapat dikreditkan
antara Rumah Sakit Bethesda dengan PMK Nomor 78
Tahun 2010
……….49
Tabel 5.9
Ringkasan Penghitungan PM Yang Dapat Dikreditkan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda Tahun 2015 ... 50
Tabel 5.10
Perbandingan cara penghitungan PPN Instalasi Farmasi
yang disetorkan antara yang dilakukan oleh Rumah Sakit
Bethesda dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
……….51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Faktur Pajak ... 24
Gambar 2
Denah Lokasi Rumah Sakit Bethesda………36
xiv
ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
INSTALASI FARMASI
Studi Kasus di Rumah Sakit Bethesda
Christiana Sari Wahyuningsih
NIM: 122114101
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017
Rumah Sakit merupakan entitas yang tidak luput dari kewajiban untuk
membayar pajak. Rumah Sakit Bethesda yang telah mengukuhkan diri sebagai
Pengusaha Kena Pajak, maka memiliki kewajiban untuk menghitung sendiri
pajaknya. Salah satu pajak yang harus disetorkan oleh Rumah Sakit Bethesda
adalah Pajak Pertambahan Nilai atas obat dan perbekalan farmasi. Tujuan dari
peneliti ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara cara penghitungan Pajak
Pertambahan Nilai Farmasi yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Bethesda dengan
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagai dasar cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai.
Evaluasi penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Farmasi di Rumah Sakit
Bethesda adalah merupakan studi kasus. Wawancara dan dokumentasi adalah
teknik yang digunakan dalam pengambilan data dalam penelitian ini. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif komparatif, sebagai
dasar dalam penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,
secara garis besar cara penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Farmasi di Rumah
Sakit periode tahun 2015 telah sesuai dengan Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
xv
ABSTRACT
EVALUASTION OF CALCULATION OF PHARMACEUTICAL VALUE
ADDED TAX
A Case Study on Bethesda Hospital
Christiana Sari Wahyuningsih
NIM: 122114101
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017
Hospital is an entity that is not exempt from the obligation to pay taxes.
Bethesda Hospital which has established itself as the Taxable Entrepreneur, then
has the obligation to calculate the tax. One of the taxes that should be paid by the
Bethesda Hospital is the Value added Tax on medicines and pharmaceutical
supplies. The purpose of this study is to determine the conformity of the method of
calculation of Pharmaceuticals Value Added Tax by the Bethesda Hospital in
comparison with the regulations.
This research is a case study. Interviews and documentation were the
technique used in the data collections. Data were then analyzed using descriptive
and comparative methods.
The result showed that the method of calculation of Pharmaceuticals Value
Added Tax at Bethesda Hospital, in the year 2015 was in accordance with the
regulations of Value Added Tax and Sales Tax on Luxury Goods.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sektor pajak saat ini menjadi harapan terbesar pemerintah dalam
memenuhi pendanaan negara. Setelah tahun 2009 sektor migas sebagai sumber
penerimaan Indonesia mengalami goncangan yang disebabkan harga migas
tidak stabil sehingga kestabilan ekonomi negara juga mengalami goncangan.
Indonesia memiliki beberapa macam pajak, salah satu jenis pajak yang
masih berlaku sampai saat ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN
merupakan salah satu contoh pajak tidak langsung atas konsumsi dalam negeri.
Sistem PPN saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
Hampir seluruh barang kebutuhan hidup rakyat Indonesia termasuk hasil
produksi dikenakan pajak oleh pemerintah.
Sifat dari PPN adalah pajak atas
konsumsi yang menjadikannya salah satu pajak yang memiliki cakupan objek
pajak sangat luas (Purwono, 2010). Hal tersebut menyebabkan semua transaksi
di bidang perdagangan, industri, dan jasa yang termasuk dalam golongan
Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) pada prinsipnya
terkena PPN. Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak yang memungut PPN
wajib melaporkan penghitungan PPN setiap masa pajak dengan menggunakan
Rumah Sakit merupakan salah satu entitas yang melakukan pelayanan
jasa kesehatan kepada masyarakat, tidak serta merta mendapat pengecualian
dari pemerintah. Rumah sakit memiliki kedudukan yang sama dengan
entitas-entitas lainnya di hadapan Pajak. Rumah Sakit harus memenuhi kewajiban
perpajakannya setelah mendaftarkan diri mereka sebagai PKP dan memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan Pasal Dua, Ayat Satu dan Dua.
Rumah Sakit Bethesda merupakan salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta
yang telah terdaftar menjadi PKP sehingga memiliki kewajiban untuk
memungut, menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak kepada
Direktorat Jenderal Pajak setempat. Hal tersebut mengakibatkan Rumah Sakit
Bethesda menjadi salah satu perantara pemerintah untuk memungut pajak dari
masyarakat. Banyak kegiatan penyerahan barang dan jasa yang dilakukan oleh
Rumah Sakit Bethesda kepada pasien gawat darurat, rawat jalan, dan rawat
inap. Kegiatan penyerahan barang dan jasa yang menjadi objek PPN dalam
rumah sakit adalah kegiatan penyerahan barang berupa obat dan perbekalan
farmasi yang dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi.
Penghitungan PPN Instalasi Farmasi memiliki cara yang khusus, hal
tersebut disebabkan ada dua jenis transaksi yang dilakukan oleh Instalasi
terutang pajak dan penyerahan barang farmasi kepada pasien rawat inap yang
tidak terutang pajak.
Elemen yang disebutkan di atas memiliki pengaruh dalam penghitungan
PPN yang akan dilaporkan oleh Rumah Sakit kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti kegiatan-kegiatan yang menjadi Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) PPN Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Bethesda,
dengan mengangkat judul
“
Evaluasi Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
Instalasi Farmasi Studi Kasus Di Rumah Sakit Bethesda
”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disajikan di atas maka rumusan
masalah yang akan dikaji mendalam dalam penelitian ini adalah, apakah
penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Instalasi Farmasi yang dilakukan oleh
Rumah Sakit Bethesda sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009?
C.
Batasan Masalah
Penelitian tentang evaluasi cara penghitungan PPN Instalasi Farmasi ini
dibatasi pada penghitungan PPN Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Bethesda
untuk Masa Pajak Tahun 2015.
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penghitungan PPN Farmasi
yang dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda dengan Undang-Undang Nomor 42
E.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Rumah Sakit Bethesda
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dan
pengembangan dalam cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPN
Terutang atas kegiatan farmasi di Rumah Sakit Bethesda.
2.
Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dibidang perpajakan,
terutama PPN yang terkait dalam kegiatan penyerahan barang Farmasi, serta
mengaplikasikan teori-teori tentang perpajakan di rumah sakit.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber yang
bermanfaat dan bahan acuan dalam penelitian dengan topik yang hampir
sama.
F.
Sistematika
Penulisan
Secara keseluruhan, penelitian ini disusun dalam enam bab yang secara
garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan
Bab I merupakan bab pendahuluan, yang menyajikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Landasan Teori
Pada Bab II menjabarkan teori-teori yang berkaitan dengan
PPN serta unsur-unsur sistem PPN, azas-azas PPN yang harus
dijadikan pondasi, selain itu juga diuraikan tentang teori-teori yang
berkaitan dengan pemberlakuan PPN di rumah sakit.
Bab III
Metode Penelitian
Bab III merupakan bab metode penelitian yang membahas tentang
pendekatan penelitian, jenis atau tipe penelitian, narasumber, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV
Gambaran Umum Rumah Sakit
Bab ini menjelaskan secara garis besar objek yang diteliti, mulai dari
sejarah rumah sakit, visi rumah sakit, misi rumah sakit, sampai
dengan perkembangan rumah sakit sekarang.
Bab V
Analisis Data dan Pembahasan
Bab V merupakan tinjauan umum atas permasalahan administrasi
PPN di rumah sakit. Dalam bab ini membahas penghitungan PPN
Instalasi Farmasi di rumah sakit apakah sudah sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku.
Bab VI
Penutup
Bab VI merupakan bab terakhir dari seluruh rangkaian penulisan dan
sebagai uraian penutup penelitian ini. Bab ini menguraikan
kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, keterbatasan penelitian,
dan memberikan saran berdasarkan hasil penelitian yang telah
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pajak
1.
Pengertian Pajak
Sejak pajak menjadi salah satu bahkan mendominasi sumber
pendapatan suatu negara, banyak ahli ekonomi yang mencoba
mendefinisikan pajak. Definisi pajak di Indonesia tertuang pada Ketentuan
Umum Perpajakan (KUP) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1
(satu), ayat 1 (satu):
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
2.
Fungsi Pajak
Menurut Purwono (2010: 8-10), fungsi pajak terdiri dari dua yaitu:
a.
Fungsi Anggaran (Budgetair)
Pajak sebagai fungsi anggaran, karena sumber pendapatan Indonesia
saat ini adalah berasal dari sektor pajak. Penerimaan tersebut digunakan
untuk melakukan seluruh pembiayaan pemerintah. Hal ini nampak pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
b.
Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi, politik,
sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Contohnya memberlakuan
PPnBM yang bertujuan untuk membatasi konsumsi masyarakat atas
barang-barang mewah.
3.
Jenis Pajak
Menurut Purwono (2010: 10-11) jenis pajak di Indonesia dibagi
berdasarkan 3 golongan, yaitu:
a.
Penggolongan berdasarkan wewenang pemungutan
1)
Pajak Negara (Pusat) adalah pajak yang wewenang pemungutannya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Materai.
2)
Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah.
b.
Penggolongan berdasarkan administrasi dan pembebanan
1)
Pajak Langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri dan
tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya adalah PPh.
2)
Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada
orang lain.
c.
Penggolongan berdasarkan sasaran
1)
Pajak Subyektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi
Wajib Pajak (WP).
Contohnya adalah PPh.
2)
Pajak Objektif adalah pajak yang memperhatikan pada objek
(benda, peristiwa, perbuatan, atau keadaan) yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar pajak.
Contohnya adalah PPN dan PPnBM.
4.
Tarif Pajak
Penentuan besarnya pajak didasarkan pada tarif yang telah
ditetapkan dengan peraturan perpajakan. Menurut Purwono (2010: 14-15)
ada empat (4) tarif perpajakan, yaitu:
a.
Tarif Proporsional
Tarif proporsional disebut juga dengan istilah Tarif Sebanding atau
Tarif Sepadan, yaitu tarif berupa presentase yang tetap terhadap
berapapun jumlah yang dikenakan pajak. Semakin tinggi DPP semakin
besar beban pajak yang terutang.
b.
Tarif Progresif
Tarif progresif berupa presentase yang meningkat apabila jumlah
yang dikenakan pajak juga meningkat. Menurut kenaikan presentase
tarifnya, tarif progresif dibedakan menjadi:
1)
Tarif Progresif Progresif adalah kenaikan presentase tarifnya
2)
Tarif Progresif Tetap adalah kenaikan presentase tarifnya tetap.
3)
Tarif Progresif Degresif adalah kenaikan tarifnya semakin kecil.
c.
Tarif Degresif
Tarif degresif berupa presentase yang semakin kecil apabila jumlah
yang dikenakan pajak semakin besar, sehingga merupakan kebalikan
dari tarif pajak progresif.
d.
Tarif Tetap
Tarif tetap berupa jumlah yang tetap (sama) untuk
berapapun
jumlah yang dikenakan pajak.
B.
Pajak Pertambahan Nilai
1.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pada hakekatnya PPN merupakan bentuk pajak atas konsumsi yang
dipungut berdasarkan nilai tambah (value added) pada setiap kegiatan
produksi dan distribusi (multistage). Nilai tambah tercermin dari selisih
harga penjualan dengan harga pembelian. Selisih ini merupakan semua
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau menjual
kembali suatu barang tersebut. Nilai tambah ini merupakan semua faktor
produksi yang melekat pada suatu barang mulai barang itu diproduksi,
didistribusikan, sampai dengan diperdagangkan kepada konsumen.
Definisi PPN tertuang pada Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009:
“Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang da
n jasa di
Dari pengertian PPN secara singkat dapat diartikan bahwa, segala
bentuk transaksi apabila telah terjadi penyerahan barang atau jasa baik
sudah mengalami proses pembayaran atau belum dalam transaksi tersebut
dapat dikatakan sebagai objek PPN.
2.
Dasar Hukum PPN
Dasar hukum pengenaan PPN dan PPnBM adalah Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2009.
3.
Subjek PPN
Pihak yang menjadi perantara pemerintah untuk memungut PPN
disebut sebagai subyek pajak. Subyek PPN menurut UU Nomor 42 Tahun
2009, pasal 3A (tiga A) terdiri dari:
a.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN Barang dan
Jasa dan PPnBM.
b.
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
c.
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean dan/atau yang memanfaatkan JKP dari luar
4.
Objek PPN
Kegiatan wajib dipungut PPN oleh subjek pajak disebut sebagai
Objek Pajak. Menurut UU No. 42 Tahun 2009, pasal 4 (empat) yang
menjadi objek pajak adalah:
a.
Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
b.
Impor BKP
c.
Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
d.
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
e.
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean
f.
Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
g.
Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
h.
Ekspor JKP oleh PKP
5.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Dalam Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 dijelaskan yang
dimaksud dengan pengusaha adalah:
a.
Kegiatan Usaha
Dari definisi Pengusaha yang telah dijelaskan, kegiatan yang
dilakukan oleh pengusaha dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Menghasilkan barang
Kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu
barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai
daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk
menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan
tersebut.
2)
Mengimpor barang
3)
Mengekspor barang
4)
Melakukan usaha perdagangan
5)
Memanfaatkan Barang Tidak Berwujud dari Luar aerah Pabean
Kegiatan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah
Pabean yang disebabkan oleh suatu perjanjian di dalam Daerah
Pabean.
6)
Melakukan usaha jasa
Kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukun yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
7)
Memanfaatkan Jasa dari luar Daerah Pabean
Kegiatan pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
b.
Kewajiban PKP
Bagi pengusaha yang menjalankan salah satu atau beberapa kegiatan
usaha, kecuali pengusaha kecil. Maka pengusaha tersebut memiliki
kewajiban untuk:
1)
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
2)
Memungut pajak yang terutang
3)
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal PK lebih
besar daripada PM yang dapat dikreditkan, serta
4)
Melaporkan penghitungan pajak
6.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
Yang termasuk dalam Penyerahan BKP dan JKP, menurut Undang
Undang No. 42 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a.
Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian jual beli,
tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang
mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
b.
Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna.
Pengalihan tersebut karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian
dan pembayaran Harga Jual BKP tersebut dilakukan secara bertahap,
tetapi karena penguasaan atas BKP telah berpindah dari penjual (lessor)
kepada pembeli (lessee) maka penyerahan BKP dianggap telah terjadi
pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya
penguasaan secara nyata atas BKP tersebut terjadi lebih dahulu daripada
saat ditandatanganinya perjanjian.
c.
Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang.
Menurut Diana dan Setiawati pengertian dari Pedagang Perantara
adalah:
“Orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya
dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk
tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu”.
Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah:
“Juru lelang adalah pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah”.
d.
Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha
sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun
bukan produksi sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberian
cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, baik
e.
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan
BKP berupa aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang PM atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan tidak dianggap sebagai
penyerahan BKP sehingga tidak dikenakan PPN.
f.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antarcabang.
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak
terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan,
pemindahan BKP antar tempat tersebut merupakan penyerahan BKP.
g.
Penyerahan BKP secara konsinyasi
Penyerahan pada saat konsinyasi, PPN sudah dibayar pada waktu
BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan
dengan PK pada saat Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang
dititipkan tersebut. Jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai
pengembalian BKP (retur).
dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan
BKP.
7.
Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP,
menurut Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a.
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
Seorang makelar menyelenggarakan perusahaannya dengan cara
melakukan pekerjaan yang mendapat upah atau provisi tertentu, atas
amanat dan atas nama orang-orang lain yang memiliki hubungan kerja
dengan mereka.
b.
Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang
c.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar-cabang selama PKP melakukan pemusatan
tempat pajak terutang
Apabila PKP mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai
pusat maupun cabang perusahaan dan PKP telah menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak, maka pemindahan
BKP dari suatu tempat usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya dianggap
tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP, kecuali pemindahan
d.
Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan menerima pengalihan adalah PKP
e.
BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
dan yang PM atas perolehnnya tidak dapat dikreditkan karena perolehan
BKP atau JKP tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha atau karena pengeluaran tersebut untuk perolehan dan
pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan dagangan atau disewakan.
8.
Bukan Penyerahan Jasa Kena Pajak
Menurut Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan
atas Barang Mewah disebutkan jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah
jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a.
Jasa pelayanan kesehatan medis
b.
Jasa pelayanan sosial
c.
Jasa pengiriman surat dan perangko
d.
Jasa keuangan
e.
Jasa asuransi
f.
Jasa keagamaan
g.
Jasa pendidikan
h.
Jasa kesenian dan hiburan
j.
Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang terpisahkan dari jasa angkutan udara
luar negeri
k.
Jasa tenaga kerja
l.
Jasa perhotelan
m.
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
n.
Jasa penyediaan tempat parkir
o.
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
p.
Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
q.
Jasa boga atau katering
9.
Tarif dan Dasar Pengenaan PPN
Secara umum tarif PPN adalah sebesar 10%, dasar tarif PPN ini
tertuang dalam UU PPN pasal tujuh (7) ayat satu (1). Besaran tarif PPN
tersebut dapat dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean.
Meskipun demikian, ada kemungkinan bahwa tarif PPN tersebut kapanpun
dapat berubah disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan
kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang untuk
mengubah tarif PPN paling rendah 5% dan paling tinggi 15% berdasarkan
UU No. 42 Tahun 2009, pasal tujuh (7) ayat tiga (3).
Kegiatan yang dikenakan PPN 0%, menurut Undang Undang PPN
pasal tujuh (7) ayat dua (2) dapat diterapkan atas:
b.
Ekspor BKP Tidak Berwujud
c.
Ekspor JKP
Untuk mengetahui PPN yang terutang dapat dilakukan dengan cara
mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau ditulis dengan
rumus:
PPN terutang = Tarif x DPP
Keterangan:
Tarif = 10% (secara umum)
DPP
= Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak meliputi:
a.
Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP.
b.
Penggatian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan JKP.
c.
Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk.
d.
Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau
e.
Nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nilai lain ini muncul untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:
1)
Harga Jual, Penggatian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar untuk
ditetapkan
2)
Penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat luas, seperti air
minum dan listrik.
10.
Saat dan Tempat Terutangnya Pajak
a.
Saat Terutangnya Pajak
Pemungutan PPN dan PPnBM menurut Undang Undang PPN telah
menganut prinsip akrual, yang artinya pajak terjadi pada saat BKP atau
JKP diserahkan meskipun untuk pembayaran belum diterima atau belum
sepenuhnya diterima. Terutangnya pajak terjadi pada saat:
1)
Penyerahan BKP
2)
Impor BKP
3)
Penyerahan JKP
4)
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
5)
Pemanfaatan JKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
6)
Ekspor BKP Berwujud
7)
Ekspor BKP Tidak Berwujud
8)
Ekspor JKP
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau
sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan
luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat
pembayaran.
b.
Tempat Terutangnya Pajak
Dalam Undang Undang PPN pasal dua belas (12), disebutkan aturan
untuk tempat terutangnya PPN, yaitu:
1)
PKP yang melakukan penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean,
melakukan penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, melakukan
ekspor BKP Berwujud dan BKP Tidak Berwujud, dan melakukan
ekspor JKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak.
Pemberitahuan tempat kegiatan usaha, PKP harus harus
menyampaikan kepada Dirjen Pajak secara tertulis.
2)
Dalam hal kegiatan impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP
dimasukkan dan dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai.
3)
Bagi orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak
Berwujud dan/atau JKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean, terutang pajak di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
11.
Faktur Pajak
Berdasarkan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN
a.
Pengertian Fatur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
b.
Faktur pajak dibuat pada:
1)
Saat penyerahan BKP dan/atau JKP
2)
Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
belum terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
belum terjadi
3)
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan, atau
4)
Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK)
c.
Pengecualian
Pengecualian dalam pembuatan Faktur Pajak yaitu, PKP dalam
membuat hanya satu (1) Faktur Pajak untuk seluruh penyerahan BKP
dan/atau penyerahan JKP selama satu (1) bulan kalender.
d.
Pembuatan
Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
e.
Syarat Faktur Pajak
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.
Dalam Faktur Pajak paling sedikit harus memuat:
1)
Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP
3)
Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan
potongan harga
4)
PPN yang dipungut
5)
PPnBM yang dipungut
6)
Kode, nomer seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan
7)
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dengan di atas
mengakibatkan PPN yang tercantum dalam faktur tersebut tidak dapat
FAKTUR PAJAK
Gambar 1: Faktur Pajak
(Sumber: Direktorat Jenderal Pajak)
C.
Pajak Pertambahan Nilai Farmasi Di Rumah Sakit
1.
Pengertian Instalasi Farmasi
Dalam Surat Edaran (SE)-06/PJ.52/2000 pasal satu (1) menyatakan
bahwa, Instalasi farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk
mengadakan dan menyimpan obat-obatan, gas medik, alat kesehatan serta
No. Urut/Kode
Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin *)
Tarif (%) DPP (Rp)
Jumlah Nama
Jabatan : :
*) Coret yang tidak perlu
PPnBM (Rp) …………., tanggal…………. Dasar Pengenaan Pajak
PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penjualan atas Barang Mewah Dikurangi Potongan Harga
Dikurangi Uang Muka yang telah diterima
Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak
Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
Termin (Rp)
Harga Jual / Penggantian / Uang/ Nama
Alamat NPWP
: :
: NPPKP: NPWP
: :
PKP :
Tanggal Pengukuhan
Kode dan Nomer Seri Faktur Pajak : Pengusaha Kena Pajak
Nama :
bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organik
yang tidak terpisah dari keseluruhan organisasi rumah sakit.
2.
Pengenaan PPN obat di Instalasi Farmasi (kamar obat)
Berdasarkan Surat Edaran-06/PJ.52/2000 pasal dua (2) menyatakan
bahwa, Instalasi Farmasi melayani Rumah Sakit yang terdiri dari pasien
rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien gawat darurat. Mengingat
instalasi farmasi melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan
sebagaimana lazimnya sebuah apotek, maka atas penyerahan obat-obatan
dan perbekalan kesehatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan
tetap terutang PPN.
3.
Instalasi Farmasi Merupakan Pedagang Eceran Selain Yang
Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Menurut Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 402/KMK.
03/2002, tentang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang
dagangan oleh pedagang eceran selain yang menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto:
a.
Pasal 1 (satu), yang dimaksud dengan pedagang eceran selain yang
menggunakan Norma penghitungan penghasilan neto adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan pembukuan yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha
perdagangan dengan cara sebagai berikut:
1)
Menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran seperti
kepada konsumen akhir, atau dengancara penjualan dari rumah ke
rumah.
2)
Menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan secara
eceran tersebut
3)
Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat
tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan
tersebut langsung membawa sendiri BKP yang dibelinya.
b.
Pasal 2 (dua), Atas penyerahan barang dagangan oleh pedagang eceran
selain yang menggunakan Norma penghitungan penghasilan neto,
terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dari
harga jual.
c.
Pasal 3 (tiga), Pedagang Eceran Selain yang Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak, wajib membuat Faktur Pajak, memungut, dan menyetor
pajak yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai.
4.
Penghitungan Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Pada Instalasi
Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak pada pasal tiga (3),
menyatakan bahwa:
Pedoman penghitungan PM yang dapat dikreditkan adalah sebagai
berikut:
P = PM x Z
Dengan ketentuan:
P
= Jumlah PM yang dapat dikreditkan
PM = Jumlah PM atas peroleh BKP dan/atau JKP
Z
= Presentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus dalam penelitian ini
dilakukan di Rumah Sakit dengan menyalin data-data yang sesuai dengan objek
yang akan diteliti. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini dilakukan
analisis dan penarikan kesimpulan, sehingga kesimpulan yang diperoleh
terbatas pada objek penelitian.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, Jl.
Jenderal Sudirman No. 70, Yogyakarta.
2.
Waktu Penelitian
Kurun waktu pelaksanaan penelitian adalah 11 April 2016 sampai dengan
11 Mei 2016.
C.
Subjek dan Objek Penelitian
1.
Subjek penelitian
Menurut (Idrus, 2009), subjek penelitian adalah individu, benda, atau
organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam
pengumpulan data penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah bagian
2.
Objek penelitian
Objek penelitian adalah individu atau benda atau sesuatu yang diteliti (Idrus,
2009). Objek dalam penelitian ini adalah:
a.
Daftar pembelian obat dan perbekalan farmasi oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Bethesda
b.
Penjualan farmasi kepada pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat di Rumah Sakit Bethesda.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
1.
Wawancara
Metode wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur dengan tujuan untuk menggali lebih dalam
informasi-informasi yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian
ini. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab kepada staf-staf yang
berkaitan dengan segala proses pembelian dan penjualan farmasi dan staf
akuntansi yang bertugas melakukan penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan PPN di Rumah Sakit Bethesda.
2.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang
diperoleh dari dokumen internal Rumah Sakit Bethesda yang berkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian dengan cara mencatat data-data yang
data rumah sakit atau dengan memindahkan data Rumah Sakit Bethesda
kedalam catatan peneliti, dan mencatat seperlunya disaat peneliti melakukan
wawacara dengan narasumber.
Hal-hal yang didokumentasikan antara lain:
a.
Pembelian Farmasi selama tahun 2015
b.
Penjualan farmasi kepada pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat di Rumah Sakit Bethesda selama tahun 2015
E.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif komparatif. Teknik deskriptif komparatif adalah penyajian data hasil
penelitian mengenai cara penghitungan PPN obat yang terutang dengan
membandingkan antara hasil dan cara penghitugan PPN farmasi terutang yang
dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda dengan hasil dan cara penghitungan PPN
Instalasi Farmasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009.
Menjawab rumusan dalam penelitian ini, dilakukan tahapan sebagai
berikut:
1.
Membandingkan penghitungan antara PPN Instalasi Farmasi yang
dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda dengan penghitungan PPN Instalasi
Farmasi berdasarkan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009. Komponen
yang dibandingkan adalah sebagai berikut:
1)
Menentukan besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
2)
Cara menghitung besarnya PM
b.
Membandingkan penghitungan Pajak Keluaran (PK)
1)
Menentukan besarnya DPP
2)
Cara menghitung besarnya PK
c.
Membandingkan penghitungan PM yang dapat dikreditkan
1)
Cara menghitung prosentase sebanding antara penyerahan BKP
yang terutang pajak dengan penyerahan BKP seluruhnya
2)
Cara menghitung besarnya PM yang dapat dikreditkan
2.
Membandingkan penghitungan PPN Instalasi Farmasi yang disetorkan
selama tahun pajak 2015 yang dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda
dengan berdasarkan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
3.
Menarik kesimpulan apakah Rumah Sakit Bethesda dalam melakukan
penghitungan PPN Instalasi Farmasi telah sesuai atau belum sesuai dengan
Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009. Penghitungan PPN Instalasi
Farmasi dikatakan sesuai dengan Undang Undang jika:
a.
Penghitungan PM
1)
Cara menentukan DPP yang dilakukan Rumah Sakit Bethesda sesuai
dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
2)
Cara menghitung PM yang dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda
b.
Penghitungan PK
1)
Cara menentukan DPP yang dilakukan Rumah Sakit Bethesda sesuai
dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
2)
Cara menghitung PK yang dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda
sesuai dengan Undang Undang Nomor 42 Thauan 2009
c.
Penghitungan PM yang dapat dikreditkan
1)
Cara menghitung prosentase sebanding antara penyerahan BKP
yang terutang pajak dengan penyerahan BKP seluruhnya yang
dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010
2)
Cara menghitung besarnya PM yang dapat dikreditkan yang
dilakukan oleh Rumah Sakit Bethesda sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010
d.
Penghitungan PPN Instalasi Farmasi yang disetorkan oleh Rumah Sakit
33
BAB IV
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
A.
Sejarah Rumah Sakit Bethesda
Rumah Sakit Bethesda diresmikan pada tanggal 20 Mei 1899 oleh Dr. J.
Gerrit Scheurer dengan nama Petronella Zienkenhuis. Kemudian oleh
masyarakat disebut sebagai Rumah Sakit Toeloeng/Pitulungan, karena dalam
pelayanan terhadap pasien, rumah sakit ini tidak memandang apa dan siapa
pasien itu, tetapi mengutamakan pertolongan lebih dahulu.
Pada zaman pemerintahan penjajahan Jepang (1942-1945) namanya diganti
dengan Yogyakarta Tjuo Bjoin dan kemudian setelah terlepas dari penjajahan
Jepang dikenal sebagai Rumah Sakit Pusat. Agar masyarakat umum mengetahui
bahwa Rumah Sakit Pusat ini merupakan salah satu rumah sakit pelayanan kasih
(kristen), maka pada tanggal 28 Juni 1950 diganti dengan nama Rumah Sakit
Bethesda (kolam penyembuhan).
Rumah Sakit Bethesda tergabung dalam suatu yayasan menaungi rumah
sakit-rumah sakit Kristen, yang bernama YAKKUM (Yayasan Kristen Untuk
Kesehatan Umum). Yayasan ini resmi berdiri pada tanggal 1 Februari 1950.
B.
Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi Rumah Sakit Bethesda, adalah:
Menjadi rumah sakit pilihan yang bertumbuh dan memuliakan Allah.
Misi Rumah Sakit Bethesda, adalah:
1.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang holistik, unggul, efisien,
2.
Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengembangan yang
berkesinambungan untuk meghasilkan sumber daya manusia yang
berintegritas dan berjiwa kasih.
3.
Mewujudkan pelayanan kesehatan yang terjangkau, memuaskan customer
dengan jejaring yang luas dan mampu berkembang dengan baik.
4.
Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dengan
mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuana dan teknologi.
C.
Motto dan Falsafah
Motto:
“Tolong dulu urusan belakang”.
Falsafah:
1.
Setiap manusia sejak saat pembuahan sampai kematian, mempunyai citra
dan martabat yang mulia sebagai ciptaan Allah.
2.
Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan wajib
ikut serta dalam usaha memelihara dan meningkatkan derajat kesahatannya.
3.
Dengan dasar dan semangat cinta kasih, pelayanan kesehatan rumah sakit
terpanggil untuk berperan serta dalam upaya memberdayakan sesama
melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan serta
pendidikan
bidang
kesehatan
yang
menyeluruh,
terpadu,
dan
D.
Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu Rumah Sakit Bethesda adalah:
1.
Rumah Sakit Bethesda memberikan layanan yang cepat, tepat, komunikatif,
dan terpadu sesuai dengan standar mutu, sehingga menghasilkan pelanggan
yang puas dan setia.
2.
Rumah Sakit Bethesda berkomitmen untuk selalu melaksanakan dan
meningkatkan keefektifan sistem mutu.
E.
Peran
Peran yang ingin diberikan oleh Rumah Sakit Bethesda adalah:
1.
Sebagai Roemah Sakit Toeloeng yang memberdayakan masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
2.
Sebagai Unit Kerja YAKKUM yang berwawasan kesatuan, kenasionalan,
dan keswasembadaan.
3.
Sebagai mitra pemerintah dalam menyelenggarakan Sistem Kesehatan
Nasional (SKN).
4.
Sebagai rumah sakit rujukan.
5.
Sebagai rumah sakit untuk pendidikan dan pelatihan.
6.
Sebagai wahana pelayanan dan peningkatan kesejahteraan karyawan.
F.
Tujuan
Tujuan Rumah Sakit Bethesda adalah:
1.
Mampu bersaing
2.
Melindungi dan mensejahterakan SDM
4.
Unggul, berkualitas, dan paripurna dalam pelayanan kesehatan
5.
Jejaring pelayanan kesehatan yang luas
6.
Diversifakasi pelayanan kesehatan yang luas
G.
Letak
Rumah Sakit Bethesda terletak di Jalan Jendral Sudirman No. 70,
Yogyakarta.
Utara
[image:53.595.85.511.192.637.2]
Jl Jenderal Sudirman Jl Urip Sumoharjo
Gambar 2: Denah Lokasi Rumah Sakit Bethesda
(Sumber: Rumah Sakit Bethesda)
Jl.
P
rof
. Yoha
ne
s
Jl. Dr.
W
ahidi
n
Galeria
Mall
H.
Struktur Organisasi Rumah Sakit Bethesda
Gambar 3: Struktur Organisasi Rumah Sakit Bethesda
(Sumber: Rumah Sakit Bethesda)
DIREKTUR RUMAH SAKIT BETHESDA WAKIL DIREKTUR PELAYANAN MEDIK INSTALASI RAWATINTENSIF IGD IBS IRJ IRI
BIDANG PERAWATAN
SEKSI ETIKA MUTU & PROFESIONALISME
KEPERAWATAN
SEKSI LOGISTIK KEPERAWATAN
BIDANG REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN SEKSI PELAYANAN PASIEN SEKSI PENGELOLAAN REKAM MEDIK &
STATISTIKA WAKIL DIREKTUR PENUNJANG MEDIK INSTALASI FARMASI INSTALASI GIZI INSTALASI LABORATORIUM INSTALASI RADIOLOGI INSTALASI REHAB MEDIK INSTALASI PSPM WAKIL DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM BAGIAN SEKRETARIAT BAGIAN PEMELIHARAAN SARANA & PRASARANA
BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA BIDANG PENGELOLAAN LINEN TERPADU BAGIAN RUMAH TANGGA
IKL
WAKIL DIREKTUR KEUANGAN BAGIAN INFORMASI & TEKNOLOGI BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PERENCANAAN &PENGENDALIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN ADMINISTRASI KEUANGAN PASIEN
INAP SUB BAGIAN PIUTANG BAGIAN AKUNTANSI BAGIAN HUBUNGAN MASYARAKAT &
MARKETING
I.
Fasilitas Layanan yang Tersedia di Rumah Sakit Bethesda
Fasilitas layanan di Rumah Sakit Bethesda dibagi menjadi 5 (lima), yaitu:
1.
Instalasi Rawat Jalan, meliputi:
a.
Klinik Syaraf
b.
Klinik Penyakit Dalam
c.
Klinik Bedah
d.
Klinik Anak
e.
Kardiologi
f.
Klinik Paru-paru dan PFT
g.
Klinik Kebidanan dan Kandungan
h.
Klinik Bayi Sehat (Vaksinasi dan Pijat)
i.
Laktasi
j.
Klinik Keluarga Bencana
k.
Klinik THT
l.
Klinik Mata
m.
Klinik Kesehatan Jiwa
n.
Klinik Psikologi
o.
Klinik Kulit dan Kelamin
p.
Klinik Gigi dan Mulut
q.
Partus Sehari
r.
Klinik Akupuntur
s.
Klinik Konsultasi Gizi
u.
Poliklinik Spesialis Sore
v.
Poliklinik Kartini 1 (VIP)
w.
Poliklinik Kartini 2 (VVIP)
x.
Operasi Rawat Jalan dengan kapasitas 2 kamar operasi
y.
Pelayanan Hemodialisa
z.
Pelayanan Elektrodiagnostik meliputi: ECG, EMG/BERA, dan EEG
aa.
Klinik Alergi
2.
ICU, ICCU, NICU, PSA, IMC
Ruang perawatan intensif atau Intensive Care Unit (ICU) RS.
Bethesda memiliki 10 tempat tidur dengan bed side monitor (alat untuk
memantau tekanan darah, pernafasan, suhu, saturasi oksigen, serta
gambaran gelombang jantung) untuk setiap tidur dan dilengkapi dengan
ventilator (alat ventilasi mekanik) sebanyak 5 (lima) buah.
Ruang IMC (Intermediate Care) Rumah Sakit Bethesda terdiri dari
13 kamar yang dilengkapi tempat tidur dengan bed side monitor (alat untuk
memantau tekanan darah, pernafasan, suhu, saturasi oksigen, serta
gambaran gelombang jantung). Ruang NICU (Neonatal Intensive Care
Unit), Ruang ICCU (Intensive Coronary Care Unit), dan PSA (Perawatan
Stroke Akut).
3.
Instalasi Bedah Sentral
Instalasi Bedah Sentral (IBS) memiliki kapasitas 5 kamar operasi,
dengan menghadirkan lanyanan unggulan berupa, Bedah Laparascopy.
IBS juga memiliki layanan berupa:
a.
Bedah Umum
b.
Bedah Obsgyn
c.
Bedah THT
d.
Bedah Syaraf
e.
Bedah Subspesialis yang meliputi:
1)
Toraks
–
Kardiovaskuler
2)
Onkologi
3)
Orthopedi
4)
Urologi
5)
Digestive
4.
Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda tersedia ruang rawat inap menurut kasus atau
jenis penyakit yang diderita oleh pasien dengan kapasitas 445 tempat tidur.
5.
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang siap melayani pasien dengan
segala kasus dan tersedia pelayanan jemput pasien oleh tenaga medis yang
41
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data
Penelitian di Rumah Sakit Bethesda bertujuan untuk menilai apakah
penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Instalasi Farmasi oleh Rumah
Sakit Bethesda sesuai dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Rumah Sakit Bethesda merupakan salah satu unit kerja Yayasan Kristen Untuk
Kesehatan Umum (YAKKUM), yang pada tanggal 25 Januari 2008 Rumah
Sakit Bethesda telah mengukuhkan dirinya sebagai PKP dilengkapi dengan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 01.139.894.8-541.001.
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Bethesda adalah daftar pembelian
obat dan perbekalan kesehatan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda
dari beberapa distributor yang telah melalui proses pelunasan dan telah
dilengkapi dengan Faktur Pajak dari distributor atas pembelian obat dan
perbekalan kesehatan rumah sakit. Daftar pembelian obat dan perbekalan
kesehatan dari distributor tahun 2015. Data berikutnya yang diperoleh adalah
informasi tentang nota penjualan penjualan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Bethesda kepada pasien rawat jalan, pasien gawat darurat, dan pasien rawat inap
tahun 2015 yang sekaligus sebagai Faktur Pajak dan tarif pajak yang dikenakan
kepada pasien sebesar 10%, dan rekapitulasi pendapatan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Bethesda selama tahun 2015 yang dapat dilihat dalam Lampiran
Formula yang digunakan dalam menghitung PPN Instalasi Farmasi oleh
Rumah Sakit Bethesda adalah sebagai berikut:
1.
Menghitung PM dan PK
PPN = DPP x Tarif 10%
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) harus ditentukan terlebih dahulu sebelum
melakukan penghitungan Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).
Penghitungan PK Rumah Sakit Bethesda menggunakan DPP harga jual
Instalasi Farmasi kepada pasien rawat jalan, sedangkan dalam penghitungan
PM Rumah Sakit Bethesda menggunakan harga jual dari distributor kepada
Instalasi Farmasi atas pembelian obat dan perbekalan farmasi. Setelah
besarnya DPP telah ditentukan, maka PK dan PM dihitung sesuai dengan
ketentuan pada Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2.
Menghitung Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan
�� �� ���
�� =
��� ��
���
�� �� �
� �
��
3.
Menghitung PPN Instalasi Farmasi yang disetorkan
PPN yang disetorkan = PK
–
PM yang dapat dikreditkan
B.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif
komparatif yaitu dengan membandingkan penghitungan antara yang dilakukan
oleh Rumah Sakit Bethesda dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009,
dilengkapi dengan penjelasan atas setiap langkah-langkah dalam penghitungan.