• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Pengenaan Pajak Terhadap Usaha Waralaba Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Pengenaan Pajak Terhadap Usaha Waralaba Di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULAN

A.Latar Belakang

Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam

masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu

berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat terdiri atas individu, individu

mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri yang dapat dibedakan dari

hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin

hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai

tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup

masyarakat dan kepentingan masyarakat.

Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya, biaya hidup

individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari

penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat

negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai

dari penghasilan negara. Iuran kepada negara (yang dapat di paksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat di tinjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan

tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.1

1

(2)

Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak atau

berasal dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (natural resources).

Duasumber itu merupakan sumber yang terpenting dan memberikan penghasilan

kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang

akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi. Pajak menyumbang persentase

besar dibandingkan dengan sektor pendapatan lainnya untuk keuangan negara.

Dalam hal ini keberhasilan negara untuk memungut pajak dari warga negaranya

menjadi salah satu indikator baik atau tidaknya keuangan yang dimiliki oleh

negara untuk melakukan kegiatan dan pembangunan.2

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar, itu

sebabnya setiap negara memiliki aturan sendiri terkait perpajakan.3 Pajak

mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk

memasukkan dana sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi

pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk

dimasukkan ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian

digunakan sebagai penopang bagi penyelengaraan dan aktivitas pemerintahan.

Fungsi semacam ini kiranya sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang menyebut

sejak zaman purbakala.4

Di Indonesia terdapat pengaturan tentang pajak yang diatur dalam

Undang-Undang Perpajakan, pengaturan hukum perpajakan ini didasari karena

hukum pajak ini adalah sebagian dari hukum publik, dan ini adalah bagian dari

2

Angger Sigit Pramukti, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2015), hlm 4

3

Raissa Anita, Pengenaan Pajak Terhadap Restaurant Franchise http://www.kompasiana.com/ raissaanita/pengenaan-pajak-terhadap-restoran-franchise,(diakses pada tanggal 11 Juli 2017, pukul 02.49 WIB)

4

(3)

tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya,

pendek kata yang memuat cara-cara untuk mengatur pemerintahan.5 Hukum pajak

adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara

pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib

pajak).6

Menurut Santoso Brotodihardjo yang termasuk ke dalam hukum publik ini

antara lain: hukum tata negara, hukum pidana dan hukum administratif,

sedangkan hukum pajak merupakan anak bagian dari hukum administratif ini,

sekalipun ada yang menghendaki supaya pada hukum pajak diberikan tempat

tersendiri di samping hukum administratif (otonomi hukum pajak) karena hukum

pajak juga mempunyai tugas yang bersifat lain daripada hukum administratif pada

umumnya, yaitu hukum pajak dipergunakan sebagai alat untuk menentukan

politik perekonomian, selain itu hukum pajak umumnya mempunyai tata tertib

dan istilah-istilah tersendiri untuk lapngan pekerjaannya. Dalam hukum pajak

diatur mengenai:7

1. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak

2. Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak

3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah

4. Timbul dan hapusnya utang pajak

5. Cara penagihan pajak

6. Cara mengajukan keberatan dan banding

Sebagian besar Undang-Undang pajak nasional adalah berasal dari

undang-undang produk pemerintah Hindia Belanda. Undang-Undang ini banyak

5

R.Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm. 10

6

Bohari,Pengantar Hukum Pajak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),hlm. 25 7

(4)

mengalami perubahan yang disusun dalam bahasa Indonesia, mengingat

Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa: “segala badan negara dan peraturan

yang masih ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut

undang-undang ini”.8Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat

melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa.

Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian

dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat

digunakan disebut biaya kepatuhan(compliance cost).9 Biaya ini termasuk biaya

tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi

pajak yang mematungi hukum dan perundangan di bidang perpajakan.

Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu.

Di Indonesia pengenakan pajak dilakukan terhadap berbagai macam

sektor, salah satunya pada usaha waralaba. Usaha waralaba adalah usaha yang

memiliki hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha

terhadap sistem dengan ciri khas dalam usaha dalam rangka memasarkan barang

dan/atau jasa yang telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan

oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.10 Pada dasarnya suatu waralaba

sebagaimana halnya lisensi adalah suatu bentuk perjanjian yang isinya

memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak penerima waralaba, yang

dapat berwujud dalam bentuk:

8

Bohari,Pengantar Hukum Pajak(Jakarta: Raja Grafindo,2004), hlm. 4

9

Anonymous, Pajak (https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak), diakses pada tanggal 11 Juli 2017, pukul 03.15 WIB

10

(5)

1. Hak untuk melakukan penjualan atas produk berupa barang dan jasa

dengan mempergunakan nama dagang atau merek dagang tertentu

2. Hak untuk melaksanakan kegiatan usaha dengan atau berdasarkan pada

sutau format bisnis yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba.11

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2008 Tentang

Waralaba, menyebutkan bahwa Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1. Memiliki ciri khas usaha

2. Terbukti sudah memberikan keuntungan

3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan

yang dibuat secara tertulis

4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan

5. Adanya dukungan yang berkesinambungan

6. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar.

Selain itu, orang perseorangan atau badan usaha dilarang menggunakan

istilah dan/atau nama waralaba untuk nama dan/atau kegiatan usahanya, apabila

tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud di atas.

Usaha waralaba atau lebih sering di dengar dengan sebutan franchise yang

akhir-akhir ini mulai mengisi dunia perekonomian Indonesia turut memarakkan

pertambahan pajak negara.Bisnis waralaba lokal merupakan usaha yang prospektif

di kembangkan di Indonesia, usaha ini cepat berkembang karena kepraktisannya

melayani konsumen yang berada di kota-kota besar di Indonesia. Fenomena ini

menunjukkan adanya peluang bagi waralaba lokal untuk meningkatkan

11

(6)

peranannya dalam bisnis waralaba, Oleh karena itu. pemerintah perlu mengambil

langkah-langkah kebijakan bagi tumbuh kembangnya bisnis waralaba lokal, Hal

ini dapat dilakukan antara lain melalui penumbuhan pengusaha-pengusaha baru

serta memberdayakan UKM dan koperasi dalam bisnis waralaba baik sebagai

penerima waralaba (franchisee) maupun sebagai pemberi waralaba (franchisor).

Waralaba merupakan prospek bisnis bagi UKM karena sudah terbukti

dapat meningkatkan akses pasar UKM, mensinergikan perkembangan usaha besar

dengan UKM melalui kemitraan, serta mempercepat mengatasi persoalan

kesenjangan kesempatan berusaha antara golongan ekonomi kuat yang sudah

mempunyai jejaring dengan golongan ekonomi lemah, Sistem ini juga

mempercepat pemanfaatan produk dan jasa untuk didistribusikan ke

daerah-daerah, karena sistem ini memungkinkan partisipasi dari sumberdaya daerah

terlibat hingga ketingkat kecamatan, bahkan sampai ke pedesaan.

Dari pemanfaatan bisnis waralaba tentu ada sejumlah imbalan berupa uang

yang harus dibayar kepada pihak asing maupun pihak dalam negeri. Imbalan yang

terkait dalam usaha waralaba ini bisa bermacam-macam jenisnya, antara lain

royalti, imbalan jasa teknik, dan penghasilan dari usaha keseluruhannya

merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan.

Namun demikian, tidak mudah untuk menentukan royalti, jasa teknik dan

penghasilan dari usaha sebagai objek PPh, bahkan sering terjadi sengketa antara

wajib pajak dengan fiskus dalam menentukan royalti, jasa teknik, penghasilan dari

usaha sebagai objek pajak (PPh). Tidak terbatas pada Pajak Penghasilan saja,

ternyata ada pajak lain yang terkait dalam usaha waralaba ini, keseluruhan dari

(7)

yang masih tertinggal jauh dari tax ratio negara tetangga. Tidak dapat dipungkiri

pajak itu sendiri masih dianggap hal yang menakutkan dan rumit untuk

dilaksanakan, tentunya hal ini sangatlah bertentangan dengan tujuan pemerintah

mengapa harus memungut pajak. Pandangan seperti ini kerap sekali menghambat

pertumbuhan pembangunan perekonomian negara. Jika masyarakat memiliki

pemahaman positif tentang manfaat dari pajak itu sendiri tentunya akan banyak

masyarakat yang taat membayar pajak yang berarti positif juga untuk perbaikan

perekonomian negara yang setidaknya dapat menutupi hutang luar negeri yang

tiap tahunnya membengkak dan membebani pemerintah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menggangkat

topik tersebut dengan membuat judul “Aspek Hukum Pengenaan Pajak Terhadap Usaha Waralaba Di Indonesia”

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya,

penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skrips

ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:

1. Bagaimana sistem pengenaan pajak atas usaha waralaba di Indonesia ?

2. Bagaimana pengaturan tentang usaha waralaba di Indonesia ?

3. Bagaimana sanksi hukum atas pengenaan pajak terhadap usaha

waralaba di Indonesia ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

(8)

1. Untuk mengetahui sistem pengenaan pajak atas usaha waralaba di

Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaturan tentang usaha waralaba di Indonesia.

3. Untuk mengetahui sanksi hukum atas pengenaan pajak terhadap usaha

waralaba di Indonesia

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Secara Teoritis

Hasil dari penulisan ini diharapkan memberikan sumbangsih pemikiran

yang dapat bermanfaat dalam perkembangan Hukum Ekonomi, khususnya

mengenai hukum pajak yang dikenakan pada usaha waralaba di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

masukan bagi para pembaca, khususnya para pelaku usaha yang ingin

membuka usaha waralaba dengan mengingat pengaturan waralaba serta pajak

apa saja yang nantinya dikenakan pada usaha tersebut.

D.Keaslian Penulisan

Berdasarakan infomasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan

khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi yang

berjudul “Aspek Hukum Pengenaan Pajak Terhadap Usaha Waralaba di

Indonesia” belum pernah ditulis sebelumnya. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa skripsi ini merupakan benar-benar hasil karya sendiri dan bukan

merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Penulisan skipsi ini dilakukan

(9)

media elektronik yang telah disesuaikan dengan asas keilmuan yang rasional,

jujur, objektif dan terbuka.

Penulisan skripsi ini juga bersumber dari beberapa karya tulis penulis lain

baik yang dipublikasikan maupun tidak, sehingga telah diberikan penghargaan

dengan mengutip nama penulis secara lengkap dan benar baik pada catatan kaki

maupun daftar pustaka. Dengan demikian, penulisan skripsi dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pajak

Pajak berasal dari bahasa Latintaxo"rate" yakni iuran rakyat kepada

negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak

mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma

hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai

kesejahteraan umum. Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban

finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau

badan usaha) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang

digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.12

Terdapat perbedaan pada definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi

dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor

publik dapat dikategorikan sebagai pajak. Dari sudut pandang ahli ekonomi, pajak

adalah transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke sektor publik yang

12

(10)

dipungut dengan dasar yang ditetapkan sebelumnya dan tanpa menyatakan

manfaat yang akan diberikan.

Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut pajak dalam

bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak adalah

karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem

perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang

sering diperdebatkandalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak

dilakukan oleh institusi publik misalnya Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia,

Canada Revenue Agency di Kanada, the Internal Revenue Service (IRS) di

Amerika Serikat, atau Her Majesty's Revenue and Customs (HMRC) di Inggris.

Saat pajak tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti

denda, penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti

melakukannya.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya

dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran

bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama,

berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk

kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan

keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan

kebutuhan masyarakat. Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum

menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya

undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk

menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai

(11)

penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan

bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin

adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun

wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum

dan tata cara perpajakan menyebutkan bahwa:

"kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Adapun pengertian pajak menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung

dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak

adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan

sumber utama untuk membiayai public investment.13

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran

termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan

digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk

mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk

13

(12)

pembiayaan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur

ekonomi, pekerjaan publik, subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak

juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut.

Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan

kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan,

kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan

transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga

menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu.

2. Waralaba

Dalam konfrensi pers mengenai konsep perdagangan baru: waralaba,

sistem vertikal franchising, yang dilaksanakan di Jakarta oleh IPPM pada tanggal

25 Juni 1991, dikemukakan beberapa defenisi franchise antara lain sebagai

berikut:

a. Franchise adalah sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berkala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu.

b. Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa

kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut “franchisor”

sedangkan pembeli hak untuk menggunakan metode itu disebut

“franchisee”.

c. Franchising adalah suatuhubungan berdasarkan kontrak antara

“franchisor” dengan “franchisee”.Franchisor menawarkan dan

berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis dari

franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee

(13)

Abdurrachman14 dalam Ensiklopedia ekonomi keuangan perdagangan

memberikan pengertian franchise sebagai berikut:

Franchise adalah suatu persetujuan/perjanjian antara leveransir dan

pedagang eceran atau pedagang besar yang menyatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberi kepada yang tersebut terakhir suatu hak untuk memperdagangkan produknya, dengan syarat-syarat yang disetujui kedua belah pihak.

Henry Campbell Black15 memberikan beberapa pengertian mengenai

franchise yaitu:

a. Franchise is a special privilege to do certain things conferred by

government on individual or corporation, and which does not belong to citizens generally of common right.

b. Franchise is privilige or sold, such as to use a name or to sell product or service. The right given by a manufacturer or supplier to retailer to use his products and name on terms and conditions mutually agreed upon.

c. Franchise is a license from owner of a trade or trade name permitting another to sell a producct or service under that name or mark.

Dari beberapa pengertian di atas, Black melihat franchise sebagai suatu

preferen atau suatu keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah terhadap

individu atau perusahaan untuk melakukan sesuatu yang belum merupakan hak

dari setiap warga negara. Di samping itu, franchisee juga merupakan

keistimewaan atas suatu penjualan barang dan jasa, dimana hak tersebut di

berikan oleh pabrikan atau supplier kepada pengecer unutk menggunakan

namanya sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Juga merupakan suatu

lisensi dari pemilik merek dagang atau nama dagang yang diperbolehkan kepada

14

Abdurrachman A., Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet.2 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1970), hlm. 424

15

(14)

pihak lain untuk menjual suatu produk atau pelayanan berdasarkan merek atau

nama dagang tersebut.

David J.Kaufmann mendefenisikan franchisee sebagai berikut16

Franchising is a system or marketing and distribution whereby a samall

independent businessman (the franchise) is granted in return for a fee the right to

market the goods and services of another (the franchisor) in accordance with the

established standards and practice of the franchisor and with its assistance.

Dengan demikian, Kaufmann melihat franchise sebagai suatu bentuk atau

sistem pemasaran dan pendistribusian dimana suatu bisnis berskala kecil dan

independen yang disebut sebagai “Franchisee” dijamin untuk mempuyai hak

memasarkan barang dan jasa dari pihak lain yang disebut sebagai “Franchisor

seusai yang ditentukan, serta pihak franchisee akan membayar “fee” dan pihak

franchisor akan memerikan bantuannya.

Lebih lanjut Kaufmann17 mengemukakan perkembangan ini sebagai

berikut:

Franchising is the evolutionary business response to the massive amounts

of capital required to esblish and operate a company owned network of product of

service vendors.

16

Kaufmann dalam Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.14

17

(15)

Jadi di samping sebagai suatu sistem pemasaran dan pendistribusian

barang dan jasa, franchise merupakan wujud dari suatu evolusi dalam dunia

bisnis.

Douglas J. Queen memberikan pengertian franchise sebagai berikut:18

“Memfranchise adalah suatu proses perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise.”

F. Metode Penelitian

Penelitian (research) merupakan rangkaian ilmiah dalam rangka

pemecahan dalam suatu permasalahan. Untuk menghasilkan karya ilmiah yang

baik dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya maka harus didukung

dengan fakta-fakta yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian

pada dasarnya merupakan “suatu upaya pencarian” dan bukanlah sekedar

mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah terpegang oleh

tangan.19 Pada dasarnya sesuatu yang dicari itu tidak lain adalah “pengetahuan”

atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar

ini nantinya dapat dipakai unutk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan

tertentu.20 Dalam hal ini penggunaan beberapa perangkat penelitian yang sesuai

dengan metode penelitian ini sangat penting guna memperoleh hasil yang

maksimal, antara lain:

18

J.Queen, Pedoman Membeli dan Menajalankan Franchise, diterjemahkan oleh PT. Elex Media Komputindo, (Jakarta, 1993), hlm4-5

19

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Garfindo Persada. 1996), hlm.27

20

(16)

1. Spesifikasi Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah hukum normatif dengan

mempertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis peraturan

perundang-undangan perpajakan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data skunder belaka.21

Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum

dalam penelitian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum

dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa

dikaitkan dengan masyarakat.22

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu

penelitian terhadap data sekunder,23penelitian ini nantinya akan difokuskan unutk

mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif

mengenai aspek hukum perpajakan yang dikenakan pada usaha waralaba. Oleh

karena tipe penelitian yang digunakan adalah hukum normatif maka pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan undang-undang. Pendekatan tersebut

melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

perpajakan yang dikenakan dalam usaha waralaba.

2. Bahan Penelitian

Pengumpulan bahan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi

dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap

21

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.13-14

22

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumater Utara, 2009), hlm. 54

23

(17)

data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Menurut Soerjono

Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum,

yaitu:24

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti

undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional

yang mengikat, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

2) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba

6) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 57/M-DAG/PER/9/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba

7) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

ataupun berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk

menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Contoh bahan

hukum sekunder adalah rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil

karya dari kalangan hukum, berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan

penelitian yang dilakukan.

24

(18)

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder, contohnya ensiklopedia, majalah, dan kamus bahasa untuk pembenahan

tata Bahasa Indonesia dan juga alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan

melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan study

kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan, mempelajari dan

menganalisis data yang tedapat dalam dalam buku-buku literatur, peraturan

perundang-undangan, majalah, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait

dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan

deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh

tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa

data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut

kebenarannya kemudian digabungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalah yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari V Bab yang masing-masing bab

memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan

(19)

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan

yang berhubungan dengan objek penelitian seperti latar belakang

pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II Sistem Pengenaan Pajak Atas Usaha Waralaba di Indonesia

Dalam bab ini menguraikan tentang defenisi dan jenis pajak di

Indonesia, fungsi pajak terhadap perekonomian di Indoneisa,

metode atau sistem pengenaan pajak badan hukum di Indonesia,

jenis pajak yang dapat dikenakan pada usaha waralaba, serta

pengenaan pajak terhadap usaha waralaba.

BAB III Pengaturan Tentang Usaha Waralaba di Indonesia

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang sejarah pengaturan hukum

waralaba di Indonesia, tata cara pendaftaran waralaba di Indonesia,

dan pelaksanaan perjanjian waralaba di Indonesia.

BAB IV Sanksi Hukum Atas Pengenaan Pajak Terhadap Usaha Waralaba

Dalam bab ini akan diuraikan secara ringkas mengenai sanksi

pelanggaran pengenaan pajak terhadap usaha waralaba seta contoh

kasus usaha waralaba yang terkena sanksi hukum atas pelanggaraan

(20)

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis

terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang

ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanatory/verifikatif yaitu untuk menguji seberapa jauh tujuan yang sudah digariskan itu tercapai

Ini menjadi sebuah tantangan kedepan yang perlu dijawab dan dibenahi dengan kerjasama lintas sektor antara pemerintah pusat dan daerah (Sujatmiko, 2011). Beberapa

Sebaliknya pada saat tanaman memerlukan pupuk urea untuk pertumbuhan cepat, saat pupuk yang tersedia dalam tanah berkurang, petani memberikan pupuk N dalam jumlah yang jauh di

Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek merupakan radang kronis telinga tengah dengan perforasi pada membran timpani dan riwayat keluar sekret dari

“Kesultanan Melayu Melaka: Satu Kajian Mengenai Kedatangan, Penerimaan, dan Penyebaran Agama Islam (Tahun 1400-1511).” Disertasi, Jabatan Sejarah Universiti

Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan; terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang

Untuk pembuatan sistem secara keseluruhan dilakukan beberapa proses, mulai dari input login admin untuk masuk ke dalam aplikasi, kemudian input data pelaku, input kriminal, input

Pada pertemuan pertama metode pembelajaran adalah dalam bentuk ceramah dan diskusi kelas, sedangkan untuk pertemuan lainnya metode pembelajaran adalah dengan