• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Haptic Communication terhadap partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Haptic Communication terhadap partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh haptic communication pada partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh positif dari haptic communication pada partisipasi siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas 3 yang berjumlah 32 siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik

Wilcoxon. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara haptic communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Pemberian haptic communication

akan meningkatkan frekuensi partisipasi siswa. Sebaliknya, jika tidak diberikan haptic communication, maka semakin sedikit frekuensi partisipasi. Hasil analisis data menunjukan rata-rata pretest 6,59 dan posttest 10,95 dengan sig. 0,00 (sig. >0,05), yang berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan antara haptic communication pada partisipasi siswa.

(2)

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the effect of haptic communication on student’s participation during the

classroom teaching and learning process. This research used experiment quasi method. This research proposed the hypothesis that haptic communication has a positive effect on student participation in class. The subject in this research was a group of 32 third grade students. The analysis showed that there is a positive and significant effect of

haptic communication on student’s participation. The presence of haptic communication corresponded to a higher level of student participation. Conversely, the absence of haptic communication corresponded to a lower level of student participation. The data resulted in a pre-test mean of 6,59 and post-test mean of 10,95, with sig.= 0,00

(sig.>0,05), indicating that the positive effect of haptic communication on student’s classroom participation is

significant.

(3)

PENGARUH HAPTIC COMMUNICATION PADA PARTISIPASI ANAK

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Bianca Erika Atmadjaja

109114046

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

HALAMAN MOTTO

“Keep on going, Dreamer!”

-Bianca Erika Atmadjaja-

“Our limit is above the sky. If you can dreamed it, You can do it”

-Bianca Erika Atmadjaja-

“GROWN UP MEANS STRUGGLE IN IMPERFECTION FOR

THE BETTER”

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI

KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA DAN

SEMUA YANG SENANTIASA

MENDUKUNG, KELUARGA INTI,

KELUARGA BESAR ATMADJAJA DAN

EKOPURNOMO, DOSEN, PSIKOLOG,

TEMAN, SAHABAT YANG SELALU SETIA,

DAN SEMUA ORANG YANG SELALU

MENDUKUNG SAYA DALAM PROSES

PENGERJAAN PENELITIAN INI. TERIMA

KASIH TELAH MEMBERIKAN

(8)
(9)

PENGARUH HAPTIC COMMUNICATION PADA PARTISIPASI

ANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh haptic communication pada partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh positif dari haptic communication pada partisipasi siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas 3 yang berjumlah 32 siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik Wilcoxon. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara haptic communication

terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Pemberian haptic communication akan meningkatkan frekuensi partisipasi siswa. Sebaliknya, jika tidak diberikan

haptic communication, maka semakin sedikit frekuensi partisipasi. Hasil analisis data menunjukan rata-rata pretest 6,59 dan posttest 10,95 dengan sig. 0,00 (sig. >0,05), yang berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan antara haptic communication pada partisipasi siswa.

(10)

THE EFFECT OF HAPTIC COMMUNICATION ON STUDENTS

PARTICIPATION DURING TEACHING AND LEARNING PROCESS IN

THE CLASSROOM

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the effect of haptic communication on student’s participation during the classroom teaching and learning process. This research used experiment quasi method. This research proposed the hypothesis that haptic communication has a positive effect on student participation in class. The subject in this research was a group of 32 third grade students. The analysis showed that there is a positive and significant effect of haptic communication on student’s participation. The presence of haptic communication corresponded to a higher level of student participation. Conversely, the absence of haptic communication corresponded to a lower level of student participation. The data resulted in a pre-test mean of 6,59 and post-test mean of 10,95, with sig.= 0,00 (sig.>0,05), indicating that the positive effect of haptic communication on student’s classroom participation is significant.

Key Word : haptic communication, student’s participation, teaching and learning process

(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan yang maha baik

dan maha pengasih atas segala penyertaan dan bimbingan-Nya selama proses

pengerjaan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila dalam proses penulisan

terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis

juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Papap dan Mamam yang selalu mendoakan, percaya, dan mendukung saya

dalam proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

2. Kepada Aretha Nessia Atmadajaja yang selalu menjadi inspirasi dan contoh

yang baik.

3. Kepada Keluarga Besar Atmadjaja dan Eko Purnomo yang selalu percaya

dan mendukung selama proses penulisan.

4. Dosen pembimbing skripsi saya ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si. yang selalu

sabar dan memberi arahan selama proses pengerjaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M. Psi., Psi. dan P. Henrietta PDADS., M. A.

selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, membagikan ilmunya,

dan membantu proses pengujian dan pengerjaan revisi.

6. Ibu Passchedona Hendrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, S. Psi., M.A.

yang menjadi Dosen Pembimbing Akademis saat semester satu dan

(13)

7. Alm. Ibu Lusi yang telah menjadi Dosen Pembimbing Akademik selama

tahun 2010 – 2016. Terima kasih karena sudah memperhatikan saya dan

teman-teman. Bukan hanya akademis namun juga ajaran mengenai

kehidupan yang berguna bagi saya.

8. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

10. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu

selama penulis menempuh bangku kuliah.

11. Seluruh staff dan ex staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak

Gi, Mas Muji, dan Mas Doni. Terima kasih untuk segala dukungan dan

keramahan yang selalu diberikan dalam menempuh studi di Fakultas

Psikologi.

12. Kepada kepala sekolah, guru, dan staff di SD Tarakanita 5 Rawamangun,

SD Kanisius Condong Catur, SD Pangudi Luhur, dan SD Kanisius

Demangan Baru 1 yang telah bersedia membantu kelancaran penulisan

penelitian ini. Terutama bagi guru wali kelas 3 yaitu Ibu Chandra, Ibu Novi,

dan Ibu Devi terima kasih waktu dan kesempatan yang telah diberikan.

13. Seluruh subjek penelitian ini yang telah besedia meluangkan waktu dan

tenaga. Semoga kalian tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berguna

(14)

14. Kepada seluruh tim observer Yoga, Luna, Agnes, Yovi, Sita, Yutti, dan Dita

Mba Ndud, Terima Kasih bantuannya.

15. Teman-teman lain yang pernah nyekrip bersama, seperti Ko Albert

Mahendra, Keket, Helen, Pakde, ChaCha, Tyastri, Nova Opa, dan semua

teman yang selalu mengingatkan untuk selalu optimis.

16. Teman-teman Kos Zahra yang selalu menyemangati dan memberikan

dukungan. Terima Kasih Iin sudah menjadi teman siaga, Bintang, Axl,

Depi, Tien, Denis, Tasha, Sesa, Pitri, dan Nia.

17. Saudara Asisten P2TKP, terutama angkatan 2013 yang telah menjadi

penyemangat dalam penulisan.

18. Anggota grup WhatsApps “Support Sistem” yang selalu siap menolong dan

menyemangati. Terima Kasih Rika, Fiona, Grace, Wuri, dan Yovino.

19. Teman-teman SLPers batch #6 terima kasih semangatnya Yoga, Pinta, Desi,

Laksono, dan Yudhytha. Terutama Yoga teman seperjuangan penulis,

Terima Kasih Yoga.

20. Teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2010. Semoga kita bisa

bertemu lagi di lain waktu dan lain kesempatan.

21. Semua keluarga besar mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma mulai dari angkatan pertama sampai 2016 yang tidak bisa saya

sebutkan satu-persatu.

22. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas dukungan, doa, dan semuanya yang kalian berikan kepada

(15)
(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : LANDASAN TEORI ... 9

A.Haptic Comunication ... 9

1.Definisi ... 9

(17)

3.Manfaat Haptic ... 11

B.Partisipasi Anak dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas ... 14

1.Definisi ... 14

2.Manfaat partisipasi anak dalam kelas ... 16

3.Faktor yang mempengaruhi partisipasi ... 17

C.Masa Anak-anak ... 18

D.Dinamika Haptic Communication dan Partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar ... 22

E.Skema ... 25

F.Hipotesis ... 25

BAB III : METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B.Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

C.Definisi Oprasional ... 27

D.Subjek Penelitian ... 27

E.Desain Penelitian ... 27

F.Metode Pengambilan Data ... 28

G.Alat Ukur ... 29

H.Prosedur Eksperimen ... 31

I. Validitas dan Reliabilitas ... 32

1.Validitas ... 32

2.Reliabilitas ... 33

(18)

1.Uji Asumsi ... 34

2.Uji Hipotesis ... 35

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Orientasi Kancah ... 36

B. Persiapan Penelitian ... 36

C. Pelaksanaan Penelitian ... 39

D. Hasil Penelitian ... 41

E. Pembahasan ... 44

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

C. SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aspek utama dalam pendidikan ialah proses belajar mengajar dengan guru

sebagai pemeran utamanya. Proses belajar mengajar merupakan proses yang

dilakukan guru dan siswa. Proses ini berbentuk tindakan timbal balik dalam

situasi edukatif. Proses belajar mengajar dilakukan untuk mencapai suatu

tujuan yang sudah ditentukan (Usman, 2009). Tindakan timbal balik dalam

suatu proses belajar mengajar menekankan bahwa guru dan siswa saling

berinteraksi dalam kegiatan tersebut.

Guru merupakan pemeran utama dalam kelas. Guru yang berkompeten

dapat membuat lingkungan belajar yang efektif. Lingkungan belajar yang

efektif dapat mendukung siswa untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa

(Usman, 2009). Hal ini menunjukan bahwa guru bertanggung jawab atas

terciptanya lingkungan belajar yang efektif.

Kondisi belajar mengajar yang efektif menurut Usman (2009) merupakan

lingkungan yang melibatkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, melibatkan

siswa secara aktif. Guru bertugas mengajar, dalam arti membimbing siswa agar

siswa ikut serta dalam aktivitas pembelajaran. Kedua, menarik minat dan

perhatian siswa. Pada dasarnya, setiap anak berminat untuk belajar dan minat

(20)

guru berusaha menjaga perhatian anak selama proses pembelajaran. Ketiga,

memperhatikan perbedaan individu siswa. Seorang guru hendaknya tidak

menyamaratakan kemampuan siswa. Guru yang menyadari perbedaan setiap

siswanya dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Keempat, membangkitkan

motivasi siswa. Motivasi dapat timbul dari dalam diri sendiri dan dapat pula

mendapat pengaruh dari orang lain. Kelima, pembelajaran konkrit (peraga).

Belajar yang efektif bermula dari pengalaman konkrit terlebih dahulu dan

kemudian menuju yang lebih abstrak. Alat peraga dapat membantu

pemahaman siswa. Lingkungan yang efektif akan menunjang proses belajar

mengajar.

Menyadari kebutuhan proses belajar mengajar tersebut memicu banyak

inovasi baru metode-metode pengajaran yang telah dikembangkan. Salah satu

inovasi dalam ilmu pendidikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran

ialah pendekatan PAIKEM (Suprijono,2009). PAIKEM merupakan singkatan

dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Pada

pendekatan PAIKEM, peserta didik berproses untuk learning to know, learning

to be, dan learning to live together sehingga peserta didik mendapat makna

dari pembelajaran. Demi mencapai tujuan tersebut berarti membutuhkan situasi

yang mendukung siswa berinteraksi dengan lingkungan (Suprijono,2009).

Peneliti melakukan survei awal ke 3 sekolah dasar di Yogyakarta dan 1

sekolah dasar di Jakarta. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada November

2015 menunjukan siswa yang bersekolah di sekolah dasar di Jakarta

(21)

aspirasi. Namun, perilaku ini tidak merata pada semua anak. Beberapa anak

menonjol dalam merespon guru, namun terdapat siswa yang tampak pasif.

Hasil yang di dapat dari 2 dari 3 sekolah di Yogyakarta menunjukan kelas yang

cenderung diam dan pasif. Siswa cenderung menunggu ditunjuk guru dalam

menjawab pertanyaan dari guru. Terdapat anak yang cukup berani dalam

mengajukan aspirasi, namun hanya terjadi pada sedikit anak saja.

Peneliti juga melakukan survei berupa wawancara dan observasi pada

kurang lebih 16 pengajar dari 4 sekolah dasar. Hasil survei dengan metode

wawancara menunjukan bahwa pengajar sangat terbantu dalam proses

pengajaran jika siswa mereka bertanya atau mengajukan aspirasi. Hal ini

dianggap penting sebagai tolak ukur pengajaran, sehingga guru mengetahui

pemahaman siswanya. Situasi yang partisipatif akan membantu proses belajar

mengajar sebab terjadi timbak balik oleh siswa dan guru, sehingga terjadi

komunikasi yang lancar. Partisipasi siswa dalam kelas dapat membantu

pengajar dalam memahami sejauh mana pemahaman materi siswa dan

menangkap keterbatasan siswa. Hal ini membantu pengajar dalam memberi

fasilitas kepada siswa untuk perkembangan akademisnya. Terbantunya

pengajar dalam kelas akan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di

kelas.

Berdasarkan pemaparan tersebut, bahwa masih terdapat siswa yang

pasif. Peneliti ingin membantu siswa yang belum berpartisipasi dalam kelas.

Harapan dari proses belajar mengajar ialah melibatkan siswa secara aktif dalam

(22)

belajar. Siswa sebagai subjek didik yang dapat merencanakan dan memahami

pelajaran. Siswa diharapkan aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosi

(Usman,2009).

Menurut teori Erikson (dalam Santrock, 2007), anak usia sekolah dasar

merupakan masa kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority).

Hal ini menandakan seorang anak usia 6tahun sampai remaja mengarahkan

energinya kepada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual. Anak

menjadi lebih antusias belajar dibanding pada fase kanak-kanak awal yang

penuh imajinasi. Sebaliknya, jika anak mengalami rasa inferior, anak akan

merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson menyatakan bahwa guru

memiliki tanggungjawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru

dengan kelembutan dan ketegasan mengajak anak merasakan petualangan

bahwa seseorang dapat belajar menemukan hal baru yang tidak dapat

dibayangkan sebelumnya.

Hamalik (2013) menyatakan dalam bukunya bahwa rasa aman (secure)

merupakan salah satu kebutuhan emosional siswa pada umumnya. Kebutuhan

emosional siswa pada umumnya ialah kebutuhan untuk diterima (acceptance),

kebutuhan untuk berteman dan dicintai (affection), dan kebutuhan akan rasa

aman (security). Hal ini yang mendasari bahwa membangun rasa aman

semenjak dini dapat memperbesar kemauan siswa dalam berpartisipasi dalam

kelas.

Pada penelitian ini, peneliti ingin meneliti hal yang berkaitan dengan

(23)

dapat memberikan dorongan dalam perilaku seseorang. Gueguen (2004)

meneliti mengenai pengaruh sentuhan untuk meningkatkan partisipasi.

Gueguen menuliskan bahwa sentuhan (haptic) selama 1-2 detik oleh seorang

guru kepada muridnya sebelum melakukan wawancara mempengaruhi

performansi murid tersebut dibandingkan degan kelompok kontrol yang tidak

mendapatkan sentuhan. Sentuhan termasuk dalam komunikasi nonverbal.

Komunikasi non verbal yang berupa sentuhan dapat menciptakan rasa aman.

Komunikasi ini dapat menyampaikan bahwa ada dukungan yang diberikan oleh

seorang guru terhadap muridnya.

Bahasa nonverbal yang paling primitif ialah sentuhan. Dalam talkshow

mengenai “Komunikasi Nonverbal Tingkatkan Percaya Diri Anak”

(beritasatu.com), sentuhan ibu dan ayah dapat merangsang kecerdasan anak.

Sentuhan yang dapat diberikan berupa belaian, pelukan, ciuman, dan sentuhan

serupa. Hal yang terpenting ialah skin to skin contact.

Sentuhan merupakan komunikasi paling dasar. Dalam kehidupan

manusia, informasi pertama kali diperoleh melalui sentuhan. Bayi yang baru

lahir, belum mampu melihat dan mendengar, namun sudah dapat merasakan

getaran dari detak jantung ibunya. Contoh kasus yang terjadi pada Helen Keler

yang memiliki kondisi tidak dapat melihat dan mendengar serta berbicara,

sehingga komunikasi melalui sentuhan merupakan sumber utama informasi

(Knapp, 1980).

Sentuhan merupakan aspek yang penting dalam relasi manusia. Melalui

(24)

diekspresikan secara verbal, misalnya dukungan. Penelitian mengenai

komunikasi nonverbal, yaitu melalui sentuhan menunjukan bahwa sentuhan

dapat menghilangkan jarak dan batasan-batasan secara psikologis. Selain itu,

seseorang terbukti lebih memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan dirinya

sendiri melalui pengalaman fisik daripada melalui kata-kata (Knapp, 1980).

Hal ini didukung oleh penelitian mengenai Touch in Therapy (Pinson, 2002),

menyatakan bahwa sentuhan berefek positif berdasarkan 4 dari 5 percobaan.

Efek positif yang dirasakan terapis terhadap pasiennya ialah pasien dapat lebih

penuh kesadaran (here and now), pasien juga menunjukan pemulihan yang

baik, dan sentuhan mengurangi rasa sakit. Namun, dalam penelitian ini muncul

pembahasan mengenai keadaan pasien yang cenderung dependen terhadap

terapis. Hal ini belum dapat dibuktikan secara pasti.

Sentuhan dapat menunjukan banyak makna. Dalam penelitian Gueguen

(2004) menunjukan bahwa partisipan yang mendapat sentuhan lebih sering

menjadi voluntir dalam kelas daripada partisipan yang tidak mendapat

sentuhan. Hal ini menunjukan sentuhan berperan sebagai penguatan terhadap

perilaku. Penelitian tersebut dilakukan di Belanda. Penelitian serupa juga

dilakukan di beberapa negara Eropa dan memiliki konsistensi hasil. Namun,

berbeda dengan keadaan di Zimbabwe. Penelitian lain mendapatkan hasil

bahwa haptic dalam budaya lokal Zimbabwe masih dianggap tindakan negatif

(Muchemwa, 2013). Peneliti tertarik mengetahui pengaruh komunikasi

(25)

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Nicolas Gueguen (2004). Penelitian tersebut sudah direplikasi

di dua studi yang berbeda. Hasil dari penelitian tersebut cukup konsisten.

Namun, hasil penelitian ini tidak dapat disamakan pada semua negara atau

wilayah. Peneliti tertarik dalam melakukan studi ini dalam situasi di Indonesia

terutama Yogyakarta. Peneliti ingin mencari tahu apakah hasil ini berlaku pada

kultur Indonesia atau tidak, karena kedua penelitian terdahulu dilakukan di

Eropa. Disamping itu, pada penelitian Muchemwa (2013) yang meneliti

tentang penggunaan komunikasi nonverbal dalam kelas di Zimbabwe

menghasilkan bahwa haptic tidak digunakan dalam kelas. Haptic tidak

digunakan sebab dalam kultur subjek menggangap haptic sebagai perilaku

negatif. Hal ini menunjukan bahwa haptic masih dianggap negatif sebagai

sarana komunikasi dibeberapa kultur, sehingga perlu diteliti kembali

keadaannya dalam kultur lokal.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat

pengaruh komunikasi berupa sentuhan (haptic) terhadap partisipasi siswa

dalam kelas. Seperti yang telah dijelaskan bahwa guru sebagai pemeran utama

bertanggung jawab dengan menggunakan ketrampilannya membangkitkan

minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Penelitian ini khususnya

akan melihat pengaruh komunikasi seorang guru berupa sentuhan terhadap

(26)

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah haptic communication mempengaruhi partisipasi anak dalam

proses belajar mengajar di kelas.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh haptic communication

pada partisipasi anak dalam proses belajar mengajar.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu

psikologi pendidikan. Informasi ini khususnya mengenai peran komunikasi

nonverbal, yaitu haptic communication pada anak dalam proses belajar

mengajar. Sehingga dikemudian hari terdapat acuan yang aktual mengenai

komunikasi berupa sentuhan terhadap anak terutama dalam bidang psikologi

pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi praktisi pengajar dan psikolog

bidang pendidikan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

keadaan kultur lokal dalam merespon haptic communication dalam situasi

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Haptic Comunication

1. Definisi Haptic Communication

Sentuhan atau touch secara formal dikenal dengan haptics. Haptic

berasal dari bahasa Yunani yaitu haptikos yang berarti sentuh (touch).

Sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan

sesuatu (Budyatna, Ganiem, 2011). Haptic merupakan komunikasi

dasar yang pertama kali dipelajari manusia dalam hidupnya. Bagi

seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima

pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Secara umum,

perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi

nonverbal.

Seseorang menggunakan tangan, lengan dan bagian-bagian tubuh

lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul,

menendang, menggelitik, dan memeluk. Melalui haptic, pengirim

pesan mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan

(Budyatna, Ganiem, 2011).

Berdasarkan pemaparan diatas, haptic communication ialah

sentuhan yang dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan

(28)

2. Karakteristik Haptic

Menurut Knapp (1980), haptic secara umum dilakukan saat:

memberikan informasi atau masukan, memberikan perintah,

mengajukan permintaan, melakukan persuasi, melakukan percakapan

yang intim, dalam keadaan santai, berbicara dalam komunikasi

dengan orang lain, dan memberi kabar yang mencemaskan dari lawan

bicara.

Sementara itu, menurut Knapp (1980) terdapat beberapa jenis

haptic, diantaranya:

a. Profesional

Pada jenis profesional, sentuhan dilakukan dalam lingkup

pekerjaan. Seseorang yang melakukan sentuhan tidak bermaksud

menyentuh secara intim. Sentuhan ini memberikan kesan tidak

personal agar terhindar dari maksud seksual.

Contoh dari sentuhan profesional ialah sentuhan seorang penjahit

dalam melakukan pekerjaannya, sentuhan psikolog dengan

kliennya, atau sentuhan terapis dengan pasiennya. Sentuhan

dilakukan dalam rangka menuntaskan suatu pekerjaan. Begitu pula

dengan seorang dokter dalam memeriksa pasiennya. Hal ini

memungkinkan adanya sentuhan yang lebih bervariasi dan terbuka.

Sejauh sentuhan dilakukan dalam relasi yang positif, maka tidak

(29)

b. Sosial

Sentuhan sosial merupakan sentuhan sopan yang dilakukan

kepada sesama manusia. Hal yang paling mencerminkan sentuhan

sosial ialah bersalaman. Bersalaman dilakukan oleh manusia

dengan manusia tanpa harus mengenal dekat.

c. Teman

Jenis sentuhan ini dilakukan kepada seseorang yang sudah

kita kenali. Sentuhan ini diberikan kepada seseorang untuk

mengekspresikan keinginan mengenal lebih dalam dan

keterbukaan kita sebagai teman.

d. Cinta Intim

Sentuhan-sentuhan intim dilakukan kepada lawan jenis atau kepada

seseorang yang benar-benar dekat dengan kita. Sentuhan yang

dilakukan untuk mengekspresikan ikatan emosional. Contoh

sentuhan intim ialah saat lawan jenis menyentuh leher atau pipi.

e. Seksual

Sentuhan seksual terkadang masih dalam lingkup sentuhan

cinta intim. Namun, dapat pula sentuhan ini berdiri sendiri.

Sentuhan ini hanya merupakan ekspresi ketertarikan secara fisik.

3. Manfaat Haptic

Haptic merupakan tindakan yang therapeutic. Menyentuh atau

disentuh orang lain dengan penuh kepedulian dan non seksual dapat

(30)

menenangkan otot-otot dan mengendurkan ketegangan. Haptic juga

dapat mengatasi perasaan tertolak dan menambah perasaan

dipedulikan secara personal (Leather,1992).

Haptic juga memiliki manfaat untuk perkembangan emosional,

sosial, intelektual, dan fisik pada anak (Hansen, 2007). Pada

perkembangan emosi, haptic bermanfaat dalam memberikan rasa

nyaman, aman, senang, dan mengeliminasi perasaan negatif seperti

gelisah, takut, dan sebagainya. Hal ini berefek pada perkembangan

rasa aman dan well-being anak. Anak yang sering menerima haptic

dalam jumlah besar dapat mengembangkan body concept dengan lebih

baik. Anak yang menerima haptic dengan penuh rasa cinta cenderung

memiliki konsep diri yang hangat dan peka terhadap lingkungan.

Dalam perkembangan sosial anak (Hansen, 2007), haptic

bermanfaat sebagai pemecah jarak interpersonal. Haptic merupakan

fasilitas antar individu untuk membuka kedekatan interpersonal antar

keduanya. Hal ini terjadi pada ikatan ibu anak yang terbangun karena

banyaknya haptic yang terjadi antar anak dan ibu. Anak juga belajar

untuk menggunakan haptic sebagai sarana membangun hubungan

pertemanan, mengurangi jarak sosial, dan menunjukan kualitas

keintiman. Kualitas pengalaman haptic anak mempengaruhi

kemampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain, mempercayai

orang lain, dan kepekaan terhadap kebutuhan diri sendiri. Haptic

(31)

anak yang kurang mendapatkan pengalaman haptic cenderung

mengalami kesulitan membangun relasi yang dekat dengan orang lain.

Haptic juga memiliki manfaat bagi perkembangan intelektual anak.

Salah satu manfaatnya adalah hormon pertumbuhan. Haptic terbukti

merangsang kelenjar pituitari yang berfungsi menghasilkan hormon

pertumbuhan (Hansen, 2007). Apabila seorang anak tidak

mendapatkan cukup haptic yang positif, maka kelenjar pituitari tidak

menghasilkan hormon pertumbuhan yang cukup. Hal ini dapat

mengakibatkan keterbelakangan pertumbuhan pada anak.

Selain bermanfaat bagi perkembangan emosi, sosial, dan

intelektual, haptic juga memiliki manfaat untuk perkembangan fisik.

Anak yang kurang mendapatkan haptic positif cenderung memiliki

simtom astmatic dan alergi, keterlambatan bicara, gangguan belajar,

tampak pucat dan ukuran tubuh yang lebih kecil daripada teman

sebayanya. Dampak jangka panjang pada orang dewasa yang tumbuh

tanpa haptic yang cukup akan menjadi pribadi yang destruktif dan

pelaku kekerasan (Hansen, 2007).

Pada penelitian ini, haptic yang dimaksud ialah sentuhan yang

dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan

dilakukan dalam proses komunikasi. Jenis haptic yang digunakan

dalam penelitian ini ialah haptic yang berjenis profesional. Hal ini

didasarkan keadaan penelitian yang dilakukan antara guru dan siswa

(32)

guru dan siswa merupakan relasi positif dalam rangka menuntaskan

proses belajar dalam kelas. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat pada

siswa dalam menimbulkan situasi therapeutic dan melepaskan

ketegangan serta mendapat perhatian secara personal.

Penelitian sebelumnya haptic berupa menepuk bagian pundak

siswa yang dilakukan oleh guru kurang lebih 1-2 detik. Penelitian ini

juga akan melakukan haptic yang serupa. Hal ini disebabkan bahwa

pundak merupakan bagian bebas disentuh (Knapp,1980).

B. Proses Partisipasi Anak dalam Belajar Mengajar di Kelas

1. Definisi Parisipasi Anak dalam Proses Belajar Mengajar

Partisipasi memiliki arti turut berperan serta dalam suatu kegiatan;

keikut sertaan; berperan serta (kbbi.web.id). Partisipasi menurut

Tjokrowinoto (dalam Suryosubroto, 2002) didefinisikan sebagai

penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam kelompok yang

mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan

mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama tanggung jawab

terhadap tujuan tersebut.

Pada taksonomi tujuan instruksional menurut Bloom (Winkel,

1989) dalam ranah afektif, partisipasi merupakan kerelaan

memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

Kesediaan ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap

(33)

dari siswa, tidak adanya unsur paksaan, anggota merasa ikut memiliki

(Winkel, 1989).

Sedangkan, pengertian proses belajar mengajar merupakan inti dari

proses pendidikan dengan guru sebagai pemeran utama. Proses belajar

mengajar ialah suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan

oleh guru dan siswa dalam menjalin hubungan timbal balik yang

berlangsung pada situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu.

Kunci dari proses belajar mengajar ialah proses timbal balik yang

dilakukan oleh guru dan siswa. Proses timbal balik ini merupakan

tindakan yang saling mendukung. Proses belajar mengajar memiliki

arti lebih dari proses mengajar. Pada proses ini tidak terlepas antara

seorang guru yang mengajar dan siswa yang sedang belajar (Usman,

2009).

Dijelaskan juga oleh Djamarah dan Zain (2010) bahwa kegiatan

belajar mengajar pada hakikatnya menjadikan anak sebagai subjek

utama dan sekaligus objek dari kegiatan belajar. Kegiatan ini akan

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan

pengajaran. Tujuan ini akan tercapai dengan upaya anak didik yang

secara aktif mencapai tujuan itu. Keaktifan anak didik meliputi dua hal

yaitu fisik dan jiwa. Keaktifan fisik saja tidak menjamin tercapainya

tujuan. Keaktifan siswa harus meliputi keaktifan pikiran mereka. Pada

hakikatnya belajar merupakan perubahan yang dirasakan oleh peserta

(34)

belajar mengajar merupakan kegiatan yang dirancang sedemikian rupa

yang membutuhkan upaya siswa secara aktif untuk mencapai tujuan

tertentu.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

partisipasi merupakan keikutsertaan siswa dalam kegiatan kelas

sebagai ekspresi penyertaan mental dan emosi siswa dalam proses

belajar mengajar. Sejalan dengan sifat partisipasi, keikutsertaan siswa

murni atas keinginan siswa tersebut dan tidak ada unsur paksaan.

Sedangkan, proses belajar mengajar merupakan proses berupa suatu

kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa sebagai tindakan timbal

balik dalam situasi yang edukatif. Proses belajar mengajar

membutuhkan upaya siswa untuk turut aktif dalam pembelajaran

sehingga tujuan dapat tercapai. Aktif berarti berpartisipasi penuh

dalam pembelajaran, tidak hanya fisik namun jiwa dan pikiran juga

fokus dalam belajar.

2. Manfaat partisipasi anak dalam kelas

Manfaat partisipasi menurut Suryosubroto (2002) yaitu :

a. Banyak ide dan pendapat yang diberikan sehingga dapat membuat

keputusan yang besar dan tepat. Seperti dalam diskusi kelas,

membutuhkan banyak ide dan pendapat peserta diskusi untuk

(35)

b. Potensi diri dan kreativitas lebih berkembang. Partisipasi dalam

kegiatan kelas dapat membantu siswa mengasah potensi diri dan

dapat juga melatih proses berpikir siswa.

c. Peserta dapat lebih menerima perintah dan menimbulkan rasa

diperlukan dalam kelompok. Hal ini dapat terjadi sebab keputusan

bersama merupakan hasil pemikiran kelompok yang merupakan

aspirasi anggota kelompok itu sendiri.

d. Melatih rasa tanggung jawab dan membangun kesadaran atas

kepentingan bersama. Tanggung jawab dan kesadaran atas

kepentingan bersama dapat tercipta sebagai akibat dari perasaan

ikut serta siswa dalam mencapai tujuan bersama dan kerja sama

yang terjadi dalam suatu kegiatan.

3. Faktor yang mempengaruhi partisipasi

Faktor yang mempengaruhi partisipasi menurut Walgito (2010), yaitu:

a. Kepentingan individu

Kepentingan individu merupakan kebutuhan dan minat

individu. Menurut Walgito (2010), manusia merupakan makhluk

sosial dan individu. Hal ini menjelaskan bahwa manusia memiliki

dorongan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri disamping

kebutuhan sosial. Kebutuhan individu tersebut dapat merupakan

kebutuhan fisiologis, psikologis, mengembangkan potensi diri, atau

(36)

seseorang akan berpatisipasi dalam suatu kelompok demi

memenuhi kepentingan pribadi.

b. Solidaritas

Solidaritas dalam kelompok berarti melakukan kerja

sama kolektif dalam mencapai tujuan kelompok. Solidaritas

berkaitan dengan perasaan saling mencintai atau menyukai antar

anggota sehingga kompak dalam mencapai tujuan.

c. Memiliki tujuan yang sama antar individu

Menurut Walgito (2010), tujuan yang sama antar individu

menciptakan kohesi di dalam suatu kelompok yang terwujud dalam

partisipasi mereka saat mengikuti organisasi.

d. Melakukan langkah bersama walaupun tujuannya berbeda

Dalam kelompok yang memiliki tujuan bersama, setiap

individu memiliki tujuan masing-masing. Dalam hal ini, individu

menjadikan tujuan kelompok sebagai sarana pencapaian tujuan

masing-masing tersebut. Hal ini yang mendasari, individu-individu

yang memiliki tujuan berbeda dapat melakukan langkah bersama

dalam kelompok demi kepentingan masing-masing

(Walgito,2010).

C. Masa Anak-anak

Perkembangan Kognitif menurut Piaget terbagi menjadi empat

(37)

1. Sensorimotor

Rentang usia 0 hingga 2 tahun. Bayi mendapat informasi tentang

dunia disekitarnya melalui pengalaman fisik. Hingga tahap ini bayi

menggunakan insting dan refleks dalam proses perkembangannya.

Pada akhir tahapan ini pemahaman simbolik awal mulai terbentuk.

2. Praoprasional

Rentang usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, anak dapat

menggunakan simbol. Anak mampu menggunakan kata-kata dan

gambar dalam mengungkapkan dirinya. Namun belum mampu

menginternalisasi kedalam dunia mental hal-hal yang dilakukan secara

fisik.

3. Oprasional Konkrit

Rentang usia 7 hingga 11 tahun. Pada tahap ini, anak sudah mampu

berpikir logis dan sudah mampu menginternalisasi secara mental hal

yang dapat dilakukan secara fisik. Namun, belum mampu

memecahkan permasalahan abstrak yang tidak dapat dilakukan secara

fisik.

4. Oprasional Formal

Rentang usia 11 hingga 15 tahun. Pada tahap ini, anak dapat

berpikir abrak dan menjadi lebih logis. Permasalahan yang tidak dapat

dikerjakan secara fisik sudah dapat mereka selesaikan. Tahap ini

membuat remaja dapat membayangkan situasi yang ideal pada segala

[image:37.595.84.517.211.629.2]
(38)

Pada penelitian ini perkembangan kognitif anak yang menjadi subjek

berada pada fase oprasional konkrit. Anak sudah mampu berpikir logis dan

mampu memecahkan permasalahan konkrit.

Kemampuan yang dapat dilakukan anak pada tahap ini, antara lain:

1. Konservasi

Kemampuan memahami kesamaan volume tanpa terpengaruh

perubahan bentuk.

2. Klasifikasi

Kemampuan anak tentang karakteristik objek. Kemampuan anak

untuk mengklasifikasi benda dan memahami relasi antar benda.

Kemampuan klasifikasi terdiri dari:

a. Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan

Kemampuan anak untuk membagi benda menjadi suatu

kumpulan dan sub kumpulan. Anak juga mampu memahami relasi

antara anggota kumpulan. Ilustrasi yang dapat menggambarkan

kemampuan ini ialah relasi pada pohon keluarga. Seorang anak

pada tahap operasional konkret dapat memahami bahwa seseorang

dapat berperan sebagai ayah terhadap anaknya dan dapat menjadi

anak bagi orang tuanya. Pada prinsipnya, anak dapat memahami

sistem klasifikasi secara vertikal, horizontal, atau diagonal.

b. Seriation

Kemampuan anak untuk mengurutkan segala sesuatu sesuai

(39)

c. Transitivity

Kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis.

Misal terdapat tiga benda berurutan sesuai panjangnya. Anak dapat

memikirkan bahwa benda pertama lebih panjang daripada yang

ketiga dan yang kedua lebih pendek dari yang pertama.

Perkembangan psikososial berdasarkan teori Eric Erickson. Pada teori

psikososial terdapat delapan fase. Fase yang sedang dijalani oleh anak usia

8 hingga 10 tahun ialah tahap ke-4 yaitu Industry vs inferiority (tekun vs

rasa rendah diri). Terjadi pada usia 6 hingga pubertas. Melalui interaksi

sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap

keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan

oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya

dengan ketrampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau

tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan

merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Prakarsa yang dicapai

sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan

pengalaman-pengalaman baru. Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir

kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan

pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang dapat

timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri,

perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. Erikson yakin bahwa

guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan

(40)

D. Dinamika Haptic Communication dan Partisipasi anak dalam proses

belajar mengajar

Guru merupakan pemeran utama dalam proses belajar mengajar di

kelas. Guru perlu memastikan, siswa tersebut memahami materi yang

diberikan. Ketika guru menjelaskan perlu dipastikan siswa mendengarkan

atau hanya mendengar. Salah satu cara mengetahuinya ialah dengan

melihat perilaku siswa tersebut di kelas. Guru dapat mengetahui siswanya

sudah paham atau belum selama proses belajar mengajar dengan melihat

respon siswa. Menurut survei yang dilakukan peneliti, guru dapat melihat

kemampuan siswa, salah satunya dari respon siswa atau aspirasi yang

diajukan siswa. Namun, hal ini belum merata terjadi pada seluruh siswa.

Menurut wawancara yang dilakukan peneliti di empat sekolah, selalu ada

siswa yang pasif yang tidak ikut aktivitas dalam kelas.

Guru merupakan pemandu kelas yang dapat membantu anggota

kelas merasa nyaman dan aman dalam melakukan poses pembelajaran.

Keadaan kelas yang aman dan nyaman bagi siswa diharapkan akan

membuat siswa leluasa mengekpresikan diri dalam kelas. Perasaan

nyaman dan aman dapat timbul dari pendekatan yang guru berikan. Haptic

communication merupakan komunikasi nonverbal yang dapat memberikan

rasa nyaman, aman, senang, dan mengeliminasi perasaan negatif seperti

gelisah, takut, dan sebagainya (Hansen, 2007). Sedangkan faktor

terjadinya partisipasi salah satunya solidaritas berkaitan dengan perasaan

(41)

karena itu, haptic communication dapat mendorong peningkatan frekuensi

partisipasi anak dalam kelas.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif metode

kepada praktisi pengajar, dalam mengupayakan siswa yang tidak

partisipatif untuk ikut dalam aktifitas kelas. Dalam penelitian Christophel

(1990) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara state

motivation siswa dan kedekatan nonverbal yang ditunjukan oleh guru.

Disamping itu terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa haptic dapat mendorong seseorang berperilaku sesuai dengan

harapan pemberi haptic (Pattison, 1973; Witcher & Fisher, 1979; Eaton &

Mitchell-Bonair, & Friedmann, 1986 dalam Gueguen, 2004).

Salah satu jenis haptic yang dapat dilakukan guru dalam kelas

berupa tepukan. Tepukan merupakan haptic communication yang

termasuk dalam jenis haptic sosial dan profesional. Termasuk jenis sosial

dan profesional sebab dilakukan sentuhan sopan antar manusia dan

manusia dalam lingkup pekerjaan. Pada penelitian ini, haptic dilakukan

dalam kondisi pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan dilakukan

dalam proses pembelajaran dalam kelas. Haptic menciptakan hubungan

positif antara guru dan siswa dalam rangka menuntaskan proses belajar

mengajar dalam kelas. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa

dalam menimbulkan situasi therapeutic dan melepaskan ketegangan serta

mendapat perhatian secara personal, sehingga siswa dapat terbuka untuk

(42)

Penelitian sebelumnya, dilakukan haptic berupa tepukan di bagian

pundak siswa yang dilakukan oleh guru kurang lebih 1-2 detik

(Gueguen,2004). Penelitian ini juga akan melakukan haptic yang serupa.

Hal ini didasarkan bahwa pundak merupakan bagian bebas disentuh

(Knapp,1980).

Berdasarkan pemaparan diatas haptic diharapkan dapat berperan

sebagai encouragement kepada siswa dalam proses belajar mengajar.

Siswa yang tidak mendapat haptic akan mendapatkan perlakuan yang

setara, hanya tidak mendapatkan encouragement berupa haptic dari guru.

Pemberian perlakuan didampingi dengan kesempatan berpartisipasi dan

pemberian stimulus partisipasi. Penelitian ini akan melihat pengaruh

haptic communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar

(43)

E. Skema

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif haptic

communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar

di kelas. Sehingga, siswa yang mendapat haptic diharapkan akan

mengalami peningkatan partisipasi dibandingkan dengan siswa yang tidak

mendapat haptic communication.

GURU"

SISWA"TIDAK"

MENDAPAT"

HAPTIC

"

SISWA"MENDAPAT"

HAPTIC

"

Mendapat""

encouragement

"

"

Sesuai"keadaan"

natural,"tanpa"

encouragement

" "

Tidak"mengalami"

peningkatan"

partisipasi"

Peningkatan"

partisipasi"dalam"

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Menurut

Shaugnessy dan Zechmeister (2007) eksperimen merupakan metode

penelitian yang memanipulasi sebuah variabel independen dan

mengobservasi efek terhadap variabel dependen. Tujuan penelitian

eksperimen ialah mendapatkan hubungan kausal antara variabel

independen dan variabel dependen. Metode eksperimen melibatkan

kontrol terhadap variabel independen. Kontrol dilakukan agar tujuan

penelitian eksperimen dapat disimpulkan (Shaughnessy &

Zechmeister,2007).

Jenis ekperimen yang digunakan pada penelitian ini merupakan

ekperimen kuasi. Pada eksperimen kuasi tidak memenuhi tiga karakteristik

penelitian eksperimen, yaitu randomisasi. (Seniati, Yulianto, & Setiadi,

2007)

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen : partisipasi siswa

(45)

C. Definisi Operasional

1. Partisipasi

Partisipasi merupakan keikutsertaan siswa dalam kegiatan kelas

sebagai ekspresi penyertaan mental dan emosi siswa dalam proses

belajar mengajar. Sejalan dengan sifat partisipasi, keikutsertaan siswa

murni atas keinginan siswa tersebut dan tidak ada unsur paksaan.

2. Haptic Communication

Pada penelitian ini, haptic communication ialah sentuhan yang

dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan

dilakukan dalam proses komunikasi. Haptic merupakan media

komunikasi yang dilakukan manusia dalam kontak langsung. Haptic

pada penelitian ini diberikan berupa tepukan pada pundak sekitar 1-2

detik.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan 32 siswa sekolah dasar.

Subjek berusia 8 – 10 tahun. Subjek berada di kelas 3 di SD X.

E. Desain Penelitian

Penelitian ini memakai One Group Pretest-Posttest Design.

Desain ini disebut juga dengan before-after design (Christensen, dalam

Seniati, Yulianto, dan Setiadi, 2007). Penelitian ini mengukur variabel

(46)

manipulasi, kembali dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan

dengan alat ukur yang sama.

Pengukuran (O1) ! Manipulasi (X) ! Pengukuran (O2)

Keterangan:

O1 : Pre Test (Sebelum perlakuan haptic)

X : Perlakuan haptic

O2 : Post Test (Setelah perlakuan haptic)

F. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data menggunakan metode observasi. Komponen

observasi terdiri dari empat hal (Sunberg, dalam Kusdiyati & Fahmi,

2015). Komponen-komponen tersebut ialah Where, What, When, dan

How.Pada penelitian ini, komponen Where menggunakan natural

setting yaitu situasi kelas sesuai dengan keadaan proses belajar reguler

pada SDK Kanisius Demangan Baru 1. Komponen What dilakukan

event sampling yang sudah memiliki target perilaku sesuai dengan

variabel yang diteliti. Komponen selanjutnya ialah komponen When

pencatatan menggunakan immediate recording. Immediate recording

merupakan pencatatan segera setelah target behavior teramati.

Komponen terakhir ialah How. Penelitian ini dilakukan nonparticipant

observation. Observer tidak terlibat dalam aktivitas yang dilakukan

observee. Observer melakuakan observasi melalui video rekaman

(47)

G. Alat Ukur

Pengukuran partisipasi dapat dilihat melalui observasi.

Observasi merupakan tindakan mengamati dengan panca indra secara

sistematis dengan metode pencatatan yang sistematis dan objek

pengamatannya berupa tingkah laku (Kusdiyati & Fahmi, 2015).

Pengukuran partisipasi mengadaptasi bagan penilaian partisipasi siswa

[image:47.595.85.518.241.757.2]

dalam kegiatan kelas (Makmun, 2007):

Tabel 1.

Pedoman Observasi

Jenis Kegiatan Turus Frekuensi

Bertanya Positif:

Sesuai

dengan

masalah

Negatif:

Menyimpang

dari masalah

Memberi

sambutan/

menjawab

Positif:

Sesuai

dengan

masalah

Negatif:

Menyimpang

(48)

Melakukan

kegitan

lain

Positif:

Sesuai

dengan

masalah

Negatif:

Menyimpang

dari masalah

Setelah dilakukan professional judgement oleh dosen pembimbing

dan 2 guru sekolah dasar sekolah yang dituju. Pedoman yang dipakai

peneliti sebagai berikut:

[image:48.595.83.535.106.670.2]

Pedoman Observasi: Partisipasi dalam kelas

Tabel 2.

Pedoman observasi penelitian

Jenis Kegiatan Tally Frekuensi

Bertanya Positif

Negatif

Memberi sambutan/

menjawab

Positif

Negatif

Observasi lainnya:

(49)

H. Prosedur Eksperimen

Subjek penelitian terdiri 32 siswa kelas 3. Setiap siswa akan

mendapat perlakuan yang sama dan mendapatkan pretest-posttest. Pada

pertemuan pertama akan dilakukan pretest, yaitu pembelajaran materi

tanpa menggunakan haptic. Eksperimenter dan siswa akan berada

dalam latar kelas sesuai dengan keadaan belajar siswa pada proses

belajar reguler. Pada pertemuan yang kedua, siswa akan diberi

perlakuan haptic selama proses belajar mengajar berlangsung. Proses

selama pre dan post test akan direkam dengan dua kamera. Kamera

yang digunakan ialah handycam sebagai kamera utama dan kamera

pocket digital sebagai kamera pendukung.

Eksperimen dilakukan di situasi kelas. Ruangan yang digunakan

merupakan ruangan kelas dan manipulasi dilakukan oleh guru yang

telah disiapkan oleh ekperimenter. Guru tersebut merupakan

eksperimenter pada penelitian ini. Guru mendapatkan pembekalan

untuk melakukan perlakuan.

Pembekalan guru sebagai eksperimenter mencakup:

1. Penjelasan mengenai Haptic

2. Pemberian Stimulus Partisipasi

Tugas yang akan dilakukan eksperimenter:

1. Mengaktifkan kamera dalam kelas (dibantu dengan tim teknis)

(50)

3. Pada pertemuan kedua, guru berkeliling dalam memberikan haptic

kepada siswa yang telah ditentukan.

4. Bentuk haptic yang akan dilakukan dengan menepuk pundak 1-2

detik pada siswa.

5. Pada akhir proses belajar mengajar, eksperimenter memberikan

stimulus partisipasi yang telah disepakati.

6. Mematikan kamera diakhir proses belajar mengajar. (dibantu tim

teknis)

I. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Berdasarkan Azwar (2011), validitas merupakan ketepatan

dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya dalam

suatu instrumen alat ukur. Alat ukur dinyatakan memiliki validitas

yang tinggi bila hasil ukurnya sesuai dengan tujuan pengukuran

(Aswar,2011). Validitas pada alat yang digunakan pada penelitian

ini diuji menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan

validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan

analisis rasional dan melalui professional judgment. Pada

penelitian ini, pedoman observasi diuji oleh professional judgment

yaitu dosen pembimbing skripsi. Professional judgment melakukan

review terhadap kesesuaian indikator-indikator dalam pedoman

(51)

2. Reliabilitas

Penelitian ini mengukur reliabilitas observer dengan

menggunakan inter-reter reliability, yaitu seberapa besar

observer-observer sepakat dalam observasi mereka (Irwin & Bushnell,

1980). Pada penelitian ini menggunakan dua observer independen

setiap kelompok data. Observer yang terpilih telah terlatih dalam

mata kuliah, psikodiagnostik II yaitu observasi, dan diberikan

pelatihan kembali mengenai cara dan ketentuan observasi.

Pelatihan yang diberikan pada observer diadakan guna

menyamakan persepsi dalam memberikan tally pada pedoman

observasi. Presentase kesepatan diperoleh dari total turus dibagi

dengan total kesepakatan kemudian dikalikan dengan jumlah

observer (Irwin & Bushnell, 1980). Presentase kesepakatan

menunjukan kesesuaian observer pertama dan kedua. Kesepakatan

kedua observer yang terjadi dalam penelitian ini sebesar 91,03%.

Shaugnessy dan Zechmeister (2006), mengatakan bahwa tidak ada

ketentuan yang ketat untuk menentukan kualitas reliabilitas antar

observer, pada umumnya penelitian yang dipublikasi menggunakan

standart 85% sebagai minimal kesepakatan. Berdasarkan ketentuan

tersebut, maka prosentase kesepakatan antar observer dapat

(52)

J. Analisis data

Proses pengolahan data statistik pada penelitian ini menggunakan

tataran program SPSS versi 21. Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian

ini ialah:

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji ini

dilakukan untuk mengetahui metode statistik yang tepat. Uji asumsi

yang dilakukan dalam penelitian ini ialah uji normalitas dan uji

homogentitas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk melihat data penelitian

berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010).

Penelitian ini, uji normalitas yang digunakan ialah analisis

Shapiro-Wilk. Shapiro-Wilk dianggap lebih akurat untuk

penelitian yang memiliki jumalh subjek kurang dari 50. Data

yang diuji dapat peneliti simpulkan berdistribusi normal jika

Sig. atau p lebih dari 0.1 (Santoso, 2010).

b. Uji Homogenitas

Uji homogentitas dilakukan untuk mengetahui beda varian

antar kelompok (Santoso, 2010). Peneliti ini melakukan uji

homogenitas dengan Levene’s test. Syarat kelompok data

dinyatakan memiliki varian yang sama atau homogen ialah Sig.

(53)

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis merupakan penaksiran parameter

berdasarkan data sampel (Sugiyono, 2008). Metode analisis yang

digunakan bergantung keadaan data yang diperoleh. Pemeriksaan

keadaan kelompok data terlebih dahulu dilakukan berupa uji

asumsi. Jika hasil uji asumsi terpenuhi maka akan digunakan

analisis parametrik yaitu uji paired sample t-test. Sedangkan, jika

uji asumsi tidak terpenuhi, maka analisis yang dilakukan akan

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Penelitian ini dilakukan di sebuah SD di Yogyakarta. Terletak di

Jalan Demangan Baru. Subjek merupakan siswa kelas 3 Sekolah Dasar.

Sebagai syarat penelitian eksperimen, dilakukan random sampling dari

posulasi seluruh kelas 3. Subjek dalam penelitian ini adalah 32 siswa dari

kelas 3A dan 3B. Subjek telah ditentukan melalui random sampling untuk

menentukan kelas yang akan digunakan dan siswa yang akan dijadikan

subjek penelitian.

B. Persiapan Penelitian

1. Perijinan

Peneliti mengurus perijinan untuk melakukan penelitian di SD X

pada November 2015. Perijinan dilakukan dengan memohon surat

pengantar untuk perijinan penelitian kepada Dekan Fakultas Psikologi

yang ditujukan kepada Kelapa Sekolah SD X. Surat perijinan tersebut

kemudian diserahkan kepada Kepala Sekolah melalui Tata Usaha SD

X. Pada tanggal 8 November 2015, peneliti kembali dengan agenda

menjelaskan secara lisan mengenai jenis penelitian ini kepada Kelapa

Sekolah. Setelah mendapat persetujuan, peneliti diminta langsung

(55)

juga memberikan inform consent (terlampir) kepada guru kelas

sebagai wali subjek.

2. Pendukung Penelitian

a) Ekperimenter

Peneliti menggunakan ekperimenter yang berperan sebagai

guru kelas yang akan memandu kelas selama proses penelitian.

Penelitian ini menggunakan dua eksperimenter. Ekperimenter

utama merupakan Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang

diasisteni oleh Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Tugas yang akan dilakukan eksperimenter ialah: (1) melakukan

pengajaran sesuai dengan RPP yang telah disetujui oleh guru kelas

sebelumnya, dan (2) melakukan perlakuan sesuai kesepakatan

selama pelatihan dan persiapan. Asisten eksperimenter pada

penelitian ini bertugas untuk: (1) membantu ekperimenter dalam

melaksanakan tugas, (2) mengkondisikan keadaan kelas selama

proses eksperimen, dan (3) time keeper.

b) Pedoman Observasi

Terlampir

c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Terlampir

d) Media

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi

(56)

eksperimen direkam menggunakan dua kamera. Kamera utama

menggunakan HandyCam diletakkan didepan atau dibelakang

kelas sesuai dengan keadaan. Kamera pendukung menggunakan

kamera pocket digital yang juga diletakkan di depan atau

dibelakang kelas untuk melengkapi titik buta kamera utama.

e) Asisten Penelitian

Penelitian ini membutuhkan dukungan secara teknis. Hal

yang dilakukan asisten penelitian ialah: (1) Memastikan

kelengkapan kamera, termasuk daya kamera dan kesediaan memori

kamera, (2) Memasang kamera sebelum kelas dimulai, (3)

Menyalakan kamera saat proses eksperimen akan dimulai, (4)

Memastikan kamera merekam dari awal hingga akhir proses, dan

(5) mengobservasi keadaan kelas sebagai observasi onset.

f) Observer

Penelitian ini menggunakan observasi sebagai metode

pengumpulan data. Peneliti menggunakan Observer sebagai

pengamat netral yang akan mengamati perilaku subjek dan

mengidentifikasi frekuensi partisipasi yang dilakukan subjek.

Penelitian ini menggunakan 4 Observer yang telah memenuhi

syarat. Persyaratan tersebut yaitu: telah lulus mengikuti kelas

Metodologi Penelitian 2: Observasi dan telah menerima pelatihan

(57)

C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 21 dan 22 Juli 2016. Pada hari

pertama dilakukan pre test dan hari kedua dilakukan post test. Proses

eksperimen dilakukan pada kelas 3A pada pukul 07.00 – 08.00 WIB dan

kelas 3B pada pukul 09.00 – 10.00 WIB selama dua hari berurutan.

Kedua kelas terdapat subjek sebanyak 16 subjek. Total subjek

sebanyak 32 siswa. Subjek berada pada latar kelas sesuai dengan kelas

subjek. Subjek dipilih secara random sampling dari siswa kelas tersebut.

Peneliti dan eksperimenter serta tim tiknis tiba disekolah pada

pukul 06.30 WIB. Tim teknis kemudian langsung mempersiapkan kelas.

Hal yang diperhatikan ialah tempat duduk siswa yang akan diteliti apakah

dapat tertangkap kamera dengan baik. Tim teknis mengupayakan dengan

menggeser kursi dan menentukan kursi mana saja yang akan dikosongkan

sebab tidak tertangkap kamera. Sedangkan peneliti dan eksperimenter

melakukan briefing terakhir sebelum proses pretest akan dimulai. Peneliti

memeriksa kembali pemahaman eksperimenter mengenai proses pretest.

Eksperimenter diingatkan pula bahwa pada proses pre test tidak boleh ada

haptic yang dilakukan. Peneliti juga memberikan catatan, RPP dan

tugas-tugas yang telah disepakati, kepada ekperimenter agar kelalaian

terminimalisir. Kemudian, setelah bel pelajaran dimulai, peneliti dan

seluruh tim diperkenalkan kepada siswa oleh guru kelas. Setelah itu,

(58)

atau sekitar 40 menit. Proses diawali dengan pengaturan tempat duduk

sesuai nomer absen agar mudah mengidentifikasi siswa.

Setelah proses kelas pertama selesai, proses selanjutnya

berlangsung pada pukul 09.00 WIB. Selama jeda dilakukan persiapan

kembali untuk proses pretest pada kelas kedua. Kembali dilakukan

persiapan kamera dengan menambah daya baterai dan mengosongkan

memori kamera. Pada pukul 08.45 tim teknis mulai melakukan

pemasangan alat pada kelas kedua. Pemasangan dilakukan selalu dalam

keadaan kelas tidak aktif. Siswa sedang istirahat diluar kelas. Hal ini

menghindarkan anak dari keadaan sadar bahwa sedang direkam. Setelah

bel tanda masuk berdering, seluruh tim peneliti kembali diperkenalkan

kepada siswa oleh guru kelas. Kemudian proses pre test kelas pertama

dimulai.

Pada hari kedua, dilaksanakan proses pemberian perlakuan dan

posttest. Peneliti dan tim tiba di sekolah pukul 06.30 WIB. Kemudian tim

peneliti melakukan persiapan seperti hari pertama. Perbedaannya

ditekankan kembali kepada eksperimenter bahwa akan dilaksanakan

pemberian haptic sebanyak 2 kali pada setiap subjek. Dilakukan selama

kurang lebih 2 detik. Keadan kelas diupayakan semirip mungkin dengan

keadaan hari pertama. Kemudian pada pukul 07.00 WIB kelas pertama

memulai proses post test. Post test dilakukan selama 40 menit. Setelah

kelas pertama selesai, dilakukan kembali pada kelas kedua pada pukul

(59)

test selesai, subjek mendapatkan kenang-kenangan berupa sticker yang

bertuliskan slogan-slogan motivasi sebagai reward.

Proses selanjutnya ialah proses pengambilan data. Proses ini

melibatkan observer dan video hasil rekaman. Pertama, peneliti memeriksa

video tersebut untuk melihat stimulus yang akan diamati observer. Kontrol

ini dilakukan sebab kondisi lapangan mempengaruhi eksperimenter dalam

memberikan stimulus. Stimulus yang berulang-ulang akan dieliminasi dan

akan diambil satu kali saja yaitu stimulus yang pertama kali diberikan.

Tahap selanjutnya, observer diberikan pedoman observasi dan

lembar keterangan beserta stimulus yang akan diamati responnya.

Pelatihan singkat dilakukan dengan menjelaskan kepada observer

mengenai variabel partisipasi. Keterangan yang diberikan merupakan

upaya peneliti dalam menyamakan persepsi observer.

D. Hasil Penelitian

Data yang terkumpul dari proses eksperimen berupa turus frekuensi

partisipasi subjek. Terdapat dua kelompok data yang diperhatikan dalam

pengolahan data ini. Kelompok data pertama ialah frekuensi partisipasi

subjek saat pre dan kelompok data kedua ialah frekuensi partisipasi subjek

saat post test.

a. Deskripsi data

[image:59.595.86.513.249.619.2]

Berikut deskripsi data dalam penelitian ini:

Tabel 3.

(60)

Deskripsi Pre Post

Jumlah Data (N) 32 32

Nilai Minimal 1 5

Nilai Maksimal 15 22

Rata-rata (Mean) 6.59 10,95

Standart Deviasi (SD) 3,666 4,224

b. Hasil Uji Asumsi

Sebelum peneliti melakukan uji statistik untuk menjawab

pertanyaan penelitian, perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu

untuk menentukan teknik statistik yang tepat. Uji yang dilakukan

[image:60.595.83.516.100.647.2]

dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.

Hasil Uji Asumsi

Uji Asumsi

Analisis

"

Hasil Statistik

Pre test Post test

Normalitas Shapiro-Wilk 0,162 0,042 Homogenitas Levene’s Test

0,495 0,147

Hasil dari uji asumsi menunjukan bahwa normalitas pada

kelompok data pre test sebesar 0,162 dan kelompok data post test

(61)

0,1 sehingga dapat dinyatakan kelompok data pre test memenuhi

asumsi distribusi normal dan kelompok data post test tidak

(Santoso,2010). Kelompok post test memiliki data yang tidak

memenuhi distribusi normal mengarahkan uji hipotesis

menggunakan analisis nonparametrik.

Selanjutnya, Uji homogenitas dengan menggunakan

Levene’s test menunjukan Sig. Sebesar 0,495 (pre test) dan 0,147

(post test). Hal ini menunjukan bahwa Sig. > 0.05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kedua kelompok data

memiliki varian yang sama atau homogen (Priyatno,2012).

c. Uji Hipotesis

Uji Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode nonparametrik. Uji hipotesis pada penelitian

ini digunakan dalam menguji signifikansi perbedaan kedua

kelompok data. Peneliti m

Gambar

gambar dalam mengungkapkan dirinya. Namun belum mampu
Tabel 1. Pedoman Observasi
Tabel 2. Pedoman observasi penelitian
Tabel 3. Deskripsi Data penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Strategi yang dikaji pada Rumah Tempe Indonesia adalah strategi bauran pemasaran yang telah dilakukan, yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi.. Strategi bauran

Berangkat dari persoalan ini, penulis berpendapat bahwa keterhubungan antara negara dan BUMN dalam kaitannya dengan penyertaan modal dan pengelolaan asset BUMN harus dipilah secara

Analisis Model Matematika Proses Pembkaran Batu Bata Dengan Me- tode Volume Hingga; Fery Hendra Mukti, 080210191054; 2012: 128 halaman; Program Studi Pendidikan Matematika,

Sesuai hasil evaluasi Dokumen Kualifikasi yang dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (POKJA) Dinas Pendidikan ULP Kabupaten Donggala serta Klarifikasi terhadap keabsahan

Berdasarkan Gambar 4.17 dapat diketahui produk yang paling disukai panelis berdasarkan bentuk dari ravioli adalah produk ravioli dengan kombinasi konsentrasi natrium

Muna, maka dengan ini kami undang untuk mengikuti Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga serta Pembuktian Kualifikasi atas penawaran yang saudara sampaikan, yang akan

• Anda dapat menghapus symbol yang tidak diperlukan, yaitu dengan menyeleksi symbol tersebut (dalam panel Library ), kemudian mengklik menu Remove dalam menu pop-up panel Library