i
PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI
PADA ARTERI MANUSIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Oleh:
Inge Wijayanti Budiawan NIM: 133114021
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
MODELLING OF ONE-DIMENSIONAL BLOOD FLOWS
IN HUMAN ARTERY
THESIS
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains
Mathematics Study Program
Written by:
Inge Wijayanti Budiawan Student ID: 133114021
MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
v
“Dan biarkan kepercayaanmu lebih besar dari ketakutanmu.”
“JUMP!! And you will find out how to unfold your wings as you fall.”
“If you get tired, learn to rest, not to quit.”
Karya ini dipersembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menyertaiku,
kedua orang tua tercinta, Sasra Budiawan dan Meitje,
kakak tersayang, Andre Wijaya Budiawan,
vi
dimensi pada arteri manusia. Model aliran darah diturunkan dari hukum kekekalan massa dan momentum, kemudian didapatkan dua model aliran darah dalam sistem �, ) dan sistem �, ). Di sini � adalah luas penampang melintang arteri, adalah fluks volume, dan adalah kecepatan rata-rata pada setiap penampang melintang arteri. Model aliran darah sistem �, ) merupakan bentuk hukum kesetimbangan, sedangkan model aliran darah sistem �, ) merupakan bentuk hukum kekekalan.
Kedua model tersebut merupakan sistem persamaan diferensial parsial hiperbolik. Mencari solusi analitis kedua model tersebut tidaklah mudah, maka solusi analitis didekati secara numeris. Metode yang dipakai adalah metode volume hingga dengan definisi fluks Lax-Friedrichs. Kedua model diselesaikan dengan nilai awal dan nilai batas yang sama. Denyut tekanan darah hasil simulasi kedua model sangat mirip. Untuk menentukan model mana yang lebih baik secara numeris, dihitung residual masing-masing model. Model dikatakan lebih baik secara numeris jika model tersebut memiliki nilai mutlak residual yang lebih kecil. Dari hasil penelitian dalam skripsi ini, sistem (�, ) mempunyai unjuk kerja model yang lebih baik dibandingkan sistem (�, ).
Kata kunci: aliran darah, hukum kesetimbangan, hukum kekekalan, persamaan
vii
dimensional blood flows in human artery. Blood flows models are derived from mass and momentum conservation laws, then we get two blood flows models which are in the form of �, ) system and �, ) system. Here, � is artery cross section area, is volume flux, and is average velocity in every artery cross section. The blood flows model in the �, ) system is in the form of balance law, and the blood flows model in the �, ) system is in the form of conservation law.
Both models are hyperbolic partial differential equation systems. Finding analytical solutions of both models is not easy, so analytical solutions will be approximated using a numerical method. The method which is used to find the numerical solution is the finite volume method with the Lax-Friedrichs flux formulation. Both models are solved with the same initial and boundary values. The forms of blood pressure pulses from both models are quite similar. To assess which model is better in the numerical sense, we compute the residual of each model. A model is said to be better in the numerical sense, if the model has smaller residual absolute values. Based on research results in this thesis, the (�, ) system performs better than the (�, ) system.
Keywords: blood flows, balance law, conservation law, hyperbolic partial
viii
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains dari Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Sanata Dharma. Banyak tantangan dalam penulisan skripsi ini. Namun demikian,
dengan penyertaan Tuhan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini
dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi sekaligus dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh
semangat dalam membimbing penulisan skripsi ini.
2. Bapak YG. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi
Matematika.
3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc.,
Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati
Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen Program Studi Matematika yang telah
memberikan ilmu-ilmu yang sangat berguna dalam penulisan skripsi.
5. Kedua orang tua dan kakak yang selalu mendoakan dan mendukung penulis
dalam menyusun skripsi.
6. Teman-teman Program Studi Matematika, Sorta, Ambar, Yui, Melisa, Ezra,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah... 4
D. Tujuan Penulisan ... 4
E. Metode Penulisan ... 5
F. Manfaat Penulisan ... 5
xiii
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ... 8
A. Turunan ... 8
B. Big-O dan Little-o ... 11
C. Deret Taylor ... 12
D. Penurunan Numeris ... 13
E. Nilai dan Vektor Eigen... 15
F. Persamaan Diferensial ... 17
G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik ... 19
H. Galat Pemotongan Lokal ... 21
I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial... 25
J. Fungsi Galat ... 29
BAB III MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA ... 31
A. Bentuk Sederhana Model Aliran Fluida ... 31
B. Persamaan Termodifikasi ... 34
C. Metode Tingkat Satu dan Difusi ... 35
D. Keakuratan ... 36
BAB IV PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH ... 40
A. Penurunan Model Aliran Darah ... 40
B. Metode Volume Hingga ... 45
xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, penerapan ilmu Matematika semakin berkembang dalam
berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu Matematika adalah pemodelan matematis.
Pemodelan matematis mampu mendeskripsikan suatu permasalahan real ke dalam
bentuk sistem persamaan matematis. Dalam hal ini, sistem persamaan matematis
disebut sebagai model matematika. Untuk menyusun suatu model matematika
tentunya dibutuhkan pengetahuan mengenai ilmu Matematika secara umum dan
ilmu mengenai bidang permasalahan terkait secara khusus.
Pemodelan matematis dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti sains,
teknologi, bisnis, manajemen, dan lain-lain. Pada saat ilmu pemodelan matematis
belum digunakan secara luas, banyak orang dan ilmuwan melakukan eksperimen
langsung terhadap suatu permasalahan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan. Dengan adanya model matematika, diharapkan bahwa suatu
permasalahan dapat diselesaikan tanpa melakukan eksperimen secara langsung.
Beberapa contoh model matematika antara lain adalah model arus lalu lintas, model
gelombang air dangkal, dan model aliran darah. Dalam skripsi ini akan dibahas
mengenai model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia.
Darah adalah salah satu komponen dalam tubuh manusia yang memiliki
peranan sangat penting. Salah satu peranan penting darah adalah mengangkut
darah dapat terhambat karena adanya penyumbatan atau penyempitan rongga arteri.
Kondisi tersebut sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit yang serius,
sehingga harus segera diatasi. Beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut
adalah operasi by-pass dan implantasi tabung stainless-steel (stent implantation).
Meski begitu, cara tersebut menimbulkan efek gangguan pola aliran dan tekanan
darah. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas cara mengatasi masalah aliran darah
tanpa menimbulkan efek gangguan pola aliran dan tekanan darah, namun akan
dibahas cara memodelkan aliran darah, menyelesaikan dan mensimulasikan model
aliran darah, serta menentukan model yang lebih baik secara numeris sesuai dengan
masalah dari dunia nyata.
Dalam hal ini, model matematika yang cukup sederhana dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena atau permasalahan mengenai aliran darah. Dalam
menurunkan model, diasumsikan bentuk arteri manusia adalah silindris dengan
penampang melintang berbentuk lingkaran dan koordinat sejajar sumbu
silinder. Arteri manusia diilustrasikan dalam Gambar 1.1.1.
Dengan memodelkan aliran darah secara langsung dari permasalahan nyata,
didapatkan model sebagai berikut
{
dengan �, , dan berturut-turut adalah luas penampang arteri , fluks volume, dan
tekanan darah rata-rata pada . Lebih lanjut, adalah massa jenis darah, adalah
variabel ruang, dan adalah variabel waktu. Model (1.1.1) disebut sistem (�, ).
Model tersebut bukan satu-satunya model yang merepresentasikan
permasalahan aliran darah. Aliran darah juga dapat dimodelkan sebagai berikut
{
sulit, sehingga solusi akan didekati secara numeris. Dalam hal ini, bentuk model
aliran darah pada persamaan (1.1.1) dan (1.1.2) adalah sistem persamaan diferensial
parsial hiperbolik. Bentuk model ini dapat menghasilkan solusi diskontinyu
meskipun nilai awalnya kontinyu sehingga metode numeris yang akan digunakan
dalam skripsi ini adalah metode volume hingga. Metode volume hingga dapat
digunakan untuk menyelesaikan model dengan solusi kontinyu maupun
Metode volume hingga berkaitan erat dengan metode beda hingga, dan metode
volume hingga dapat dipandang langsung sebagai pendekatan beda hingga terhadap
persamaan diferensial (LeVeque, 2002). Dengan menyelesaikan sistem persamaan
model aliran darah tersebut secara numeris, akan didapat nilai pendekatan �, , dan
yang bergantung pada variabel bebas (posisi) dan (waktu), sehingga luas
penampang arteri , debit aliran darah, dan tekanan darah pada posisi di- dan
waktu ke- di bagian rongga arteri dapat diprediksi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana memodelkan aliran darah satu dimensi pada arteri manusia?
2. Bagaimana menyelesaikan sistem persamaan model aliran darah satu dimensi
pada arteri manusia secara numeris dengan metode volume hingga?
3. Model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia manakah yang lebih baik
secara numeris?
C. Batasan Masalah
Dalam skripsi akan dicari solusi numeris dari sistem persamaan model aliran
darah dengan metode volume hingga, terbatas pada masalah satu dimensi.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
2. Mencari solusi numeris dari sistem persamaan model aliran darah satu dimensi
pada arteri manusia.
3. Membandingkan dua sistem persamaan model aliran darah satu dimensi pada
arteri manusia, sehingga diperoleh suatu sistem yang lebih baik secara numeris
(dibandingkan dengan sistem yang lain).
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan untuk menulis skripsi ini adalah studi
pustaka dari buku-buku dan jurnal-jurnal, serta praktik simulasi numeris.
F. Manfaat Penulisan
Dengan mengetahui solusi sistem persamaan model aliran darah tersebut, luas
penampang arteri, debit aliran darah, dan tekanan darah dapat diprediksi, sehingga
dapat diprediksi seberapa cepat obat, nutrisi, racun, atau zat-zat lainnya dapat
menyebar ke tubuh manusia.
G. Sistematika Penulisan
Berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
E. Metode Penulisan
F. Manfaat penulisan
G. Sistematika Penulisan
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL
A. Turunan
B. Big-O dan Little-o
C. Deret Taylor
D. Penurunan Numeris
E. Nilai dan Vektor Eigen
F. Persamaan Diferensial
G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik
H. Galat Pemotongan Lokal
I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial
J. Fungsi Galat
BAB III MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA
A. Bentuk Umum Model Aliran Fluida
B. Persamaan Termodifikasi
C. Metode Tingkat Satu dan Difusi
D. Keakuratan
BAB IV PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH
A. Penurunan Model Aliran Darah
B. Metode Volume Hingga
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
8
BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL
Bagian ini berisi landasan teori skripsi yang terdiri atas turunan, notasi big-O
dan little-o, deret Taylor, penurunan numeris, nilai dan vektor eigen, persamaan
diferensial, persamaan diferensial parsial hiperbolik, galat pemotongan lokal,
metode karakteristik, dan fungsi galat.
A. Turunan
Berikut ini adalah definisi dan contoh dari turunan fungsi satu variabel.
Definisi 2.1.1
dengan syarat nilai limit tersebut ada.
Contoh 2.1.1
Tentukan turunan fungsi = + di titik = .
Penyelesaian:
Dengan menggunakan Definisi 2.1.1 didapat penyelesaian sebagai berikut.
′ = lim ℎ→
+ ℎ − ℎ
= limℎ→ ℎ + ℎℎ
Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan rantai dapat dilihat pada Thomas dkk.
(2009). Selanjutnya akan dibahas mengenai turunan parsial dari fungsi dua variabel.
�
� | �, = , | = � = limℎ→
, + ℎ − ,
ℎ , (2.1.5)
dengan syarat nilai limit tersebut ada (Thomas dkk., 2009). Turunan parsial di atas
dapat dinotasikan dengan , .
Contoh 2.1.2
Tentukan turunan parsial , = + terhadap dan di titik , .
Penyelesaian:
Dengan menggunakan Definisi 2.1.2 didapat turunan parsial terhadap di
titik , sebagai berikut.
Kemudian, dengan menggunakan Definisi 2.1.3 didapat turunan parsial
terhadap di titik , sebagai berikut.
�
� | , = , | =
= limℎ→ + + ℎ −ℎ +
= limℎ→ ℎ + ℎℎ
= limℎ→ ℎ +
=
B. Big-O dan Little-o Definisi 2.2.1
Diketahui fungsi : ⊂ ℝ → ℝ dan : ⊂ ℝ → ℝ ,
= ( ) (2.2.1)
untuk → ∞ jika dan hanya jika terdapat bilangan real > dan sedemikian
sehingga
| | | | (2.2.2)
untuk setiap . Sedangkan
= ( ) (2.2.3)
untuk → ∞ jika dan hanya jika
lim→∞ = . (2.2.4)
Notasi dibaca big-O, sedangkan notasi dibaca little-o.
Contoh 2.2.1
Diketahui fungsi = + − dan = , maka =
( ) karena untuk = dan = berlaku
+ +
+ +
=
= | |
Contoh 2.2.2
Diketahui fungsi = dan = , maka = ( ) karena
lim→∞ = lim→∞ = .
C. Deret Taylor
Fungsi yang terdiferensial tak hingga banyak kali dapat diperluas menjadi deret
yang disebut deret Taylor.
Definisi 2.3.1
Diketahui fungsi : ⊂ ℝ → ℝ terdiferensial tak hingga banyak kali pada
suatu interval � ⊂ dengan merupakan titik interior �. Fungsi dapat dideretkan
di sekitar titik sebagai berikut
= + ′ − + ′′
! − +
+ ! − + .
(2.3.1)
Deret tersebut disebut deret Taylor di sekitar titik (Thomas dkk., 2009).
Contoh 2.3.1
Penyelesaian:
Berikut adalah turunan-turunan fungsi
= − , ′ = − − , ′′ = − , , = − ! − + ,
sehingga didapat
= , ′ = − , ′′ = , , = − ! − + .
Jadi, deret Taylor = di sekitar titik = adalah
= − − + − − + − −+ + .
Definisi 2.3.2
Diketahui fungsi : ⊂ ℝ → ℝ terdiferensial tak hingga banyak kali pada
suatu himpunan terbuka � dengan , merupakan titik interior �. Fungsi dapat
dideretkan di sekitar titik , sebagai berikut
, = , + , − + , −
+ ![ , − + , − −
+ , − ] + .
(2.3.2)
Deret tersebut disebut deret Taylor di sekitar titik , .
D. Penurunan Numeris
Nilai turunan dari fungsi di titik , dengan notasi ′ , dapat didekati
secara numeris dengan beberapa metode dengan tingkat keakuratan tertentu.
Diketahui fungsi : ℝ ⟶ ℝ dengan variabel bebas adalah fungsi yang
terdiferensial di titik . Berdasarkan Definisi 2.1.1, didapatkan pendekatan sebagai
berikut
′ ≈ + ℎ −
ℎ (2.4.1)
untuk nilai ℎ tertentu. Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda maju.
Cara lain untuk mendefinisikan turunan di titik adalah
′ = lim
ℎ→
− − ℎ
ℎ . (2.4.2)
Untuk nilai ℎ tertentu, didapatkan pendekatan sebagai berikut
′ ≈ − − ℎ
ℎ . (2.4.3)
Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda mundur.
Selain itu, turunan di titik juga dapat didefinisikan sebagai
′ = lim
ℎ→
+ ℎ − − ℎ
ℎ . (2.4.4)
Untuk nilai ℎ tertentu, didapatkan pendekatan sebagai berikut
′ ≈ + ℎ − − ℎ
ℎ . (2.4.5)
Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda pusat.
Penurunan numeris fungsi dua variabel adalah sebagai berikut (Rosloniec,
2008). Diketahui fungsi : ℝ × ℝ → ℝ dengan variabel bebas dan , turunan
numeris fungsi terhadap variabel di titik didefinisikan dalam berbagai cara
�
Secara berturut-turut, pendekatan di atas merupakan penurunan numeris beda maju,
beda mundur, dan beda pusat. Hal yang serupa juga berlaku pada variabel .
Turunan numeris fungsi terhadap variabel di titik didefinisikan dalam
berbagai cara sebagai berikut
�
keakuratan penurunan numeris beda pusat adalah dua. Perhitungan tingkat
keakuratan penurunan numeris dapat dilihat pada lampiran.
E. Nilai dan Vektor Eigen
� ̅ = � ̅ (2.5.1)
dengan � ℝ, disebut vektor eigen dari matriks �. Bilangan real � disebut nilai
eigen dari matriks � yang berkaitan dengan vektor eigen ̅ (Budhi, 1995).
Teorema 2.5.1
Bilangan real � merupakan nilai eigen dari matriks � jika dan hanya jika �
memenuhi persamaan
det � − � = . (2.5.2)
Persamaan (2.5.2) di atas disebut sebagai persamaan karakteristik.
Contoh 2.5.1
Diketahui matriks � berukuran ×
� = [ −− ].
Nilai eigen dari matriks � dapat dicari menggunakan Teorema 2.5.1
det � − � = det [ −− ] − [� �]
= det [ − � − − �]−
= � − � +
sehingga didapat persamaan karakteristik
� − � + = .
Jadi, nilai eigen dari matriks � adalah � = dan � = .
Selanjutnya vektor eigen matriks � dapat dicari dengan substitusi
masing-masing nilai eigen ke persamaan (2.5.1). Untuk � =
[ −− ] [ ] = [ ], (2.5.3)
̅ = [ ]
dengan ≠ merupakan sebarang konstanta real. Dengan cara yang sama,
didapatkan vektor eigen ̅ dari matriks � yang berkaitan dengan � yaitu
̅ = [ ]
dengan ≠ merupakan sebarang konstanta real.
Matriks � berukuran × dapat didiagonalkan jika dan hanya jika terdapat matriks tak singular sedemikian sehingga
� = � − (2.5.4)
dengan � merupakan matriks diagonal dan − merupakan invers dari matriks . Berikut ini merupakan syarat cukup suatu matriks dapat didiagonalkan.
Teorema 2.5.2
Jika � adalah matriks berukuran × yang memiliki buah nilai eigen yang
berbeda, maka matriks � dapat didiagonalkan.
Matriks � berukuran × seperti pada Contoh 2.5.1 merupakan contoh
matriks yang dapat didiagonalkan karena memiliki dua nilai eigen berbeda.
Penjelasan lebih lanjut mengenai teorema di atas dapat dilihat pada Budhi (1995).
F. Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang menyatakan hubungan
suatu fungsi dengan turunan-turunannya. Berikut ini adalah contoh persamaan
Contoh 2.6.1
Secara umum, persamaan diferensial diklasifikasi berdasarkan jumlah variabel
bebasnya. Persamaan diferensial yang memuat satu variabel bebas disebut
persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan diferensial yang memuat dua
atau lebih variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial. Persamaan
(2.6.1)-(2.6.5) merupakan contoh persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan
(2.6.6) dan (2.6.7) merupakan contoh persamaan diferensial parsial.
Persamaan diferensial juga dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat (order)-nya.
Tingkat dari persamaan diferensial merupakan tingkat dari turunan tertinggi yang
termuat pada persamaan diferensial (Ayres, 1981). Bentuk umum persamaan
( , , ′, ′′, , ) = (2.6.8)
dengan adalah variabel bebas, adalah sebarang fungsi terhadap , dan
adalah turunan ke- dari fungsi (Boyce dan DiPrima, 2012) . Sedangkan, bentuk
umum persamaan diferensial parsial tingkat ke- adalah
( , , , , ′, ′′, , ) = (2.6.9)
dengan , , adalah variabel bebas, adalah sebarang fungsi terhadap
, , , dan adalah turunan parsial ke- dari fungsi . Persamaan (2.6.1),
(2.6.3), dan (2.6.6) merupakan persamaan diferensial tingkat satu; (2.6.2), (2.6.5),
dan (2.6.7) merupakan persamaan diferensial tingkat dua; dan (2.6.4) merupakan
persamaan diferensial tingkat tiga.
Selain itu, persamaan diferensial dapat diklasifikasikan menjadi persamaan
diferensial linear dan nonlinear. Persamaan diferensial yang fungsi dan suku-suku
turunannya (baik itu turunan biasa maupun turunan parsial) bersifat linear disebut
persamaan diferensial linear. Jika terdapat fungsi atau suku turunan yang bersifat
nonlinear, maka disebut persamaan diferensial nonlinear. Persamaan (2.6.1)-(2.6.3)
merupakan persamaan diferensial biasa linear; persamaan (2.6.4) dan (2.6.5)
merupakan persamaan diferensial biasa nonlinear; persamaan (2.6.6) merupakan
persamaan diferensial parsial linear; dan persamaan (2.6.7) merupakan persamaan
diferensial parsial nonlinear.
G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik
, + ( , ) = (2.7.1)
dengan merupakan fungsi fluks. Dalam bentuk kuasilinear, persamaan
tersebut ditulis menjadi
+ � = (2.7.2)
dengan � = ′ merupakan matriks Jacobian dari fungsi fluks. Persamaan
diferensial parsial di atas disebut hiperbolik jika dan hanya jika matriks Jacobian
dari fungsi fluksnya, yaitu ′ , memiliki nilai eigen yang semuanya real dan
matriks tersebut dapat didiagonalkan (LeVeque, 1992). Elemen baris ke-i dan
kolom ke-j dari matriks Jacobian ′ adalah � ⁄ . Lebih jelasnya lagi,
Jacobian dari ̅ didefinisikan sebagai berikut
= � ̅� ̅ =
Diketahui fungsi bernilai vektor ̅ ̅ = [
+ ] dengan ̅ = [ ]. Pada
kasus ini, = dan = + sehingga matriks Jacobian dari ̅
=
H. Galat Pemotongan Lokal
Galat pemotongan lokal ∆ , merupakan suatu ukuran seberapa baik
persamaan diferensi memodelkan persamaan diferensial secara lokal (LeVeque,
1992). Galat pemotongan lokal didefinisikan dengan cara menggantikan solusi
pendekatan persamaan-persamaan diferensi dengan solusi eksak , .
Tentunya, solusi eksak dari persamaan diferensial parsial merupakan solusi
pendekatan persamaan-persamaan diferensi. Seberapa baik solusi eksak tersebut
memenuhi persamaan-persamaan diferensi akan memberikan indikasi seberapa
baik solusi eksak persamaan-persamaan diferensi memenuhi persamaan diferensial.
Perhatikan persamaan diferensial (2.7.1) dengan = dan diskritisasi
domain ruang dan waktu berikut
= �∆ , (2.8.1)
= ∆ , (2.8.2)
dengan ∆ dan ∆ adalah konstan, � { , − , − , , , , }, dan { , , , , }.
Dengan kata lain, ∆
∆ adalah konstan. Untuk analisis lebih lanjut, diasumsikan bahwa
adalah suatu konstanta positif.
Asumsikan bahwa solusi , merupakan fungsi halus, yaitu fungsi yang
persamaan tersebut didekati secara numeris, maka didapatkan skema volume
berbagai cara. Untuk definisi fluks Lax-Friedrichs (LeVeque, 2002),
+ =
disubstitusikan ke dalam persamaan (2.8.4), maka didapatkan persamaan
∆ [ + − + + − ] + ∆ + − − = . (2.8.7)
Jika setiap pada persamaan di atas diganti dengan solusi eksak , , maka
nilai di ruas kanan tidak tepat sama dengan nol, sehingga didapat galat pemotongan
lokal metode Lax-Friedrichs
∆ , = ∆ [ , + ∆ − ( + ∆ , + − ∆ , )]
+ ∆ [ + ∆ , − − ∆ , ].
Karena solusi diasumsikan merupakan fungsi halus, maka , pada ruas kanan
persamaan (2.8.8) dapat dijabarkan menjadi deret Taylor sehingga didapatkan
∆ , = ∆ [( + ∆ + ∆ + ) − ( + ∆ + )]
+ ∆ [ ∆ +∆ + ]
= ∆ [∆ + ∆ − ∆ + ∆ + ∆ ]
+ + ∆ .
(2.8.9)
Berdasarkan asumsi bahwa ∆
∆ adalah konstan, didapatkan
∆ , = + + ∆ −∆∆ + ∆ . (2.8.10)
Karena , diasumsikan sebagai solusi eksak, maka + = atau =
− , sehingga
= −
= −
= − −
= . (2.8.11)
Substitusi persamaan-persamaan di atas ke persamaan (2.8.10) didapat
∆ , = + ∆ −∆∆ + ∆
= ∆ −∆∆ + ∆
= ∆ (2.8.12)
Sedangkan untuk definisi fluks Upwind (LeVeque, 2002),
+ = = (2.8.13)
dan
− = − = − . (2.8.14)
Jika persamaan (2.8.13) dan (2.8.14) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.8.4),
maka didapatkan persamaan
∆ [ + − ] +∆ − − = . (2.8.15)
Dengan cara yang sama, didapatkan galat pemotongan lokal metode Upwind
∆ , = ∆ [ , + ∆ − , ]
+ ∆ [ , − − ∆ , ].
(2.8.16)
Jika suku-suku , + ∆ dan − ∆ , dijabarkan dengan deret Taylor, maka
didapatkan
∆ , = ∆ [ + ∆ +∆ + − ]
+ ∆ [ − + ∆ −∆ + ]
= + + ∆ (∆∆ − ) + ∆ . (2.8.17)
Karena , diasumsikan sebagai solusi eksak, maka + = . Berdasarkan
persamaan (2.8.11) dan asumsi ∆
∆ adalah konstan, persamaan (2.8.17) dapat ditulis
∆ , = + ∆ ∆∆ − + ∆
= ∆ . (2.8.18)
Jadi, tingkat keakuratan metode numeris Upwind adalah satu.
I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial
Perhatikan persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut,
, , + , , − , , = . (2.9.1)
Persamaan tersebut diasumsikan memiliki solusi dalam bentuk = , , atau
secara implisit
, , ≡ , − = (2.9.2)
merepresentasikan suatu permukaan solusi (solution surface) dalam ruang , , .
Persamaan (2.9.2) sering disebut sebagai permukaan integral (integral surface) dari
persamaan (2.9.1). Di setiap titik , , pada permukaan solusi, vektor gradien
= ( , , ) = ( , , − ) merupakan vektor normal permukaan solusi. Di
lain pihak, persamaan (2.9.1) dapat ditulis dalam bentuk perkalian titik (dot
product) antara dua vektor yaitu
+ − = , , ∙ ( , , − ) = , (2.9.3)
Sehingga didapatkan bahwa vektor , , merupakan vektor singgung dari
Gambar 2.9.1. Vektor normal dan vektor singgung dari permukaan solusi di titik
, ,
Kurva pada ruang , , yang garis singgung setiap titiknya berimpit dengan
medan arah karakteristik , , disebut kurva karakteristik. Jika persamaan
parameter dari kurva karakteristik tersebut adalah
= , = , = , (2.9.4)
maka vektor singgung kurva tersebut adalah �
� ,
�
� ,
�
� . Berdasarkan persamaan
(2.9.3) didapat sistem persamaan diferensial biasa dari kurva karakteristik sebagai
berikut
= , , , = , , , = , , , (2.9.5)
atau secara ekuivalen dapat ditulis sebagai
= = . (2.9.6)
Teorema 2.9.1
Solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu
, , + , , = , , (2.9.7)
adalah
�, � = , (2.9.8)
dengan merupakan sebarang fungsi dari � , , dan � , , , serta � =
dan � = merupakan kurva solusi persamaan karakteristik
= = . (2.9.9)
Bukti dari Teorema 2.9.1 dapat dilihat pada karya Debnath (2012) halaman
209.
Contoh 2.9.1
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut
+ = . (2.9.10)
Penyelesaian:
Kurva karakteristik dari persamaan (2.9.10) adalah
= = , (2.9.11)
yang tidak lain merupakan sistem persamaan diferensial biasa dengan tiga
persamaan. Fungsi � dan � dapat dicari dengan menyelesaikan sebarang dua
persamaan diferensial biasa di atas. Untuk � =� , didapat
∫ = ∫ ⟺ ln = ln +
⟺ =
dengan adalah sebarang konstan, sehingga � = = . Sedangkan untuk � =
�
, didapat
∫ = ∫ ⟺ ln = ln +
⟺ =
⟺ =
dengan adalah sebarang konstan, sehingga � = = .
Jadi, solusi umum persamaan (2.9.10) adalah
�, � =
atau
, = ,
dengan sebarang fungsi. Secara eksplisit, solusi umum persamaan (2.9.10) dapat
ditulis
=
atau
, = ,
dengan sebarang fungsi.
Agar pembahasan lengkap, dapat diperiksa bahwa , = adalah
= − ′
= − ′ (2.9.12)
= ′
= ′ (2.9.13)
Berdasarkan persamaan (2.9.12) dan (2.9.13), maka didapat
+ = − ′ + ′
=
= . (2.9.14)
Jadi, diperoleh + = untuk , = .
J. Fungsi Galat
Fungsi galat, atau disebut juga integral probabilitas (Coleman, 2013),
didefinisikan sebagai berikut
erf =
√ ∫
− . (2.10.1)
Fungsi galat merupakan fungsi ganjil, yaitu fungsi yang simetri terhadap titik
, , sehingga berlaku sifat erf − = −erf . Perhatikan bahwa
= − (2.10.2)
memiliki bentuk grafik yang mirip dengan grafik fungsi densitas normal, yaitu
Gambar 2.10.1. Grafik = −
Kemudian, fungsi galat komplementer didefinisikan sebagai berikut
erfc = − erf . (2.10.3)
Gambar 2.10.2 adalah gambar grafik fungsi galat dan fungsi galat komplementer.
31
BAB III
MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA
A. Bentuk Sederhana Model Aliran Fluida
Fenomena mengenai pergerakan gelombang atau transportasi adveksi dari
suatu zat dapat dimodelkan secara matematis dengan sistem persamaan diferensial
parsial hiperbolik. Perhatikan persamaan adveksi skalar dengan nilai awal
diskontinyu berikut,
+ = (3.1.1)
= { , jika
, jika > (3.1.2)
dengan −∞, ∞ , , dan > . Persamaan tersebut merupakan model
aliran fluida yang paling sederhana dengan merupakan kuantitas (tekanan, debit
aliran, volume, dan lain-lain) yang nilainya tidak diketahui. Konstanta merupakan
kecepatan aliran fluida. Jika positif maka fluida mengalir ke arah sumbu positif
(kanan), dan jika negatif maka fluida mengalir ke arah sumbu negatif (kiri).
Persamaan (3.1.1) merupakan persamaan diferensial parsial hiperbolik jika
merupakan konstanta real. Persamaan tersebut merupakan salah satu contoh hukum
kekekalan
+ = , (3.1.3)
≈ , (3.1.4)
atau
≈ ∆ ∫ �+ ⁄ ,
�− ⁄
(3.1.5)
merupakan pendekatan nilai rata-rata pada interval ke-� dan waktu . Dengan
menggunakan pendekatan numeris, dan dapat ditulis menjadi
≈ , + ∆− , ≈ +∆− (3.1.6)
didapatkan solusi metode volume hingga
+ = −∆
∆ + − −
(3.1.8)
dengan
+ merupakan pendekatan fluks rata-rata pada interface + yang dapat
didefinisikan dalam berbagai cara, diantaranya adalah definisi fluks Lax-Friedrichs
dan fluks Upwind. Fluks Lax-Friedrichs didefinisikan sebagai berikut ,
+ =
+ = ( , ) (3.1.11)
dan
− = ( − , ). (3.1.12)
Berikut ini adalah gambar solusi numeris persamaan adveksi skalar (3.1.1)
dengan nilai awal (3.1.2), = , ∆ = . , dan ∆ = . ∆ pada waktu
= . (Yoman, 2014).
Gambar 3.1.2. Solusi numeris dengan definisi fluks Upwind
Pada kedua gambar tersebut, terlihat bahwa solusi numeris menghasilkan galat yang
cukup besar di sekitar titik diskontinyu.
B. Persamaan Termodifikasi
Penurunan persamaan termodifikasi berkaitan erat dengan perhitungan galat
pemotongan lokal dari suatu metode. Perhatikan galat pemotongan lokal
Lax-Friedrichs untuk persamaan (3.1.1) yang didapatkan dari persamaan (2.8.10)
∆ , = + + ∆ −∆∆ + ∆ . (3.2.1)
Karena , diambil sebagai solusi eksak dari + = , maka didapatkan
galat pemotongan lokal ∆ , = ∆ . Jika , sekarang diasumsikan
+ + ∆ −∆∆ = , (3.2.2)
maka didapat galat pemotongan ∆ . Disimpulkan bahwa tingkat keakuratan
pendekatan metode Lax-Friedrichs terhadap solusi (3.2.2) adalah dua. Persamaan
ini disebut persamaan termodifikasi untuk metode Lax-Friedrichs.
Jika suku pada persamaan (3.2.2) dinyatakan ke dalam suku-suku turunan
, maka didapatkan persamaan yang lebih mudah untuk dianalisis. Perhatikan
operasi aljabar yang didapatkan dari persamaan (3.2.2) berikut
= − − ∆ −∆∆
= − [− + ∆ ] + ∆
= + ∆ . (3.2.3)
Dengan substitusi = , persamaan termodifikasi (3.2.2) dapat ditulis
sebagai berikut
+ =∆∆ −∆∆ . (3.2.4)
C. Metode Tingkat Satu dan Difusi
Persamaan termodifikasi (3.2.4) merupakan persamaan adveksi-difusi dalam
bentuk
+ = , (3.3.1)
dengan konstanta difusi sebagai berikut
Gambar 3.1.1 menunjukkan bahwa, untuk ∆ dan ∆ tertentu, solusi numeris
metode Lax-Friedrichs persamaan adveksi skalar (3.1.1) mendekati solusi eksak
persamaan termodifikasi (3.3.1). Untuk ∆ → dan ∆ → , solusi numeris
Lax-Friedrichs akan konvergen ke solusi eksak dari persamaan termodifikasi (3.3.1).
Dengan cara yang sama, persamaan termodifikasi metode Upwind dapat
diturunkan dari galat pemotongan lokal (2.8.17) menjadi
+ = ∆ ( −∆ )∆ . (3.3.3)
Persamaan tersebut juga merupakan persamaan adveksi-difusi.
D. Keakuratan
Solusi metode Lax-Friedrichs dari persamaan (3.1.1) dengan nilai awal (3.1.2)
hanya berupa nilai pendekatan, dan solusi tersebut tidak lain merupakan solusi
untuk persamaan termodifikasi (3.3.1), sehingga galat pendekatan numeris dapat
diduga dengan beda solusi analitik dari persamaan (3.1.1) dan solusi analitik dari
persamaan termodifikasi (3.3.1). Pendugaan tersebut bukan merupakan pendugaan
galat yang tepat, dan hanya berlaku untuk nilai awal tertentu seperti pada (3.1.2),
tetapi pendugaan tersebut memberikan indikasi yang akurat terhadap pendugaan
secara umum.
Menurut Zoppou dan Roberts (1996), solusi analitis persamaan termodifikasi
(3.3.1) dengan nilai awal (3.1.2) adalah
� , = − erf ( −
Sedangkan solusi analitis persamaan (3.1.1) dapat dicari dengan menyelesaikan
� = , didapat penyelesaian sebagai berikut
= ⇔ ∫ = ∫
� = , didapatkan penyelesaian sebagai berikut
= ⟺ ∫ = ∫
⟺ = .
Solusi umum dari persamaan (3.1.1) adalah
− , = (3.4.3)
dengan sebarang fungsi. Secara eksplisit, solusi umum tersebut dapat ditulis
sebagai
= − (3.4.4)
dengan sebarang fungsi, sehingga didapatkan solusi analitis persamaan (3.1.1)
dengan nilai awal (3.1.2) sebagai berikut
, = − = { , jika
, jika > (3.4.5)
Jadi, beda solusi analitis persamaan (3.1.1) dan solusi analitis persamaan
dengan Κ = ∫ |erfc � |∞ �. Semakin besar nilai , maka semakin besar pula nilai
‖ ∙, − � ∙, ‖. Artinya, untuk nilai yang semakin besar, galat solusi metode
numeris juga semakin besar.
Dalam bab ini telah dibahas mengenai bentuk sederhana model aliran darah,
persamaan termodifikasi, metode tingkat satu dan difusi, serta pendugaan
keakuratan suatu metode. Dari pembahasan dalam bab ini tampak jelas bahwa
metode yang akurat (khususnya pada bagian yang memuat titik diskontinyu) sangat
diperlukan untuk menyelesaikan model matematika penjalaran gelombang dan
40
BAB IV
PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH
A. Penurunan Model Aliran Darah
Untuk memodelkan aliran darah, perhatikan ilustrasi bentuk arteri manusia
pada Gambar 4.1.1. Agar lebih sederhana, asumsikan bahwa luas penampang arteri
, tidak bergantung pada variabel ruang dan .
Gambar 4.1.1. Ilustrasi bentuk arteri manusia dengan asumsi penyederhanaan
Selanjutnya, diasumsikan bentuk arteri manusia adalah silindris dengan bentuk
setiap penampang melintangnya adalah lingkaran, dan koordinat sejajar sumbu
silinder. , merupakan penampang melintang arteri untuk sebarang dan .
Pada pembahasan selanjutnya, Gambar 4.1.1 disebut volume kontrol. Pada setiap
didefinisikan,
� , = ∫ �
� , (4.1.1)
, = �∫ ̂ �� , (4.1.2)
dengan � adalah luas penampang arteri , adalah kecepatan aliran darah rata-rata
pada , adalah tekanan darah rata-rata pada , ̂ adalah kecepatan aliran darah di
titik , ̂ adalah tekanan darah di titik . Kemudian, didefinisikan fluks volume
, = � , , . Asumsikan bahwa darah merupakan fluida yang tak
termampatkan sehingga kekentalan dan massa jenis darah konstan. Selanjutnya
sifat struktural arteri seperti panjang arteri, tebal dinding arteri, dan lain-lain,
diasumsikan konstan.
1. Hukum Kekekalan Massa
Hukum kekekalan massa, seperti yang dikutip pada Sari (2016),
menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan,
sehingga laju perubahan massa dalam volume kontrol ditambah netto fluks
massa yang keluar dari volume kontrol sama dengan nol. Pernyataan tersebut
dapat ditulis sebagai
+ , − , = , (4.1.4)
dengan definisi volume sebagai berikut
= ∫ � , . (4.1.5)
Perhatikan bahwa
, − , = ∫ �� . (4.1.6)
Jika persamaan (4.1.5) dan (4.1.6) disubstitusikan ke dalam persamaan (4.1.4),
∫ � , + ∫ �� = . (4.1.7)
Karena adalah konstan, maka
∫ (��� +�� ) = . (4.1.8)
Karena persamaan tersebut dipenuhi untuk sebarang konstan , maka
�� � +
�
� = . (4.1.9)
2. Hukum Kekekalan Momentum
Hukum Newton yang kedua, seperti yang dikutip pada Sari (2016),
menyatakan bahwa perubahan momentum dari suatu sistem sama dengan total
gaya yang bekerja. Diasumsikan bahwa tidak ada fluks yang melalui dinding
arteri, sehingga laju perubahan momentum dalam volume kontrol ditambah
netto fluks momentum yang keluar dari volume kontrol sama dengan total gaya
yang bekerja dalam volume kontrol. Pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai
berikut
∫ , + , , − , , = , (4.1.10)
dengan , adalah momentum, dan adalah faktor koreksi fluks
momentum. Kemudian, total gaya didefinisikan sebagai berikut (Sherwin
dkk., 2003)
dengan adalah gaya gesek darah dengan permukaan dalam dinding arteri per
satuan panjang. Substitusi persamaan (4.1.11) ke dalam persamaan (4.1.10)
akan menghasilkan persamaan berikut
∫ , + , , − , ,
= , � , − , � , + ∫ ��
�
+ ∫ .
(4.1.12)
Perhatikan bahwa
, , − , , = ∫ � � (4.1.13)
dan
, � , − , � , = − ∫ � �� . (4.1.14)
Substitusi persamaan (4.1.13) dan (4.1.14) ke dalam persamaan (4.1.12),
didapatkan
∫ , + ∫ � �
= − ∫ � �� + ∫ ��� + ∫ .
(4.1.15)
Karena dan adalah konstan tak nol, persamaan tersebut dapat ditulis
menjadi
∫ �� + � � = ∫ −� �� + ��� + . (4.1.16)
�
sehingga persamaan (4.1.17) dapat ditulis menjadi
�
Berdasarkan hukum kekekalan massa dan momentum di atas, didapatkan
model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia sebagai berikut
��
dengan asumsi tambahan yaitu = dan = . Model ini disebut model sistem
(�, ).
Perhatikan bahwa = � . Dengan asumsi bahwa � dan merupakan fungsi
halus, ruas kiri persamaan (4.1.22) dapat ditulis menjadi
= ��� + ��� + ��� + (��� + ��� ) +� ��
= ��� + ��� + ��� + � �� +� ��
= ��� + ��� +� �� .
Dengan kata lain, persamaan (4.1.22) dapat ditulis ulang menjadi
��� + ��� +� �� = (4.1.23)
sehingga didapatkan model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia berikut
��
B. Metode Volume Hingga
Mencari solusi secara analitis dari suatu model tidak selalu mudah. Karena itu,
solusi tersebut didekati secara numeris sehingga didapat solusi pendekatan atau
sering disebut solusi numeris. Dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah
metode volume hingga. Metode ini dapat digunakan untuk mencari solusi kontinyu
maupun diskontinyu sehingga cocok digunakan untuk mencari solusi numeris dari
model dalam bentuk persamaan diferensial parsial, dimana model seperti itu dapat
menghasilkan solusi diskontinyu meskipun nilai awalnya kontinyu. Berikut akan
dicari masing-masing solusi dari model aliran darah sistem (�, ) dan (�, )
Perhatikan model aliran darah sistem (�, ) untuk , dan > berikut
Di sini �, , dan berturut-turut adalah luas penampang arteri , fluks volume, dan
tekanan darah. Kemudian adalah massa jenis darah, adalah variabel ruang, dan
adalah variabel waktu. Model ini terdiri dari dua persamaan dengan tiga variabel
bergantung yaitu �, , dan . Untuk mendapatkan dua persamaan dengan dua
variabel bergantung maka didefinisikan suatu relasi yang menghubungkan tekanan
darah dengan luas penampang arteri (lihat Formaggia dkk., 2002),
= ext+ (√� − √� ) (4.2.2)
dengan ext adalah tekanan eksternal dan � adalah luas penampang arteri pada
saat = . Pada skripsi ini diasumsikan bahwa ext bernilai nol dan � adalah
konstan, sehingga bentuk arteri adalah silinder (tabung) pada saat = . Kemudian
adalah parameter yang berhubungan dengan sifat elastisitas dinding arteri yang
didefinisikan sebagai berikut,
= √ ℎ� (4.2.3)
dengan adalah modulus Young dan ℎ adalah tebal dinding arteri.
Untuk mencari solusi numeris model aliran darah ini, diperhatikan diskritisasi
domain ruang pada Gambar 4.2.1 dengan
= �∆ ,
dan diskritisasi domain waktu = ∆ untuk sebarang bilangan bulat tak negatif
� dan .
− − + +
− +
Gambar 4.2.1. Diskritisasi domain ruang
Lalu, perhatikan operasi aljabar berikut
� � =
�
� (√� − √� )
= � + �− ��� − � . (4.2.4)
Dengan mengalikan masing-masing ruas dengan faktor �
� maka didapatkan
bergantung pada dan , maka didapatkan persamaan
� �
�
+� ( √� − √� ) = � + � ��� −� � . (4.2.6)
Berdasarkan persamaan (4.2.5) dan (4.2.6) maka didapatkan persamaan
� �
{
Model aliran darah di atas dapat ditulis dalam hukum kesetimbangan sebagai
berikut
̅ + ̅ ̅ = ̅ ̅ (4.2.9)
dengan kuantitas, fluks, dan suku sumbernya secara berturut-turut adalah
̅ = [�], (4.2.10)
numerisnya didapat secara analog seperti yang telah dijelaskan pada Bab III yaitu
̅ + = ̅ −∆
∆ ̅+ − ̅− + ∆ ̅ (4.2.13)
dengan definisi fluks Lax-Friedrichs
̅
+ =
̅ ̅+ + ̅ ̅
− ∆∆ ̅+ − ̅ (4.2.14)
̅
− =
̅ ̅ + ̅ ̅− − ∆
∆ ̅ − ̅− . (4.2.15)
Jadi, berdasarkan persamaan (4.2.13)-(4.2.15), skema numeris model aliran
darah (4.2.1) dapat ditulis secara lebih detil yaitu
� + = � −∆∆ + − − (4.2.16)
dengan definisi fluks Lax-Friedrichs
+ = + + −
dengan definisi fluks Lax-Friedrichs
ℱ+ = [ �+
= � ̅ ̅� ̅ =
Nilai eigen dari matriks dapat dicari melalui persamaan karakteristik
det − � = , sehingga didapatkan
� − � � − [ � − (�) ] = ,
� = � ± √ √�.
Karena , �, , dan bernilai real positif, maka didapatkan dua nilai eigen real
yang berbeda. Menurut Teorema 2.5.2, matriks dapat didiagonalisasi. Jadi,
model aliran darah sistem (�, ) merupakan sistem persamaan diferensial parsial
hiperbolik.
Selanjutnya, diperhatikan model aliran darah sistem (�, ) untuk , dan
> berikut
kecepatan rata-rata pada , dan tekanan darah rata-rata pada , serta adalah massa
didefinisikan dengan cara yang sama seperti pada persamaan (4.2.2) dan (4.2.3).
Model aliran darah (4.2.23) dapat ditulis dalam bentuk hukum kekekalan
�̅ + �̅ �̅ = ̅ (4.2.24)
dengan kuantitas dan fluks secara berturut-turut adalah
�̅ = [�], (4.2.25)
�̅ �̅ = [ �+ ]. (4.2.26)
Misalkan �̅ dan �̅ �̅ berturut-turut adalah nilai pendekatan untuk �̅ , dan
�̅(�̅ , ). Hukum kekekalan (4.2.24) memiliki solusi yang serupa dengan
hukum kekekalan (3.1.3), sehingga didapatkan solusi numeris sebagai berikut
�̅ + = �̅ −∆
∆ Ϝ̅+ − Ϝ̅− (4.2.27)
dengan definisi fluks Lax-Friedrichs
Ϝ̅+ =�̅ �̅+ + �̅ �̅ − ∆∆ �̅+ − �̅ (4.2.28)
dan
Ϝ̅− =�̅ �̅ + �̅ �̅− − ∆∆ �̅ − �̅− . (4.2.29)
Jadi, berdasarkan persamaan (4.2.27)-(4.2.29), skema numeris untuk model aliran
darah (4.2.23) dapat ditulis secara lebih detil yaitu
� + = � −∆∆ + − − (4.2.30)
+ = �+ + + � −
dengan definisi fluks Lax-Friedrichs
ℱ+ = [ + + + + + ] − ∆∆ + − , (4.2.34)
ℱ− = [ + + − + − ] − ∆∆ − − . (4.2.35)
Lebih lanjut, diperhatikan fungsi fluks model aliran darah sistem (�, ) pada
persamaan (4.2.26). Matriks Jacobian fungsi fluks tersebut adalah
= ��̅ ̅� ̅ =
Nilai eigen dari matriks dapat dicari melalui persamaan karakteristik
det − � = , sehingga didapatkan
� − � + ( −� ���) = ,
Karena , �, , dan bernilai real positif, maka didapatkan dua nilai eigen real
yang berbeda. Menurut Teorema 2.5.2, matriks dapat didiagonalisasi. Jadi,
model aliran darah sistem (�, ) merupakan sistem persamaan diferensial parsial
hiperbolik.
C. Hasil Simulasi dan Analisis
Kedua skema numeris yang didapat dari metode volume hingga akan
disimulasikan dengan program MATLAB. Nilai koefisien-koefisien dan nilai awal
yang digunakan dalam simulasi kedua solusi tersebut adalah sama. Dalam simulasi
ini, nilai = cm dan [ , . ]. Modulus Young diasumsikan konstan,
sehingga mengakibatkan parameter juga konstan. Hal ini berarti bahwa nilai
dan tidak berubah (atau selalu sama) di setiap , , sehingga nilai dari ��
�
sama dengan nol. Selanjutnya, diambil nilai ∆ = . dan ∆ = . ∆ .
Berikut ini adalah garis besar simulasi numeris yang dilakukan.
Gambar 4.3.1. Bentuk arteri pada saat =
Simulasi ini menggunakan tiga titik pengamatan yaitu titik , , dan untuk
mengamati variasi tekanan, di mana titik , , dan merupakan titik proksimal,
medium, dan distal. Lokasi titik-titik ini ditunjukkan pada Gambar 4.3.1. Titik
dari jantung. Tabel 4.3.1 menunjukan nilai dari koefisien-koefisien yang digunakan
dalam simulasi numeris ini (Formaggia dkk., 2002)
Tabel 4.3.1. Nilai dari koefisien-koefisien
Koefisien Nilai
Masa jenis darah, 1 g/ cm3
Modulus Young, 3x106 dyne/ cm2
Tebal dinding arteri, ℎ 0.05 cm
Luas penampang melintang awal, � 0.52 cm2
Kemudian, diberikan nilai awal dan nilai batas untuk masing-masing variabel
�, , , dan . Nilai awalnya adalah � , = � , , = , , = , dan
, = untuk setiap , . Nilai batas diberikan sebagai berikut. Pada
batas kiri kedua model aliran darah, diberikan denyut masukan dalam bentuk
gelombang sinus tunggal dengan periode yang kecil
, = sin ( . ) . (4.3.1)
Untuk nilai batas kiri � dan model aliran darah sistem (�, ), perhatikan variabel
karakteristik dan berikut
= � − √ � , (4.3.2)
� = ( ) − , (4.3.4)
= � + . (4.3.5)
Penjelasan lebih lanjut mengenai variabel karakteristik dapat dilihat pada
Formaggia dkk. (2002) halaman 142. Sedangkan batas kiri model aliran darah
sistem (�, ) adalah sebagai berikut
� = + √� , (4.3.6)
= √ (� − � ). (4.3.7)
Batas kiri � pada persamaan (4.3.6) didapat dari persamaan (4.2.2), sedangkan
batas kiri di atas merupakan persamaan kecepatan karakteristik gelombang (dapat
dilihat pada Sherwin dkk. (2003)). Pada batas kanan, setiap nilai �, , , dan
sama dengan nilai dari persekitaran terdekat dalam domain.
Berikut ini adalah hasil simulasi solusi model aliran darah sistem (�, ), yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3.2 sampai dengan Gambar 4.3.5, dengan = .
Gambar 4.3.2. Grafik luas penampang arteri terhadap untuk sistem (�, )
Gambar 4.3.4. Grafik tekanan darah terhadap untuk sistem (�, )
Gambar 4.3.5. Grafik tekanan darah terhadap untuk sistem (�, )
Berdasarkan hasil simulasi model aliran darah sistem (�, ) didapatkan bahwa
tekanan darah berbanding lurus dengan luas penampang arteri . Tekanan darah
yang semakin besar akan menyebabkan dinding arteri yang elastis semakin melebar
sehingga luas penampang arteri juga semakin besar, begitu juga sebaliknya. Selain
(lihat Gambar 4.3.4 dan Gambar 4.3.5). Hal ini disebabkan oleh disipasi metode
numeris. Semakin kecil nilai ∆ dan ∆ , pengecilan amplitudo akan semakin
berkurang selama solusinya kontinyu.
Berikut ini adalah hasil simulasi solusi model aliran darah sistem (�, ) yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3.6 sampai dengan Gambar 4.3.9.
Gambar 4.3.6. Grafik luas penampang arteri terhadap untuk sistem (�, )
Gambar 4.3.8. Grafik tekanan darah terhadap untuk sistem (�, )
Gambar 4.3.9. Grafik tekanan darah terhadap untuk sistem (�, )
Berdasarkan hasil simulasi di atas, tekanan darah berbanding lurus dengan luas
penampang arteri . Karena adanya disipasi metode numeris, amplitudo tekanan
darah semakin mengecil seiring membesarnya nilai dan (lihat Gambar 4.3.8 dan
Gambar 4.3.9). Semakin kecil lebar sel (∆ dan ∆ ), pengecilan amplitudo akan
model (�, ) sekilas tampak sangat mirip dengan grafik hasil simulasi model (�, ).
Perbedaannya adalah tekanan darah dari model (�, ) bernilai tak negatif (lihat
Gambar 4.3.11), sedangkan tekanan darah dari model (�, ) ada yang negatif (lihat
Gambar 4.3.10).
Gambar 4.3.10. Perbesaran grafik tekanan darah terhadap untuk sistem (�, )
Perhatikan bahwa simulasi skema numeris di atas menggunakan nilai dan
yang cukup kecil. Untuk nilai dan yang lebih besar, perhatikan Gambar 4.3.12
dan Gambar 4.3.13 berikut.
Gambar 4.3.12. Grafik tekanan darah sistem (�, ) pada saat = .
Gambar 4.3.13. Grafik tekanan darah sistem (�, ) pada saat = .
Gambar 4.3.12 dan Gambar 4.3.13 merupakan hasil simulasi skema numeris
Terlihat bahwa semakin lama, bentuk grafik tekanan darah semakin miring ke
kanan. Jika dilihat dari hasil simulasi di atas, untuk waktu yang lebih besar lagi,
solusi yang dihasilkan akan memuat titik diskontinyu. Dalam hal ini, penulis tidak
mensimulasikan skema numeris untuk dan yang lebih besar lagi karena
keterbatasan memori komputer.
Selanjutnya, perbedaan hasil simulasi kedua model dapat dilihat dari residual
yang dihasilkan masing-masing model. Model yang baik adalah model yang
memiliki residual mendekati nol, dengan kata lain nilai mutlak dari residualnya
relatif kecil. Residual � dari masing-masing model dapat dihitung dengan rumus
berikut
mengenai residual dapat dilihat pada Mungkasi dkk. (2014).
Berikut ini adalah garis besar simulasi perhitungan residual kedua model aliran
darah. Kondisi awal arteri diilustrasikan seperti pada Gambar 4.3.14.
Pada saat = , terdapat membran yang menutup permukaan , . Kemudian
pada saat > , seluruh bagian membran tersebut menghilang sehingga darah dapat
mengalir melalui seluruh bagian volume kontrol.
Perhatikan nilai awal dan nilai batas untuk menghitung residual masing-masing
model berikut. Diberikan nilai awal � diskontinyu yaitu
� , = { , jika
, jika > (4.3.9)
untuk ∀ − , . Nilai awal , , dan adalah nol untuk ∀ − , .
Selanjutnya, diberikan nilai batas kanan dan kiri � yaitu
� − , = , (4.3.10)
� , = , (4.3.11)
untuk ∀ > . Nilai batas kanan dan kiri , , dan adalah nol untuk ∀ > . Nilai
konstanta-konstanta yang digunakan dalam perhitungan residual sama seperti
sebelumnya.
Berikut ini adalah hasil simulasi tekanan darah dan residual dari
masing-masing model pada saat = . , seperti tampak pada Gambar 4.3.15 dan
Gambar 4.3.15. Tekanan darah dan residual model (�, ) dengan nilai awal diskontinyu
Grafik tekanan darah dari kedua model sekilas tampak mirip. Hal ini dikarenakan
perbedaan residual yang dihasilkan dari kedua model cukup kecil. Selain itu, nilai
mutlak residual yang dihasilkan dari model aliran darah sistem �, ) lebih besar
dari nilai mutlak residual model aliran darah sistem �, ) (pada saat = . ,
lihat Gambar 4.3.15 dan Gambar 4.3.16), sehingga residual � model aliran darah
sistem �, ) lebih mendekati nol jika dibandingkan dengan residual � model aliran
darah sistem �, ).
Dalam bab ini, telah dibahas hasil simulasi dari skema solusi numeris model
aliran darah sistem �, ) dan sistem �, ), serta simulasi residual � dari
masing-masing model. Sebagian hasil dalam bab ini telah diterbitkan dalam jurnal
internasional (Budiawan dan Mungkasi, 2017). Sebagian hasil lainnya sedang
dikembangkan menjadi makalah yang disusun oleh pembimbing (Sudi Mungkasi)
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam skripsi ini penulis telah berhasil memodelkan aliran darah satu dimensi
pada arteri manusia dengan menggunakan hukum kekekalan massa dan momentum,
sehingga didapat dua model aliran darah yaitu model aliran darah sistem �, ) dan
�, ). Kedua model tersebut diturunkan dari permasalahan nyata dengan beberapa
asumsi-asumsi penyederhanaan. Kemudian, penulis juga telah berhasil
mendapatkan solusi numeris dari kedua model tersebut dengan menggunakan
metode volume hingga dan definisi fluks Lax-Friedrichs. Skema numeris dari kedua
model disimulasikan dan diamati. Seiring berjalannya waktu, denyut tekanan darah
merambat dari kiri ke kanan dengan bentuk yang tetap. Namun, amplitudo tekanan
darah menurun seiring dengan membesarnya nilai dan dikarenakan disipasi dari
metode numeris. Selain itu, jika diamati lebih lanjut, hasil simulasi skema numeris
dari kedua model sangat mirip. Dengan menghitung residual masing-masing model,
didapatkan bahwa model aliran darah sistem �, ) lebih baik secara numeris karena
residualnya lebih mendekati nol jika dibandingkan dengan residual model aliran
darah sistem �, ).
B. Saran
Penulis sadar bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skipsi ini,
Dalam skripsi ini, model aliran darah terbatas pada model satu dimensi. Penulis
berharap jika ada pembaca yang mampu melanjutkan penelitian ini di ruang
dimensi yang lebih tinggi. Selain itu, penulis juga berharap jika ada pembaca yang
mampu mensimulasikan model aliran darah pada arteri yang mengalami gangguan,
68
DAFTAR PUSTAKA
Ayres, F. (1981). Schaum’s Outline of Theory and Problems of Differential Equations. Singapura: McGraw-Hill.
Boyce, W.E. & DiPrima, R.C. (2012). Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems. ed.10. USA: Wiley.
Buchanan, J.L. & Turner, P.R. (1992). Numerical Methods and Analysis. New York: McGraw-Hill.
Budhi, W.S. (1995). Aljabar Linear. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiawan, I.W. & Mungkasi, S. (2017). Finite Volume Numerical Solution to a Blood Flow Problem in Human Artery. Journal of Physics: Conference Series, 795(1): 012042.
Coleman, M.P. (2013). An Introduction to Partial Differential Equations with MATLAB. ed. 2. Boca Raton: CRC Press.
Debnath, L. (2012). Nonlinear Partial Differential Equations for Scientists and Engineers. New York: Springer.
Formaggia, L., Nobile, F. & Quarteroni, A. (2002). A One Dimensional Model for Blood Flow: Application to Vascular Prosthesis. Mathematical Modeling and Numerical Simulation in Continuum Mechanics (hh. 137-153). Berlin: Springer-Verlag.
LeVeque, R.J. (1992). Numerical Methods for Conservation Laws. Basel: Springer.
LeVeque, R.J. (2002). Finite Volume Methods for Hyperbolic Problems. Cambridge: Cambridge University Press.
Rosloniec, S. (2008). Fundamental Numerical Methods for Electrical Engineering (vol. 18). Berlin: Springer-Verlag.
Sari, I.P. (2016). Penyelesaian Persamaan Gelombang Air Dangkal dengan Beberapa Metode Numeris. Skripsi Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sherwin, S.J., Franke, V., Peiro, J. & Parker, K. (2003). One-Dimensional Modelling of a Vascular Network in Space-Time Variables. Journal of Engineering Mathematics, 47: 217-250.
Thomas, G.B., Weir, M.D. & Hass, J. (2009). Thomas’ Calculus Early Transcendentals (ed. 12). Boston: Pearson.
Yoman, A.R. (2014). Metode Volume Hingga untuk Persamaan Adveksi. Tugas Akhir Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
70
LAMPIRAN
Perhitungan Tingkat Keakuratan Penurunan Numeris
A. Fungsi Satu Variabel
B. Fungsi Dua Variabel
1. Beda Maju
+ ℎ, = , + , ℎ + !, ℎ + ! , ℎ +
⇔ + ℎ, ℎ− , = , + !, ℎ + ! , ℎ +
⇔ + ℎ, ℎ− , = , + ℎ
2. Beda Mundur
− ℎ, = , + , −ℎ + !, −ℎ
+ ! , −ℎ +
⇔ , −ℎ − ℎ, = , − !, ℎ + ! , ℎ −
⇔ , −ℎ − ℎ, = , + ℎ
3. Beda Pusat
+ ℎ, − − ℎ,
= , ℎ + ! , ℎ + ! , ℎ +
⇔ + ℎ, − ℎ − ℎ,
= , + ! , ℎ + ! , ℎ +
Perhitungan tingkat keakuratan penurunan numeris fungsi dua variabel
terhadap variabel dapat dilakukan dengan deret Taylor , + ℎ dan
, − ℎ , serta langkah-langkah yang sama seperti di atas.
Grafik = −�− , Fungsi Galat, dan Fungsi Galat Komplementer
clc
Program Solusi Numeris Persamaan Adveksi Skalar (Lax-Friedrichs)
plot(C,Q) %nilai awal
Program Solusi Numeris Persamaan Adveksi Skalar (Upwind)
clf clear clc
xlabel('z')
legend('penyelesaian numeris','penyelesaian eksak')
else
end
end
Program Simulasi Solusi Numeris Model Aliran Darah Sistem (�, )
clc clf clear
close all
%% Diketahui:
tf=0.035; %nilai t akhir
l=15; %panjang arteri dalam suatu pengamatan dz=0.005; %lebar sel
dt=0.002*dz; %langkah waktu JANGAN DIAMBIL TERLALU BESAR z=0:dz:l; %diskritisasi ruang
t=0:dt:tf; %diskritisasi waktu
nz=length(z); %banyaknya elemen dalam ruang diskrit nt=length(t); %banyaknya elemen dalam waktu diskrit
A=zeros(nt,nz); %penyimpanan hasil perhitungan A (luas penampang arteri)
Q=zeros(nt,nz); %penyimpanan hasil perhitungan Q (fluks volume darah)
p=zeros(nt,nz); %penyimpanan hasil perhitungan p (tekanan darah)
%nilai koefisien
E0=3*10^6; %modulus Young
rho=1; %massa jenis darah (gr/cm^3)
A0=pi*0.5^2; %luas penampang arteri dgn R0 0.5 cm h=0.05; %ketebalan dinding arteri
beta=(4*sqrt(pi)*h*E0)/(3*A0); %parameter yg berhubungan dgn sifat elastisitas dinding arteri
for k=1:nt %nilai batas berupa gelombang sinus tunggal dgn periode
yg kecil
if t(k)<=0.0025
p(k,1)=10^3*sin(pi*t(k)/0.0025); %simulasikan utk p=10^2 dan p=2*10^4 --> grafik lihat jurnal Acosta
else
p(k,1)=0; end