• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Umum Kupu-Kupu (Subordo: Rhopalocera)

Kupu-kupu merupakan salah satu serangga bersayap yang dapat terbang. Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) adalah kelompok serangga yang termasuk dalam keanekaragaman hayati di Indonesia (Hinanti, Anshari, Ananda, Handayani, & Kasmara, 2017). Menurut Sutra et al (2012) kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) adalah salah satu kelompok serangga yang memiliki keanekaragaman melimpah. Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) masih termasuk satu ordo Lepidoptera dengan ngengat (moth), namun berbeda klasifikasi subordo berdasarkan bentuk tubuh dan aktivitasnya yaitu Rhopalocera (kupu-kupu) dan heterocera (ngengat) (Aristoteles et al., 2018). Kupu-kupu sendiri adalah hewan yang termasuk dalam ordo Lepidoptera. Lepidoptera berarti sayap bersisik (Aristoteles et al., 2018).

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) mudah dikenali karena adanya sisik-sisik halus di sayap dan permukaan tubuhnya. Lebih lanjut Ruslan (2015) menyatakan bahwa pada sisik-sisik ini mengandung pigmen yang memberikan warna yang bervariasi pada sayap dan tubuh kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera).

Variasi warna pada kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) adalah salah satu karakteristik penting dalam identifikasi kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) (Ruslan, 2015). Lepidoptera memiliki 5 famili yang terdiri dari Papiliodinae, Pieriddae, Lycaenidae, Nymphalidae, dan Riodinidae. Proses identifikasi kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) kedalam taksonomi rendah menggunakan karakteristik berupa pola, bentuk, dan warna sisik pada sayap, abdomen, dan tungkai (Ruslan, 2015).

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) aktif pada siang hari untuk beraktivitas. Aktivitas tersebut seperti terbang, mencari nektar, kawin, dan puddling (menyerap mineral) (Aristoteles et al., 2018). Kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) membutuhkan cahaya panas dan beberapa jenis ada yang menyukai area bertajuk atau sejuk (Fauziah et al., 2017). Aktivitas itu dilakukan karena kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), yaitu suhu

(2)

tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Keberadaan kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) dengan kondisi semacam ini berimplikasi pada warna dan corak sayapnya (Fauziah et al., 2017). Pada daerah terbuka, pada umumnya akan ditemukan jenis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dengan warna-warni dan bercorak unik, sedangkan pada kondisi habitat teduh atau gelap akan ditemukan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) berwarna buram hingga coklat (Ruslan, 2015). (Ruslan, 2015) memasukkan famili Riodinidae dalam superfamili Papilionoidae yang sebelumnya dimasukkan dalam famili Lycanidae pada buku Handbook of zoology. Klasifikasi kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) adalah:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Subordo : Rhopalocera Superfamili : Papilionoidae

Famili : Papiliodinae, Pieriddae, Lycaenidae, Nymphalidae, dan Riodinidae.

2.2 Struktur Morfologi Kupu-Kupu

Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera. Menurut Rahman et al (2018) serangga ini memiliki morfologi dua pasang sayap dengan sayap belakang biasanya sedikit lebih kecil daripada sayap bagian depan. Sayap kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki sisik yang dapat berperan sebagai hormon selama proses perkawinan (Rahman et al., 2018). Bagian kepala terdapat antena yang panjang dan membesar pada ujungnya (Baskoro, Irawan, & Kamaludin, 2018). Antena pada kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) ini berfungsi sebagai perasa dan peraba (Ruslan, 2015). Badan kupu-kupu sendiri terdiri dari kepala, toraks (bagian tengah), dan abdomen (Rahman et al., 2018).

(3)

Gambar 2.1. Morfologi kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) (Sumber: Baskoro et al., 2018)

2.2.1 Kepala

Anatomi kepala kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) terdiri dari mata, palpi, antena, dan proboscis.

Gambar 2.2. Kepala Kupu-kupu (Ordo: Lepidoptera) (Sumber: Ruslan, 2015)

1. Mata

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki sepasang mata majemuk spheris. Setiap mata bisa tersusun atas 17000 ommatidia (Ruslan, 2015). Kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki mata majemuk yang relatif besar serta terdiri atas mata faset ommatidia yang berfungsi untuk mengenali gerakan, bentuk, dan warna (Baskoro et al., 2018). Mata tunggal kupu-kupu (Ordo:

Lepidoptera) berfungsi untuk mengetahui intensitas cahaya.

2. Persepsi warna

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat melihat UV sebaik melihat radiasi cahaya yang terlihat. Pola UV ini dapat membantu kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) untuk mencari sumber nektar layaknya lampu penerang (Ruslan, 2015). Melalui pola UV, kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat berkomunikasi

Sayap depan

(4)

secara visual yang tidak dapat dilihat oleh vertebrata (Subordo: Rhopalocera) untuk mencari sumber nektar layaknya lampu penerang (Ruslan, 2015). Melalui pola UV, kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat berkomunikasi secara visual yang tidak dapat dilihat oleh vertebrata.

1. Antena

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki antena bersegmen yang muncul diantara kedua mata. Antena ini berfungsi sebagai radar dan dapat digerakkan secara volunter. Salah satu fungsi antena ini yaitu mendeteksi feromon diudara untuk mendeteksi dan mengenali lokasi pasangan (Ruslan, 2015). Selain itu, antena kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) digunakan untuk mendeteksi angin dan bau di udara. Antena kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki variasi dalam bentuk dan warna (Ruslan, 2015). Antena ini memiliki bentuk filamen panjang dengan ujung membesar (Baskoro et al., 2018). Antena kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki banyak organ sensorik yang disebut dengan sensillae.

Gambar 2.3. Macam-macam morfologi antena pada kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) (Sumber : Ruslan, 2015).

2. Palpi

Labial palpi merupakan sebuah tonjolan kecil yang mencuat dari bagian depan kepala kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera). Labial palpi ini ditutupi dengan sensor pendeteksi bau. Sensor ini juga ditemukan pada antena, thorax, abdomen dan kaki. Sensor ini memiliki berbagai variasi dan masing-masing memiliki peranan yang berbeda. Pada antena, sensillae berperan untuk mendeteksi feromon pasangan. Pada kaki, sensor ini berfungsi untuk mengenali senyawa kimia yang dilempaskan oleh tumbuhan. Selain itu, labial palpi juga berfungsi

(5)

untuk mengenali sumber makanan seperti nektar, getah pohon, dan lainnya (Peggie, 2014).

3. Proboscis

Proboscis tersusun dari sepasang separuh lingkaran yang membentuk huruf

“C” yang saling berkaitan. Proboscis ini merupakan sebuah “belalai” yang berfungsi sebagai sedotan untuk makan (Ruslan, 2015). Proboscis belum bersatu ketika keluar dari pupa, sehingga kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) harus mempersatukan agar kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) tidak mati. Nutrisi yang didapatkan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dalam bentuk liquid (Ruslan, 2015). Proboscis mensekresikan enzim yang berfungsi untuk memecah nutrien yang dihisap. Proboscis dapat dilepaskan dan dibersihkan apabila proboscis tersumbat dengan cairan kental (Ruslan, 2015). Proboscis bila tidak digunakan akan digulung kembali oleh kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) (Badrunasar, 2014).

Gambar 2.4. Proboscis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) (Sumber : Ruslan, 2015)

2.2.2 Toraks

Toraks terletak diantara kepala dan abdomen. Pada thoraks terdapat sepasang sayap, 3 pasang tungkai, dan sekumpulan otot yang digunakan kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) untuk terbang (Badrunasar, 2014). Tungkai pertama terdapat pada ruas dada pertama atau protoraks. Peggie (2014) menjelaskan bahwa tungkai kedua dan sepasang sayap bagian depan terdapat pada mesotoraks atau ruas dada tengah. Tungkai ketiga dan sepasang sayap kedua

(6)

berada pada metatoraks atau ruas dada terakhir (Ruslan, 2015). Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dewasa memiliki 3 pasang tungkai kecuali pada famili Nymphalidae. Hal ini dikarenakan kaki depan termodifikasi menjadi kemoreseptor dan tereduksi menjadi tonjolan sapu (Ruslan, 2015).

Tungkai kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) terdiri dari 9 ruas yakni coxa, trochanter, femur, tibia, 5 ruas tarsus serta dua cakar pada ujung ruas tarsus.

Semua kelompok kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki pasangan tungkai tengah dan belakang yang berkembang dengan baik. Berbeda dengan lainnya, familia Nymphalidae kaki depan termodifikasi menjadi kemoreseptor dan tereduksi menjadi tonjolan. Lebih lanjut Ruslan (2015) juga mengungkapkan bahwa bagian tungkai ini terdapat struktur khusus seperti duri atau cakar yang berfungsi sebagai dasar penggolongan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera).

Tibia pada tiap tungkai memiliki organ subgenual untuk mendeteksi dan mengamplifikasi getaran kecil. Hal ini dapat meningkatkan kewaspadaan kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) terhadap getaran tanah yang disebabkan binatang, sehingga kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat merespon dengan cepat.

Respon kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) yaitu terbang menyelamatkan diri atau biasa disebut evasion. Pada beberapa jenis ngengat akan merespon dengan menampilkan “mata palsu” dan membuka sayapnya untuk membingungkan predator (Ruslan, 2015).

1. Sayap

Sayap kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) yakni berupa selaput yang ditutupi sisik. Pada masing-masing spesies memiliki ukuran, pola, dan wana yang bervariasi. Sayap bagian depan (forewing) ialah sepasang sayap yang ada dibagian atas, sedangkan (Hindwing) ialah sepasang sayap bagian bawah (Badrunasar, 2014). Sistem venasi sayap kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) sangat penting dalam proses identifikasi. Pada kebanyakan spesies menunjukkan dimorfisme seksual yang mempunyai pola dan warna sayap yang berbeda pada kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) jantan dan betina (Ruslan, 2015). Sayap bagian depan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) umumnya lebih besar daripada

(7)

sayap bagian belakang. Sayap kupu-kupu dan bagian abdomen ditutupi oleh sisik. Sisik pada sayap kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) ini berperan untuk insulator, produksi feromon (pada jantan), dan sebagai pengatur suhu tubuh.

Sisik pada sayap ini juga berfungsi untuk kamuflase atau mimikri (Ruslan, 2015).

2.2.3 Abdomen

Pada abdomen kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) terdapat sistem digestif, alat pernapasan, jantung tabung, dan organ seksual (Badrunasar, 2014). Ruslan (2015) mengungkapkan bahwa kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki eksoskeleton abdomen multi segmen. Pada setiap 10 segmen dikuatkan oleh kitin yang berbentuk cincin (Baskoro et al., 2018). Segmen ini diperlukan saat kopulasi dan bertelur karena terhubungkan dengan jaringan yang fleksibel yang memungkinkan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) abdomen untuk melengkung (Ruslan, 2015). Abdomen kupu-kupu (ordo: Lepidoptera) terdiri dari 10 ruas, sternum bagian ventral dan tergum pada bagian dorsal (Baskoro et al., 2018).

Ruas pertama hingga ketujuh terdapat spirakel yang berfungsi untuk keluar masuknya udara. Tiga ruas terakhir mengalami modifikasi menjadi alat genetalia yang terletak diujung abdomen. Pada kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) jantan berupa valva atau clasper yang terletak diujung abdomen, sedangkan pada betina berupa lubang diruas kedua sebelum ruas terakhir (Baskoro et al., 2018).

1. Spirakel

Setiap sisi pada segmen terdapat lubang yang tertutup oleh sisik-sisik dan disebut dengan spirakel. Spirakel ini adalah lubang pernafasan serta terhubung dengan trachea didalam tubuh sehingga udara dapat mengalir masuk dan meninggalkan tubuh (Baskoro et al., 2018). Terbuka dan tertutupnya spirakel kupu-kupu (ordo: Lepidoptera) mengakibatkan pergerakan ritmik dari tubuh yang terkoordinasi (Ruslan, 2015). Spirakel ini berjumlah 9 pasang dan terletak pada bagian depan ruas dada tengah (mesotoraks), ruas dada terakhir (metatoraks), dan pada ruas abdomen (Baskoro et al., 2018)

(8)

2.3 Ciri-ciri pada masing-masing famili kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) adalah sebagai berikut:

2.3.1 Familia Papilionidae

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) familia ini memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dengan panjang sayap melebihi 50 mm. Familia ini umumnya memiliki warna cerah seperti merah, kuning, hijau serta kombinasi hitam dan putih. Berdasarkan pernyataan (Baskoro et al., 2018) warna dasar sayap familia ini umumnya hitam atau putih. Beberapa dari spesies famili ini memiliki ekor sebagai perpanjangan sudut dari sayap belakangnya (Ruslan, 2015). Lebih lanjut Ruslan (2015) menyatakan bahwa ada cukup banyak spesies yang sexual dimorphic artinya kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) baik jantan dan betina memiliki pola sayap yang berbeda (Baskoro et al., 2018). Beberapa jenis kupu- kupu betina bersifat “Polymorphic” yaitu terdapat beberapa bentuk pola sayap.

Akan tetapi, pada jenis-jenis ketika jantan dan betina tampak serupa, ukuran betina lebih besar dan sayap lebih membulat. Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) betina pada beberapa spesies terdapat sifat polymorphic yaitu memiliki beberapa pola sayap (Ruslan, 2015).

2.3.2 Familia Pieridae

Spesies pada familia Peridae memiliki ukuran kecil hingga sedang dengan panjang sayap lebih dari 22 mm. Umumnya familia ini memiliki warna putih dan kuning atau oranye pada bagian atas (Badrunasar, 2014). Pigmen yang menjadikan warna terang seta menjadi karakteristik familia ini berasal dari hasil metabolisme (Ruslan, 2015). Familia Pieridae ini memiliki sekitar 3500 spesies dengan 83 genus dan sebagian ditemukan didaerah tropis Asia dan Afrika. Ruslan (2015) juga menyatakan bahwa banyak dari spesies familia ini menunjukkan variasi sayap yang sesuai musimnya. Beberapa spesies famili ini juga memiliki kebiasaan berimigrasi dalam bentuk kelompok dan berjumlah banyak (Badrunasar, 2014). Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) betina familia Pieridae umumnya lebih gelap dan mudah dibedakan dari kupu-kupu (Ordo: Lepidoptera) jantan (Ruslan, 2015).

(9)

2.3.3 Familia Nymphalidae

Menurut Ruslan (2015) Familia Nymphalidae ini merupakan kelompok yang paling dikenal dikarenakan memiliki banyak variasi warna dan bentuk pada sayapnya. Umumnya familia Nymphalidae memiliki warna oranye, coklat, kuning, jingga dan hitam (Baskoro et al., 2018). Ukuran dari famili ini sendiri beragam mulai dari kecil sampai besar (Badrunasar, 2014). Ciri utama dari familia ini adalah mengecilnya pasangan tungkai depan baik pada kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) jantan maupun betina (kecuali pada kupu-kupu betina Libytheinae).

Pasangan tungkai depan pada kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) jantan biasanya tertutup oleh kumpulan sisik yang padat menyerupai sikat, sehingga juga dikenal sebagai kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) berkaki sikat (Baskoro et al., 2018).

Perbedaan familia Nymphalidae dengan familia lain yaitu pada pasangan tungkai pertama yang mereduksi serta berbentuk seperti sikat dan terlipat pada tubuh ketika hinggap (Ruslan, 2015).

2.3.4 Familia Lycaenidae

Familia Lycaenidae memiliki ukuran kecil hingga sedang dan memiliki panjang sayap lebih dari 20 mm. Familia Lycaenidae ini memiliki warna ungu, biru, oranye dengan bercak metalik, putih atau hitam. Kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) jantan memiliki warna lebih terang daripada betina (Baskoro et al., 2018). Banyak spesies dari familia ini yang mempunyai ekor sebagai perpanjangan sayap belakang (Badrunasar, 2014). Umumnya spesies familia ini ditemukan saat hari cerah dan ditempat terbuka. Beberapa spesies pada fase larva bersimbiosis mutualistik dengan semut (Ruslan, 2015). Larva memanfaatkan semut untuk menjaga dari parasit, sedangkan semut mendapatkan cairan manis yang dikeluarkan kelenjar pada ruas abdomen larva (Badrunasar, 2014). Kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) ini dikenal dengan nama the blues hairstreak dan Gossamer-winged (Ruslan, 2015).

2.3.5 Familia Rionidae

Familia Rionidae banyak ditemukan di Amerika Selatan daerah neotropik Amerika (Ruslan, 2015). Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) familia ini berukuran kecil hingga sedang dengan ukuran sayap sekitar 12-60 mm (Baskoro et al., 2018). Spesies familia ini memiliki warna keemasan atau warna perak

(10)

metalik pada permukaan bawah sayap yang bervariasi. Berdasarkan hal tersebut membuat Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) ini dikenal dengan nama Metalmarks butterflies (Ruslan, 2015).

2.4 Perilaku Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera)

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki perilaku yang digunakan untuk menyeimbangkan fisiologis tubuhnya. Perilaku tersebut meliputi:

2.4.1 Feeding behaviour

Feeding behaviour merupakan frekuensi perilaku kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) dalam mencari tumbuhan pakan (food plant) (Alias & Soesilohadi, 2015). Perilaku ini dilakukan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya, dimana pencarian nektar sebagai pakan merupakan sumber energi utama bagi kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera).

2.4.2 Berjemur (Basking)

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dalam meningkatkan aktivitas fisiologisnya membutuhkan panas matahari. Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) melakukan aktivitas berjemur dalam memperoleh energi panas. Terdapat dua cara kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dalam berjemur yaitu, merentangkan sayap dibawah sinar matahari dan berjemur secara lateral dengan menutup dan memiringkan posisi sayapnya tegak lurus dengan sinar matahari. Hal ini dilakukan untuk lebih efisien dalam mendapatkan energi dari sinar matahari (Utami, 2012).

2.4.3 Bertengger (Sheltering)

Saat cuaca malam hari dan siang hari yang berawan dan terik, biasanya kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) akan bertengger pada permukaan atas daun, pada kulit kayu, atau menggantungkan diri pada permukaan bawah daun. Saat cuaca mendung, kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) tidak dapa keluar untuk menghangatkan tubuh karena kondisi sayap yang terlalu lembab, sehingga banyak kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) yang berada diantara dedaunan dan tidak terlihat berterbangan (Purwowidodo, 2015).

(11)

2.4.4 Menyerap air dan mineral (mudpuddling)

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) pada kebanyakan tempat banyak dijumpai di sekiar genangan air atau pada tanah yang lembab. Perilaku ini digunakan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) untuk menghisap air dan unsur- unsur mineral dari tanah dimana akivitas ini disebut dengan mudpuddling (Peggie, 2014).

2.5 Habitat Kupu-Kupu

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) cukup dikenal karena dapat ditemukan hampir disetiap tempat serta dapat dibedakan dengan serangga lain karena kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki warna yang mencolok.

Keanekaragaman jenis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) di setiap habitat berbeda-beda(Rahman et al., 2018). Hal ini dikarenakan keberadaan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) disuatu habitat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik seperti tumbuhan pakan, tumbuhan inang, predator dan parasit. Sedangkan faktor abiotik meliputi ketinggian tempat, suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara, dan cuaca (Lodh & Agarwala, 2016).

Keanekaragaman jenis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) disuatu habitat juga dipengaruhi oleh aktivitasnya yakni pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari, kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) mulai aktif pada pukul 08.00-11.00, sedangkan pada sore hari aktif mulai pukul 14.00-17.00 WIB (Dahelmi et al., 2010). Berdasarkan pernyataan tersebut kemungkinan terdapat perbedaan jumlah individu dan keanekaragaman jenis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) pada masing-masing waktu aktifnya (Irni et al., 2016).

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) aktif mengunjungi bunga, sehingga kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki nilai penting yaitu sebagai penyerbuk serta memelihara ekosistem lingkungan alam (Sari et al., 2019). Kupu- kupu (Subordo: Rhopalocera) mengunjungi bunga dari berbagai tumbuhan untuk mengambil serbuk sari dan nektar. Bentuk, aroma, dan warna bunga digunakan sebagai petunjuk oleh kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dalam mengunjungi bunga (Ruslan, 2015). Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) sering berterbangan pada dedaunan dan sekitar bunga untuk mencari makan. Menurut Fauziah et al.,

(12)

(2017) kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) menyukai tempat yang sejuk dan bersih serta tidak terpoluusi oleh insektisida, asap, bau yang tidak sedap, dan lainnya. Berdasarkan sifat inilah kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) menjadi salah satu serangga yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perubahan ekologi. Ruslan (2015) menjelaskan bahwa makin tinggi keragaman jenis kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) pada suatu habitat menandakan wilayah tersebut masih bersih.

Komponen habitat yang penting bagi kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) yaitu tersedianya vegetasi sebagai sumber makanan, tempat berlindung, dan tempat berkembang biak (Lestari, Widhiono, & Darsono, 2020).

Apabila suatu daerah memiliki jumlah vegetasi yang sedikit, kupu-kupu (Ordo:

Lepidoptera) akan berpindah tempat kemudian mencari daerah baru yang terdapat banyak sumber pakan bagi kupu-kupu (Sumah & Apriniarti, 2019). Sebaran geografis kupu-kupu cukup luas. Distribusi kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dibatasi oleh faktor geologi, ekologi, serta keberadaan tumbuhan inang (Ruslan, 2015). Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat dijumpai pada hampir semua tipe habitat (Baskoro et al., 2018). Baskoro et al (2018) menjelaskan bahwa pada intinya, yang mendukung keberadaan kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) ada dua hal yaitu tumbuhan berbunga dan tumbuhan inang. Tumbuhan berbunga digunakan sebagai sumber nektar untuk makanan, sedangkan tumbuhan inang digunakan untuk menyediakan makanan ulat (Baskoro et al., 2018). Indonesia memiliki tipe vegetasi hutan hujan tropis dimana lahan hutan ditumbuhi banyak campuran jenis pohon, baik pohon dengan kayu keras maupun lunak (Handayani, Sugiyanta, & Zulkarnain, 2012). Vegetasi yang disukai kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) merupakan bunga-bunga yang memiliki nektar (Handayani et al., 2012).

(13)

2.6 Peranan Kupu-Kupu

Menurut (Ramesh et al., 2010) kupu-kupu didefinisikan sebagai binatang musiman yang hanya hidup pada suatu habitat tertentu sehingga dapat dijadikan bioindikator yang baik dalam gangguan antropogenik dan dapat pula digunakan untuk menentukan kualitas suatu lingkungan. Lebih lanjut, Ruslan (2015) mengungkapkan bahwa kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan hidup dan perubahan lingkungan terbukti dapat mempengaruhi kelimpahan kupu-kupu. Keragaman kupu-kupu ((Subordo:

Rhopalocera) dapat menurun seiring dengan menurunnya keragaman tumbuhan inang (Febrita et al., 2014).

Peran kupu-kupu kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) lainnya yaitu dari segi estetika. Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) memiliki bentuk, ukuran serta pola pada sayap yang menarik sehingga memiliki nilai estetika tinggi (Ruslan, 2015). Warna dan bentuk yang indah memberikan nilai estetika yang menjadi perhatian penggemar kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera), serta dijadikan slah satu alasan untuk dipelihara keberadaannya dialam ataupun untuk (Ruslan, 2015).

Kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) mempunyai nilai penting bagi lingkungan yaitu sebagai penyerbuk (polinator) untuk menjaga keragaman tumbuhan (Febrita et al., 2014). Sebagai serangga penyerbuk, kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat membantu mempertahankan spesies tumbuhan di habitatnya (Ruslan, 2015).

Maka dari itu, keanekaragaman kupu-kupu (Subordo: Rhopalocera) dapat dijadikan bioindikator kualitas suatu lingkungan.

2.7 Deskripsi umum daerah penelitian

Daerah Lereng Gunung Kawi tergolong dataran tinggi dengan ketinggian 900 m dpl. Daerah Lereng Gunung Kawi memiliki kondisi tanah yang subur serta udara yang sejuk (Ponimin et al., 2020). Kawasan ini juga terdapat aliran sungai yang berasal dari Air Terjun Brues, dimana hal ini membuat kondisi lingkungan menjadi lebih asri baik pada pagi maupun sore hari. Adanya kondisi seperti ini membuat Daerah Lereng Gunung Kawi menjadi habitat yang cocok untuk makhluk hidup. Berdasarkan hasil penelitian, Lereng Gunung Kawi sebelah timur ini memiliki jenis habitat seperti hutan dan perkebunan.

(14)

Daerah Lereng Gunung Kawi memiliki Hutan Pinus yang cukup luas. Luas hutan pinus di daerah ini yaitu 2068,1 ha (Bagyo, Kusnanto, Hariadi, & Ratnasari, 2018). Tumbuhan Pinus merupakan tumbuhan yang dominan ditemukan pada daerah ini. Seluas 6 ha dari 2068,1 ha, daerah Hutan Pinus dimanfaakan sebagai lokasi wisata alam berupa Bumi Perkemahan Bedengan (Bagyo, Kusnanto, Tachjuddin, et al., 2018). Bumi Perkemahan Bedengan dimanfaatkan masyarakat untuk wisata sehingga menambah nilai ekonomi masyarakat setempat. Selain habitat Hutan, di Daerah Lereng Gunung Kawi juga terdapat Habitat Perkebunan.

Habitat perkebunan yang berada di Daerah Lereng Gunung Kawi ialah Perkebunan Jeruk. Jeruk merupakaan komoditas tumbuhan utama yang ditanam masyarakat Desa Selorejo. Selain hasil panen buah dijual, perkebunan jeruk juga dimanfaatkan sebagai wisata petik Jeruk sehingga bisa dijadikan pemasukan ekonomi bagi warga sekitar. Perkebunan jeruk ini bisa ditemui dikanan dan kiri jalan Desa Selorejo.

2.8 Sumber belajar

Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan pengajar saja, melainkan juga berinteraksi dengan lainnya (Supriadi, 2015).

Sedangkan pengetahuan serta keterampilan mengenai strategi, memilih, menganalisis dan memanfaatkan sumber belajar oleh pengajar pada umumnya belum memadai. Mengenai bagaimana cara tenaga pengajar dan peserta didik memanfaatkan sumber belajar yang ada guna memperluas wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam proses pembelajaran harus dilakukan (Supriadi, 2015). Kaitannya dengan pemanfaatan, alam sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar, akan tetapi, tidak semua objek dapat dijadikan sebagai sumber belajar Biologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilo (2018) bahwa tidak setiap objek pada lingkungan sekitar adalah ruang lingkup kajian Biologi. Suhardi (2012) menjelaskan bahwa objek yang dapat digunakan sebagai alternatif sumber belajar biologi memiliki syarat antara lain:

(15)

1. Kejelasan potensi

Tingginya suatu objek untuk bisa diangkat menjadi sumber belajar terhadap permasalahan Biologi harus berdasarkan kurikulum. Potensi objek ini sendiri ditentukan berdasarkan ketersediaan objek serta permasalahan yang diangkat untuk menghasilkan fakta dan konsep dari hasil penelitian yang harus dicapai pada kurikulum. Kejelasan potensi ini ditunjukkan oleh adanya ketersediaan objek dan permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian yang telah dilakukan.

2. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran.

Syarat yang kedua yakni kesesuaian dengan tujuan pembelajaran.

kesesuaian yang dimaksudkan ialah kesesuaian dengan hasil penelitian dengan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

3. Kejelasan sasaran.

Sasaran kejelasan pada penelitian ini merupakan objek dan subjek penelitian.

4. Kejelasan informasi yang diungkap.

Kejelasan informasi yang diungkap dalam suatu penelitian ini dapat dilihat berdasarkan 2 aspek yakni aspek proses dan produk penelitian yang kemudian disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.

5. Kejelasan pedoman eksplorasi.

Kejelasan untuk pedoman eksplorasi diperlukan dalam melaksanakan kegiatan penelitian yang terdiri dari penentuan sampel penelitian, alat dan bahan, prosedur kerja, pengolahan analisis data seta menarik kesimpulan. Akan tetapi, keterbatasan waktu di sekolah dan kemampuan peserta didik menjadi pertimbangan. Oleh karena itu, perlu adanya pemilihan kegiatan yang dilaksanakan siswa.

6. Kejelasan perolehan yang diharapkan.

Kejelasan perolehan yang diharapkan yang dimaksud ialah kejelasan hasil berupa proses serta prosuk penelitian yang bisa digunakan sebagai sumber belajar yang didasarkan dari aspek-aspek dalam tujuan pembelajaran Biologi.

aspek-aspek tersebut ialah: 1) aspek kognitif, 2) aspek afektif, 3) aspek psikomotorik.

(16)

Pemanfaatan alam sebagai sumber belajar bergantung pada kemampuan dan kemauan pendidik (Supriadi, 2015). Supriadi (2015) menyatakan bahwa usaha pemanfaatan alam sebagai sumber belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

A. Kemauan tenaga pendidik

B. Kemampuan tenaga pendidik untuk bisa melihat alam sekitar yang dapat digunakan sebagai pengajaran.

C. Kemampuan tenaga pendidik untuk dapat menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar. Pemanfaatan sumber beajar tersebut harus sesuai dengan tujuan, kondisi serta lingkungan peserta didik.

Dalam menjamin bahwa sumber belajar tersebut adalah sumber belajar yang efektif dan cocok, Prastowo, (2018) menjelaskan bahwa sumber belajar yang dipilih harus memenuhi syarat seperti:

1. Sumber belajar harus mampu memberikan kekuatan pada proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

2. Sumber belajar tersebut harus memiliki nilai-nilai edukatif yang dapat mengubah dan membawa perubahan sepurna terhadap tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan yang ada.

3. Sumber belajar harus tersedia dengan cepat dikarenakan sumber belajar tersebut harus memungkinkan peserta didik untuk memacu diri sendiri serta harus bersifat individual, yakni memenuhi kebutuhan para peserta didik dalam belajar mandiri.

Sumber belajar berarti meliputi semua komponen sistem instruksional, baik secara khusus yang dirancang maupun menurut sifatnya dapat dimanfaatkan atau digunakan dalam kegiatan pembelajaran, termasuk bahan ajar yang berada didalamnya (Prastowo, 2018). Oleh karena itu proses pembelajaran tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya bahan ajar (Prastowo, 2018).

(17)

2.9 Kerangka Konseptual

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Aktifitas manusia dapat memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan, terutama keberadaan kupu-kupu

yang sensitif terhadap degradasi habitatnya.

Kupu-kupu berperan sebagai serangga polinator.

Keberadaan kupu-kupu dipengaruhi oleh beberapa faktor

Habitat Tumbuhan

inang Faktor fisika: suhu,

kelembaban, intensitas cahaya.

Faktor lingkungan mendukung,

keanekaragaman kupu-kupu tinggi

Faktor lingkungan tidak mendukung,

keanekaragaman kupu-kupu akan menurun atau rendah

Keanekaragaman kupu-kupu disetiap habitat berbeda

1. habitat hutan 2. Bumi perkemahan 3. habitat perkebunan

Hasil penelitian tentang keanekaragaman jenis Kupu-kupu (Subordo:

Rhopalocera) di daerah Lereng Gunung Kawi dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar Biologi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi, pelayanan utama dilakukan dengan jenis mobil bus umum berkapasitas 14-16 seat , sedangkan pada pelayanan lanjutan (karena pelayanan mobil bus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Analisis perbandingan tarif menunjukkan penetapan tarif dengan menggunakan

Hasil pengujian menggunakan pearson chi square perilaku makanan terhadap angka kuman ikan bawal bakar adalah sebesar 0.000 (p < 0,05) dan nilai CI 1,712 – 9,346 yang tidak

0290/LS-BJ/2015 Pembayaran Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Yang Dijamin Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Bagian Bulan Desember 2014 (Obat Formularium Nasional) Untuk RSUD

Faktor pendukungnya adalah adanya pergeseran dinding pembatas area sakral dan profan saat terjadi ibadah dan tidak terjadi ibadah, gerbang atau pintu penghubung area sakral

Ini berarti bahwa variasi simpanan pihak ketiga pada bank umum di Provinsi Bali tahun 2001 - 2010 sebesar 97,4% dipengaruhi oleh pendapatan per kapita, suku

(4) Berdasarkan hasil analisis persentase bahwa dari ke empat sumber Pendapatan Asli Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Salah yang mempunyai kontribusi yang cukup besar

Pada surat al-Ghasyiyah ayat 17-20 diatas Allah memerintahkan manusia yang berakal untuk memperhatikan, memikirkan dan memahami semua ciptaan-Nya. Dalam mengerjakan