• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINERGI ANTAR LEMBAGA DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEROLEHAN PUPUK DI TINGKAT PETANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINERGI ANTAR LEMBAGA DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEROLEHAN PUPUK DI TINGKAT PETANI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SINERGI ANTAR LEMBAGA DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEROLEHAN

PUPUK DI TINGKAT PETANI

(Studi Kasus: Desa Purwo Binangun, Kec. Sei Bingai, Kab. Langkat)

SKRIPSI

AYUNI RIZKI HARSONO 120304021

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Ayuni Rizki Harsono (120304021) dengan judul “Sinergi Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi dan Dampaknya Terhadap Perolehan Pupuk di Tingkat Petani (Studi Kasus : Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 bertujuan untuk (1) Mengetahui lembaga yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari pabrikan sampai kepada petani pengguna; (2) Mengetahui tingkat sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi; (3) Mengetahui dampak sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi terhadap perolehan pupuk di tingkat petani.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan model CIPP (Context, Input, Process, Product). Lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja). Pengambilan sampel menggunakan metode Simple Random Sampling dan penentuan jumlah sampel ditentukan dengan metode Slovin maka diperoleh jumlah sampel sebesar 80 petani padi sawah.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa: (1) Lembaga yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari pabrikan sampai kepada petani pengguna adalah lembaga pemerintah (kementerian perdagangan, kementerian keuangan, kementerian pertanian, kementerian BUMN, dan produsen pupuk bersubsidi) dan lembaga swasta (distributor pupuk bersubsidi dan kios penyalur pupuk bersubsidi); (2) Lembaga distribusi pupuk bersubsidi di Desa Purwo Binangun memiliki tingkat sinergitas yang kurang baik; (3) Sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi yang kurang baik berdampak terhadap perolehan pupuk di tingkat petani di Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.

Kata Kunci: Sinergi, Lembaga Distribusi, Pupuk Bersubsidi

(5)

RIWAYAT HIDUP

Ayuni Rizki Harsono, lahir di Medan pada tanggal 20 September 1994, sebagai anak ke-3 dari Bapak Drs. H. Paiman Yusdarsono, M.Hum dan Ibu Hj. Kartini.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1999 masuk Taman Kanak-Kanak di TK Harapan Medan dan tamat tahun 2000.

2. Tahun 2000 masuk Sekolah Dasar di SD Harapan 1 Medan dan tamat tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Harapan 1 Medan dan tamat tahun 2009.

4. Tahun 2009 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Harapan 1 Medan dan tamat tahun 2012.

5. Tahun 2012 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SNMPTN Undangan.

Kegiatan yang pernah diikuti selama kuliah :

1. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Nagori Sihalpe, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Agustus-September tahun 2015.

2. Melaksanakan penelitian skripsi pada tahun 2016 di Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Sinergi Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi dan Dampaknya Terhadap Perolehan Pupuk di Tingkat Petani (Studi Kasus: Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak Drs. H. Paiman Yusdarsono, M.Hum dan Ibunda Hj.

Kartini juga kepada bang Syafiz Harsono, ST dan kak dr. Tifanie Harsono yang selalu memberi dukungan, nasihat, kasih sayang dan motivasi, baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir.

Luhut Sihombing, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing, memotivasi, dan membantu penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP-USU dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M. Ec selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis FP-USU yang telah memberi kemudahan kepada penulis selama masa perkuliahan.

(7)

4. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis FP-USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Seluruh pegawai di FP-USU khususnya Program Studi Agribisnis yang telah banyak membantu seluruh proses administrasi.

6. Bapak Azwar, SP selaku KCD Kecamatan Sei Bingai, Bapak Johan, SP selaku KUPTD Kecamatan Sei Bingai, Bapak Andreas Julian, SST selaku PPL Desa Purwo Binangun, serta seluruh petani sampel yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Para sahabat yang memberikan penulis motivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu Wahida, Mentari, Nurul, Galuh, dan Sasa.

8. Teman-teman selama masa perkuliahan, yaitu Fauzy, Zurisda, Tiwi, Tia, Annisa, Dila, Silvi, Vero, Tri, Indah, Vanny, Angel, Ira, Junita, Iid dan Asita.

Serta seluruh teman-teman angkatan 2012 Program Studi Agribisnis FP-USU.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini.

Medan, Februari 2017

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 13

2.1.1 Posisi Strategis Keberadaan Pupuk Bersubsidi Bagi Petani ... 13

2.1.2 Kebutuhan dan Ketersediaan Pupuk Bersubsidi di Sumatera Utara ... 13

2.1.3 Lembaga Distribusi Pupuk ... 14

2.1.4 Pupuk ... 16

2.1.5 Pupuk Bersubsidi ... 17

2.2 Landasan Teori ... 18

2.2.1 Manajemen ... 18

2.2.2 Manajemen Agribisnis ... 21

2.2.3 Sinergitas ... 22

2.3 Kerangka Pemikiran ... 24

2.4 Hipotesis Penelitian... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 26

3.2 Metode Pengambilan Sampel... 28

3.3 Data dan Sumber Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 29

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 34

3.5.1 Definisi ... 34

3.5.2 Batasan Operasional ... 35

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 36

4.1.1 Letak Geografis Desa Purwo Binangun ... 36

4.1.2 Kondisi Demografis Desa Purwo Binangun ... 37

4.2 Karateristik Sampel ... 39

4.2.1 Karakteristik Produsen Pupuk Bersubsidi ... 39

(9)

4.2.2 Karakteristik Distributor Pupuk Bersubsidi ... 40 4.2.3 Karakteristik Kios Penyalur Pupuk Bersubsidi ... 41 4.2.4 Karakteristik Petani Padi Sawah ... 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Lembaga yang Terlibat dalam Distribusi Pupuk Bersubsidi ... 48 5.2 Tingkat Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk

Bersubsidi ... 57 5.3 Dampak Sinergitas Antar lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi

Terhadap Perolehan Pupuk di Tingkat Petani ... 61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

9 2 Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2015

10 3 Alokasi Kebutuhan Pupuk Subsidi Kabupaten Langkat Tahun

2016

26 4 Daftar Kios Penyalur Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Sei Bingai

Tahun 2015

27 5 Tabel Indikator Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk

Bersubsidi

32 6 Skor Penilaian Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk

Bersubsidi

33 7 Distribusi Penduduk Desa Purwo Binangun Berdasarkan

Golongan Umur Tahun 2015

37 8 Distribusi Penduduk Desa Purwo Binangun Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2015

38 9 Penggunaan Lahan di Desa Purwo Binangun Tahun 2015 38 10 Status Pemilikan Lahan Usahatani Desa Purwo Binangun Tahun

2015

39

11 Karakteristik Produsen Pupuk Bersubsidi 39

12 Karakteristik Sampel Distributor Pupuk Bersubsidi 40

13 Umur Sampel Kios Penyalur 41

14 Jenis Kelamin Sampel Kios Penyalur 41

15 Tingkat Pendidikan Sampel Kios Penyalur 42

16 Pengalaman Usaha Sampel Kios Penyalur 43

17 Jumlah Tanggungan Sampel Kios Penyalur 43

18 Keadaan Kelompok Umur Petani Padi Sawah 44

19 Jenis Kelamin Sampel Petani Padi Sawah 45

20 Tingkat Pendidikan Sampel Petani Padi Sawah 45 21 Pengalaman Bertani Sampel Petani Padi Sawah 46 22 Jumlah Tanggungan Sampel Petani Padi Sawah 46

23 Luas Lahan Sampel Petani Padi Sawah 47

24 Penilaian Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi 58 25 Alokasi dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Tingkat

Petani Sampel per Musim Tanam

62 26 Daftar Harga Rata-Rata Pupuk Bersubsidi yang Diterima Petani

Padi Sawah

64 27 Rekapitulasi Dampak Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk

Bersubsidi Terhadap Perolehan Pupuk di Tingkat Petani

66

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 Pemetaan Masalah Distribusi Pupuk 8

2 Skema Kerangka Pemikiran 25

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1 Karakteristik Kios Penyalur Pupuk Bersubsidi 2 Karakteristik Petani Sampel

3 Jawaban Responden Terhadap Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi

4 Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Petani Sampel per Musim Tanam 5 Rekapitulasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi

6 Daftar Harga Pupuk Bersubsidi di Tiap Kios Penyalur 7 Rekapitulasi Harga Pupuk Bersubsidi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sektor pertanian yang sangat besar.

Beberapa faktor pendukung untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, salah satunya adalah pupuk. Pupuk adalah bahan kimia atau bahan organik yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung (Simatupang, 2004).

Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan baik regional maupun nasional sangat diperlukan dukungan ketersediaan prasana dan sarana produksi terutama pupuk untuk peningkatan produksi komoditas pertanian. Guna mendukung peningkatan produksi komoditi pertanian diperlukan ketersediaan sarana produksi sesuai azas 6 tepat, yaitu tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga.

Untuk membantu kendala yang dihadapi petani, yaitu keterbatasan kemampuan dalam pembiayaan usahatani, maka pemerintah telah memberikan fasilitas pupuk bersubsidi sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang. Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi petani, terutama jenis pupuk yang mengandung bahan nitrogen (urea, ZA, KNO3, NH4NO3), fosfat (SP-36, SP-18, TSP), dan kalium (KCl, MOP, ZK, NKCl). Banyak pupuk yang beredar di masyarakat/petani kandungannya tidak sesuai dengan label yang tertera pada kemasannya sehingga setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu tidak terlihat hasil/perubahan pada tanaman tersebut. Hal ini tentu saja merugikan bagi petani (Fitriana, 2016).

(14)

Pupuk sebagai salah satu komponen penunjang pada sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting bagi peningkatan usahatani di Indonesia, hal ini karena petani telah menyadari peran pupuk pada hasil pertanian. Ketergantungan terhadap pupuk semakin besar ketika pemerintah berhasil melaksanakan program pembangunan pertanian melalui swasembada pangan, terutama mengenai usaha intensifikasi. Kebutuhan akan produksi pertanian yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, mengakibatkan kebutuhan akan pupuk juga semakin meningkat.

Menurut Osman (1996), pemupukan memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam keberhasilan produksi pertanian, khususnya tanaman pangan. Di beberapa tempat, tanaman pangan seringkali tidak mampu berproduksi dengan baik tanpa adanya pemupukan. Dengan pemupukan yang tepat, produksinya dapat dilipatgandakan.

Pupuk bersubsidi merupakan salah satu sarana produksi yang ketersediaannya disubsidi oleh pemerintah untuk petani termasuk petani yang kebutuhan per subsektor dan Harga Eceran Tertinggi (HET)-nya diatur dalam No.76/Permentan/OT.140/12/2007. Dengan adanya subsidi pupuk tersebut diharapkan kesejahteraan petani semakin meningkat dan dapat memajukan pertanian negara (Simatupang, 2004).

Dalam Harian Medan Bisnis (2015), Kepala Seksi Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara mengungkapkan bahwa terjadi berbagai masalah pada penyaluran pupuk bersubsidi di daerah

(15)

kabupaten/kota, diantaranya Binjai, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Langkat, dan Labuhan Batu Selatan (Anonimousa

Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang atau lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam hal ini, lembaga dapat memiliki struktur yang tegas dan formal, dan lembaga dapat menjalankan satu fungsi kelembagaan atau lebih. Kelembagaan pertanian memiliki delapan jenis kelembagaan, yaitu 1) kelembagaan penyedia input, 2) kelembagaan penyedia modal, 3) kelembagaan penyedia tenaga kerja, 4) kelembagaan penyedia lahan dan air, 5) kelembagaan usaha tani, 6) kelembagaan pengolah hasil usaha tani, 7) kelembagaan pemasaran, 8) kelembagaan penyedia informasi (Anonimous

, 2016).

c

Dalam melakukan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sangat dibutuhkan peran lembaga untuk mendistribusikan pupuk tersebut dari produsen hingga sampai ke tangan petani dalam waktu yang tepat. Lembaga-lembaga tersebut meliputi produsen, distributor, dan penyalur.

, 2016).

Menurut Kemendag (2003), produsen pupuk merupakan perusahaan yang memproduksi pupuk urea, SP-36, ZA, dan NPK di dalam negeri yang terdiri dari PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, Tbk, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Petrokimia Gresik. Kemudian, produsen pupuk menunjuk distributor untuk di masing-masing wilayah kerjanya.

Dalam melakukan pendistribusian pupuk bersubsidi maka diperlukan peran distributor pupuk. Distributor pupuk merupakan badan usaha yang sah yang ditunjuk oleh produsen untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan,

(16)

serta pemasaran pupuk bersubsidi dalam partai besar untuk dijual kepada konsumen akhirnya melalui kios penyalurnya.

Kemudian, kios penyalur merupakan perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh distributor yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada Konsumen akhir dalam partai kecil.

Menurut Kemendag (2016), kebijakan subsidi pupuk di Indonesia secara historis mengalami beberapa kali perubahan. Pada periode 1970 - 1993, sistem subsidi yang diberlakukan adalah subsidi harga dengan sumber pembiayaan berasal dari APBN. Pada periode ini, pupuk yang disubsidi adalah harga pupuk yang berasal dari impor dan pupuk produksi dalam negeri. Periode 1999 - 2001, dikarenakan pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi, maka subsidi harga pupuk dicabut dan sistem subsidi harga diganti menjadi subsidi harga bahan baku untuk pembuatan pupuk yakni subsidi gas. Pada Periode 2003 - 2005, sistem subsidi yang berlaku merupakan kombinasi subsidi gas dan subsidi harga. Pemberian subsidi gas diperuntukkan bagi pupuk urea, sementara subsidi harga untuk pupuk non urea.

Sedangkan pada periode 2006 hingga saat ini, subsidi yang berlaku adalah subsidi harga, yang dihitung dengan formula, selisih antara HET dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) dan biaya produksi dikalikan volume produksi yang merupakan angka subsidi yang ditanggung oleh pemerintah dengan sumber subsidi berasal dari APBN.

Saat ini, pihak yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi sistem distribusi pupuk bersubsidi adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah (pusat dan kabupaten/kota).

(17)

Mekanisme pembagian kewenangan masing-masing kementerian dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

1. Permendag mengatur mekanisme pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV.

2. Permentan mengatur alokasi pupuk bersubsidi per provinsi serta pengaturan sistem Rencana Definitif Kebutuan kelompok Tani (RDKK).

3. Peraturan Gubernur mengatur alokasi pupuk bersubsidi per kabupaten.

4. Peraturan Bupati/Walikota mengatur alokasi pupuk bersubsidi per kecamatan.

Adapun penerapan mekanisme dan tanggung jawab penyaluran pupuk bersubsidi diatur secara berjenjang sebagai berikut:

1. PT. Pupuk Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di dalam negeri untuk sektor pertanian secara nasional sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.

2. Produsen bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV di wilayah tanggung jawabnya.

3. Distributor bertanggung jawab atas penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat mulai dari Lini III sampai dengan Lini IV di wilayah tanggung jawabnya; dan

4. Penyalur bertanggung jawab atas penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani/kelompok tani di lokasi kios penyalur.

(18)

Permasalahan pendistribusian pupuk di tingkat penyalur dan petani merupakan masalah yang paling umum dalam realisasi pupuk bersubsidi. Hal ini didasari oleh rayonisasi yang tidak fleksibel, sehingga tidak mudah melakukan penyesuaian supply antar wilayah, rendahnya margin (fee) yang diterima distributor dan

penyalur di Lini IV yang berkisar Rp 30-40/kg, jumlah distributor daerah dan kios penyalur di Lini IV cenderung masih terkonsentrasi di Ibu Kota Kecamatan/Kabupaten/Kota (Setneg, 2016).

Ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadi pendistribusian pupuk tidak sesuai rencana. Pertama, pemakaian pupuk urea di tingkat petani melebihi dosis anjuran. Kedua, pemilikan lahan yang sempit (< 0,3 ha) juga menyebabkan penggunaan pupuk jika dikonversi ke dalam satu hektar menjadi sangat tinggi.

Ketiga, tidak adanya ketepatan dalam menghitung luas pertanaman komoditas pangan (padi). Keempat, adanya ketidakdisiplinan petani dalam menentukan pola tanam. Kelima, terjadi penggunaan pupuk di tingkat petani untuk kebutuhan yang bukan bersubsidi (Syarwi, 2016).

Kondisi permasalahan yang dihadapi perpupukan nasional saat ini semakin serius, antara lain disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan riil pupuk yang semakin meningkat sementara produksinya terbatas dan sistem distribusi yang berdistorsi sehingga menyebabkan kelangkaan pupuk di pasaran.

Kebutuhan pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas.

Penyebabnya adalah jumlah kebutuhan pupuk Indonesia yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian lebih kecil dari kebutuhan di lapangan. Dalam menghitung kebutuhan pupuk setiap daerah, Departemen Pertanian menggunakan

(19)

dasar luas lahan dan pemakaian pupuk normal setiap hektarnya, namun data yang digunakan dalam menentukan luas lahan masih simpang-siur baik dari deptan maupun BPS, selain itu perhitungan jumlah pemakaian pupuk normal yang ditentukan Deptan berbeda dengan kebiasaan petani yang cenderung kelebihan dosis dalam penggunaan pupuk (Arifin, 2009).

Sistem distribusi dilakukan dengan sistem rayonisasi sehingga berpotensi terjadi distorsi. Selama ini Departemen Perdagangan (Depdag) berwenang menentukan tata niaga pupuk tentang penyaluran atau rayonisasi pemasaran pupuk bersubsidi dengan tujuan menjaga kepastian harga, kebutuhan, serta wilayah pemasaran pupuk bersubsidi. Namun sistem rayonisasi ini juga dapat menimbulkan jalur birokrasi yang rumit, apabila terdapat daerah yang mengalami kekurangan pasokan tidak dapat langsung ditangani oleh produsen lain, dikarenakan pupuk merupakan barang dalam pengawasan negara dalam pengalihan alokasi pupuk bersubsidi ke bukan daerah pemasaran yang ditentukan pemerintah dapat terjerat pidana. Selain itu penerapan sistem distribusi tertutup untuk pupuk bersubsidi yang diterapkan tahun 2009 dinilai berhasil menekan terjadinya penyelewengan, namun masih tetap berpotensi terjadi kelangkaan. Kelangkaan tersebut disebabkan karena sistem penerimaan di tingkat Lini IV belum optimal (Deptan, 2010).

(20)

Permasalahan dalam pendistribusian pupuk dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Pemetaan Masalah Distribusi Pupuk

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa PT. PIM (Pupuk Iskandar Muda) dan PT.

PKG (Petro Kimia Gresik) merupakan produsen yang memproduksi pupuk bersubsidi. Untuk pupuk urea dan organik diproduksi oleh PT. PIM sedangkan untuk pupuk non urea, meliputi SP-36, ZA, dan NPK Phonska diproduksi oleh PT. PKG. Di tingkat kabupaten pupuk subsidi disalurkan oleh distributor Puskud dan CV. Kontak Agro Sejati ke kios penyalur di tingkat kecamatan/desa.

Efektivitas kebijakan subsidi pupuk diukur berdasarkan enam indikator, antara lain tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu, dan harga sehingga petani dapat menggunakan pupuk sesuai kebutuhan. Efektivitas subsidi pupuk menjadi hal yang penting dalam mendukung produksi sektor pertanian.

Sentra Pupuk Bersubsidi

PT. PIM PT. PKG

Pupuk Urea Pupuk Non Urea

Puskud Kabupaten CV. Kontak Agro Sejati

Kios Penyalur (Kecamatan/Desa)

Petani

(21)

Menurut Kementerian Pertanian (2016), kebutuhan pupuk bersubsidi adalah alokasi sejumlah pupuk bersubsidi per provinsi yang ditetapkan berdasarkan usulan dari Gubernur atau Dinas yang membidangi sektor pertanian di provinsi.

Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disebut HET adalah harga pupuk bersubsidi yang dibeli oleh petani/kelompok tani di penyalur lini IV yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi pada umumnya dibawah kebutuhan teknis yang diusulkan daerah karena terbatasnya anggaran subsidi, sehingga dengan jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas tersebut, diharapkan agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan azas, prioritas terhadap jenis komoditas yang akan diunggulkan oleh daerah (Kementerian Pertanian, 2011).

Adapun realisasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian pada tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

No. Jenis Pupuk Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi (Ton)

Realisasi (Ton)

Persentase (%)

1. Urea 164.000 155.747,50 94,97

2. SP-36 50.000 48.678,50 97,36

3. ZA 52.000 48.392,00 93,06

4. NPK 116.000 114.965,32 99,11

5. Organik 25.000 16.597,08 66,39

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2016

Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis pupuk urea memiliki alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi paling tinggi, yaitu sebesar 164.000 ton dan realisasi sebesar

(22)

155.747,50 ton dengan persentase 94,97%. Sedangkan jenis pupuk organik memiliki alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi paling rendah, yaitu sebesar 25.000 ton dan realisasi sebesar 16.597,08 dengan persentase 66,39%.

Adapun harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

No. Jenis Pupuk Harga Pupuk (Rp/Kg)

1. Urea 1.800

2. SP-36 2.000

3. ZA 1.400

4. NPK 2.300

5. Organik 500

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2016

Tabel 2 menunjukkan bahwa harga eceran tertinggi pupuk urea sebesar Rp 1.800/kg. Harga eceran tertinggi pupuk SP-36 sebesar Rp 2.000/kg. Harga eceran tertinggi pupuk ZA sebesar Rp 1.400/kg. Harga eceran tertinggi pupuk NPK sebesar Rp 2.300. Dan harga eceran tertinggi pupuk organik sebesar Rp 500/kg.

Pabrik pupuk yang sebagian besar adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini sedang bersiap melaksanakan tugas pemerintah tentang konsep distribusi pupuk kepada petani. Pemerintah sendiri kini memperkenalkan konsep Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dalam distribusi pupuk bersubsidi.

Konsep baru ini diyakini akan mampu mengatasi kelangkaan pupuk di tingkat petani yang kerap terjadi pada setiap musim panen tiba, karena seharusnya petani menerima pupuk subsidi tersebut sebulan sebelum musim tanam tiba (Anonimousd, 2006).

(23)

Menurut Kementerian Pertanian (2016), pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani dan/atau petambak yang telah bergabung dalam kelompok tani dan menyusun RDKK, dengan ketentuan:

a. Petani yang melakukan usahatani di bidang tanaman pangan sesuai areal yang diusahakan setiap musim tanam

b. Petani yang melakukan usahatani diluar bidang tanaman pangan dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar setiap musim tanam

c. Petambak dengan total luasan maksimal 1 hektar/ musim tanam.

Kemudian, masalah utama yang selalu dihadapi oleh petani adalah kurangnya jatah pupuk bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah serta petani juga mengeluhkan harga pupuk bersubsidi yang harus dibayar tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Hal ini tentu menjadi kendala bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani.

Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka penulis perlu melakukan penelitian untuk mengetahui sinergi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi dan dampaknya terhadap perolehan pupuk di tingkat petani.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Lembaga apa saja yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari pabrikan sampai kepada petani pengguna?

2. Bagaimana tingkat sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi?

3. Bagaimana dampak sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi terhadap perolehan pupuk di tingkat petani?

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui lembaga yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari pabrikan sampai kepada petani pengguna.

2. Mengetahui tingkat sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

3. Mengetahui dampak sinergitas antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi terhadap perolehan pupuk di tingkat petani.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang terkait.

2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi yang dapat menambah dan memperkaya bahan kajian teori untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Posisi Strategis Keberadaan Pupuk Bersubsidi Bagi Petani

Kedudukan pupuk yang amat penting dalam produksi pertanian mendorong campur tangan pemerintah untuk mengatur tataniaga pupuk. Kebijakan pemerintah terkait masalah ini adalah melalui subsidi. Subsidi pupuk yang diberlakukan sejak tahun 1971 bertujuan menekan biaya yang akan ditanggung petani dalam pengadaan pupuk. Sehingga petani tidak kesulitan untuk memperoleh pupuk karena masalah biaya (Feryanto, 2010).

Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani dapat tetap terjangkau oleh petani, terutama petani kecil, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas petani dan usahataninya, serta mendukung program ketahanan pangan. Untuk itulah pada pasca krisis moneter pemerintah kembali memberlakukan subsidi pupuk (walaupun masih terbatas untuk tanaman pangan), karena didasari pada kenyataan bahwa peranan pupuk sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas dan hasil komoditas pertanian, sehingga menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang sangat strategis (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004).

2.1.2 Kebutuhan dan Ketersediaan Pupuk Bersubsidi di Sumatera Utara Menurut Anonimousb (2016), turunnya kuota pupuk subsidi tahun 2014 tidak akan cukup memenuhi kebutuhan pupuk petani di Sumatera Utara. Begitupun, PT PIM wilayah Sumatera Utara menjamin ketersediaan pupuk subsidi untuk

(26)

kebutuhan petani di wilayah kerjanya akan tersedia dengan baik sesuai dengan alokasi Permentan, Pergub, Perbub/Perwal serta RDKK.

Petani tidak akan kesulitan memperoleh pupuk di kios-kios resmi selama petani mengikutsertakan RDKK. Penurunan pupuk subsidi yang paling terasa terjadi pada pupuk urea dari 162.450 ton pada tahun 2013 menjadi 139.000 ton.

Sedangkan, urea merupakan pupuk dasar yang sangat dibutuhkan petani. Namun, karena melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pemerintah terpaksa mengurangi kuota pupuk subsidi urea.

Untuk pupuk organik justru mengalami kenaikan dari 18.800 ton tahun 2013 menjadi 41.100 ton untuk tahun 2014. PT PIM tidak lagi mendistribusikan urea saja tetapi juga pupuk organik. Bila merujuk pada rekomendasi pupuk yang dianjurkan pemerintah ke petani adalah 235 yang berarti 200 kg pupuk urea, 300 kg pupuk NPK, dan 500 kg pupuk organik per hektar, kuota pupuk organik yang ditetapkan sebesar 41.100 ton masih sangat rendah.

2.1.3 Lembaga Distribusi Pupuk

Distribusi dapat juga dikatakan sebagai pemasaran karena dalam prosesnya menyalurkan barang dari produsen hingga sampai ke tangan konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa saluran distribusi merupakan saluran pemasaran.

Menurut Anonimouse (2016), pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa kepada konsumen sehingga penggunaannya sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat) dengan yang diperlukan. Distribusi yang efektif akan memperlancar arus atau akses barang oleh konsumen sehingga dapat diperoleh kemudahan

(27)

memperolehnya. Di samping itu konsumen juga akan dapat memperoleh barang sesuai dengan yang diperlukan.

Lembaga saluran distribusi , perantara (middleman, intermediary), atau penyalur (distributors) adalah individu, atau lembaga organisasi yang melakukan atau melaksanakan seluruh atau sebagian kegiatan penyampaian barang dari produsen ke konsumen.

Manajemen saluran merupakan pengadministrasian saluran-saluran yang ada untuk menjamin kerja sama para anggota saluran dalam mencapai tujuan distribusi perusahaan. Dari definisi tersebut dapat dilihat adanya tiga unsur pokok, yaitu:

1. Saluran yang ada

2. Menjamin kerja sama anggota saluran 3. Tujuan distribusi.

a. Produsen Pupuk Bersubsidi

Produsen merupakan pihak perorangan atau lembaga yang melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan faktor-faktor produksi sehingga menghasilkan suatu produk.

Produsen dalam penyaluran pupuk bersubsidi merupakan perusahaan yang telah ditunjuk pemerintah untuk memproduksi pupuk subsidi serta bertugas untuk menunjuk distributor dalam menyalurkan pupuk subsidi ke setiap kabupaten hingga sampai ke petani.

(28)

b. Distributor Pupuk Bersubsidi

Distributor merupakan orang atau badan yang bertugas mendistribusikan barang atau bertindak sebagai penyalur. Distributor dalam penyaluran pupuk bersubsidi merupakan penyalur pupuk bersubsidi yang ditunjuk oleh produsen pupuk bersubsidi untuk menyalurkan pupuk tersebut ke kios penyalur.

c. Kios Penyalur

Penyalur merupakan seseorang yang menjalankan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir. Kios penyalur dalam penyaluran pupuk bersubsidi merupakan kios penjual pupuk yang bertanggungjawab dalam menyalurkan pupuk bersubsidi ke petani yang tergabung dalam kelompok tani dan telah menyusun RDKK.

2.1.4 Pupuk

Menurut Lingga dan Marsono (2007), pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terserap oleh tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Pupuk mengenal istilah makro dan mikro. Meskipun belakangan ini jumlah pupuk cenderung makin beragam, akan tetapi dari segi pembuatan, unsur yang dikandungnya tetap saja hanya ada dalam 2 jenis pupuk, yaitu makro dan mikro.

Sejalan dengan kemajuan teknologi keragaman pupuk semakin bertambah. Lebih menariknya lagi saat ini sudah semakin tergesernya pupuk yang mengandung bahan kimia oleh pupuk yang bersifat ramah lingkungan tersebut tetap memiliki

(29)

kemampuan memacu pertumbuhan dan produksi tanaman. Yang termasuk pupuk organik adalah pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau.

Menurut Saragih (2011), untuk pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya adalah sebagai berikut:

a. Pupuk hara makro primer adalah pupuk yang mengandung unsur hara N, P, atau K baik tunggal maupun majemuk, seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK, dan NPK

b. Pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Belerang (S) seperti Dolonit dan Kieserit

c. Pupuk hara makro campuran adalah pupuk yang memiliki kandungan hara utama N, P, K yang dilengkapi unsur hara mikro. Pupuk ini dapat berbentuk padat ataupun cair

d. Pupuk hara mikro adalah pupuk yang memiliki kandungan unsur hara Seng (Zn), Boron (B), Tembaga (Cu), Cobalt (Co), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo).

e. Pupuk kimia lainnya.

2.1.5 Pupuk Bersubsidi

Pupuk bersubsidi menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 56 Tahun 2015 adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompok tani dan/atau petani di sektor pertanian. Pengadaan ini merupakan proses penyediaan pupuk oleh produsen sedangkan penyalurannya merupakan proses pendistribusian pupuk dari tingkat produsen sampai dengan tingkat konsumen. Artinya pupuk bersubsidi memang diberikan oleh pemerintah kepada produsen pupuk yang selanjutnya

(30)

proses pengadaan pupuk kepada para petani dengan memberikan harga pupuk yang terjangkau.

Program subsidi pupuk bagi petani adalah program nasional yang bertujuan untuk membantu petani memenuhi kebutuhan pupuk sesuai kebutuhannya dalam kegiatan usahatani dengan harga terjangkau agar dapat meningkatkan produksi pertanian dan menambah pendapatan serta memperbaiki kesejahteraannya.

Selanjutnya, kebijakan pupuk subsidi tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016.

Tersedianya pupuk bersubsidi sampai di tingkat petani secara tepat, yaitu tepat jumlah, jenis, waktu, dengan mutu terjamin dan harga sesuai dengan HET yang telah ditetapkan pemerintah. Tersalurnya pupuk bersubsidi kepada petani harus melalui syarat, antara lain:

1. Berprofesi sebagai petani

2. Memiliki lahan tidak lebih dari 2 hektar

3. Tergabung dalam kelompok tani (Kementerian Pertanian, 2016).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Manajemen

Secara etimologi, kata manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti “seni melaksanakan dan mengatur”. Manajemen adalah suatu cara/seni mengelola sesuatu untuk dikerjakan oleh orang lain. Untuk

(31)

mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien yang bersifat masif, kompleks dan bernilai tinggi tentulah sangat dibutuhkan manajemen.

Menurut Griffin (2006) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Orang yang bergerak di bidang manajemen disebut “manajer”. Manajer berorientasi kepada pekerjaan, manusia, sumber daya dan pencapaian. Untuk dapat berjalan dan mencapai tujuan tertentu, maka manajer membutuhkan suatu wadah yang disebut dengan organisasi. Baik buruknya kualitas suatu organisasi di tentukan oleh baik buruknya seorang manajer dalam memilih sumber daya dan orang yang tepat untuk ditunjuk dan dipercayakan menempati kedudukan dalam organisasi tersebut. Seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasiSeorang manajer yang baik, adalah manajer yang mampu membentuk orang yang dapat menggantikannya. Tugas-tugas yang harus dilakukan seorang manajer adalah fungsi pokok manajemen, fungsi pokok manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Planning (merencanakan): Menetapkan tujuan dan menetukan cara-cara untuk mencapai tujuan.

2. Organizing (mengorganisasikan): Mengatur pekerjaan-pekerjaan, orang-orang dan sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan.

3. Leading (memimpin): Memotivasi, mengarahkan, mendorong dan mempengaruhi orang-orang untuk bekerja keras meraih tujuan organisasi.

(32)

4. Controlling (mengontrol): Memantau kinerja, membandingkan dengan tujuan, dan mengambil langkah-langkah perbaikan.

Menurut Sunaryo (2004), prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:

1. Pembagian kerja (division of work)

2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility) 3. Disiplin (discipline)

4. Kesatuan perintah (unity of command) 5. Kesatuan pengarahan (unity of direction)

6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri (subordination of individual interests to the general interests)

7. Pembayaran upah yang adil (renumeration) 8. Pemusatan (centralisation)

9. Hirarki (hierarchy) 10. Tata tertib (order) 11. Keadilan (equity)

12. Stabilitas kondisi karyawan (stability of tenure of personnel) 13. Inisiatif (Inisiative)

14. Semangat kesatuan (esprits de corps)

(33)

2.2.2 Manajemen Agribisnis

Menurut Febriamansyah (2016), agribisnis dalam pengertian modern, mencakup keseluruhan usaha pertanian yang terkait dengan kegiatan penyediaan input dan sarana produksi, usahatani, pemrosesan, dan pemasaran. Ruang lingkup dalam agribisnis terdiri dari:

1. Penyediaan input dan sarana produksi 2. Usahatani (produksi komoditi pertanian) 3. Penanganan pasca panen dan pengolahan 4. Distribusi dan pemasaran

Menurut Cahyono dan Dewi (2013), subsistem dalam agribisnis terbagi menjadi subsistem sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem pengolahan, subsistem distribusi dan pemasaran, dan subsistem pendukung atau penunjang.

1. Subsistem sarana produksi meliputi perencanaan, pengelolaan, pengadaan, dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan penerapan suatu teknologi usahatani dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal.

2. Subsistem usahatani meliputi pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan produksi pertanian, baik usahatani pertanian rakyat maupun usahatani besar.

3. Subsistem pengolahan meliputi pengolahan hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pasca panen komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat pengolahan lanjut selama bentuk, susunan, dan citarasa komoditi tersebut tidak berubah.

(34)

4. Subsistem distribusi dan pemasaran meliputi pemasaran hasil usatani yang masih segar atau hasil olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam negeri dan ekspor.

5. Subsistem pendukung atau penunjang meliputi jasa perbankan, jasa angkutan, asuransi, penyimpanan, lembaga-lembaga penunjang, dan sebagainya.

Menurut Munanto (2014), organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis, yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi jasa pendukung agribisnis.Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).

2.2.3 Sinergitas

Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), mengartikan sinergi sebagai kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Jadi, sinergi dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik. Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara, antara lain komunikasi dan koordinasi, sebagai berikut:

a. Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:

(35)

1. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa komunikasi adalah kegiatan dimana seseorang (sumber) secara sungguh- sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan.

2. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa komunikasi sebagai semua kegiatan dimana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan.

Sesuai dengan teori sinergitas, komunikasi yang terjalin tersebut dihadapkan dengan elemen kerjasama dan kepercayaan. Begitu juga dalam penelitian ini, indikator komunikasi yang digunakan adalah bagaimana tingkat kerjasama dan kepercayaan di dalamnya. Dan di dalam kerjasama itu sendiri masih dibagi menjadi saling berkontribusi, dan pengerahan kemampuan secara maksimal.

b. Koordinasi

Disamping adanya komunikasi dalam menciptakan sinergitas juga memerlukan koordinasi. Komunikasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya koordinasi.

Koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama, yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.

Moekijat (1994), menyebutkan ada 9 (sembilan) syarat untuk mewujudkan koordinasi yang efektif, yaitu:

1. Hubungan langsung

Bahwa koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung.

2. Kesempatan awal

Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan.

(36)

3. Kontinuitas

Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan.

4. Dinamisme

Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern.

5. Tujuan yang jelas

Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif.

6. Organisasi yang sederhana

Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.

7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas

Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan di antara pegawai- pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan kesatuan tujuan.

8. Komunikasi yang efektif

Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik.

9. Kepemimpinan supervisi yang efektif

Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaaan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Produsen pupuk yang ditunjuk oleh pemerintah memproduksi pupuk bersubsidi yang akan disalurkan hingga ke tangan petani. Pupuk subsidi tersebut disalurkan oleh distributor yang telah ditunjuk oleh produsen pupuk bersubsidi di berbagai

(37)

daerah. Kemudian distributor menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut ke kios-kios penyalur yang akan menjual pupuk secara eceran hingga dapat dijangkau oleh petani baik dari segi harga dan perolehannya. Agar penyaluran tersebut terlaksana baik, dibutuhkan sinergi dari mulai pabrikan hingga petani yang menggunakan pupuk bersubsidi.

Keterangan:

: Menyatakan alur : Menyatakan sinergi : Menyatakan dampak

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:

Terdapat sinergitas yang baik antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

Pupuk Bersubsidi

Produsen Pupuk

Distributor

Kios Penyalur

Petani

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat dikarenakan kecamatan tersebut merupakan salah satu penerima alokasi pupuk bersubsidi terbesar di Kabupaten Langkat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja (purposive) atas pertimbangan tertentu.

Tabel 3. Alokasi Kebutuhan Pupuk Subsidi Kabupaten Langkat Tahun 2016

No. Kecamatan Urea NPK ZA SP - 36 Organik

1. Babalan 860 857 260 340 137

2. Bahorok 480 250 70 145 24

3. Kuala 785 277 87 225 32

4. Batang Serangan 142 162 7 80 4

5. Binjai 1.012 608 206 180 513

6. Serapit 854 583 145 305 92

7. Besitang 754 588 94 360 48

8. Pangkalan Susu 506 654 95 246 76

9. Kutambaru 78 33 4 35 0

10. Brandan Barat 192 346 81 118 47

11. Gebang 834 714 100 184 97

12. Padang Tualang 250 257 27 67 17

13. Sei Lepan 765 605 118 207 65

14. Stabat 883 529 171 196 50

15. Pematang Jaya 121 228 48 70 28

16. Sawit Seberang 54 42 3 30 0

17. Selesai 622 581 112 189 57

18. Sei Bingai 1.792 1.326 523 560 344

19. Salapian 217 114 20 130 5

20. Secanggang 1.737 1.390 359 529 702

21. Wampu 433 376 40 110 34

22. Tanjung Pura 1.006 850 70 130 122

23. Hinai 731 580 115 120 64

Jumlah 15.108 11.950 2.755 4.556 2.558

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2016

(39)

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Sei Bingai merupakan Kecamatan yang menerima pupuk bersubsidi terbanyak di Kabupaten Langkat. Terdapat 2 distributor pupuk bersubsidi yang mendistribusikan pupuk bersubsidi dari pabrik ke kios penyalur di Kecamatan Sei Bingai. Untuk pupuk urea didistribusikan oleh PUSKUD dan untuk pupuk non urea didistribusikan oleh CV. Kontak Agro Sejati.

Desa Purwo Binangun dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Desa Purwo Binangun memiliki jumlah kelompok tani terbanyak yang mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah, yaitu sebesar 16 kelompok tani yang disalurkan oleh 5 kios penyalur pupuk bersubsidi.

Tabel 4. Daftar Kios Penyalur Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Sei Bingai Tahun 2015

No. Kios Penyalur Desa

Jumlah Kelompok Tani Penerima Pupuk Subsidi 1. UD. Subur Tani Purwo Binangun 3 Kelompok Tani 2. UD. Karya Mandiri Pekan Sawah 7 Kelompok Tani 3. UD. Abdul Jana Namu Ukur Utara 3 Kelompok Tani 4. UD. Soeka Tani Namu Ukur Utara 4 Kelompok Tani 5. UD. Bina Tani Durian Lingga 8 Kelompok Tani 6. UD. Karya Sembiring Pasar IV Namu Terasi 4 Kelompok Tani 7. UD. Saudara Tani Pasar IV Namu Terasi 2 Kelompok Tani 8. UD. KSU Mentari Pasar IV Namu Terasi 1 Kelompok Tani 9. UD. Ulih Janes Pasar IV Namu Terasi 2 Kelompok Tani 10. UD. Brahmana Pasar VIII Namu Terasi 2 Kelompok Tani 11. UD. Pratama Purwo Binangun 3 Kelompok Tani 12. UD. Sini Suka Purwo Binangun 5 Kelompok Tani 13. UD. Kasih Tani Namu Ukur Selatan 5 Kelompok Tani 14. UD. Mbuah Page Purwo Binangun 3 Kelompok Tani 15. UD. Musim Tani Purwo Binangun 2 Kelompok Tani

16. UD. Terbit Blinten 7 Kelompok Tani

17. UD. Jonatan Pekan Sawah 6 Kelompok Tani

Sumber: Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Sei Bingai, 2016i

(40)

Tabel 4 menunjukkan bahwa kios penyalur yang menyalurkan pupuk bersubsidi terbanyak adalah di Desa Purwo Binangun dengan jumlah 5 kios penyalur dan menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut kepada 16 kelompok tani.

Komoditi unggulan di Desa Purwo Binangun adalah padi sawah. Oleh karena itu, padi sawah dipilih sebagai komoditi untuk penentuan petani sampel.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap data yang menggambarkan sebuah populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang mendapatkan pupuk bersubsidi di daerah penelitian. Total populasi yang ada di daerah penelitian adalah sebanyak 400 petani. Penetapan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simple random sampling dimana cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan acak tanpa memperhatikan strata dalam anggota populasi tersebut.

Maka penentuan besar sampel petani di desa tersebut dapat ditentukan dengan metode Slovin yang dikembangkan oleh Slovin dalam Supriana (2016) sebagai berikut:

𝑛𝑛 = 𝑁𝑁 1 + 𝑁𝑁(𝑒𝑒2)

Keterangan :

n = Besarnya sampel N = Besarnya populasi

e = Taraf kesalahan dalam pengambilan sampel (dalam penelitian ini digunakan

(41)

Maka jumlah sampel yang diambil adalah sebesar:

𝑛𝑛 = 400

1 + 400(0,102) = 80 𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑒𝑒𝑎𝑎

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 80 sampel petani yang diambil dari 16 kelompok tani. Jadi, dari setiap kelompok tani diambil sebanyak 5 sampel petani.

3.3 Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi pengamatan dan wawancara langsung dengan lembaga terkait dan petani yang menjadi sampel serta dengan penyuluh pertanian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

Data sekunder diperoleh dari lembaga dan dinas yang terkait, yaitu Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, dan Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Sei Bingai.

3.4 Metode Analisis Data

Secara umum alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Analisis deskriptif dilakukan sesuai dengan tujuan masing-masing.

Untuk menyelesaikan masalah 1, dapat menggunakan metode analisis deskriptif dengan cara mengumpulkan data dengan menggunakan pertanyaan (kuesioner) sebagai sumber data, dan menjelaskan tentang lembaga-lembaga yang terlibat

(42)

dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari pabrikan sampai kepada petani pengguna.

Untuk menyelesaikan masalah 2, dapat menggunakan model CIPP (context, input, process, product). Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1971) dalam

Arikunto (1993) yang melihat kearah empat dimensi, yaitu dimensi konteks, dimensi input, dimensi proses dan dimensi produk. Keunikan pada model ini adalah pada setiap tipe evaluasi atau kinerja terkait pada perangkat pengambil keputusan yang menyangkut perencanaan program. Evaluasi CIPP sangat komprehensif karena belum terlihat secara visual tetapi sudah dapat dievaluasi.

Evaluasi model ini bermaksud mengukur tingkat sinergitas dari berbagai dimensi untuk melihat sinergi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai sinergitas antar lembaga yang dievaluasi. Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:

1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif.

2. Membantu audience untuk menilai manfaat sinergi antar lembaga.

3. Membantu pengembangan kebijakan dan program.

Menurut Subagyo dalam Sihite (2016), model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan: 1. Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus 2.

Keputusan pembentukan atau structuring 3. Keputusan implementasi 4.

(43)

diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada.

Tujuan model CIPP adalah untuk membantu administer di dalam membuat keputusan.

1. Context Evaluation, to serve planning decision. Konteks ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.

2. Input Evalution, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang akan diambil.

3. Process Evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki. Process merupakan pelaksanaan beragam kegiatan dan mekanisme kerja program bagi pencapaian tujuan.

4. Product Evaluation, to serve recycling decision. Digunakan untuk mengukur kuantitas dan kualitas hasil pelaksanaan program yang hasilnya dibandingkan dengan obyektif dari program. Hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan apakah program diteruskan, dihentikan atau diubah. Evaluasi produk juga digunakan untuk merencanakan program berikutnya. Dengan adanya produk dapat meningkatkan kemampuan petani.

(44)

Tabel 5. Tabel Indikator Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi

No. Model CIPP Indikator Sinergitas

1. Context 1. Adanya perencanaan koordinasi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

2. Adanya perencanaan distribusi pupuk bersubsidi.

3. Adanya perencanaan pembagian tugas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan petani.

4. Adanya perencanaan tujuan dari pendistribusian pupuk bersubsidi.

2. Input 1. Adanya struktur organisasi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

2. Adanya hubungan antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

3. Adanya garis fungsi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

4. Adanya tujuan dari pendistribusian pupuk bersubsidi.

3. Process 1. Adanya pelaksanaan koordinasi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

2. Adanya pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi.

3. Adanya pelaksanaan pembagian tugas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan petani.

4. Adanya pelaksanaan tujuan dari pendistribusian pupuk bersubsidi.

4. Product 1. Adanya pengawasan koordinasi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi.

2. Adanya pengawasan distribusi pupuk bersubsidi.

3. Adanya pengawasan pelaksanaan tugas lembaga dalam pendistribusian pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan petani.

4. Adanya pengawasan pelaksanaan pendistribusian pupuk bersubsidi sesuai tujuan.

Sumber: Diolah berdasarkan teori yang dibangun

(45)

Tabel 6. Skor Penilaian Sinergitas Antar Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi

No. Model CIPP Jumlah Indikator

Skor Rentang

1. Context 4 1 – 3 4 – 12

2. Input 4 1 – 3 4 – 12

3. Process 4 1 – 3 4 – 12

4. Product 4 1 – 3 4 – 12

Total 16 16 – 48

Sumber: Diolah berdasarkan teori yang dibangun

Hasil penelitian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan bagaimana sinergi antar lembaga distribusi pupuk bersubsidi di Desa Purwo Binangun . Skor sinergitas yang diharapkan harapan berada diantara rentang 16 – 48, dimana panjang kelas dapat dihitung dengan range dibagi jumlah kelas. Range adalah jarak/ selisih antara data terbesar dan terkecil.

Keterangan :

• 38 – 48 = Sinergitas Baik

• 27 – 37 = Sinergitas Kurang Baik

• 16 – 26 = Sinergitas Tidak Baik

Untuk jawaban yang diskoring dari penilaian sinergitas tersebut dapat ditentukan dengan :

• Pertanyaan dijawab A, maka : Skor 3

• Pertanyaan dijawab B, maka : Skor 2

• Pertanyaan dijawab C, maka : Skor 1

Untuk menyelesaikan masalah 3, dapat menggunakan metode analisis deskriptif dengan cara mengumpulkan data dan menjelaskan tentang dampak lembaga distribusi pupuk bersubsidi terhadap perolehan pupuk di tingkat petani dengan cara membandingkan jumlah alokasi dan realisasi pupuk bersubsidi.

(46)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Sinergitas merupakan kerjasama yang dilakukan guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal dengan terhubung oleh beberapa peran yang berbeda namun terkait di dalamnya.

2. Lembaga merupakan pihak-pihak terkait dalam penyaluran pupuk bersubsidi.

3. Lini I merupakan lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen.

4. Lini II merupakan lokasi gudang produsen di wilayah ibukota provinsi.

5. Lini III merupakan lokasi gudang distributor di wilayah/daerah yang ditunjuk produsen.

6. Lini IV merupakan lokasi gudang/kios penyalur di wilayah kecamatan/kelurahan yang ditunjuk distributor.

7. Pupuk bersusbsidi merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompok tani.

8. Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan harga pupuk bersubsidi yang dibeli oleh petani/kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

9. Produsen merupakan lembaga yang ditugaskan untuk memproduksi pupuk bersubsidi.

10. Distribusi merupakan proses penyaluran pupuk bersubsidi dari produsen hingga ke konsumen (petani).

(47)

11. Distributor merupakan lembaga penyalur pupuk bersubsidi.

12. Kios penyalur merupakan perorangan yang berkedudukan di kecamatan atau desa yang ditunjuk oleh distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan pupuk di wilayah tanggung jawabnya secara langsung hanya kepada petani atau kelompok tani.

13. Kelompok tani merupakan kumpulan petani yang menjadi objek dalam penelitian ini.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah lembaga yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi dan 80 petani/kelompok tani padi sawah yang menerima pupuk bersubsidi di Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.

3. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2016.

(48)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis Desa Purwo Binangun

Desa Purwo Binangun terletak pada antara 500 – 1.100 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Desa Purwo Binangun adalah ±1.074,5 hektar, yang terdiri dari 513 hektar lahan persawahan, 308 hektar lahan perladangan/tegalan, 163 hektar lahan perkebunan rakyat, 65 hektar lahan pekarangan, 0,5 hektar lahan kolam dan 25 hektar lahan kering. Desa Purwo Binangun, Kecamatan Sei Bingai mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Emplasmen Kwala Mencirim Sebelah Selatan : Desa Pasar IV Namu Trasi

Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Barat : Desa Pasar VI Kw. Mencirim

Jarak hubungan transportasi dari Desa Purwobinangun ke ibukota kecamatan berjarak 10 km, ke ibukota kabupaten berjarak 35 km, sedangkan jarak hubungan transportasi darat ke ibukota provinsi kurang lebih 60 km.

Desa Purwo Binangun secara umum memiliki ciri iklim tropis, dimana temperatur udara secara rata – rata berada dalam interval 27o – 32o C. Pergantian musim jika berada dalam kondisi normal memiliki tingkat pergantian antara bulan September – Januari merupakan musim hujan, dan bulan Februari – Agustus merupakan

(49)

musim kemarau. Tingkat curah hujan 5 sampai 7 bulan basah, terutama pada musim hujan, antara Oktober – Januari.

4.1.2 Kondisi Demografis Desa Purwo Binangun

Jumlah penduduk Desa Purwo Binangun tahun 2015 sebanyak ±4.586 jiwa yang terdiri dari ±1.862 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki, dan ±2.724 jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.363 KK (Kepala Keluarga) dan dengan rincian 984 KK tani dan 379 KK non tani.

Berikut ini merupakan tabel distribusi penduduk Desa Purwo Binangun berdasarkan golongan umur:

Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Purwo Binangun Berdasarkan Golongan Umur Tahun 2015

No. Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa)

1. 0 – 9 600

2. 10 – 19 435

3. 20 – 29 549

4. 30 – 39 763

5. 40 – 49 364

6. 50 – 59 287

7. > 60 1.588

Total 4.586

Sumber: Profil Desa Purwo Binangun 2016

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa golongan usia paling besar adalah usia 10-59 tahun, yaitu sebesar 2.398 jiwa. Golongan usia ini adalah termasuk usia produktif.

Mata pencaharian penduduk di Desa Purwo Binangun sangat bervariasi jenisnya.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencaharian penduduk Desa Purwo Binangun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(50)

Tabel 8. Distribusi Penduduk Desa Purwo Binangun Menurut Mata Pencaharian Tahun 2015

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1. Bidang Pertanian 2.336

2. Bidang Pertambangan dan Penggalian 25

3. Bidang Industri dan Kerajinan 129

4. Bidang Listrik, Air, dan Gas 134

5. Bidang Konstruksi dan Bangunan 387

6. Bidang Perdagangan 582

7. Karyawan, Peegawai Negeri Sipil, ABRI 978

8. Lain-Lain 86

Total 4.657

Sumber: Profil Desa Purwo Binangun 2016

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk paling banyak di Desa Purwo Binangun adalah pada bidang pertanian, yaitu sebanyak 2.336 jiwa.

Luas penggunaan lahan di Desa Purwo Binangun dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini:

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Desa Purwo Binangun Tahun 2015

No. Jenis Penggunaan Lahan Jumlah (Ha)

1. Persawahan 513

2. Perladangan/tegalan 308

3. Perkebunan rakyat 163

4. Pekarangan 65

5. Kolam 0,5

6. Lahan kering 25

Total 1.074,5

Sumber: Profil Desa Purwo Binangun 2016

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan yang paling banyak adalah untuk persawahan dengan luas 513 Ha.

Sedangkan untuk distribusi status pemilikan lahan usahatani di Desa Purwo Binangun dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini:

(51)

Tabel 10. Status Pemilikan Lahan Usahatani Desa Purwo Binangun Tahun 2015

No. Status Pemilikan Lahan Jumlah (Orang)

1. Pemilik dan penggarap 1.135

2. Pemilik bukan penggarap 900

3. Penggarap 1.100

4. Penyewa 425

5. Buruh tani 1.250

Sumber: Profil Desa Purwo Binangun 2016

Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa di Desa Purwo Binangun status kepemilikan lahan sebagai buruh tani adalah yang paling banyak yakni 1.250 orang.

4.2 Karakteristik Sampel

4.2.1 Karakteristik Produsen Pupuk Bersubsidi

Produsen pupuk bersubsidi merupakan pabrik pupuk yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memproduksi pupuk bersubsidi. Untuk Desa Purwo Binangun pabrik pupuk bersubsidi yang ditunjuk adalah PT. Pupuk Iskandar Muda sebagai produsen pupuk urea dan PT. Petrokimia Gresik sebagai produsen pupuk non urea, yang meliputi SP-36, ZA, dan NPK-Phonska. Karakteristik produsen pupuk bersubsidi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Karakteristik Produsen Pupuk Bersubsidi No. Produsen Jenis Pupuk yang

Diproduksi

Pengalaman Usaha (Tahun)

Lokasi

1. PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM)

Urea 34 Medan

2. PT. Petrokimia Gresik (PKG)

SP-36, ZA, NPK- Phonska

44 Medan

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, 2016

(52)

Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa PT. Petrokimia Gresik merupakan pabrik pupuk yang paling lama berdiri dan memiliki pengalaman usaha yang paling lama, yaitu 44 tahun. Produsen pupuk memproduksi dan mengirim pupuk bersubsidi ke distributor yang secara resmi ditunjuk untuk selanjutnya menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut ke setiap kabupaten sesuai dengan jumlah permintaan dari setiap daerah.

4.2.2 Karakteristik Distributor Pupuk Bersubsidi

Distributor pupuk bersubsidi merupakan distributor resmi yang ditunjuk oleh produsen untuk menyalurkan pupuk bersubsidi kepada kios-kios penyalur yang berada di tingkat kecamatan/desa. Distributor yang menyalurkan pupuk di daerah penelitian terdiri dari Puskud dan CV. Kontak Agro Sejati. Karakteristik dari distributor dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 12. Karakteristik Sampel Distributor Pupuk Bersubsidi No. Distributor Jenis Pupuk yang

Disalurkan

Pengalaman Usaha (Tahun)

Lokasi

1. Puskud Urea 42 Medan

2. CV. Kontak Agro Sejati

SP-36, ZA, NPK- Phonska

6 Medan

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, 2016

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa Puskud merupakan distributor pupuk bersubsidi yang paling lama berdiri dan memiliki pengalaman usaha, yaitu 42 tahun. Dalam penelitian ini perusahaan yang berperan sebagai distributor, yaitu Puskud sebagai distributor pupuk urea dan CV. Kontak Agro Sejati sebagai distributor pupuk non urea, yang meliputi SP-36, ZA, dan NPK-Phonska yang berdomisili di Medan. Distributor mengirim pupuk bersubsidi ke setiap kabupaten

(53)

sesuai dengan jumlah permintaan dari setiap daerah yang kemudian akan dibagikan ke setiap pengecer yang ada di setiap kabupaten tersebut.

4.2.3 Karakteristik Kios Penyalur Pupuk Bersubsidi

Kios penyalur pupuk bersubsidi yang berada di Desa Purwo Binangun adalah kios penyalur resmi yang ditunjuk untuk bertugas menjual pupuk bersubsidi secara eceran kepada petani padi sawah. Kios penyalur resmi yang ada di desa Purwo Binangun terdiri dari 5 kios, yaitu UD. Subur Tani, UD. Musim Tani, UD. Sini Suka, UD. Mbuah Page, dan UD. Pratama. Karakteristik sosial sampel kios penyalur yang akan disajikan meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Umur Sampel Kios Penyalur

Keadaan umur sampel kios penyalur di daerah penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13. Umur Sampel Kios Penyalur

Umur (Tahun) Jumlah (Orang)

30 – 40 2

40 – 50 2

>50 1

Total 5

Sumber: Data Lampiran 1

Dari Tabel 13 tentang keadaan umur sampel kios penyalur diketahui bahwa seluruh sampel masuk ke dalam kelompok umur produktif (15-64 tahun).

2. Jenis Kelamin Sampel Kios Penyalur

Adapun karakteristik sampel kios penyalur berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Gambar

Gambar 1. Pemetaan Masalah Distribusi Pupuk
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan, yaitu data kebakaran hutan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2010 sampai 2014, peta lokasi KPH Kuningan, daftar

Dari grafik hubungan  h  sebagai fungsi dilakukan plot Tauc dan didapatkan nilai energi bandgap film tipis yang dipanaskan pada suhu 400 o C, 450 o C dan 500 o C

Prakonsepsi ini nantinya akan mempengaruhi konsep baru yang diterima oleh siswa, jika prakonsepsi dari siswa benar, maka akan memudahkannya untuk memahami konsep baru,

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologis dan normatif. Peneliti menggunakan dua sumber data yaitu data primer

Pada penelitian ini akan dilakukan pengelasan GMAW dengan menggunakan mesin RMD (Regulated Metal Deposition) dengan transfer moda secara short circuit terhadap hasil

etimologis dan terminologis tersebut di atas dapat diambil satu pengertian bahwa yang dimaksud dengan hak waris di sini yaitu suatu ketentuan bagian waris yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis penyuntikan hormon GnRH-a 0,5 mL/kg pada induk ikan baung saat proses pemijahan buatan menghasilkan derajat penetasan yang lebih

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan antara pengetahuan penataan lingkungan dan motivasi menata lingkungan dengan perilaku siswa