• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG SEBAGAI AMELIORAN DENGAN SP-36 TERHADAP PENINGKATAN P-TERSEDIA, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN JAGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG SEBAGAI AMELIORAN DENGAN SP-36 TERHADAP PENINGKATAN P-TERSEDIA, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN JAGUNG"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG SEBAGAI AMELIORAN DENGAN SP-36 TERHADAP PENINGKATAN

P-TERSEDIA, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

SKRIPSI

OLEH :

MARRY INRIYANI SARAGIH 140301143

ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG SEBAGAI AMELIORAN DENGAN SP-36 TERHADAP PENINGKATAN

P-TERSEDIA, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

SKRIPSI

OLEH :

MARRY INRIYANI SARAGIH 140301143

ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)

Judul : Pemanfaatan Biochar dan Pupuk Kandang sebagai Amelioran dengan SP-36 terhadap Peningkatan P – Tersedia, Serapan P dan Pertumbuhan Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol .

Nama : Marry Inriyani Saragih

NIM : 140301143

Program Studi : Agroteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Fauzi, M.P.) (Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D) Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Sarifuddin, M.P.) Ketua Program Studi Agroteknologi

(4)

ABSTRACT

MARRY INRIYANI SARAGIH : The utilization of biochar and manures as ameliorants with SP-36 to increase P- available soil, P plant uptake and growth of maize (Zea mays L.) growth on Ultisol soil, supervised by Ir. Fauzi, M.P. and Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D.

The objective of this research is to know the increase of P- available soil, P plant uptake and growth of maize (Zea mays L.) due to aplication of ameliorants from chicken dung biochar, cow dung biochar, chicken manure and cow manure with SP-36 on Ultisol. The research was conducted at the green house, at Research Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara and PT Nusa Pusaka Kencana Analytical & QC Laboratory. This study used randomized block designed which consist of 2 factors and 3 replications.

The first factor is ameliorants consisted of 6 materials: A0 (0 g / polybag), A1 (150 g / polybag chicken dung biochar), A2 (150 g / polybag cow dung biochar), A3 (150 g / polybag chicken manure), A4 (150 g / polybag cow manure) and the second factor is Various dosages of SP-36 with 3 levels : P0 (0 g SP-36/polibag), P1 (1,38 g SP-36/polibag), P2 (2,77 g SP-36/polibag). The results showed that the aplication of amendment from cow manure is the best material to increase soil pH, C-Organic, P-available soil, plant height, dry root plant, dry weight plant, P plant uptake , and decrease exchangable Al. Aplication of SP-36 fertilizer with 200 kg/ ha dosages significantly increased P-available soil, plant height, dry root plant, and P plant uptake. The interaction of cow manure and SP-36 fertilizer with 200kg/ha dosages significantly increased soil pH, P-available soil, plant height, dry root plant, and P plant uptake.

Keywords: Chicken dung biochar, cow dung biochar chicken manure, cow manure SP-36 fertilizer, and Ultisol

(5)

ABSTRAK

MARRY INRIYANI SARAGIH : Pemanfaatan biochar dan pupuk kandang sebagai amelioran dengan SP-36 terhadap peningkatan P- tersedia, serapan P dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol, dibimbing oleh Ir. Fauzi, M.P. dan Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui P- tersedia, serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) akibat pemberian beberapa jenis bahan amelioran yaitu biochar kotoran ayam, biochar kotoran sapi, pupuk kandang ayam, dan pupuk kandang sapi dengan SP-36 pada tanah Ultisol.

Penelitian ini dilakukan di rumah kasa, di laboratorium Riset, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan laboratorium PT Nusa Pusaka Kencana Analytical & QC. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama amelioran yang terdiri dari 6 bahan yaitu : A0 (0 g/polybag), A1 (biochar kotoran ayam 150 g/polybag), A2 (biochar kotoran sapi 150 g/polybag), A3 (pupuk kandang ayam 150 g/polybag), A4 (pupuk kandang sapi 150 g/polybag) dan faktor kedua dosis pupuk SP-36 dengan 3 taraf yaitu: P0 (0 g SP-36/polybag), P1 (1,38 g SP-36/polybag), dan P2 (2,77 g SP-36/polybag). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian amelioran dari bahan pupuk kandang sapi berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, C-organik, P-tersedia tanah, tinggi tanaman, bobot kering akar, bobot kering tajuk, serapan P tanaman, dan menurunkan Al-dd. Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 200 kg/ha berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia tanah, tinggi tanaman, bobot kering akar dan serapan P tanaman. Interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk SP-36 (200 kg/ha) berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, P-tersedia tanah, tinggi tanaman, bobot kering tajuk, dan serapan P tanaman.

Kata Kunci : Biochar kotoran ayam, biochar kotoran sapi, pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, pupuk SP-36, dan tanah Ultisol.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Marry Inriyani Saragih dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 23 April 1997 dari bapak Agusman Saragih dan ibu Rosdiana Pardede. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SD Swasta Sultan Agung Pematangsiantar, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Sultan Agung Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2014 lulus dari SMA Methodist Pematangsiantar dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui SBMPTN. Penulis memilih program studi Agroteknologi dan memilih minat studi Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan asisten Praktikum Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan tahun 2017 - 2018. Mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun 2014-2018.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PTPN IV Kebun Panai Jaya, Kecamatan Sei Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu pada tahun 2017.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Biochar dan Pupuk Kandang sebagai Amelioran dengan SP-36 Terhadap Peningkatan P- tersedia, serapan P dan Pertumbuhan Jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol”

yang merupakan salah satu syarat untuk dapat membuat skripsi pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Fauzi, M.P. dan Prof.Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa usulan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2019

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol ... 5

Biochar ... 6

Amelioran ... 10

Pupuk SP-36 ... 14

Fosfor dalam Tanah... 16

Tanaman Jagung... 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metode Penelitian... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Pengambilan Contoh Tanah ... 22

Analisis Tanah Awal ... 22

Persiapan Media……... ... 22

Pembuatan Biochar ……... ... 22

Pengomposan ... 23

Analisis Biochar Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi ... 23

Analisis Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Kandang Sapi ... 23

Aplikasi Perlakuan ... 24

Penanaman dan Pemeliharaan ... 24

Pemanenan ... 24

Parameter Pengamatan ... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

(9)

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1 Rata – rata hara dari berbagai pupuk kandang 12 2

3 4 5 6 7 8 9 10

Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang

Nilai pH tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah

Nilai C-Organik tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah

Nilai P-Tersedia akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah

Nilai Al-dd tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif tanaman

Nilai Tinggi Tanaman tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif tanaman

Nilai Bobot Kering Tajuk akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif tanaman

Nilai Bobot Kering Akar akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif tanaman

Nilai serapan P akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif tanaman

13 27 28 29 30 31 33 35 36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

1 Hasil Analisis Awal Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan 51 2

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Bagan Percobaan Tanaman Jagung (Zea mays L.) Hasil Analisis pH Tanah

Daftar Sidik Ragam pH Tanah Kriteria Sifat – Sifat Kimia Tanah Hasil Analisis C-Organik Tanah Daftar Sidik Ragam C-Organik Tanah Hasil Analisis P-Tersedia Tanah Daftar Sidik Ragam P- Tersedia Tanah Hasil Analisis Al-dd Tanah

Daftar Sidik Ragam Al-dd Tanah Hasil Analisis Tinggi Tanaman Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Hasil Analisis Bobot Kering Tajuk Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Hasil Analisis Bobot Kering Akar Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar Hasil Analisis Serapan P

Daftar Sidik Ragam Serapan P

Foto Akhir Masa Vegetatif Tanaman Jagung (Zea mays L.)

52 54 54 55 56 56 57 57 58 58 59 59 60 60 61 61 62 62 63

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1 Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman jagung (Zea mays L.)

63 2

3

Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tanaman jagung (Zea mays L.)

Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap serapan P

tanaman jagung (Zea mays L.)

63 64

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada umumnya tanah Ultisol memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan bagi perluasan lahan pertanian, di Sumatera Utara luasan nya mencapai 1.524.414 ha (Mulyani, dkk., 2010).

Ultisol merupakan tanah yang memiliki beberapa masalah antara lain kemasaman tanah, bahan organik rendah dan nutrisi makro rendah terutama ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin, dkk., 2014). Menurut Mulyani, dkk., (2010) bahwa kapasitas tukar kation (KTK), dan C-organik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi yang menyebabkan P menjadi terfiksasi. Menurut Tan (2007) Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sifat tanah Ultisol adalah dengan cara penambahan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah, serta pemupukan untuk penyediaan unsur hara makro seperti penambahan pupuk SP-36.

Hasil jagung dapat ditingkatkan dengan pemupukan yang tepat, baik dosis dan waktu maupun jenis pupuk yang diberikan. Unsur hara P merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer dan penyimpanan energi, membantu perkembangan akar dan meningkatkan produksi tanaman.

Amelioran merupakan bahan-bahan alami yang dimasukkan ke dalam tanah yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Subatra, 2013). Pemberian amelioran dimaksudkan sebagai sumber hara, mengurangi kemasaman tanah dan sebagai sumber pengikat atau penjerap kation-

(14)

kation yang tercuci akibat aliran air serta meningkatkan kesuburan tanah di lahan kering (Adimihardja dan Sutono 2005).

Mencermati fenomena di atas maka pengelolaan tanah yang berorientasi pada upaya meningkatkan dan mempertahankan kandungan bahan organik tanah khususnya pada tanah Ultisol merupakan solusi untuk memperbaiki kualitas kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah melalui penambahan bahan amelioran yang mempunyai sifat stabil dan mempunyai pengaruh jangka panjang (longterm effect) khususnya dalam meningkatkan dan mempertahankan stabilitas bahan organik tanah dan perbaikan sifat tanah yang menunjang perbaikan tata air dan hara tanah. Pengelolaan bahan - bahan organik dalam bentuk arang hitam yang disebut “biochar” dapat membuka peluang untuk mengatasi masalah tersebut dan menjadi opsi tambahan dalam pengelolaan tanah Ultisol menuju pertanian berkelanjutan (Pura dan Sujana, 2015).

Sukartono dan Utomo (2012) melaporkan adanya peningkatan kapasitas air tersedia sekitar 16% akibat penambahan biochar kotoran sapi.

Sifat biochar yang kaya pori mikro akan sangat bermanfaat jika diaplikasikan pada tanah berpasir yang luas permukaan spesifik tanahnya relatif terbatas.

Guo dkk., (2014) yang menyatakan bahwa biochar kotoran sapi dapat meningkatkan konsentrasi N-total dan P di tanah karena dapat mengurangi pencucian dan mampu menjerap unsur hara dalam tanah.

Perkembangan peternakan ayam di Sumatera Utara saat ini cukup pesat, hal ini tampak menjadi potensi biochar dapat dibuat dari kotoran ayam. Bila

(15)

dihitung dari bobot badannya, kotoran ayam lebih besar dari kotoran ternak lainnya, dimana setiap 1.000 kg/tahun bobot ayam hidup, dapat menghasilkan 2.140 kg/tahun kotoran kering. Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara yang dihasilkan dimana tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K (Wulandari., dkk., 2011), sedangkan menurut Wiryanta dan Bernardinus (2002) unsur hara pada pupuk kandang sapi yakni N 2,33%, P2O5 0,61%, dan K2O 1,58%. Setiawan (2010) menyatakan bahwa pupuk kandang dapat berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme, penyedia sumber hara, penambah kemampuan tanah menahan air dalam tanah, dan untuk memperbaiki struktur tanah.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang pemanfaatan biochar dan pupuk kandang sebagai amelioran dengan SP-36 terhadap peningkatan P-tersedia, serapan P dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui pengaruh beberapa biochar dan pupuk kandang sebagai amelioran terhadap peningkatan P-tersedia, serapan P dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol.

2. Mengetahui pengaruh beberapa dosis SP-36 terhadap peningkatan P-tersedia, serapan P dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol.

3. Mengetahui interaksi antara pemberian beberapa jenis amelioran (biochar dan pupuk kandang) dengan dosis SP-36 terhadap peningkatan P-tersedia, serapan P dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) di tanah Ultisol.

(16)

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian biochar sebagai amelioran meningkatkan P- tersedia, serapan P, dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.).

2. Dosis P2O5 sebanyak 200 kg/ha meningkatkan P-tersedia, serapan P, dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.).

3. Terdapat interaksi antara pemberian jenis amelioran (biochar dan pupuk kandang) dengan dosis pupuk SP-36 terhadap P-tersedia, serapan P, dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.).

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Programstudi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang cukup luas sabarannya yaitu mencapai 45.794.000 ha atau 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas masing-masing di pulau Kalimantan (21.938.000 ha), Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini terdapat pada berbagai relief mulai dari datar hingga bergunung (Subagyo, dkk., 2004).

Konsepsi pokok dari Ultisols (Ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut (ultimate), sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (>2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat yang disebut horizon B-argilik (Soil Survey Staff, 2014), dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa yang rendah. Pada umumnya terbentuk di daerah humid dengan curah hujan tinggi, pencucian telah terjadi cukup intensif, sehingga kandungan basa-basa rendah, yang bila diukur kejenuhan basa-pH 7 adalah <50% (Subagyo, dkk., 2000).

Salah satu kendala utama dalam pemanfaatan Ultisol untuk pertanian adalah rendahnya ketersediaan dan efisiensi P akibat tingginya jerapan P (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tingginya jerapan P pada Ultisol antara lain disebabkan karena rendahnya muatan negatif pada permukaan koloid tanah (MarcanoMartinez dan McBride, 1989; Tan, 2008). Ultisol umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan fraksi liatnya didominasi oleh liat

(18)

aktivitas rendah (low activity clay) seperti kaolinit, haloisit, serta oksida-hidrus Al dan Fe. Oleh karena itu, Ultisol umumnya mempunyai muatan negatif yang rendah dan titik muatan nol (TMN) yang tinggi atau mendekati nilai pH aktualnya (Uehara dan Gilman, 1981; Su dan Harsh, 1996).

Umumnya tanah Ultisol mempunyai pH yang sangat masam hingga agak masam, yaitu sekitar 4.1-5.5, jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong rendah hingga sedang dengan komplek adsorpsi didominasi oleh Al, dan hanya sedikit mengandung kation Ca dan Mg. Kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) lapisan atas tanah umumnya rendah hingga sedang (Subagyo dkk., 2000). Kekahatan kalium merupakan kendala yang sangat penting dan sering terjadi di tanah Ultisol. Masalah tersebut erat kaitannya dengan bahan induk tanah yang miskin K, hara kalium yang mudah tercuci karena KTK tanah rendah, dan curah hujan yang tinggi di daerah tropika basah sehingga K banyak yang tercuci.

Biochar

Didalam tanah, biochar menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi tidak dapat dikonsumsi mikroba seperti bahan organik. Dalam jangka panjang biochar tidak menggangu keseimbangan karbon – nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman.

Biochar meningkatkan kehidupan mikroba tanah, sehingga penyimpanan lebih banyak karbon tanah (International Biochar Initiative, 2011a).

Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan oksigen terbatas atau tanpa oksigen. Biochar merupakan bahan organik yang memiliki sifat stabil dapat dijadikan pembenah tanah lahan kering.

Penggunaan biochar sebagai suatu pilihan selain sumber bahan organik segar

(19)

dalam pengelolaan tanah untuk tujuan pemulihan dan peningkatan kualitas kesuburan tanah terdegradasi atau tanah lahan pertanian kritis semakin berkembang dan sekarang ini mendapatkan fokus perhatian penting para ilmuan tanah dan lingkungan. Fokus perhatian internasional dalam pemanfaatan biochar sebagai pembenah tanah pertanian berkembang dari hasil pengamatan di Amazon, Brazil (Glaser, 2001).

Biochar merupakan arang yang diberikan ke sistem tanah dan tanaman sebagai bahan pembenah tanah. Proses pembuatan biochar hampir sama dengan arang yang umumnya digunakan sebagai bahan bakar. Biochar dihasilkan dari proses pirolisis atau pembakaran bahan organik dalam kondisi oksigen yang terbatas. Berbeda dengan bahan organik, biochar tersusun dari cincin karbon aromatis sehingga lebih stabil dan tahan lama di dalam tanah (Maguire dan Aglevor, 2010).

Biochar merupakan materi padat yang terbentuk dari karbonisasi biomasa.

Biochar dapat ditambahkan ke tanah untuk meningkatkan fungsi tanah dan mengurangi emisi dari biomasa yang secara alami terurai menjadi gas rumah kaca.

Biochar berguna sebagai pembenah tanah yang penting pada tanah yang miskin hara, kekurangan bahan organik, kekurangan air dan ketersediaan pupuk kimia. Biochar juga meningkatkan kualitas dan kuantitas air dengan meningkatnya penyimpanan tanah bagi unsur hara dan agrokimia yang digunakan oleh tanaman (IBI, 2012). Penambahan biochar ke tanah dapat meningkatkan ketersediaan fosfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah serta mengurangi risiko pencucian hara khususnya kalium dan NH4- (Bambang, 2012). Biochar di dalam tanah memiliki daya retensi, afinitas, dan adsorpsi yang sangat tinggi

(20)

terhadap unsur-unsur hara dan persistensi atau kestabilan yang sangat tinggi di dalam tanah (Cornell University, 2010).

Menurut Deluca, dkk., (2009) biochar dapat mengubah pH tanah dan bertindak sebagai ameliorator kompleksasi P oleh logam (Al3+,Fe3+,Ca2+);

Penambahan biochar dapat meningkatkan pH pada tanah masam karena adanya peningkatan konsentrasi logam alkali oksida ( Ca2+, Mg2+ dan K+ ) di biochar yang dapat mengurangi konsentrasi Al3+ didalam tanah. Permukaan biochar yang hidrofobik juga mampu menjerap molekul organik yang terlibat dalam proses khelasi seperti ion Al3+, Fe3+ dan Ca2+ dan menghilangkan efek khelat sehingga kelarutan P di tanah meningkat.

Kemampuan biochar dalam memperbaiki sifat fisik tanah belum banyak diuji, kecuali terhadap peningkatan kemampuan tanah memegang air (Sutono dan Nurida, 2012; Sukartono dan Utomo, 2012). Aplikasi biochar dalam meningkatkan kemampuan memegang air atau retensi air sangat berguna untuk meningkatkan ketersediaan air pada tanah bertekstur pasir dan lahan kering di wilayah iklim kering. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan air kapasitas lapang meningkat secara nyata setelah aplikasi biochar (Glaser dkk., 2002; Chan dkk., 2007). Efektivitas aplikasi biochar terhadap perbaikan retensi air tanah nyata terlihat bila diaplikasikan pada tanah berpasir (Atkinson dkk., 2010 ; Sutono dan Nurida, 2012; Suwardji dkk., 2012).

Menurut penelitian Putri, dkk., (2017) menyatakan bahwa pemberian biochar yang berasal dari kotoran sapi lebih baik dalam meningkatkan kadar N – total dan P tersedia dibanding dengan biochar yang berasal dari bahan kayu atau sisa tanaman. Menurut penelitian Sujana, dkk., (2016) biochar yang berasal dari

(21)

kotoran ayam memiliki karakteristik sebagai berikut : kadar air KL 8,41%; BJ 1,22 gr/cm3; pH H2O 7,20; KTK 20,78 me/100g; nitrogen 0,17% ; posfor 0,06% ; kalium 0,70%; magnesium 3,08%; natrium 15,14%; dan C-organic 25,34%.

Menurut penelitian Naibaho (2016) menyatakan bahwa rataan berat kering akar tertinggi pada perlakuan biochar kulit biji kopi 30 ton/ha. Berat kering akar ini berhubungan dengan serapan unsur hara P oleh tanaman. Semakin besar berat kering akar, semakin besar pula luas serapan akar terhadap unsur hara terutama unsur hara P maka serapan unsur hara akan meningkat.

Biochar yang diberikan ke dalam tanah memberi efek seperti pengapuran yang efektif menurunkan kemasaman tanah, kation seperti Ca, K, Mg, dan silikon (Si) dapat membentuk oksida alkali atau karbonat selama proses pirolisis. Setelah pelepasan oksida ke lingkungan, mereka dapat bereaksi dengan H+ dan monomer Al, meningkatkan pH tanah, dan mengurangi keasaman dapat ditukar (Novak dkk., 2009).

Tingginya kandungan C-organik pada tanah disebabkan terjadinya proses dekomposisi oleh mikroba pengurai di dalam tanah pada biochar sehingga penambahan biochar dapat meningkatkan bahan organik tanah. Menurut Lehmann dkk., (2006) menyatakan bahwa pengayaan karbon melalui pemberian pembenah tanah biochar memberikan pengaruh yang positif terhadap C-organik tanah.

Hasil penelitian yang dilakukan Zhu dkk., (2014) pada empat jenis tanah dengan tekstur yang berbeda di China memberikan bukti nyata kemampuan biochar jerami 24 ton/ha dalam meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dan

(22)

penurunan alumunium dapat ditukar (Aldd). Sika (2012) menyatakan bahwa aplikasi biochar meningkatkan pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman.

Menurut Novak, dkk., (2009) biochar yang diproduksi dengan suhu rendah akan menghasilkan gugus fungsional yang berfungsi dalam pertukaran hara setelah oksidasi lebih banyak, dibandingkan dengan biochar yang diperoleh dengan suhu tinggi. Gugus fungsional tersebut dapat mengadsorbsi Al3+ sehingga membebaskan unsur hara P yang terfiksasi dan menjadi tersedia untuk tanaman.

Amelioran

Amelioran atau “pembenah tanah “ merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk memperbaiki lingkungan akar bagi pertumbuhan tanaman.

Pemberian amelioran dimaksudkan sebagai sumber hara, mengurangi kemasaman tanah dan sebagai sumber pengikat atau penjerap kation-kation yang tercuci akibat aliran air serta meningkatkan kesuburan tanah di lahan kering (Adimihardja dan Sutono 2005).

Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah baik melalui perbaikan sifat fisik maupun kimia (Kartikawati dan Setyanto, 2011).

Amelioran diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah yang sangat masam dan menetralisir asam organik monomer yang bersifat racun. Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1998; salampak 1999; mario, 2002).

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan.

Biasanya, kotoran hewan yang sering dipakai sebagai pupuk kandang adalah kotoran sapi, kambing, domba dan ayam (Pamata, 2010). Pupuk kandang dapat

(23)

berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme, penyedia sumber hara, penambah kemampuan tanah menahan air dalam tanah, dan untuk memperbaiki struktur tanag (Setiawan, 2010).

Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah.

Pengaruh pemberian pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air. Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan permeabilitas dan kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas tanah yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi (Santoso dkk., 2004).

Pupuk kandang segar mempunyai C/N = 25. Bila langsung dipupuk ke dalam tanah, jasad renik akan menarik N dari dalam tanah.

Kenyataannya dalam penarikan N ini akan berlangsung persaingan diantara jasad renik, peristiwa persaingan antara jasad renik di dalam tanah disebut immobilisasi N. Pupuk kandang mempunyai cara kerja yang lambat karena harus mengalami proses-proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap tanaman (Sutedjo, 2002).

Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi.

Ciri fisiknya yakni berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio

(24)

kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil (Novizan, 2005).

Kandungan hara rata – rata dari berbagai pupuk kandang dapat dilihat dari tabel 1.

Tabel 1. Rata – rata hara dari berbagai pupuk kandang

Sapi Ayam Bebek Domba

Ukuran hewan (kg) 500 5 100 100

Pupuk segar (ton/tahun) 11,86 10,95 0,046 0,73

Kadar air (%) 85 72 82 77

Kandungan hara (kg/ton)

Nitrogen (N) 10,0 25,0 10,0 28,0

Fosfor (P) 2,0 11,0 2,8 4,2

Kalium (K) 8,0 10,0 7,6 20,0

Kalsium (Ca) 5,0 36,0 11,4 11,7

Magnesium (Mg) 2,0 6,0 1,6 3,7

Sulfur (S) 1,5 3,2 2,7 1,8

Ferrum (Fe) 0,1 2,3 0,6 0,3

Boron (B) 0,01 0,01 0,09 -

Cuprum (Cu) 0,01 0,01 0,04 -

Mangan (Mn) 0,03 - - -

Zinc (Zn) 0,04 0,01 0,12 -

Sumber : Yuwono (2006).

Pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia. Berikut ini kelebihan penggunaan pupuk kandang : a) aman digunakan dalam jumlah besar, bahkan dalam pertanian organik sumber utama hara berasal dari pupuk kandang; b) membantu menetralkan pH tanah; c) membantu menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah; d) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur; e) mempertinggi porositas tanah dan secara langsung meningkatkan ketersediaan air tanah; f) membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang ditambahkan; g) membantu mempertahankan suhu tanah sehingga fluktuasi nya tidak tinggi. Selain kelebihan diatas, penggunaan pupuk kandang juga tidak terlepas dari kekurangan nya.

Berikut ini beberapa kekurangan pupuk kandang : a) harus diberikan dalam

(25)

jumlah besar; b) secara perbandingan berat, kadar hara yang tersedia bagi tanaman relatif sedikit; c) dapat menurunkan kualitas air bila berdekatan dengan sumber air (Marsono dan Sigit, 2001).

Menurut Rusnetty (2000), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberian bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P tersedia, N total, KTK, K-dd dan menurunkan Al-dd, serapan P, fraksi Al dan Fe dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan kandungan P tanaman, pada akhirnya hasil tanaman juga turut meningkat.

Menurut Indrasari dan Syukur (2006), pemberian pupuk kandang sampai dosis 30 ton /ha menghasilkan berat segar dan berat kering tertinggi pada tanaman jagung. Hal ini disebabkan pupuk kandang mampu memacu pertumbuhan tanaman. Serapan air dan unsur hara yang tinggi mengakibatkan berat segar brangkasan tanaman juga semakin meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian Simangunsong (2006) bahwa perlakuan pemberian pupuk kandang ayam berbeda sangat nyata dalam meningkatkan serapan P, berat kering atas tanaman, berat kering bawah tanaman.Hal ini dikarenakan pupuk kandang ayam dapat memperbesar ketersediaan P tanah melalui dekomposisi yang menghasilkan asam organik di dalam tanah Asam tersebut menghasilkan ion yang dapat memutuskan ikatan antara P dengan unsur Al, Fe dan Mn sehingga P menjadi tersedia.

Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam humat, asam vulvat, serta asam organik lainnya. Asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe sehingga pengikatan P dikurangi dan P lebih tersedia. Asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe yang dapat mengurangi kemasaman tanah, semakin

(26)

tinggi jumlah asam organik tanah yang dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik maka pengikatan logam Al dan Fe semakin meningkat (Hakim, 2005).

Bahan organik akan lebih cepat terdekomposisi di dalam tanah dan menghasilkan asam-asam organik yang akan membentuk senyawa khelat dengan Al3+ bebas dalam tanah, sehingga Al3+ yang dapat dipertukarkan menurun dan terdapat hubungan antara Al-dd terhadap pH dan P-tersedia tanah, yaitu dengan penurunan Al-dd maka akan meningkatkan pH dan P-tersedia tanah. Hal ini disebabkan Al3+ merupakan logam yang dapat mengikat P dan membuat pH menjadi masam (Siregar, 2017).

Menurut Hanafiah (2009) yang menyatakan bahwa kadar karbon dalam bahan organik dapat mencapai sekitar 48%- 58% dari berat total bahan organik, sehingga dengan pengaplikasian bahan organik dengan kadar C-organik tinggi mampu menyuplai kadar C-organik bagi tanah dengan kadar C-organik rendah.

Pupuk SP-36

Rumus kimia pupuk ini adalah Ca(H2PO4)2, mengandung kurang lebih 36% P2O5. Pupuk ini larut dalam air dan reaksinya di dalam tanah adalah netral.

Sebagai pupuk komersil, pupuk ini berbentuk tepung kotor atau putih keabu- abuan (Hasibuan, 2004).

SP-36 mengandung 36% P dalam bentuk P2O5. Pupuk ini terbuat dari fosfat alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis dan tidak bersifat membakar (Novizan, 2005). Menurut Syafruddin, dkk., (2002) Pemberian

(27)

hara P pada tanah Ultisol dalam bentuk SP36 sama baiknya dengan TSP, walaupun kadar P2O5 pada SP-36 (36%) lebih rendah dibading TSP (46%).

Pupuk Super Fosfat Tunggal (SP-36) adalah pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (prill) yang dibuat dari batuan fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat komponen utamanya mengandung unsur hara fosfor berupa mono kalsium fosfat Ca(H2PO4)2 (SNI, 2005).

Pada penelitian nya, Sari, dkk., (2017) menyatakan bahwa perlakuan yang hanya ditambah pupuk P mengalami penurunan Al-dd dibanding sebelum perlakuan, hal ini disebabkan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah menjadi menurun. Perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P memiliki Al-dd yang lebih rendah dibanding perlakuan yang ditambah pupuk P saja. Hal tersebut mungkin disebabkan karena bahan organik mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun selain itu juga karena Al menjerap P.

Butar – butar (1998), menyatakan bahwa pemberian pupuk SP-36 sangat berpengaruh nyata meningkatkan P- tersedia tanah, hal ini dapat dilihat pada pemberian pupuk SP-36 yang semakin tinggi taraf pupuk yang diberikan maka P-tersedia semakin tinggi. Adapun reaksi yang terjadi apabila pupuk yang diberikan ke dalam tanah akan bereaksi dengan air dan membentuk fosfat sehingga menambah jumlah P-tersedia tanah di dalam tanah seperti reaksi berikut:

Ca (H2PO4)2 + H2O Ca2+ + 2H2PO4- + H2O

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk SP-36 dan pupuk kandang serta interaksi keduanya berpengaruh nyata dalam meningkatkan C- organik tanah, P-tersedia tanah, kadar P-daun, serapan P-tanaman, tinggi tanaman,

(28)

berat kering tajuk tanaman dan berat kering akar tanaman pada tanah Inceptisol Kwala Bekala (Siregar dkk., 2015).

Menurut penelitian Kaya (2012), Pengaruh pupuk P terhadap peningkatan pH tanah karena adanya pelepasan sejumlah OH- ke dalam larutan akibat adsorpsi sebagian anion fosfat (H2PO4-

) oleh oksida-hidrat Al dan Fe sehingga pH tanah meningkat. Selain itu ion Ca2+ dalam pupuk tersebut akan menggantikan ion H+ dan Al3+ pada kompleks adsorpsi, maka konsentrasi ion H+ dalam larutan berkurang dan konsentrasi ion OH- naik.

Fosfor Dalam Tanah

Unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang dan sisa tanaman), pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah. Jenis P di dalam tanah yaitu P organik dan P anorganik. Tanaman menyerap P dalam bentuk P anorganik. Ketersediaan P anorganik dipengaruhi oleh faktor kemasaman tanah, senyawa Fe, Al, dan Ca yan terlarut, tingkat dekomposisi bahan organik, dan aktivitas mikroorganisme (Hardjowigeno, 2007).

Senyawa P-organik dalam tanah antara lain fosfolipida, asam suksinat, fitin dan inositol fosfat yang dapat didekomposisi dengan baik oleh mikroba tanah. Unsur P-anorganik mudah bersenyawa dengan berbagai ikatan seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dan reductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan pada tanah masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Umumnya Ultisol didominasi oleh mineral kaolinit dengan kapasitas tukar kation yang rendah dan dapat merambat P berkisar 500 – 1000 ppm (Sanchez,

(29)

1992). Hal ini tidak hanya karena ketersediaan hara pada Ultisol tergolong rendah tetapi juga karena difiksasi oleh Al dan Fe sehingga menjadi bentuk yang tidak larut. Makin tinggi kandungan oksida alumunium dan oksida besi maka makin besar daya fiksasi fosfat, semakin tinggi kandungan Al tukar dan semakin besar daya fiksasi fosfat, semakin tinggi kandungan Al tukar dan aakan semakin besar pula daya adsorpsi P (Tisdale, dkk., 1983; Munir, 1996; Sanchez, 1992).

Fosfor tersedia dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-

, HPO42-, dan PO43-, dan umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-

) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-

). Bentuk yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah.Pada pH tanah yang rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman (Hanafiah, 2009).

Pada kebanyakan tanah masam konsentrasi ion-ion Fe dan Al jauh melampaui konsentrasi ion H2PO4. Karena itu, reaksi di atas bergerak ke kanan membentuk fosfat tidak dapat larut. Dengan demikian hanya tertinggal sejumlah kecil ion H2PO4 yang segera tersedia bagi tanaman dalam keadaan tersebut (Buckman dan Brady, 1982).

Kandungan fosfor dalam tanah sangat beragam yaitu 0,02 – 0,5%, dengan rata – rata 0,05%, sehingga konsentrasinya didalam tanah sangat rendah (Barber,1984). Menurut Soepardi (1983) bentuk ion fosfat didalam tanah ditentukan oleh kemasaman tanah. Pada pH yang masam hanya H2PO4-

yang dijumpai dan apabila pH dinaikkan maka terbentuk HPO42- dan akhirnya PO43-. Keadaan ini dapat dilihat pada reaksi berikut ini :

(30)

+ OH- + OH- H2PO4- H2O + HPO42-

H2O + PO43-

Pada tanah Ultisol dengan tingkat pelapukan yang lebih lanjut, banyak mengandung liat hidroksi Al dan Fe. Liat tersebut akan bereaksi cepat dengan fosfat yang sukar larut dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

Al (OH)3 + H2PO4-

Al (OH)2 H2PO4-

Tidak larut (Hasibuan, 1997).

Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan P dalam larutan adalah dua faktor yang sangat menentukan besaran serapan P tanaman. Pengambilan P oleh tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar dan sifat tanah dalam menyediakan P. Sebaran akar didalam tanah sangat penting dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005).

Tanaman Jagung

Jagung merupakan salah satu komoditi pangan yang penting dan banyak diusahakan petani karena jagung merupakan makanan pokok kedua setelah beras.

Telah banyak pakar melaporkan bahwa tanaman jagung termasuk salah satu tanaman yang kurang atau tidak toleran terhadap keracunan Al. Gejala dan kekahatan P sering dijumpai pada tanaman jagung yang tumbuh pada tanah mineral masam seperti Ultisol (Damar, 1992).

Menurut Indranada (1986) bahwa fungsi utama fosfor pada tanaman jagung adalah sebagai sumber energy untuk proses fotosintesa, transfer energy berupa ADP dan ATP di dalam tubuh tanaman yang berhubungan dengan

(31)

metabolisme asam amino atau protein, gula, lemak, selulosa, tepung dan asam organik lainnya. Selanjutnya, Subandi dkk., (1988) menyatakan bahwa tanaman jagung mengabsorbsi P relatif sedikit dari pada absorbs hara N dan K. Pola akumulasi P pada tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi hara N. pada fase awal, pertumbuhan akumulasi P relatif lambat, namun setelah berumur 4 minggu meningkat dengan cepat.

Unsur hara P berperan penting pada berat tanaman. Ketersediaan P yang cukup bagi tanaman akan berpengaruh terhadap berat kering tanaman. Semakin tinggi ketersediaan P bagi tanaman maka transfer energi dan metabolisme tanaman akan semakin baik, berat kering tanaman yang dihasilkan juga semakin tinggi (Lakitan, 2007).

Tanaman jagung dapat tumbuh baik pada temperatur 23 – 27oC. suhu minimum yang mungkin untuk pertumbuhan tanaman jagung 3oC dan suhu maksimum 45oC. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1300 m di atas permukaan laut, sedangkan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah tanah yang embur dan kaya akan humus (Suprapto, 1994).

Polii dan Tumbelaka (2012) telah melakukan penelitian tentang penggunaan pupuk anorganik dan organik dimana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan pupuk SP-36 dengan dosis 150 kg P2O5/ha memberikan panjang dan bobot tongkol jagung manis tertinggi.

(32)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan rumah kasa dan laboratorium Riset Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2018 sampai November 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah contoh tanah Ultisol yang diambil di Desa Kampung Dalam, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara, benih jagung, amelioran berupa pupuk kandang ayam dan pupuk kandang sapi, biochar kotoran ayam dan biochar kotoran sapi, pupuk SP-36 dan pupuk dasar. Kandungan hara N,P, % C serta pH pada biochar kotoran ayam, biochar kotoran sapi, pupuk kandang ayam, dan pupuk kandang sapi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah pH meter, spektrofotometer, dan biuret skala 50 ml.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan yaitu :

Faktor I : Amelioran

A0 : Kontrol 0 ton / ha = 0 g / polybag

A1 : Biochar Kotoran Ayam 30 ton / ha setara 150 g / polybag A2 : Biochar Kotoran Sapi 30 ton / ha setara 150 g / polybag A3 : Pupuk Kandang Ayam 30 ton / ha setara 150 g / polybag A4 : Pupuk Kandang Sapi 30 ton / ha setara 150 g / polybag

(33)

Faktor II : Pupuk SP-36 (P)

P0 : 0 kg P2O5 / ha setara 0 g SP-36 / polybag P1 : 100 kg P2O5 / ha setara 1,38 g SP-36 / polybag P2 : 200 kg P2O5 / ha setara 2,77 g SP-36 / polybag Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut : A0P0 A1P0 A2P0 A3P0 A4P0

A0P1 A1P1 A2P1 A3P1 A4P1

A0P2 A1P2 A2P2 A3P2 A4P2

Kombinasi perlakuan diatas diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga diperoleh jumlah unit percobaan adalah 45 unit percobaan, dengan bagan percobaan seperti terlampir pada Lampiran 2.

Model linier Rancangan Acak Kelompok Faktorial.

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij+ €ijk

Dimana :

Yijk : Data pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan percobaan ke-i dari faktor amelioran dan percobaan ke-j dari faktor pupuk SP-36

µ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh percobaan ke-i dari faktor amelioran βj : Pengaruh percobaan ke-j dari faktor pupuk SP-36

(αβ)ij : Pengaruh percobaan ke-i dari faktor amelioran dan percobaan ke-j dari faktor pupuk SP-36

ijk : Pengaruh pengacakan dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan amelioran dengan pupuk SP-36.

(34)

Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah Ultisol dilakukan di Desa Kampung Dalam, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Tanah diambil secara zigzag dengan kedalaman 0-20 cm kemudian dikomposit. Kemudian di kering udarakan dan diayak dengan menggunakan ayakan 10 mesh.

Analisis Tanah Awal

Tanah yang telah di kering udarakan dan telah diayak lalu dianalisis %KA dan %KL untuk mengetahui kebutuhan air.

Analisis awal dilakukan terhadap tanah meliputi tekstur tanah, pH H2O (Metode Elektrometri), pH KCl (Metode Elektrometri), P-tersedia tanah (Metode Bray II), Al-dd (Metode Titrimetry), N-total (Metode Kjeldahl), C-organik (Walkley and Black), dan P-total (Spectrophotometry) dapat dilihat pada Lampiran 1.

Persiapan Media

Media percobaan yang digunakan berupa polybag yang diisi dengan tanah Ultisol yang telah di kering udarakan sebanyak 10 kg tanah kering udara per polybag.

Pembuatan Biochar

Kotoran ayam dan kotoran sapi yang sudah kering dibakar di dalam sebuah lubang dengan menggunakan pemanasan auto thermal. Kotoran sapi dan kotoran ayam dipanaskan di dalam drum berdiameter 56 cm dan tinggi 42 cm dan drum diisi 10 kg kotoran ayam dan kotoran sapi yang sudah kering dan ditutup rapat sewaktu pemanasan. Suhu berfluktuasi antara 200 –

(35)

330oC dan pengarangan berlangsung selama ± 4 jam sampai berbentuk arang hitam.

Pengomposan

Pupuk kandang ayam diperoleh dari lokasi peternakan ayam di kecamatan Simalingkar. Pupuk kandang ayam dibuat dengan cara pengumpulan kotoran ayam terlebih dahulu, lalu diletakkan ke wadah dalam keadaan terbuka dan di bolak – balik setiap 3 hari sekali. Kemudian dibiarkan selama 20 hari sampai rasio C/N pupuk kandang ayam turun hingga mencapai ± 20% dan pupuk kandang sudah tidak berbau lagi.

Pupuk kandang sapi diperoleh dari lokasi peternakan sapi di kecamatan Simalingkar. Pupuk kandang sapi dibuat dengan cara pengumpulan kotoran sapi terlebih dahulu, lalu diletakkan ke wadah dalam keadaan terbuka dan di bolak – balik setiap 3 hari sekali. Kemudian dibiarkan selama ± 30 hari sampai rasio C/N pupuk kandang sapi turun hingga mencapai ± 20% dan pupuk kandang sudah tidak berbau lagi.

Analisis Biochar Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi

Sebelum dilakukan pengaplikasian biochar, dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap biochar kotoran ayam dan biochar kotoran sapi berupa %KA, pH H2O, %C, %N, rasio C/N, dan P-total (Lampiran 1).

Analisis Pupuk Kandang Sapi dan Pupuk Kandang Ayam

Sebelum dilakukan pengaplikasian pupuk, dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap pupuk kandang sapi dan pupuk kandang ayam berupa %KA, pH H2O, %C, %N, rasio C/N, dan P-total (Lampiran 1).

(36)

Aplikasi Perlakuan

Biochar dan Pupuk Kandang sesuai perlakuan dicampur merata dengan tanah di dalam polybag lalu di inkubasi selama 4 minggu. Kemudian diaplikasikan pupuk SP-36 sesuai dengan dosis perlakuan. Setelah 1 minggu pemberian pupuk SP-36 dilakukan pengambilan sampel tanah pada setiap perlakuan untuk dilakukan analisis tanah awal berupa analisis pH H2O, Al-dd, C- Organik, P-tersedia.

Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman dilakukan dengan menanam benih jagung sebanyak 2 benih /polybag. Pemupukan dasar diberikan berupa pupuk Urea dengan dosis 300 kg/ha (1,5 g/polybag) dan pupuk KCl dengan dosis 100 kg/ha (0,5 g/polybag). Setelah berumur 2 minggu dilakukan penjarangan dengan hanya meninggalkan satu tanaman yang paling baik. Tanaman ditanam selama 7 minggu atau hingga akhir masa vegetatif. Penyiraman dilakukan setiap hari sampai mencapai kondisi kapasitas lapang.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 6-7 minggu. Bagian tajuk dipotong dan bagian akar diambil lalu dibersihkan dan dikeringkan untuk selanjutnya diovenkan pada suhu 70oC selama ±48 jam guna mendapatkan berat konstan. Dihitung berat kering tajuk dan berat kering akarnya setelah dikeringkan dengan oven.

Parameter Pengamatan

Peubah amatan yang di ukur meliputi : Tanah (setelah 3 minggu inkubasi)

(37)

1. pH H2O metode Elektrometri (1:2,5)

10 gr tanah kering udara dimasukkan kedalam botol kocok berukuran 50 ml dan ditambahkan 25 ml aquades kemudian diguncang dengan alat shaker selama 30 menit kemudian di ukur dengan alat pH meter.

2. % C - organik metode Walkley & Black

0,25 gr tanah kering udara dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 10 ml kalium dichromat (K2CrO7), 20 ml H2SO4 kemudian dikocok 1 menit dan di diamkan selama 30 menit. Ditambahkan 200 ml H2O, 5 ml Asam fosfat (H3PO4), 1 ml Dipenilamin kemudian di titrasi dengan Ferosulfat (FeSO4) sampai warna menjadi hijau dan ditambah 0,5 ml Kalium dichromat (K2CrO7) lalu warna hijau hilang, dititrasi dengan Ferosulfat (FeSO4) sampai warna kembali hijau.

3. P- tersedia metode Bray II

2 gr tanah kering udara dimasukkan kedalam botol kocok dan ditambahkan 20 ml larutan Bray II dan dikocok dengan alat shaker selama 2 jam.

Disaring dengan kertas saring whatman nomor 42 ke dalam erlenmeyer 250 ml. 5 ml ekstrak dimasukkan kedalam tabung rekasi 50 ml dan ditambahkan 10 ml asam ascorbat yang telah dilarutkan dengan reagent posfat A. Kemudian di homogenkan dengan rota mixer lalu dibiarkan 30 menit dan diukur dengan alat spectrometry.

4. Al-dd metode Titrimetry

10 gr tanah kering udara dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 100 ml KCl kemudian dikocok dengan shaker lalu didiamkan selama 15 menit. Di saring dengan kertas saring whatman nomor 42 dan menghasilkan

(38)

filtrat jernih. Ditambahkan 3 tetes penolpthalein dan dititrasi dengan NaOH sampai warna merah jambu kemudian diberi 3 tetes HCl sampai warna merah jambu hilang lalu ditambahkan 10 ml NaF sampai warna merah jambu kembali (jika tetap jernih maka Aldd = 0) dan dititrasi dengan HCl perubahan warna merah menjadi putih jernih.

Tanaman (pada akhir vegetatif)

1. Tinggi tanaman (cm) diukur pada akhir vegetatif yaitu pada umur 8 – 9 MST.

2. Bobot kering tajuk (g) ditimbang setelah dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70oC selama ±48 jam.

3. Bobot kering akar (g) ditimbang setelah dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70oC selama ±48 jam.

4. Serapan P (mg / tanaman) :

% P tanaman x berat kering tanaman

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

pH Tanah

Data pengukuran pH tanah dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 3 dan 4 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dan pupuk SP-36 serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Rataan pH tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Nilai pH tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag)

0 1,38 2,77

Kontrol 4,74d 4,86d 4,63d

Biochar Kotoran Ayam 4,76d 5,75b 6,08a Biochar Kotoran Sapi 5,39c 5,90ab 6,00ab Pupuk Kandang Ayam 5,90ab 5,91ab 5,93ab Pupuk Kandang Sapi 5,85ab 6,04a 6,07a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa interaksi pemberian amelioran dan pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah. Interaksi pemberian biochar kotoran ayam dengan pupuk SP-36 (2,77 g/polybag) mampu meningkatkan pH tanah tertinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu dari 4,74 menjadi 6,08 atau meningkat sebesar 28,27%.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemanfaatan amelioran mampu meningkatkan pH tanah Ultisol secara nyata. Nilai pH tanah akibat pemberian pupuk kandang sapi tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang ayam namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan nilai pH tanah akibat pemberian biochar kotoran sapi berbeda nyata dibandingkan dengan biochar kotoran ayam.

(40)

Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai pH tanah akibat pemberian pupuk SP-36 berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

C-Organik

Data pengukuran C-organik dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa pemberian amelioran berpengaruh nyata terhadap C-organik, namun pemberian pupuk SP-36 serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap C-organik tanah. Rataan C-organik tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai C-organik tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag) Rataan 0 1,38 2,77

---%---

Kontrol 0,13 0,15 0,16 0,14d

Biochar Kotoran Ayam 0,20 0,25 0,21 0,22b Biochar Kotoran Sapi 0,21 0,14 0,19 0,18c Pupuk Kandang Ayam 0,25 0,22 0,23 0,23b Pupuk Kandang Sapi 0,36 0,36 0,40 0,37a

Rataan 0,23 0,22 0,24

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian amelioran yang berasal dari pupuk kandang sapi berpengaruh nyata terhadap C-organik tanah dari 0,14% menjadi 0,37% atau mengalami kenaikan sebesar 164,28%.

Pemberian biochar kotoran ayam dan pupuk kandang ayam tidak berbeda nyata meningkatkan C-organik tanah, namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

P-Tersedia

Data pengukuran P-tersedia dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 8 dan 9 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dengan Pupuk

(41)

SP-36 serta interaksi kedua nya berpengaruh nyata terhadap P-tersedia tanah.

Rataan P – tersedia tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai P – tersedia tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa inkubasi tanah.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag) 0 1,38 2,77 ---ppm---

Kontrol 2,16d 2,42d 2,84d

Biochar Kotoran Ayam 2,69 d 3,19d 3,21d Biochar Kotoran Sapi 2,49d 4,74c 6,78b Pupuk Kandang Ayam 3,60 cd 6,24b 6,51b Pupuk Kandang Sapi 3,11d 3,10d 8,14a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa interaksi pemberian amelioran dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk SP-36 (2,77 g/polybag) mampu meningkatkan P-tersedia tanah tertinggi dibandingkan dengan interaksi pemberian amelioran lainnya dan kontrol yaitu dari 2,16 ppm menjadi 8,14 ppm atau meningkat sebesar 276,85%.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa rataan P-tersedia tanah akibat pemanfaatan pupuk kandang ayam berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan lainnya. sedangkan pemberian biochar kotoran ayam, biochar kotoran sapi dan pupuk kandang sapi berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia dibandingkan dengan kontrol.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa pemberian pupuk SP-36 pada taraf P2 (2,77 g/polybag) berbeda nyata meningkatkan P - tersedia tanah dibandingkan dengan kontrol dan taraf P1 (1,38 g/polybag).

(42)

Al-dd

Data pengukuran Al-dd dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 10 dan 11 menunjukkan bahwa pemberian amelioran berpengaruh nyata terhadap Al-dd tanah namun pemberian pupuk SP-36 dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap Al-dd tanah. Rataan Al-dd tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Al-dd tanah akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag)

Rataan 0 1,38 2,77

--- me/100g ---

Kontrol 0,33 0,33 0,23 0,30a

Biochar Kotoran Ayam 0,17 0,13 0,13 0,144c Biochar Kotoran Sapi 0,17 0,17 0,13 0,156b Pupuk Kandang Ayam 0,10 0,17 0,17 0,144c Pupuk Kandang Sapi 0,13 0,13 0,17 0,144c

Rataan 0,30 0,31 0,28

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 5 terlihat pemanfaatan amelioran berpengaruh nyata menurunkan Al-dd tanah Ultisol. Rataan Al-dd tanah akibat pemanfaatan amelioran pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi dan biochar kotoran ayam menurunkan nilai Al-dd terendah 0,144 me/100g namun masing – masing tidak berbeda nyata menurunkan Al-dd tanah. Sedangkan pemberian amelioran biochar kotoran sapi berbeda nyata dengan kontrol dan amelioran lainnya.

Tinggi Tanaman

Data pengukuran tinggi tanaman dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 12 dan 13 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dan Pupuk SP-36 serta interaksi pemberian keduanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

(43)

Rataan akibat pemberian bahan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai tinggi tanaman akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag)

0 1,38 2,77

---cm---

Kontrol 63,00g 113,00f 129,33e

Biochar Kotoran Ayam 108,67f 131,00de 137,67d Biochar Kotoran Sapi 111,33f 125,00e 138,00d Pupuk Kandang Ayam 130,00e 145,33c 170,67b Pupuk Kandang Sapi 130,67de 172,67b 179,33a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa interaksi pemberian amelioran dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk SP-36 (2,77 g/polybag) mampu meningkatkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan interaksi pemberian amelioran lainnya dan kontrol yaitu 63 cm menjadi 179,33 cm, atau meningkat sebesar 184,65%.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa pemanfaatan amelioran berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman jagung. Rataan tinggi tanaman jagung akibat pemanfaatan amelioran pupuk kandang sapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan lainnya, namun pemberian biochar kotoran ayam dan biochar kotoran sapi tidak berbeda nyata meningkatkan tinggi tanaman.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk SP-36 pada taraf P2 (2,77 g/polybag) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 pada taraf P1 (1,38 g/polybag) dan kontrol.

(44)

Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman jagung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman jagung Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 berbentuk kurva linier positif (Gambar 1), semakin tinggi dosis pupuk SP-36 tinggi tanaman jagung semakin meningkat. Penambahan dosis SP-36 pada A4 mampu meningkatkan tinggi tanaman.

Bobot Kering Tajuk.

Data pengukuran bobot kering tajuk dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 14 dan 15 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dan pupuk SP-36 serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk.

Rataan akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk disajikan pada Tabel 7.

(45)

Tabel 7. Nilai bobot kering tajuk akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 pada akhir masa akhir vegetatif.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag)

0 1,38 2,77

---g---

Kontrol 6,57gh 13,89g 24,54f

Biochar Kotoran Ayam 26,37f 37,77e 41,12cde Biochar Kotoran Sapi 27,66f 38,57de 47,87c Pupuk Kandang Ayam 43,23cde 44,13cde 45,62cd Pupuk Kandang Sapi 58,29b 58,97b 77,16a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa interaksi pemberian amelioran dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk SP-36 (2,77 g/polybag) mampu meningkatkan bobot kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan interaksi pemberian amelioran lainnya dan kontrol yaitu 6,57 g menjadi 77,16 g.

Pada Tabel 7 terlihat pemanfaatan amelioran berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Rataan bobot kering tajuk akibat pemanfaatan amelioran pupuk kandang sapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan lainnya. Pemberian biochar kotoran ayam dan biochar kotoran sapi tidak berbeda nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa pemberian pupuk SP-36 pada taraf 2,77 g/polybag berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk dapat dilihat pada Gambar 2.

(46)

Gambar 2. Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk.

Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 berbentuk kurva linier positif (Gambar 2), semakin tinggi dosis pupuk SP-36 semakin meningkat bobot kering tajuk. Penambahan dosis SP-36 pada A0 mampu meningkatkan bobot kering tajuk. Sementara perlakuan dengan penambahan SP-36 pada A3 tidak menambahkan respon.

Bobot Kering Akar

Data pengukuran bobot kering akar dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 16 dan 17 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dan Pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering akar, namun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Rataan akibat pemberian amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering akar disajikan pada Tabel 8.

(47)

Tabel 8. Nilai bobot kering akar akibat pemberian komposisi bahan organik dan pupuk SP-36 pada akhir masa vegetatif.

Amelioran (30 ton/ha) Pupuk SP-36 (g/polybag)

Rataan 0 1,38 2,77

---g---

Kontrol 1,16 6,33 8,51 5,33e

Biochar Kotoran Ayam 7,80 12,44 17,01 12,42d Biochar Kotoran Sapi 11,81 15,79 19,39 15,66c Pupuk Kandang Ayam 19,16 19,23 20,95 19,78b Pupuk Kandang Sapi 23,89 27,67 29,66 27,07a

Rataan 12,76c 16,29b 19,10a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada setiap efek perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 8 terlihat pemanfaatan amelioran berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Rataan bobot kering akar akibat pemanfaatan amelioran pupuk kandang sapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan lainnya. Peningkatan bobot kering akar akibat pemanfaat amelioran pupuk kandang ayam, biochar kotoran sapi, biochar kotoran ayam, dan pupuk kandang sapi secara berturut yaitu 19,78, 15,66 g, dan 12,42 g.

Pada Tabel 8 terlihat bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering akar. Aplikasi pupuk SP-36 pada taraf P2 (2,77 g/polybag) meningkatkan bobot kering akar secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun aplikasi pupuk SP-36 pada taraf P1 (1,38 g/polybag).

Serapan P

Data pengukuran serapan P dan hasil sidik ragam tertera pada Lampiran 18 dan 19 menunjukkan bahwa pemberian amelioran dan Pupuk SP-36 serta interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Rataan

Gambar

Gambar 1. Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman jagung  Hubungan  amelioran  dan  pupuk  SP-36  berbentuk  kurva  linier  positif  (Gambar  1),  semakin  tinggi  dosis  pupuk  SP-36  tinggi  tanaman  jagung  semakin  meningkat
Gambar 2. Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk.
Gambar 3. Hubungan amelioran dan pupuk SP-36 terhadap serapan P.
Gambar  1.  Hubungan  amelioran  dan  pupuk  SP-36  terhadap  tinggi  tanaman                jagung   (Zea mays L.)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dual fuel system pada mesin diesel kapal nelayan tradisional bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan bakar dual fuel terhadap kinerja mesin

Permasalahan yang muncul, masih terbatasnya SDM yang bisa mengoperasikan hardware dan software, proses transaksi yang berjalan masih konvesional dengan pendataan yang masih

yang digunakan adalah asumsi dasar akrual, dengan itu laporan keuangan utamanya.. dibuat berdasarkan

20.Apa yang dirasakan oleh pak Yadi dan pak Supri setelah kehilangan hewan mereka. a.senang

Data kapasitas kendaraan dan data lokasi pelanggan menjadi langkah awal untuk menentukan perancangan jadwal pengiriman, selain itu di dukung juga oleh data ketersediaan

Penggunaan alat pelindung diri seperti pelindung kaki yang paling baik dan benar untuk mencegah kecelakaan kerja sebaiknya adalah.. Bahan kulit dilapisi metal dengan sol

Untuk mengetahui kapasitas daya listrik yang dihasilkan oleh turbin kaplan. Untuk menghitung daya dan efisiensi turbin kaplan

Analisis sensitivitas menunjukkan pendirian usaha ini kurang sensitif akibat penurunan harga dan jumlah penjualan produk, kenaikan pada harga bahan kimia, penurunan