• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini, angka seksio sesarea di dunia telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada awal 1970, angka seksio sesarea di negara maju hanya berkisar 5% dari seluruh persalinan. Angka ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai 50% di beberapa negara di dunia pada akhir 1990 (Villar, et al., 2006). Peningkatan angka seksio sesarea ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menyebutkan angka seksio sesarea pada tahun 1997 berkisar 4,3% dari total persalinan. Angka ini semakin meningkat menjadi 22,8% pada tahun 2007 (Sinaga, 2009). Angka ini sudah cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara- negara lain di benua Asia. Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) 2008, angka seksio sesarea di beberapa negara di Asia antara lain: di China 25,9%, di Jepang 17,4%, di Thailand 17,4% dan di Filipina 9,9% dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi pada tahun 2008 (Betran, et al., 2007).

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 1997 dan tahun 2002–

2003 juga menyebutkan angka seksio sesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20–25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta sekitar 30 – 80% dari total persalinan. Hal ini terjadi terutama di kota – kota besar seperti Jakarta dan Bali. Di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka seksio sesarea pada tahun 1981 sebesar 15,35% dan meningkat menjadi 23,23% pada tahun 1986. Di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta angka seksio sesarea tahun 1997 sebesar 20,36%

(Tulis, 2008)

Di Yogyakarta sendiri, Santoso (1997) melakukan penelitian mengenai kecenderungan seksio sesar di Rumah Sakit Dr. Sardjito tahun 1989-1994. Dalam penelitiannya, didapatkan hasil bahwa persalinan dengan seksio sesarea pada rentang waktu 1989-1994 sebesar 10,7%, dengan kecenderungan peningkatan seksio sesarea yang bermakna secara linear (Chi-square of linearity = 10,01;

p=0,04) (Santoso, 1997). Penelitian lain yang dilakukan oleh Miltas (2000),

(2)

menyebutkan bahwa antara tahun 1994-1998 angka keberhasilan partus pervaginam pasca seksio sesarea sebesar 47,9%. Angka keberhasilan partus pervaginam pasca seksio sesarea ini lebih tinggi jika terdapat faktor-faktor:

- berat badan bayi ≤ 3500 gram (OR=2,18; p=0,03),

- kala I spontan tanpa stimulasi oksitosin (OR=4,21; p=0,00), - indikasi SC primer bukan karena DKP (OR=3,03; p=0,05) - bukan kasus rujukan (OR=2,84; p=0,05) (Miltas, 2000).

Banyak faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka seksio sesarea.

Faktor-faktor tersebut antara lain: meningkatnya teknik dan prosedur tindakan bedah dan anestesi, meningkatnya status ekonomi, menurunnya risiko dan komplikasi pasca operasi, berubahnya sistem pelayanan kesehatan, dan meningkatnya kesadaran pasien untuk menentukan sendiri cara persalinan yang mereka inginkan. Walaupun demikian, penelitian dari WHO menunjukkan bahwa seksio sesarea akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu (2%), meningkatkan kebutuhan akan transfusi darah (0,4%), meningkatkan angka terjadinya histerektomi (0,1%), meningkatkan lama tinggal di rumah sakit (0,7%), meningkatkan angka perawatan di unit perawatan intensif sampai dengan kematian maternal (0,2%) (Villar, et al., 2006). Seksio sesarea juga meningkatkan angka kematian neonatus, meningkatkan angka perawatan pada unit perawatan neonatus, juga meningkatkan angka persalinan pada bayi prematur secara tidak langsung (Villar, et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan di 9 negara di Asia (Cina, India, Nepal, Jepang, Kamboja, Filipina, Thailand, Sri Langka dan Vietnam) menyebutkan persalinan secara seksio sesarea meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas maternal yang meliputi perawatan di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU), transfusi darah, histerektomi, maupun ligasi Arteri Iliaka Interna.

Kenaikan angka morbiditas tertinggi terjadi pada kelompok seksio sesarea intrapartum dengan indikasi (adjusted OR 14,5 95% CI 13,2-16,0), kelompok seksio sesarea intrapartum tanpa indikasi (adjusted OR 14,2 95% CI 9,8-20,7), kelompok seksio sesarea antepartum dengan indikasi (adjusted OR 10,6 95% CI

(3)

9,3-12,0) dan kelompok seksio sesarea antepartum tanpa indikasi (adjusted OR 2,7 95% CI 1,7-2,6) (Lumbiganon, et al., 2010).

Gibbons et al., (2010) dalam laporannya kepada World Health Organization (WHO) menyebutkan dari 137 negara di dunia, ada 54 negara dengan angka seksio sesarea di bawah 10%. 14 negara memiliki angka seksio sesarea antara 10-15%, sedangkan 69 negara memiliki angka seksio sesarea di atas 15%. Dalam laporan tersebut disebutkan juga bahwa pada tahun 2008 terdapat sekitar 6,2 juta seksio sesarea tidak perlu dilakukan dengan beban biaya berlebih untuk seksio sesarea tersebut sekitar 2,32 milyar dollar Amerika. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah angka seksio sesarea yang masih dibutuhkan (terutama di negara dengan angka seksio sesarea di bawah 10%) sekitar 3,18 juta dengan biaya mencapai 432 juta dollar Amerika. Rata-rata biaya seksio sesarea di negara dengan angka seksio sesarea <10% adalah 135 dollar Amerika, sedangkan di negara dengan angka seksio sesarea >15% adalah 373 dollar Amerika. Ini berarti biaya yang dibutuhkan untuk seksio sesarea di negara dengan angka, seksio sesarea >15% 2,8 kali lebih mahal dibandingkan di negara dengan angka seksio sesarea <10%. Apabila dihitung dengan jumlah seksio sesarea yang dilakukan, maka total kelebihan biaya untuk seksio sesarea di negara tersebut adalah 5,4 kali lipat dibandingkan biaya yang dibutuhkan di negara-negara dengan angka seksio sesarea <10% (Gibbons, et al., 2010).

Angka seksio sesarea di negara-negara Asia sebesar 27,3% dengan Cina merupakan negara dengan angka seksio sesarea tertinggi yaitu 46,2 persen.

Sebuah penelitian dilakukan di Cina dengan cara membandingkan besarnya pengeluaran di luar biaya asuransi untuk persalinan vaginal dan abdominal.

Diperoleh hasil bahwa persalinan secara seksio sesarea memerlukan biaya tambahan di luar asuransi kesehatan sebesar 30,3-38,8% dari pendapatan per kapita tahunan masyarakat di Cina. Dalam kesimpulannya disebutkan juga bahwa perbedaan besarnya pembiayaan oleh asuransi kesehatan terhadap cara persalinan tidak dapat digunakan untuk mengatur besarnya angka seksio sesarea dalam suatu daerah (Huang, et al., 2012).

(4)

Peningkatan angka seksio sesarea pada akhirnya akan berbanding lurus dengan peningkatan komplikasi maternal dan perinatal yang muncul. Selain itu, peningkatan angka seksio sesarea juga berakibat pada peningkatan pembiayaan kesehatan dan peningkatan kebutuhan akan sumber daya manusia. Oleh karena itu, tindakan seksio sesarea yang tidak perlu dan tidak sesuai dengan indikasi medis perlu diturunkan demi menekan angka morbiditas dan mortalitas ibu serta menekan besarnya pembiayaan kesehatan yang tidak perlu.

Peningkatan angka seksio sesarea yang diikuti dengan peningkatan komplikasi maternal dan perinatal, membutuhkan metode pengawasan yang lebih baik. Pengawasan dapat dilakukan dengan menurunkan angka seksio sesarea secara langsung, yaitu dengan menurunkan angka seksio sesarea yang dianggap tidak perlu berdasarkan indikasi medis, atau secara tidak langsung yaitu berdasarkan klasifikasi karakteristik kelompok obstetri pada wanita hamil yang mengalami seksio sesarea. Berdasarkan hal itu, adanya suatu sistem klasifikasi karakteristik obstetri yang bersifat luas, mudah dipelajari, dan mudah digunakan mutlak dibutuhkan. Diharapkan, dengan adanya klasifikasi tersebut, kejadian seksio sesarea yang tidak diperlukan dapat diturunkan yang berdampak pada penurunan angka seksio sesarea.

Pada tahun 2001, Robson (2001) memperkenalkan suatu sistem klasifikasi seksio sesarea berdasarkan karakteristik obstetrika yang muncul.

Sistem ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam menilai kelompok risiko ibu hamil berdasarkan ciri-ciri obstetrika yang dimilikinya. Pada sistem ini, masing-masing klasifikasi memiliki peranan dan ciri tersendiri dalam menyumbang besaran angka seksio sesarea di suatu daerah. Sehingga dalam upaya menurunkan angka seksio sesarea, tidak perlu menurunkan keseluruhan angka seksio sesarea, cukup pada kelompok-kelompok tertentu saja yang merupakan kelompok dengan risiko obstetrika terendah untuk dilakukan tindakan persalinan secara seksio sesarea. Dalam sistem klasifikasi ini, wanita hamil yang akan bersalin dibagi menjadi 10 kelompok yaitu:

(5)

1. wanita dengan kehamilan tunggal, nullipara, presentasi kepala, umur kehamilan ≥37 minggu dalam persalinan spontan,

2. wanita dengan kehamilan tunggal, nullipara, presentasi kepala, umur kehamilan ≥37 minggu dengan induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea sebelum dalam persalinan,

3. wanita dengan kehamilan tunggal, multipara, presentasi kepala, tanpa riwayat operasi uterus sebelumnya, umur kehamilan ≥37 minggu dalam persalinan spontan,

4. wanita dengan kehamilan tunggal, multipara, presentasi kepala, tanpa riwayat operasi uterus sebelumnya, umur kehamilan ≥37 minggu dengan induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea sebelum dalam persalinan,

5. wanita dengan kehamilan tunggal, multipara, presentasi kepala dengan riwayat operasi uterus sebelumnya, umur kehamilan ≥37 minggu,

6. semua wanita nullipara dengan kehamilan tunggal, presentasi bokong,

7. semua wanita multipara dengan kehamilan tunggal, presentasi bokong, termasuk di dalamnya wanita dengan riwayat operasi uterus sebelumnya, 8. semua wanita dengan kehamilan ganda (lebih dari 1 janin), termasuk di

dalamnya wanita dengan riwayat operasi uterus sebelumnya,

9. semua wanita dengan kehamilan tunggal, letak lintang atau oblik, termasuk di dalamnya wanita dengan riwayat operasi uterus sebelumnya.

10. semua wanita dengan kehamilan tunggal, presentasi kepala, umur kehamilan

≤36 minggu, termasuk di dalamnya wanita dengan riwayat operasi uterus sebelumnya (Robson, 2001).

Systematic review yang dilakukan oleh Torloni et al., (2011) menunjukkan bahwa Klasifikasi Robson ini memiliki nilai tertinggi secara uji teoritis dan praktek berdasarkan skenario kasus yang diberikan. Klasifikasi ini juga memiliki nilai keunggulan berupa konsep klasifikasi yang mudah dipahami, nilai kesalahan dalam klasifikasi dan pemahaman yang kecil, dan kemudahan dalam penerapan pada negara-negara dengan sumber daya yang minimal (Torloni, et al., 2011)

(6)

Delbaere et al., (2012) melakukan penelitian tentang angka seksio sesarea di Belgia. Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi dari Robson untuk membagi karakteristik obstetrika wanita hamil di tempat penelitian tersebut.

Hasilnya, terjadi peningkatan angka seksio sesarea di rumah sakit tempat penelitian tersebut di Belgia, dari 17% pada tahun 2000, 18,9% pada tahun 2004 dan 20,2% pada tahun 2008. Terjadi peningkatan angka seksio sesarea pada kelompok nullipara yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 pada karakteristik obstetrika menurut Robson. Pada kelompok 1 karakteristik obstetrika Robson, angka seksio sesarea pada tahun 2000 6,8%, meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2008. Sedangkan pada kelompok 2 karakteristik obstetrika Robson, angka seksio sesarea meningkat dari 23,6% pada tahun 2000 menjadi 29,3% pada tahun 2008.

Hal ini cukup menarik perhatian, karena pengendalian angka seksio sesarea pada kedua kelompok ini memegang peranan yang penting dalam penurunan angka seksio sesarea pada persalinan berikutnya. Penelitian ini juga menyimpulkan pencatatan yang baik mengenai indikasi dilakukannya seksio sesarea akan membantu menurunkan angka seksio sesarea yang dianggap tidak perlu (Delbaere, et al., 2012).

Scarella et al., (2011) dalam penelitian yang dilakukan di Van Burren Hospital menyebutkan bahwa audit dengan menggunakan Klasifikasi Robson merupakan metode yang efektif, aman dan mudah untuk diterapkan sebagai upaya dalam menurunkan angka seksio sesarea. Angka seksio sesarea sebelum diberikan perlakuan dengan Klasifikasi Robson adalah 36,8% dan menurun menjadi 26,5%

pada saat diberikan perlakuan dengan Klasifikasi Robson (RR 0,71 95% CI=0,63- 0,81). Setelah sistem Klasifikasi Robson ini berhenti diberlakukan, angka seksio sesarea meningkat menjadi 31,8% (RR 1,19 95% CI=1,09-1,32). Walaupun demikian, tetap terjadi penurunan angka seksio sesarea bila dibandingkan sebelum diperkenalkan sistem Klasifikasi Robson, dengan penurunan sebesar 5,08% (RR 0,86 95% CI=0,76-0,97) (Scarella, et al., 2011).

(7)

B. Rumusan Masalah

Peningkatan angka seksio sesarea di dunia berbanding lurus dengan peningkatan morbiditas/mortalitas maternal dan perinatal serta peningkatan kebutuhan akan pembiayaan kesehatan dan sumber daya manusia. Audit terhadap besarnya angka seksio sesarea di suatu daerah mutlak diperlukan guna menurunkan besarnya angka seksio sesarea yang tidak perlu. Audit angka seksio sesarea dapat dilakukan berdasarkan indikasi dilakukannya seksio sesarea maupun berdasarkan klasifikasi faktor risiko seksio sesarea berdasarkan karakteristik obstetrika ibu hamil, salah satunya dengan menggunakan klasifikasi obstetrika Robson.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran angka seksio sesarea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta? Bagaimana karakteristik obstetrika ibu bersalin secara seksio sesarea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta? Apakah klasifikasi berdasarkan karakteristik obstetrika Robson dapat digunakan untuk mengawasi angka seksio sesarea yang terjadi di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta? Apakah angka seksio sesarea pada kelompok dengan risiko berdasarkan karakteristik obstetrika Robson lebih tinggi dibandingkan angka seksio sesarea pada kelompok tanpa risiko di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta?

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai angka seksio sesarea telah banyak dilakukan di dunia ini. World Health Organization (WHO) (2005) telah melakukan penelitian mengenai angka seksio sesarea yang dilakukan di Amerika Latin. Didapatkan hasil bahwa angka seksio sesarea di negara-negara Amerika Latin sebesar 35,4%

dengan Paraguay menjadi negara tertinggi untuk angka seksio sesarea (42%) dan Brazil menjadi yang terendah (29,6%). Dalam penelitian tersebut, WHO juga membagi angka seksio sesarea berdasarkan karakteristik obstetrika wanita yang mengalami persalinan secara seksio sesarea (World Health Organization, 2009).

(8)

Penelitian mengenai angka seksio sesarea juga dilakukan oleh Ilse Delbaere et al., di Belgia. Penelitian dilakukan mulai tahun 2000-2008. Dalam penelitian ini dinilai faktor obstetrika yang mendasari dilakukan tindakan seksio sesarea berdasarkan 10 kelompok klasifikasi Robson. Hasilnya, terjadi peningkatan angka seksio sesarea di rumah sakit tempat penelitian tersebut di Belgia, dari 17% pada tahun 2000, 18,9% pada tahun 2004 dan 20,2% pada tahun 2008. Kenaikan angka seksio sesarea tertinggi terjadi pada kelompok multipara dengan presentasi bokong yaitu 16,5%. Walaupun demikian, kelompok ini memiliki proporsi yang kecil terhadap keseluruhan angka seksio sesarea, yaitu berkisar 1,2%-1,5% dari keseluruhan angka seksio sesarea. Pada kelompok dengan presentasi kepala dan riwayat seksio sesarea sebelumnya, angka seksio sesarea cukup tinggi yaitu 62,4% pada tahun 2000 dan 62,8% pada tahun 2008.

Kelompok ini memberikan proporsi yang cukup tinggi (3,4% tahun 2000 dan 4,8% tahun 2008) dari keseluruhan angka seksio sesarea pada penelitian tersebut.

Terjadi peningkatan angka seksio sesarea pada kelompok nullipara yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 pada karakteristik obstetrika menurut Robson. Pada kelompok 1 karakteristik obstetrika Robson, angka seksio sesarea pada tahun 2000 6,8%, meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2008. Sedangkan pada kelompok 2 karakteristik obstetrika Robson, angka seksio sesarea meningkat dari 23,6%

pada tahun 2000 menjadi 29,3% pada tahun 2008. Disimpulkan, untuk mengurangi kejadian seksio sesarea berikutnya, maka angka seksio sesarea pada kelompok primipara dengan risiko rendah harus diturunkan. Disimpulkan juga, pencatatan yang baik mengenai indikasi dilakukannya seksio sesarea akan membantu menurunkan angka seksio sesarea yang dianggap tidak perlu (Delbaere, et al., 2012).

Penelitian lain yang dilakukan di Van Burren Hospital menyebutkan bahwa audit dengan menggunakan Klasifikasi Robson merupakan metode yang efektif, aman dan mudah untuk diterapkan sebagai upaya dalam menurunkan angka seksio sesarea. Angka seksio sesarea sebelum diberikan perlakuan dengan Klasifikasi Robson adalah 36,8% dan menurun menjadi 26,5% pada saat

(9)

diberikan perlakuan dengan Klasifikasi Robson (RR 0,71 95% CI=0,63-0,81).

Setelah sistem Klasifikasi Robson ini berhenti diberlakukan, angka seksio sesarea meningkat menjadi 31,8% (RR 1,19 95% CI=1,09-1,32). Walaupun demikian, tetap terjadi penurunan angka seksio sesarea bila dibandingkan sebelum diperkenalkan sistem Klasifikasi Robson, dengan penurunan sebesar 5,08% (RR 0,86 95% CI=0,76-0,97) (Scarella, et al., 2011).

Di Indonesia, penelitian mengenai angka seksio sesarea pernah dilakukan di Medan, Sumatera Utara. Sinaga (2009) meneliti mengenai karakteristik ibu bersalin secara seksio sesarea di RSUD Sidikalang pada tahun 2007. Didapatkan hasil, usia terbanyak ibu bersalin secara seksio sesarea adalah 20-35 tahun (78,7%). Sedangkan berdasarkan paritasnya, angka seksio sesarea lebih tinggi pada multipara (35,3%) dibandingkan pada nullipara (31,4%) (Sinaga, 2009).

Penelitian lain mengenai angka seksio sesarea juga dilakukan di Surakarta. Tulis (2008) meneliti mengenai prevalensi seksio sesarea di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta periode tahun 2007 (Tulis, 2008). Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Gondo dan Sugiharta (2010) di RS Sanglah Denpasar Bali.

Hasilnya terjadi peningkatan angka seksio sesarea di RS Sanglah Denpasar dari 22,27% pada tahun 2001 menjadi 34,56% pada tahun 2006. Selain itu, terjadi peningkatan angka seksio sesarea karena permintaan (on request) dari 2,5% pada tahun 2001 menjadi 5% pada tahun 2006 (Gondo & Sugiharta, 2010).

Di Yogyakarta, Santoso (1997) meneliti mengenai kecenderungan seksio sesarea di Rumah Sakit Dr. Sardjito tahun 1989-1994. Dalam penelitiannya, didapatkan hasil bahwa persalinan dengan seksio sesarea pada rentang waktu 1989-1994 sebesar 10,7%. Selain itu, didapatkan kecenderungan peningkatan seksio sesarea yang bermakna secara linear (Chi-square of linearity = 10,01;

p=0,04) (Santoso, 1997).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Miltas (2000), menyebutkan bahwa antara tahun 1994-1998 angka keberhasilan partus pervaginam pasca seksio

(10)

sesarea sebesar 47,9%. Angka keberhasilan partus pervaginam pasca seksio sesarea ini lebih tinggi jika terdapat faktor-faktor:

- berat badan bayi ≤ 3500 gram (OR=2,18; p=0,03),

- kala I spontan tanpa stimulasi oksitosin (OR=4,21; p=0,00), - indikasi SC primer bukan karena DKP (OR=3,03; p=0,05) - bukan kasus rujukan (OR=2,84; p=0,05) (Miltas, 2000).

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, dianggap perlu dilakukan penelitian mengenai angka seksio sesarea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta beserta gambaran klasifikasi karakteristik obstetrikanya.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan primer

Mengetahui angka dan karakteristik obstetrika seksio sesarea yang terjadi di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2013. Melihat kecenderungan angka seksio sesarea yang terjadi di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta selama lima tahun terakhir baik secara umum maupun berdasarkan masing-masing karakteristik obstetrikanya.

2. Tujuan sekunder

Membandingkan angka seksio sesarea antara kelompok karakteristik obstetrika yang berisiko dengan kelompok karakteristik obstetrika tanpa risiko.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber audit klinik pelayanan di bidang obstetrika dan ginekologi Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta.

Penelitian ini juga dapat memberikan informasi gambaran angka seksio sesarea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta selama 5 (lima) tahun terakhir berdasarkan karakteristik obstetrika ibu hamil. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mencegah terjadinya risiko dan alokasi sumber daya yang dapat dihemat apabila seksio sesarea yang tidak diperlukan tidak dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Tee Chwee Ming &amp; Chan Sok Gee 2008 Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan dari Perusahaan

akademik IKIP Padang dalam rangka meningkatkan mutu baik.. sebagai staf akademik maupun

[r]

Sarwa Karya Wiguna masih belum mempunyai suatu sistem informasi khusus, sehingga memungkinkan terjadinya kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam proses

Bab 3 merupakan pembahasan data-data yang telah dikumpulkan agar dapat dianalisis, untuk mengimplementasi enterprise architecture untuk Perusahaan X, dalam melakukan

Keterpaduan pasar yang kuat (dilihat dari tingkat siknifikansi α 1 %) antara pasar produsen Curup dengan pasar konsumen yaitu pasar Panorama, pasar Minggu, pasar

Kajian ini mendedahkan setiap makna, fungsi, jenis, laras bahasa dan gaya terjemahan kata partikel melalui kaedah kualitatif dengan analisis dokumen terhadap

Rule 3: Null values (distinct from the empty character string or a string of blank characters and distinct from zero or any other number) are supported in fully relational DBMS