• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

B

AB

III

G

EOLOGI

D

AERAH

P

ENELITIAN

3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian

3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki bentang alam berupa daerah perbukitan terjal hingga dataran rendah yang ditandai dengan pola relief rapat hingga renggang, punggungan dengan lereng terjal sampai landai, dan juga lembah. Perbukitan dengan relief yang rapat dan pola punggungan radial terdapat di utara daerah penelitian, merupakan kaki perbukitan kaki G. Jompong - G. Gentong - G. Genter (Foto 3.1). Perbukitan dengan relief yang sedang terdapat di tengah daerah penelitian berupa bukit yang dipisahkan oleh lembah. Di bagian selatan merupakan daerah dengan relief yang agak rapat dan merupakan bagian dari dataran tinggi Wonosari.

Daerah penelitian, memiliki elevasi tertinggi sekitar 450 m di atas permukaan laut yakni G. Gentong di sebelah utara dan elevasi terendah 140 m yakni sekitar aliran K. Bubung, desa Bunder. Semakin ke selatan elevasi di daerah penelitian semakin bertambah hingga mencapai sekitar 200 m di Desa Gading.

Berdasarkan peta topografi dapat dijumpai kelurusan-kelurusan sungai, dan gawir daerah penelitian yang memperlihatkan orientasi berarah NE – SW (Gambar 3 dan 3.1)

Pola kelurusan peta topografi memperlihatkan orientasi arah dari sistem rekahan di daerah penelitian yang dominan berarah NE-SW dan juga terdapat arah NW-SE (Gambar 3.1) serta terdapat rekahan yang berorientasi acak atau random.

Orientasi arah tersebut searah dengan orientasi sesar-sesar mendatar, yang juga memberikan ekspresi morfologi pada peta topografi berupa bukti pergeseran (offset) dari garis kontur ketinggian. Kelurusan – kelurusan pada peta topografi ditandai tanda garis biru putus - putus merupakan kelurusan sungai, gawir, dan pergeseran bukit yang dapat diinterpretasikan sebagai struktur kekar atau sesar. Peta Geomorfologi (Lampiran F-1), arah kelurusan secara umum timulaut-baratdaya. Interpretasi jurus dan kemiringan lapisan batuan ditandai dengan garis putus-putus dengan tanda panah

(2)

warna hijau muda. Pada umumnya jurus satuan batuan dapat diinterpretasikan berarah barat-timur dan baratlaut-tenggara. Sedangkan arah kemiringan yang ada umumnya berarah selatan.

Gambar 3.1 Diagram bunga (rosset) yang mengambarkan pola kelurusan di daerah penelitian.

Gambar 3. Interpretasi kelurusan sungai dan gawir di daerah penelitian. Kelurusan yang dijumpai relatif berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya.

(3)

3.1.2 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik

Terdapat satu aliran sungai utama (Gambar 3.2) yang besar (K. Oyo) dan terdapat dua sungai lainnya yang relatif besar, yaitu K. Widoro yang berhulukan di K. Bubung di Desa Bunder; dan K. Juwet di Desa Ngalang. Sungai utama, K. Oyo memiliki lebar kurang-lebih 8-15 m. Dua sungai lainnya merupakan perkembangan sungai dewasa dimana lebar sungai kurang-lebih 5-10 m dan membentuk kelokan- kelokan yang cukup tajam.

Secara umum pola aliran (Gambar 3.2) di daerah penelitian relatif membentuk pola rectangular, dimana sungai membentuk kelokan yang cukup tajam dan relatif teratur meskipun beberapa diantaranya membentuk kelokan agak menyudut; hal tersebut di pengaruhi oleh pola rekahan yang ada pada batuan dasarnya.

Jika dilihat secara umum topografi daerah penelitian (Lampiran F-1) terlihat pola rapat-renggang dari arah utara-selatan, sehingga dapat diperkirakan bahwa

S

K K

O

U

Gambar 3.2 Tipe genesa sungai daerah penelitian . Berdasarkan tipe genetiknya, sungai yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sungai subsekuen, obsekuen, dan konsekuen.

O

(4)

kedudukan batuan tersebut memiliki kemiringan ke arah selatan. Maka secara genesa, tipe sungai di daerah penelitian bertipekan subsekuen untuk sungai utama yang mengalir di tengah daerah penelitian (K. Oyo), konsekuen terdapat pada sungai besar lainnya yang mengalir dari utara-selatan (K. Widoro, K. Bubung, K. Juwet) dan bermuara di K. Oyo.

Semua aspek dari bentang alam saat ini, sebagian besar ditentukan oleh faktor struktur (Lobeck, 1939). Faktor tersebut akan membentuk suatu bentang alam tertentu yang dapat menjadi suatu satuan geomorfologi.

3.1.3 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian

Berdasarkan analisis secara deskriptif dari peta topografi dengan skala peta 1 : 12.500 dan pengamatan di lapangan, kemudian mengacu pada bentuk-bentuk bentang alam menurut Lobeck (1939), daerah penelitian dapat dibagi menjadi satuan geomorfologi, yaitu Satuan Perbukitan Volkanik dan Satuan Perbukitan Homoklin.

3.1.3.1 Satuan Perbukitan Volkanik

Satuan ini terdapat di bagian utara daerah penelitan yang melampar dari barat- timur, dan menempati kurang-lebih 15% luas daerah penelitian, yang ditandai dengan warna ungu pada peta Geomorfologi (Lampiran F-1). Satuan ini dicirikan dengan pola kontur yang rapat dengan puncak-puncak yang terjal, secara umum pola punggungan satuan ini berarah timurlaut-baratdaya. Hal tersebut menujukkan bahwa batuan penyusun satuan relatif resisten, dan dari pemetaan geologi diperoleh batuan tersebut adalah batuan breksi volkanik, dengan fragmen bongkah-bongkah batuan beku.

Satuan ini berada pada elevasi ± 198-318 m di atas permukaan laut. Pada peta Geomorfologi satuan ini ditandai dengan warna ungu.

3.1.3.2 Satuan Perbukitan Homoklin

Satuan ini ditandai warna orange pada peta Geomorfologi (Lampiran F-1), meliputi sekitar ±85% daerah penelitian. Satuan ini ditandai oleh bentuk morfologi punggungan memanjang yang berarah timurlaut-baratdaya, dengan kermiringan lereng sedang-landai (Foto 3.1); dengan elevasi lebih kurang 150m-318m di atas

(5)

permukaan laut. Satuan ini tersusun oleh batupasir, batulempung, dan batugamping dengan kemiringan sedang-landai relatif searah ke selatan. Sehingga kondisi geomorfologi seperti itu dapat dikelompokan menjadi Satuan Perbukitan Homoklin.

3.1.4 Analisis Tahapan Geomorfik

Pada daerah penelitian terdapat satu sungai utama, yaitu K. Oyo dan dua sungai besar lainnya K. Juwet, dan K. Widoro. Sungai tersebut merupakan sungai besar, dengan daerah aliran sungai yang membentuk “U” serta berkelok-kelok. Proses erosi pada sungai tersebut lebih intensif ke arah lateral, dan sungai menjadi lebih dalam akibat pelarutan batuan dasarnya, batuan karbonat. Sungai-sungai tersebut memperlihatkan tahapan erosi dewasa.

Terdapat juga beberapa sungai kecil baik di utara maupun dibagian tengah daerah penelitian membentuk lembah sungai “V”, adanya percepatan aliran, jeram, dan dinding sungai tanpa penutup lapisan tanah terlihat pada bagian hulu dari K.

Juwet ataupun K. Bubung, dan sungai-sungai kecil lain yang berarah relatif utara- selatan. Sungai-sungai tersebut berada pada tahapan erosi muda.

Berdasarkan morfologi dan proses geologi yang berlangsung pada daerah penelitian, dapat disimpulkan bahwa morfologi pada daerah penelitian secara umum berada pada tahapan geomorfik dewasa.

Foto 3.1 Satuan Perbukitan Volkanik di utara dan Satuan Perbukitan Homoklin di selatan daerah penelitian. Satuan Perbukitan Homoklin menunjukan punggungan dengan lereng

sedang-landai memanjang dari utara-selatan.

U

G. Jompong

K.Oyo

Satuan Perbukitan Homoklin Satuan Perbukitan

Volkanik

(6)

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan ciri-ciri litologi yang diamati di lapangan, susunan batuan di daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan stratigrafi tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda sebagai berikut (Gambar 3.3):

1. Satuan Breksi Andesit (Formasi Nglanggran).

2. Satuan Batupasir – Napal Lempungan (Formasi Sambipitu).

3. Satuan Batupasir– Batugamping (Formasi Oyo).

4. Satuan Batugamping (Formasi Wonosari).

(7)

Gambar 3.3 Kolom Stratigrafi daerah penelitian (tanpa skala). Urutan satuan dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Andesit, Satuan Batupasir-Napal Lempungan, Satuan Batupasir- Batugamping, dan Satuan

Batugamping.

(8)

3.2.1 Satuan Breksi Andesit (Formasi Nglanggran) 3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini terdapat di utara dan menempati 15% daerah penelitian serta tersingkap dengan baik di hulu K. Juwet, K. Bubung, dan K. Saradan; yakni pada lokasi Sdg 29, Swr 1, Swr 9, Sng 5 (Lampiran F-2). Morfologi satuan ini berupa perbukitan yang terjal. Berdasarkan penampang peta geologi, ditentukan perkiraan ketebalan dari satuan batuan ini karena tidak dijumpai kontak dengan satuan batuan yang lebih tua, namun diperkirakan tebal satuan ini mencapai lebih dari 250 m dari rekonstruksi penampang geologi.

3.2.1.2 Ciri litologi

Satuan ini terdiri dari breksi dengan fragmen andesit, matriks material volkanik, semen non karbonatan (Foto 3.2). Breksi berwarna abu-abu hingga hitam, ukuran butir pasir-bongkah, menyudut-menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, porositas buruk, sangat kompak. Fragmen terdiri dari Andesit 2-80 cm, matriks berupa material volkanik dan semen gelas volkanik. Berdasarkan analisis petrografi (lampiran A – lokasi Sdg 29) terhadap salah satu fragmennya diklasifikasikan sebagai Andesit.

Fragmen Andesit

Foto 3.2 Singkapan Satuan Breksi Andesit, dengan fragmen andesit di sekitar Kali Bubung.

(9)

3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Satuan ini berumur Miosen Awal (N5-N6) dengan mengacu pada Raharjo (2007). Serta merupakan endapan turbidit laut dalam, sehingga lingkungan pengendapan satuan ini adalah bathial bawah.

3.2.1.4 Hubungan Stratigrafi

Satuan Breksi Andesit ini merupakan satuan tertua pada daerah penelitian sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan di bawahnya tidak tersingkap di daerah penelitian. Namun memiliki hubungan yang selaras terhadap satuan yang lebih muda.

3.2.2 Satuan Batupasir – Napal Lempungan (Formasi Sambipitu) 3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan Batupasir – Napal Lempungan ini terdapat ditengah daerah penelitian, melampar dari barat ke timur membentuk morfologi berupa dataran yang landai.

Tersingkap baik di K. Saradan lokasi Sdg 7 hingga Sdg 24, K. Bubung lokasi Sbr 6 hingga Swr 4, dan K. Juwet lokasi Sng 17 hingga Sng 36 (Lampiran F-2). Satuan ini menempati 20% daerah penelitian (Lampiran F-3). Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 225 m.

3.2.2.2 Ciri litologi

Satuan ini memiliki ciri-ciri litologi berupa perselingan antara batupasir dan batulempung (Foto 3.3 a dan b), dengan tebal batupasir 5-75 cm, dan tebal batulempung 2-15 cm. Terdapat sisipan breksi fragmen andesit, dengan tebal 50-100 cm.

Batupasir memiliki ciri berwarna abu-abu coklat sampai hitam dan hijau, berukuran pasir sangat halus sampai pasir sedang, pemilahan baik, kemas tertutup, porositas baik, kompak, matriks lempung, karbonatan, namun dibeberapa tempat tidak karbonatan. Struktur sedimen yang ditemukan adalah lapisan bersusun, laminasi paralel, dan silangsiur. Dari analisis petrografi (Lampiran A - lokasi swr 5) batupasir ini merupakan feldspatic wacke (klasifikasi Folk, 1974).

(10)

Batulempung memiliki ciri berwarna coklat gelap sampai hitam dan hijau, karbonatan, kompak, getas. Struktur sedimen yang ditemukan adalah pararel laminasi, terkadang terdapat sisipan karbon. Berdasarkan data kalsimetri batulempung tersebut berupa napal lempungan-lempung (lampiran B – lokasi Swr 4 dan Sbr15).

Breksi hadir sebagai sisipan (Foto 3.4), berwarna coklat gelap hingga hitam, ukuran pasir sangat kasar-kerikil, pemilahan buruk, kemas terbuka, porositas buruk, kompak, matriks pasir halus, non karbonatan. Memperlihatkan struktur sedimen graded-bedding. Batas dengan batulempung di bawahnya tegas, terkadang erosional maupun berupa beban.

Batulempung

Batupasir

Foto 3.3a Perselingan batupasir dan batulempung di sekitar K. Bubung

Foto 3.3b Perselingan batupasir dan batulempung di sekitar K.

Bubung memperlihatkan batulempung yang menyerpih, berwarna hijau terang.

(11)

3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Analisis mikropaleontologi pada sampel batuan pada lapisan batupasir dan batulempung di lokasi Sdg 23, Sdg 18 (K. Saradan), Swr 8, Sbr 15 (K. Bubung) dan Sng 9 (K. Juwet, Lampiran F-2, Peta Lintasan) memperlihatkan fosil foraminifera plankton, Praeorbulina transitoria, Hastigerina praesiphonifera, Globorotalia fohsi peripherorondha, Globorotalia scitula praescitula, Globorotalia archeomenardii, Globoquadrina dehiscens, Globigerinoides trilobus immaturus, Globigerinoides trilobus trilobus. Penentuan umur satuan ini digunakan fosil Praeorbulina transitoria yang merupakan salah satu fosil indeks (tabel fosil indeks, Bolli dan Saunders,1985) yang menunjukkan umur N7 – N9 dari biozonasi Blow (1969) Miosen Awal-Tengah.

Kisaran lingkungan pengendapan Zona bathial atas kedalaman 200 - 500 m (Tipsword, et al., 1966 op. cit. Pringgoprawiro dan Kapid, 2000), berdasarkan fosil foraminifera bentos, yaitu Bolivina sp., Uvigerina sp. Asosiasi fosil foraminifera dapat dilihat pada Lampiran E.

Foto 3.4 Singkapan Batupasir-Napal Lempungan, dengan sisipan breksi andesit, di cabang K. Bubung.

Satuan Batupasir-Batulempung

Fragmen andesit

(12)

Analisis granulometri (Lampiran C) yang dilakukan pada sampel batuan di lokasi yang sama menunjukkan bahwa satuan Satuan Batupasir-Napal Lempungan ini diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme turbidit.

3.2.2.4 Hubungan Stratigrafi

Satuan Batupasir-Napal Lempungan ini diendapkan secara selaras di atas Satuan Breksi Andesit yang terdapat di bawahnya, dengan kontak satuan tersebut di lapangan tegas dan selaras (Foto 3.5).

3.2.3 Satuan Batupasir - Batugamping (Formasi Oyo) 3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati kurang lebih 20% daerah penelitian, pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Tersingkap dengan baik di sungai pada daerah penelitian, yaitu pada K. Juwet (Sng 16 – Sng 23), K. Widoro (Sbr 3 – Sbr 11), dan K. Saradan ( Sdg 6 – Sdg 15) pada Peta Lintasan (Lampiran F-2). Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi Satuan Batugamping ini memiliki ketebalan kurang lebih 167 m.

3.2.3.2 Ciri Litologi

Satuan ini dicirikan oleh perselingan batugamping dan batupasir (Foto 3.6).

Pada litologi batugamping ketebalannya mencapai 10-30 cm dan pada ketebalannya batupasir mencapai 10-60 cm serta memperlihatkan struktur sedimen graded-bedding.

Foto 3.5. Kontak antara Satuan Breksi Andesit dengan Satuan Batupasir-

Napal Lempungan, di K.

Saradan.

Batas kontak Satuan Batupasir-Napal Lempungan

tersebut selaras dan tegas terhadap satuan di

bawahnya.

Satuan Batupasir-Napal Lempungan

Satuan Breksi Andesit Kontak satuan

(13)

Foto 3.6 Perselingan antara batupasir dan batugamping.

Batupasir berwarna coklat kelabu, pasir halus-sedang, membundar- membundar tanggung, pemilahan baik-sedang, porositas baik, karbonatan, terdapat mineral mika, piroksen, feldspar, fragmen batugamping koral (Foto 3.7), terdapat bintik-bintik hitam mineral gelas, fosil foraminifera, terdapat struktur sedimen laminasi silang siur. Dari analisis petrografi (Lampiran A – lokasi Sbr 13) pada batupasir tersebut dapat di golongkan sebagai feldspatic wacke dengan mengacu pada klasifikasi Folk, 1974.

Batugamping berlapis baik, berwarna kelabu-putih, pasir sedang, membundar- membundar tanggung, sangat kompak, terdapat laminasi. Analisis petrografi pada sampel batugamping tersebut merupakan packstone (berdasarkan klasifikasi Dunham 1962), bertekstur klastik, terpilah buruk, butirannya terdiri dari foraminifera kecil, algae, kuarsa, dan k-felspar.

(14)

Foto 3.7 Batupasir dengan fragmen batugamping koral.

3.2.3.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Analisis mikropaleontologi pada sampel batuan yang diambil pada lapisan batupasir halus dan batugamping di lokasi Sdg 12 (K. Saradan), Sbr 5, Sbr 11 (K.

Bubung), dan Sng 18, Sng 22 (K. Juwet) menunjukkan keterdapatan fosil foraminifera plankton, yaitu Orbulina suturalis, Globorotalia peripheroronda, Orbulina universa, Globorotalia fohsi fohsi. Umur yang menunjukkan umur N10 – N11 dari biozonasi Blow (1969) ditentukan dari fosil indeks Globorotalia fohsi fohsi (tabel fosil indeks, Bolli dan Saunders,1985). Satuan Batupasir-Batugamping ini berada pada lingkungan Neritik luar (Tipsword, et al., 1966 op. cit. Pringgoprawiro dan Kapid, 2000), berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentos Cibicides sp, Cassidulina sp.

3.2.3.4 Hubungan Stratigrafi

Satuan Batupasir - Batugamping diendapkan dengan hubungan selaras terhadap satuan Batupasir – Napal Lempungan. Berdasarkan analisis mikropaleontologi (Lampiran E), diketahui bahwa tidak ada jeda waktu pengendapan sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara satuan tersebut adalah selaras.

Adapun bukti dilapangan kontak tersebut terdapat pada Foto 3.8.

(15)

3.2.4 Satuan Batugamping (Formasi Wonosari) 3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan Batugamping ini terdapat di selatan daerah penelitian dan menempati 45% daerah penelitian. Merupakan daerah perbukitan hingga dataran tinggi, melampar dari barat-timur (Lampiran F-3). Tersingkap sangat baik di bukit maupun sungai pada daerah penelitian, yakni sepanjang sungai utama K. Oyo (Syo 24-Syo 46), K. Grenseng (Sgs 1-Sgs 12), dan cabang sungai kecil di selatan (Bdg 1-Bdg 7) Peta Lintasan (Lampiran F-2). Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi Satuan Batugamping ini memiliki ketebalan kurang lebih 340 m.

3.2.4.2 Ciri Litologi

Satuan ini dicirikan oleh batugamping berlapis baik dengan ketebalan 5-100 cm, terdapat fosil, foraminifera kecil dan algae, setempat terdapat sisipan bioklastik foraminifera besar (Foto 3.10) dengan ketebalan sisipan mencapai 100 cm.

Batugamping berwarna putih-putih kecokalatan, putih keabu-abuan, kompak, mengandung komponen klastik ukuran pasir sedang-halus dan fosil foraminifera, koral, dan ganggang, terdapat fosil jejak (Foto 3.12), struktur sedimen konvolut (Foto 3.11 b), laminasi (Foto 3.11 a). Berdasarkan analisis petrografi (Lampiran A, Syo 34),

Foto 3.8 Kontak antara Satuan Batupasir-Napal Lempungan dengan Batupasir-

Batugamping.

Tersingkap dengan baik di K.

Juwet(Ngalanng).

Satuan Batupasir-Napal Lempungan Satuan Batupasir-Batugamping

Batupasir

(16)

batugamping ini diklasifikasikan sebagai packstone (berdasarkan klasifikasi Dunham, 1962).

Foto 3.9 Singkapan Batugamping berlapis baik,

tersingkap di K. Oyo.

Terdapat lapisan batugamping dengan ukuran

butir kasar dan halus.

Foto 3.10 Sisipan bioklastik pada batugamping yang tersingkap di K. Oyo.

Batugamping

(17)

Analisis kalsimetri (Lampiran B) dilakukan pada sampel Syo 27 di K. Oyo, perlapisan batugamping tersebut menunjukan gamping napalan - napal.

3.2.4.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Analisis mikropaleontologi pada sampel batuan di lokasi Bdg 6, Sgs 1 dan Syo 30, Syo 42, Soy 5; K. Oyo dan K. Grenseng (Lampiran F-2). Analisis tersebut menunjukkan keterdapatan fosil foraminifera plankton, yaitu Globorotalia mayeri Hastigerina shifonifera, Globorotalia continuosa, Globigerinoides mitra, Globorotalia menardi, Globoquadrina altispira altispira, Globigerinoides trilobus trilobus (tabel fosil indeks, Bolli dan Saunders, 1985) diperoleh umur satuan tersebut adalah Miosen Tengah akhir (N12-N14). Lingkungan pengendapan satuan ini adalah laut dangkal, pada zona Neritik Tengah (Tipsword, et al., 1966 op. cit. Pringgoprawiro dan Kapid, 2000), berdasarkan kandungan fosil Cibicides sp, Textularia sp, dan Amphislegina sp.

Foto 3.11 Struktur sedimen yang terdapat pada batugamping, (a) laminasi dan (b) konvolut.

Foto 3.12 Fosil jejak

b a

(18)

3.2.4.4 Hubungan Stratigrafi

Satuan Batugamping merupakan satuan termuda di daerah penelitian.

Berdasarkan analisis mikropaleontologi, diketahui tidak ada jeda waktu pengendapan sehingga hubungan Satuan Batugamping dengan Satuan Batupasir-Batugamping yang berada di bawahnya adalah selaras. Di bawah ini (Foto 3.13) adalah kontak satuan Satuan Batugamping dengan Satuan Batupasir-Batugamping.

S Satuan Batugamping

Satuan Batupasir - Batugamping

Kontak satuan

Foto 3.13 Kontak Satuan Batupasir - Batugamping dengan Satuan Batugamping, di K. Ngalang.

(19)

3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian 3.3.1 Pola Struktur Geologi Daerah Penelitian

Dari hasil penelitian di lapangan terdapat pola struktur yang mempengaruhi proses geologi daerah tersebut. Struktur tersebut merupakan sesar geser dengan jenis pergerakan sesar adalah mengiri, yang terdiri dua buah sesar mendatar yaitu Sesar Bunder yang berada sepanjang K. Bubung, Desa Bunder dan Sesar Ngalang yang berada di K. Juwet, Desa Ngalang (Lampiran F-3). Kenampakan di lapangan ditandai dengan adanya breksiasi (Foto 3.15) dan juga jalur pergeseran sesar (Foto 3.14) tersebut sepanjang sungai dengan arah kelurusan NE-SW.

Berdasarkan data-data yang didapat di lapangan dilakukan analisis dinamik untuk mengetahui arah tegasan utama maksimum sesar dan analisis kinematik untuk mengetahui arah gerak relatif sesar tersebut.

3.3.1.1 Struktur Sesar Mendatar Sesar Mendatar Bunder

Sesar Mendatar Bunder dapat diamati dengan adanya kelurusan bukit yang memanjang dengan relief relatif rapat dibandingkan sekitarnya, di sekitar Desa Nglegi (Lampiran F-1), serta terlihat adanya lembah relatif sempit yang memisahkan/

membelah bukit. Adapun jalur kemenerusan pada sesar ini berarah N 52o E.

Analisis dinamik (Gambar 3.4) pada Sesar Mendatar Bunder ini dilakukan dengan menggunakan data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Mendatar Bunder ini memiliki orientasi 1o, N 220o E. Analisis kinematik (Gambar 3.4 a) pada Sesar Mendatar Bunder ini memberikan hasil bahwa jenis pergerakan sesar mendatar ini adalah mengiri dengan kedudukan N 232o E/82o.

(20)

Sesar Mendatar Ngalang

Sesar Mendatar Ngalang (Foto 3.16) dapat diamati dengan adanya kelurusan lembah yang memanjang dengan relief rapat dibandingkan sekitarnya, di sekitar Desa Ngalang (Lampiran F-2, Sng 5 hingga Sng 9), serta terlihat adanya kelurusan sungai yang seperti memisahkan bukit di bagian selatannya. Seperti yang terlihat pada Foto 3.15 di bawah ini merupakan jalur breksiasi dengan arah N 26o E. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan diperoleh jenis sesar mendatar dengan pergerakan mengiri, serta mempunyai kedudukan N 206o E/85o.

Gambar 3.4 Analisis kinematik (a) dan dinamik (b) pada Sesar Bunder.

a b

S Foto 3.14 Jalur Sesar Mendatar Bunder, di sekitar K. Widoro.

Terdapat pada satuan Batupasir-Napal Lempungan.

(21)

3.3.1.2 Analisis Struktur Geologi Daerah Penelitian

Sesar yang terbentuk di daerah penelitian memiliki arah pergerakan relatif sama yaitu berarah NE-SW baik Sesar Ngalang dan Sesar Bunder. Kedua sesar tersebut penulis interpretasikan terjadi relatif bersamaan sebagai sesar sobekan (tears fault).

Berdasarkan pola struktur dan hasil pengolahan data yang diperoleh, pola struktur yang terbentuk di daerah penelitian terbentuk dalam satu fase deformasi. Pola struktur daerah penelitian dipengaruhi oleh pemendekan atau shortening.

Foto 3.15 Jalur Breksiasi Sesar Mendatar Ngalang, di sekitar K. Juwet. Yang terdapat pada satuan Batupasir-Napal Lempungan.

Zona breksiasi

Arah aliran sungai

Foto 3.16 Jalur kemenerusan Sesar Mendatar Ngalang, di sekitar K. Juwet. Pada satuan Batupasir-Napal Lempungan.

S S

(22)

Struktur yang ada di daerah penelitian memotong hingga satuan batuan yang termuda yakni Satuan Batugamping yang berumur Miosen Tengah akhir (N12-N14), sehingga dapat diperkirakan struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terbentuk setelah satuan termuda diendapkan yaitu terjadi pada Pliosen-Pleistosen yang pada umur tersebut terjadi deformasi di Pulau Jawa.

(23)

Gambar 3.5 Peta Struktur penelitian. Terdapat dua stuktur sesar di daerah penelitian, yaitu Sesar Bunder dan Sesar Ngalang.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis komunitas bakteri dengan teknik T-RFLP ditemukan bahwa jenis bakteri yang terdapat selama proses pengolahan tempe EMP dan tempe WJB terdiri atas jenis

Bila Anda tidak tertarik dengan Program ini, maka tolong selebaran ini diserahkan kepada orang lain yang mungkin tertarik mengikutinya, sebab bila selebaran ini

Citra Kota Lama bisa di lihat melalui karakteristik Kawasan, menurut pakar Arsitektur Kota yaitu Hamid Shirvani (1985) dalam bukunya “ The Urban Design Process”

(ebaliknya golongan mineralokortikoid e"ek utamanya adalah terhadap.. keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar

Adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui bentuk hubungan interaksi ruang pada usaha perikanan tangkap (mulai dari unit kegiatan pra produksi, produksi,

Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf) , apabila belum mampu, harus dilakukan oleh walinya. Objek akad itu, diakui oleh

Penyerang menggunakan sistem persamaan linear yang diturunkan untuk variabel kunci (bit-bit yang tidak diketahui dari kunci), dimana ruas kanan dari persamaan

• Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul tertentu2. (intermediate