• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERANCANGAN SISTEM UPGRADE SKKL JAKARTA-SURABAYA DENGAN TEKNOLOGI DWDM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERANCANGAN SISTEM UPGRADE SKKL JAKARTA-SURABAYA DENGAN TEKNOLOGI DWDM"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

46 BAB III

PERANCANGAN SISTEM UPGRADE SKKL JAKARTA-SURABAYA DENGAN TEKNOLOGI DWDM

3.1 Umum

Dalam bab III ini dibahas mengenai perancangan jaringan transport sesuai judul diatas. Pada perancangan nantinya akan diuraikan mengenai teknologi STM-N berapa yang akan digunakan. Sementara itu akan memperhitungkan faktor linear dan non-linearitas sehingga dapat menghasilkan power link budget dan rise time budget yang diharapkan.

3.2 Analisa trafik yang dibutuhkan

Untuk merencanakan link yang akan dibuat nanti, maka dalam bab ini akan dibahas besar kebutuhan kanal yang diperlukan. Saat ini traffic INDOSAT tumbuh dengan pesat sehubungan dengan pembangunan sarana yang dilakukan diantaranya :

• Pembangunan SKKL JAKASUSI yang menghubungkan Surabaya- Banjarmasin-Makasar, upgrade SKKL Jakarta-Surabaya dibutuhkan untuk menghubungkan SKKL JAKASUSI ke Jakarta dan luar negeri.

• Tahun 2007, Penambahan kapasitas kepemilikan SMW3 sehubungan dengan upgrade SMW3 di SKKL Ancol , penambahan drop port 10G.

(2)

47

• Tahun 2007, Penambahan kapasitas kepemilikan SMW3 sehubungan dengan upgrade Medan-Singapore 10G di SKKL Pantai Cermin.

• Rencana upgrade SMW3 Jakarta-Singapur 3X10G

• Pembangunan SKKL Jakabare yang baru selasai dibangun pada Oktober 2009

Dengan alasan diatas maka trafik yang dibutuhkan pada upgrade SKKL JS ini yaitu 5 × STM-64 untuk mengakomodasi kebutuhan trafik yang semakin meningkat.

3.3 Perancangan Struktur Jaringan

Penentuan struktur jaringan tentu saja harus berawal dari kebutuhan kanal yang diperlukan sehingga dapat terakomodasi. Kebutuhan yang diperlukan untuk sistem upgrade ini adalah 6 × STM-64 ditambah dengan lambda eksisting 2 × STM- 16.

3.3.1 Arsitektur Sistem

Gambar 3.1 Peta Sistem Komunikasi Kabel Laut Jakarta-Surabaya

(3)

48

SKKL Jakarta-Surabaya adalah sistem kabel optic WDM point to point antara Ancol (Jakarta) Cable Station dengan Banyu Urip (Surabaya) Cable Station. Kabel laut ini mempunyai panjang 723 km dan satu fiber pair membawa 7λ sebagai berikut :

• 1λ existing membawa trafik 5 Gbps rate yang dibangkitkan oleh 1676UF.

• 6λ upgrade masing-masing membawa trafik 10 Gbps dibangkitkan oleh 1620LM.

Total Kapasitas trafik yang diberikan adalah 6 × STM-64 dan 2 × STM-16.

3.3.2 Serat Optik yang digunakan

Serat optic yang digunakan dalam DWDM ini, yaitu serat optic single mode Non Zero Dispersion Shifted Fiber (NZDSF) dibuat berdasarkan rekomendasi ITU-T

G.655 dan pada daerah1550 nm memiliki dispersi kromatik sebesar 3-6 ps/nm.km.

Tujuan dari serat optik ini adalah untuk menekan efek four-wave mixing yang dapat mengurangi kapasitas kanal pada sistem DWDM. Pengaruh four-wave mixing akan semakin besar jika nilai dispersinya sangat kecil atau mendekati nol.

3.3.3 Wet Plant Supervisi

Supervisi Wet Plant hanya mungkin dari SLTE lama yaitu 1676UF, karena modulasi dilakukan pada level 5G wavelength. Berikut merupakan wavelength assignment (gambar 3.2 )

(4)

49

Gambar 3.2 Wavelength Assigment

3.3.4 Perancangan Konfigurasi Perangkat Terminal SDH STM-64

Satu STM-64 memiliki kapasitas maksimum sebesar 4032 E1. Dalam sistem upgrade ini menggunakan SDH Alcatel 1678MCC yang dipasang pada masing- masing station kabel. Drop port SDH ini akan didistribusikan ke pelanggan- pelanggan melalui jaringan DWDM Innercity maupun ke jaringan SKKL lain.

Gambar 3.3.merupakan gambar rencana konfigurasi interkoneksi SDH 1678MCC JS- Upgrade.

(5)

50

Gambar 3.3 Rencana konfigurasi interkoneksi JS-Upgrade

(6)

51

3.3.5 Perancangan Konfigurasi Perangkat SLTE

SKKL Jakarta-Surabaya membawa 7λ, 1λ dimanage oleh 1676UF (pada 1568 + 0.25 nm) dan 6λ dimanage oleh 1620LM. 1620LM sesuai dengan 50 Ghz ITU grid (#0.4 nm). Tabel 3.1 merupakan alokasi penjang gelombang yang digunakan.

Tabel 3.1 Panjang Gelombang Operasi

Equipment Wavelength Value

1620LM

1555.34 nm 192.750 Thz 1556.15 nm 192.650 Thz 1556.96 nm 192.550 Thz 1557.77 nm 192.450 Thz 1559.39 nm 192.250 Thz 1560.20 nm 192.150 Thz 1676UF 1568 ± 0.25 nm

SKKL JS ini pada awalnya menggunakan satu lambda dengan kapasitas total 5 Gbps pada single fiber pair.. Upgrade kapasitas ini menggunakan perangkat DWDM Alcatel 1620LM untuk mengakomodasi kebutuhan kanal di atas hanya dengan satu core optic saja. Teknologi transpor DWDM mampu memisahkan perangkat 6 ×STM-64 itu menjadi 6 panjang gelombang yang berbeda kemudian di multiplex dan dilewatkan melalui satu core optic saja. Di penerima panjang gelombang tersebut di demultiplex menjadi panjang gelombang awalnya.

(7)

52

Dengan teknologi ini diharapan jaringan mampu mengantispasi kebutuhan kanal untuk waktu yang lama dan menekan biaya instalasi. Konfigurasi perangkat STM-64 dengan DWDM dapat dilihat pada gambar 3.4. Satu lambda eksisting tetap menggunakan SLTE lama (1676UF).

Gambar 3.4 Konfigurasi perangkat SDH STM-64 dengan SLTE DWDM

Namun penggunaan STM-64 ini harus diperhitungkan dispersinya karena semakin besar bit rate transmisi yang digunakan maka jarak transmisi berbatas dispersi akan semakin pendek.

3.4 Perancangan Sistem Telekomunikasi

Dalam perancangan sistem telekomunikasi ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Pre In station test

(8)

53 2. In station test

3. Pre Segment Commisioning 4. Integrasi antara 1676 dengan 1620 5. Segment Commisioning Periode

Dalam rekomendasi ITU-T G.694.1 bahwa untuk DWDM memiliki spasi kanal minimum 50 GHz (0,4 nm). Pada perencanaan dengan jumlah kanal 6, maka panjang gelombang yang digunakan adalah 1555,34 nm, 1556,15 nm, 1556,96 nm, 1557,77 nm, 1559,39 nm, 1560,02 nm dan untuk lambda eksisting menggunakan 1568 + 0,25nm

3.4.1 Pre in station test 3.4.1.1 TRBD Setting

Daya output transponder akan ditetapkan dalam rangka memenuhi :

• A relative flat pre-emphasis

• A nominal post-amplifier input power

Pre-emphasis didefinisikan sebagai perbedaan relative power channel, flat pre-emphasis pada SLTE yang telah dilengkapi dengan tributari berarti bahwa sinyal WDM diukur dengan OSA setelah post-amplifier menampilkan semua peaks di level yang sama. Ketika SLTE dilengkapi dengan tributari, blok unequipped diload oleh dummy wavelength (ALCT). Power channel setiap ALCT harus sama dengan jumlah dari 8 working powers channels untuk spasi 50Ghz, ini berarti pada OSA xx

(9)

54

dB lebih tinggi dari power channel tributary. Pada sistem JS upgrade ini WDM Interfaces yang digunakan adalah TRBD1292.

Tabel 3.2 WDM Interface-Common Spesification

3.4.1.2 LOFAs

Adjust pada LOFA disesuaikan dengan Konfigurasi Station. TRBD harus diadjust untuk memenuhi ketentuan power input LOFA_T. Untuk TRBD range power dari -15 dBm sampai +9.5 dBm (lihat table 3.2).

(10)

55

CMDX BMDX

Gambar 3.5 LOFA setting pada Ancol dan Banyu Urip

(11)

56 3.4.1.3 Analisis Link Power Budget

Link Power Budget adalah perhitungan daya yang dilakukan pada suatu sistem transmisi yang didasarkan pada karakteristik saluran (rugi-rugi), sumber optik, penguat optik (repeater), sensitivitas detector. Pada SKKL JS ini mempunyai jarak 723 km dan dicatu dengan 7 buah repeater. Tabel dibawah ini merupakan hasil ukur dari pembacaan SMS. Terlihat bahwa nominal input repeater sekitar -15,4 dBm dan nominal output repeater sebesar +5 dBm.

(12)

57

Tabel 3.3 Hasil pembacaan repeater interogation

(13)

58 3.4.2 In station test

Pengetesean ini dilakukan setelah instalasi site dan sebelum commisioning.

3.4.2.1 TRBD

TRBD yang digunakan pada sistem upgrade ini adalah TRBD1292 dengan spasi kanal 50 Ghz, modulasi yang digunakan RZ, B&W Interface :I64.1 atau S- 64.2b, XFP yangdigunakan (LC/PC). Aplikasi untuk 10GbE atau SDH.

Gambar 3.6 Transponder TRBD1xy2 dengan VOA access (Pre and Post Comp)

3.4.2.2 ALCT 101x “Dummy” Wavelength Channel

ALCT 101x (Automatic Laser Control ) digunakan sebagai dummy channel.

Unit ini terdiri dari satu laser, yang terkonek langsung ke BMDX atau CMDX pada sisi transmit

Gambar 3.7 ALCT101x

(14)

59 3.4.2.3 Common Tx and Rx

Berikut ini adalah tabel common Tx dan Rx yang digunakan pada sistem upgrade ini.

Tabel 3.4 Common Tx dan RX

Unit Label Comment

CMDX1010 Channel

Mux/Demultiplexer

CMDX1010 Slot 2-19

50Ghz channel Spacing

Multiplexer 8:1/demultiplexer 1:8 BMDX1000

Band Multiplexer Demultiplexer

BMDX1000 Slot 3-18

12:1 multiplexer dan 1:12 demultiplexer LOFA2110

Line Optical Fiber Amplifier

LOFA2110 Slot 3,7,11,15 Amplifier Gain :14 dB

Forms part of multi-unit high reliability WDM amplifier. The LOFA2110 is used in

conjunction with

one or two external pump modules EMPM2000.

LSGC1000

Line Supervisory Gain Cell

LSGC1000 Slot 3-18

The LSGC is essentially a high reliability passive unit

which contains a reel of fibre in which the supervisory message is imported to the aggregate

optical signal through Raman amplification.

BOFA1000

Band Optical Fiber Amplifier

BOFA1000 Slot 2-20

Board containing 1 band amplifiers that can be used

in each of the sub-bands of the extended C- Band.

BOFA2000

Band Optical Fiber Amplifier

BOFA2000 Slot 2-20

Board containing 2 band amplifiers that can be used

in each of the sub-bands of the extended C- Band.

(15)

60 3.4.2.4 1620LM Unit Specification

Untuk system upgrade ini menggunakan TRBD 1292 dengan XFP Module s64.2b.

Tabel 3.5 1620LM Unit Specification

(*) Dapat disetting pada craft atau 1353NM

(16)

61

3.4.2.5 1620LM Transoceanic SLTE dengan NZDSF Fibre System

1620LM Transoceanic SLTE digunakan apabila tipe serat optic yang digunakan adalah NZDSF. Pada SKKL JS ini menggunakan fiber tipe NZDSF.

Gambar konfigurasi akan dijelaskan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 1620LM transoceanic SLTE dengan NZDSF fiber.

(17)

62

3.4.2.6 Optical Power and Pre-Emphasis measurement

Tujuan dari pengetesan ini adalah untuk mengecek level SLTE dalam konfigurasi yang berbeda, untuk mengecek power output dan DCM yang digunakan untuk perbaikan kabel.

a) Tributaries/ALCT Power and Pre-Emphasis measurement

Gambar 3.9 Pengukuran Tributary/ALCT power dan pre-emphasis

(18)

63

Berikut akan dijelaskan langkah-langkah dalam pengetesan :

- Mendiskonek fiber antara BMDX output dengan Post Amplifier(LOFA2110) input.

- Mengkonekkan OSA ke monitoring access BMDX

- Menggunakan Powermeter untuk mengukur output power TRBD(C) - Menyetting output maksimum semua tributary dan ALCT (dummy

wavelength)

- Mencatat hasil ukur dengan menggunakan Powermeter pada output power Tributary output power (pada “VOA out” port untuk TRBD(C)1xy2, pada

“WDM out” port untuk TRBD(C)1xy1): TmaxdBm.

- Mencatat signal power (TRBD(C) dan ALCT) pada OSA (res 0.2nm) yang terhubung pada BMDX monitoring access: Chx TmaxdBm.

- Menyetting mnimum power output semua Tributaries dan ALCT (dummy wavelength).

- Mencatat hasil ukur dengan menggunakan Powermeter di Tributary output power (pada “VOA out” port untuk TRBD(C)1xy2, at the “WDM out” port for TRBD(C)1xy1): TmindBm.

- Mencatat signal power (TRBD(C) dan ALCT) pada the OSA (res 0.2nm) yang tehubung ke BMDX monitoring access: Chx TmindBm.

(19)

64

Hasil akan dicek, harus sesuai dengan kondisi dibawah ini : Chx TmaxdBm – ChxTmindBm > 10 dB

Hasil akan dicek, harus sesuai dengan kondisi dibawah ini : (Min[Chx TmaxdBm] –Max[ChxTmindBm] > 7 dB

Hasil ukur pengukuran dibawah ini.

Tabel 3.6 Optical Power and Pre-Emphasis measurement

Optical Power and Pre-Emphasis measurement Pengukuran Power Common Amplifier

Berikut adalah langkah-langkah dalam pengukuran Power Common Amplifier

• Adjust TRBD dan output power ALCT dalam rangka untuk mendapatkan nilai input optimum Post-Amp

• Menghubungkan kembali fibre antara BMDX output dengan the Post- Amplifier input.

• Menggunakan power meter untuk mengukur power output Post- Amplifier LOFA2110 pada monitoring access.

(20)

65

Gambar 3.10 Konfigurasi pengukuran power common amplifier

Prosedur :

• Mensetting Post-Amplifier LOFA2110 ke level minimum

• Menggunakan power meter untuk mencatat hasil pengukuran power output LOFA2110 pada monitoring access: Ppost min

Mensetting Post-Amplifier LOFA2110 ke level maksimum

• Menggunakan power meter untuk mencatat hasil pengukuran power output LOFA2110 pada monitoring access: Ppost max

(21)

66

• Ulangi langkah diatas untuk semua common amplifier (Pre-amp LOFA-R, Booster LOFA-I)

Hasil :

Hasil pengukuran, harus dicek sesuai dengan kondisi sebagai berikut:

Ppost max dBm –Ppost min dBm > 5 dB

Table 3.7 Hasil Pengukuran Power Common Amplifier

3.4.2.7 Cable Repair DCM Insertion Loss Measurement

Gambar 3.11 Pengukuran kabel repair DCM insertion Loss

Prosedur :

• Mengukur output power optic sumber optic (contohnya : SDH Analyzer) dengan power meter seperti pada gambar diatas. Pin

• Menghubungkan sumber optic pada input DCM yang digunakan sebagai cable repair.

(22)

67

• Menghubungkan power meter pada DCM output port dan mengukur output power optic seperti pada gambar diatas. Pout

• Mengulangi langkah diatas untuk DCM yang lainnya.

Hasil :

Hasil pengukuran, harus dicek sesuai dengan kondisi tergantung pada typenya (lihat table) sebagai berikut:

Pin-Pout < Attmax dB

Tabel 3.8 Standart Data attenuasi DCM

Tabel 3.9 Hasil ukur DCM

3.4.2.8 Tribuatry input sensitivity : SDH/10GbE User interfaces Tujuannya adalah :

• Untuk mengecek sensitivitas optic input pada tributary

• Check AIS insertion

Konfigurasi pengetesan (hanya untuk instalasi awal) :

(23)

68

Konfigurasi pengetesan akan dijelaskan pada gambar 3.12 dengan konfigurasi standar 1620LM tanpa proteksi :

• Mengdjust relative flat pre-emphasis (Tributari diadjust pada level optic yang sama dan dummy juga diadjust pada level yang sama sekitar +2dB) dalam rangka untuk mendapatkan power input untuk LOFA yang pertama pada sisi transmit.

• Dari Craft Terminal, menyetting maksimum level output power Post- Amplifier.

• Mengganti VOA dengan fix attenuator untuk loop back di 1620LM.

• 10GbE/SDH analyzer error free, alarm free.

(24)

69

Gambar 3.12 Pegukuran sensitivity input tributary

Konfigurasi pengetesan (hanya untuk instalasi upgrade)

¾ 10GbE/SDH Analyzer error free, alarm free.

(25)

70

Gambar 3.13 Pengukuran sensitivity input tributary

Prosedur :

- Mengkonekkan SDH/10GbE ke VOA dan powermeter ke VOA output.

- Menyetting VOA sampai menjangkau level power sensitivitas tributary dalam pengetesan pada powermeter tergantung pada type tributary, B&W interface dan aplikasi :

Table 3.10 Sensitivity level

- Mengkonekkan output VOA ke B&W interfaces pada tributary pertama dalam pengetesan

- Mencatat BER selama 10 detik.

(26)

71

- Melepas VOA yang terkonek ke B&W interface dan mengecek LOF (AIS) pada SDH analyzer.

- Mengulangi langkah diatas untuk tributary lainnya.

Hasil :

Mencatat hasilnya pada data sheet dan mengecek selama satu menit untuk setiap tributary. BER harus lebih kecil daripada 1×10-12 untuk (STM-64/10GbE interfaces dan 1×10-10 untuk interfaces STM16.

Tabel 3.11 Hasil pengetesan Tributary Input Sensitivity

3.4.2.9 Line Sensitivity dan AIS Konfigurasi pengetesan :

- Menggunakan VOA untuk loop back 1620LM - Dari CT, menyetting FEC disable semua tributary - 10GbE/SDH Analyzer error free, free alarm

- Mengkonekkan OSA pada port monitoring pada LOFA yang terakhir pada sisi receive.

(27)

72

Gambar 3.14 Konfigurasi pengukuran Line Sensitivity dan AIS

Prosedur :

Sensitivity FEC off

- Membuat FEC disable dan MODE factory setting untuk tributary pertama - Mengkonekkan 10GbE/SDH Analyzer ke tributary pertama

- Mengadjust attenuasi pada VOA antara Post-Amplifier dengan PreAmplifier sampai BER dibawah 1×10-10 dengan step by step 0.1 dB.

- Mencatat attenuasinya (Att sensitivity dB) dan nilai BERnya.

- Mengecek dari craft terminal bahwa input power level WDM Rx lebih tinggi dari -17.5 dBm untuk TRBD(C) 12xx

(28)

73

- Mengukur S/N pada monitoring access point.pada LOFa yang terakhir sisi receive dengan OSA sebagai berikut:

¾ Mengukur level signal (Strib0.2nm)untuk tributary dengan OSA pada resolusi.2 nm.

¾ Mengukur noise:

Mematikan adjacent channel pada tributary yang dites.

¾ Mengukur noise:

Mematikan adjacent channel sekitar tributary yang dites, pada +/- 50, 100Ghz.

Menghitung noise level (N+ Trib i0.1nm dan N- Trib i0.1nm ) pada +/- 0.4nm sekitar tributary yang akan dites dengan OSA dengan resolusi 0.1 nm.

¾ Menghitung Signal Noise Ratio (SNR) tributary signal.

Dimana : Res0.2 : 0.2nm true resolution Res0.1 : 0.1nm true resolution Noise : N+dBm dan N-dBm Signal : SdBm

Check FEC Function

- Mengenablekan FEC correction tributary yang diatas.

(29)

74 - Menaikkan VOA dengan 3 dB.

- Menguji 10 GbE/SDH Analyzer selama 10 detik, mencatat apabila ada error yang muncul.

- Menyetting VOA ke maksimum dan mengecek LOF (AIS) on the SDH analyzer.

- Mengulangi test untuk tributary selanjutnya.

Hasil :

Hasil seperti terlihat pada table dibawah ini.

Tabel 3.12 Hasil ukur line sensitivity and AIS

Mengecek FEC Function dan AIS

- Mengaktifkan FEC correction pada tributary yang dites - Menaikkan VOA sampai 3 dB

- Memeriksa pada 10GbE/SDH Analyzer jika tidak ada error selama 10 detik.(Mencatat hasilnya)

- Menyetting VOA ke level maksimum dan mengecek LOF (AIS) pada SDH Analyzer

(30)

75

- Mengulangi langkah diatas untuk tributary yang lainya - Hasil harus sesuai dengan BER =10-10

Table 3.13 OSNR

3.4.2.10 Tributary SDH/10GbE Dual Functionality Verification (only for TRBD1x92)

Tujuan :

- Untuk mengecek dual function TRBD 1292 Kofigurasi pengetesan :

- Lihat gambar 3.15 Prosedure :

- Dari craft mendeclare semua XFP module TRBD1292 dengan SDH B&W interfaces (signal type : CBR10G)

- Mengkonekkan STM-64 analyzer pada TRBD1292

- Memonitor performansi pada analyzer selama 5 menit dan mencatat bit error, B2 dan B1 dalam data sheet

- Mengeset out of services dan meremove semua module XFP TRBD1292

(31)

76

- Dari craft, mendeclare semua module XFP TRBD1292 dengan 10GbEth B&W interfaces (signal type :10GbELAN)

- Menghubungkan 10GbE Analyzer pada TRBD1292

- Memonitor performansi pada analyzer selama 5 menit, dan mencatat Bit Error dan Error Second pada data sheet

Gambar 3.15 Konfigurasi pengetesan dual function

Hasil :

Hasil harus sesuai dengan kondisi berikut ini :

(32)

77 BER < 10^-14 per tributary

No severely Error Second

3.4.3 Stability test (confidence trial)

Mengecek performansi transmisi SLTE dalam waktu yang lama Konfigurasi Pengetesan:

- Lihat gambar 3.13

- Mengadjust relative flat pre-emphasis

- Memilih enable pada FEC correction TRBD1292 - SDH/10GbE Analyzer error free, alarm free Prosedur :

- Menyiapkan 1620LM sebagai stability test dengan pengecekan semua item pada data sheet “Confidence trial preparation”

- Mereset dan memulai performance monitoring setiap tributary dalam daisy chain pada management equipment

- Melakukan monitoring selama periode 12 Jam Hasil :

Berikut hasil yang harus dicatat pada data sheet : - STM-64 Analyzer : Bit errors, B2, B1

- 10GbE Analyzer : Bit errors, Errored seconds - Pada setiap TRBD1292 WDM interface : OCH-A

(33)

78

- Pada setiap TRBD1292 SDH interface : B1 counter, ODU2 & OGPluni errors

Hasil harus sesuai dengan kondisi sebagai berikut : BER < 10-14 per tributary

No Severely Errored Second

3.4.4 Integrasi antara 1620LM dengan 1676UF

Upgrade ini dilakukan dengan menambah SLTE 1620LM dan signal eksisting masih tetap digunakan. 1620 dihubungkan langsung ke line, dan 1676 dihubungkan ke line melalui 1620.

Persiapan :

Step Part Action

1 All Fibre loss (termasuk konektor) seharusnya kurang dari 1 dB 2. 1620 LSGC Menghubungkan 1620 LSGC card ke junction box

3. Optical Jumper for 1620 -1676

Menghubungkan fiber ke 1620

4. 1620 settings Mengadjust ALCT dan TRBD ke level minimum

Integrasi :

Step Action

1. Melepaskan PFE line fibre pada 1676 dari coupler (Tx) dan DCU (Rx)

(34)

79

2. Menghubungkan PFE line fiber yang dilepaskan ke junction box 3a. Pada 1676 : Menghubungkan RX fiber ( dari 1620 Demux) 3b. Pada 1676 : Menghubungkan Tx fiber (kea rah 1620 coupler)

4 Mengadjust line untuk membangun trafik secepat mungkin

Gambar 3.16 Konfigurasi sebelum upgrade

(35)

80

Gambar 3.17 Konfigurasi setelah upgrade

3.4.4.1 Pre-measurements sebelum integrasi 1676 Measurement

- Melakukan pengukuran pada 1676UF-LO-TX ;PRE-AMPLI;POST-AMPLI boards dan mencatat hasil pengukuran tersebut.

- Mengecek semua kondisi dalam keadaan normal.

Repeater scan

- Melakukan pengukuran repeater dan mengecek hasilnya.

3.4.4.2 Measurements setelah integrasi 1676 Measurement

- Melakukan pengukuran dan mencatat hasilnya

(36)

81

- Mengecek semua kondisi dalam keadaan normal Repeater scan

- Melakukan pengukuran repeater dan mengecek hasilnya - Mengecek semua kondisi dalam keadaan normal

3.4.5 Segment Commissioning

3.4.5.1 SLTE Tributary Independence Tujuan :

Untuk menguji apabila salah satu channel yang aktif diremove atau dilepas tidak berpengaruh pada channel yang lainnya dalam sistem.

Konfigurasi :

- Normal Line Current and repeater configuration.

- Error free dengan FEC ON lebih dari 30 detik

- Semua STM-64 tributary pada semua SLTE dalam sistem diisi dengan data (STM-64)

Prosedur :

Dari setiap station :

- Menghubungkan SDH analyzer sesuai dengan gambar dibawah ini dan memulai FEC monitoring (FEC ON)

- Menswitch off salah satu TRBD

(37)

82

- Menghubungkan OSA ke LOFA_T dan mengecek wavelength pada TRBD yang di off.

- Mencatat errors yang terjadi Far End Station pada SDH analyzer.

- Menswitch on TRBD

Gambar 3.18 SLTE Tributary Independence

Hasil :

Selama laser diswitch off pada DTA STM64 Analyzer, harus dalam kondisi no error 3.4.5.2 AIS insertion

Tujuan :

Untuk menguji arah transmit AIS insertion pada SLTE. Dilakukan disemua channel Konfigurasi :

- Normal power configuration

- Tribs under test loaded (STM-64) both ends Prosedur :

(38)

83

- Pada channel yang pertama dalam pengetesan, meremove B&W input power TRBD

- Memeriksa stasiun lawan bahwa SDH analyzer menerima sinyal LOF dan mengecek juga alarm “Generic AIS” pada Craft Terminal pada TRBD.

- Menghubungkan kembali B&W input power pada TRBD - Menguji pada sisi lawan error free pada SDH analyzer - Mengulangi langkah 1 sampai 4 pada semua channel

Hasil :

Mencatat “Generic AIS” indikasi pada craft terminal pada TRBD.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi usaha dan/atau kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen kelayakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, wajib menyusun dokumen

Alasan pemberian nama jalan ini adalah untuk mengingat dan mengenang kembali jasa-jasanya sebagai bekas Bupati Sumedang sampai dengan akhir hayatnya menggiatkan

Pada tahun 2013, dari 25 penelitian integratif yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Kehutanan dijabarkan dalam 405 hasil litbang, dengan rincian 143 hasil litbang konservasi

Tes Tes harian Unjuk kerja Lakukan percobaan untuk menyelidiki proses terjadinya benda bermuatan, sifat-sifat muatan F isi ka 3.3 Mendeskripsikan prinsip kerja elemen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian selanjutnya tidak hanya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), ukuran perusahaan (size),

Mewabahnya covid-19 di seluruh dunia menjadi gelombang buruk bagi perusahaan dan karyawan. Terjadi PHK secara masif dan itu menjadi salah satu yang mendorong timbulnya

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Agro Techno Park Kementerian Riset dan Teknologi Desa Bakung Indralaya Sumatera Selatan, pada bulan April sampai

36 Rabu 15-Apr-15 14.00 AULA STERDAM III JL.ACEH Undangan rapat koordinasi dalam rangka akrya bakti kesiapan KAA 37 Rabu 15-Apr-15 15.00 Kantor Kecamatan Bandung Wetan