BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan
1. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara selama kurun waktu yang panjang selalu meningkat dengan catatan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak menigkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Mudrajad, 2000).
Definisi lain tentang pembangunan ekonomi dikemukakan oleh Arsyad (1999) yang mengartikan pembangunan ekonomi sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
Dari definisi tersebut, pembangunan ekonomi mengandung beberapa konsep dasar, yaitu :
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus. b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang. d. Perbaikan sosial dan budaya sisitem kelembagaan. Hal ini dapat
2. Model Pembangunan Ekonomi
Menurut Suryana (2000:68-72) ada empat teori atau model pembangunan ekonomi yang bisa diterapkan, khususnya dalam pembangunan di Indonesia, yaitu :
a. Model pembangunan yang berorientasi pertumbuhan.
Tujuan pokok strategi ini adalah menigkatkan laju produksi (GDP). Kenaikan GDP (Gross Domestic Product) merupakan faktor utama dan merupakan parameter ekonomi dan sosial yang paling baik untuk tingkat hidup suatu masyarakat.
b. Model pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.
Sasaran yang dicapai adalah peningkatan dalam kesempatan kerja produktif dan meningkatkan produksi dengan cara redistribusi pendapatan melalui perluasan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran.
golongan miskin melalui pengalihan investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan sektor informal di perkotaan.
d. Model p embangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (The Bassic Necessary Oriented).
1) Terciptanya investasi yang tinggi ; a) Pemanfaatan teknologi tepat guna
b) Penggunaan sumber daya alam dalam produksi secara efisien. 2) Perubahan dalam pola redistribusi ;
a) Mobilitas pengangguran b) Relokasi pelayanan jasa umum c) Land reform
3) Perubahan kelembagaan ; a) Partisipasi masyarakat b) Dukungan pemerintah 3. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan 29ector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999)
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara local (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisitif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakat dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya- sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
4. Pembangunan Perdesaan
dalam Sartono, 2002:35)
a. Memberi gairah dan semangat hidup baru serta menghilangkan monotoni dari kehidupan masyarakat desa, sehingga warga desa tidak merasa jemu dengan lingkungannya.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi warga desa, sehingga dapat menahan arus urbanisasi.
c. Meningkatkan pelayanan bidang pendidikan secara merata sehingga dapat mengurangi arus para pelajar ke kota dan tenaga terdidik akan tetap tinggal di desa membimbing warga desa lain yang belum maju.
d. Modernisasi di bidang pengangkutan akan secara berangsur angsur menghilangkan sifat isolasi desa.
e. Modernisasi merupakan tumpuan bagi pengembangan teknologi pedesaan dan dalam proses pengembangannya warga desa dapat diikutsertakan.
Berdasarkan Louis Helling, dkk (2005), bahwa elemen dari rencana pembangunan lokal adalah:
a. Empowerment (pemberdayaan), yaitu meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam membuat dan memutuskan langkah yang akan diambil dalam mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan potensi dan masalah yang ada.
mempunyai kewenangan dalam merencanakan, pembuat keputusan, dan pelaksana peraturan. Pemerintah lokal disini bukan hanya pemerintah lokal secara struktur kenegaraan, tetapi juga institusi yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri.
c. Local Service Provision System (peraturan lokal), yang mengatur sumber daya hasil dan jasa serta fasilitas publik sebagai sumber dana pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan.
d. Enabling Local Private Sector Growth (dukungan bagi pertumbuhan sektor swasta), dimana terdapat kesempatan bagi pihak swasta untuk berperan aktif dalam perekonomian.
Pemberdayaan masyarakat (PM) merupakan komponen pokok dalam penentuan kebijakan pembangunan nasional untuk mencapai peningkatan kapasitas dan sumber daya. Agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi riil yang terjadi, diperlukan masyarakat yang mengerti akan potensi dan masalah pada lingkungannya. Disamping itu, juga diperlukan unsur lainnya untuk menentukan arah kebijakan pembangunan lokal.
2.2.Kemiskinan
Beberapa ahli lain mendefinisikan kemiskinan sebagai keadaan yang serba kekurangan dalam mendapatkan sumber pendapatan untuk hidup minimum dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar (Tumanggor, Suparlan dalam Misbach, 2004:4).
Kemiskinan dapat dikatakan sebagai suatu hambatan dalam pembangunan, karena kemiskinan merupakan masalah keterbelakangan ekonomi suatu negara (M.L Jhingan, 1996:42). Kemiskinan dapat mengakibatkan masyarakat di suatu negara terutama di negara sedang berkembang tidak mempunyai akses yang cukup untuk memasuki sektor riil, baik sebagai pekerja maupun sebagai pelaku bisnis lainnya. Karena itu sangat diperlukan suatu upaya penanggulangan agar seluruh masyarakat dapat memasuki pasar kerja.
beberapa ciri, diantaranya:
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan) b. Ketiadaaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan dan keluarga)
c. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal e. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan dan keterbatasan sumber
daya alam.
f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
g. Ketiadaan akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).
menstimulir mentalitas tersebut dapat dicapai melalui pendidikan. 1. Ukuran Kemiskinan
Secara umum ukuran kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua (Arsyad, 1992; 190-192), yaitu:
a. Kemiskinan absolut
Konsep kemiskinan pada dasarnya bisa diukur dengan membandingakan tingkat pendapatan seseorang dengan pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan tidak memenuhi kebutuhan minimum maka orang tersebut dapat dikatakan miskin.
Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin, atau yang sering disebut dengan garis batas kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan kemiskinan absolut. Konsep ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian dan perumahan untuk kelangsungan hidup.
b. Kemiskinan relatif
dengan keadaan masyarakat di sekitarnya maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Ini terjadi karena kemiskinan lebih ditentukan oleh keadaan sekitarnya.
Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah. Hal ini jelas merupakan pengembangan dari konsep kemiskinan absolut. Konsep kemiskinan relatif lebih bersifat dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu ada.
Menurut BPS dan Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty level) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan dasar makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
2. Penyebab Kemiskinan
Sharp dalam Mudrajad (1997:107), mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, yaitu:
a. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
manusia (SDM).
c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan tersebut bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty), yang dapat dilihat pada gambar di dibawah. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Produktivitas yang rendah menyebabkan pendapatan yang diterima seseorang juga rendah. Rendahnya pendapatan akan berdampak pada rendahnya tabungan dan investasi, dimana investasi yang rendah berarti mengakibatkan kekuranga Sumber : Mudrajad, 1997:107
Untuk kasus Indonesia Ginanjar (1996), mengemukakan ada empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut yaitu :
a. rendahnya taraf pendidikan; b. rendahnya taraf kesehatan; c. terbatasnya lapangan kerja; dan d. kondisi keterisolasian.
Dengan rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produksi dan pendapatan yang diterima. Pada gilirannya pendapatan tersebut mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadi proses kemiskinan.
3. Cara Mengatasi Kemiskinan
Setelah mengetahui sebab-sebab kemiskinan, selanjutnya diuraikan model untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dimensi kemiskinan yang begitu luas mengharuskan setiap upaya penanggulangan kemiskinan dalam tatanan makro perlu dilakukan secara terpadu, yang meliputi berbagai program pembangunan terpadu baik sektoral maupun regional. Dalam hal ini yang diperlukan adalah penajaman program dan kegiatan sehingga hasilnya lebih optimal dan berdampak langsung terhadap kelompok sasaran.
Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat dibagi atas tiga kelompok (Edwina dalam Palupi, 2004:37)
memberikan dasar tercapainya upaya penanggulangan kemiskinan. Berbagai program dan kebijaksanaan tidak terbatas pada penduduk miskin tetapi program-program tersebut cukup berperan dalam mengatasi kemiskinan.
b. Kebijaksanaan yang langsung diarahkan pada peningkatan akses terhadap sarana dan prasarana yang mendukung penyediaan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan, peningkatan produktifitas dan pendapatan, khususnya masyarakat berpendapatan rendah.
c. Kebijaksanaan khusus, keseluruhan rencana dan kegiatannya tertuju pada kelompok masyarakat miskin dan diberi nama yang mencerminkan kegiatan tersebut. Program khusus ini berupaya untuk memberdayakan masyarakat miskin agar mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan.
Keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh tersedianya dana, daya dan sarana, intensitas dan kualitas berbagai kegiatan pelaksanaannya, kualitas hasil langsung dari kegiatan tersebut dan efek serta dampak yang diperoleh.
4. Garis Kemiskinan
a. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
memenuhi kecukupan konsumsi makanan sebanyak 2100 kk perkapita per hari ditambah pemenuhan kebutuhan pokok minimum untuk perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan dan transportasi.
Batas garis kemiskinan perkotaan yang lebih tinggi daripada batas garis kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh adanya perbedaan kebutuhan minimum antara perkotaan dan pedesaan. Garis Kemiskinan untuk Kabupaten Asahan dapat dilihat pada table bawah ini.
Tabel 2.4.
Garis Kemiskinan Kabupaten Asahan 2007-2010
Tahun Rp/kapita/bln 2007 161.480 2008 174.787 2009 202.180 2010 224.417 Sumber : www/Asahankab.bps.go.id b. Menurut Sayogyo tahun 1971
Batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi perkapita setahun dikonversi dengan nilai tukar beras. Sayogyo dalam Suseno (1990:126-127) telah menghitung bahwa seseorang dikelompokkan kedalam golongan :
untuk perkotaan.
2) Miskin sekali, apabila tingkat pendapatannya lebih kecil dari 240 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 360 kg untuk perkotaan.
3) Melarat, apabila seseorang mempunyai pengeluaran 180 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 270 kg nilai tukar beras untuk perkotaan.
Dalam ilmu-ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan dengan menggunakan tolok ukur. Dengan adanya tolok ukur ini mereka yang tergolong sebagai orang miskin atau yang berada dalam taraf kehidupan miskin dapat diketahui untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang perlu diperangi kemiskinannya.
M.P Todaro (2000: 200-206) mengemukakan dua anggapan dasar yang kiranya cukup relevan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas mengenai kemiskinan, yaitu :
Dari anggapan dasar tersebut dapat kita ambil konsep-konsep dasar yang perlu dibangun, yaitu :
a. Pembangunan hendaknya lebih diarahkan pada daerah-daerah pedesaan yang identik dengan penduduk miskin, dengan meningkatkan potensi yang dimiliki daerah pedesaan yang bersangkutan.
b. Kaum wanita dan anak-anak harus diberi kesempatan berusaha secara mandiri agar dapat berperan serta secara aktif dalam proses pembangunan. Konsep-konsep yang diuraikan di atas sangat diterima dan popular di negara sedang berkembang terutama di Asia Tenggara. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya negara yang melaksanakan program dengan pengembangan konsep serupa, disesuaikan dengan kondisi negara yang bersangkutan. Begitu juga di Indonesia, PNPM Mandiri merupakan pengembangan dari konsep yang telah di uraikan di atas.
2.3. Pemberdayaan.
Menurut Suharto (2005), pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan, dan cara-cara pemberdayaan. Maka sebagai suatu proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai kemampuan). Kemampuan disini meliputi aspek fisik dan material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumberdaya manusia) dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.
masyarakat untuk menuntaskan masalah kesenjangan berupa pengangguran, kemiskinan dan ketidakmerataan dengan memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat banyak untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Dan ketiga pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor, pembangunan antar daerah dan pembangunan khusus yang semuanya dilaksanakan secara terpadu, terarah dan sistematis (Dwidjowijoto, 2000).
Pemberdayaan (empowerment) sebagai konsep alternatif pembangunan pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah lokalitas, sebab masyarakat sipil (civil society) akan merasa siap diberdayakan lewat isu-isu lokal dan sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur diluar masyarakat sipil diabaikan (Hall dalam Friedmann, 1992).
Konsep pemberdayaan sekaligus mengandung konteks pemihakan kepada lapisan masyarkat yang berada pada garis kemiskinan (Mubyarto,1997).
2.4. Konsep Pengembangan Wilayah
sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005), Secara ringkas konsep mengenai ruangan/wilayah ditandai dengan lokasi absolute dan distribusi areal dari gambaran tertentu di permukaan bumi. Ruang memiliki jarak secara geometri, absolute dan unik dalam hubungannya dengan lokasi yang lain, dan memiliki bentuk yang dibatasi oleh batas lokasi tetap.
Menurut Sukrino (1985) wilayah dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : a. Wilayah homogeny, merupakan wilayah dimana kegiatan ekonomi berlaku
dipelbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya.
b. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai satu ruang ekonomi yang dikuasai oleh beberapa pelaku ekonomi.
c. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi pemerintahan.
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses interaktif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teroritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis.
Dengan demikian wilayah akan menjadi wilayah yang nyaman untuk berproduksi dan berkonsumsi di tengah suatu kehidupan wilayah yang dinamis dan produktif.
Dalam kenyataannya hipotesis makro ekonomi ini tidak selalu signifikan teruji. Dalam masa-masa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 80-an ternyata tetesan pembangunan tidak terasa bagi masyarakat miskin terutama di perdesaan. Keadaan ini yang menuntut pergeseran paradigma pertumbuhan menuju people centred development yang memperlakukan manusia sebagai yang utama dalam pembangunan melalui kontribusi masing-masing serta partisipasi dalam peningkatan setiap pelaku ekonomi.
2.5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)
1. Gambaran Umum PNPM Mandiri Perdesaan
PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penangulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendaapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektifitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan system pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerjasama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). (PTO PNPM Mandiri Perdesaan, 2008)
2. Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan
Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
Tujuan khususnya meliputi:
a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan
c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat
e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir
f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa.
g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.
3. Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan
Sesuai dengan Pedoman Umum PNPM Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi: (PTO PNPM Mandiri Perdesaan, 2008) a. Bertumpu pada pembangunan manusia, dimana masyarakat hendaknya
memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
c . Desentralisasi, yaitu memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d. Berorientasi pada masyarakat miskin, pengertinnya adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.
e. Partisipasi, pengertiannya adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap soaialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.
f. Kesetaraan dan keadilan gender, pengertiannya adalah masyarakat baik laki-laki dan peremmpuan mempunyai kesetaraan dalam perannya disetiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat keegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
g. Demokratis, pengertiannya adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyawarah dan mufakat.
h . Transparansi dan Akuntabel, pengertiannya adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertangggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
i . Prioritas, pengertiannya adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaaatan untuk pengentasan kemiskinan.
pelaksanaaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan system pelestariannya.
4. Kriterian dan Jenis Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Kegiatan yang dibiayai dari dana Bantuan Langsung Masyrakat PNPM Mandiri Perdesaan diutamakan untuk kegiatan yang memnuhi kriteria :
1. Lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin. 2. Berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan.
3. Dapat dikerjakan olehh masyarakat. 4. Didukung oleh sumberdaya yang ada.
5. Memiliki potensi berkembang dan keberlanjutan.
Jenis-jenis kegiatan melalui dan Bantua Langsung Masyarakat PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana dan sarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun janggka panjang secarra ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin.
b. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan nonformal)
sumberdaya local (tidak termasuk penambahan modal)
d. Penambahan permodalan simpan pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP).
Maksimal nilai satu usulan kegiatan yang dapat didanai BLM PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebesar Rp.350 juta. Sedangkan alokasi dana untuk kegiatan SPP maksimal 25% dari BLM kecamatan, tanpa ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok. (PTO PNPM Mandiri Perdesaan, 2008)
2.6. Penelitian Sebelumnya
Santosa, Hidayat dan Indroyono, (2003), menganalisis tentang Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran (IDT, PPK dan P2KP) di Propinsi D.I. Jogjakarta". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program IDT paling berhasil dalam meningkatkan pendapatan masyarakat yang menjadi peserta program. Hal ini dikarenakan keberhasilan mereka dalam usaha (net income naik) serta ketepatan sasaran program IDT yang lebih ditujukan pada penduduk yang benar-benar miskin.
Wahyuni (2004), penelitiannya berjudul "Inequality of Distribution and Poverty Incidence in the Adjustment Period and Analysis of Economic Crisis Impact in Indonesia". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel sosial ekonomi yaitu pengeluaran per kapita, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, kepadatan penduduk, pendapatan per kapita, dan variabel yang menunjukkan krisis ekonomi signifikan mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pemerintah seharusnya difokuskan kepada variabel kebijakan yang signifikan mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan.
Sebagai contoh, untuk mengurangi kepadatan penduduk yang terkonsentrasi di perkotaan, kebijakan yang bisa pemerintah lakukan adalah dengan membangun prasarana yang memadai di pedesaan serta mengupayakan pemerataan pembangunan di pedesaan. Dengan demikian ketimpangan pendapatan bisa ditekan dan taraf hidup masyarakat di pedesaan akan menjadi lebih baik, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
55 tahun, dibandingkan usia <15 dan >55 tahun. Ketiga, lembaga apa yang sebaiknya mensinkronkan program penanggulangan kemiskinan, sebagian besar responden mengusulkan komite khusus semacam Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), daripada BAPPEDA maupun antar instansi melakukannya sendiri. Keempat, fokus penanggulangan kemiskinan hendaknya pada pembangunan prasarana fisik dibandingkan kesehatan dan pendidikan. Kelima, sebaiknya program penanggulangan kemiskinan difokuskan kepada masalah permodalan, dibandingkan pelatihan dan pendampingan.
Joko (2004), menganalisis keberhasilan progam pengembangan kecamatan fase II di Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PPK fase II. Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa pelaksanaan PPK fase II masih terdapat kekurangan, dan penelitiannya belum cukup memberikan informasi mengenai dampak riil pelaksanaan PPK fase II terhadap penduduk miskin yang menjadi peserta program. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai perkembangan PPK, yang saat ini telah berubah nama menjadi PNPM-PPK atau PNPM-Mandiri Perdesaan.
meningkatkan kondisi sosio ekonomi masyarakat. Pendidikan dan pendapatan masyarakat berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah menerima Program PNPM-MP, dimana pendapatan dan pendidikan masyarakat semakin meningkat atau naik secara signifikan. Program PNPM-MP juga meningkatkan peluang kerja masyarakat. Dimana kenaikan pendapatan masyarakat yang tidak menerima program lebih tinggi dari masyarakat yang menerima. Hal ini terjadi, karena pemilihan desa penerima program adalah tepat pada masyarakat miskin dan sebagaian besar pekerjaan mereka adalah bertani, sehingga kenaikan pendapatan mereka lebih lambat.
2.7.Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menganalisis apakah pelaksanaan program PNPM-Mandiri Perdesaan mempunyai dampak terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Selain itu juga akan dianalisis sejauh mana PNPM-Mandiri Perdesaan memberikan dampak terhadap pengembangan ekonomi lokal dan wilayah perdesaan di Kabupaten Asahan.
Program SPP (Simpan Pinjam) Program Padat Karya (Infrastruktur)
PNPM-MANDIRI
Pengembangan Ekonomi Lokal Dan Wilayah2.8. Hipotesis