• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Pendahuluan Indonesia masih ada banyak wilayah yang tertinggal dari segi perkembangannya salah satunya yaitu perkembangan dalam bidang pendidikan. S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1 Pendahuluan Indonesia masih ada banyak wilayah yang tertinggal dari segi perkembangannya salah satunya yaitu perkembangan dalam bidang pendidikan. S"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Indonesia masih ada banyak wilayah yang tertinggal dari segi perkembangannya salah satunya yaitu perkembangan dalam bidang pendidikan. Saat ini pada kenyataan nya lebih banyak mahasiswa yang memilih untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang ada di pulau jawa. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa perguruan tinggi di pulau jawa lebih memadai dari segi kualitas maupun kuantitas di banding dengan perguruan tinggi diluar jawa (Niam, 2009). Menurut Pitopang (2011) banyaknya mahasiswa yang merantau ke luar daerah, terutama ke pulau jawa untuk kuliah juga dipengaruhi oleh harapan masyarakat asal jika perantau berhasil dalam menuntut ilmu dan pulang ke kampung halaman keluarga mereka akan bangga. Ketika seseorang keluar dari daerah untuk merantau demi meraih cita-citanya, kemandirian serta adaptasi yang baik tentu sangat dibutuhkan. Menurut Jayusman (2018) dengan merantau individu dapat melatih kemandirian dan juga kemampuan adaptasi dengan lingkungan baru. Selain itu juga terdapat kesulitan dan tantangan ketika merantau, antara lain kesulitan dalam penyesuaian bahasa, mengartikan ekspresi orang-orang di rantau karena bedanya bahasa dan norma yang biasa digunakan dirumah dengan di rantau. Tentunya saat menjadi anak rantau banyak tekanan yang bisa memicu seseorang menjadi stres, ditambah dengan tuntutan akademik yang cukup berat saat sedang berkuliah, terlebih khusus saat memasuki masa pengerjaan tugas akhir.

Proses pengerjaan tugas akhir bukan perkara yang mudah bagi setiap mahasiswa, karena dalam proses mengerjakan tugas akhir mahasiswa mendapatkan banyak kesulitan.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiyah (dalam Wati, 2020) menemukan bahwa sebagian besar masalah yang dihadapi oleh mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir adalah kurangnya referensi dengan presentase 53,3%. Begitu juga dengan Mutadin (2004) mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat menghambat pembuatan tugas akhir pada mahasiswa antara lain : kejenuhan saat mengerjakan tugas akhir, proses yang lama saat pengumpulan data, kesulitan menuangkan ide kedalam bentuk tulisan, tidak mampu membagi waktu untuk mengerjakan tugas akhir dengan kegiatan lain, bahkan kurangnya kemampuan berbahasa inggris untuk membaca literatur yang dipakai dalam pembuatan tugas akhir. Hasil penelitian Faridah (2006) mengatakan bahwa banyak mahasiswa yang lama dalam mengerjakan tugas akhir dikarenakan bingung menentukan judul dan sering menunda

(2)

menyelesaikan revisi. Wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada lima orang mahasiswa etnis Minahasa yang sedang berada di Salatiga, ditemukan bahwa saat proses pembuatan tugas akhir mereka mengalami lelah, sakit kepala dan merasakan memiliki beban berat yang bisa mengakibatkan stres saat memikirkan tugas akhir. Segala kesulitan yang dialami selama proses penyusunan tugas akhir akan menjadi tekanan bagi mahasiswa yang bisa mengakibatkan stress. Etnis Minahasa mempunyai budaya yang penting jangan kalah aksi dan merupakan orang ambisius dalam mengerjakan sesuatu dalam hal ini juga tugas akhir termasuk. Ketika tuntutan itu tidak bisa diselesaikan maka dapat memicu terjadinya stres. Smet (1994) menjelaskan bahwa stres muncul akibat adanya tuntutan yang lebih besar daripada kemampuan yang dimiliki oleh individu, sehingga ketika individu merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut maka akan merasakan ketegangan di dalam diri dan bila berlangsung lama serta tidak segera diatasi dapat mengakibatkan stres.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan mengenai penyebab stres pada mahasiswa dalam pengerjaan tugas akhir, tentunya hal yang perlu dilakukan ketika seseorang mengalami stres yaitu dengan memilih strategi coping yang tepat untuk bisa meminimalisir stress yang dirasakan. Menurut Cohen dan Smet (1994) mengatakan bahwa strategi coping merupakan cara yang dilakukan oleh individu untuk bisa mengurangi suatu tekanan akibat stres yang dialami. Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa metode coping dibagi menjadi dua yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem focused coping) dan strategi coping berfokus pada emosi (emotion focused coping). Keefektifan strategi coping dapat dilihat dengan berhasilnya mengurangi rasa gelisah dan rasa cemas yang ditimbulkan akibat stres (Lazarus & Folkman, 1984). Lazarus dan Folkman (1984) juga menyebutkan bahwa problem focused coping lebih sering digunakan oleh individu dibandingkan dengan emotion focused coping dalam persiapan ujian akademik. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) Problem focused coping adalah suatu usaha untuk mengurangi stresor, dengan mempelajari cara dan ketrampilan baru yang bisa digunakan untuk mengubah situasi, keadaan bahkan suatu pokok permasalahan. Sebagai contoh ketika mahasiswa dihadapkan dengan suatu masalah dirinya tidak akan mencari pelampiasan apapun untuk menghilangkan stres namun sebaliknya individu tersebut akan mencari solusi dan tindakan yang bisa menyelesaikan permasalahan. Dari penjelasan Lazarus dan Folkman (1984) juga menyatakan penggunaan problem focused coping dapat membantu mahasiswa menyelesaikan kendala dalam bidang akademik termasuk juga kendala penyusunan tugas akhir.

(3)

Menurut penelitian Kadili (2018) upaya yang dilakukan setiap mahasiswa yang sedang dalam penyusunan tugas akhir tentunya berbeda-beda antara lain : Membaca buku untuk dijadikan literatur tugas akhir, menghubungi dosen pembimbing dengan teratur, mengerjakan revisi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bahkan mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas akhir. Mengenai hal ini peneliti telah melakukan wawancara lanjutan pada beberapa mahasiswa asal Minahasa yang sedang berada di Salatiga dan saat ini sedang mengerjakan tugas akhir. Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan menunjukkan fenomena yang berbeda yaitu problem focused coping yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa etnis Minahasa belum memberikan dampak yang efektif bagi kemajuan pengerjaan tugas akhir mereka. Contoh nya pada mahasiswa pertama mengatakan bahwa saat sedang stress dalam penyusunan tugas akhir mahasiswa ini meminta saran dari temannya untuk mengerjakan tugas akhir namun ketika sudah mendapat saran dia tidak rajin mengerjakan, sedangkan pada mahasiswa kedua mengatakan bahwa ia memilih untuk meminta motivasi dari kedua orang tua agar bisa lebih semangat dalam mengerjakan tugas akhir setelah beberapa waktu ia semangat mengerjakan namun hal itu tidak berlangsung lama dan malahan tidak begitu memberikan dampak untuk tugas akhirnya, serta pada mahasiswa ketiga yang berusaha menggunakan problem focused coping dengan mengerjakan tugas akhir secara rutin setelah diberikan revisi agar bisa cepat selesai namun hal itu juga tidak berhasil dalam meminimalisir stres saat penyusunan tugas akhir karena yang dibayangkan akan bisa berjalan lancar akan tetapi kenyataan tidak sesuai.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) faktor-faktor yang mempengaruhi Problem Focused Coping adalah: kesehatan dan energi (health and energy), keyakinan yang positif (positif beliefs), kemampuan pemecahan masalah (problem solving skill), ketrampilan sosial (social skills),dukungan sosial (social support), dan sumber material (material resources).

Dalam penggunaan problem focused coping menurut Folkman dan Lazarus (1984) salah satu faktor penting yang mempengaruhi terjadinya problem focused coping yaitu dukungan sosial.

Dukungan sosial adalah persepsi atau pengalaman individu yang merasakan kepedulian, kebermaknaan, dan bantuan dari lingkungan sosialnya (dalam Kafetsios, 2007). Menurut Zimet, dkk. (dalam Elka Putra, 2018) dukungan sosial adalah dukungan yang bersifat subjektif yang sumber dukungannya dapat berasal dari keluarga, teman, dan significant others. Oleh karena itu, dukungan sosial diperlukan untuk bisa membantu individu meminimalisir stres yang sedang dirasakan. Dalam dukungan sosial terdapat tiga aspek yang mendukung peningkatan melakukan problem focused coping. Aspek pertama yaitu keluarga (family),

(4)

dengan adanya dukungan dari keluarga bisa membantu individu dalam meminimalisir stres.

Dalam hal ini keluarga akan dijadikan tempat untuk bisa berbagi cerita, bisa menanyakan berbagai hal dan dengan adanya keluarga individu bisa dengan bebas mengeluarkan keluh kesah ketika sedang mengalami suatu permasalahan. Aspek kedua yaitu teman (friends), dalam aspek ini sangat berpengaruh bagi anak rantau karena di saat merantau akan jauh dari lingkungan keluarga dan yang bisa menggantikan hal tersebut yaitu teman-teman yang ada di lingkungan sekitar. Teman merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang penting bagi anak rantau karena ketika individu mempunyai teman bisa saling memberikan dukungan, saling memelihara dan saling memberi barang ataupun saling memberikan perhatian. Teman merupakan sumber afeksi, simpati dan tempat bereksperimen. Yang terakhir yaitu significant others, dimana dalam aspek significant others ini orang yang secara nyata penting bagi seseorang dalam proses sosialisasi dan sangat mempengaruhi individu untuk menjalankan aktifitas sehari-hari.

Individu yang menerima dukungan sosial akan mampu menyelesaikan tugas yang berat dibandingkan dengan orang yang tidak menerima dukungan sosial (Cutrona, 1986). Menurut Sarafino (1994) seseorang yang mempunyai dukungan sosial tinggi ada kecenderungan tidak mengabaikan stres karena mereka tahu akan mendapatkan pertolongan dari orang lain saat mereka dalam suatu permasalahan. Menurut Hasan dan Rufaidah (2013) dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitar bisa membantu individu lebih bisa menerima kenyataan, lebih percaya diri dan lebih berpikir positif. Dukungan sosial juga bisa meningkatkan cara seseorang untuk menghadapi masalah dan mengurangi reaksi stress melalui coping stress (dalam Prayascitta, 2010).

Bagi Mahasiswa yang berasal dari etnis Minahasa mempunyai ciri khas berupa semboyan “Si Tou Timou Tumou Tou dan Torang Samua Basudara” yang berarti “Manusia Memanusiakan Sesama Manusia” dan “Kita Semua Bersaudara”. Makna dari semboyan “Si Tou Timou Tumou Tou dan Torang Samua Basudara” yaitu agar setiap individu saling tolong- menolong untuk membantu sesama dan menanamkan rasa persaudaraan kepada semua orang.

Semboyan ini merupakan dasar dari setiap tindakan yang akan individu perbuat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya dasar ini masyarakat di Sulawesi Utara khususnya budaya Minahasa diharapkan selalu bergaul dan bekerja sama serta saling bantu membantu antara sesamanya (dalam Tumiwa, 2016). Dari pernyataan tersebut, hal itu sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa mahasiswa etnis Minahasa yang sedang

(5)

mengerjakan tugas akhir yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dari orang sekitar berpengaruh dalam proses menyelesaikan tugas akhir. Dengan adanya dukungan dari orang- orang disekitar individu merasa bisa saling membantu dalam pengerjaan tugas akhir melalui sharing informasi-informasi yang ada, saling mendukung saat sedang merasa down dan individu juga mendapatkan motivasi yang bisa membangkitkan kembali semangat dalam menyelesaikan tugas akhir. Namun demikian, masih ada beberapa mahasiswa juga yang beranggapan bahwa tanpa bantuan dari orang sekitar mereka tetap bisa menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada dua mahasiswa asal etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir mengatakan bahwa menurut mereka hanya diri sendiri lah yang bisa membangkitkan semangat mereka dalam mengerjakan tugas akhir.

Menurut Kusumadewi (2008) menjelaskan jika dukungan sosial yang diterima semakin besar maka penggunaan problem focused coping juga akan besar. Hal ini disebabkan karena dukungan sosial merupakan penangkal stress dan bisa memberikan pemecahan masalah yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya, sehingga bisa membuat individu lebih berfokus pada aspek positif. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Septi (2019) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial dengan problem focused coping. Yang artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan maka semakin tinggi pula problem focused coping yang dimiliki, begitupun sebaliknya ketika semakin rendah dukungan sosial yang diberikan maka akan semakin rendah pula problem focused coping yang dimiliki.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Aviani (2020) membuktikan bahwa dukungan sosial berkontribusi terhadap kecenderungan coping yang berfokus pada masalah terhadap mahasiswa rantau yang sedang mengerjakan skripsi, ketika mahasiswa rantau memiliki dukungan sosial yang tinggi maka akan semakin baik problem focused coping yang akan dilakukan. Serta penelitian yang dilakukan oleh Wati (2020) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel dukungan sosial dengan variabel strategi koping berfokus pada masalah, ketika dukungan sosial yang diberikan pada mahasiswa tingkat akhir tinggi maka strategi koping berfokus pada masalah juga akan tinggi. Artinya dukungan sosial yang diberikan kepada mahasiswa semester akhir mampu meningkatkan strategi koping berfokus masalah pada mahasiswa tersebut. Oleh karena semua uraian para ahli serta hasil wawancara yang ada, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan sosial dan problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir.

(6)

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dan problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Artinya semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki oleh mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir maka problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir juga akan tinggi.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu :

a). Variabel independent (bebas) : Dukungan sosial (X)

b). Variabel dependent (tergantung) : Problem focused coping (Y)

Partisipan Penelitian

Partisipan berjumlah 90 mahasiswa yang diperoleh dengan menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sesuai dengan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti

Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini yaitu:

1. Mahasiswa aktif UKSW yang sedang mengerjakan Tugas akhir

2. Mahasiswa etnis Minahasa yang terlibat secara aktif dalam komunitas Pinaesaan Salatiga

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti membagikan 2 skala kepada partisipan yang digunakan untuk menghitung dukungan sosial dan problem focused coping. Skala ini mengikuti skala Likert dengan 4 kategori jawaban yaitu berupa STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju). Untuk item unfavourable diberi nilai SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, STS diberi nilai 4. Untuk item favourable merupakan kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, dan STS diberi nilai 1.

(7)

Alat ukur dukungan sosial menggunakan skala Multidimensional Social Perceived Support Scale (MSPSS) oleh Zimet dkk (1988) yang telah diadaptasi oleh penulis. Skala MSPSS ini memiliki sebanyak 12 aitem dan ada 12 aitem favourable. MSPSS terdiri dari 3 aspek yaitu Significant Other, Family, and Friends. Perhitungan uji daya diskriminasi aitem MSPSS dilakukan hanya 1 kali putaran menggunakan SPSS dengan standard koefensi korelasi

≥0,30 (Azwar, 2007) Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 12 aitem yang lolos dengan koefisien reliabilitas 0,902 dan tergolong memiliki tingkat realibilitas yang tinggi.

Kemudian selanjutnya untuk variabel Problem focused coping peneliti menggunakan skala Problem Focused coping oleh Nur Dahlia Kadili (2018) yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Folkman dan Lazarus (1984) Skala ini terdiri dari 49 pernyataan dengan 27 pernyataan favourable dan 22 pernyataan unfavourable. Skala ini terdiri dari 3 aspek yaitu Konfrontasi (confrontive coping), Mencari informasi (Seeking Informational Support) dan Merencanakan Pemecahan Masalah (Planful Problem Solving). Pengujian daya diskriminasi item problem focused coping dilakukan sebanyak 3 kali putaran menggunakan bantuan SPSS dengan standard koefensi korelasi ≥0,30 (Azwar, 2007). Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut menyisakan 36 pernyataan dari 49 pernyataan yang ada pada problem focused coping dengan koefisien reliabilitas 0,915 dan tergolong memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

Hasil Karakteristik Partisipan

Dari total 90 partisipan yang didapatkan dalam penelitian ini diperoleh data demografis sebagai berikut:

Tabel 1. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki-laki 36 40%

Perempuan 54 60%

Total 90 100%

Berdasarkan tabel yang ada, diketahui jumlah partisipan dalam penelitian ini di dominasi oleh partisipan perempuan yaitu sebanyak 54 orang mahasiswa, sedangkan jumlah partisipan laki-laki hanya sebanyak 36 orang mahasiswa.

Tabel 2. Usia Partisipan

Usia Jumlah Presentase

(8)

20 ≤ X ≤ 22 74 82,2%

23 ≤ X ≤ 24 15 16,7%

25 ≤ X ≤ 26 1 1,1%

Total 90 100%

Berdasarkan tabel yang ada diketahui usia partisipan didominasi oleh rentang usia 20- 22 tahun atau setara dengan 74 orang partisipan, selanjutnya untuk tahapan usia 23-24 tahun sebanyak 15 orang partisipan, dan untuk tahapan usia 25-26 tahun hanya sebanyak 1 orang pastisipan saja.

Analisis Deskriptif

Tabel 3. Hasil statistik deskriptif dari dukungan sosial dan problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir

N Min Maks Mean Std. Deviasi

Dukungan sosial 90 12 48 36,85 5,98

Problem Focused Coping 90 36 144 110,46 11,219

Berdasarkan tabel 3, skor minimum dari variabel dukungan sosial adalah 12 dan skor maksimum adalah 48. Skor rata-rata yang diperoleh dari skala dukungan sosial adalah 36,85 dengan standar deviasi sebesar 5,98. Selanjutnya, untuk variabel problem focused coping, skor minimum yang diperoleh adalah 36 dan skor maksimum adalah 144. Skor rata-rata yang diperoleh dari skala problem focused coping adalah 110,46 dengan standar deviasi sebesar 11,219.

Tabel 4. Kategorisasi pengukuran variabel dukungan sosial

No Interval Kategorisasi M SD N Persentase

1. 37 ≤ x ≤ 48 Tinggi 36.85 5.98 40 44,44%

2. 25 ≤ x ≤ 36 Sedang 48 53.33%

3. 12 ≤ x ≤ 24 Rendah 2 2.22%

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA sebanyak 40 orang memiliki dukungan sosial yang tinggi dengan presentase sebesar 44,44%. Selanjutnya, sebanyak 48 orang memiliki dukungan sosial dengan kategori sedang dengan presentase 53.33%, dan sebanyak 2 orang memiliki kategori dukungan sosial yang rendah dengan presentase 2.22%. Dengan demikian, partisipan yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA paling banyak memiliki

(9)

dukungan sosial dengan kategori sedang, yakni sebanyak 53.33% dari keseluruhan jumlah partisipan

Tabel 5. Kategorisasi pengukuran variabel Problem Focused Coping

No. Interval Kategorisasi M SD N Presentase

1. 109 ≤ x ≤ 144 Tinggi 110.46 11.219 45 50%

2. 73 ≤ x ≤ 108 Sedang 45 50%

3. 36 ≤ x ≤ 72 Rendah 0 0%

Dari tabel 5, menunjukkan bahwa mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA memiliki Problem Focused Coping yang tinggi berjumlah 45 orang dengan presentase sebesar 50%. Begitu juga untuk kategori tingkat sedang, terdapat 45 orang dengan presentase sebesar 50%. Sedangkan untuk kategori rendah, diketahui tidak terdapat partisipan yang memiliki Problem focused coping yang rendah. Dengan demikian, terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA memiliki problem focused coping yang tinggi, yakni sebesar 50% dari keseluruhan jumlah partisipan.

Uji Asumsi 1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

DS PFC Asymp. Sig. (2-tailed) .113 .343

Dari hasil uji normalitas diatas menunujukkan bahwa variabel dukungan sosial dan problem focuse coping berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada variabel dukungan sosial memiliki nilai signifikansi sebesar 0.113 (p>0.05), dan untuk pengujian normalitas pada variabel problem focuse coping mendapati nilai signifikansi sebesar 0.343 (p>0.05). Dengan demikian data disimpulkan bahwa variabel penelitian ini telah memenuhi persyratan uji normalitas.

2. Uji Linearitas

F Sig.

PFC * DS (Combined) 2.118 .009

Linearity 8.374 .005

Deviation from Linearity 1.833 .031

(10)

Dapat dilihat dari hasil uji linearitas diatas menunjukkan signifikansi linearity sebesar 0.005 (p<0.05). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang linear antara dukungan sosial dan problem focused coping.

3. Uji Korelasi

DS PFC

DS Pearson Correlation 1 .270*

Sig. (2-tailed) .010

PFC Pearson Correlation .270* 1

Sig. (2-tailed) .010

Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan hasil bahwa penelitian ini berdistribusi normal maka dapat dilakukan uji korelasi menggunakan Produck Moment dari Pearson. Hasil uji korelasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa koefision r=0.270 dengan nilai signifikansi sebesar 0,010 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan problem focused coping.

Pembahasan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan koefisien korelasi problem focused coping dengan dukungan sosial sebesar 0,270 dengan signifikansi 0,010 (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir, sehingga semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan maka akan semakin tinggi pula problem focused coping yang dirasakan oleh mahasiswa, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang ada pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir maka akan semakin rendah juga problem focused coping pada mahasiswa.

Penelitian ini membuktikan bahwa problem focused coping sebanyak 50% dalam kategori tinggi dan 50% dalam kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa mahasiswa etnis Minahasa memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dalam pengerjaan tugas akhir yang tinggi dan juga sedang. Dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa kategori sedang juga mempunyai presentase sebanyak 50% yang mencerminkan bahwa masih ada beberapa mahasiswa yang kurang mampu melakukan problem focused coping dalam

(11)

pengerjaan tugas akhir. Namun untuk beberapa mahasiswa lainnya juga sudah baik dalam melakukan problem focused coping dalam pengerjaan tugas akhir. Begitu juga dengan hasil penelitian dari dukungan sosial yang menunjukkan bahwa dukungan sosial sebanyak 44,44%

dalam kategori tinggi, dukungan sosial sebanyak 53,33% dalam kategori sedang dan sebanyak 2,22% dalam kategori rendah. Artinya bahwa sebanyak 53,33% yang masuk kedalam kategori sedang menjelaskan bahwa dukungan sosial yang didapati oleh mahasiswa etnis Minahasa belum sepenuhnya baik. Dengan demikian mahasiswa etnis Minahasa yang memperoleh dukungan sosial yang sedang cenderung juga memiliki kemampuan yang sedang dalam menyelesaikan masalah dalam penyusunan tugas akhirnya.

Ketika mahasiswa sedang stress dalam mengerjakan tugas akhir, tentunya hal yang perlu dilakukan yaitu dengan memilih strategi coping yang tepat untuk bisa meminimalisir stress yang dirasakan. Menurut Cohen dan Smet (1994) mengatakan bahwa strategi coping merupakan cara yang dilakukan oleh individu untuk bisa mengurangi suatu tekanan akibat stres yang dialami. Dalam penggunaan strategi coping, salah satu faktor penting yang mempengaruhi yaitu dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan hal penting juga sangat dibutuhkan oleh kalangan mahasiswa (dalam Lubis, 2006)

Dukungan sosial memberikan sumbangan kepada problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir hanya sebesar 27% sehingga 73% lainnya berasal dari faktor lain seperti faktor internal dan eksternal. Adapun faktor lain yang mempengaruhi problem focused coping selain dukungan sosial adalah kesehatan dan energi (health and energy), keyakinan yang positif (positif beliefs), kemampuan pemecahan masalah (problem solving skill), ketrampilan sosial (social skills) dan sumber material (material resources). (dalam Lazarus & Folkman, 1984). Dukungan sosial adalah suatu pengalaman individu yang merasakan kepedulian, kebermaknaan, dan bantuan dari lingkungan sosialnya (dalam Kafetsios, 2007). Menurut Zimet, dkk (dalam Elka Putra, 2018) dukungan sosial adalah dukungan yang bersifat subjektif yang sumber dukungannya berasal dari keluarga, teman, dan significant others. Dari penelitian Smith dan Renk (2007) membuktikan bahwa tekanan dari beban akademis akan terasa berkurang ketika ada dukungan dari orang- orang sekitar yang membantu. Dalam hal ini juga tentunya beban saat dalam penyusunan tugas akhir akan terasa lebih mudah ketika individu mempunyai dukungan sosial yang baik dari lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, sumber dukungan sosial yang paling besar ditemukan pada aspek teman (friends) dengan total person korelasi sebesar 0.266. Dalam penelitian ini aspek (friends) paling banyak dimiliki oleh mahasiswa etnis Minahasa yang

(12)

sedang mengerjakan tugas akhir karena dengan adanya dukungan sosial berupa teman (friends) individu bisa saling mendukung satu sama lain, saling membantu untuk setiap tugas dan tanggung jawab bahkan bisa saling memberikan perhatian. Berbanding terbalik dengan problem focused coping yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir yaitu dengan bentuk konfrontasi (confrontive coping) dengan total person korelasi sebesar 0.273. Konfrontasi (confrontive coping) adalah cara individu menghadapi permasalahan secara langsung dengan berpegang teguh pada pendirian dan mempertahankan apa yang diinginkan untuk bisa mengubah situasi stres. Dalam hal ini mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir menyelesaikan permasalahan tugas akhir dengan cara : ketika selesai melakukan bimbingan, mahasiswa akan menganalisis letak kesalahan yang ada dan segera memperbaiki, mencatat apa saja yang menjadi masukan saat bimbingan, berusaha terus untuk maksimal mengerjakan tugas akhir agar tidak mendapatkan banyak revisi.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ketika Mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir memiliki dukungan sosial yang tinggi, maka penggunaan problem focused coping juga akan tinggi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jannah, dkk. (2019) menunjukkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan problem focused coping seseorang. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2020) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel dukungan sosial dengan variabel strategi koping berfokus pada masalah, ketika dukungan sosial yang diberikan pada mahasiswa tingkat akhir tinggi maka strategi koping berfokus pada masalah juga akan tinggi. Artinya dukungan sosial yang diberikan kepada mahasiswa semester akhir mampu meningkatkan strategi koping berfokus masalah pada mahasiswa tersebut.

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial seseorang maka akan semakin tinggi pula perilaku problem focused coping nya. Sebaliknya, jika semakin rendah dukungan sosial yang didapati seseorang, maka akan semakin rendah juga penggunaan problem focused coping. Dari penelitian ini juga dukungan sosial memberikan sumbangan kepada problem focused coping pada mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan

(13)

tugas akhir hanya sebesar 27% sehingga 73% lainnya berasal dari faktor lain seperti faktor internal dan eksternal.

Dari hasil penelitian menunjukkan mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA sebanyak 48 orang memiliki dukungan sosial dengan kategori sedang dengan presentase 53.33%, Selanjutnya mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan TA memiliki Problem Focused Coping yang tinggi berjumlah 45 orang dengan presentase sebesar 50%. Begitu juga untuk kategori tingkat sedang, terdapat 45 orang dengan presentase sebesar 50%. Dengan demikian terbukti ketika seseorang memiliki dukungan sosial yang rendah maka akan rendah pula penggunaan problem focused coping, dan ketika seseorang mempunyai dukungan sosial yang tingi maka akan semakin tinggi pula problem focused coping.

Saran

Diharapkan bagi mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir untuk tetap mempertahankan sumber dukungan sosial dari teman (friends) sehingga bisa mengatasi masalah yang dapat menghambat pengerjaan tugas akhir dengan menggunakan problem focused coping dalam hal ini bentuk Konfrontasi (confrontive coping) yang adalah Tindakan secara langsung dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk peneliti selanjutnya yaitu diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengambil data dengan menambahkan jumlah partisipan lebih banyak lagi agar bisa menghindari hasil penelitian yang kurang baik. Selain itu juga, saat mengambil data untuk peneliti selanjutnya diharapkan subjek penelitian tidak mengenal satu sama lain agar bisa meminimalisir bias.

Gambar

Tabel 1. Jenis Kelamin
Tabel 3. Hasil statistik deskriptif dari dukungan sosial dan problem focused coping pada  mahasiswa etnis Minahasa yang sedang mengerjakan tugas akhir
Tabel 5. Kategorisasi pengukuran variabel Problem Focused Coping

Referensi

Dokumen terkait

 Drive device : berupa alat yang digunakan untuk menekan simbol dalam bentuk yang hanya dapat dibaca oleh mesin pada media seperti mislanya disk magnetik atau tape magnetik,

Ujian Aktiviti pemangkinan paling baik bagi sampel mangkin ini berlaku pada suhu pengkalsinan 400 ° C dan kemungkinan disumbangkan oleh oksida mangan yang wujud dalam kedua-dua

Aplikasi Berbasis Web untuk Menampilkan Absensi dan Nilai Akhir Peserta Didik ini dikembangkan dengan menggunakan basis data MySQL sebagai media

Hasil uji ANOVA total fenol ekstrak buah takokak berbeda nyata (p&lt;0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap jenis pelarutnya, namun untuk perlakuan buah dan

Perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara memiliki implikasi mendorong kerjasama perusahaan antara kedua negara atau menghambat kerjasama antara host

Proses adsorpsi bahan pencemar ion Cd 2+ dan Cr 6+ dari limbah cair dengan menggunakan kulit singkong diawali dengan penentuan kondisi optimum adsorpsi yaitu

Dalam kisah Sunan Kalijaga menampilkan tiga potongan kisah terpilih yang menceritakan mengenai media dakwah Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budaya seperti gamelan, wayang,

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prima pada tahun 2020 menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara variabel supervisi dengan kinerja