• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jeli

Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih, kenyal, dan transparan. Jeli terbuat dari 45% sari buah dan 55% gula yang diolah dengan teknik perebusan hingga campuran ini kental mencapai kadar zat terlarut tidak kurang dari 65% , zat warna, flavor (perisa) dan pemanis buatan biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah itu. Hampir semua jenis buah dapat dibuat jeli, terutama buah yang mengandung pektin dan asam. Jeli terbentuk jika pektin, gula, asam, dan air yang ditambahkan dalam proporsi yang tepat. Buah-buahan yang umum dibuat jeli antara lain apel, nenas, jeruk, anggur, lemon, dan stroberi (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Kadar gula yang tinggi (lebih dari 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan makanan menyebabkan air dalam bahan makanan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba. Dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih. Bahan lain yang biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah adalah flavor yang ditujukan untuk mempertegas atau menyesuaikan rasa buah, zat warna dan pemanis buatan digunakan untuk membentuk warna dan cita rasa yang menarik (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

(2)

2.1.1. Proses Pembuatan Jeli

Pada proses pembuatan jeli, buah direbus untuk memperoleh sari buah yang mengandung pektin dan asam. Kemudian sari buah dipisahkan dengan penyaringan bertekanan. Lalu sari buah dicampur dengan gula untuk mendapatkan distribusi yang sama. Perebusan dilanjutkan untuk memekatkan campuran tersebut (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

2.2. Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan (Food Additive) adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Budiyanto, 2004).

2.2.1. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan, dan memperpanjang daya simpan (Baliwati, 2004).

Menurut Cahyadi (2008), tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah:

i. Meningkatkan atau mempertahankan daya simpan.

ii. Membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik.

iii. Meningkatkan kualitas makanan.

(3)

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Makanan

Jenis bahan tambahan makanan (BTM) dilihat dari sumbernya dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu bahan tambahan makanan alami yang umumnya diperoleh dari sumber-sumber bahan alam dan bahan tambahan makanan sintetis yang umumnya diproduksi secara sintetis kimiawi (Wijaya, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/IX/1988, pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan pada makanan dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

b. Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk.

c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

d. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi.

e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

f. Pengemulsi, pemantap, pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

(4)

g. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan.

j. Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa atau aroma.

k. Sikuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

2.3. Bahan Pengawet

2.3.1. Definisi Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988).

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008).

(5)

2.3.2. Jenis Bahan Pengawet 2.3.2.1. Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet dalam minuman ialah asam sorbat, ester dari asam benzoat (paraben), asam benzoat, dan asam asetat (Winarno, 1992).

2.3.2.2. Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit.

Asam sulfit bentuk efektifnya sebagai pengawet yang terdisosiasi terbentuk pada pH dibawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Winarno, 1992).

2.4. Asam Benzoat

2.4.1. Struktur Kimia dan Sifat – sifat Asam Benzoat

Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat

Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam carboxybenzene

Rumus empiris : C7H6O2

Berat molekul : 122,12

(6)

Pemerian : asam benzoat berupa hablur putih berbentuk jarum, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu kamar

Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995).

2.4.2. Penggunaan Asam Benzoat Dalam Bahan Makanan Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada makanan atau minuman. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Asam benzoat efektif pada pH 2,5 sampai 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno, 1992).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 batas maksimum penggunaan asam banzoat dalam jeli adalah 1000 mg/kg.

2.4.3. Keamanan Asam Benzoat Terhadap Kesehatan Manusia

Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien.

Pengeluaran benzoat antara 66 sampai 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar (Yuliarti, 2007).

(7)

Pada penderita asma, urtikaria, dan yang sensitif terhadap asam benzoat, akan memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut (WHO, 2000).

2.5. Bahan Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering digunakan untuk memberikan rasa manis pada produk makanan hasil olahan, industri, serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis makanan dan minuman dengan jumlah kalori terkontrol, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).

2.5.1. Jenis Pemanis

Dilihat dari sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (pemanis sintetis) (Cahyadi, 2006).

2.5.1.1. Pemanis Alami

Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L).

Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alami atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah sukrosa, fruktosa, glukosa, laktosa, maltosa, manitol, sorbitol, xilitol, gliserol, dan glisina (Yuliarti, 2007).

(8)

2.5.1.2. Pemanis Buatan

Pemanis buatan adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1992).

Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam satu hari yang aman bagi kesehatan atau dikenal dengan “Acceptable Daily Intake (ADI)” diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan. Pemanis buatan yang diizinkan dan batas maksimum konsumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (Syah, 2005).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan

Menurut Cahyadi (2006), pemanis buatan ditambahkan ke dalam bahan makanan mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:

1. Sebagai makanan bagi penderita diabetes mellitus (kencing manis) karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah.

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan.

3. Menghindari kerusakan gigi.

4. Pada industri makanan dan minuman, industri rokok pemanis buatan digunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi.

Tabel 1. Pemanis Buatan Yang Diizinkan dan Batas Maksimum Konsumsinya

No Pemanis Buatan ADI

(mg/kg berat badan)

1. Aspartam 50

2. Siklamat 11

3. Sakarin 5

(9)

2.5.3. Penggunaan Pemanis Buatan Dalam Bahan Makanan

Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah yang digunakan dalam bahan makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, penggunaan pemanis buatan berdasarkan jenis bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2 (Cahyadi, 2006).

2.5.4. Keamanan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan Manusia

Beberapa penelitian mengenai keamanan pemanis buatan terhadap kesehatan masih menunjukkan hasil yang tidak konvensional. Meskipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila penggunaanya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang merugikan. Beberapa efek penggunaannya perlu kita kenal mengingat beberapa jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit, dan akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Yuliarti, 2007).

Tabel 2. Penggunaan Pemanis Buatan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan

No Pemanis Buatan Jenis Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan (mg/kg)

1. Aspartam*) - -

2. Sakarin 1. Minuman ringan 2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli

300 (natrium sakarin) 50 (natrium sakarin) 100 (natrium sakarin) 300 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 4. Siklamat 1. Minuman ringan

2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli

1000 (asam siklamat) 500 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat) 3000 (asam siklamat) 2000 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat)

*) hanya dalam bentuk sediaan

(10)

2.6. Sakarin

2.6.1. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sakarin

Gambar 2. Struktur molekul sakarin Nama kimia : benzoat sulfimida atau orto-sulfobenzamida Rumus empiris : C 7 H 5 NO 3 S

Berat molekul : 183,18 g mol -1

Pemerian : sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis dengan rasa manis yang tajam dan meninggalkan rasa pahit

Kelarutan : sakarin sukar larut dalam etanol. Agak sukar larut dalam air, eter, dan kloroform. Larut dalam air mendidih. Mudah larut dalam larutan ammonia encer, alkali hidroksida, dan alkali karbonat (Ditjen POM, 1995).

Sakarin jauh lebih manis dibanding sukrosa, dengan perbandingan rasa manis kira-kira 250 sampai 700 kali lipat sukrosa. Pada tahun 1900 sakarin menjadi umum digunakan sebagai pemanis pada makanan dan minuman. Sakarin biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium yang sangat larut dalam air yaitu 0,67 gram per mililiter air pada suhu kamar. Natrium sakarin dibuat secara sintetis pertama kali oleh Ira Remsen dan Constantine Fahlberg dari Universitas John Hopkins pada tahun 1879. Natrium sakarin merupakan hasil sintetis dari toluen

(11)

2.6.2. Penggunaan Sakarin Dalam Bahan Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, batas maksimum penggunaan sakarin dalam makanan dan minuman adalah tidak lebih dari 300 mg/kg.

Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan pemanis buatan lain seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2006).

2.6.3. Keamanan Sakarin Terhadap Kesehatan Manusia

Mengenai keamanan penggunaan sakarin, sampai saat ini masih terus diadakan penelitian mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan seperti pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya tumor kandung kemih.

Sehubungan dengan hal tersebut maka penggunaan sakarin hanya dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus dan kegemukan (obesitas) (Cahyadi, 2006).

Di dalam tubuh, sakarin tidak akan terakumulasi karena tidak dicerna oleh pencernaan manusia dan langsung terbuang ke saluran pembuangan, sehingga tidak sempat merusak sel-sel tubuh (Yuliarti, 2007).

Sakarin berasal dari senyawa sulfonamida yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit, sakit kepala, dan diare jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Takayama, 1998).

(12)

2.7. Penetapan Kadar Sakarin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dari suatu sampel pada sejumlah bidang seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2007).

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi (kerusakan) bahan yang dianalisis, resolusi (daya pisah) yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, dan kolom dapat dipergunakan kembali (Synder, 1979).

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik yang mana komponen sampel terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan sampel melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan komponen sampel diatur oleh laju pergerakan komponen sampel dalam fase gerak dan fase diam, biasanya disebut kinetika alih massa (Rohman, 2009).

Karena rentang kepolaran fase diam cukup lebar, bermacam-macam jenis sampel dapat dianalisis. Untuk memisahkan senyawa polar dapat menggunakan fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak). Sementara untuk

(13)

memisahkan senyawa polar dan non polar, biasanya menggunakan fase balik (fase gerak lebih polar daripada fase diam) (Johnson, 1991).

Pada fase balik, zat terlarut terelusi berdasarkan sifat kehidrofobannya. Ini berarti, semakin mudah zat larut dalam air, maka semakin cepat zat terlarut tersebut terelusi dari kolom. Kromatografi dengan fase balik sangat populer digunakan daripada fase normal karena beberapa kelebihannya, yaitu puncak yang terelusi dapat dipisahkan dengan mudah, puncak kecil dapat ditentukan dengan lebih teliti, dapat digunakan untuk memisahkan berbagai jenis campuran senyawa, kemasan fase balik sering menghasilkan keselektifan yang baik untuk zat terlarut yang polar dan non polar (Johnson, 1991).

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (susunan fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (susunan fase gerak berubah-ubah selama elusi). Dalam penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi secara baik dibutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan aliran fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.7.1. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Menurut Rohman (2007), instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen pokok yaitu:

i. Wadah fase gerak dan fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

(14)

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat molekul-molekul sampel.

ii. Pompa

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan, dan bebas dari gangguan.

iii. Injektor (tempat injeksi)

Sampel-sampel cair disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik.

iv. Kolom

Kolom merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom. Kemasan kolom terdiri dari panjang kolom, garis tengah kolom, dan bentuk kolom (lurus). Suatu kolom dikatakan bagus, apabila kolom tersusun dengan partikel-partikel dengan distribusi ukuran sesempit mungkin (berdiameter 1,5 sampai 7,5 μm). Kemasan yang paling populer adalah kemasan yang mempunyai fase diam dengan lapisan oktadesilsilika atau oktadekilsilan (ODS atau C18), karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi.

v. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif).

(15)

Detektor yang baik adalah detektor yang mempunyai respon terhadap zat terlarut yang cepat, sensitifitas yang tinggi, stabil dalam pengoperasiannya, dan tidak peka terhadap gangguan yang rendah dan memberi respon untuk semua senyawa.

vi. Komputer atau pengelolahan data (Recorder)

Alat pengelolahan data berupa komputer dihubungkan dengan detektor, sehingga alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor.

Lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Diagram blok sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 32.

2.7.2. Faktor-faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi Kinerja Kolom

Menurut Rohman (2009), kualitas pemisahan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi:

1. Efisiensi kolom

Efisiensi kolom dapat diukur dari tinggi lempeng teori (H) dan bilangan lempeng teori (N). Bilangan lempeng teori (N) dan tinggi lempeng teori (H) sangat berkaitan dengan keefisienan kolom, dimana semakin kecil nilai H dengan nilai N yang tinggi, maka kolom akan semakin efisien. Kolom yang baik biasanya mempunyai tinggi lempeng dalam rentang 0,01 sampai 0,1 mm. Bilangan lempeng akan meningkat dengan adanya beberapa faktor, yaitu kolom dikemas dengan baik, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah, suhu yang tinggi, dan molekul-molekul sampel yang lebih kecil. Kolom yang efisien mencegah pelebaran pita dan hilangnya daya pisah.

(16)

2. Resolusi (daya pisah)

Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran ditunjukkan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi komponen- komponen tergantung pada keefisienan kolom, keselektifan kolom, kepekaan detektor, laju aliran fase gerak, dan susunan fase gerak selama elusi.

3. Faktor asimetri (faktor pengekoran)

Suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) menunjukkan kinerja kromatografi cair kinerja tinggi yang kurang baik, sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup (asimetri).

Gambar

Tabel 1. Pemanis Buatan Yang Diizinkan dan Batas Maksimum Konsumsinya
Tabel 2. Penggunaan Pemanis Buatan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan

Referensi

Dokumen terkait

Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau food additive adalah senyawa ataupun campuran dari berbagai senyawa dan bukan merupakan bahan utama yang sengaja ditambahkan ke

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

722/Menkes/PER/IX?1988, pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.. Pemanis

Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah

Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan, mempertegas warna alami dari makanan;

Dengan demikian akan diperoleh campuran perkerasan dengan stabilitas yang tinggi, apabila dengan penggunaan bahan ikat aspal yang memberi sifat kohesi, stabilitas

Bahan Tambahan Pangan BTP Bahan tambahan pangan BTP adalah zat yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara

Pengertian Bahan tambahan pangan adalah bahan tambahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk membantu teknik pengolahan