• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 1990).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran ataupun mutu daging (Azwar, 1990).

(2)

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti pembuatan sumur yang memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada peralatan makan, serta pengawasan terhadap makanan (Azwar, 1990).

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan antara lain:

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan

(3)

Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan c. Keamanan terhadap penyediaan air bersih

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan

f. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan 2.1.3 Pengertian Makanan

Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006).

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pembuat makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).

Makanan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, dimana makanan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Makanan sebagai sumber energi, yaitu makanan memberikan panas dan tenaga pada tubuh

(4)

c. Makanan sebagai zat pengatur, yaitu mengatur proses alamiah, kimiawi, dan proses faal dalam tubuh

2.1.4 Pengertian Higiene Sanitasi Makanan

Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).

2.2 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit dapat berperan sebagai:

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai penyebab penyakit, contohnya pada makanan yang terkenal di Jawa Timur (Lumajang) dan Jawa Tengah (Banyumas) yaitu tempe bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari kacang kedelai ditambah dengan ampas kelapa yang dijamurkan. Van veen dan Murtens menemukan 2 racun di dalam tempe bongkrek yaitu racun berwarna kuning dan racun tidak berwarna. Contoh lain yaitu jamur seperti Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus yang diketahui terdapat pada semua substrat, yang akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya.

2. Vehicle

(5)

bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang patogen, serta bahan radioaktif yang bisa membahayakan kesehatan.

3. Media

Makanan bertindak sebagai tempat berkembang biak bibit penyakit, dimana kontaminan yang jumlahnya kecil seperti mikroorganisme, jika dibiarkan dalam waktu yang lama dan suhu yang cukup di dalam makanan, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.

2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Keempat faktor tersebut dikendalikan melalui 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan yaitu (Depkes RI, 2003) :

2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Makanan

(6)

2.3.1.1 Ciri – Ciri Bahan Makanan Yang Baik

Menurut Djajadiningrat (1989), ciri-ciri bahan makanan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Daging Ayam

− Bila dilihat, pada bagian dada tampak montok berisi − Pada bagian paha tidak keras dan tampak penuh berisi

− Jika ditekan, akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan − Memiliki kulit yang halus, tidak berbintil, dan tidak berbulu

− Tidak ada bercak darah atau bagian yang memar pada daging ayam − Bila dicium, tidak berbau busuk

− Berwarna putih bersih

2. Beras

− Dicium beraroma segar, beras yang baik akan beraroma segar dan tidak apek − Warnanya jernih, tidak berwarna kusam atau kekuning-kuningan

− Dilihat, tidak ada benda asing seperti batu, potongan kaca, plastik yang dapat

membahayakan kesehatan manusia

− Diperiksa tak banyak patahannya. Beras yang baik tidak rapuh sehingga

tidak mudah patah

− Harus bebas dari zat pemutih (klorin). Bila beras terasa pahit, maka beras

tersebut sudah diberi zat pemutih (klorin)

(7)

− Jika dimasak akan terasa pulen. Beras yang baik akan menghasilkan nasi

yang pulen, wangi, dan berwarna putih mengkilat

− Dikemas dengan kemasan 100% food grade agar tak terkontaminasi bahan

beracun 3. Kerupuk

− Berwarna alami. Hindari membeli kerupuk yang warnanya mencolok karena

biasanya kerupuk dengan warna mencolok dibuat dengan menambahkan zat pewarna

− Jika kerupuk rasa ikan dicium, ada aroma ikannya dan tidak amis, sedangkan

jika kerupuk rasa udang, tercium aroma udangnya dan tidak amis. − Tidak bau apek / tengik

4. Telur

− Kulit bersih, kuat, tidak retak, tidak pecah, tidak bernoda kotoran, kering,

dan tidak basah

− Jika diteropong terlihat jernih

− Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan kulit − Bila dikocok, maka akan mengembang

5. Sayur-sayuran

− Daun segar, tidak layu, dan utuh

− Tidak ada bekas gigitan serangga / hewan − Tidak berubah warna

(8)

2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya swalayan

b. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik

2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan (Depkes RI, 2004).

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

(9)

sangat membantu penyimpanan bahan baku makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan yang lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan.

Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan

makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan.

Syarat- syarat penyimpanan bahan makanan menurut Depkes RI (2011) adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan baku makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan: - dalam suhu yang sesuai

- ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm - kelembaban penyimpanan dalam ruangan yaitu 80%-90%

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

- jarak makanan dengan lantai 15 cm - jarak makanan dengan dinding 5 cm - jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

(10)

Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah

Jenis Bahan Makanan Digunakan dalam Waktu

3 hari atau kurang

1 minggu atau kurang

1 minggu atau lebih Daging, ikan, udang, dan

olahannya

-5ᵒC s.d 0ᵒC -10ᵒC s.d -5ᵒC <-10ᵒC

Telur, susu dan olahannya 5ᵒC s.d 7ᵒC -5ᵒC s.d 0ᵒC <-5ᵒC

Sayur, buah, dan minuman 10ᵒC 10ᵒC 10ᵒC

Tepung dan biji-bijian 15ᵒC 25ᵒC 25ᵒC

Sumber: Mukono, 2000

Ada 4 cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 ºC – 15 ºC untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 ºC – 10 ºC untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 ºC – 4 ºC untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam

(11)

2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan makanan, tempat pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.3.3.1 Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara higiene dan sanitasinya. Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain:

1. Memiliki temperamen yang baik

(12)

3. Berbadan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan: − Bebas penyakit kulit

− Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare − Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

− Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

− Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (Cholera, Thypus, dan Parathypus)

Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan harus selalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut:

1. Mencuci tangan, kerbersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja. 2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan

ukuran pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

(13)

4. Sarung tangan dan celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selama mengolah makanan.

2.3.3.2 Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan: − Cara menjamah makanan

− Nilai gizi makanan

− Teknik memasak makanan − Cara pengolahan yang bersih − Higiene dan sanitasi makanan − Higiene penjamah makanan − Kesehatan penjamah makanan

2.3.3.3 Tempat Pengolahan Makanan

(14)

tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang ada.

Menurut Depkes RI (2011), syarat-syarat dapur adalah sebagai berikut: 1. Lantai

Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, rata, dan kedap air. Selain itu sudut lantai dengan dinding melengkung 7,62 cm dari lantai. Lantai harus mempunyai kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah. 2. Dinding

Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, halus, dan mudah dibersihkan. Jika permukaan dinding terkena percikan air, maka harus dilapisi dengan bahan kedap air dan mudah dibersihkan seperti porselen setinggi 2 meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang.

3. Atap

Atap harus rapat air, tidak bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.

4. Langit-langit

Permukaan langit-langit harus rata, berwarna terang, serta mudah dibersihkan. Selain itu langit-langit tidak boleh berlubang dan tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 meter dari lantai.

5. Pintu

(15)

setinggi 36 cm dilapisi logam dan jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

6. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle (100 lux). Pencahayaan tidak boleh menyilaukan dan harus tersebar merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan.

7. Ventilasi / penghawaan

Ventilasi diperlukan untuk memelihara kenyamanan dengan menurunkan panas dalam ruangan, mencegah pengembunan (kelembaban), serta membuang bau, asap, dan debu dalam ruangan. Secara garis besar, ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam harus cukup (10% dari luas lantai) dan mampu menjamin peredaran udara dengan baik dan harus dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

8. Pembuangan asap

Dapur harus mempunyai cerobong asap yang dilengkapi dengan penyedot asap (extractor) untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

9. Penyediaan air bersih

(16)

tidak berbau. Selain itu, di dapur harus tersedia tempat cuci tangan, tempat mencuci peralatan, dan tempat pencucian bahan makanan yang terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan.

10.Tempat sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran makanan dari tempat sampah sehingga tempat sampah harus dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik serta diusahakan pencegahan masuknya serangga ke tempat sampah. Tempat sampah yang baik adalah sebagai berikut: − terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan

memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk

− mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin, serta bentuknya dibuat halus − mudah diangkat dan ditutup

− kedap air, terutama menampung sampah basah − tahan terhadap benda tajam dan runcing

(17)

11.Pembuangan air limbah

Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tertutup dan harus dilengkapi dengan grease trap (penangkap lemak).

12.Perlindungan dari serangga dan tikus

Tempat pengolahan makanan harus terhindar dari serangga dan tikus karena mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti demam berdarah, malaria, disentri, dan pest sehingga harus dibuat anti serangga dan tikus. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang dipasang kawat kassa berukuran 32 mata per inchi pada ventilasi untuk mencegah masuknya serangga dan dibuat teralis dengan jarak 2 cm pada pintu untuk mencegah masuknya tikus.

2.3.3.4Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011):

− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat

beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan seperti timah (Pb), arsen (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon (Sb)

− Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak

menimbulkan pencemaran terhadap makanan

− Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau

tidak ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan

(18)

− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh

mengandung E.coli

− Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan

harus menggunakan sabun / detergent, serta dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, dan air panas 800 C

− Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai

kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.3.4 Prinsi IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Prinsip penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan jadi adalah :

− Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan hewan

lainnya

− Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas (65,5 ºC atau lebih) atau

disimpan dalam suhu dingin sekitar 4 ºC atau kurang

− Makanan cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam)

harus disimpan dalam suhu - 5 ºC sampai -1 ºC

− Untuk mencegah pertumbuhan bakteri usahakanlah makanan selalu berada pada

(19)

− Makanan dan minuman yang disajikan harus dengan wadah yang bersih dan

aman bagi kesehatan atau tutup makanan dan minuman harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan

2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan. Perlu diketahui bahwa makanan yang sudah dimasak sangatlah sensitif sifatnya, terutama sensitif untuk tumbuhnya kuman maupun proses pembusukan. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam pengangkutan makanan yang memenuhi syarat sanitasi adalah sebagai berikut:

− Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing (makanan jadi tidak

bercampur dengan makanan mentah) dan wadah yang digunakan harus baik, utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan makanan yang akan diisi. Isi makanan dalam wadah tidak boleh penuh (harus ada udara di bagian atas) untuk menghindari terjadinya uap makanan yang mencair (kondensasi).

− Setiap wadah makanan harus ditutup secara baik dan tidak banyak dibuka

selama pengangkutan sampai di tempat penyajian

− Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya pada suhu panas

(20)

− Kendaraan untuk mengangkut makanan tidak dipergunakan untuk keperluan

mengangkut bahan lain

− Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari dan cari

jalan terpendek

2.3.6 Prinsip VI : Penyajian Makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet, 2004).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011):

1) Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2) Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya

3) Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih

4) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C

(21)

6) Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: − Di tempat yang bersih

− Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik

bewarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak tidak mutlak ada

− Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan

lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu

− Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat

dibersihkan

− Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat 5 menit sudah

dicuci bersih

7) Lokasi penjualan juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: − Lokasi penjualan minimal 500 meter dari sumber pencemaran − Lokasi penjualan harus terhindar dari serangga

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan tempat sampah yang memenuhi syarat

kesehatan

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti air bersih,

SPAL, toilet, tempat sampah, dan tempat cuci tangan 2.4 Bubur Ayam

2.4.1 Bubur Ayam Sebagai Makanan Jajanan

(22)

dipersiapkan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Karena pengolahannya yang praktis dan hemat waktu, maka makanan jajanan sangat digemari (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).

Salah satu makanan jajanan adalah bubur ayam. Bubur ayam adalah makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair lalu diberi kuah, suwiran daging ayam, kerupuk, cakwe, dan irisan daun bawang. Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang digemari oleh hampir semua kalangan dan semua usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa karena selain rasanya yang enak dan mengenyangkan, harganya juga cukup murah dan bergizi (Bahari, 2011).

2.4.2 Jenis-Jenis Bubur Ayam

Adapun jenis-jenis bubur ayam adalah sebagai berikut (Bahari, 2011): 1. Bubur ayam abon

(23)

2. Bubur ayam oriental

Salah satu yang khas dari bubur ayam oriental adalah telur ayam kampung dan kecap asin sebagai pelengkapnya dimana bumbu yang digunakan adalah jahe, bawang putih, merica bubuk, dan garam. Satu porsi bubur ayam oriental terkandung nilai gizi karbohidrat sebesar 39,7 gr, energi sebesar 331 kal, protein sebesar 23,1 gr, dan lemak sebesar 9,0 gr.

3. Bubur ayam original

Yaitu bubur ayam yang terbuat dari campuran beras, garam, daun salam, dan kaldu bubuk dengan memakai kuah kuning, irisan daun seledri, suwiran ayam, dan kecap manis sebagai pelengkapnya.

4. Bubur ayam Manado

Yaitu bubur yang terbuat dari campuran sayur-sayuran seperti ubi, jagung, labu kuning, daun melinjo, kacang panjang, bayam, dan kangkung yang dimasak menjadi satu sampai kental dengan bumbu kemangi dan garam. Selain untuk sarapan, bubur ayam Manado juga dapat menyembuhkan sakit tenggorokan, meningkatkan nafsu makan dan menghangatkan tubuh ketika kita demam.

2.4.3 Proses Pembuatan Bubur Ayam

Adapun proses pembuatan bubur ayam adalah sebagai berikut (Utami, 2010): Bahan utama :

a. 120 gr beras b. 3500 cc air

(24)

e. 2 lembar daun salam f. 2 batang serai

g. 2 lembar daun jeruk nipis h. Merica

i. Ketumbar j. 1 butir kemiri

k. 2 siung bawang butih l. 4 siung bawang merah m.kunyit

Bahan pelengkap: a. Kecap manis b. Cakwe c. Kerupuk d. Daun bawang e. Sambal

f. Kacang kedelai goreng Cara membuat bubur

1. Rebus ayam dengan 3500 cc air hingga mendidih, angkat dan saring air kaldunya

2. Masak beras dengan 2200 cc air kaldu 3. Tambahkan garam dan daun salam

(25)

5. Selanjutnya, ayam yang telah direbus tadi selanjutnya digoreng sampai matang dan disuwir- suwir

Cara membuat kuah kuning bubur ayam

1. Haluskan bumbu (bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, kunyit dan merica)

2. Panaskan minyak dan tumis bumbu yang sudah dihaluskan 3. Masukkan daun jeruk nipis dan serai

4. Tambahkan sisa air kaldu 1300 cc 5. Masak kuah hingga mendidih

Cara menghidangkan bubur ayam

1. Taruh bubur yang sudah dimasak ke dalam piring 2. Lalu siram dengan kuah kuning

(26)

2.4.4 Diagram Pembuatan Bubur Ayam

Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam Bubur Ayam

Bubur ayam

Kuah Kuning

Beras Ayam direbus dengan air

hingga mendidih

Direbus dengan

air kaldu Angkat ayam dan saring air kaldunya dan ayam yang

sudah direbus kemudian digoreng sampai matang

dan disuwir-suwir

Tambahkan garam dan daun salam

Aduk terus hingga mengental menjadi bubur

Haluskan bumbu (bawang merah, bawang putih, ketumbar, kunyit, dan

merica

Bumbu yang sudah dihaluskan ditumis

Tambahkan air jeruk nipis, serai, dan air kaldu

Masak hingga mendidih

(27)

2.5 Bahan Tambahan Makanan (BTM) 2.5.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Berdasarkan Permenkes RI No. 722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Menurut POM (2004), bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Defenisi lain mengatakan bahwa bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Cahyadi, 2009).

2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

(28)

− Mencegah pembusukan akibat mikroba

− Untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan − Untuk mengawetkan makanan

− Membentuk makanan jadi lebih baik, enak, dan renyah

− Memberi warna, aroma, citarasa, bentuk, dan tekstur pada makanan − Meningkatkan kualitas makanan

− Menghemat biaya

− Sebagai pengemulsi (emulsifier), misalnya dalam pembuatan dressing salad

untuk mencampur minyak dan air agar tidak terpisah − Mempermudah preparasi bahan makanan

Penggunaan bahan tambahan makanan diperbolehkan jika tidak mengganggu nilai gizi makanan, tidak mengurangi zat essensial, dapat meningkatkan mutu makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih menarik, tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan dan penggunaan bahan makanan diperbolehkan jika dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan (Cahyadi, 2009).

(29)

kurang baik mutunya, serta tidak diperbolehkan jika mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan (Katharina, 2008).

2.5.3 Jenis Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan. Misalnya zat pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan makanan terbagi menjadi dua yaitu (Cahyadi, 2009):

(30)

2. Bahan tambahan makanan yang disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya seperti amil asetat, ß-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Tetapi adapula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.

2.5.4 Bahan Tambahan Makanan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, golongan BTM yang diizinkan diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1988) :

a. Antioksidan (antioxidant), yaitu bahan tambahan yang jika ditambahkan pada makanan dapat mencegah, menghambat atau memperlambat proses oksidasi pada makanan. Antioksidan digunakan pada makanan yang makanan yang mengandung lemak hewani, lemak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi, produk daging, produk ikan, dan produk lainnya. Contoh antioksidan yang diizinkan penggunaannya yaitu asam askorbat, asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksi anisol (BHA), butil hidrokinon tersier, butil hidroksi toluen (BHT), dilauril tiodipropionat, propil galat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, dan tokoferol campuran pekat.

(31)

Contohnya adalah kalsium aluminium silikat, magnesium karbonat, natrium alumino silikat, kalium ferosianida, dan silikon dioksida yang digunakan untuk garam meja.

c. Pengatur keasaman (acidity regulator), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman. Contohnya asam asetat glasial, asam laktat, dan asam nitrat yang digunakan untuk sarden kalengan.

d. Pemanis buatan (artificial sweeterner), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan pada umumnya ditambahkan pada makanan khusus bagi penderita diabetes atau yang dimaksud dengan makanan berkalori rendah. Contoh sakarin dan siklamat.

e. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent), yaitu bahan makanan yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya dengan maksud agar karakteristik warna putih dari tepung yang bermutu baik tetap terjaga serta untuk mempercepat proses pematangan tepung yang berhubungan dengan pengembangan adonan selama proses pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat, aseton peroksida, azodikarbon amida dan hidroklorida.

(32)

g. Pengawet (preservative), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain dari makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Contoh natrium benzoat yang digunakan untuk pengawet kecap, saus tomat, jeli, dan minuman ringan serta asam sorbat untuk pengawet keju.

h. Pengeras (firming agent), yaitu bahan tambahan makanan yang bertujuan mengeraskan atau mencegah melunaknya makanan. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang berasal dari buah atau sayuran yang diawetkan. Contoh aluminium sulfat untuk acar ketimun dalam botol dan monokalsium fosfat yang digunakan dalam apel kaleng dan sayur kalengan. i. Pewarna (colour), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberi atau

memperbaiki warna makanan. Fungsi pemberian pewarna adalah untuk memperindah warna makanan atau memperbaiki warna makanan yang menjadi pucat karena proses pengolahan. Contoh karamel untuk warna coklat yang bersumber dari gula yang dipanaskan, klorofil untuk warna hijau, dan xanthon untuk warna kuning yang bersumber dari tanaman.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya monosodium glutamat (vetsin) untuk menyedapkan rasa daging.

(33)

memantapkan sifat makanan terutama sifat organoleptik (warna, rasa, dan aroma). Bahan tambahan makanan ini bisanya ditambahkan pada makanan yang dikemas dalam kaleng atau yang cepat menjadi rusak oleh adanya sedikit logam. Contohnya adalah garam-garam fosfat, senyawa metafosfat, dan lain-lain.

Selain BTM yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut, ada beberapa BTM lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya (Cahyadi, 2009) :

1. Enzim, yaitu BTM yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral, atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan.

3. Humektan, yaitu BTM yang ditambahkan pada makanan dengan tujuan mempertahankan kandungan air atau kelembaban dari makanan. Humektan sering ditambahkan pada kembang gula terutama kembang gula yang tidak dibungkus atu dikemas secara baik agar kembang gula tersebut tidak menjadi keras. Contoh humektan yaitu gliserin dan provilen glikol.

2.5.5 Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1999) :

(34)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate) 6. Kloramfenikol (chloramphenicol)

7. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (nitrofurazone)

9. Formalin (formaldehyde)

10.Kalium bromat (potassium bromate) 11.Rhodamin B

12.Methanyl yellow

2.6 Zat Pengental (Thickeners and Stabilizers)

Pengental makanan disebut juga hidrokoloid, gum, maupun polimer larut air. Prinsip kerja pengental adalah memodifikasi sifat air. Zat pengental adalah zat yang berfungsi untuk memekatkan, menstabilkan, dan mengentalkan bahan makanan yang memiliki kandungan air sehingga membentuk suatu tingkat kekentalan tertentu (Cahyadi, 2009).

Secara umum, kegunaan pengental pada produk makanan adalah sebagai berikut (Lisan, 2011):

− Memperbaiki rasa dan tekstur pada makanan − Pembentuk suspensi pada makanan

− Penstabil campuran air dan minyak

− Bahan pengikat dalam produk makanan kering dan semi kering

(35)

Biasanya, pengental digunakan pada produk makanan hanya dalam jumlah yang kecil, dengan konsentrasi 0,15% pada produk selai, 0,35% pada produk krim, dan 1-2% pada produk saus salad (Lisan, 2011).

Dua jenis pengental yang digunakan pada makanan adalah sebagai berikut (Lisan, 2011):

1. Pengental Alami

Adalah pengental yang diperoleh dari tumbuhan atau hewan. Contohnya adalah gum Arabic, alginat, karagenan, gelatin, pektin, dan casein.

2. Pengental Semi Sintetis

Adalah pengental yang diperoleh campuran bahan kimia dan bahan alami organik. Contohnya adalah carboxymethylcellulose (CMC), dextran, gellan. xanthan gum, dan beberapa turunan selulosa lainnya.

2.7 Zat Pengawet

2.7.1 Pengertian Zat Pengawet

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Katharina (2008), bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

(36)

memperpanjang fase adaptasi semaksimum mungkin sehingga pertumbuhan mikroba diperlambat, memperlambat fase pertumbuhan mikroba, dan mempercepat fase kematian mikroba (Abbas dan Nurwantoro, 1997).

Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan seperti boraks dan formalin. 2.7.2 Jenis Zat Pengawet

Menurut Yuliarti (2007), zat pengawet terbagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Pengawet alami

a. Chitosan

(37)

b. Karagenan

Merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti boraks.

c. Kalsium hidroksida (kapur sirih)

Kapur sirih aman digunakan untuk bahan pengawet bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan yang lain

d. Air ki atau air abu merang

Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki dapat mengawetkan mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri yaitu dengan cara membakar merang padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air dan kemudian endapkan.

e. Buah picung (biji kepayang atau kluwak)

Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi mutunya. Tanaman ini mempunyai nama sesuai tempat tanaman ini berada. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, kepayang dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. f. Bawang putih dan kunyit

(38)

kalau kita ingin tahu berwarna putih, dapat digunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak cepat masam.

g. Jeruk nipis

Asam sitrat yang diperoleh dari jeruk nipis berfungsi sebagai pengawet dan antioksidan. Sifat asam jeruk nipis mampu mencegah pertumbuhan mikroba, bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, minyak/lemak.

h. Garam Dapur

Sejak lama hingga saat ini garam digunakan sebagai bahan pengawet terutama untuk daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan dan mengikat air bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir. Produk pangan hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar. Ikan pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk pangan yang diawetkan dengan garam.

2. Pengawet Sintetis

a. Zat Pengawet Organik

(39)
[image:39.612.152.543.140.359.2]

sering digunakan adalah asam sorbat, asam propianat, dan asam benzoat, asam asetat, dan natrium benzoat.

Tabel 2.2 Bahan Pengawet Organik yang Diizinkan Pemakaiannya dan Dosis Maksimum yang Diperkenankan Oleh Dirjen POM

Nama BTM Jenis Bahan

Makanan

Batas Maksimum Penggunaan

Asam benzoat dan natrium benzoat Kecap Minuman ringan Margarin Saus tomat 600 mg/kg 600 mg/kg

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg

Asam propionat

Sediaan keju olahan Roti

3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garamnya 2 g/kg

Asam sorbat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat dan garamnya

Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88

b. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum.

Tabel 2.3 Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan Dosis Maksimum Penggunaannya yang diperkenankan Oleh Dirjen POM

Nama BTM Jenis Bahan Makanan

Batas Maksimum Penggunaan

Kalium nitrat atau Natrium nitrat Daging olahan; daging awetan Keju

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrat atau Na-Nitrat

[image:39.612.117.538.518.712.2]
(40)

Kalium nitrit atau Natrium nitrit Daging olahan; daging awetan Korned kalengan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrit atau Na-nitrit

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrit atau Na-nitrit

Kalium bisulfit, Kalium metabisulfit, Natrium bisulfit, dan Na-metabisulfit Potongan kentang goreng beku Udang beku

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya

100 mg/kg bahan mentah; 30 mg/kg produk yang telah dimasak, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88

2.7.3 Tujuan Penggunaan Zat Pengawet

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, misalnya pengalengan makanan, diawetkan (asinan/manisan) dalam botol, pendinginan, pemanasan, pengeringan dan penggaraman. Dalam melakukan pengawetan biasanya digunakan bahan kimia dan dewasa ini penggunaannya semakin bertambah karena merupakan salah satu pilihan yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan.

Secara umum, alasan produsen makanan menggunakan bahan/zat pengawet adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2007):

1. Memperpanjang masa simpan makanan

(41)

konsumen dan produsen yaitu konsumen menginginkan produk makanan lebih awet supaya tidak belanja setiap hari dan produsen ingin makanan cukup waktu untuk pendistribusian dan penjualannya.

2. Mengganti kehilangan antioksidan

Bahan pengawet berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada bahan makanan oleh karena perlakuan pada proses pengolahan yang menyebabkan antioksidan tersebut menjadi berkurang dan hilang.

3. Menanggulangi masalah higienis

Higiene dan sanitasi pengolahan makanan dalam pabrik masih jauh dari memadai, bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat rusak akibat higiene sanitasi pabrik yang kurang baik.

4. Kebutuhan ekonomi

Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan tidak akan menambah biaya produksi dan tidak akan mempengaruhi harga bahan makanan yang diawetkan. Dengan demikian bahan makanan dapat disimpan lebih lama dan bahan makanan yg diawetkan tersebut dapat terjual lebih banyak dibandingkan bahan makanan tanpa pengawetan sehingga produsen memperoleh keuntungan yang cukup besar.

5. Meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna dan tekstur makanan, sebagai penstabil, pencegah lengket, maupun memperkaya vitamin dan mineral.

(42)

a. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia

b. Ekonomis (murah dan mudah diperoleh)

c. Termasuk dalam golongan bahan pengawet GRAS (Generally Recognized as Safe) dalam artian zat pengawet harus aman dan tidak berefek toksik dalam

tubuh manusia

d. Memperpanjang umur simpan makanan

e. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan makanan yang diawetkan

f. Mudah dilarutkan

g. Aman dalam jumlah yang diperlukan h. Mudah ditentukan dengan analisis kimia i. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan

j. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang lebih bersifat toksik

k. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan makanan

l. Mempunyai spectra anti mikroba yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan makanan yang diawetkan

(43)

sorbat, belerang oksida, etil p-hidroksida benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metal p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, dan propil-p-hidroksi benzoat.

Berdasarkan permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan makanan tambahan, terdapat 2 jenis bahan pengawet yang dilarang penggunaannya sebagai BTM untuk makanan yaitu formalin dan boraks karena kedua jenis pengawet ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

2.7.5 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan

Pemakaian zat pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan makanan dapat terbebas dari kehidupan mikroba baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan makanan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka akan menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik.

(44)

keju yang diberikan pada tikus percobaan, menyebabkan kanker pada tikus tersebut. Hal ini dikarenakan nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida yang terdapat dalam bahan makanan dan membentuk nitrosamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik (Cahyadi, 2009).

2.8 Boraks atau Asam Borat

Boraks merupakan bahan pengawet untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa, dengan nama kimia natrium tetraborat dekahidrat (NaB4O710H2O). Boraks juga memiliki nama lain seperti sodium borat, borax decahydrate, sodium biborate decahydrate, disodium tetraborate decahydrate, sodium

pyroborate decahydrate, sodium tetraborate decahydrate, boron sodium oxide, dan

fused borax.

Dalam perdagangan, boraks dikenal dengan sebutan borofax three elephant,

hydrogen orthoborate, NCL-C56417, calcium borate, atau sassolite. Dalam istilah

(45)

2.8.1 Karakteristik Boraks

Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat (H2B4O7). Rumus struktur ketiga asam borat tersebut adalah sebagai berikut (Khamid, 2006):

OH

H3BO3 : HO—B—OH; HBO2: HO—B ═ O

(Asam ortoborat) (Asam metaborat)

O — B — O / │ \

H2B4O7 : HO—B O B—OH \ │ /

O — B — O (Asam piroborat)

(46)

Asam borat (Boric acid) memiliki titik lebur 7430C dan titik didih sekitar 15750C (Khamid, 2006). Asam borat larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter, kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat serta asam borat mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah karena memiliki pH 9,5 dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk kristal berwarna putih, menghasilkan larutan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau serta agak manis (Cahyadi,2009).

2.8.2 Fungsi Boraks atau Asam Borat yang Sebenarnya

Boraks atau asam borat banyak digunakan dalam industri kimia, antara lain (Budiawan, 2004):

1. Industri Gelas

Penggunaan yang paling banyak adalah pada industri serat gelas. Boraks (asam borat) akan mempercepat peleburan dan dapat mengikat bahan yang lain. Asam ini juga dapat memperbaiki warna dan meningkatkan ketahanan terhadap shock thermal dan mekanis.

2. Industri Elektronik

(47)

3. Industri Keramik

Boraks digunakan dalam pelapisan barang-barang tembikar, barang pecah belah, ubin, porcelen dan peralatan dapur.

4. Industri Kimia

Dalam industri kimia, boraks berfungsi sebagai condensing agent, dan juga berguna dalam berbagai analisa kimia. Boraks sangat penting dalam industri pulp dan kertas dimana sodium perborat digunakan sebagai bahan pemutih dalam industri tersebut.

5. Fotografi

Boraks dalam bidang fotografi digunakan sebagai reagent dalam proses pencetakan film.

6. Industri Obat dan Farmasi

Boraks digunakan dalam pembuatan obat yang berfungsi sebagai antiseptik, desinfektan, penyegar dan deterjen. Boraks juga bersifat bakteriostatis dan fungistatis, yaitu dapat menahan pertumbuhan bakteri dan jamur.

7. Reaktor Nuklir

Boraks ditambahkan dalam air pendingin dalam suatu sistem tertutup yang bertekanan dalam suatu reaktor nuklir untuk mengontrol level tenaga.

8. Bahan Pengawet

(48)

Selain untuk keperluan di atas, boraks juga digunakan dalam pembuatan lilin (wax), dan untuk campuran pada tinta cetak, obat untuk kulit dalam bentuk salep, pembasmi semut dan kecoa, dalam bentuk larutan boorwater untuk pencuci mata, serta boraxglycerin untuk pengobatan bibir. Boraks digunakan juga dalam pembuatan barang-barang tahan api misalnya kertas tahan api, ubin tahan api, tekstil dan kayu tahan api (Adiwisastra, 1992).

2.8.3 Makanan Mengandung Boraks

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit yang penggunaannya dilarang menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/PER/X/1999. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Adelaide, 2011). Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks Produk Ciri-ciri mengandung Boraks

Mie basah Teksturnya kenyal, lebih mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus, baunya menyengat, awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25oC)

Bakso Teksturnya sangat kenyal, warnanya cenderung keputihan namun jika ditambahkan boraks secara berlebihan, warnanya akan menjadi abu-abu tua

Lontong Teksturnya sangat kenyal, warnanya putih bersih, berasa tajam seperti sangat gurih, membuat lidah bergetar dan memberikan rasa getir

Kerupuk kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah dan kalau dimakan bisa menimbulkan rasa getir Gula Merah Sangat keras dan susah dibelah, terlihat butiran-butiran

(49)

Selain ditambahkan pada tabel makanan di atas, boraks juga ditambahkan dalam pembuatan bubur ayam. Fungsinya adalah agar bubur jadi kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, tidak mudah berubah, dan tidak mudah basi. Biasanya proses pembuatan bubur 2 hingga 4 jam, tapi karena bantuan boraks maka lamanya proses pematangan bubur paling lama cukup hanya 3 jam saja agar matang sempurna. Penggunaan Pijer atau boraks di industri makanan seperti bubur sudah lama berlangsung dan terus-menerus dari generasi sebelumnya (Pariadi, 2011).

Adapun cara membedakan bubur ayam yang menggunakan boraks dengan bubur ayam yang tidak memakai boraks adalah sebagai berikut (Kompasiana, 2011):

a. Bubur ayam yang menggunakan boraks

− Jika disentuh dengan tangan, maka akan terasa lengket seperti lem dan

teksturnya terlihat padat

− Jika didiamkan dalam jangka waktu lama, maka tampilan bubur akan tetap

sama seperti baru bahkan tetap terkesan basah (masih mengandung air) hingga keesokan harinya

− Jika dibiarkan sampai esok hari, tidak berbau basi dan rasanya tidak berubah

b. Bubur ayam yang tidak mengandung boraks

− Teksturnya terlihat encer dan tidak lengket jika disentuh dengan tangan − jika didiamkan dalam jangka waktu lama bubur akan mengental dan

lama-kelamaan airnya akan hilang, ini dikarenakan air memiliki sifat pengikat − bubur akan berubah aroma dan rasanya jika dibearkan sampai esok hari

(50)

− bubur ayam yang berkuah tahan sampai 8 jam, sedangkan bubur ayam yang

tidak berkuah tahan sampai 1 hari 2.8.4 Mekanisme Toksisitas Boraks

Mekanisme toksisitas terdiri dari dua fase. Fase pertama yaitu fase kinetik yang meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan proses pembuangan (ekskresi). Pada fase pertama ini bahan toksik akan mengalami proses sinergestis atau antagonis. Fase kedua yaitu fase dinamik yang merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik, bahan toksik yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa hasil proses biosintesa seperti protein, enzim dan lemak dan hasilnya bersifat merusak terhadap proses biomolekul dalam tubuh.

Proses masuknya boraks ke dalam tubuh yaitu melalui oral dimana manusia memakan makanan yang mengandung boraks. Kemudian boraks yang masuk ke dalam tubuh diabsorbsi secara kumulatif oleh saluran pencernaan (usus/lambung) dan selaput lendir (membran mukosa) dan sedikit demi sedikit boraks terakumulasi. Konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus dan dapat mengakibatkan usus tidak mampu mengubah zat makanan sehingga tidak dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kemudian boraks didistribusikan lewat peredaran darah oleh vena porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme xenobiotik di dalam hati juga tinggi terutama enzim sitokrom P-450. Enzim ini membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga lebih mudah diekskresikan oleh hati. (Lu, 1995).

(51)

aktif boraks B=O akan mengikat protein dan lemak tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat merusak permaebilitas sel karena membran sel kaya akan lemak. Akibatnya semua zat dapat keluar masuk ke dalam sel yang dapat menyebabkan kerusakan sel- sel hati (Hanna dkk, 2009).

Pada waktu sel-sel hati rusak, akan terjadi induksi enzim yang berada di dalam sel hati (enzim intraseluler) sehingga enzim intraseluler akan dilepaskan ke dalam darah. Enzim tersebut adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT). Peningkatan kadar SGPT dan SGOT dalam darah dapat dijadikan indikator biologis tidak langsung untuk keracunan boraks.

Di dalam darah, boraks mengganggu metabolisme asam folat dimana asam folat sangat berperan dalam pembentukan darah. Berdasarkan hasil penelitian Landauer, di dalam tubuh ion boraks berikatan dengan Riboflavin (Vitamin B2) dan akan membentuk suatu zat komplek yang larut dalam air dan bersifat tidak aktif. Dengan adanya ikatan riboflavin-boraks ini, tubuh akan mengalami defisiensi riboflavin yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme asam folat (Rennie dkk, 1990). Dengan adanya gangguan metabolisme asam folat, maka pembentukan darah akan mengalami gangguan sehingga darah yang terbentuk jumlahnya tidak normal. Akibatnya eritrosit, leukosit, dan hemoglobin mengalami penurunan (Pangestiningsih, 1992).

(52)

sel karena sel-sel tampak lebih besar dan berhimpitan sehingga terlihat bengkak. Adanya senyawa toksik yang mengganggu enzim-enzim dalam sel dapat menyebabkan penurunan penggunaan lemak sehingga akan menimbulkan akumulasi lemak dalam sel. Meskipun penumpukan lemak merupakan kerusakan yang masih bersifat reversible (kemampuan beradaptasi sel telah terlampaui), tetapi hal itu termasuk gangguan yang berat dan dapat menjadi perintis nekrosis (Tabbu, 1991).

2.8.5 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Efek toksik boraks akan terasa bila boraks dikonsumsi secara kumulatif dan penggunaannya berulang-ulang. Dampak boraks terhadap kesehatan meliputi dampak akut dan dampak kronis yaitu:

1. Dampak Akut

Bila terpapar boraks dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan boraks yaitu (Yuliarti, 2007) :

− Bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan

gejala batuk-batuk

− Bila kontak dengan kulit maka akan menimbulkan iritasi kulit

− Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan rasa

perih

− Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan

(53)

2. Dampak Kronis

(54)

2.8 Kerangka Konsep

[image:54.612.104.582.97.626.2]

s

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Higiene sanitasi berdasarkan

6 prinsip :

1. Pemilihan bahan baku bubur ayam

2. Penyimpanan bahan baku bubur ayam

3. Pengolahan bubur ayam 4. Penyimpanan bubur ayam 5. Pengangkutan bubur ayam 6. Penyajian bubur ayam

Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

Bubur Ayam

Pemeriksaan Laboratorium Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999

Mengandung boraks

Tidak Mengandung

boraks Karakteristik Pedagang

Bubur Ayam

Gambar

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah
Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam
Tabel 2.3  Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean, (2) menganalisis faktor-faktor yang

Dari proses validasi, data hasil penelitian dengan pendekatan CFD memiliki kesesuaian hasil dengan data hasil penelitian dengan analisa numerik, yaitu kemudi

Pengurutan data (sort) adalah algoritma yang meletakkan elemen pada sebuah list atau tabel dengan urutan

Apabila dilihat dari hasil khi- kuadratnya, keenam faktor risiko tersebut juga memang menunjukkan hasil bahwa belum ada cukup bukti yang signifikan untuk menunjuk- kan

Menurut Buffa &amp; Sarin (1996), perencanaan produksi dapat ditentukan sebagai proses untuk memproduksi barang – barang pada periode tertentu sesuai denga yang diramalkan

4) Tenaga pengajar yang meningkat kemampuan dan kompetensinya, dilaksanakan melalui kegiatan workshop/pelatihan/bimbingan teknis di bidang Industri Kelapa Sawit

Penelitian ini bertujuan untuk memper- oleh bakteri yang memiliki aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari sistem pencer- naan ikan lele, sebagai kandidat

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang berjudul pengetahuan, sikap dan tindakan penjamah makanan terhadap aspek keamanan pangan di usaha ketring Bogor yang dilakukan