STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)
Didik Wahjudi , Soejono Tjitro, Rhismawati Soeyono Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Indonesia E-mail:
dwahjudi@peter.petra.ac.id, stjitro@peter.petra.ac.idABSTRAK
P.T. X merasa perlu untuk mempertahankan keunggulannya sebagai produsen kemasan plastik yang bermutu dan harganya bersaing. Namun hal ini tidak mudah tercapai. Kondisi yang saat ini perlu diperbaiki adalah sering terjadinya gangguan pada proses produksi. Pada umumya, penyebab gangguan proses produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah performance mesin produksi yang digunakan. Mesin blow molding di P.T. X sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun untuk preventive mantenance. Jika mesin sampai mengalami kerusakan mendadak karena keadaan mesin yang kurang terpelihara dengan baik, maka kualitas produk akan terganggu dan prodtiktifitas akan menurun. Hal di atas dapat dilihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang masih rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di divisi BM I adalah 67.76%. Untuk itu, P.T. X ingin meningkatkan overall equipment effectiveness perlatannya melalui implementasi total productive maintenance.
Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data mengenai waktu breakdown, waktu produksi, waktu setup dan adjustment, kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan jumlah reject. Data tersebut diperlukan untuk menghitung availability rate, performance rate, dan total yield, yang selanjutnya diperlukan untuk menghitung enam kerugian utama (six big losses) awal.
Langkah berikutnya adalah melakukan kajian kondisi apa saja yang dapat diperbaiki dengan megimplementasikan TPM pada tiga mesin yang dipilih sesuai permintaan perusahaan. Hal ini dikarenakan mesin-mesin blow molding P.T. X mempunyai 3 jenis karakteristik yang berbeda.
Terakhir, penulis menghitung OEE yang bisa dicapai dengan menjalankan TPM dan membandingkannya dengan OEE awal.
Melalui penerapan TPM nilai OEE di P.T. X dapat ditingkatkan dari 67.76% menjadi 81.88%.
Keberhasilan implementasi TPM di P.T. X sangat tergantung pada perubahan paradigma para pekerja dalam menjalankan jadwal preventive maintenance, sebagai bagian dari implementasi TPM.
Kata kunci: overall equipment effectiveness, total productive maintenance.
1. Pendahuluan
Pada umumnya penyebab gangguan produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah performance mesin produksi yang digunakan. Mesin blow molding sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun untuk preventive maintenance. Jika mesin mengalami kerusakan mendadak karena kurang terpelihara, kualitas produk dan produktifitas makin menurun. Hal di atas terlihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di BM 1 adalah 67.76% (Tabel 7).
Implementasi preventive maintenance di PT X belum optimal karena mesin-mesin masih sering mengalami perbaikan corrective maintenance. Mesin yang mengalami corrective maintenance harus dimati-
kan hingga perbaikan selesai. Tindakan ini menyebab- kan peningkatan biaya produksi karena perbaikan dila- kukan ketika produksi berjalan, sehingga membuang waktu produktif.
Departemen Pemeliharaan di PT X bertanggung jawab mengatasi masalah kerusakan ringan dan berat, sehingga tugas mereka menjadi sangat berat. Hal ini dapat mengakibatkan mesin harus menunggu untuk dilakukan preventive maintenance. Pada akhirnya, hal ini akan menghambat produktifitas.
Kondisi di atas bisa diperbaiki dengan menerapkan Total Productive Maintenance (TPM) yang melibatkan semua operator dalam proses pemeliharaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Total Productive Maintenance (TPM) sebagai sarana untuk meningkatkan OEE di divisi blow molding PT X.
Implementasi TPM pada production engineering
section divisi blow molding di PT X diharapkan dapat mengurangi breakdown, meningkatkan produktifitas, dan meningkatkan lifetime mesin.
TPM merupakan suatu sistem perawatan mesin yang melibatkan operator produksi dan semua departemen termasuk produksi, pengembangan produk, pemasaran, dan administrasi. Operator tidak hanya bertugas menjalankan mesin, tetapi juga merawat mesin sebelum dan sesudah pemakaian.
Implementasi TPM dapat diklasifikasikan menjadi 2 tahap, yaitu tahap implementasi awal dan tahap implementasi penuh. Pada tahap implementasi awal, perusahaan mengimplementasikan TPM pada salah satu mesin untuk proyek percontohan. OEE dari mesin tersebut dihitung sebelum dan dibandingkan dengan OEE sesudah implementasi TPM.
Six big losses dihitung untuk mengetahui overall equipment effectiveness (OEE) dari suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan mesin tersebut. Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu availability rate, performance rate, dan total yield.
Availabilty rate dipengaruhi 2 komponen, yaitu breakdown losses dan set up and adjustment losses serta dihitung dengan rumus berikut (Stephens, 2004):
( ) % − × 100 %
= load time
time down time rate load
ty Availabili
Performance rate memiliki 2 komponen, yaitu idling and minor stoppage losses dan speed losses. Besarnya performance rate dihitung dengan rumus:
( ) % × × 100 %
= operating time output time cycle optimal rate
e Performanc
Total yield didukung 2 komponen, yaitu quality defects and rework required losses dan yield losses. Besarnya total yield dihitung dengan rumus:
( ) % − × 100 %
= input
reject input yield
Total
Sedangkan overall equipment effectiveness (OEE) adalah besarnya efektifitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin, dapat dihitung dengan rumus (Stephens, 2004):
( ) Avail rate Perform rate Total yield
OEE % = . × . ×
2. Metodologi
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Menganalisa kondisi umum perusahaan dan sistem pemeliharaan
b. Mengumpulkan data 6 kerugian utama sebelum implementasi TPM
Data-data yang perlu dikumpulkan untuk implementasi TPM adalah waktu breakdown, waktu produksi, waktu set up and adjustment, kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan
jumlah reject.
c. Mengolah data overall equipment effectiveness (OEE) sebelum implementasi TPM
Mesin yang memiliki OEE terendah akan digunakan untuk proyek percontohan.
d. Mengkaji implementasi TPM sesuai dengan kondisi perusahaan
e. Memilih objek mesin
f. Mengolah dan menganalisa data overall equipment effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM g. Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah
implementasi TPM
h. Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan 3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada divisi BM1 yang merupakan proses utama di P.T. X. Divisi BM1 memiliki empat jenis mesin, yaitu 500 S, 500 DS, 1500 DS, dan 1000 DST. Maintenance pada divisi blow moulding dilakukan oleh operator production engineering section secara preventive maupun corrective.
Sebelum melakukan implementasi TPM, penulis menghitung nilai OEE peralatan. Nilai OEE untuk ketiga mesin yang dipilih ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Nilai OEE Bulan Januari 2005
Mesin
Avail.Rate
Perform.
Rate
Total
Yield
OEE 500 S 94.99% 94.28% 99.26% 88.89%
500 DS 1 95.55% 91.83% 96.11% 84.33%
500 DS 3 88.30% 87.61% 99.21% 76.75%
1500 DS 2 92.90% 86.68% 93.31% 75.14%
1500 DS 3 91.16% 87.20% 95.66% 76.04%
1500 DS 4 83.36% 73.14% 87.74% 53.50%
1500 DS 5 84.41% 41.72% 47.46% 16.72%
1500 DS 6 88.71% 82.68% 93.20% 68.35%
1500 DS 7 95.76% 91.77% 95.84% 84.22%
1500 DS 8 87.80% 81.19% 92.47% 65.91%
1500 DS 9 75.73% 47.46% 62.64% 22.51%
OEE rata-rata = 64.76%
Dari tabel di atas tampak bahwa nilai OEE dari beberapa mesin dapat ditingkatkan. Untuk itu, perusahaan menetapkan target nilai OEE dari mesin- mesin tersebut untuk bulan Januari seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Peningkatan ini dicapai dengan melakukan beberapa hal, yaitu:
a. Availability rate
• Meningkatkan dan mengoptimalkan waktu
preventive maintenace untuk tiap-tiap mesin
sebesar 10% (Dewi, 2006)
• Mencegah kerusakan mesin sehingga waktu downtime untuk machine trouble tidak terjadi, misalnya dengan melakukan pelumasan sesuai dengan jadwal dan kondisi mesin itu sendiri.
• Mencegah mesin tidak berproduksi kecuali mesin dalam keadaan no order.
b. Performance Rate
• Meningkatkan commercial hours dengan cara menurunkan waktu downtime.
• Mengoptimalkan jumlah cavity actualnya sesuai dengan cavity standardnya, sehingga output yang dihasilkan meningkat. Misalnya dari 2 cavity menjadi 4 cavity untuk mesin 500 DS 6.
c. Total Yield
• Meningkatkan output netto dengan cara meminimalkan reject.
Tabel 2. Target Nilai OEE bulan Januari 2005
Mesin
Avail. Rate Perform.Rate
Total
Yield