DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia
Oleh:
Emma Amalia Sholihah NIM.1201689
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA SEKOLAH PASCASARJANA
DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK
Oleh
Emma Amalia Sholihah
S.Pd IAIN SGD Bandung, 2002
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana
© Emma Amalia Sholihah 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN EMMA AMALIA SHOLIHAH
1201689
DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK
disetujui dan disahkan oleh pembimbing Pembimbing I
Dr. MOMO ROSBIONO, M.Pd., M.Si NIP. 195712111982031006
Pembimbing II
Dr. WAHYU SOPANDI, M.A NIP. 196605251990011001
Mengetahui
Plt. Ketua Program Studi S2 Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana UPI
Emma Amalia Sholihah 1201689
DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI
Penguji I Penguji II
Dr. Momo Rosbiono, M.Pd., M.Si NIP. 195712111982031006
Dr. Wahyu Sopandi, M.A NIP. 196605251990011001
Penguji III Penguji IV
Prof. Dr. Liliasari, M.Pd NIP. 194909271978032001
Dr. Yayan Sunarya, M.Si NIP. 196102081990031004
Mengetahui
Plt. Ketua Program Studi S2
Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana UPI
DAFTAR ISI
PERNYATAAN i
KATA PENGANTAR ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Berbasis Masalah 8
B. Kemampuan Berpikir Kreatif 20
C. Pemahaman Konsep 33
D. Model Pembelajaran Konvensional 36
E. Konsep Korosi 38
F. Kerangka Berpikir 49
G. Hipotesis Penelitian 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian 51
B. Desain Penelitian 51
C. Metode Penelitian 52
D. Definisi Operasional 52
E. Instrumen Penelitian 53
F. Proses Pengembangan Instrumen 55
G. Teknik Pengumpulan Data 60
H. Analisis Data 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Keterlaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Dikembangkan Pada Fenomena Korosi
74
B. Dampak Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Fenomena Korosi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
100
C. Dampak Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Fenomena Korosi Terhadap Pemahaman Konsep Siswa
111
D. Pengaruh pemahaman konsep terhadap kemampuan berpikir siswa pada fenomena korosi
117
E. Tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 122
B. Saran 123
DAFTAR PUSTAKA 124
LAMPIRAN-LAMPIRAN 128
DOKUMENTASI PENELITIAN 288
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-Langkah dan Tingkah Laku Guru Dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah
13
2.2 Indikator Kreativitas Berpikir atau Berpikir Kreatif 22 2.3 Kerangka berpikir PBL terhadap kreativitas dan pemahaman konsep 49
3.1 Desain penelitian 51
3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif 53
3.3 Kisi-kisi Soal Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa 54
3.4 Kriteria validitas butir soal 57
3.5 Interpretasi Reliabilitas 58
3.6 Kriteria interpretasi daya pembeda 59
3.7 Kriteria Interpretasi Indeks Kesukaran 59
3.8 Hasil Ujicoba Pilihan Ganda 61
3.9 Hasil Ujicoba Tes Uraian 61
3.10 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 1 Pilihan Ganda 62
3.11 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 2 Pilihan Ganda 63
3.12 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Uraian 64
3.13 Kriteria gain normalisasi 65
3.14 Pedoman Penskoran Angket Tanggapan Siswa 69
3.15 Kriteria Persentase Hasil Angket 70
3.16 Implementasi pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi 72 4.1 Jenis pertanyaan yang disusun tiap kelompok siswa 76 4.2 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun pertanyaan dari
wacana
78
4.3 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Setiap Pertanyaan 79
4.4 Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan 80
4.5 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menjawab pertanyaan 82 4.6 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Setiap Pertanyaan 82
4.7 Kemampuan siswa dalam merumuskan masalah. 84
4.8 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam merumuskan masalah 85
4.9 Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah 86
4.10 Kemampuan berpikir siswa dalam mengidentifikasi masalah. 88
4.11 Kemampuan siswa dalam merancang percobaan. 89
4.12 Skor kemampuan siswa dalam merancang percobaan 89
4.13 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam merancang percobaan 90 4.14 Kemampuan siswa dalam membuat laporan hasil penyelidikan 92 4.15 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam membuat laporan hasil
penyelidikan
94
4.16 Kemampuan siswa dalam menjawab evaluasi kelompok 96
4.17 Skor hasil jawaban evaluasi kelompok. 97
4.18 Hasil pengamatana keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah
98
4.19 Rekapitulasi persentase rata-rata skor pretest, posttest dan N-Gain untuk setiap indikator kemampuan berpikir kreatif pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
4.20 Data hasil uji normalitas dan uji homogenitas terhadap pretest dan posttest
103
4.21 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen
104
4.22 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok kontrol
104
4.23 Uji Beda Rata-rata pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
105
4.24 Uji Non parametrik N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
106
4.25 Persentase Pemahaman Konsep berdasarkan setiap indikator konsep korosi
112
4.26 Hasil uji normalitas dan homogenitas pemahaman konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
113
4.27 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep siswa kelompok eksperimen
114
4.28 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep siswa kelompok kontrol
115
4.29 Hasil uji beda rata-rata posttest pemahaman konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
115
4.30 Hasil uji korelasi postest pemahaman konsep dengan kemampuan berpikir kreatif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
118
4.31 Butir pernyataan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Alur Pembelajaran Berbasis Masalah 17
2.2 Logam Besi Sebelum dan Sesudah Terkorosi 40
2.3 Proses Korosi pada Besi 41
2.4 Reaksi Mekanisme Korosi Pada Besi 42
2.5 Bangkai Kapal di Dasar Laut Terkorosi Oleh Kandungan Garam yang Tinggi
43
2.6 Proteksi Katodik Pada Pipa Besi 47
3.1 Alur Penelitian 73
4.1 Tingkat Relevansi pertanyaan siswa dengan wacana. 77
4.2 Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan 81
4.3 kemampuan berpikir siswa dalam mengidentifikasi masalah. 87
4.4 Kemampuan siswa dalam merancang percobaan 90
4.5 Kemampuan siswa dalam membuat laporan hasil penyelidikan. 93 4.6 Persentase skor rata-rata indikator kemampuan berpikir kreatif
evaluasi kelompok.
98
4.7 Perbandingan N-Gain untuk setiap indikator kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
101
4.8 Diagram perbandingan persentase rata-rata skor N-Gain kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
102
4.9 Diagram perbandingan skor rata-rata N-gain pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
111
4.10 Perbandingan persentase N-Gain pemahaman konsep siswa terhadap setiap indikator konsep korosi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
112
4.11 Grafik persentasi rata-rata angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 128
A.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) 140
A.3 Format Penilaian LKS 151
A.4 Peta Konsep Korosi 163
A.5 Struktur Makro 164
A.6 Bahan Ajar Korosi 166
B.1 Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dan Pemahaman Konsep Korosi
182
B.2 Kisi-Kisi Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dan Pemahaman Konsep Korosi
190
B.3 Hasil Revisi Validasi butir soal 210
B.4 Format Observasi Kegiatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
227
B.5 Format Observasi Kegiatan Guru Dalam Pembelajaran 229
B.6 Format Tanggapan Siswa Tentang Pembelajaran 230
C.1 Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen 232
C.2 Data Hasil Pretest Kelompok Kontrol 234
C.3 Skor Data Hasil Pretest Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen 236 C.4 Skor Data Hasil Pretest Pemahaman Konsep Kelompok Kontrol 238
C.5 Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen 240
C.6 Data Hasil Posttest Kelompok Kontrol 242
C.7 Skor Data Hasil Posttest Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen
244
C.8 Skor Data Hasil Posttest Pemahaman Konsep Kelompok Kontrol 246 C.9 Hasil Pengolahan Skor Rata-Rata Pretest, Postest Dan N-Gain
Untuk Kemampuan Berpikir Kreatif
248
C.10 Hasil Pengolahan Skor Rata-Rata Pretest, Postest Dan N-Gain Pemahaman Konsep Siswa
249
C.11 Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa 250
C.12 Hasil Observasi Kegiatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
251
C.13 Hasil Observasi Kegiatan Guru Dalam Pembelajaran 253 C.14 Data Pengujian Statistik Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol
254
C.15 Jenis Pertanyaan Yang Disusun Tiap Kelompok Siswa 266 C.16 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Menyusun Pertanyaan
Dari Wacana
269
C.17 Kemampuan Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan 270
C.18 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan 275
C.19 Kemampuan Siswa Dalam Merancang Percobaan. 276
DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK
Emma Amalia Sholihah (1201689) ABSTRAK
IMPACT ON PROBLEM-BASED LEARNING PHENOMENA OF CORROSION OF CREATIVE THINKING SKILLS
AND CONCEPT UNDERSTANDING CLASS X SMK Emma Amalia Sholihah (1201689)
Abstract
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Di dalam proses pembelajaran IPA, lebih menekankan
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta
didik mampu memahami alam sekitar secara ilmiah dengan cara mencari tahu
tentang gejala alam secara sistematis. Oleh karena itu pendidikan IPA diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta dapat menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.
Salah satu rumpun pelajaran IPA adalah kimia, kimia mempunyai
karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik tersebut misalnya; di dalam
objek, cara memperoleh, dan kegunaannya. Menurut Concise Dictionary Of
Science & Computers (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI, 2009:222) Kimia sebagai cabang dari IPA, yang berkenaan
dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat
dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi.
Di dalam perkembangannya ada dua hal yang tidak terpisahkan dari kimia, yaitu
sebagai produk (berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan
dan sebagai proses kerja ilmiah. Sebagai akibat dari pemahaman manusia terhadap
sifat dan materi di alam, manusia mampu meniru alam dalam menghasilkan
produk-produk alam. Hal inilah yang kemudian melahirkan pengetahuan kimia
yang dapat diaplikasikan untuk memuat berbagai bahan-bahan sintetik. Di
samping itu dengan pemahaman terhadap sifat dan perubahan di alam,
pengetahuan tentang kimia mampu mengendalikan proses-proses alam agar
menguntungkan dan meningkatkan manfaatnya bagi manusia sebagai salah satu
contoh pencegahan terjadinya korosi.
Kemampuan memahami kimia diperoleh siswa melalui pendidikan yang
harus dilakukan usaha serius dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran
agar terbentuk output pendidikan yang berkualitas. Indonesia saat ini sedang
mengembangkan bidang pendidikan untuk menghasilkan proses dan output
pendidikan yang berkualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
dalam pendidikan tersebut diantaranya dengan digulirkannya kurikulum 2013.
Dalam kurikulum 2013 (permendikbud No. 70 tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK) dikembangkan dengan
menyempurnakan pola pikir diantaranya:
1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik .
2. Pola pembelajaran satu arah menjadi pembelajaran interaktif.
3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring ( peserta
didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat
dihubungi serta diperoleh melalui internet).
4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran
siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran
pendekatan sains).
5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).
6. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
Berdasarkan kerangka dasar kurikulum 2013 tersebut menuntut proses
pembelajaran kimia, berpusat pada siswa (student centered) tidak lagi berpusat
pada guru yang hanya sekedar transfer of knowledge dari pendidik kepada peserta
didik secara tekstual tetapi harus melibatkan aktivitas siswa saat proses untuk
mendapatkan pengetahuan itu sendiri, sehingga pembelajaranpun tidak hanya
berlangsung satu arah. Konsep-konsep yang didapatkan siswapun tidak hanya
didapatkan dari informasi guru di kelas, namun mereka menggalinya bersama
dengan rekan dalam suatu tim sehingga konsep-konsep tersebut juga mampu
dikuasai siswa agar mereka dapat memecahkan masalah kimia yang kelak akan
mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tuntutan kurikulum 2013
Namun yang terjadi di lapangan, menurut Tatar dan Oktay (2012: 315)
pendidikan sains saat ini masih menggunakan pendekatan pembelajaran
konvensional yang difokuskan pada mendidik individu untuk dapat menyimpan
informasi. Padahal menurut Inel dan Balim (2010: 2) pendidikan yang baik
bertujuan membantu siswa belajar lebih baik dan mendapatkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi agar mereka mampu menggunakannya sepanjang hidup
mereka. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan penyelidikan dan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menciptakan lingkungan belajar berdasarkan konstruktivis. Konstruktivisme
(constructivism) yang dimaksud yaitu suatu pembelajaran yang dapat
mengembangkan pemikiran siswa tentang belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstrusi sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru (Hakim, 2011: 57). Pendekatan ini yang memastikan siswa
berperan aktif dalam proses belajar mereka sendiri dan mengakses pengetahuan
melalui penyelidikan dan interogasi.
Menurut penelitian Munandar (2012: 7) bahwa gambaran yang tampak dalam
bidang pendidikan dewasa ini pembelajaran lebih menekankan pada proses
hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan.
Proses-proses pemikiran tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatihkan. Proses
belajar mengajar yang masih menekankan pada hapalan ini, memungkinkan siswa
merasa kesulitan untuk menyampaikan gagasan atau ide, mudah melupakan
konsep yang telah didapat, dan kesulitan memahami konsep. Konsep merupakan
dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi (Dahar, 1996: 79). Konsep merupakan suatu hal yang
sangat penting, selain terletak pada konsep itu sendiri juga bagaimana konsep itu
dapat dipahami siswa melalui proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat
mempengaruhi cara pengambilan keputusan dan memecahkan masalah.
Dalam Pembelajaran seharusnya siswa menggali masalah sendiri dan
menemukan jawaban atas masalahnya melalui pengamatan dan percobaan.
pendidikan adalah membentuk individu-individu untuk memecahkan masalah
yang efektif dalam kehidupannya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat berpengaruh terhadap pemahaman
konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah model pembelajaran
berbasis masalah atau problem based learning (PBL). Menurut beberapa
penelitian diantaranya:
1. Tasoglu dan Bakac (2010: 2413) pendekatan PBL positif lebih efektif
daripada Traditional Teaching Methode (TTM) pada peningkatan konsep
siswa pada mata pelajaran fisika topik Mekanika, namun efek dari pendekatan
PBL dan TTM pada prestasi akademik mahasiswa dan keterampilan proses
sains sama. Studi dilakukan pada Mekanika.
2. Benli dan Sarikaya (2012: 4321) Metode PBL berperan pada peningkatan
prestasi akademik dan mampu berperan aktif dalam menjaga permanence of
knowledge calon guru sains. Studi dilakukan pada Problem Boiler Stone dan
kesadahan air.
3. Tatar dan Oktay (2012: 325) PBL berpengaruh positif terhadap kemampuan
belajar siswa, mampu meningkatkan keterampilan proses sains, keterampilan
komunikasi dan belajar mandiri dalam keterampilan merencanakan dan
memberikan motivasi belajar aktif. PBL positif sesuai dengan pendekatan
pembelajaran konstruktivis. Studi dilakukan pada hukum termodinamika
pertama.
Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat membuat siswa berperan
aktif dalam menemukan atau membangun konsep yang sedang dipelajari sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir
kreatif siswa. Menurut Torp dan Sage (dalam Tasoglu dan Bakac, 2010: 2410)
pembelajaran berbasis masalah menyediakan pengalaman otentik yang
mendorong belajar aktif, mendukung konstruksi pengetahuan dan
mengintegrasikan pembelajaran sekolah pada kehidupan nyata. Dengan demikian
pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi
pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Pembelajaran berbasis masalah
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup. Dalam
pembelajaran berbasis masalah siswa mengerjakan permasalahan autentik untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan
berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Arends,
2012: 397). Tan (2009: 10) berpendapat PBL mendorong pelajar mandiri
meningkatkan kreativitas menanamkan sikap independent dalam identifikasi
masalah dan solusinya. Pemahaman dibangun dari self-directed learning melalui
berbagi pengalaman dengan setiap orang dalam kelompok. PBL dirancang untuk
memberikan yang realistis dan pengaturan praktis dalam pembelajaran
kolaboratif, dengan semua anggota kelompok memberikan kontribusi dalam
memecahkan masalah. Sehingga pembagian pekerjaan lebih efisien. PBL secara
alami menemukan aplikasi yang lebih dalam pembelajaran berbasis kelompok.
Tan (2009 :11) merekomendasikan pembelajaran di sekolah-sekolah dimulai
dengan PBL karena pada saat yang sama mendorong meningkatkan kreativitas
dan atribut kreatif berpikir divergen dan konvergen pada siswa. PBL dapat
meningkatkan berpikir kreatif siswa karena siswa merasa lebih percaya diri pada
saat bekerja dalam kelompok. Harus kita sadari pula bahwa tantangan masa depan
menuntut pembelajaran lebih memgembangkan kreativitas siswa, tidak hanya
mengajarkan konsep-konsep yang penting saja, namun juga membangun
kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah agar dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan kejuruan dalam hal ini Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan yang mempersiapkan
lulusannya memasuki dunia kerja. Sehingga pendidikan kejuruan difokuskan pada
melatih kecakapan praktis, keterampilan-keterampilan yang berkenaan langsung
dengan penyelesaian tugas atau masalah pekerjaan. Jenis pendidikan ini lebih
berorientasi kepada praktik dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu sangat lah
penting apabila siswa SMK dibiasakan untuk dilatih berpikir kreatif agar kelak
setelah terjun ke dunia kerja mampu memecahkan masalah dalam kehidupan
Pembelajaran yang peneliti lakukan pada konsep korosi, hal ini dikarenakan
beberapa pertimbangan. Pertama Korosi merupakan kerusakan atau degradasi
logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di
lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.
Kedua, korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Dampak dari
peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah keroposnya
jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya. Siapa di
antara kita tidak kecewa, bila jembatan penyebrangan sungai roboh karena korosi.
Karena itu, sangat penting bila siswa mengetahui tentang apa korosi itu, sehingga
bisa diambil langkah-langkah antisipasi. Berdasarkan pertimbangan di atas akan
lebih bermakna jika siswa dilatih memecahkan masalah dengan menggunakan
konsep ini. Selain hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa konsep ini cocok
bila menggunakan pembelajaran berbasis masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian
dengan menerapkan suatu model yang menjadikan fenomena alam sebagai sarana
dalam memahami suatu konsep. Judul yang akan diajukan dalam penelitian ini
adalah “Dampak model pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa”
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan teliti
adalah, “Bagaimanakah dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena
korosi terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa?
Untuk memperjelas aspek-aspek yang akan diteliti, maka dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah yang
dikembangkan pada fenomena korosi?
2. Bagaimana dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?
3. Bagaimana dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi
4. Bagaimana hubungan pemahaman konsep terhadap kemampuan berpikir
siswa pada fenomena korosi?
5. Bagaimana tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan dalam latar belakang
masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh
gambaran tentang dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan
berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sebagian solusi dalam masalah
pembelajaran, yakni sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning).
2. Membantu dalam pemahaman konsep-konsep kimia yang kontekstual melalui
penerapan pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa dapat memperoleh
hasil belajar yang maksimal.
3. Memberikan alternatif pembelajaran yang mengembangkan kemampuan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Teknik
Audio Video Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa pada semester II tahun
pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 60 siswa dan terbagi menjadi dua kelas yaitu
kelas X 1 dan X 2, yang masing-masing kelas berjumlah 30 siswa.
Pengambilan subjek penelitian dilakukan secara “purposive sampling”.
Purposive sampling merupakan pengambilan subjek berdasarkan tujuan atau
disesuaikan dengan tujuan penelitian (Sukmadinata, 2010: 254). Peneliti memilih
subjek berdasarkan kebutuhan dan menganggap bahwa subjek tersebut
berlangsung pembelajaran kimia mengenai konsep korosi. Penelitian ini
dilaksanakan pada salah satu SMK Negeri di kabupaten Majalengka.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent control group
design, (Sugiyono, 2002: 56). Dalam desain ini terdiri dari dua kelompok,
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak dipilih secara random.
Kedua kelompok diberi pretest dan posttest dengan butir soal yang sama.
Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah,
sedangkan kolompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Hasil
tes kedua kelompok tersebut dianalisis dan dideskripsikan untuk melihat sejauh
mana dampak model pembelajaran yang telah diimplementasikan terhadap
pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain penelitian
tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen O1 X O2
Keterangan
O1 = Pretest
O2 = Postest
X = Perlakuan pembelajaran berbasis masalah
- = Pembelajaran konvensional (digunakan metode ceramah)
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi
eksperimen yang bertujuan untuk melihat akibat perlakuan yang diberikan
(Sukmadinata, 2010: 59). Alasan peneliti menggunakan metode tersebut karena
dengan menggunakan metode ini, peneliti mencoba untuk menganalisis pengaruh
pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif dan
pemahaman konsep siswa.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari berbagai penafsiran, maka bagian ini perlu dikemukakan
beberapa definisi operasional yang terkait dengan penelitian ini, agar tidak terjadi
salah pengertian dan diperoleh kesamaan pandangan. Adapun definisi operasional
tersebut adalah:
1. Pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran
yang meliputi penemuan masalah (meeting the problem), analisis masalah dan
isu pembelajaran (problem analysis and learning issues), menemukan dan
melaporkan hasil temuan (discovery and reporting), solusi,
mempresentasikan dan refleksi (solution, presentation and reflection),
merangkum, memadukan, dan mengevaluasi (overview, integration, and
evaluation).
2. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang
tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah.
3. Kemampuan berpikir kreatif yaitu kemampuan berpikir banyaknya gagasan
yang diterima (fluency), variasi (flexisibility), orisinal (originality), dan rinci
/elaboration.
4. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah ukuran kemampuan siswa
proses kongnitif memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi
dan mencipta.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini terdiri
atas:
1. Butir Soal
a. Soal uraian, digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa
dalam berpikir kreatif melalui pembelajaran berbasis masalah (Lampiran B.1
halaman 188). Kisi-kisi soal instrumen kemampuan berpikir siswa
diperlihatkan dalam tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif (lanjutan)
b. Soal pilihan ganda digunakan untuk mengukur pemahaman konsep korosi
siswa. Tes berjumlah 18 soal dengan 5 alternatif pilihan. Kisi-kisi soal
instrumen pemahaman konsep siswa diperlihatkan dalam tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Pemahaman Konsep Siswa
No Indikator Pembelajaran No
Soal
Jenjang Kognitif
1. Menjelaskan pengertian korosi logam 1,2 C2
2. Mendeskripsikan proses kimia terjadi pada korosi 3,4, 5 C4
3. Menjelaskan cara mencegah terjadinya korosi 6 C2
4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
korosi
5. Menentukan cara-cara pencegahan terjadinya
korosi
10, 16 11
C4 C2
6. Mendesain cara mencegah terjadinya korosi 12, 18 C6 7. Mengklasifikasikan logam yang mengalami korosi 13, 14 C3
2. Format penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja siswa digunakan untuk menggali kemampuan siswa dalam
proses pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan berpikir kreatif
(Lampiran A.2 halaman 140).
3. Angket
Angket (lampiran B.6 halaman 230) digunakan untuk mengungkap tanggapan
siswa dan guru tentang keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah.
pembelajaran. Angket yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala
likert, dengan menggunakan empat kategori respon yaitu: sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
4. Format observasi kegiatan siswa dan guru
Format observasi kegiatan siswa dan guru digunakan untuk mengungkap
aktivitas guru dan siswa selama diterapkannya pembelajaran berbasis masalah.
Lembar observasi berisi daftar isian yang mengungkap kegiatan siswa dan guru
pada tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah (lampiran B4 halaman
227 dan B5 halaman 229).
F. Proses Pengembangan Instrumen
Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kreatif berupa soal
uraian untuk menjaring indikator kemampuan berpikir kreatif siswa dan soal
pilihan ganda untuk menjaring kemampuan pemahaman konsep siswa dengan
5 alternatif. Pembuatan instrumen dalam penelitian dilakukan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Menyusun Kisi-Kisi Tes
Pembuatan kisi-kisi ini bertujuan utuk menentukan konsep-konsep yang
akan diukur yang sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan.
Selanjutnya menyusun pokok uji yang sesuai dengan konsep dan indikator
pembelajaran.
2. Melakukan Validasi Pokok Uji
Validasi merupakan proses sebagai kesahihan suatu instrumen
(Arikunto,1999: 59). Validitas instrumen yang digunakan untuk mengukur
kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa pada penelitian
ini adalah validitas isi dengan cara judgement oleh dosen ahli untuk melihat
kesesuaian standar isi materi yang ada dalam instrumen tes dan validitas
3. Melakukan Uji Coba Butir Soal
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen diuji coba terlebih dahulu
di kelas XI Teknik Audio Video yang telah mempelajari materi korosi. Uji
coba soal dilakukan 2 kali pada 35 siswa. Hasil uji coba instrumen
kemudian dianalisis guna mengetahui dan menyeleksi perangkat yang sesuai
dan dapat digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan.
4. Melakukan Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba
Alat ukur yang baik harus memenuhi persyaratan diantaranya validitas dan
reliabilitas. Adapun analisis lain yang dilakukan pada soal adalah daya
pembeda dan taraf kesukaran.
a. Validitas Empiris
Menurut Arikunto (1999: 65) sebuah data atau informasi dapat dikatakan
valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Tes disebut valid
apabila tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Menurut
Mardapi (dalam Rasyid dan Mansur, 2009: 133) untuk dikatakan valid
suatu tes harus mengukur sesuatu dan melakukannya dengan cermat.
Validitas empiris menggunakan teknik korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut:
Keterangan:
r
xy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel yN = Jumlah peserta tes
X = skor siswa pada tiap butir soal
Y = skor total
Menurut Arikunto (1999: 75) bahwa interpretasi besarnya koefisien
korelasi berdasarkan kriteria yang sering diikuti adalah seperti tabel 3.4
Tabel 3.4 Kriteria validitas butir soal
Batasan Kategori
0,80 <
rxy
≤ 1,00 Sangat tinggi0,60 <
rxy
≤ 0,80 Tinggi0,40 <
rxy
≤ 0,60 Cukup0,20 <
rxy
≤ 0,40 Rendah0,00 <
rxy
≤ 0,20 Sangat rendahBatasan Kategori
0,80 < rxy
≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup
0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah
0,00 < rxy
≤ 0,20 Sangat rendah
b. Analisis Reliabilitas Soal
Menurut Rasyid dan Mansur (2009: 146) sifat reliabel dari sebuah alat
ukur berhubungan dengan kemampuan alat ukur tersebut memberikan
hasil yang konsisten dan stabil. Suatu tes memiliki reliabilitas yang tinggi
apabila tes tersebut memberikan hasil yang konsisten pada kelompok
yang sama walaupun diteskan pada waktu dan kesempatan yang berbeda.
Metode yang digunakan adalah metode belah dua, oleh karena itu untuk
mengukur reliabilitas soal tes dapat digunakan kembali rumus product
moment dari Pearson. Reliabilitas seluruh tes dihitung berdasarkan rumus
Spearman-Brown sebagai berikut:
Keterangan:
r
⁄
⁄ = Korelasi antar skor-skor setiap belahan tes
Nilai r11 yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan
reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada tabel 3.8
(Arikunto, 2008: 75) ).
Tabel 3.5 Interpretasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria
0,80 <
r11
≤ 1,00
Sangat tinggi0,60 <
r11
≤ 0,80
Tinggi0,40 <
r11
≤ 0,60
Sedang0,20 <
r11
≤ 0,40
Rendah0,00 <
r11
≤ 0,20
Sangat rendahc. Perhitungan daya pembeda pada setiap butir soal dapat digunakan rumus
daya pembeda yang terdapat dalam Arikunto (1999: 213) berikut:
Keterangan:
D = Daya pembeda
BA = Jumlah peserta pada kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = Jumlah peserta pada kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
JA = Jumlah seluruh siswa kelompok atas
JB = Jumlah seluruh siswa kelompok bawah
PA = Proporsisi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsisi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Adapun klasifikasi daya pembeda yang sering diikuti menurut Arikunto
Tabel 3.6 Kriteria interpretasi daya pembeda
Batasan Kategori
0,00 < D ≤ 0,20 Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 Baik
0,70 < D ≤ 1,00 Baik Sekali
d. Analisis Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran dari tiap item soal dihitung berdasarkan jawaban
seluruh siswa yang mengikuti tes. Rumus yang digunakan untuk
menghitung tingkat kesukaran adalah rumus yang terdapat dalam
Arikunto (1999: 208):
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Adapun kriteria yang sering diikuti menurut Arikunto (1999: 210)
adalah:
Tabel 3.7 Kriteria Interpretasi Indeks Kesukaran
Batasan Kategori
0,00 < P ≤ 0,30 Sukar
0,30 < P ≤ 0,70 Sedang
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini sampel akan diberi perlakuan pembelajaran berbasis
masalah. Sampel akan diberi pretest untuk mengetahui pengetahuan dan
kemampuan awal siswa, kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan
yaitu berupa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan setelah tiga
pertemuan pembelajaran, terakhir kedua kelas diberi posttest dengan
menggunakan instrumen yang sama seperti pada pretest. Instrumen yang
digunakan sebagai pretest dan postest dalam penelitian ini merupakan
instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman
konsep yang telah dijudgement oleh Dosen ahli dan diuji cobakan terlebih
dahulu.
Untuk mengumpulkan data tentang keterlaksanaan model pembelajaran
berbasis masalah maka digunakan lembar pengamatan. Lembar pengamatan
yang digunakan berupa lembar pengamatan aktivitas guru dan lembar
pengamatan aktivitas siswa. Lembar pengamatan digunakan untuk
mengetahui sejauh mana aktivitas siswa saat pembelajaran dan
keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah.
Selanjutnya, untuk mengetahui tanggapan siswa tentang penerapan model
pembelajaran berbasis masalah, seluruh siswa akan diberi angket yang berisi
tentang tanggapan siswa mengenai model pembelajaran berbasis masalah
yang meliputi: (1) persepsi siswa terhadap model pembelajaran berbasis
masalah, (2) persepsi siswa terhadap bahan ajar yang digunakan dalam model
pembelajaran berbasis masalah, (3) minat dan motivasi siswa mempelajari
kimia, (4) minat dan motivasi siswa mempelajari masalah lingkungan, (5)
minat dan motivasi siswa mencari data, (6) minat dan motivasi siswa
melakukan penyelidikan, dan (7) model pembelajaran berbasis masalah
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
H. Analisis Data
Pengolahan data dan analisis data baik pengujian instrumen sampai
mendapatkan data penelitian digunakan secara kuantitatif dan kualitatif.
kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep dan hasil pengolahan
data. Sedangkan hasil observasi aktivitas guru dan siswa di kelas, digunakan
secara kualitatif.
1. Hasil Uji Coba Instrumen
Hasil uji coba instrumen dianalisis dengan software komputer Anates V4.
Kriteria pada masing-masing hasil uji coba instrumen dilihat dari validitas,
reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal. Instrumen
diujicobakan pada 35 siswa dan dilakukan dua kali. Hasil analisis soal
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Pilihan Ganda
Keterangan Hasil Uji Coba 1 Hasil Uji Coba 2
Korelasi XY 0,58 0,68
Reliabilitas Tes 0,73 0,81
Jumlah Soal Pilihan Ganda 22 22
Dari hasil ujicoba 1 dan 2 menunjukkan reliabilitas soal pilihan ganda
yang diperoleh pada ujicoba pertama dengan kriteria tinggi, sedangkan
ujicoba soal 2 dengan kriteria sangat tinggi.
Hasil uji coba instrumen tes uraian (hanya dilakukan satu kali) ditampilkan
pada tabel 3.9 sebagai berikut:
Tabel 3.9 Hasil Ujicoba Tes Uraian
Keterangan Hasil Uji Coba
Korelasi XY 0,5
Reliabilitas Tes 0,607
Jumlah Soal Uraian 5
Dari hasil ujicoba tersebut menunjukkan reliabilitas soal essai dengan
kriteria sedang. Hasil ujicoba instrumen pilihan ganda ditampilkan pada
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 1 Pilihan Ganda
negatif dan 2 soal signifikan, 15 soal dengan kriteria baik dan sign korelasi
4 soal sangat signifikan, 10 soal signifikan dan 1 soal negatif. Kemudian
dilakukan revisi lagi oleh dosen ahli dan diujicobakan kembali dengan
Tabel 3.11 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 2 Pilihan Ganda
Dari 22 soal yang diujikan terdapat 5 soal dengan kriteria cukup dan 4 soal
sign korelasi negatif, 1 soal signifikan 17 soal dengan kriteria baik dan
sign korelasi 6 soal sangat signifikan dan 11 soal signifikan. Dari hasil uji
coba kedua diperoleh 4 soal yang negatif atau dibuang, dan 18 soal yang
digunakan sebagai instrumen penelitian.
Hasil uji coba soal uraian dengan menggunakan Anates ditampilkan pada
Tabel 3.12 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Uraian
No Soal T DP(%) T.
Kesukaran
Korelasi Sign. Korelasi
1 3,75 44,44 Sedang 0,679 Signifikan
2 4 33,33 Mudah 0,651 Signifikan
3 5,84 38,89 Mudah 0,594 Signifikan
4 5,88 41,67 Sedang 0,637 Signifikan
5 6,95 36,11 Sukar 0,633 Signifikan
Dari hasil ujicoba soal uraian maka dapat diperoleh semua soal yang
diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
2. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemahaman
Konsep Siswa.
Data yang dihasilkan berupa skor pretest, posttest kemampuan berpikir
kreatif dan pemahaman konsep. Kemudian dilakukan analisis secara
kuantitatif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada
peningkatan skor pada kedua kelas baik kelas kontrol maupun kelas
eksperimen. Selain itu untuk mengetahui apakah ada pengaruh
pembelajaran berbasis masalah pada kemampuan berpikir kreatif dan
pemahaman konsep siswa, dan apakah siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif yang baik akan mendukung pemahaman konsep siswa
yang baik pula.
Data kuantitatif yang terkumpul sebagai hasil penelitian dianalisis secara
statistik menggunakan Statistic Package for Social Science (SPSS) 20 for
Window. Berikut ini adalah tahapan analisis data yang dilakukan:
a. Pemberian skor
Pemberian skor pada pretest dan postest yang mengukur kemampuan
berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa kemudian
membandingkan skor pada pretest dan postest tersebut. Jawaban siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan jumlah jawaban
yang benar. Pada soal kemampuan berpikir kreatif skor yang diberikan
pemahaman konsep jika jawaban siswa benar akan mendapat nilai satu
(1) dan jika jawaban siswa salah maka akan mendapat skor nol (0).
b. Menghitung persentase rata-rata N-Gain pretest dan postest kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Menganalisis pemahaman konsep dengan membandingkan respon
siswa pada skor pretest dan postest, kemudian menghitung
peningkatannya dalam bentuk persen N-gain. Peningkatan yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus faktor gain
<g> yang dikembangkan oleh Hake (1999) dengan rumus:
pre
Tabel 3.13. Kriteria gain normalisasi
<g> Kriteria
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok tersebut
memiliki kemampuan yang berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas ini menguji hasil pretest dan hasil postest pada kelompok
eksperimen dan kontrol. Uji normalitas menggunakan bantuan Soffware
SPSS 20.0 for windows dengan menggunakan uji one sample
Kolmogrov-Smirnov Test. Pengujian hipotesis dilakukan untuk
mengetahui apakah data kedua penelitian berasal dari populasi yang
H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Taraf signifikansi 0,05. Dari hasil tes ini didapatkan nilai p-value,
jika p-value > 0,05 maka data berasal dari populasi yang
terdistribusi normal. Sebaliknya, jika p-value < 0,05 maka data
tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Dalam SPSS 20
digunakan istilah significance yang disingkat sig untuk p-value, dengan
kata lain p-value = sig.
Jika hasilnya berdistribusi normal maka statistik yang digunakan adalah
statistik parametrik, namun jika hasilnya tidak berdistribusi normal
maka tidak dilakukan uji homogenitas melainkan dilanjutkan dengan uji
statistik non parametric yaitu uji Mann-Whitney.
d. Uji Homogenitas.
Uji Homogenitas dilakukan jika kelompok berdistribusi normal maka
pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelompok
menggunakan bantuan Soffware SPSS 20.0 for windows dengan uji
Homogenity of Varians (Levene Statistic). Hipotesis yang dikemukakan
adalah:
H0 : Data berasal dari populasi bervarian homogen
H1 : Data berasal dari populasi tidak bervarian homogen.
Dari hasil uji lavene didapatkan p-value, jika p-value > 0,05 maka
data berasal dari kedua varian yang homogen. Jika p-value < 0,05
maka data tidak berasal dari kedua varian yang tidak homogen.
e. Uji Hipotesis
Jika data yang dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka
dilakukan uji t. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji
statistik parametrik dengan dependent dan independent Sample T test
dari program SPSS for windows versi 20.0 pada taraf signifikan
0,05 atau 5%. Uji statistik independent Sample T test dipakai untuk
membandingkan antara dua keadaan, yaitu nilai rata-rata pretest siswa
rata-rata gain siswa pada kelas eksperimen dengan nilai rata-rata gain
siswa pada kelas kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan
menggunakan SPSS for windows versi 20.0 yaitu uji-t dua sampel
independen (Independent-Sample t Test). Ada dua rumus untuk uji-t
dua sampel independen:
Dimana Sp :
Keterangan :
Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b Sp = Standar Deviasi gabungan Sa = Standar deviasi kelompok a Sb = Standar deviasi kelompok b na = banyaknya sampel di kelompok a nb = banyaknya sampel di kelompok b DF = na + nb -2
Untuk DF (degrre of freedom) uji T independen yang variannya tidak
sama berbeda dengan yang di atas (DF = Na + Nb -2), tetapi
menggunakan rumus :
Untuk menentukan apakah varian sama atau beda, maka menggunakan
rumus :
Bila nilai P > α , maka variannya sama, namun bila nilai P ≤α, berati
variannya berbeda.
Untuk mengetahui hasil hipotesis ada dua cara pertama
membandingkan t hitung dengan t tabel maka kriteria yang digunakan
untuk menentukan penerimaan dan penolakan adalah sebagai berikut :
H0 diterima apabila t hitung≤ t tabel (df=n-2)( 0,05)
H0 ditolak apabila t hitung≥ t tabel (df=n-2)( 0,05).
Kedua membandingkan nilai p value dengan tingkat kepercayaan
0,05, jika p value < 0,05 maka terima H1 begitu juga sebaliknya.
Jika salah satu datanya tidak terpenuhi dalam arti data tidak normal atau
homogen maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik yang
berfungsi setara dengan uji t misalnya dengan uji Mann Whitney atau
menguji perbedaan dua rata-rata pada sampel besar (N ≥ 30). Uji
hipotesis dilakukan dengan uji beda dua rerata untuk mengetahui
signifikansi perbedaan skor pretest dan gain kedua kelas terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa. Hipotesis
yang dikemukakan adalah:
Hipotesis 1:
H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam kemampuan berpikir kreatif
siswa.
H1: Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam kemampuan berpikir kreatif
siswa.
Hipotesis 2:
H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam pemahaman konsep siswa.
H1: Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam pemahaman kosep siswa.
Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima H1
ditolak.
f. Pengolahan hasil angket
Teknik pengolahan data angket dilakukan dengan menghitung skor
respon siswa terhadap tanggapan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (ST) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pedoman penskoran untuk
pernyataan angket dpat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 3.14 Pedoman Penskoran Angket Tanggapan Siswa
Skor Pernyataan Positif
Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Setelah dilakukan penjumlahan terhadap skor angket tanggapan siswa,
lalu dilakukan perhitungan persentase terhadap data respon yang
bersifat positif. Perhitungan persentasi respon tanggapan dilakukan
dengan menggunakan rumus berikut:
P =
x
100% KeteranganP = Persentase; R = Respon siswa; R maks = Respon maksimal
Tabel 3.15 Kriteria Persentase Hasil Angket
Persentase Interpretasi
0% Tidak ada
1-30% Sangat tidak setuju
31 – 60% Tidak setuju
61 - 90% Setuju
91 - 120% Sangat setuju
Sugiyono (2002: 76)
I. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan prosedur yang telah ditempuh
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Berikut uraian dari
setiap tahap-tahap tersebut, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Kajian kurikulum bertujuan untuk mengetahui kompetensi inti dan
kompetensi dasar mengenai korosi.
b. Kajian tentang variabel-variabel yang terlibat yaitu menentukan variabel
bebas, variabel tetap dan variabel terikat serta studi literatur dari buku-buku
yang relevan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran
berbasis masalah, variabel tetap meliputi bahan kajian tentang fenomena
korosi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini meliputi
pembelajaran berbasis masalah dilakukan untuk mengetahui tahapan
pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa, menentukan masalah dan
cara pengemasan yang sesuai dengan fenomena korosi. Kemampuan
berpikir kreatif siswa dilakukan untuk mengidentifikasi indikator-indikator
berpikir kreatif yang sesuai dengan materi dan model pembelajaran
berbasis masalah yang dikembangkan serta karakteristik dari
indikator-indikator berpikir kreatif tersebut. Selanjutnya dilakukan studi literatur
tentang fenomena korosi dengan mengkaji buku paket dan sumber-sumber
lain yang relevan untuk menentukan konsep-konsep yang perlu dikuasai
dan indikator-indikator berpikir kreatif yang muncul pada saat
pembelajaran.
c. Penyusunan proposal penelitian.
d. Pelaksanaan seminar proposal penelitian.
e. Penyusunan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan LKS (Lembar Kerja Siswa).
f. Penyusunan instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kreatif,
tes pemahaman konsep, format observasi kegiatan aktivitas siswa, format
observasi kegiatan guru dan angket siswa mengenai tanggapan siswa
terhadap pembelajaran.
g. Pelaksanaan judgement instrumen tes kepada dosen ahli untuk memberikan
masukan berupa saran perbaikan terhadap instrumen yang telah disusun.
Instrumen ini digunakan untuk pre-test dan pos-test.
h. Pelaksanaan revisi instrumen penelitian.
i. Pelaksanaan uji coba pertama instrumen penelitian.
j. Menganalisis hasil uji coba instrumen pertama.
k. Melakukan revisi instrumen penelitian.
l. Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian kedua.
m. Menganalisis hasil uji coba instrumen, berupa uji validitas soal, uji
reliabilitas soal, uji taraf kesukaran, dan daya pembeda. Hasil analisis butir
soal digunakan untuk menentukan soal yang layak digunakan sebagai
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahapan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pre-test pada kelas sampel penelitian untuk mengetahui
kemampuan awal siswa.
b. Melaksanakan treatment yaitu dengan cara mengimplementasikan model
pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi. Treatment ini dilakukan
di kelas X 1 Tekhnik Audio Video sebagai kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada X 2 Tekhnik Audio Video sebagai kelas
kontrol.
c. Memberikan angket respon kepada subjek penelitian.
d. Melakukan post-test untuk mengetahui pengaruh pembelajaran terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa.
Pelaksanaan tahap ini dilakukan pada tanggal 8 Mei 2014 – 29 Mei 2014.
Jadwal pelaksanaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.16 di bawah
ini:
Tabel 3.16 Implementasi pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi
Pertemuan ke Hari/tanggal Kegiatan
1. Kamis, 1 Mei 2014 Uji Coba Soal 1
2. Senin, 5 Mei 2014 Uji Coba Soal 2
3. Rabu, 7 Mei 2014 Pretest
4. Rabu, 14 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 1
5. Rabu, 21 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 2
6. Rabu, 28 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 3 dan Postest
3. Tahap Analisis dan Penyelesaian
a. Mengolah data hasil pre-test, post-test, lembar observasi aktivitas guru dan
siswa, serta lembar angket untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai
model pembelajaran berbasis masalah.
b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian.
c. Menarik kesimpulan.
d. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat
dibuat beberapa kesimpulan:
1. Keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi
mampu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan pembelajaran
berbasis masalah yang terdiri dari (a) merumuskan dan
mengidentifikasi masalah, (b) merancang dan melakukan percobaan ,
(c) menemukan solusi dan laporan, (d) mempresentasikan hasil
percobaan, (e) Kesimpulan dan evaluasi.
2. Dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa pada fenomena korosi mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa dengan kategori sedang (%N-Gain 60).
Peningkatan tertinggi pada kemampuan berpikir lancar kategori tinggi
(%N-Gain 70) sedangkan terendah pada kemampuan berpikir elaborasi
kategori sedang (%N-Gain 44).
3. Dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap pemahaman konsep
siswa pada fenomena korosi mampu meningkatkan pemahaman
konsep siswa dengan kategori sedang (%N-Gain 58). Peningkatan
tertinggi pada indikator mendeskripsikan proses kimia terjadinya
korosi kategori tinggi (%N-Gain 75) sedangkan terendah pada
indikator menjelaskan cara pencegahan korosi kategori sedang
(%N-Gain 46).
4. Terdapat korelasi yang signifikan antara pemahaman konsep dengan
kemampuan berpikir kreatif siswa, sehingga pemahaman konsep yang
tinggi akan mendukung kemampuan berpikir kreatif siswa.
5. Tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah sangat baik, hal ini
ditunjukkan dengan temuan bahwa sebagian besar siswa setuju
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan alternatif model
pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dan pemahaman konsep siswa.
b. Pengaturan waktu dalam proses pembelajaran harus benar-benar
direncanakan. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus
memberikan batasan-batasan waktu pada siswa dalam
menyelesaikan tugasnya. Guru dituntut untuk dapat mengefektifkan
pembelajaran agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat
tercapai dengan baik.
c. Pada saat kegiatan merumuskan dan mengidentifikasi masalah serta
merancang penyelidikan guru harus benar-benar memperhatikan
siswa, agar peluang siswa untuk main-main dalam pembelajaran
berkurang.
d. Mengingat pentingnya peranan kemampuan berpikir kreatif siswa
dalam pemecahan masalah dan pemahaman konsep kimia, maka
perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada konsep yang berbeda.
2. Bagi Siswa
Disarankan dapat terus menggunakan kemampuannya dalam berpikir
kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan menerapkan
konsep-konsep yang dimiliki, sehingga siswa dapat menyelesaikan
DAFTAR PUSTAKA
Akinoglu, O. and Tandogan, R.O. (2007). The Effects Of Problem Based Active Learning In Science Edication On Students Academic Achievement, Attitude And Concept Learning. Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education. 3, (1), 71-81.
Alexander, K.L. (2007). Effects Instruction in Creative Problem Solving on Q0pution, Creativity, and Salisfaction among Ninth Grade Students in an
Introductian to World Agricultaral Science and Technology Course. Disertasi pada Faculty of Texas Tech University. [Online]. Tersedia: http://etd.lib.ttu.edu/theses/available/etd-01292007-44648/unrestricted/ Alexander_ Kim_Dissertation.pdf. [29 Januari 2014].
Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Penerjemah: Prihantoro, A. Dari A Taxonomy for Learning, Teaching and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives A Bridged Eddition: Addison Wesley Longman, Inc. 2001). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arends. R. (2012). Learning To Teach. Sixth Edition. New York USA: McGraw-Hill Companies, Inc.Harris R. Introduction of creative thinking.
Arikunto, S. (1999). Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. (1994). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Awang, H. and Ramly, I. (2008). Creative Thinking Skill Approach Through Problem-Based Learning: Pedagogy And Practice In The Engineering Classroom. Journal Of Social, Human Science And Engineering, Vol 2 No. 4.
Baden, M.S. (2007). A Practical Guide to Problem Based Learning. New York : Routledge
Baden, M.S. and Major, C.H. (2004). Foundations Of Problem-Based Learning.
New York: McGraw-Hill Education.
Benli, E. and Sarikaya, M. (2012). The Investigation Of Effect Of Problem Based Learning To The Academic Achievement And The Permanence Of Knowledge Of Prospective Science Teacher: The Problem Of The Boiler Stone. Procedia Social and Behavioral Sciences.(46) 4317-4322.
Djamarah dan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas. (2003). Pengajaran Berbasis Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Duch, J.B., Grog, S.E. and Allen, D.E. (2001). The Power of Problem Based Learning A Practical “How To” For Teaching Undergraduate Courses In Any Discipline. Virginia: Stylus Publishing.
Duch, J. Barbara. (1995). What is Problem Based Learning?. [Online]. Tersedia :
http://www. Udel.edu/pbl/cte/jan95-what.html [10 Februari 2014].
Fauziah, R.M. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Topik Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa. Tesis pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Hakim, L. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Hake, Richard. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. USA: Dept. of Physics Indiana University.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah (edisi 2). Surabaya: Unesa-University Press.
Inel, D. and Balim A.G. ( 2010). The effects of using problem-based learning in
science and technology teaching upon students’ academic achievement and
levels of structuring concepts. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Vol 11, Issue 2, Article 1. p.1.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2002). Departemen Pendidikan Nasional Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka, Gramedia.
Karim, et al. (2006). The Value of Openness in Scientific Problem Solving. USA: Harvard Business School.
Kaufman, J.C., Plucker, dan Russell. (2012). Identifying and Assessing Creativity as a Component of Giftedness. Journal of Psychoeducational Assessment. 30, (1), 60 –73.
Koentjaraningrat. (1999). Metode-metode Penelitian Kemasyarakatan. Jakarta: Gramedia.
Koswara, D. Dan Halimah. (2008). Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: PT Pribumi Mekar.
Kurniawan, T.D. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Pada Konsep Fluida Statis Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Tesis pada Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Liliasari. (2006). Peningkatan Kualitas Guru Sains Melalui Pengembangan Keterampilan Tingkat Tinggi. Makalah UPI Bandung.
Matlin, M.W. (2003). Cognition. Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Mulyasa, E. (2010). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munandar, U. (2012) Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rhineka Cipta.
Permana, I. (2009). Memahami Kimia SMA/MA 2. Bandung: Armico.
Rasyid, H. Dan Mansyur (2009). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Wacana Prima.
Rosbiono, M. (2007). Teori Problem Solving Untuk Sains. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan Depdiknas.
Ruminten, A.H. (2009). Kimia untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Depdiknas.
Sagala, Syaiful. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sidiq, Z. ( ) Konsep Dan Pengukuran Kreativitas. [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1960101519
87101-ZULKIFLI_SIDIQ/KONSEP_DAN_PENGUKURAN_KREATIVITAS.pdf
[02 Februari 2014].
Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Starko, A.J. (2010). Creativity in the Classroom Schools of Curious Delight. New York: Routledge.
Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, S. (1998). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suparno, P. (1997). Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suparno, P. (2000). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia Untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta: Depdiknas.
Tasoglu, K.A. and Bakaç, M. (2010). “The Effects of Problem Based Learning
and Traditional Teaching Methods on Students’ Academic Achievements,
Conceptual Developments and Scientific Process Skills According to Their
Graduated High School Types”. Procedia Social and Behavioral Sciences.
(2), 2409–2413.
Tan, O.S. (2009). Problem Based Learning and Creativity. Singapura : Cengage Learning.
Tatar, E. and Oktay, M .(2011). “The Effectiveness Of Problem-Based Learning
On Teaching The First Law Of Thermodynamic”. Research in Science & Technological Education. 29,(3),315-332 .