• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister

Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh:

Emma Amalia Sholihah NIM.1201689

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK

Oleh

Emma Amalia Sholihah

S.Pd IAIN SGD Bandung, 2002

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana

© Emma Amalia Sholihah 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN EMMA AMALIA SHOLIHAH

1201689

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK

disetujui dan disahkan oleh pembimbing Pembimbing I

Dr. MOMO ROSBIONO, M.Pd., M.Si NIP. 195712111982031006

Pembimbing II

Dr. WAHYU SOPANDI, M.A NIP. 196605251990011001

Mengetahui

Plt. Ketua Program Studi S2 Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana UPI

(4)

Emma Amalia Sholihah 1201689

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Momo Rosbiono, M.Pd., M.Si NIP. 195712111982031006

Dr. Wahyu Sopandi, M.A NIP. 196605251990011001

Penguji III Penguji IV

Prof. Dr. Liliasari, M.Pd NIP. 194909271978032001

Dr. Yayan Sunarya, M.Si NIP. 196102081990031004

Mengetahui

Plt. Ketua Program Studi S2

Pendidikan Kimia Sekolah Pasca Sarjana UPI

(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Masalah 8

B. Kemampuan Berpikir Kreatif 20

C. Pemahaman Konsep 33

D. Model Pembelajaran Konvensional 36

E. Konsep Korosi 38

F. Kerangka Berpikir 49

G. Hipotesis Penelitian 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian 51

B. Desain Penelitian 51

C. Metode Penelitian 52

D. Definisi Operasional 52

E. Instrumen Penelitian 53

F. Proses Pengembangan Instrumen 55

G. Teknik Pengumpulan Data 60

H. Analisis Data 60

(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Keterlaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Dikembangkan Pada Fenomena Korosi

74

B. Dampak Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Fenomena Korosi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

100

C. Dampak Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Fenomena Korosi Terhadap Pemahaman Konsep Siswa

111

D. Pengaruh pemahaman konsep terhadap kemampuan berpikir siswa pada fenomena korosi

117

E. Tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah

118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 122

B. Saran 123

DAFTAR PUSTAKA 124

LAMPIRAN-LAMPIRAN 128

DOKUMENTASI PENELITIAN 288

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-Langkah dan Tingkah Laku Guru Dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah

13

2.2 Indikator Kreativitas Berpikir atau Berpikir Kreatif 22 2.3 Kerangka berpikir PBL terhadap kreativitas dan pemahaman konsep 49

3.1 Desain penelitian 51

3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif 53

3.3 Kisi-kisi Soal Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa 54

3.4 Kriteria validitas butir soal 57

3.5 Interpretasi Reliabilitas 58

3.6 Kriteria interpretasi daya pembeda 59

3.7 Kriteria Interpretasi Indeks Kesukaran 59

3.8 Hasil Ujicoba Pilihan Ganda 61

3.9 Hasil Ujicoba Tes Uraian 61

3.10 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 1 Pilihan Ganda 62

3.11 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 2 Pilihan Ganda 63

3.12 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Uraian 64

3.13 Kriteria gain normalisasi 65

3.14 Pedoman Penskoran Angket Tanggapan Siswa 69

3.15 Kriteria Persentase Hasil Angket 70

3.16 Implementasi pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi 72 4.1 Jenis pertanyaan yang disusun tiap kelompok siswa 76 4.2 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun pertanyaan dari

wacana

78

4.3 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Setiap Pertanyaan 79

4.4 Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan 80

4.5 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menjawab pertanyaan 82 4.6 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Setiap Pertanyaan 82

4.7 Kemampuan siswa dalam merumuskan masalah. 84

4.8 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam merumuskan masalah 85

4.9 Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah 86

4.10 Kemampuan berpikir siswa dalam mengidentifikasi masalah. 88

4.11 Kemampuan siswa dalam merancang percobaan. 89

4.12 Skor kemampuan siswa dalam merancang percobaan 89

4.13 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam merancang percobaan 90 4.14 Kemampuan siswa dalam membuat laporan hasil penyelidikan 92 4.15 Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam membuat laporan hasil

penyelidikan

94

4.16 Kemampuan siswa dalam menjawab evaluasi kelompok 96

4.17 Skor hasil jawaban evaluasi kelompok. 97

4.18 Hasil pengamatana keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah

98

4.19 Rekapitulasi persentase rata-rata skor pretest, posttest dan N-Gain untuk setiap indikator kemampuan berpikir kreatif pada kelompok eksperimen

(8)

dan kelompok kontrol

4.20 Data hasil uji normalitas dan uji homogenitas terhadap pretest dan posttest

103

4.21 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen

104

4.22 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok kontrol

104

4.23 Uji Beda Rata-rata pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

105

4.24 Uji Non parametrik N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

106

4.25 Persentase Pemahaman Konsep berdasarkan setiap indikator konsep korosi

112

4.26 Hasil uji normalitas dan homogenitas pemahaman konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

113

4.27 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep siswa kelompok eksperimen

114

4.28 Hasil uji beda rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep siswa kelompok kontrol

115

4.29 Hasil uji beda rata-rata posttest pemahaman konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

115

4.30 Hasil uji korelasi postest pemahaman konsep dengan kemampuan berpikir kreatif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

118

4.31 Butir pernyataan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Alur Pembelajaran Berbasis Masalah 17

2.2 Logam Besi Sebelum dan Sesudah Terkorosi 40

2.3 Proses Korosi pada Besi 41

2.4 Reaksi Mekanisme Korosi Pada Besi 42

2.5 Bangkai Kapal di Dasar Laut Terkorosi Oleh Kandungan Garam yang Tinggi

43

2.6 Proteksi Katodik Pada Pipa Besi 47

3.1 Alur Penelitian 73

4.1 Tingkat Relevansi pertanyaan siswa dengan wacana. 77

4.2 Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan 81

4.3 kemampuan berpikir siswa dalam mengidentifikasi masalah. 87

4.4 Kemampuan siswa dalam merancang percobaan 90

4.5 Kemampuan siswa dalam membuat laporan hasil penyelidikan. 93 4.6 Persentase skor rata-rata indikator kemampuan berpikir kreatif

evaluasi kelompok.

98

4.7 Perbandingan N-Gain untuk setiap indikator kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

101

4.8 Diagram perbandingan persentase rata-rata skor N-Gain kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

102

4.9 Diagram perbandingan skor rata-rata N-gain pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

111

4.10 Perbandingan persentase N-Gain pemahaman konsep siswa terhadap setiap indikator konsep korosi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

112

4.11 Grafik persentasi rata-rata angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah.

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 128

A.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) 140

A.3 Format Penilaian LKS 151

A.4 Peta Konsep Korosi 163

A.5 Struktur Makro 164

A.6 Bahan Ajar Korosi 166

B.1 Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dan Pemahaman Konsep Korosi

182

B.2 Kisi-Kisi Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dan Pemahaman Konsep Korosi

190

B.3 Hasil Revisi Validasi butir soal 210

B.4 Format Observasi Kegiatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

227

B.5 Format Observasi Kegiatan Guru Dalam Pembelajaran 229

B.6 Format Tanggapan Siswa Tentang Pembelajaran 230

C.1 Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen 232

C.2 Data Hasil Pretest Kelompok Kontrol 234

C.3 Skor Data Hasil Pretest Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen 236 C.4 Skor Data Hasil Pretest Pemahaman Konsep Kelompok Kontrol 238

C.5 Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen 240

C.6 Data Hasil Posttest Kelompok Kontrol 242

C.7 Skor Data Hasil Posttest Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen

244

C.8 Skor Data Hasil Posttest Pemahaman Konsep Kelompok Kontrol 246 C.9 Hasil Pengolahan Skor Rata-Rata Pretest, Postest Dan N-Gain

Untuk Kemampuan Berpikir Kreatif

248

C.10 Hasil Pengolahan Skor Rata-Rata Pretest, Postest Dan N-Gain Pemahaman Konsep Siswa

249

C.11 Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa 250

C.12 Hasil Observasi Kegiatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

251

C.13 Hasil Observasi Kegiatan Guru Dalam Pembelajaran 253 C.14 Data Pengujian Statistik Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol

254

C.15 Jenis Pertanyaan Yang Disusun Tiap Kelompok Siswa 266 C.16 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Menyusun Pertanyaan

Dari Wacana

269

C.17 Kemampuan Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan 270

C.18 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan 275

C.19 Kemampuan Siswa Dalam Merancang Percobaan. 276

(11)

DAMPAK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA FENOMENA KOROSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK

Emma Amalia Sholihah (1201689) ABSTRAK

(12)

IMPACT ON PROBLEM-BASED LEARNING PHENOMENA OF CORROSION OF CREATIVE THINKING SKILLS

AND CONCEPT UNDERSTANDING CLASS X SMK Emma Amalia Sholihah (1201689)

Abstract

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan. Di dalam proses pembelajaran IPA, lebih menekankan

pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta

didik mampu memahami alam sekitar secara ilmiah dengan cara mencari tahu

tentang gejala alam secara sistematis. Oleh karena itu pendidikan IPA diharapkan

dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta dapat menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.

Salah satu rumpun pelajaran IPA adalah kimia, kimia mempunyai

karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik tersebut misalnya; di dalam

objek, cara memperoleh, dan kegunaannya. Menurut Concise Dictionary Of

Science & Computers (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu

Pendidikan UPI, 2009:222) Kimia sebagai cabang dari IPA, yang berkenaan

dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat

dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi.

Di dalam perkembangannya ada dua hal yang tidak terpisahkan dari kimia, yaitu

sebagai produk (berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan

dan sebagai proses kerja ilmiah. Sebagai akibat dari pemahaman manusia terhadap

sifat dan materi di alam, manusia mampu meniru alam dalam menghasilkan

produk-produk alam. Hal inilah yang kemudian melahirkan pengetahuan kimia

yang dapat diaplikasikan untuk memuat berbagai bahan-bahan sintetik. Di

samping itu dengan pemahaman terhadap sifat dan perubahan di alam,

pengetahuan tentang kimia mampu mengendalikan proses-proses alam agar

menguntungkan dan meningkatkan manfaatnya bagi manusia sebagai salah satu

contoh pencegahan terjadinya korosi.

Kemampuan memahami kimia diperoleh siswa melalui pendidikan yang

(14)

harus dilakukan usaha serius dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran

agar terbentuk output pendidikan yang berkualitas. Indonesia saat ini sedang

mengembangkan bidang pendidikan untuk menghasilkan proses dan output

pendidikan yang berkualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

dalam pendidikan tersebut diantaranya dengan digulirkannya kurikulum 2013.

Dalam kurikulum 2013 (permendikbud No. 70 tahun 2013 tentang Kerangka

Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK) dikembangkan dengan

menyempurnakan pola pikir diantaranya:

1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik .

2. Pola pembelajaran satu arah menjadi pembelajaran interaktif.

3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring ( peserta

didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat

dihubungi serta diperoleh melalui internet).

4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran

siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran

pendekatan sains).

5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).

6. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

Berdasarkan kerangka dasar kurikulum 2013 tersebut menuntut proses

pembelajaran kimia, berpusat pada siswa (student centered) tidak lagi berpusat

pada guru yang hanya sekedar transfer of knowledge dari pendidik kepada peserta

didik secara tekstual tetapi harus melibatkan aktivitas siswa saat proses untuk

mendapatkan pengetahuan itu sendiri, sehingga pembelajaranpun tidak hanya

berlangsung satu arah. Konsep-konsep yang didapatkan siswapun tidak hanya

didapatkan dari informasi guru di kelas, namun mereka menggalinya bersama

dengan rekan dalam suatu tim sehingga konsep-konsep tersebut juga mampu

dikuasai siswa agar mereka dapat memecahkan masalah kimia yang kelak akan

mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tuntutan kurikulum 2013

(15)

Namun yang terjadi di lapangan, menurut Tatar dan Oktay (2012: 315)

pendidikan sains saat ini masih menggunakan pendekatan pembelajaran

konvensional yang difokuskan pada mendidik individu untuk dapat menyimpan

informasi. Padahal menurut Inel dan Balim (2010: 2) pendidikan yang baik

bertujuan membantu siswa belajar lebih baik dan mendapatkan keterampilan

berpikir tingkat tinggi agar mereka mampu menggunakannya sepanjang hidup

mereka. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan penyelidikan dan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, sangat penting untuk

menciptakan lingkungan belajar berdasarkan konstruktivis. Konstruktivisme

(constructivism) yang dimaksud yaitu suatu pembelajaran yang dapat

mengembangkan pemikiran siswa tentang belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstrusi sendiri pengetahuan dan

keterampilan baru (Hakim, 2011: 57). Pendekatan ini yang memastikan siswa

berperan aktif dalam proses belajar mereka sendiri dan mengakses pengetahuan

melalui penyelidikan dan interogasi.

Menurut penelitian Munandar (2012: 7) bahwa gambaran yang tampak dalam

bidang pendidikan dewasa ini pembelajaran lebih menekankan pada proses

hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan.

Proses-proses pemikiran tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatihkan. Proses

belajar mengajar yang masih menekankan pada hapalan ini, memungkinkan siswa

merasa kesulitan untuk menyampaikan gagasan atau ide, mudah melupakan

konsep yang telah didapat, dan kesulitan memahami konsep. Konsep merupakan

dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan

generalisasi-generalisasi (Dahar, 1996: 79). Konsep merupakan suatu hal yang

sangat penting, selain terletak pada konsep itu sendiri juga bagaimana konsep itu

dapat dipahami siswa melalui proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat

mempengaruhi cara pengambilan keputusan dan memecahkan masalah.

Dalam Pembelajaran seharusnya siswa menggali masalah sendiri dan

menemukan jawaban atas masalahnya melalui pengamatan dan percobaan.

(16)

pendidikan adalah membentuk individu-individu untuk memecahkan masalah

yang efektif dalam kehidupannya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat berpengaruh terhadap pemahaman

konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah model pembelajaran

berbasis masalah atau problem based learning (PBL). Menurut beberapa

penelitian diantaranya:

1. Tasoglu dan Bakac (2010: 2413) pendekatan PBL positif lebih efektif

daripada Traditional Teaching Methode (TTM) pada peningkatan konsep

siswa pada mata pelajaran fisika topik Mekanika, namun efek dari pendekatan

PBL dan TTM pada prestasi akademik mahasiswa dan keterampilan proses

sains sama. Studi dilakukan pada Mekanika.

2. Benli dan Sarikaya (2012: 4321) Metode PBL berperan pada peningkatan

prestasi akademik dan mampu berperan aktif dalam menjaga permanence of

knowledge calon guru sains. Studi dilakukan pada Problem Boiler Stone dan

kesadahan air.

3. Tatar dan Oktay (2012: 325) PBL berpengaruh positif terhadap kemampuan

belajar siswa, mampu meningkatkan keterampilan proses sains, keterampilan

komunikasi dan belajar mandiri dalam keterampilan merencanakan dan

memberikan motivasi belajar aktif. PBL positif sesuai dengan pendekatan

pembelajaran konstruktivis. Studi dilakukan pada hukum termodinamika

pertama.

Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat membuat siswa berperan

aktif dalam menemukan atau membangun konsep yang sedang dipelajari sehingga

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir

kreatif siswa. Menurut Torp dan Sage (dalam Tasoglu dan Bakac, 2010: 2410)

pembelajaran berbasis masalah menyediakan pengalaman otentik yang

mendorong belajar aktif, mendukung konstruksi pengetahuan dan

mengintegrasikan pembelajaran sekolah pada kehidupan nyata. Dengan demikian

pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi

pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Pembelajaran berbasis masalah

(17)

memfasilitasi siswa untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup. Dalam

pembelajaran berbasis masalah siswa mengerjakan permasalahan autentik untuk

menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan

berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Arends,

2012: 397). Tan (2009: 10) berpendapat PBL mendorong pelajar mandiri

meningkatkan kreativitas menanamkan sikap independent dalam identifikasi

masalah dan solusinya. Pemahaman dibangun dari self-directed learning melalui

berbagi pengalaman dengan setiap orang dalam kelompok. PBL dirancang untuk

memberikan yang realistis dan pengaturan praktis dalam pembelajaran

kolaboratif, dengan semua anggota kelompok memberikan kontribusi dalam

memecahkan masalah. Sehingga pembagian pekerjaan lebih efisien. PBL secara

alami menemukan aplikasi yang lebih dalam pembelajaran berbasis kelompok.

Tan (2009 :11) merekomendasikan pembelajaran di sekolah-sekolah dimulai

dengan PBL karena pada saat yang sama mendorong meningkatkan kreativitas

dan atribut kreatif berpikir divergen dan konvergen pada siswa. PBL dapat

meningkatkan berpikir kreatif siswa karena siswa merasa lebih percaya diri pada

saat bekerja dalam kelompok. Harus kita sadari pula bahwa tantangan masa depan

menuntut pembelajaran lebih memgembangkan kreativitas siswa, tidak hanya

mengajarkan konsep-konsep yang penting saja, namun juga membangun

kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah agar dapat

meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan kejuruan dalam hal ini Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan yang mempersiapkan

lulusannya memasuki dunia kerja. Sehingga pendidikan kejuruan difokuskan pada

melatih kecakapan praktis, keterampilan-keterampilan yang berkenaan langsung

dengan penyelesaian tugas atau masalah pekerjaan. Jenis pendidikan ini lebih

berorientasi kepada praktik dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu sangat lah

penting apabila siswa SMK dibiasakan untuk dilatih berpikir kreatif agar kelak

setelah terjun ke dunia kerja mampu memecahkan masalah dalam kehidupan

(18)

Pembelajaran yang peneliti lakukan pada konsep korosi, hal ini dikarenakan

beberapa pertimbangan. Pertama Korosi merupakan kerusakan atau degradasi

logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di

lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.

Kedua, korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Dampak dari

peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah keroposnya

jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya. Siapa di

antara kita tidak kecewa, bila jembatan penyebrangan sungai roboh karena korosi.

Karena itu, sangat penting bila siswa mengetahui tentang apa korosi itu, sehingga

bisa diambil langkah-langkah antisipasi. Berdasarkan pertimbangan di atas akan

lebih bermakna jika siswa dilatih memecahkan masalah dengan menggunakan

konsep ini. Selain hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa konsep ini cocok

bila menggunakan pembelajaran berbasis masalah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian

dengan menerapkan suatu model yang menjadikan fenomena alam sebagai sarana

dalam memahami suatu konsep. Judul yang akan diajukan dalam penelitian ini

adalah “Dampak model pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi

terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan teliti

adalah, “Bagaimanakah dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena

korosi terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa?

Untuk memperjelas aspek-aspek yang akan diteliti, maka dirumuskan

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah yang

dikembangkan pada fenomena korosi?

2. Bagaimana dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi

terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

3. Bagaimana dampak pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi

(19)

4. Bagaimana hubungan pemahaman konsep terhadap kemampuan berpikir

siswa pada fenomena korosi?

5. Bagaimana tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan dalam latar belakang

masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh

gambaran tentang dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan

berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sebagian solusi dalam masalah

pembelajaran, yakni sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah (Problem Based Learning).

2. Membantu dalam pemahaman konsep-konsep kimia yang kontekstual melalui

penerapan pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa dapat memperoleh

hasil belajar yang maksimal.

3. Memberikan alternatif pembelajaran yang mengembangkan kemampuan

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Teknik

Audio Video Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa pada semester II tahun

pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 60 siswa dan terbagi menjadi dua kelas yaitu

kelas X 1 dan X 2, yang masing-masing kelas berjumlah 30 siswa.

Pengambilan subjek penelitian dilakukan secara “purposive sampling”.

Purposive sampling merupakan pengambilan subjek berdasarkan tujuan atau

disesuaikan dengan tujuan penelitian (Sukmadinata, 2010: 254). Peneliti memilih

subjek berdasarkan kebutuhan dan menganggap bahwa subjek tersebut

berlangsung pembelajaran kimia mengenai konsep korosi. Penelitian ini

dilaksanakan pada salah satu SMK Negeri di kabupaten Majalengka.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent control group

design, (Sugiyono, 2002: 56). Dalam desain ini terdiri dari dua kelompok,

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak dipilih secara random.

Kedua kelompok diberi pretest dan posttest dengan butir soal yang sama.

Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah,

sedangkan kolompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Hasil

tes kedua kelompok tersebut dianalisis dan dideskripsikan untuk melihat sejauh

mana dampak model pembelajaran yang telah diimplementasikan terhadap

pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain penelitian

tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Postest

Eksperimen O1 X O2

(21)

Keterangan

O1 = Pretest

O2 = Postest

X = Perlakuan pembelajaran berbasis masalah

- = Pembelajaran konvensional (digunakan metode ceramah)

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

eksperimen yang bertujuan untuk melihat akibat perlakuan yang diberikan

(Sukmadinata, 2010: 59). Alasan peneliti menggunakan metode tersebut karena

dengan menggunakan metode ini, peneliti mencoba untuk menganalisis pengaruh

pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif dan

pemahaman konsep siswa.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari berbagai penafsiran, maka bagian ini perlu dikemukakan

beberapa definisi operasional yang terkait dengan penelitian ini, agar tidak terjadi

salah pengertian dan diperoleh kesamaan pandangan. Adapun definisi operasional

tersebut adalah:

1. Pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran

yang meliputi penemuan masalah (meeting the problem), analisis masalah dan

isu pembelajaran (problem analysis and learning issues), menemukan dan

melaporkan hasil temuan (discovery and reporting), solusi,

mempresentasikan dan refleksi (solution, presentation and reflection),

merangkum, memadukan, dan mengevaluasi (overview, integration, and

evaluation).

2. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang

tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah.

3. Kemampuan berpikir kreatif yaitu kemampuan berpikir banyaknya gagasan

yang diterima (fluency), variasi (flexisibility), orisinal (originality), dan rinci

/elaboration.

4. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah ukuran kemampuan siswa

(22)

proses kongnitif memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi

dan mencipta.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini terdiri

atas:

1. Butir Soal

a. Soal uraian, digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa

dalam berpikir kreatif melalui pembelajaran berbasis masalah (Lampiran B.1

halaman 188). Kisi-kisi soal instrumen kemampuan berpikir siswa

diperlihatkan dalam tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif

(23)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif (lanjutan)

b. Soal pilihan ganda digunakan untuk mengukur pemahaman konsep korosi

siswa. Tes berjumlah 18 soal dengan 5 alternatif pilihan. Kisi-kisi soal

instrumen pemahaman konsep siswa diperlihatkan dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Pemahaman Konsep Siswa

No Indikator Pembelajaran No

Soal

Jenjang Kognitif

1. Menjelaskan pengertian korosi logam 1,2 C2

2. Mendeskripsikan proses kimia terjadi pada korosi 3,4, 5 C4

3. Menjelaskan cara mencegah terjadinya korosi 6 C2

4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi

korosi

5. Menentukan cara-cara pencegahan terjadinya

korosi

10, 16 11

C4 C2

6. Mendesain cara mencegah terjadinya korosi 12, 18 C6 7. Mengklasifikasikan logam yang mengalami korosi 13, 14 C3

2. Format penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja siswa digunakan untuk menggali kemampuan siswa dalam

proses pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan berpikir kreatif

(Lampiran A.2 halaman 140).

3. Angket

Angket (lampiran B.6 halaman 230) digunakan untuk mengungkap tanggapan

siswa dan guru tentang keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah.

(24)

pembelajaran. Angket yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala

likert, dengan menggunakan empat kategori respon yaitu: sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

4. Format observasi kegiatan siswa dan guru

Format observasi kegiatan siswa dan guru digunakan untuk mengungkap

aktivitas guru dan siswa selama diterapkannya pembelajaran berbasis masalah.

Lembar observasi berisi daftar isian yang mengungkap kegiatan siswa dan guru

pada tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah (lampiran B4 halaman

227 dan B5 halaman 229).

F. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kreatif berupa soal

uraian untuk menjaring indikator kemampuan berpikir kreatif siswa dan soal

pilihan ganda untuk menjaring kemampuan pemahaman konsep siswa dengan

5 alternatif. Pembuatan instrumen dalam penelitian dilakukan melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Menyusun Kisi-Kisi Tes

Pembuatan kisi-kisi ini bertujuan utuk menentukan konsep-konsep yang

akan diukur yang sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan.

Selanjutnya menyusun pokok uji yang sesuai dengan konsep dan indikator

pembelajaran.

2. Melakukan Validasi Pokok Uji

Validasi merupakan proses sebagai kesahihan suatu instrumen

(Arikunto,1999: 59). Validitas instrumen yang digunakan untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa pada penelitian

ini adalah validitas isi dengan cara judgement oleh dosen ahli untuk melihat

kesesuaian standar isi materi yang ada dalam instrumen tes dan validitas

(25)

3. Melakukan Uji Coba Butir Soal

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen diuji coba terlebih dahulu

di kelas XI Teknik Audio Video yang telah mempelajari materi korosi. Uji

coba soal dilakukan 2 kali pada 35 siswa. Hasil uji coba instrumen

kemudian dianalisis guna mengetahui dan menyeleksi perangkat yang sesuai

dan dapat digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan.

4. Melakukan Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba

Alat ukur yang baik harus memenuhi persyaratan diantaranya validitas dan

reliabilitas. Adapun analisis lain yang dilakukan pada soal adalah daya

pembeda dan taraf kesukaran.

a. Validitas Empiris

Menurut Arikunto (1999: 65) sebuah data atau informasi dapat dikatakan

valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Tes disebut valid

apabila tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Menurut

Mardapi (dalam Rasyid dan Mansur, 2009: 133) untuk dikatakan valid

suatu tes harus mengukur sesuatu dan melakukannya dengan cermat.

Validitas empiris menggunakan teknik korelasi product moment yang

dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut:

Keterangan:

r

xy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

N = Jumlah peserta tes

X = skor siswa pada tiap butir soal

Y = skor total

Menurut Arikunto (1999: 75) bahwa interpretasi besarnya koefisien

korelasi berdasarkan kriteria yang sering diikuti adalah seperti tabel 3.4

(26)

Tabel 3.4 Kriteria validitas butir soal

Batasan Kategori

0,80 <

rxy

≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 <

rxy

≤ 0,80 Tinggi

0,40 <

rxy

≤ 0,60 Cukup

0,20 <

rxy

≤ 0,40 Rendah

0,00 <

rxy

≤ 0,20 Sangat rendah

Batasan Kategori

0,80 < rxy

≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah

0,00 < rxy

≤ 0,20 Sangat rendah

b. Analisis Reliabilitas Soal

Menurut Rasyid dan Mansur (2009: 146) sifat reliabel dari sebuah alat

ukur berhubungan dengan kemampuan alat ukur tersebut memberikan

hasil yang konsisten dan stabil. Suatu tes memiliki reliabilitas yang tinggi

apabila tes tersebut memberikan hasil yang konsisten pada kelompok

yang sama walaupun diteskan pada waktu dan kesempatan yang berbeda.

Metode yang digunakan adalah metode belah dua, oleh karena itu untuk

mengukur reliabilitas soal tes dapat digunakan kembali rumus product

moment dari Pearson. Reliabilitas seluruh tes dihitung berdasarkan rumus

Spearman-Brown sebagai berikut:

Keterangan:

(27)

r

⁄ = Korelasi antar skor-skor setiap belahan tes

Nilai r11 yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan

reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada tabel 3.8

(Arikunto, 2008: 75) ).

Tabel 3.5 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria

0,80 <

r11

≤ 1,00

Sangat tinggi

0,60 <

r11

≤ 0,80

Tinggi

0,40 <

r11

≤ 0,60

Sedang

0,20 <

r11

≤ 0,40

Rendah

0,00 <

r11

≤ 0,20

Sangat rendah

c. Perhitungan daya pembeda pada setiap butir soal dapat digunakan rumus

daya pembeda yang terdapat dalam Arikunto (1999: 213) berikut:

Keterangan:

D = Daya pembeda

BA = Jumlah peserta pada kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = Jumlah peserta pada kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

JA = Jumlah seluruh siswa kelompok atas

JB = Jumlah seluruh siswa kelompok bawah

PA = Proporsisi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsisi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Adapun klasifikasi daya pembeda yang sering diikuti menurut Arikunto

(28)

Tabel 3.6 Kriteria interpretasi daya pembeda

Batasan Kategori

0,00 < D ≤ 0,20 Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,70 < D ≤ 1,00 Baik Sekali

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran dari tiap item soal dihitung berdasarkan jawaban

seluruh siswa yang mengikuti tes. Rumus yang digunakan untuk

menghitung tingkat kesukaran adalah rumus yang terdapat dalam

Arikunto (1999: 208):

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun kriteria yang sering diikuti menurut Arikunto (1999: 210)

adalah:

Tabel 3.7 Kriteria Interpretasi Indeks Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar

0,30 < P ≤ 0,70 Sedang

(29)

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sampel akan diberi perlakuan pembelajaran berbasis

masalah. Sampel akan diberi pretest untuk mengetahui pengetahuan dan

kemampuan awal siswa, kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan

yaitu berupa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan setelah tiga

pertemuan pembelajaran, terakhir kedua kelas diberi posttest dengan

menggunakan instrumen yang sama seperti pada pretest. Instrumen yang

digunakan sebagai pretest dan postest dalam penelitian ini merupakan

instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman

konsep yang telah dijudgement oleh Dosen ahli dan diuji cobakan terlebih

dahulu.

Untuk mengumpulkan data tentang keterlaksanaan model pembelajaran

berbasis masalah maka digunakan lembar pengamatan. Lembar pengamatan

yang digunakan berupa lembar pengamatan aktivitas guru dan lembar

pengamatan aktivitas siswa. Lembar pengamatan digunakan untuk

mengetahui sejauh mana aktivitas siswa saat pembelajaran dan

keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah.

Selanjutnya, untuk mengetahui tanggapan siswa tentang penerapan model

pembelajaran berbasis masalah, seluruh siswa akan diberi angket yang berisi

tentang tanggapan siswa mengenai model pembelajaran berbasis masalah

yang meliputi: (1) persepsi siswa terhadap model pembelajaran berbasis

masalah, (2) persepsi siswa terhadap bahan ajar yang digunakan dalam model

pembelajaran berbasis masalah, (3) minat dan motivasi siswa mempelajari

kimia, (4) minat dan motivasi siswa mempelajari masalah lingkungan, (5)

minat dan motivasi siswa mencari data, (6) minat dan motivasi siswa

melakukan penyelidikan, dan (7) model pembelajaran berbasis masalah

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

H. Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data baik pengujian instrumen sampai

mendapatkan data penelitian digunakan secara kuantitatif dan kualitatif.

(30)

kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep dan hasil pengolahan

data. Sedangkan hasil observasi aktivitas guru dan siswa di kelas, digunakan

secara kualitatif.

1. Hasil Uji Coba Instrumen

Hasil uji coba instrumen dianalisis dengan software komputer Anates V4.

Kriteria pada masing-masing hasil uji coba instrumen dilihat dari validitas,

reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal. Instrumen

diujicobakan pada 35 siswa dan dilakukan dua kali. Hasil analisis soal

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Pilihan Ganda

Keterangan Hasil Uji Coba 1 Hasil Uji Coba 2

Korelasi XY 0,58 0,68

Reliabilitas Tes 0,73 0,81

Jumlah Soal Pilihan Ganda 22 22

Dari hasil ujicoba 1 dan 2 menunjukkan reliabilitas soal pilihan ganda

yang diperoleh pada ujicoba pertama dengan kriteria tinggi, sedangkan

ujicoba soal 2 dengan kriteria sangat tinggi.

Hasil uji coba instrumen tes uraian (hanya dilakukan satu kali) ditampilkan

pada tabel 3.9 sebagai berikut:

Tabel 3.9 Hasil Ujicoba Tes Uraian

Keterangan Hasil Uji Coba

Korelasi XY 0,5

Reliabilitas Tes 0,607

Jumlah Soal Uraian 5

Dari hasil ujicoba tersebut menunjukkan reliabilitas soal essai dengan

kriteria sedang. Hasil ujicoba instrumen pilihan ganda ditampilkan pada

(31)

Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 1 Pilihan Ganda

negatif dan 2 soal signifikan, 15 soal dengan kriteria baik dan sign korelasi

4 soal sangat signifikan, 10 soal signifikan dan 1 soal negatif. Kemudian

dilakukan revisi lagi oleh dosen ahli dan diujicobakan kembali dengan

(32)

Tabel 3.11 Rekapitulasi Hasil Ujicoba 2 Pilihan Ganda

Dari 22 soal yang diujikan terdapat 5 soal dengan kriteria cukup dan 4 soal

sign korelasi negatif, 1 soal signifikan 17 soal dengan kriteria baik dan

sign korelasi 6 soal sangat signifikan dan 11 soal signifikan. Dari hasil uji

coba kedua diperoleh 4 soal yang negatif atau dibuang, dan 18 soal yang

digunakan sebagai instrumen penelitian.

Hasil uji coba soal uraian dengan menggunakan Anates ditampilkan pada

(33)

Tabel 3.12 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Uraian

No Soal T DP(%) T.

Kesukaran

Korelasi Sign. Korelasi

1 3,75 44,44 Sedang 0,679 Signifikan

2 4 33,33 Mudah 0,651 Signifikan

3 5,84 38,89 Mudah 0,594 Signifikan

4 5,88 41,67 Sedang 0,637 Signifikan

5 6,95 36,11 Sukar 0,633 Signifikan

Dari hasil ujicoba soal uraian maka dapat diperoleh semua soal yang

diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemahaman

Konsep Siswa.

Data yang dihasilkan berupa skor pretest, posttest kemampuan berpikir

kreatif dan pemahaman konsep. Kemudian dilakukan analisis secara

kuantitatif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada

peningkatan skor pada kedua kelas baik kelas kontrol maupun kelas

eksperimen. Selain itu untuk mengetahui apakah ada pengaruh

pembelajaran berbasis masalah pada kemampuan berpikir kreatif dan

pemahaman konsep siswa, dan apakah siswa yang memiliki kemampuan

berpikir kreatif yang baik akan mendukung pemahaman konsep siswa

yang baik pula.

Data kuantitatif yang terkumpul sebagai hasil penelitian dianalisis secara

statistik menggunakan Statistic Package for Social Science (SPSS) 20 for

Window. Berikut ini adalah tahapan analisis data yang dilakukan:

a. Pemberian skor

Pemberian skor pada pretest dan postest yang mengukur kemampuan

berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa kemudian

membandingkan skor pada pretest dan postest tersebut. Jawaban siswa

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan jumlah jawaban

yang benar. Pada soal kemampuan berpikir kreatif skor yang diberikan

(34)

pemahaman konsep jika jawaban siswa benar akan mendapat nilai satu

(1) dan jika jawaban siswa salah maka akan mendapat skor nol (0).

b. Menghitung persentase rata-rata N-Gain pretest dan postest kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Menganalisis pemahaman konsep dengan membandingkan respon

siswa pada skor pretest dan postest, kemudian menghitung

peningkatannya dalam bentuk persen N-gain. Peningkatan yang terjadi

sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus faktor gain

<g> yang dikembangkan oleh Hake (1999) dengan rumus:

pre

Tabel 3.13. Kriteria gain normalisasi

<g> Kriteria

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok tersebut

memiliki kemampuan yang berdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas ini menguji hasil pretest dan hasil postest pada kelompok

eksperimen dan kontrol. Uji normalitas menggunakan bantuan Soffware

SPSS 20.0 for windows dengan menggunakan uji one sample

Kolmogrov-Smirnov Test. Pengujian hipotesis dilakukan untuk

mengetahui apakah data kedua penelitian berasal dari populasi yang

(35)

H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal.

H1 : Data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Taraf signifikansi 0,05. Dari hasil tes ini didapatkan nilai p-value,

jika p-value > 0,05 maka data berasal dari populasi yang

terdistribusi normal. Sebaliknya, jika p-value < 0,05 maka data

tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Dalam SPSS 20

digunakan istilah significance yang disingkat sig untuk p-value, dengan

kata lain p-value = sig.

Jika hasilnya berdistribusi normal maka statistik yang digunakan adalah

statistik parametrik, namun jika hasilnya tidak berdistribusi normal

maka tidak dilakukan uji homogenitas melainkan dilanjutkan dengan uji

statistik non parametric yaitu uji Mann-Whitney.

d. Uji Homogenitas.

Uji Homogenitas dilakukan jika kelompok berdistribusi normal maka

pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelompok

menggunakan bantuan Soffware SPSS 20.0 for windows dengan uji

Homogenity of Varians (Levene Statistic). Hipotesis yang dikemukakan

adalah:

H0 : Data berasal dari populasi bervarian homogen

H1 : Data berasal dari populasi tidak bervarian homogen.

Dari hasil uji lavene didapatkan p-value, jika p-value > 0,05 maka

data berasal dari kedua varian yang homogen. Jika p-value < 0,05

maka data tidak berasal dari kedua varian yang tidak homogen.

e. Uji Hipotesis

Jika data yang dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka

dilakukan uji t. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji

statistik parametrik dengan dependent dan independent Sample T test

dari program SPSS for windows versi 20.0 pada taraf signifikan

0,05 atau 5%. Uji statistik independent Sample T test dipakai untuk

membandingkan antara dua keadaan, yaitu nilai rata-rata pretest siswa

(36)

rata-rata gain siswa pada kelas eksperimen dengan nilai rata-rata gain

siswa pada kelas kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan

menggunakan SPSS for windows versi 20.0 yaitu uji-t dua sampel

independen (Independent-Sample t Test). Ada dua rumus untuk uji-t

dua sampel independen:

Dimana Sp :

Keterangan :

Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b Sp = Standar Deviasi gabungan Sa = Standar deviasi kelompok a Sb = Standar deviasi kelompok b na = banyaknya sampel di kelompok a nb = banyaknya sampel di kelompok b DF = na + nb -2

(37)

Untuk DF (degrre of freedom) uji T independen yang variannya tidak

sama berbeda dengan yang di atas (DF = Na + Nb -2), tetapi

menggunakan rumus :

Untuk menentukan apakah varian sama atau beda, maka menggunakan

rumus :

Bila nilai P > α , maka variannya sama, namun bila nilai P ≤α, berati

variannya berbeda.

Untuk mengetahui hasil hipotesis ada dua cara pertama

membandingkan t hitung dengan t tabel maka kriteria yang digunakan

untuk menentukan penerimaan dan penolakan adalah sebagai berikut :

H0 diterima apabila t hitung≤ t tabel (df=n-2)( 0,05)

H0 ditolak apabila t hitung≥ t tabel (df=n-2)( 0,05).

Kedua membandingkan nilai p value dengan tingkat kepercayaan

0,05, jika p value < 0,05 maka terima H1 begitu juga sebaliknya.

Jika salah satu datanya tidak terpenuhi dalam arti data tidak normal atau

homogen maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik yang

berfungsi setara dengan uji t misalnya dengan uji Mann Whitney atau

(38)

menguji perbedaan dua rata-rata pada sampel besar (N ≥ 30). Uji

hipotesis dilakukan dengan uji beda dua rerata untuk mengetahui

signifikansi perbedaan skor pretest dan gain kedua kelas terhadap

kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa. Hipotesis

yang dikemukakan adalah:

Hipotesis 1:

H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol dalam kemampuan berpikir kreatif

siswa.

H1: Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol dalam kemampuan berpikir kreatif

siswa.

Hipotesis 2:

H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol dalam pemahaman konsep siswa.

H1: Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol dalam pemahaman kosep siswa.

Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima H1

ditolak.

f. Pengolahan hasil angket

Teknik pengolahan data angket dilakukan dengan menghitung skor

respon siswa terhadap tanggapan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak

Setuju (ST) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pedoman penskoran untuk

pernyataan angket dpat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.14 Pedoman Penskoran Angket Tanggapan Siswa

Skor Pernyataan Positif

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

(39)

Setelah dilakukan penjumlahan terhadap skor angket tanggapan siswa,

lalu dilakukan perhitungan persentase terhadap data respon yang

bersifat positif. Perhitungan persentasi respon tanggapan dilakukan

dengan menggunakan rumus berikut:

P =

x

100% Keterangan

P = Persentase; R = Respon siswa; R maks = Respon maksimal

Tabel 3.15 Kriteria Persentase Hasil Angket

Persentase Interpretasi

0% Tidak ada

1-30% Sangat tidak setuju

31 – 60% Tidak setuju

61 - 90% Setuju

91 - 120% Sangat setuju

Sugiyono (2002: 76)

I. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan prosedur yang telah ditempuh

yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Berikut uraian dari

setiap tahap-tahap tersebut, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Kajian kurikulum bertujuan untuk mengetahui kompetensi inti dan

kompetensi dasar mengenai korosi.

b. Kajian tentang variabel-variabel yang terlibat yaitu menentukan variabel

bebas, variabel tetap dan variabel terikat serta studi literatur dari buku-buku

yang relevan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran

berbasis masalah, variabel tetap meliputi bahan kajian tentang fenomena

korosi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini meliputi

(40)

pembelajaran berbasis masalah dilakukan untuk mengetahui tahapan

pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa, menentukan masalah dan

cara pengemasan yang sesuai dengan fenomena korosi. Kemampuan

berpikir kreatif siswa dilakukan untuk mengidentifikasi indikator-indikator

berpikir kreatif yang sesuai dengan materi dan model pembelajaran

berbasis masalah yang dikembangkan serta karakteristik dari

indikator-indikator berpikir kreatif tersebut. Selanjutnya dilakukan studi literatur

tentang fenomena korosi dengan mengkaji buku paket dan sumber-sumber

lain yang relevan untuk menentukan konsep-konsep yang perlu dikuasai

dan indikator-indikator berpikir kreatif yang muncul pada saat

pembelajaran.

c. Penyusunan proposal penelitian.

d. Pelaksanaan seminar proposal penelitian.

e. Penyusunan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

f. Penyusunan instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kreatif,

tes pemahaman konsep, format observasi kegiatan aktivitas siswa, format

observasi kegiatan guru dan angket siswa mengenai tanggapan siswa

terhadap pembelajaran.

g. Pelaksanaan judgement instrumen tes kepada dosen ahli untuk memberikan

masukan berupa saran perbaikan terhadap instrumen yang telah disusun.

Instrumen ini digunakan untuk pre-test dan pos-test.

h. Pelaksanaan revisi instrumen penelitian.

i. Pelaksanaan uji coba pertama instrumen penelitian.

j. Menganalisis hasil uji coba instrumen pertama.

k. Melakukan revisi instrumen penelitian.

l. Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian kedua.

m. Menganalisis hasil uji coba instrumen, berupa uji validitas soal, uji

reliabilitas soal, uji taraf kesukaran, dan daya pembeda. Hasil analisis butir

soal digunakan untuk menentukan soal yang layak digunakan sebagai

(41)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahapan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan pre-test pada kelas sampel penelitian untuk mengetahui

kemampuan awal siswa.

b. Melaksanakan treatment yaitu dengan cara mengimplementasikan model

pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi. Treatment ini dilakukan

di kelas X 1 Tekhnik Audio Video sebagai kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional pada X 2 Tekhnik Audio Video sebagai kelas

kontrol.

c. Memberikan angket respon kepada subjek penelitian.

d. Melakukan post-test untuk mengetahui pengaruh pembelajaran terhadap

kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa.

Pelaksanaan tahap ini dilakukan pada tanggal 8 Mei 2014 – 29 Mei 2014.

Jadwal pelaksanaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.16 di bawah

ini:

Tabel 3.16 Implementasi pembelajaran berbasis masalah pada konsep korosi

Pertemuan ke Hari/tanggal Kegiatan

1. Kamis, 1 Mei 2014 Uji Coba Soal 1

2. Senin, 5 Mei 2014 Uji Coba Soal 2

3. Rabu, 7 Mei 2014 Pretest

4. Rabu, 14 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 1

5. Rabu, 21 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 2

6. Rabu, 28 Mei 2014 Kegiatan Pembelajaran 3 dan Postest

3. Tahap Analisis dan Penyelesaian

a. Mengolah data hasil pre-test, post-test, lembar observasi aktivitas guru dan

siswa, serta lembar angket untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai

model pembelajaran berbasis masalah.

b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian.

c. Menarik kesimpulan.

d. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan

(42)
(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat

dibuat beberapa kesimpulan:

1. Keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada fenomena korosi

mampu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan pembelajaran

berbasis masalah yang terdiri dari (a) merumuskan dan

mengidentifikasi masalah, (b) merancang dan melakukan percobaan ,

(c) menemukan solusi dan laporan, (d) mempresentasikan hasil

percobaan, (e) Kesimpulan dan evaluasi.

2. Dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir

kreatif siswa pada fenomena korosi mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa dengan kategori sedang (%N-Gain 60).

Peningkatan tertinggi pada kemampuan berpikir lancar kategori tinggi

(%N-Gain 70) sedangkan terendah pada kemampuan berpikir elaborasi

kategori sedang (%N-Gain 44).

3. Dampak pembelajaran berbasis masalah terhadap pemahaman konsep

siswa pada fenomena korosi mampu meningkatkan pemahaman

konsep siswa dengan kategori sedang (%N-Gain 58). Peningkatan

tertinggi pada indikator mendeskripsikan proses kimia terjadinya

korosi kategori tinggi (%N-Gain 75) sedangkan terendah pada

indikator menjelaskan cara pencegahan korosi kategori sedang

(%N-Gain 46).

4. Terdapat korelasi yang signifikan antara pemahaman konsep dengan

kemampuan berpikir kreatif siswa, sehingga pemahaman konsep yang

tinggi akan mendukung kemampuan berpikir kreatif siswa.

5. Tanggapan siswa dalam mempelajari konsep korosi dengan

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah sangat baik, hal ini

ditunjukkan dengan temuan bahwa sebagian besar siswa setuju

(44)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang

disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan alternatif model

pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif dan pemahaman konsep siswa.

b. Pengaturan waktu dalam proses pembelajaran harus benar-benar

direncanakan. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus

memberikan batasan-batasan waktu pada siswa dalam

menyelesaikan tugasnya. Guru dituntut untuk dapat mengefektifkan

pembelajaran agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat

tercapai dengan baik.

c. Pada saat kegiatan merumuskan dan mengidentifikasi masalah serta

merancang penyelidikan guru harus benar-benar memperhatikan

siswa, agar peluang siswa untuk main-main dalam pembelajaran

berkurang.

d. Mengingat pentingnya peranan kemampuan berpikir kreatif siswa

dalam pemecahan masalah dan pemahaman konsep kimia, maka

perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada konsep yang berbeda.

2. Bagi Siswa

Disarankan dapat terus menggunakan kemampuannya dalam berpikir

kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan menerapkan

konsep-konsep yang dimiliki, sehingga siswa dapat menyelesaikan

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Akinoglu, O. and Tandogan, R.O. (2007). The Effects Of Problem Based Active Learning In Science Edication On Students Academic Achievement, Attitude And Concept Learning. Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education. 3, (1), 71-81.

Alexander, K.L. (2007). Effects Instruction in Creative Problem Solving on Q0pution, Creativity, and Salisfaction among Ninth Grade Students in an

Introductian to World Agricultaral Science and Technology Course. Disertasi pada Faculty of Texas Tech University. [Online]. Tersedia: http://etd.lib.ttu.edu/theses/available/etd-01292007-44648/unrestricted/ Alexander_ Kim_Dissertation.pdf. [29 Januari 2014].

Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Penerjemah: Prihantoro, A. Dari A Taxonomy for Learning, Teaching and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives A Bridged Eddition: Addison Wesley Longman, Inc. 2001). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends. R. (2012). Learning To Teach. Sixth Edition. New York USA: McGraw-Hill Companies, Inc.Harris R. Introduction of creative thinking.

Arikunto, S. (1999). Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (1994). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Awang, H. and Ramly, I. (2008). Creative Thinking Skill Approach Through Problem-Based Learning: Pedagogy And Practice In The Engineering Classroom. Journal Of Social, Human Science And Engineering, Vol 2 No. 4.

Baden, M.S. (2007). A Practical Guide to Problem Based Learning. New York : Routledge

Baden, M.S. and Major, C.H. (2004). Foundations Of Problem-Based Learning.

New York: McGraw-Hill Education.

Benli, E. and Sarikaya, M. (2012). The Investigation Of Effect Of Problem Based Learning To The Academic Achievement And The Permanence Of Knowledge Of Prospective Science Teacher: The Problem Of The Boiler Stone. Procedia Social and Behavioral Sciences.(46) 4317-4322.

(46)

Djamarah dan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas. (2003). Pengajaran Berbasis Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Duch, J.B., Grog, S.E. and Allen, D.E. (2001). The Power of Problem Based Learning A Practical “How To” For Teaching Undergraduate Courses In Any Discipline. Virginia: Stylus Publishing.

Duch, J. Barbara. (1995). What is Problem Based Learning?. [Online]. Tersedia :

http://www. Udel.edu/pbl/cte/jan95-what.html [10 Februari 2014].

Fauziah, R.M. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Topik Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa. Tesis pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Hakim, L. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Hake, Richard. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. USA: Dept. of Physics Indiana University.

Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah (edisi 2). Surabaya: Unesa-University Press.

Inel, D. and Balim A.G. ( 2010). The effects of using problem-based learning in

science and technology teaching upon students’ academic achievement and

levels of structuring concepts. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Vol 11, Issue 2, Article 1. p.1.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2002). Departemen Pendidikan Nasional Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka, Gramedia.

Karim, et al. (2006). The Value of Openness in Scientific Problem Solving. USA: Harvard Business School.

Kaufman, J.C., Plucker, dan Russell. (2012). Identifying and Assessing Creativity as a Component of Giftedness. Journal of Psychoeducational Assessment. 30, (1), 60 –73.

(47)

Koentjaraningrat. (1999). Metode-metode Penelitian Kemasyarakatan. Jakarta: Gramedia.

Koswara, D. Dan Halimah. (2008). Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: PT Pribumi Mekar.

Kurniawan, T.D. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Pada Konsep Fluida Statis Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Tesis pada Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Liliasari. (2006). Peningkatan Kualitas Guru Sains Melalui Pengembangan Keterampilan Tingkat Tinggi. Makalah UPI Bandung.

Matlin, M.W. (2003). Cognition. Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Mulyasa, E. (2010). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munandar, U. (2012) Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rhineka Cipta.

Permana, I. (2009). Memahami Kimia SMA/MA 2. Bandung: Armico.

Rasyid, H. Dan Mansyur (2009). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Wacana Prima.

Rosbiono, M. (2007). Teori Problem Solving Untuk Sains. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan Depdiknas.

Ruminten, A.H. (2009). Kimia untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Depdiknas.

Sagala, Syaiful. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sidiq, Z. ( ) Konsep Dan Pengukuran Kreativitas. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1960101519

87101-ZULKIFLI_SIDIQ/KONSEP_DAN_PENGUKURAN_KREATIVITAS.pdf

[02 Februari 2014].

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

(48)

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Starko, A.J. (2010). Creativity in the Classroom Schools of Curious Delight. New York: Routledge.

Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, S. (1998). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suparno, P. (1997). Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2000). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia Untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta: Depdiknas.

Tasoglu, K.A. and Bakaç, M. (2010). “The Effects of Problem Based Learning

and Traditional Teaching Methods on Students’ Academic Achievements,

Conceptual Developments and Scientific Process Skills According to Their

Graduated High School Types”. Procedia Social and Behavioral Sciences.

(2), 2409–2413.

Tan, O.S. (2009). Problem Based Learning and Creativity. Singapura : Cengage Learning.

Tatar, E. and Oktay, M .(2011). “The Effectiveness Of Problem-Based Learning

On Teaching The First Law Of Thermodynamic”. Research in Science & Technological Education. 29,(3),315-332 .

Gambar

Tabel 3.1 Desain penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kreatif (lanjutan)
Tabel 3.4 Kriteria validitas butir soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol atau

Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata- rata gain ternormalisasi ( N-gain ) pemahaman konsep untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol secara berturut-turut adalah 0,36

Oleh karena nilai rata-rata posttest kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol, artinya kemampuan pemahaman konsep matematika peserta didik yang belajar

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemampuan berpikir kritis yang diukur

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2010) menunjukkan bahwa: tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan kemampuan pemahaman matematis

kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4) Mengembangkan dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan pencapaian KBKM mahasiswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2) ada perbedaan pencapaian KPMM mahasiswa antara kelas

Berdasarkan hasil uji perbedaan rataan skor N-Gain diketahui bahwa peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif berbasis education for