• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL BACA TULIS AL-QUR’AN (BTQ) :Studi Kasus pada MTs al-Junaidiyah Watampone.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL BACA TULIS AL-QUR’AN (BTQ) :Studi Kasus pada MTs al-Junaidiyah Watampone."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN………... i

ABSTRAK……….. ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………... iii

UCAPAN TERIMA KASIH………. IV KATA PENGANTAR………... VII DAFTAR ISI……….. VIII DAFTAR TABEL……….. XII DAFTAR GAMBAR………. XIII BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………1

B. Rumusan Masalah ………..10

C. Tujuan Penelitian ………...12

D. Manfaat Penelitian ……….14

E. Kerangka Pikir ………...16

BAB II : PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL A. Kurikulum Muatan Lokal ………..18

1. Definisi Kurikulum Muatan Lokal ………...18

2. Konsep Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal...22

3. Landasan Penerapan Kurikulum Muatan Lokal …..25

4. Tujuan Penerapan Kurikulum Muatan Lokal ……..27

5. Ruang Lingkup Kurikulum Muatan Lokal ………..28

6. Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum ……..30

7. Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum …………..30

B. Baca Tulis Al-Qur’an...32

1. Hakikat Baca Tulis al-Qur’an ………..………32

2. Perintah untuk Mempelajari al-Qur’an (Membaca dan Menulis) ………..35

3. Metode Baca Tulis al-Qur’an ………...………40

(2)

B. Lokasi dan Subyak Penelitian ………...64

C. Teknik Pengumpulan Data ………66

D. Teknik Analisis data ……….68

E. Tahap Pelaksanaan penelitian ………...71

BAB IV : DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian……….73

1. Desain Kurikulum Muatan Lokal BTQ MTs al-Junaidiyah Watampone…………...………...74

a. Pelaksanaan Need Assessment untuk Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal BTQ………...…………74

b. Pengembangan Komponen-komponen Kurikulum Muatan Lokal BTQ…...………..…..…78

- Pengembangan Tujuan Kurikulum Muatan Lokal BTQ…………...………...79

- Pengembangan Materi Kurikulum Muatan Lokal BTQ…………...………...85

- Pengembangan Metode Kurikulum Muatan Lokal BTQ………...………...90

- Sistim Evaluasi Kurikulum Muatan Lokal BTQ………...………...97

c. Pengembangan Silabus dan RPP Kurikulum Muatan Lokal BTQ………..104

2. Implementasi Kurikulum Muatan Lokal BTQ MTs al-Junaidiyah Watampone……….114

(3)

d. Interaksi antara Guru dan Peserta Didik

dalam Proses Pembelajaran………..132 B. Pembahasan Hasil Penelitian………...…………..136

1. Analisis Desain Kurikulum Muatan Lokal

BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone…………....137 a. Pelaksanaan Need Assessment untuk

Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal

BTQ………...…137 b. Pengembangan Komponen-Komponen

Kurikulum Muatan Lokal BTQ……….…………140 c. Pengembangan Silabus dan RPP Kurikulum

Muatan Lokal BTQ………...………154 2. Implementasi Kurikulum Muatan Lokal BTQ

MTs al-Juanaidiyah Watampone………...158

BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan………..171 B. Rekomendasi………175

DAFTAR PUSTAKA ………...179 LAMPIRAN

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai dengan berlakunya undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan diserahkannya sejumlah kewenangan yang semula menjadi urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Menurut Rasyid (2005:8) tujuan utama kebijakan otonomi daerah adalah untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan untuk mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dalam mengambil manfaat dari padanya.

Penjelasan tersebut mengandung makna bahwa dengan diserahkannya sejumlah kewenangan kepada pemerintah daerah lebih memberikan ruang kepada pemerintah pusat untuk merespon perkembangan global dalam rangka memajukan dan mengembangkan seluruh sektor kehidupan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dengan diserahkannya sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, memberikan ruang dan kesempatan kepada semua daerah otonom untuk membangun, mengurus, dan mengembangkan wilayahnya masing-masing.

(5)

lokal perlu dipertahankan dan dikembangkan melalui kebijakan otonomi agar kearifan lokal tetap terjaga dan diharapkan mampu menunjang pembangunan nasional.

Impilikasi berlakunya otonomi daerah menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek pembangunan di Indonesia termasuk aspek desentralisasi pendidikan. Ada beberapa hal yang menyebabkan desentralisasi pendidikan sangat urgen untuk dilaksanakan diantaranya: pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan social capital, dan peningkatan daya saing bangsa (Tilaar, 2002:20). Ketiga hal tersebut cukup dijadikan alasan untuk pelaksanaan desentralisasi bidang pendidikan.

Upaya untuk melancarkan dan mensukseskan pelaksanaan otonomi daerah terutama di bidang pendidikan, dibutuhkan manusia yang berkualitas sebagaimana fungsi pendidikan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokaratis serta bertanggung jawab.

(6)

Upaya untuk merealisasikan harapan-harapan tersebut, berbagai pembaharuan dalam pendidikan terus diupayakan oleh pemerintah. Pembaharuan tersebut ada yang menyangkut pengambilan keputusan dan kebijakan, Paradigma manajemen, pengelolaan sumber-sumber, paradigma pengembangan kurikulum, pengelolaan keuangan, serta mekanisme evaluasi.

Pembaharuan pendidikan yang menyangkut pengambilan keputusan dan kebijakan misalnya, dengan diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang desentralisasi pemerintahan, salah satu bidang yang ikut di desentralisasikan adalah bidang pendidikan. Pembaharuan dalam sistem pengelolaan pendidikan dapat dilihat dengan adanya konsep School Based Management (MBS), yaitu model pengelolaan pendidikan yang lebih memberikan kemandirian masing-masing satuan pendidikan untuk mengelola dan mengurus sekolahnya sesuai dengan kebutuhan dan potensinya dengan dibantu oleh masyarakat setempat. Kebijakan MBS tersebut diharapkan sekolah lebih mandiri melalui pemberian kewenangan (otonom) dan fleksibelitas kepala sekolah dalam mengelolah sumber daya; mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan”.

(7)

yang memberikan kewenangan kepada masing-masing satuan pendidikan untuk menyusun dan mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan potensi sekolah.

Hal tersebut dimaksudkan agar kurikulum yang di terapkan di setiap sekolah dapat lebih bermakna, sesuai dengan keadaan sekolah, serta dapat menciptakan penyeimbangan materi ajar antara kepentingan nasional dan kepentingan lokal melalui kurikulum muatan lokal, sedangkan pembaharuan dalam evaluasi dapat dilihat dengan diberlakukannya sistem ujian nasional (UN) yang semula menggunakan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) dan evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS).

Pembaharuan dalam Pendidikan tersebut didasari pertimbangan bahwa sistem pendidikan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Hal ini dijabarkan melalui peraturan pemeritah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan (Bab II, pasal 2).

(8)

kompetensi lulusan minimal mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar (KD). Standar isi (SI) sebagaimana dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2003 memuat kerangka dasar kurikulum, struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Kerangka dasar kurikulum meliputi; kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan, sedangkan dalam struktur kurikulum memuat tentang pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, yang terdiri dari: mata pelajaran, pengembangandiri, dan muatan lokal.

Kebijakan untuk mengakomodir mata pelajaran muatan lokal dalam standar isi dilandasi oleh keyataan bahwa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau serta beraneka ragam kebudayaan. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas kepada peserta didik tentang kearifan lokal yang ada dilingkungan sekitarnya.

(9)

nilai-nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Secara khusus penerapan muatan lokal bertujuan agar peserta didik:

1. Mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budayanya;

2. Memiliki bekal kemampuan dan ketrampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya;

3. Memiliki sikap dan prilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional;

4. Menyadari lingkungan dan masalah-msalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya (Depdiknas, 2006).

Mencermati rumusan tujuan penerapan muatan lokal yang notabenenya menekankan pada keakraban peserta didik dengan lingkungan, budaya serta potensi daerah dimana sekolah diselenggarakan, maka ada beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam implementasi muatan lokal adalah; a). muatan lokal harus disesuaikan dengan keadaan daerah; b). muatan lokal harus berdasarkan potensi yang dimiliki oleh daerah; c). muatan lokal harus sejalan dengan kebutuhan daerah atau masyarakat. Namun demikian, upaya untuk mencapai tujuan muatan lokal yang telah dirumuskan di atas tentu tidak semudah membalik telapak tangan, dalam artian bahwa implementasi muatan lokal di lapangan masih terdapat serba-serbi persoalan yang perlu dipecahkan bersama oleh para praktisi pendidikan. Larudi (2008:10) dalam penelitiannya menyatakan bahwa:

(10)

adalah bahasa daerah; kurang di manfaatkannya lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar dalam penerapan muatan lokal.

Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa penerapan kurikulum muatan lokal di sekolah masih membutuhkan perbaikan terutama pada tahap pengembangan kurikulum muatan lokalnya. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan sosialisasi dan pelatihan agar Kepala Madrasah, Guru-guru, Staf, dan seluruh stekeholder di setiap satuan pendidikan memahami hakikkat penerapan dan pengembangan kurikulum muatan lokal.

Senada dengan pendapat di atas Cham dan Tuti (2010:197), mengemukakan kendala utama penerapan kurikulum muatan lokal adalah terbatas dan kurangnya sumber daya manusia di sektor pendidikan dalam mengembangkan kurikulum muatan lokal. Begitu pula Mulyasa (1997) dalam penelitiannya, bahwa kurikulum muatan lokal belum dilaksanakan secara optimal, baik perencanaan maupun pelaksanaannya. Hal ini ditandai dengan belum digunakannya metode yang bervariasi, belum digunakannya secara optimal media dan sumber belajar yang terdapat di masyarakat, serta belum dilakukannya kerja sama dengan masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi kurikulum muatan lokal.

(11)

Madarasah Tsanawiyah (MTs) al-Junaidiyah yang berlokasi di kota Watampone kabupaten Bone merupakan pilihan peneliti untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian karena dari pengamatan awal peneliti terdapat sesuatu yang berbeda dengan madrasah bahkan sekolah lain yang ada di Kabupaten Bone, yaitu diterapkannya baca tulis al-Qur’an sebagai muatan lokal, sedangkan madrasah lain pada umumnya menerapkan bahasa daerah dan tarian padduppa sebagai muatan lokal. Hal tersebut didasari pemikiran bahwa keterampilan membaca dan menulis al-Qur’an peserta didik di MTs al-Junaidiyah Watampone dianggap penting karena merupakan tuntutan sosial masyarakat yang masih bersifat religius dan masih memegang nilai-nilai al-Qur’an sebagai dasar hidup. Terbukti pada tahun 2009 melalui Pemerintah Derah Kabupaten Bone telah mengeluarkan Perda nomor 11 tentang pemberantasan buta aksara al-Qur’an http://www.djpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2009/bone11-2009.

(12)

menulis al-Qur’an. Oleh karena itu, perlu ada terobosan yang dilakukan agar peserta didik yang tidak mampu membaca dan menulis al-Qur’an dengan baik dapat dikembangkan agar lebih baik sesuai dengan teknik fasohah dan hukum tajwid bahkan sampai pada level qari’-qari’ah dan kaligrafi.

Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa muatan lokal BTQ yang diselenggarakan di MTs al-Junaidiyah merupakan upaya untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis al-Qur’an serta pemahaman terhadap nilai-nilai al-Qur’an pada peserta didik.

Kondisi implementasi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone diformat dalam bentuk kelasifikasi yaitu; (a) peserta didik yang sama sekali belum mampu membaca dan menulis al-Qur’an diberikan kesempatan untuk mengikuti pelajaran kelas tingkat satu; (b) peserta didik yang sudah mampu untuk membaca dan menulis al-Qur’an dengan kemampuan sedang (membaca tanpa memperhatikan fashohah dan tajwid) diberikan kesempatan untuk mengikuti kelas tingkat dua; (c) dan bagi peserta didik yang sudah dianggap mahir akan diberikan kesempatan untuk mengikuti kelas tingkat tiga yang dibagi menjadi dua kelas yaitu; (1) kelas khusus Qari dan Qariah (2) kelas khusus menulis indah al-Qur’an (kaligrafi).

(13)

penyempurnaan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ yang diselenggarakan pada MTs al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Rumusan Masalah

MTs al-Junaidiyah Watampone telah mengakomodir Baca-Tulis al-Qur’an (BTQ) dalam pelajaran kurikulum muatan lokal yang diajarkan dua jam dalam satu minggu, tentu alokasi waktu dua jam perminggu tidak cukup untuk mendalami al-Qur’an.

[image:13.595.107.519.251.705.2]

Begitu banyak faktor yang melatar belakangi dalam pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone, hal ini dapat dilihat dalam bagang berikut ini:

Gambar 1.1: Rumusan Masalah Penelitian 1. Aspek sosial

Masyarakat 2. Kepala madrasah

- Kemampuan merancang kurikulum BTQ 3. Guru - Kemampuan mengimplementasi kan kurikulum BTQ yang telah didesain 4. Sarana 5. Peserta didik

- Keterampilan membaca dan menulis al-Qur’an Faktor yang melatar

belakangi Fokus

Pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ

1. Desain kurikulum a. Need assessment

b. Pengembangan komponen kurikulum muatan lokal BTQ

c. Desain silabus dan RPP kurikulum muatan lokal BTQ

2. Implementasi kurikulum

a. Kesesuaian antara perencanaan dengan implementasi

b. Pengembangan strategi dan metode pembelajaran

c. Pemanfaatan media pembelajaran b. Gambaran interaksi dalam

(14)

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa faktor yang melatar belakangi keberhasilan pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah adalah aspek sosial masyarakat yang masih bersifat religious dan masih memegang nilai-nilai al-Qur’an, kemampuan Kepala Madrasah dalam manajemen dan merancang kurikulum muatan lokal BTQ, kemampuan guru dalam mengimplementasikan, sarana dan prasarana, serta kemampuan peserta didik membaca dan menulis al-Qur’an.

Upaya untuk menghindari bias yang luas dan untuk menyesuaikan kemampuan penulis, serta waktu penelitian, maka penelitian ini difokuskan untuk mengetahui, mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisa secara mendalam bagaimana pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ pada MTs al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone?.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian dalam pembahasan ini terdiri atas:

1. Bagaimana desain kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

a. Bagaimana pelaksanaan need assessment untuk pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

b. Bagaimana pengembangan komponen-komponen kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

(15)

2). Bagaimana pengembangan materi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

3). Bagaimana pengembangan metode pembelajaran kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

4). Bagaimana sistim evaluasi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

c. Bagaimana pengembangan silabus dan RPP kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

2. Bagaimana implementasi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone?

a. Apakah ada kesesuaian antara perencanaan kurikulum muatan lokal BTQ yang telah dibuat oleh guru dengan implementasi yang dilakukan?

b. Bagaimana pengembangan strategi dan metode dalam pembelajaran BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone?

c. Bagaimana pemanfaatan media dalam pembelajaran BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone?

d.Bagaimana interaksi pembelajaran dalam proses pembelajaran BTQ di MTs di MTs al-Junaidiyah Watampone?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui, mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisa, secara mendalam tentang:

(16)

1. Desain kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone. a. Pelaksanaan kegiatan need assessment untuk pengembangan kurikulum

muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

b. Pengembangan komponen-komponen kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone

1). Pengembangan tujuan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

2). Pengembangan materi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

3). Pengembangan metode pembelajaran kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

4). Sistim evaluasi kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

c. Pengembangan silabus dan RPP kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

2. Implementasi kurikulum muatan lokal BTQ dalam pembelajaran di MTs al-Juanaidiyah Watampone.

a. Kesesuaian antara perencanaan kurikulum muatan lokal BTQ yang telah dibuat oleh guru dengan implementasi yang dilakukan.

b. Pengembangan strategi dan metode dalam pembelajaran BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone.

(17)

d. Gambaran interaksi pembelajaran dalam proses pembelajaran BTQ di MTs di MTs al-Junaidiyah Watampone.

D. Manfaat Penelitian

Signifikansi hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

(18)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam upaya untuk menyempurnakan penyelenggaraan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone Kebupaten Bone.

a). Bagi Guru muatan lokal BTQ, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penyempurnaan dalam implementasi kurikulum muatan lokal.

b). Bagi Kepala Madrasah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam kerangka perbaikan penyelenggaraan kurikulum muatan lokal pada MTs al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone. c). Bagi Supervisor, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan supervisi

dalam menyempurnakan kurikulum muatan lokal.

d). Komite sekolah/madrasah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan pendidikan khususnya penyelenggraan kurikulum muatan lokal.

e). Bagi Kementerian Agama Kabupaten Bone, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka perbaikan dan pengembangan program penyelenggaraan kurikulum muatan lokal di Kabupaten Bone.

(19)

E. Kerangka Pikir

Kegiatan penelitian memerlukan alur kerja yang jelas agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kekeliruan, kesalah pahaman, dan penyimpangan, maka peneliti perlu menyusun kerangka berpikir sebagai dasar dan panduan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pada tahap akhir atau pelaporan. Lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:

Gambar 1. 2: Kerangka Pikir

Penelitian ini difokuskan pada proses pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah. Di awali dengan menelaah dan menganalisa faktor yang melatar belakangi pengembangan kurikulum BTQ dan membuat desain kurikulum dengan melakukan need assessment (analisis kebutuhan) terhadap lingkungan masyarakat serta menganalisa kebutuhan peserta didik. Selanjutnya merumuskan komponen kurikulum mulai dari tujuan kurikulum, materi, metode, dan sistim evaluasi dalam pembelajaran yang dijabarkan dalam

Rancangan kurikulum muatan lokal BTQ

Implementasi kurikulum muatan lokal BTQ

Hasil belajar Keterampilan peserta didik membaca dan menulis al-Qur’an Faktor

-Masayarakat -Kepala Madrasah

-Guru -Peserta didik

(20)

rumusan silabus dan RPP dengan mempertimbangkan kesesuain antar komponen-komponen kurikulum muatan lokal BTQ.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kegiatan untuk mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisa pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ pada MTs al-Junaidiyah Watampone, maka diperlukan pengamatan yang mendalam dalam situasi yang alamiah. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode studi kasus (case studi) dengan data kualitatif.

Menurut Sukmadinata (2005:64) studi kasus merupakan suatu penelitian yang dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Studi kasus diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi, karena kesimpulan studi kasus hanya berlaku untuk kasus tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa penelitian studi kasus bermaksud untuk menghimpun data dan memahami suatu kesatuan sistem berupa program, kegiatan, pristiwa, atau kelompok individu yang terikat oleh tempat, waktu, dan kesimpulan yang diperoleh hanya berlaku untuk kasus yang diteliti, karena penelitian studi kasus tidak dimaksudkan untuk mewakili populasi. Senada dengan pernyataan tersebut, McMillan (2008:288-291) mengemukakan bahwa “A case study is an in-depth analysis of one or more events, settings, programs, social groups, communities, individuals, or other

“bounded systems” intheir natural context”. Studi kasus itu sendiri merupakan

(22)

kelompok sosial, komunitas, individu atau perorangan, atau system terikat lainnya yang terdapat pada konteks alaminya.

Lebih lanjut McMillan mengemukakan beberapa langkah dalam penelitian studi kasus, antara lain: 1). masalah penelitian; 2). masuk ke ranah penelitian. Mengawali langkah ini peneliti harus memilih lokasi penelitian. Hal ini akan memberikan ide yang baik bagi peneliti terhadap lokasi mana yang akan memberikan informasi yang diinginkan. Penting bagi si peneliti agar lokasi penelitiannya itu yang mudah diakses dan orang-orangnya bersikap kooperatif atau bisa bekerja sama; 3). memilih partisipan; 4). menggali/mengumpulkan data. Penelitian studi kasus dalam menggali data juga menggunakan langkah-langkah observasi, wawancara, dan analisa dokumen; 5). Analisis data. langkah analisis data dapat dilihat pada poin I.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone. Lokasi ini menjadi pilihan penelitian karena setelah melakukan survei awal penulis menemukan keunikan dan kelebihan terhadap program penerapan kurikulum muatan lokal BTQ yang telah dilaksanakan satu tahun trakhir ini pada MTs al-Junaidiyah Watampone yang perlu diungkap, dideskripsikan dan dikaji serta dianalisa secara mendalam.

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif (purposive sample). Sukmadinata (2005: 101) mengatakan bahwa:

(23)

perlu dihimpun sejumlah informasi tentang sub-sub unit dan informan-informan di dalam unit kasus yang akan diteliti. Untuk kemudian peneliti memilih informan, kelompok, tempat, kegiatan dan peristiwa yang kaya dengan informasi.

Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa teknik pengambilan sampel purposif digunakan apabila peneliti memiliki sejumlah informasi tentang sub-sub unit dan informan-informan terhadap kasus yang akan diteliti. Hal inilah yang mendasari teknik pengambilan sampel purposif digunakan dalam penelitian ini, karena setelah peneliti melakukan studi awal, maka peneliti telah memilki pengetahuan tentang madrasah yang dijadikan lokasi penelitian dan masalah yang akan diangkat dalam penelitian. Berikut dipaparkan subyek penelitian yang akan dijadikan sebagai informan:

1). Kepala Madrasah, sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung dalam penyelenggaraan pembelajaran muatan lokal BTQ di Madrasah Tsanawiyah al-Junaidiyah Watampone.

2). Wakil Kepala Madrasah urusan kurikulum yang bertanggung jawab langsung terhadap penyelenggaraan kurikulum muatan lokal BTQ di Madrasah Tsanawiyah al-Junaidiyah Watampone.

3).Guru bidang studi muatan lokal BTQ, sebagai pihak yang mengimplementasikan kurikulum muatan lokal BTQ di kelas.

(24)

5). Pesera didik,yang merasakan langsung proses pembelajaran muatan lokal BTQ di Madrsah Tsanawiyah al-Junaidiyah Watampone.

Beberapa informan di atas, dapat dikembangkan dilapangan berdasarkan data yang dibutuhkan. Artinya, jika informasi yang dibutuhkan belum maksimal diperoleh dari beberapa informan di atas, maka dapat dikembangkan pada informan lain yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri yang langsung terjun ke lapangan agar dapat memahami kenyataan yang terjadi di lapangan sesuai dengan konteksnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persepsi yang salah terhadap masalah dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan sesuai dengan teori McMillan adalah wawancara, observasi, dan analisa dokumen.

1. Wawancara

Menurut Moleong (2007:186) wawancara adalah “percakapan dengan maksud tertentu”. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Penilitian ini akan dilakukan teknik wawancara semi terstruktur. Menurut Herdiyansyah (2010:123) bahwa:

(25)

Teknik wawancara semi terstruktur dilakukan dengan tanya jawab secara langsung bersama informan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang jelas, akurat, terinci dan mendalam. Di samping itu, dengan melakukan wawancara peneliti dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden. 2. Observasi

Berkenaan dengan penggunaan observasi sebagai alat pengumpul data, dalam penelitian kualitatif sangat disarankan penggunaan observasi partisipatif. Menurut Sanapiah (1990:79) observasi partisipatif terdiri dari “partisipatif pasif, partisipatif moderat, partisipatif aktif, dan partisipatif sepenuhnya”. Penelitian ini digunakan observasi partisipatif pasif, yakni peneliti lebih menonjol sebagai peneliti atau pengamat. Observasi partisipatif pasif ini dilakukan di sekolah dan kelas untuk mengamati kegiatan belajar mengajar, bagaimana persiapan mengajar yang dilakukan guru, cara guru menilai proses dan hasil belajar siswa, dan observasi terhadap aktivitas siswa merespon system pengajaran yang diberikan guru. Kegiatan observasi ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh semua data yang diperlukan. Pelaksanaan yang berulang ini memiliki keuntungan di mana responden yang diamati akan terbiasa dengan kehadiran peneliti sehingga responden berperilaku apa adanya (tidak dibuat-buat).

3. Dokumentasi

(26)

dokumentasi tidak kalah penting dengan data lain, kegiatan studi dokumentasi tiada lain adalah mencari data atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda”. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah dokumen berupa dokumen kurikulum muatan lokal yang dilaksanakan di MTs al-Junaidiyah Watampone, silabus muatan lokal BTQ, dokumen program semester, dokumen RPP BTQ (persiapan mengajar baca-tulis al-Quran), dan dokumen hasil belajar siswa pada mata pelajaran BTQ.

Ketiga teknik di atas yakni wawancara, observasi dan analisa dokumen adalah cara kerja yang digunakan oleh peneliti sendiri untuk mengumpulkan dan menjaring data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang dimaksud dalam pelitian ini adalah data yang ada kaitannya dengan proses pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone.

D. Teknik Analisis Data

(27)
[image:27.595.121.514.110.650.2]

Gambar 1.3: Analisis data model interaktif 1. Pengumpulan Data

Pada awal penelitian kualitatif, umumnya peneliti melakukan studi pre-eliminary yang berfungsi untuk verifikasi dan pembuktian awal bahwa

penomena yang diteliti itu benar-benar ada. Studi pre-eliminary sudah termasuk dalam proses pengumpulan data (Herdiansyah, 2010:164). Pada Studi pre-eliminary, peneliti sudah melakukan wawancara, dan lain sebagainya dan hasil dari aktivitas tersebut adalah data. Pada saat peneliti melakukan pendekatan dan menjalin hubungan dengan subjek penelitian, dengan responden penelitian, melakukan observasi, membuat catatan lapangan, bahkan ketika peneliti berinteraksi dengan lingkungan sosial subjek dan informan, itu semua merupakan proses pengumpulan data yang hasilnya adalah data yang akan diolah.

2. Reduksi Data

Reduksi merupakan kegiatan pemilihan, penyederhanaan, pemusatan perhatian dari data mentah yang telah kita peroleh. Data yang telah diperoleh kemudian dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Kesimpulan/ Verifikasi

(28)

juga merangkum, menajamkan, meggolongkan, serta memilih hal-hal pokok untuk dicari garis tengahnya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas untuk mempermudah kegiatan pengumpulan data selanjutnya.

3. Display atau Penyajian Data

Display data merupakan kegiatan penyusunan informasi yang telah dirangkum dan diklasifikasikan. Penyajian merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengembilan tindakan. Kegiatan penyajian data ini dapat dilakukan dengan pembuatan matrik, tabel, dan narasi yang menjelaskan data hasil penelitian yang telah disusun. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam memahami apa yang terjadi untuk kemudian merencanakan kerja selanjutnya. Data yang telah didisplay dijadikan bahan untuk dilakukannya kegiatan analisis. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah direduksi.

4. Kesimpulan dan verifikasi

(29)

melakukan tinjauan ulang pada catatan-catatan ataupun kegiatan peninjauan ulang ke lapangan, untuk kemudian dilakukan triangulasi data.

E. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terbagi dalam tiga tahapan, sebagaimana disampaikan Moleong (2007:127) yaitu : pra-lapangan, kegiatan lapangan, dan analisis data. Uraian dari ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pra-Lapangan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: a). penyusunan rancangan penelitian, b). memilih lapangan penelitian, c). mengurus perizinan, d). menjajaki dan menilai keadaan lapangan, e). memilih informan, f). menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan dalam penelitian ini terdapat tiga kegiatan utama, yaitu:

a). Memahami latar penelitian dan persiapan diri. Pada tahap ini peneliti memahami latar penelitian, mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental, peneliti menempatkan diri sebagai peneliti yang dikenal oleh nara sumber/informan, termasuk mengatur waktu pelaksanaan penelitian. b). Memasuki lapangan. Pada tahap kedua ini peneliti menemui narasumber,

(30)

untuk menjadwalkan observasi atau wawancara dalam rangka mengumpulkan data.

c). Proses mengumpulkan data. Pada tahap ini peneliti mengamati dan mencatat seluruh data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, atau dokumentasi.

3. Tahap Analisis Data

(31)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan data hasil penelitian tentang Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Baca Tulis al-Qur’an di Madrasah Tsanawiyah al-Junaidiyah Watampone Kabupaten Bone dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Desain kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah merupakan kegiatan yang sangat urgen, karena dari kegiatan ini lahir dokumen sebagai acuan dalam implementasi di lapangan. Berikut simpulan kegiatan rancangan kurikulum muatan lokal BTQ di MTs al-Junaidiyah:

(32)

dibagikan kepada seluruh masyarakat sekitar madrasah. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah yang berwenang dalam bidang kurikulum seperti kurangnya pelatihan pengembangan kurikulum muatan lokal bagi Kepala Madrasah dan para guru, yang berimplikasi pada kurangnya pengetahuan Kepala Madrasah dengan unsur yang terkait tentang teori pengembangan kurikulum, khususnya pengembangan kurikulum muatan lokal.

(33)

paraktek membaca dan menulis al-Qur’an dan pemberian penugasan. Metode yang telah dipergunakan tersebut sesuai dengan tuntutan materi, karena metode tersebut di atas meskipun terkesan sederhana, tetapi banyak memberikan ruang peserta didik untuk mengembangkan diri dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran; (4) pengembangan evaluasi, model evaluasi yang digunakan oleh para guru muatan lokal BTQ adalah evaluasi diagnostik untuk menentukan penempatan kelas peserta didik, selanjutnya evaluasi proses secara teoritis dikenal dengan formatif, dan terkhir evaluasi hasil untuk menentukan peserta didik yang berhak untuk dipindahkan ke tingkat berikutnya.

c). Pengembangan Program Semester, silabus dan RPP telah dilaksanakan oleh guru muatan lokal BTQ sesuai dengan tuntutan dan panduan KTSP, sehingga antara pemahaman dan perencanaan telah menunjukkan kesesuaian, meskipun dalam hal-hal tertentu masih perlu perbaikan.

2. Kegiatan implementasi kurikulum muatan lokal BTQ terdiri atas kesesuaian antara perencanaan kurikulum dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh guru, termasuk strategi, metode dan pemanfaatan media dalam pembelajaran serta bentuk interaksi dalam proses pembelajaran.

(34)

penyampaian materi dan praktek membaca dan menulis al-Qur’an, dan 10 terakhir untuk kegiatan penutup dan pemberian tugas. Pelaksanaan pembelajaran kadang kurang memperhatikan RPP jika keadaan tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini cukup beralasan karena ketika terdapat peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, maka guru bertugas untuk membimbing sendiri, atau menugaskan peserta didik yang sudah mampu untuk membimbing teman-temannya yang mengalami kesulitan belajar.

b). Prinsip pemilihan strategi dan metode dalam pembelajaran belum dipahami sepenuhnya oleh para guru BTQ di MTs al-Junaidiyah, namun aplikasi dalam pembelajaran para guru menggunakan metode iqra’, ceramah, tanya jawab, dan lebih banyak paraktek membaca dan menulis al-Qur’an dan pemberian penugasan. Penggunaan strategi dan metode tersebut sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru BTQ yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sehingga dalam prakteknya para guru BTQ lebih banyak memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan membaca dan menulis sesuai dengan fashohah, hukum tajwid dan teknik menulis khat al-Qur’an. c). Secara teori para guru muatan lokal belum mengetahui dengan lengkap

(35)

pembelajaran yang berisi silabus, RPP, CD panduan tilawah, lab.komputer, tape recorder, kalam, tinta, buku panduan kaligrafi, buku panduan tilawah, d). Pola interaksi yang dikembangkan oleh para guru muatan lokal BTQ MTs

al-Junaidiyah adalah interaksi dua arah antara guru-peserta didik, dan peserta didik-guru. Pola interaksi dua arah tersebut cukup efektif untuk menumbuhkan perhatian peserta didik terhadap materi yang sedang dipelajari. Hal ini penting, karena kurangnya rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi pelajaran yang sedang dibahas merupakan salah satu perilaku yang potensial untuk mengganggu iklim pembelajaran.

B. Rekomendasi

Hasil penelitian dan analisis temuan di lapangan, maka berikut dikemukakan beberapa rekomendasi untuk kepentingan dan kemajuan di masa yang akan datang yaitu:

1. Guru

(36)

lokal. Berbagai hal yang sukar dipecahkan ada baiknya dibahas dengan guru-guru dari sekolah/madrasah lain atau satu gugus di pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Pemanfaatan MGMP dan KKM dapat dijadikan ajang sharing sehingga aspek-aspek yang memerlukan pemahaman lebih mendalam dapat dikaji melalui kegiatan ini. Dengan demikian, melalui pertemuan MGMP tersebut kendala atau kesulitan dihadapi oleh guru dalam pengembangan kurikulum muatan lokal dapat diatasi dan dicarikan solusinya. 2. Kepala Madrasah

Upaya untuk mengatasi kelemahan pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ, baik pengembangan need assessment, silabus dan RPP, pengembangan tujuan, materi, metode, media, dan sistim evaluasi, serta implementasinya di lapangan, maka Kepala Madrasah sebagai supervisor pendidikan perlu meningkatkan kualitas pribadi dengan belajar teori pengembangan kurikulum dan memberikan bimbingan pembinaan dan pengawasan kepada guru, baik secara pribadi maupun kelompok, karena Kepala Madrasah sebagai atasan dapat mendorong guru untuk memperbaiki kualitas pengembangan kurikulum pada seluruh mata pelajaran.

3. Pengawas

(37)

4. Kementrian Agama

Hasil penelitian tentang pengembangan kurikulum muatan lokal BTQ yang dirasakan belum maksimal sebagai akibat pemahaman Kepala Madrasah dan guru terhadap teori pengembangan kurikulum masih rendah, dapat dijadikan informasi berharga bagi pihak Kementrian Agama baik Kabupaten/Kota, Provinsi atau pusat untuk mengambil kebijakan misalnya dengan mengadakan evaluasi pada setiap jenjang pendidikan secara efektif sehingga berbagai kelemahan dan kekurangan dapat segera diatasi.

5. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Lembaga pendidikan yang berperan mempersiapkan guru-guru diharapkan mampu melahirkan calon-calon guru yang handal, termasuk mempersiapkan guru yang mempunyai kemampuan mengajarkan berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah/madrasah yang tidak hanya dibekali pengetahuan akademik bersifat teoritis, tetapi juga dibekali dengan kemampuan dalam mengembangkan kurikulum.

6. Peneliti Selanjutnya

(38)

penelitian evaluatif pada bidang kajian lain atau pada subjek dengan tingkat pendidikan yang berbeda.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Ashfahani, Al-Raghib. (1992). Mufradat Alfazh Qur’an. Damsyiq: Dar al-Qalam.

Beauchamp, George, A. (1975). Curriculum Teory. Wilmette, Illionois: The KAGG Press.

Bllom, S, Benjamin. (1956). Taxonomy of Educational Objective. New York: David McKay Company.

Brady, Laurie. (1992). Curiiculum development. New York. Prentice Hall.

Cham, M, Sham & Sam, T, Tuti. (2010). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers.

Dakir. (2004). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. (1994). Metode-metode mengajar al-Qur'an di sekolah-sekolah.

Donffer, Von, Ahmad. (1988). Ulum al-Qur’an; An Introduction on the Science of the Quran diterjemahkan oleh Ahmad Nasir Budiman dengan judul, Ilmu al-Qur’an; Pengenalan Dasar. Jakarta: Rajawali.

Departemen Agama RI. (1992). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an.

Departemen Agama RI. (1983). Tentang Pedoman Pengajaran al-Qur’an.

Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang : YA3.

(40)

Hasan, S. H. (2007). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Inovasi Kurikulum Jurnal Hipkin. September 2007. Thn. 2. Vol.1 Nomor 1.

Huberman A. Michael & Miles B. Matthew (1992). Analisis Data Kualitatif. Alih Bahasa (terjemahan) oleh Tjetjep R. Rohidi. Jakarta: UI-Press.

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Idi Abdullah. (2007). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Jasad, Usman, dkk. (2005). Membumikan Al-Qur'an di Bulukumba; Analisis Respon Masyarakat terhadap Perda N0. 6 Tahun 2003 tentang Pandai Baca Al-Qur'an bagi Siswa dan Calon Pengantin di Bulukumba. Makassar: Berkah Utami.

Kamarga, H. (1994). Konsep IPS dalam Kurikulum Sekolah Dasar dan Implementasi di Sekolah. Tesis Magister pada PPS PK UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Khaeruddin. (2000). Metode Baca Tulis Al-Qur'an. Makassar: al-Ahkam.

Larudi. (2008). Relevansi Kurikulum Muatan Lokal dengan Potensi dan Kebutuhan Daerah. Tesis pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nasir. (2003). Kinerja Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum Muatan Lokal pada SLTP Negeri Kabupaten Majalengka. Tesis pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Miller & Seller. (1985). Curriculum Persepectives and Practice. New York & London: Longman.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan suatu panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

(41)

Moleang J. Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

McMillan H.James. (2008). Educational Research Fundamentals for the Consumer . USA: Pearson Education.

Oliva, Peter, F. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins Publisher.

Ondeng, Syarifuddin. (2005). Panduan Pengenalan Baca Tulis Al-Qur'an Ujungpandang: Berkah Utami.

Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone Nomor 11 Tahun 2009 tentang pemberantasan buta aksara al-Qur’an. [Online]. Tersedia: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2009/bone11-2009.pdf.

Pusat Kurikulum. (2006). Panduan Model Pengembangan Mata PelajaranMuatan Lokal. Jakarta : Pusat Kurikulum, Balitbang Bepdiknas.

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Australia: Allen & Unwin.

Qaththan, Manna’. (1973). Mabahits fi ‘Ulum Qur’an. Bairut: Dar al-Mansyurat al-Hadits.

Rasyid, Ryaas M. (2005). Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya, dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah; Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta : LIPI Press.

Rumli (2004) Tesis : Pengembangan Kurikulum Muatan lokal Sekolah Dasar di Pemerintahan Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. Tesis pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

(42)

Sanjaya Wina. (2008), Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media.

---. (2006), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Shabuni, Syekh Muhammad Ali. (1988). al-Tibyān fī ‘Ulūm al-Qur’an.

dialihbahasakan oleh Muhammad Qadirun Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Amani.

al-Shalih, Shubhi. (t.th). Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an. Jakarta: Dinamika Berkah Utama.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

---. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Rosda Karya.

Surbakti Ramlan. (2000). Politik Desentralisasi dan Demokratisasi. Jakarta : IIP.

al-Suyuti, Jalal al-Din. (1998). Al-Itqan Fiy ‘Ulum al-Qur’an, juz I. Makkah Mukarramah: Maktabah Nizar Musthafa Bazi al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su‘udiyyah.

Tilar, H.A.R. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Penyusun Yayasan Bimantara. (1997). Ensiklopedi Al-Qur’an. Jakarta: Yayasan Bimnatara.

Gambar

Gambar 1.1: Rumusan Masalah Penelitian
Gambar 1.3: Analisis data model interaktif

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran menulis, salah satunya dalam penelitian sebelumnya metode STAD digunakan dalam jurnal berjudul “Penerapan Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada

Gambar 4 Pengaruh ion logam pada protease dari bakteri tumbuhan rawa.. Hasil analisis zimogram menunjukkan protease asal isolat T1P4 memiliki berat molekul 151 kD, asal

Menurut wakil kepala (Wakil Kurikulum) sekolah ialah siswa dapat meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an dengan demikian siswa tersebut bisa membaca al-Qur’an

Dari uraian yang peneliti kemukakan, maka yang dimaksud dengan Implementasi Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an dengan Metode Yanbu‟a di Taman Pendidikan Al-Qur‟an

Puskesmas memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan dan pengobatan kepada pasien baik pasien rawat inap, pasien rawat jalan maupun pasien gawat darurat.

Pejabat dan/atau pegawai yang pada waktu penempatan tugasnya pada unit kerja Eselon II pada Kantor Pusat atau kantor vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tidak atau

Dari hasil analisis yang dilakukan, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu: secara garis besar manajemen risiko pada PTNL sudah berjalan dengan baik,

Konseling behavioral dengan teknik model simbolis akan membantu peserta didik untuk mengembangkan konsep diri menjadi lebih positif dengan mengamati model yang ditampilkan