DAFTAR ISI
BAB II PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI... 14
A. Konsep Pendidikan Karakter………... 14
B. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini………..... 35
C. Konsep Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini... 44
D. Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Umum………... 57
E. Penelitian Terdahulu………..... 59
BAB III METODE PENELITIAN………... 62
A. Definisi Operasional………... 62
B. Pendekatan Penelitian………... 63
C. Teknik Pengumpulan Data......………... 72
D. Analisis dan Interpretasi Data... 76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 80
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian……… 80
B. Deskripsi Hasil Penelitian………... 82
1. Model Rujukan Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 82
2. Implementasi Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 88
3. Hasil Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 105
4. Kendala dan Solusi... 107
C. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 109
1. Model Rujukan Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 109
2. Implementasi Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 111
3. Hasil Pendidikan Karakter di TKA Al-Mukhlisin... 119
4. Kendala dan Solusi... 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 121
A. Kesimpulan……...………. 121
B. Saran...………. 122
DAFTAR PUSTAKA……… 124
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cita-cita pendidikan nasional sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) hingga sekarang, nuansa nilai-moral, akhlak atau karakter
senantiasa melekat dan menjadi bagian integral dari pendidikan nasional.
Meskipun pendidikan tersebut memiliki istilah yang berbeda namun memiliki
esensi yang sama yakni membina sikap dan perilaku dan ternyata pada setiap
rumusan tujuan pendidikan nasional esensi tersebut selalu ada.
Seperti dalam rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh BP KNIP
tanggal 29 Desember 1945 bahwa pendidikan dan pengajaran harus membimbing
murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab,
kemudian Kementerian PPK merumuskan “… mendidik warga negara yang sejati
yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat”
(Hakam, 2010 : 1). Demikian pula Undang-undang (UU) No, 4 tahun 1950 Bab II
Pasal 3 jo. UU No. 12 Tahun 1954 menegaskan tujuan pendidikan dan pengajaran
ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Undang-undang No. 12 tahun 1945 yang dilengkapi dengan keputusan Presiden RI No 145
tahun 1965 mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah melahirkan
pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Sesuai dengan hakekat pembangunan yang menekankan kepada
“Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”.
Kemudian dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) merumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Sumantri, 2010: 2-3)
Tujuan pendidikan nasional terakhir diungkapkan dalam UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bab II pasal 3 yang
menyatakan:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, serta berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Rumusan dasar, fungsi,dan tujuan pendidikan nasional seperti tergambar di
atas dari tahun ke tahun tampak nyata bahwa pendidikan nasional yang utama dan
dominan adalah pendidikan karakter. Dari tujuan pendidikan nasional tampak
jelas bahwa yang melandasi pelaksanaan sistem pendidikan nasional adalah jiwa
tersirat di dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Dari sini dapat
dipahami bahwa jiwa atau roh pendidikan nasional itu sesungguhnya adalah
pembentukan karakter atau kepribadian bangsa yang berakar pada nilai-nilai
agama, nilai-nilai luhur kebudayaan nasional, nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam pertumbuhan dan perkembangan jaman.
Selain tujuan pendidikan nasional yang secara historis konstitusional
senantiasa memiliki prinsip-prinsip nilai-moral, ada sejumlah mata pelajaran yang
secara khusus mengemban misi tersebut antara lain Pendidikan Agama dan Budi
Pekerti, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Pancasila. Secara historis
kurikulum, Winataputra (Hakam, 2010: 3) mengidentifikasi perubahan-perubahan
nama mata pelajaran pada setiap kurikulum yaitu; mata pelajaran Civics
(Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi
sejarah, ilmu bumi dan kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan
Kewargaan Negara, yang merupakan perpaduan ilmu bumi, sejarah Indonesia, dan
civics (Kurikulum 1968/1969); Pendidikan Kewargaan Negara, Civics & Hukum
(1973); Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn (Kurikulum
1994), serta Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn (Kurikulum 2006/ Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP)
Secara teoritis, hadirnya perundang-undangan sistem pendidikan nasional
dan mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki misi membangun karakter,
akhlaq atau nilai-moral, seharusnya berpengaruh terhadap moral masyarakat
sumber-sumber normatif konstitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik,
ideologis dan religiusitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sampai dengan saat ini. Dalam media cetak, telivisi dan jaringan
internet kita menyaksikan kondisi paradoksal antara nilai dan fakta, seperti tindak
kekerasan, pelanggaran lalulintas, kebohongan publik kasus narkoba yang
semakin subur, pertikaian bersenjata antar kelompok massa, kekerasan terhadap
anak dan perempuan, pornografi dan pornoaksi yang makin vulgar ditunjukkan
oleh kalangan muda hingga elit politik. Di samping itu hubungan sek bebas yang
makin menjangkiti kalangan generasi muda, siswa dan mahasiswa, tindakan
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di mana-mana, serta kasus mafia hukum,
peradilan, dan mafia pajak. Munculnya gerakan terorisme oleh salah satu
kelompok masyarakat Indonesia sendiri, tidak kalah hebohnya kasus money
politics dalam pilkada dan pemilu legislatif, pencemaran dan kehancuran
lingkungan ekologis. Pamer kekayaan yang makin tajam oleh kelompok kaya
terhadap kelompok miskin, kasus penggusuran kelompok miskin di kota-kota
besar. Semua fenomena tersebut mengindikasikan belum berhasilnya pendidikan
nilai-moral secara memuaskan baik dipersekolahan maupun di luar persekolahan.
Data hasil survey KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tahun 2010,
sebanyak 32 % remaja usia 14 – 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah
berhubungan seks. Kota-kota besar yang dimaksud tersebut antara lain Jakarta,
Surabaya, dan Bandung. Data survei KPAI mengemukakan bahwa salah satu
pemicu utama dari perilaku remaja tersebut adalah muatan pornografi yang
21,2% remaja putri di Indonesia pernah melakukan aborsi. Selebihnya, separuh
remaja wanita mengaku pernah bercumbu ataupun melakukan oral seks. Survei
yang dilakukan KPAI tersebut juga menyebutkan, 97% perilaku seks remaja
diilhami pornografi di internet.
(http://syiahali.wordpress.com/revolusi-seks-bebas-di-indonesia-yang-coba-digagalkan-syiah/diakses tanggal 22 November
2011).
Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010
menunjukkan, 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah,
artinya dari 100 remaja, 51 orang sudah tidak perawan. Hasil lain dari survey
Komnas Perempuan tahun ini, siswa SMP dan SMU ternyata 93,7 persen pernah
melakukan ciuman. 21.2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97
persen remaja SMP dan SMU pernah melihat film porno. Kepala BKKBN Sugiri
Syarif ketika memperingati Hari AIDS sedunia 2010 juga menuturkan beberapa
wilayah di Indonesia, seks pra nikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya
saja di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47%, dan 52% di Medan. Data
Kemenkes pada akhir Juni 2010 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus
HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48.1 persen dan
usia 30-39 tahun sebanyak 30.9 persen.
(http://heniputra.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html/ diakses 22 November 2011).
Penelitian di 5 SMK-IT Bogor (GMSK-IPB) dalam Megawangi (2003)
menunjukkan hasil yang mengejutkan, yaitu: 30,3% dari responden terlibat
film porno (blue film), pernah melakukan hubungan seks, 81% sering
membohongi orang tua, 25% menjadi anggota geng motor.
Data tentang korupsi, dari hasil riset yang dilakukan dalam Transparancy
Internasional Corruption Perceptions Index 2009, masih menempatkan Indonesia
pada peringkat yang sangat memprihatinkan. Tindak penyalahgunaan narkotika
dijelaskan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2009 tercatat adanya
3,6 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan 41 persen di antara mereka pertama
kali mencoba narkoba di usia 16-18 tahun, yakni usia remaja SMP-SMU
(Republika online, 26/6/2009).
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat
galau terhadap kondisi yang dialami Bangsa Indonesia dalam hal moral, etika, dan
akhlak bangsa. Pernyataannya hampir berturut-turut disampaikan dalam tiga
kesempatan, seperti ketika menghadiri acara peringatan Isra Mikraj pada 9 Juli
2010, acara Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2010, dan terakhir Pembukaan
Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia pada 25 Juli 2010. SBY
mensinyalemen bahwa kondisi akhlak bangsa sudah sampai pada tingkat yang
mengkhawatirkan. Bahkan, dengan tegas, SBY menyatakan bahwa kondisi akhlak
bangsa ini sudah mencapai tingkat tragedi yang mengerikan. Karena itu, SBY
dalam kesempatan berbicara di hadapan para ulama pada acara Munas VIII dan
Milad ke-35 Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpidato dengan judul “Saatnya
Indonesia Bangkitkan Kembali Peradaban Islam” yang meliputi tiga hal penting.
Pertama, kebangkitan kembali peradaban Islam di Indonesia terkait dengan arah
yang berupa perilaku yang sangat menyimpang dan menodai nilai-nilai agama
serta kesusilaan yang dikaitkan dengan penyebab utama. Ketiga, masalah
kebebasan dan hak yang tanpa batas. Kegalauan SBY memang cukup beralasan.
Pasalnya, potret bangsa ini setelah memasuki era reformasi menunjukkan tingkah
laku yang jauh menyimpang dari nilai-nilai moral, kesusilaan, dan keagamaan.
Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan
tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengambil inisiatif untuk
memprioritaskan pembangunan karakter bangsa melalui Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 dengan tema membangun generasi
Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. Dalam Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa (2010: 4) Pembangunan karakter bangsa bertujuan
untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu
mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan karakter sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan sistem
pendidikan nasional harus dikembangkan dan dilaksanakan secara sistemik dan
holistik dalam tiga pilar nasional pendidikan karakter, yakni satuan pendidikan
(sekolah, perguruan tinggi, satuan/program pendidikan nonformal), keluarga
(keluarga inti, keluarga luas, keluarga orang tua tunggal), dan masyarakat
Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari Taman
Kanak-kanak, karena masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi
perkembangan individu dimana pada fase ini terjadinya peluang yang sangat besar
untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel,
(Kemendiknas, 2010: 5) jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman”
yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan
berkembang secara wajar. Dengan menggunakan istilah lain Lickona (1994; 13)
mengemukakan: “A Child is the only known substance from which a responsible
adult can be made” “Seorang anak adalah satu-satunya “bahan bangunan” yang
diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab”. Artinya
bahwa, rentang usia dini merupakan saat yang tepat dalam mengembangkan
seluruh potensi dan kecerdasan yang dimiliki anak. Agar hal tersebut tercapai
diperlukan sistem pendidikan dini holistik yang menyentuh seluruh domain
(kognitif, afektif dan psikomotor) anak.
Sistem pendidikan dini yang ada saat ini terlalu berorientasi pada
pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan
otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Sebagaimana diungkapkan oleh seorang
konsultan pendidikan anak usia dini dari Bank Dunia Karin Villien
(Kemendiknas, 2010: 4) bahwa kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih
bersifat akademik dimana anak-anak lebih banyak duduk di bangku seperti di
sekolah dasar. Menurutnya, jarang sekali anak diberi kesempatan bereksplorasi
dan melakukan sendiri apa yang diminati. “Banyak guru yang kurang memberikan
guru kurang memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan
perasaannya dan menemukan pemecahan masalah sendiri”.
Rendahnya kesempatan yang dimiliki anak untuk mengalami, menemukan,
membangun sendiri dan mencoba menyelesaikan suatu persoalan yang ditemukan
anak dari lingkungannya membuat anak tidak berkembang sesuai dengan
kapasitas kemampuannya. Ditambah lagi dengan berbagai tuntutan yang harus
dipenuhi anak selama proses pembelajaran berlangsung akan semakin
“memasung” kemampuan anak. Padahal masa TK merupakan masa keemasan dan
yang akan mempengaruhi masa-masa berikutnya. Untuk memenuhi harapan
tersebut maka diperlukan model pendidikan karakter yang dapat mengembangkan
seluruh potensi (kognitif, afektif, dan psikomotor) anak serta menanamkan dan
membiasakan nilai-nilai karakter sejak usia dini.
Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa TKA Al-Mukhlisin di Cibodas
Lembang telah melaksanakan pendidikan holistik berbasis karakter pada
siswa-siswanya, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang
model rujukan, metode, hasil, dan kendala serta solusi pendidikan karakter dengan
judul “Implementasi Pendidikan Karakter pada anak usia dini’’.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan pemaparan di atas, maka penulis merumuskan
karakter pada anak usia dini di TK Al-Mukhlisin Cibodas Lembang?”
Rumusan masalah ini, dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan berikut ini:
1) Model Pendidikan Karakter seperti apa yang dijadikan rujukan oleh TKA
Al-Mukhlisin dalam mengimplementasikan pendidikan karakter?
a) Tujuan model pendidikan karakter
b) Nilai-nilai Karakter
2) Bagaimana implementasi model pendidikan karakter pada anak usia dini di
TKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang?
a) Perencanaan
b) Metode
c) Kegiatan Pembelajaran
d) Teknik Evaluasi
e) Hasil Pendidikan Karakter
3) Bagaimana hasil pendidikan karakter di TKA Al-Mukhlisin Cibodas
Lembang?
4) Bagaimana kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter di TKA Al-Mukhlisin?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk memperoleh gambaran tentang model pendidikan karakter yang
menjadi rujukan di TK Al-Mukhlisin.
a) Tujuan model pendidikan karakter
2) Untuk memperoleh gambaran tentang implementasi pendidikan karakter
pada anak usia dini di TKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang.
a) Perencanaan pendidikan karakter
b) Langkah-langkah Implementasi pendidikan karakter
c) Metode Pendidikan Karakter
d) Teknik Evaluasi
e) Hasil Pendidikan Karakter
3) Untuk memperoleh gambaran tentang hasil pendidikan karakter di TKA
Al-Mukhlisin Cibodas Lembang.
4) Untuk memperoleh gambaran tentang kendala dan solusi dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter di TKA Al-Mukhlisin.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap informasi yang bermanfaat
melalui pengkajian konseptual maupun temuan-temuan otentik di lapangan,
sehingga dapat mengembangkan bahan-bahan pemikiran yang bermanfaat baik
untuk keperluan teoritis (ilmiah), maupun untuk keperluan praktis guna lebih
memahami persoalan-persoalan dalam menginternalisasikan pendidikan karakter.
Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Secara teoretis: berguna bagi peningkatan kualitas pendidikan dalam
membentuk karakter siswa melalui pendidikan karakter di Taman
Kanak-kanak.
a. dapat memberi masukan kepada guru di sekolah yang diteliti tentang
kelebihan dan kekurangan pembelajaran yang telah dilakukan khususnya
mengenai pendidikan karakter kepada peserta didik.
b. memberi masukan pada sekolah yang bersangkutan dalam meningkatkan
mutu pendidikan karakter yang hendak dicapai, sehingga dapat dijadikan
contoh bagi sekolah lain untuk melaksanakan pendidikan karakter seperti
di sekolah yang penulis teliti.
c. hasil penelitian dapat dijadikan masukan kepada dinas pendidikan dalam
mengembangkan pendidikan karakter kepada siswa sehingga pendidikan
karakter dapat diterapkan di setiap jenjang pendidikan terutama
pendidikan anak usia dini.
d. bagi peneliti dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
keilmuan khususnya dalam hal pendidikan karakter serta dapat mengetahui
upaya yang harus dilakukan dalam membina moral siswa, khususnya
siswa di tingkat pendidikan anak usia dini.
E. Struktur Organisasi
Bab pertama pada penelitian ini diawali dari latar belakang masalah yaitu
adanya distorsi antara konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam
sumber-sumber normatif konstitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik,
ideologis dan religiusitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, seperti pergaulan bebas dikalangan remaja, narkoba, gang motor,
perilaku korupsi dikalangan elit politik, tawuran antar pelajar. Hal ini terjadi
pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan
otak kanan (afektif, empati, dan rasa), dan pengembangan karakter merupakan
optimalisasi fungsi otak kanan yang harus dimulai dari anak usia dini. Oleh
karena itu diperlukan sebuah model pendidikan karakter dan implementasinya.
Keberadaan TKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang diketahui telah
mengadopsi dan mengimplementasikan model pendidikan holistik berbasis
karakter sehingga hal ini perlu dikaji keberadaan dan keberhasilannya melalui
sebuah penelitian dengan menyusun rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian. Bab dua merupakan kajian pustaka yang berisi berbagai teori dari
beberapa pakar tentang karakter, pendidikan karakter, pendekatan dan metode
pendidikan karakter, karakteristik anak usia dini, model pembelajaran anak usia
dini, pendidikan karakter pada anak usia dini, Pendidikan karakter dalam
pendidikan umum. Teori-teori tersebut akan menjadi “pisau” analisis dalam
pembahasan di bab IV.
Pada bab tiga, penulis menjelaskan metode penelitian yang digunakan,
sumber dan jenis data, instrumen penelitian, sampling, sampai pada teknik
pengumpualn data, validitas dan reliabilitas. Melalui metode penelitian inilah
penulis dapat mendesain sebuah penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan
penelitian dapat tercapai. Sedangkan bab empat berisi hasil penelitian dan
pembahasan yang merupakan jawaban atas pertanyaan pada rumusan masalah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemaknaan beberapa
istilah yang termuat dalam judul tesis ini, maka perlu dibuat istilah berupa definisi
operasional sebagai berikut: Implementasi Pendidikan Karakter pada Anak Usia
Dini
1. Implementasi adalah pelaksanaan yang didahului oleh pemahaman akan
sesuatu. W. James Popham dan Eva L. Bakr (Sayakti, 2003: 11)
menjelaskan bahwa implementasi mencakup digunakannya abstraksi
dalam situasi yang khusus dan konkrit. Abstraksi yang diterapkan dapat
berbentuk prosedur, gagasan umum atau metode yang digeneralisasikan,
dapat juga berupa ide, prinsip, atau teori yang harus dilaksanakan. Jadi
implementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana
pelaksanaan atau penerapan konsep pendidikan karakter pada anak usia
dini di TKA Al-Mukhlisin.
2. Pendidikan Karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekannya
dalam kehidupan sehari-hari,sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai yang perlu
ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai universal yang mana
3. Anak Usia Dini (AUD) menurut Dirjen PLS (2004: 9) adalah kelompok
manusia yang berusia 0-6 tahun yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik atau memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),
sosioemosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi
yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
sedang diatur oleh anak tersebut.
B. Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif atau disebut juga dengan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2011 : 6)
Pendekatan ini dipilih karena peneliti menganggap sangat cocok
dengan fokus masalah yang diambil yaitu mengenai implementasi
pendidikan karakter pada anak usia dini. Karakter merupakan aspek yang
berhubungan dengan afektif, hal ini mengandung arti bahwa karakter
menyangkut sesuatu yang berhubungan dengan hati/jiwa dan hal ini bersifat
penulis menganggap karakteristiknya sangat cocok dengan masalah yang
menjadi fokus penelitian. Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009:104-107)
mengungkapkan bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif yaitu
sebagai berikut:
1) Latar Ilmiah: suatu obyek mesti dilihat dalam konteksnya yang
alamiah, dan pemisahan anasir-anasirnya akan mengurangi derajat
keutuhan dan makna kesatuan obyek itu, sebab makna obyek itu tidak
identik dengan jumlah keseluruhan bagian-bagian tadi.
2) Manusia sebagai instrumen: peneliti adalah pengumpul sumber data
yang utama, selain manusia tidak dapat menjadi instrumen karena
tidak akan mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan realitas
yang sesungguhnya. Hanya manusialah yang mampu melakukan
interaksi dengan instrumen atau subyek penelitian tersebut.
3) Pemanfaatan pengetahuan non-proposisional: peneliti naturalistic
melegitimasi penggunaan intuisi, perasaan, filsafat, dan pengetahuan
lain yang tak terbahasakan (tacit knowledge) selain pengetahuan
proposisional (propositional knowlarge) karena pengetahuan jenis
pertama banyak dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti
dan responden. Pengetahuan itu juga banyak diperoleh dari responden
terutama sewaktu peneliti mengintip nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap
yang tersembunyi (tak terbahasakan) pada responden.
4) Metode-metode kualitatif: Metode kualitatif lebih mudah
5) Sampel purposif: Pemilihan sampel secara purposif atau teoretis
disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang
dicari demi mendapatkan realitas yang beragam, sehingga segala
temuan akan terlandaskan secara lebih mantap karena prosesnya
melibatkan kondisi dan nilai lokal yang semuanya mempengaruhi.
6) Analisis data secara induktif: Metode induktif dipilih ketimbang
metode deduktif karena metode ini lebih memungkinkan peneliti
mengidentifikasi realitas yang beragam di lapangan, membuat interaksi
antara peneliti dan responden lebih eksplisit, nampak, dan mudah
dilakukan.
7) Teori dilandaskan pada data di lapangan: Para peneliti naturalistis
mencari teori yang muncul dari data. Mereka tidak berangkat dari teori
apriori karena teori ini tidak akan mampu menjelaskan berbagai
temuan (realitas dan nilai) yang bakal dihadapi.
8) Desain penelitian mencuat secara alamiah: Para peneliti memilih
desain penelitian muncul, mencuat, mengalir secara bertahap, bukan
dibangun di awal penelitian. Desain yang muncul justru merupakan
akibat dari fungsi interaksi antara peneliti dan responden; dan ini
memang tidak dapat diprediksi di awal penelitian.
9) Hasil penelitian berdasarkan negosiasi: Para peneliti naturalistis ingin
melakukan negosiasi dengan responden untuk memahami makna dan
Kemudian para peneliti melakukan rekonstruksi terhadap konstruksi
responden ihwal realitas.
10) Cara pelaporan kasus: Gaya pelaporan kasus lebih mudah
diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi
para peneliti, dan mudah diadaptasikan untuk menjelaskan hubungan
antara peneliti dan responden. Dengan gaya pelaporan ini peneliti
dengan mudah dapat memposisikan peneliti, teori yang
dianut,paradigma metodologi, dan nilai-nilai kontekstual di seputar
realitas yang ditelaah.
11) Interpretasi idiografik: Data yang terkumpul termasuk kesimpulannya
akan diberi tafsir secara idiografik yaitu secara kasus, khusus, dan
kontekstual – tidak secara nomotetis, yakni berdasarkan hukum-hukum
generalisasi. Karena Interpretasi yang bermakna adalah interpretasi
berdasarkan realitas dan nilai-nilai lokal dan kontekstual.
12) Aplikasi tentatif: Peneliti naturalistis kurang berminat (ragu-ragu)
untuk membuat klaim-klaim aplikasi besar dari temuannya karena
realitas yang dihadapinya bermacam-macam. Setiap temuan adalah
hasil interaksi peneliti dengan responden dengan memperhatikan
nilai-nilai dan kekhususan lokal, jadi memang sulit untuk ditarik
generalisasi.
13) Batas penelitian ditentukan fokus: Ranah teritorial penelitian kualitatif
sangat ditentukan oleh fokus penelitian yang memungkinkan interaksi
14) Keterpercayaan dengan kriteria khusus: Istilah-istilah seperti internal
validity, external validity, reliablity, dan objectivity kedengaran asing
bagi para peneliti naturalistic,karena memang bertentangan dengan
aksioma-aksioma anturalistik. Istilah-istilah tersebut dalam penelitian
naturalsitis diganti dengan credibility, transferability, dependability,
dan confirmability.
Moleong (2011: 8-11) mengemukakan 11 ciri-ciri penelitian
kualitatif yaitu: 1) Latar alamiah; 2) Manusia sebagai alat instrumen; 3)
Metode kualitatif; 4) Analisis data secara induktif; 5) Teori dari dasar
(grounded theory); 6) Deskriptif; 7) Lebih mementingkan proses daripada
hasil 8) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus; 9) Adanya kriteria
khusus untuk keabsahan data; 10) Desain yang bersifat sementara; 11)
Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Sedangkan metode yang diambil dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik dengan variasi studi kasus. Metode deskriptif analitik
yaitu suatu metode yang menggambarkan keadaan yang sedang
berlangsung pada saat penelitian dilakukan, berdasarkan fakta yang ada.
Menurut Surahmat (1998:131) mengungkapkan bahwa pelaksanaan metode
deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada kegiatan pengumpulan data
saja, tetapi juga sampai pada upaya analisis dan interpretasi data,
pengambilan secara induktif atau membandingkan berdasarkan atas aspek
penelitian, sebagaimana pendapat Arikunto (1998: 245) pada umumnya
penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam
langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik karena
bertujuan untuk menggambarkan implementasi pendidikan karakter pada
anak usia dini dari mulai perencanaan, proses, penataan lingkungan sampai
pada hasil pendidikan, kemudian dianalisis sehingga menemukan jawaban
dari rumusan masalah yang disusun sebelumnya.
Adapun studi kasus (case study) merupakan metode untuk
menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan suatu kasus. Studi
kasus merupakan suatu penelitian yang dilakukan terhadap suatu kesatuan
sistem yaitu berupa program, kegiatan, peristiwa, atau kelompok individu
yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Nasution (1998: 27)
berpendapat bahwa studi kasus merupakan bentuk penelitian yang
mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di
dalamnya. Studi kasus dapat dilakukan terhadap seseorang, sekelompok
orang, segolongan manusia, lingkungan hidup manusia, lembaga sosial dan
suatu peristiwa. Kekhasan dari studi kasus adalah meneliti suatu obyek
yang terbatas, sehingga dalam praktiknya studi kasus meneliti obyek yang
spesifik dari suatu topik secara mendalam. Seperti yang diungkapkan
Arikunto (1998: 131) bahwa ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian
kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi
penelitian yang menggunakan studi kasus tidak dapat digeneralisasikan,
dengan kata lain hanya berlaku pada kasus yang diteliti saja.
Penelitian ini bermaksud meneliti program, proses kegiatan dan
berbagai peristiwa pada pendidikan karakter yang melibatkan sekelompok
orang yang ada di TKA Al-Mukhlisin (kepala sekolah, guru, siswa dan
orang tua) sehingga studi kasus menjadi metode yang tepat untuk
digunakan pada penelitian ini.
2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan
tindakan yang dilakukan oleh warga TK-Almukhlisin Cibodas Lembang
yang menjadi subyek penelitian ini. Selain itu data tambahan juga
diperlukan seperti dokumen resmi (KTSP, Silabus, RPP, Agenda kelas)
buku sumber, profile sekolah. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan
Moleong (2011: 157-158) bahwa sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen, sumber data tertulis lainnya, foto dan statistik.
Berdasarkan hal tersebut peneliti membagi sumber data ke dalam dua
jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek
penelitian yaitu warga sekolah yang terdiri atas kepala sekolah, guru, dan
siswa. Sedangkan data sekunder di peroleh dari berbagai dokumen resmi
maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan
Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibedakan
ke dalam lima hal, yaitu pertama data tentang tujuan yang ingin dicapai
guru dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Kedua, data
tentang materi yang diberikan guru dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter, ketiga data tentang metode yang digunakan guru
dalam mengimplementasikan pendidikan karakter keempat data tentang
hasil implementasi karakter pada diri siswa dan kelima bentuk dan sistem
evaluasi yang dilakukan guru dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter.
3. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen penelitian dan sumber utama
pengumpul data adalah peneliti itu sendiri, maksudnya peneliti secara
langsung mengamati dan menganalisis proses implementasi pendidikan
karakter di TK Al-Mukhlisin Cibodas Lembang. Namun demikian peneliti
tidak hanya mengamati akan tetapi menginterpretasi dan menganalisa
berbagai temuan dan menyimpulkan peristiwa sehingga dapat digali
maknanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (2011:121) bahwa
manusia sebagai instrumen memiliki kelebihan antara lain:
1) Peneliti akan bersikap responsif terhadap lingkungan dan terhadap
pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan.
2) Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi lapangan
3) Mampu melihat persoalan secara utuh sesuai dengan suasana, keadaan
dan perasaan.
4) Mampu memproses data dengan cepat setelah diperolehnya,
menyusunnya kembali, merubah hipotesis, sewaktu berada di lapangan,
dan mengetes hipotesis tersebut pada responden.
4. Sampling
Teknik sampling pada penelitian kualitatif bertujuan untuk
menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai sumber data dan
untuk merinci kekhususan yang ada dalam pelbagai informasi. Oleh karena
itu dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel
bertujuan (purposive sample).
Moleong (2011: 224-225) mengungkapkan ciri-ciri sampel bertujuan
(purposive sample) sebagai berikut:
1) Rancangan sampel yang muncul: Sampel tidak dapat ditentukan atau
ditarik terlebih dahulu.
2) Pemilihan sampel secara berurutan: Tujuan memperoleh variasi
sebanyak-sebanyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan
sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah dianalisis.
3) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: makin banyak informasi yang
didapatkan dan makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel
4) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: jika sudah mulai
terjadi pengulangan informasi,maka penarikan sampel sudah harus
dihentikan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti dalam melakukan pengumpulan data di lapangan dengan
menggunakan beberapa teknik, di antaranya teknik observasi, wawancara,
dokumentasi dan studi pustaka.
1. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik penelitian yang sangat tepat dilakukan
dalam penelitian kualitatif. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui
observasi adalah adanya pengalaman yang mendalam, di mana peneliti
berhubungan secara langsung dengan subyek penelitian. Alwasilah
(2009:2011) mengungkapkan observasi penelitian adalah pengamatan
sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol
validitas dan reliabilitasnya. Lebih lanjut Alwasilah (2009: 154-155)
menjelaskan bahwa teknik observasi memungkinkan peneliti menarik
kesimpulan (inferensi) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian,
peristiwa, atau proses yang diamati. Lewat observasi peneliti akan melihat
sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), dan sudut
pandang responden yang mungkin tidak terungkap lewat wawancara atau
suvei. Peneliti dapat melihat langsung bahkan berperan serta dalam batas
tertentu terhadap aktivitas yang dilakukan responden dalam hal ini kepala
Spradley (Alwasilah, 2009:218-219) mengajukan lima kriteria untuk
memilih fokus etnografi (observasi), yaitu:
1) Personal Interest (minat pribadi): Bagi peneliti pemula fokus yang
diobservasi bisa apa saja sesuai dengan minat pribadi. Bagaikan seorang
turis yang pertama kali menonton pagelaran wayang golek, akan banyak
hal yang baru dan menarik, namun ada satu hal yang menarik minatnya
yang akan menjadi fokus observasinya. Mungkin wayangnya, dalangnya,
sindenya atau bahkan penontonnya.
2) Sugesstio by informants (saran dari informan): setelah menginterviu
informan atau responden, peneliti sering kali mendapat petunjuk untuk
melakukan observasi agar dapat memperkaya data.
3) Theoretical Interest (minat teoretis): Setelah banyak membaca literatur
terkait (review of the literature) peneliti akan memiliki gambaran atau
kesimpulan ihwal penelitiannya.
4) Strategic Etnography (Etnografi Strategis): hal ini merujuk pada situasi
dimana fokus observasi diidentifikasi setelah peneliti terjun ke lapangan.
5) Organizing domain (Ranah Penghimpun): Dalam setiap kegiatan lazim
ada hal yang apabila difahami, akan memudahkan kegiatan secara
keseluruhan.
Secara intensif teknik observasi ini, digunakan untuk memperoleh data
mengenai kegiatan implementasi pendidikan karakter di TK al-Mukhlisin
upaya-interpersonal dengan masyarakat sekolah, maupun dalam bentuk ucapan dan
perbuatan yang mengandung unsur pendidikan karakter.
Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni
tidak menggunakan pedoman buku, berisi sebuah daftar yang mungkin
dilakukan oleh guru dan siswa, tetapi pengamatan dilakukan secara spontan,
dengan cara mengamati apa adanya pada saat guru melakukan upaya
pengimplementasian pendidikan karakter serta aktivitas siswa sebagai akibat
dari peran guru.
2. Teknik Wawancara
Dalam penelitian kualitatif sebagaimana sudah dipahami bahwa peneliti
adalah sekaligus sebagai instrumen, dengan demikian fasilitas yang
dimilikinya seperti sepasang mata, telinga, bibir dan kelisanannya merupakan
alat untuk berkomunikasi dan mendapatkan data yang diharapkan. Melalui
teknik wawancara peneliti dapat mengumpulkan informasi yang mendalam
(in-dept information) yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Bungin
(2007: 108) mengemukakan metode wawancara mendalam (in-dept interview)
adalah sama seperti metode wawancara lainnya,hanya peran pewawancara,
tujuan wawancara, peran informan, dan cara melakukan wawancara dilakukan
berkali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi
penelitian. Kondisi ini tidak dilakukan di wawancara pada umumnya. Lincoln
dan Guba (Alwasilah, 2009: 195) menyebut lima langkah penting dalam
melakukan wawancara, yaitu: 1) Menentukan siapa yang akan diinterviu; 2)
Mengatur kecepatan menginterviu dan mengupayakan agar tetap produktif,
dan 5) Mengakhiri interviu.
Untuk menghindari bias penelitian, peneliti tetap memiliki pedoman
wawancara yang disesuaikan dengan sumber data yang hendak digali.
Pedoman wawancara tersebut bersifat fleksibel, sewaktu-waktu dapat berubah
sesuai dengan perkembangan data yang terjadi di lapangan. Namun, tetap pada
fokus penelitian, yaitu implementasi pendidikan akhlak pada anak usia dini.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak
terungkap melalui wawancara dan bersifat dokumen, data tersebut berupa
photo, arsip-arsip sekolah, bulletin, perangkat pembelajaran , piagam dan lain
sebagainya. Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian,
menurut Guba dan Lincoln (Moleong, 2011: 217), karena alasan sebagai
berikut:
1) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil,
kaya dan mendorong.
2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian
3) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya
yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
4) Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
5) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
4. Teknik Studi Pustaka
Teknik studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan rujukan sebagai dasar
teori dan konsep dalam mengambil kesimpulan hasil penelitian sebagaimana
diungkapkan Hadisubroto (1982:28) bahwa studi pustaka dipergunakan untuk
mendapatkan teori-teori, konsep-konsep sebagai bahan pembanding, penguat
atau penolak terhadap temuan hasil penelitian untuk mengambil kesimpulan.
D. Analisis dan Interpretasi Data
Proses analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dimulai dengan
menelaah seluruh data yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil wawancara,
pengamatan, maupun dari studi dokumentasi yang sudah tertuang dalam catatan
lapangan untuk kepentingan pengembangan teori atau penemuan teori. Menurut
Moleong (2011: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain.
Pengolahan dan penganalisaan data dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami
maknanya yakni implementasi pendidikan karakter pada anak usia dini di TKA
Al-Mukhlisin. Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasi analisis data
kualitatif sebagaimana disarankan oleh Moleong (2011: 248) sebagai berikut:
1) Mencatat hasil temuan lapangan, dengan cara memberi kode agar sumber
2) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3) Memikirkan agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan
umum.
Setelah data dianalisis dan diinterpretasikan peneliti kemudian memadukan
data dengan teori-teori yang relevan dan konsepsi penulis tentang permasalahan
yang menjadi fokus penelitian yakni implementasi pendidikan karakter pada anak
usia dini diTKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang.
E. Tahapan-Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan tahapan-tahapan
penelitian kualitatif yang terdiri dari tahap pra lapangan, tahap pekerjaan
lapangan, dan tahap analisis data. sebagaimana diungkapkan Moleong (2011: 127)
sebagai berikut:
1. Tahap Pra-Lapangan. Tahap ini merupakan tahap pengenalan atau orientasi
terhadap lingkungan penelitian. Tahap ini terdiri dari 1) Menyusun rancangan
penelitian; 2) Memilih lapangan penelitian; 3) Mengurus perijinan; 4)
Menjajaki dan menilai lapangan; 5) Memilih dan memanfaatkan informan; 6)
Menyiapkan perlengkapan penelitian; 7) Persoalan etika penelitian.
Tahapan-tahapan ini menjadi landasan bagi peneliti dalam melakukan
penelitian, dimulai dari penyusunan proposal penelitian kemudian
dan mendapat pembimbing 1 dan 2, peneliti mengajukan perijinan penelitian
sebagai dasar untuk turun ke lapangan. Berbekal surat ijin penelitian, peneliti
melapor kepada kepala TKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang dan menjajaki
keadaan lapangan sekaligus memilih dan menetapkan informan yang
diperlukan serta mempersiapkan perlengkapan penelitian seperti kamera, tape
recorder dan lain-lain.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan: terdiri dari tiga bagian, yaitu 1) memahami latar
penelitian, dan persiapan diri, 2) memasuki lapangan, dan 3) berperanserta
sambil mengumpulkan data.
Pada tahap ini peneliti mulai melibatkan diri pada latar penelitian
(setting) dan membina hubungan baik secara formal maupun informal dengan
anggota sistem sosial bersangkutan. Dalam memahami latar penelitian,
peneliti menjalin hubungan baik dengan responden, mempelajari bahasa dan
karakteristik responden serta berperan serta sambil mengumpulkan data.
Adapun yang menjadi fokus pada tahap ini adalah ;
a. Menggali konsep pendidikan karakter yang menjadi landasan TKA
Al-Mukhlisin dalam mengimplementasikan pendidikan karakter.
b. Mengamati proses implementasi pendidikan karakter yang kembangkan
oleh pengelola TKA Al-Mukhlisin Cibodas Lembang
c. Mengamati perubahan perilaku yang terjadi pada diri siswa TKA
Al-Mukhlisin Cibodas Lembang.
3. Tahap Analisis Data. Tahap ini merupakan tahap terakhir di mana hasil-hasil
dokumentasi dituangkan dalam bentuk tulisan berupa catatan lapangan
kemudian di analisis dan diinterpretasikan sebagaimana diungkap pada poin D
tentang analisis dan interpretasi data di atas.
E. Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Agar nilai kebenaran secara ilmiah dapat teruji serta memiliki nilai
keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas
data yang ditemukan dari lapangan.
1. Validitas
Validitas menurut Alwasilah (2009:169) adalah kebenaran dan kejujuran
sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran, dan segala jenis laporan.
Ancaman terhadap validitas hanya dapat ditangkis dengan bukti, bukan dengan
metode, karena metode hanyalah alat untuk mendapatkan bukti. Dalam menguji
validitas dapat dilakukan dengan beberapa teknik, peneliti dalam penelitian ini
menggunakan teknik-teknik yang disarankan oleh Alwasilah (2009: 175-184)
bahwa terdapat 14 teknik dalam menguji validitas penelitian sebagai berikut: 1)
Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan
kasus negative; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek
ulang atau member checks; 6) “Rich” data atau data yang melimpah; 7)
Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Observasi jangka panjang (long-term
observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias
peneliti; 13) Jurnal refleksif (Reflexive Journal); 14) Catatan pengambilan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lima teknik saja yakni
triangulasi, member checks, metode partisipatori, jurnal reflektif dan catatan
pengambilan keputusan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengandung makna sejauhmana temuan-temuan penelitian
dapat direplikasi, sekalipun penelitian tersebut dilakukan ulang, maka hasilnya
akan tetap. Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 187) mengungkapkan bahwa
tidak perlu untuk mengekplisitkan persyaratan reliabilitas, mereka menyarankan
penggunaan istilah dependedability atau consistenscy, yakni keterhandalan atau
keistiqomahan. Untuk meningkatkan tingkat reliabilitas dari penelitian ini, peneliti
menggunakan serangkaian uji yang digunakan dalam uji validitas, yakni
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai implementasi
pendidikan karakter pada anak usia dini yang meliputi model rujukan,
implementasi dan hasil yang dicapai di TKA Al-Mukhlisin Ciboda Lembang.
Merujuk pada hasil analisis data pada bab IV maka secara keseluruhan, hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Karakter harus dimulai sejak usia dini karena usia tersebut
merupakan masa yang fundamental atau golden age yang akan
menentukan pada masa-masa selanjutnya.
2. Implementasi pendidikan karakter di TKA Al-Mukhlisin dengan
mengadopsi Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK)
Indonesia Haritage Foundation (IHF) cukup berhasil dilakukan. Hal
tersebut dapat dilihat dari sebagian besar anak-anak telah mengetahui,
memahami dan melakukan pilar-pilar karakter yang diajarkan di sekolah
seperti kemandirian, disiplin, tolong menolong, sopan santun, kejujuran,
tanggung jawab, dan dermawan.
3. Model pendidikan karakter yang menjadi rujukan program pembelajaran
Foundation. Hal tersebut dapat dilihat dari perencanaan, metode, proses
pembelajaran, dan evaluasi. Model tersebut mengacu dua proses
pembelajaran yakni proses pembelajaran di sekolah oleh pendidik dan
proses pembelajaran di rumah melalui orang tuanya (co parenting). Kedua
proses pembelajaran tersebut mengacu pada prinsip moral knowing, moral
feeling dan moral action, dengan metode pembiasaan dan keteladanan.
4. Pelaksanaan program pembelajaran di TKA Al-Mukhlisin sudah
menggambarkan suatu proses pembelajaran yang mengimplementasikan
model pendidikan holistik berbasis karakter. Implementasi tersebut dapat
dilihat dari pertama, Kegiatan Pembelajaran Pilar Karakter. Setiap hari
selama 20 menit anak-anak diberikan penanaman karakter melalui cerita
dan tanya jawab, kegiatan ini dilakukan sebagai tahap moral knowing dan
moral feeling. Kedua, proses pembiasaan (moral action) dan keteladanan
dilakukan di sekolah oleh seluruh warga sekolah disetiap kesempatan
(integrated). Ketiga, Kerjasama dengan orang tua siswa (co parenting).
Orang tua diarahkan untuk memberikan keteladanan dan pembiasaan
sesuai dengan pilar karakter yang diajarkan kemudian mengawasi dan
melaporkan ke pihak sekolah.
B. Saran
1. Indonesia Haritage Foundation hendaknya melakukan proses evaluasi dan
pendampingan secara sistemik terhadap sekolah-sekolah yang
menggunakan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter yang
komprehensif bahkan mengembangkan model sesuai situasi dan kondisi di
lingkungannya masing-masing.
2. Dinas Pendidikan setempat hendaknya memfasilitasi berkembangnya
pendidikan karakter baik melalui kebijakan-kebijakan maupun sarana
prasarana yang mendukung terhadap pelaksanaan pendidikan karakter.
3. Kepala Sekolah hendaknya menambah jumlah sumber daya
manusia/Guru-guru yang mendapatkan pendidikan dan pelatihan model
pendidikan karakter. Sehingga akan lebih mudah dalam dalam
mengimplementasikan dan mengembangkan pendidikan karakter.
4. Guru hendaknya memiliki integritas yang tinggi dalam melakukan
fungsi-fungsinya terutama dalam memberikan keteladanan dan membiasakan
perilaku-perilaku baik di sekolah maupun di lingkungannya.
5. Orang tua siswa hendaknya dapat bekerjasama secara sistemik dengan
pihak sekolah dalam program pendidikan karakter melalui keteladanan,
pembiasaan dan pengawasan terhadap anak-anaknya di rumah dan di
lingkungannya masing-masing.
6. Lingkungan sekolah hendaknya menegakkan aturan-aturan yang
disepakati, sehingga proses pendidikan karakter dapat berjalan secara
optimal.
7. Hasil penelitian ini masih terbuka untuk ditindak lanjuti, sehingga dapat
diperoleh dan dikembangkan temuan-temuan baru yang lebih kontekstual
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali (2008), Ihya Ulumuddin; Darul Fikr. Beirut
Alwasilah. A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Basrowi dan Suwandi (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Budimansyah, D. dkk (2010). Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Bandung: Widya Aksara Press.
Budimansyah, D. (Eds) (2010) “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa” dalam Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan
Kepribadian Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.
Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana
Cholimah, N. (2008). Implementasi Program Pembelajaran PAUD; Tesis Magister pada PD UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (2004) Modul Sosialisasi PAUD. Jakarta: Depdikbud.
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2008). Pengembangan Model Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010). Evaluasi Pembelajaran di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Kemendiknas
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010). Pedoman Pengembangan Silabus di
Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kemendiknas
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010). Pedoman Pengembangan Program
Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kemendiknas
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010). Pedoman Penilaian di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Kemendiknas
Djahiri Kosasih (1996) Menelusuri Dunia Afektif; Pendidikan Nilai dan Moral. Lab Pengajaran PMP IKIP Bandung
Hadisubroto, S. (1988). Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data dan
Rekomendasi dalam Penelitian Kualitati. Bandung: IKIP Bandung
Hamid, A dan Saebani (2010) Ilmu Akhlak. Bandung: CV Pustaka Setia
Hakam, K.A (2000). Pendidikan Nilai, Bandung; MKDU Press UPI
Hakam, K.A (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai, UPI Bandung
Hakam, K.A (2010) Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di Sekolah
Dasar. Disertasi Doktor pada PU/Nilai UPI Bandung. tidak diterbitkan.
Hall C.S. dan Lindzey G. (1985) Introduction to Theories Of Personality, New York: Jhon Wiley & Son
Hasmalena (2009) Implementasi Penilaian Portofolio Anak Usia Dini, Thesis Magister pada PD UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Havighurst J.R (1952) “Social Foundation of General Education”, dalam The Fifty-First of Yearbook the National Society for The Study Of Education,
Chicago: The University of Chicago Press.
Heni, P. (2011) Pergaulan Bebas. [Online]
Tersedia:http://heniputra.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html/ (22 November 2011)
Henry, N.B. (Eds) (1952) The Fifty-First Yearbook of One General Education, Chicago: The University of Chicago Press
Indonesia Haritage Foundation, (2011), Tentang IHF [Online]. Tersedia: http://www.ihf.or.id (20 Maret 2011)
Isjoni, (2009) Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung :Alfabeta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995), Jakarta, Edisi Kedua, Balai Pustaka
Kementrian Pendidikan Nasional (2010), Disain Induk Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemdiknas.
Koesoema A. D. (2011) Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Komalasari, K. (Eds) (2010) “Format Pendidikan Karakter di Persekolahan China”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.
Lickona, T. (1994). Raising Good Children: From Birth Through the Teenage
Years. New York: Bantam Books.
Magnis S.F. (1987) Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Majid, A. dan Andayani, D. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam . Bandung PT Rosdakarya.
Mc. Connell, T.R. (1952). General Education: An Analysis, dalam The Fifty-First
of Yearbook the National Socitey for The Study Of Education, Chicago:
The University of Chicago Press.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter, solusi yang tepat untuk membangun
bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Miami-Dade Community College (1978). General Education In a Changing
Society. Miami: Kendall/Hunt Publishing Company.
Moleong, L.J. (2011) Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya.
Mulyana, R. et, al. (1999). Cakrawala Pendidikan Umum: Suatu Upaya
Mempertegas Body Of Knowledge. Bandung: IMA-PU PPS UPI
Mulyana, R. (2004) Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,Alfabeta
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT Tarsito.
Patmonodewo, S. (2003) Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT Rineka Citra
Pemerintah Republik Indonesia (2010), Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, Jakarta: Kemko Kesejahteraan
Rakyat.
Phenix H.P (1964) Realm Of Meaning a Philosopy Of The Curicullum Of General
Education. New York
Roopnaire, J. L & Johnson J.E. (1993), Approaches to Early Childhood
Education, 2nd Edition, New York: Merril
Sarantakos, S. (1993), Social Research. Macmillan education Australia PTY. LTD Melbourne
Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembinaan
Profesionalisme Guru Berbasis Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Umum
dan Nilai.
Sauri S. dan Firman. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfino Raya
Sayakti, L. (2003), Implementasi Konsep Lingkungan Hidup sebagai Sumber
Belajar IPS di Sekolah Dasar, Tesis S2 FIPS SPs UPI Bandung
Solehudin, M. (2000). Konsep Dasar pendidikan Prasekolah. Bandung: Depdikbud-FIP IKIP
Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Al-Fabeta.
Sumantri, E. (2010) “Pendidikan Budaya dan Karakter Suatu Keniscayaan Bagi Kesatuan dan Persatuan Bangsa”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti
Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa, Bandung: Widya Aksara
Press.
Sukadi, (2010) “Pendidikan Karakter Bangsa Berideologi Pancasila”. dalam
Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.
Sumaatmadja N. (2000) Manusia dalam Konteks Sosial dan Lingkungan Hidup, Bandung: Alfabeta
Surakhmad, W. (1992), Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito
Suryadi Ace, (2010) “Pendidikan Karakter Bangsa: Pendekatan jitu menuju sukses Pembangunan Pendidikan Nasional”. dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa, Bandung: Widya
Aksara Press.
Superka, D.P. dan Johnson P.L. (1975) Values Education: Approaches and
Materials, Colorado: Social Science Education Consortium, Inc
Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Yogyakarta:Hikayat Publishing
Undang-Undang RI No. 20 (2003) Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media
Susilawati, N. (2010) Memahami Pendidikan Anak Usia Dini.[Online].