• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Soerjono Soekanto dalam Nurani Soyomukti (2012) menyebutkan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Soerjono Soekanto dalam Nurani Soyomukti (2012) menyebutkan bahwa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi

Soerjono Soekanto dalam Nurani Soyomukti (2012) menyebutkan bahwa dalam dunia sosiologi terdapat dua syarat berlangsungnya sebuah interaksi sosial yakni terjadinya kontak sosial dan terjadinya proses komunikasi. Komunikasi memiliki arti proses dimana informasi dan pesan disampaikan melalui satu pihak ke pihak lain (Soyomukti, 2012, hal. 11).

Manusia merupakan makhluk berjiwa sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, oleh sebab itu manusia perlu memiliki hubungan dengan manusia lain. Manusia perlu untuk mengetahui seperti apa lingkungan yang ia tinggali, bahkan manusia mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap sesuatu yang terjadi di dalam dirinya. Rasa penasaran ini yang menyebabkan manusia sangat membutuhkan komunikasi di dalam kehidupan. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu yang tidak berkomunikasi dengan individu lainnya maka akan terisolasi dari masyarakat (Cangara, 2008, hal. 1).

Komunikasi berasal dari kata communicatio yang merupakan bahasa Latin. Sumber kata dari communicatio adalah communis yang bermakna sama. Contohnya jika dua orang sedang berada dalam sebuah proses komunikasi, dalam suatu obrolan, maka proses komunikasi tersebut akan terjadi dengan adanya suatu obrolan dengan makna yang sama. Bahkan apabila dua orang tersebut menggunakan bahasa yang sama, bahasa tersebut tidak menjamin makna yang dihasilkan akan sama. Atau, walaupun dua orang tersebut mengerti bahasa yang mereka perbincangkan,

(2)

24 namun tidak menjamin akan menghasilkan makna yang sama antara satu sama lain. Obrolan dua orang itu dapat disimpulkan komunikatif jika dua orang itu memiliki kesamaan makna dari isi obrolan tersebut (Uchjana, 2013, hal. 9).

2. Komunikasi Massa

Para ahli komunikasi menjelaskan banyak pengertian mengenai komunikasi massa. Karena banyaknya ahli komunikasi tersebut maka pengertian mengenai komunikasi massa ini juga beragam. Namun, dari banyaknya pengertian yang telah dikatakan oleh para ahli, definisi-definisi ini memiliki benang merah yang sama satu sama lain. Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan menggunakan media massa seperti cetak dan elektronik. Awal perkembangannya, komunikasi massa memiliki asal kata media of mass communication. Media massa yang di sebutkan di atas merupakan media yang didapatkan dari hasil teknologi modern. Perlu diperhatikan bahwa media yang digunakan bukan merupakan media zaman dahulu seperti gamelan, kentongan, angklung, dan lain sebagainya. Maka dari itu, media massa menggunakan hasil produk modern sebagai media dalam komunikasi massa (Nurudin, 2007, hal. 3–4).

Nurani Soyomukti menyatakan bahwa komunikasi massa adalah proses menyampaikan pesan kepada massa dalam jumlah besar, heterogen, serta tersebar dengan bantuan mesin produksi oleh suatu organisasi. Komunikasi massa memiliki perbedaan dengan jenis komunikasi lain karena komunikasi massa dialamatkan kepada jumlah populasi dari berbagai kumpulan terntentu dan bukan cuma target dalam jumlah sedikit. Komunikasi massa memiliki mesin penting untuk

(3)

25 menyebarkan pesan supaya pesan tersebut dapat sampai kepada para audience dalam waktu yang sama (Soyomukti, 2012, hal. 192).

Bittner (1980: 10) dalam Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa pengertian yang paling mudah dijelaskan mengenai komunikasi massa adalah, komunikasi massa merupakan pesan yang disampaikan lewat media massa kepada orang dalam jumlah besar (Rakhmat, 2007, hal. 185–186).

Komunikasi massa merupakan pembelajaran ilmiah mengenai media massa serta pesan yang didapatkan, audience yang coba dicapai, serta efek yang ditimbulkan untuk para audience. Komunikasi massa termasuk dalam bidang sosial yang tergolong baru jika disandingkan dengan beberapa ilmu lainnya seperti sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Pada saat ini komunikasi massa telah masuk menjadi bagian dari disiplin ilmiah (Nurudin, 2007, hal. 2).

A. Elemen – Elemen Komunikasi Massa

Nurudin (2007) dalam bukunya menyebutkan elemen dari komunikasi massa, diantaranya adalah:

1. Komunikator.

Komunikator yang disebutkan dalam konteks ini tidak sama jika dibandingkan dengan komunikator dari jenis lain. Komunikator memiliki lingkup dalam berbagai macam bagian yang terkait dengan program televisi. Maka komunikator dalam konteks ini tergabung dari berbagai bagian dari media massa (Nurudin, 2007, hal. 96).

(4)

26 2. Isi.

Dengan berkembang pesatnya teknologi di saat ini, tentunya media juga tidak mau kalah dan tidak ingin tergerus oleh zaman. Kenapa dapat dikatakan demikian? Karena dapat dilihat secara tak kasat mata bahwa perkembangan media massa saat ini benar-benar juga tumbuh dan berkembang pesat. Setiap lapisan masyarakat dapat memilih media massa mana saja yang ingin mereka gunakan dan saksikan. Karena latar belakang ini pula, tentu media massa memiliki kriteria dan ketentuan tersendiri perihal konten atau isi dari informasi yang ingin mereka sampaikan kepada khalayak masyarakat yang menggunakan media massa mereka.

Setiap media massa memiliki peraturan tersendiri dalam mengelola isinya. Karena, setiap media melayani kelompok dengan ragam yang berbeda. Menurut Ray Eldon Hiebert dan kawan-kawan (1985) dalam Nurudin (2007) isi dapat dibagi menjadi enam, yang pertama adalah informasi serta berita, yang kedua adalah interpretasi serta analisis, yang ketiga adalah sosialisasi serta pendidikan, yang keempat adalah persuasi serta hubungan masyarakat, dan yang kelima adalah penjualan lain serta iklan, dan yang terakhir adalah menghibur (Nurudin, 2007, hal. 101). 3. Audience.

Audience dalam konteks media massa tentulah juga mengalami perluasan secara signifikan dari segi jarak, dan waktu. Hal ini disebabkan oleh penyebarluasan yang dilakukan media massa secara

(5)

27 bersamaan dalam waktu yang sama meskipun dalam jarak yang berbeda. Hal ini lah yang membuat media massa menjadi media yang paling wajib digunakan jika ingin menjangkau target audience dalam jumlah luas.

Menurut Nurudin, audience dalam komunikasi massa memiliki tipe dengan ragam yang berbeda, dari banyaknya penikmat layar kaca, banyaknya para penikmat karya tulis. Setiap audience punya ciri berbeda tentang banyak hal. Contohnya seperti cara memilih baju, memikirkan sesuatu, serta merespon suatu pesan berdasarkan apa yang pernah terjadi dalam kehidupan. Namun, setiap audience dapat saling bereaksi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya (Nurudin, 2007, hal. 104–105).

Hiebert, at al menjabarkan mengenai karakteristik audience dalam lima kategori, yakni 1) audience yang menikmati media berdasarkan pilihan individu dan cenderung untuk berbagi pengalaman satu sama lain dengan sesama audience. 2) audience yang cenderung besar yang menyebar ke berbagai wilayah yang di sasarkan oleh komunikasi massa, tidak ada batasan mengenai berapapun luasnya jumlah audience, dalam konteks ini audience tetap dapat disebut sebagai audience. 3) audience bersifat heterogen, audience ini merupakan audience yang beragam. Maksudnya adalah, media memiliki target namun memiliki spesifikasi terkait sifat heterogen dari audience yang ingin mereka jangkau. 4) audience dengan status anonim, artinya audience yang tidak mengenal

(6)

28 satu sama lain antara audience satu dengan lainnya. 5) audience yang tidak bersama dengan komunikator dalam satu jangkauan wilayah. Sebagai contoh, audience yang sedang menyaksikan siaran langsung sebuah stasiun televisi dari Yogyakarta, sedangkan komunikator sedang berada di Jakarta (Nurudin, 2007, hal. 105–106).

4. Umpan Balik.

Terdapat dua feedback atau umpan balik, yaitu langsung serta tidak langsung. Langsung dapat berlangsung jika bisa berbincang secara berhadapan, seperti contohnya dalam komunikasi kelompok atau memiliki dua orang di dalamnya. Tidak langsung berarti, antara orang yang menyampaikan pesan dan orang yang menerima pesan dalam komunikasi massa tidak mengalami kontak langsung terhadap satu sama lain.

Umpan balik yang bersifat langsung yakni komunikan merespon langsung kepada komunikator secara berhadapan hingga bisa berdialog mengenai pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sedangkan umpan balik secara tidak langsung, dapat berupa kritik dan saran terhadap isi konten media yang dikomunikasikan oleh komunikator melalui misalnya surat elektronik, atau komentar dikolom berita yang diposting di internet. Namun dalam hal ini komunikasi massa memiliki ciri yaitu memiliki umpan balik secara tidak langsung (Nurudin, 2007, hal. 100).

(7)

29 5. Gangguan.

Dua jenis gangguan, yakni;

a. Gangguan Saluran.

Nurudin menyatakan bahwa dalam komunikasi massa akan selalu menimbulkan gangguan. Beberapa gangguan seperti salah mencetak, beberapa kata terhapus, dan lain sebagainya. Gangguan bisa berupa visual yang rusak di televisi, dan lain sebagainya yang menyebabkan terhambatnya proses penyampaian pesan. Dalam hal ini, terus berkembangnya teknologi untuk masyarakat, maka gangguan yang dihasilkan semakin besar. (Nurudin, 2007, hal. 114). b. Gangguan Semantik.

Semantik memiliki arti ilmu Bahasa mengenai tata kalimat. Maka dari itu gangguan semantik memiliki perbedaan signifikan dengan gangguan saluran yang lebih menuju kearah gangguan teknis. Gangguan semantik lebih mengarah kepada kesalahan komunikator ataupun audiencenya sendiri. Kenapa dapat disebut demikian? Karena media massa pada awalnya merupakan media penyampaian pesan yang mampu menjangkau target lebih luas yang tidak memiliki batas ruang dan waktu, maka dari itu latar belakang budaya, adat, dan bahasa.

Audience tentunya tidak sama. Maka dari itu harus dipahami oleh komunikator sebagai pihak yang ingin menyampaikan pesan. Maka jalan keluar dari gangguan ini adalah melakukan riset lebih

(8)

30 dalam terkait latar belakang audience yang sudah ditargetkan. Untuk mencapai komunikasi yang lebih efektif maka media massa harus memilih Bahasa yang umum digunakan oleh audience (Nurudin, 2007, hal. 116).

6. Gatekeeper

John R. Bittner (1996) dalam Nurudin mengatakan gatekeeper merupakan orang yang mengamati proses jalannya suatu pesan di dalam saluran komunikasi massa. Dalam konteks ini, gatekeeper dalam arti luas merupakan orang yang memiliki tanggung jawab serta berperan penting dalam suatu media massa. contoh orang penting dalam industry media massa, yakni reporter, editor berita, dan editor film. Mereka bertugas untuk mengatur arus pesan yang ingin disampaikan. Gatekeeper dapat menambahkan, mengurangi, menghentikan atau bahkan menghapus pesan yang ingin disampaikan kepada audience. Karena kembali lagi pada tugas awal mereka sebagai orang yang memantau arus penyebarluasan informasi (Nurudin, 2007, hal. 119).

7. Pengatur

keterkaitan lain yang saling antara media masa dengan pihak lain yakni antara media massa dengan pemerintah dan masyarakat. Biasanya keterkaitan ini berjalan dengan ketidakharmonisan karena setiap pihak mempunyai tujuan berbeda satu dengan yang lainnya. Karena hal tersebut kemudian hubungan antara pihak-pihak tersebut disebut dengan trikotomi,

(9)

31 yaitu hubungan yang tidak serasi diantara ketiga pihak tersebut (Nurudin, 2007, hal. 129).

Pengatur disini adalah pihak-pihak yang tidak langsung berpengaruh terhadap arus penyampaian pesan dari media massa. Pihak-pihak ini datang dari luar instansi media. Meskipun berasal dari luar, pihak ini mampu mengatur media massa terkait kebijakan redaksi. Beberapa contoh pihak yang menjadi pengatur media massa, yakni pengadilan, pemerintah, konsumen, pengiklan, dan lain sebagainya. Pengatur disini tidak sembarangan mampu mengatur kebijakan media, mereka memiliki akses hukum untuk mengontrol isi media ataupun struktur media itu. Seperti contohnya menghapus konten media. Namun pengatur sendiri berbeda dengan gatekeeper meskipun juga memiliki beberapa pekerjaan yang hampir mirip. Namun gatekeeper disini merupakan pihak yang berkepentingan memantau arus informasi dan berasal dari instansi media itu sendiri (Nurudin, 2007, hal. 130–131).

8. Filter

Filter disini adalah bagaimana memikirkan dari mana audience memperoleh pesan. Filter seperti suatu frame dimana audience dapat melihat pesan dari sudut pandang mereka. Kenangan sangat bergantung dalam filter. Contoh filter adalah psikologi, dan lain sebagainya.

Terkait budaya yang sudah terpatri dalam benak setiap anak akan memiliki perbedaan. Jika anak dirawatt dengan kesabaran serta anak yang

(10)

32 dirawat dengan cara yang lebih emosional akan memiliki bagaimana ia menangkap pesan. (Nurudin, 2007, hal. 134–135).

3. Film

Film dapat disimpulkan sebagai suatu projek mengambil gambar dengan bantuan alat yang kemudian akan diputar dalam bioskop atau sinema (Mabruri, 2014, hal. 7).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (1990) dalam Anton Mabruri (2010), film merupakan alat untuk tempat gambae yang akan ditayangkan dalam layar lebar. Film juga dapat dimaknai dengan. Dari penjelasan mengenai film yang paling awal, dapat disimpulkan bahwa film merupakan benda yang berbentuk sekeping kaset dan tidak kuat. Film dimaknai sebagai cerita dimaknai bahwa film dapat menceritakan sebuah kisah dari karakter yang diceritakan (Mabruri, 2011, hal. 2).

A. Industri Perfilman Indonesia

Perkembangan industri perfilman Indonesia saat ini sudah tumbuh dengan pesat. Hal ini dapat dibuktikan lewat film layar lebar maupun film pendek yang dihasilkan setiap harinya. Bahkan saat ini dapat dikatakan bahwa dunia perfilman Indonesia sedang mencoba untuk terus berkembang hari demi hari.

Film pertama kalinya di produksi di Indonesia pada tahun 1927 oleh F Charlie dan Krugger yang berangkat dari hobi mereka di bidang fotografi. Kemudian mereka tertarik membuat film di kota Bandung pada saat itu. Film yang pertama kali tayang di Jakarta adalah film asal Mandarin pada tahun 1924. Pada masa itu, dunia perfilman didominasi oleh produk impor. Pada tahun 1927, pemilik bioskop didominasi oleh etnis Tionghoa lalu kemudian ketika Charlie dan Krugger

(11)

33 memiliki kendala dari segi dana, para etnis ini pula lah yang mengambil alih film yang akan dibuat oleh keduanya. Karena dominasi produk impor tersebut, kemudian film Indonesia kehilangan tujuan yang sebenarnya perihal pesan yang ingin disampaikan. Karena terkendala modal yang besar, dan perihal menebak ketertarikan dari audience terhadap film yang dijual membuat film Indonesia masih terus berada dibawah tekanan produk-produk impor tersebut (Said, 1991, hal. 17).

Berdasarkan daftar film Indonesia pada tahun 1926 hingga 2007 yang dibuat oleh JB dalam Heru Effendy menyatakan bahwa film Indonesia dalam kurun waktu 2000 sampai 2004 mengalami peningkatan. Kristanto setidaknya menyebutkan sebanyak 74 film telah ditayangkan di layar lebar. Maka dari itu, dalam lima tahun setidaknya diproduksi sejumlah 15 film per tahun. Produksi film mengalami peningkatan, pada 2007 diedarkan sebanyak 70 judul bahkan lebih. Pada 2008 berjumlah 100 judul (Effendy, 2008, hal. 1).

Sejak film pertama dibuat di Indonesia tahun 1926 hingga 2006, Indonesia masih tidak memiliki yang namanya industri film. Syarat untuk menjalankan industri film yakni adanya tiga rantai yang membentuk, yakni 1) rantai produksi. Rantai produksi disini merupakan pekerjaan produksi film dari awal hingga tersusun secara utuh menjadi film ketika proses editing. 2) rantai distribusi. Rantai distribusi disini merupakan proses penyebarluasan film untuk dinikmati oleh audience. 3) rantai ekshibisi. Rantai ekshibisi disini merupakan proses penayangan film oleh jaringan yang telah disebarluaskan melalui rantai distribusi sebelumnya (Effendy, 2008, hal. 1–2).

(12)

34 B. Film sebagai Media Komunikasi Massa

Sardar (2008) dalam Aries Ramadani Setiawan (2009) berpendapat bahwa film adalah karya audio visual yang berbentuk cerita, unsur utama dari sebuah film adalah gambar dan suara. Film mempunyai istilah untuk apapun yang termasuk dalamnya seperti, scene yang merupakan gabungan dari shot dalam satu lokasi dan waktu. Sequence yang merupakan gabungan dari scene yang saling berkaitan dan akhirnya membentuk cerita. Frame merupakan satuan gambar tunggal. Shot merupakan bagian dari gambar yang menyatu dalam pengambilannya. Tiga sebutan untuk sudut gambar yakni; low angle merupakan kamera yang tertuju ke atas. Flat angle merupakan kamera yang satu titik pandang dengan objek. High angle merupakan kamera memandang ke bawah (Setiawan, 2009, hal. 23).

Dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang perfilman di mana dijelaskan yang disebut dengan film merupakan hasil karya dari proses perkembangan teknologi yang dibuat dengan sinematografi dan bertujuan untuk diedarkan kepada para penikmat film dengan proses yang panjang. (Mabruri, 2011, hal. 2).

Film disebut sebagai media komunikasi massa karena proses penyampaian pesannya yang melalui media massa untuk mencapai target khalayak. Hafied Cangara mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik media massa, yaitu:

1. Bersifat melembaga, yang berarti bahwa individu pengelola media berasal dari banyak orang. Dari berbagai bagian seperti pengumpulan, pengelolaan, hingga penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, yang berarti bahwa proses komunikasi yang terjadi sangat minim untuk terjadinya reaksi atau umpan balik

(13)

35 3. Meluas dan serempak, yang berarti bahwa dapat menjangkau jarak dan dapat meminimalisir waktu. Informasi dapat tersampaikan kepada seluruh target pada waktu yang sama.

4. Menggunakan alat seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. 5. Bersifat terbuka, yang berarti bahwa pesan dapat disampaikan kepada

siapa saja. (Cangara, 2008, hal. 126–127).

4. Pesan

Ketika kita sedang berbicara maka hal yang kita ucapkan dapat diartikan sebagai sebuah pesan. Ketika sedang menulis surat maka apa yang ditulis dapat diartikan sebagai sebuah pesan. Ketika menonton suatu tayangan, maka hal yang sedang disaksikan dapat diartikan sebuah pesan. Pesan memiliki wujud yang dapat dirasakan dan diterima oleh indra. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk sederhana namun memberikan pengaruh efektif, namun pesan juga dapat berbentuk rumit dan kompleks. Pesan dapat disampaikan kepada orang-orang tertentu atau disebarluaskan kepada khalayak ramai. Penerima pesan memiliki kontrol berbeda terhadap setiap pesan yang diterimanya (Morissan, 2013, hal. 19–20)

Pesan dapat dimaknai sebagai suatu hal yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan untuk menyampaikan tujuan komunikasi yang ingin disampaikannya. Pesan sebenarnya adalah suatu hal yang bersifat abstrak. Namun, ketika pesan disampaikan, maka pesan tersebut akan menjadi konkret melalui lambang berupa bahasa, suara, gambar, mimik, pergerakan, dan lainnya. Oleh sebab itu, lambang dalam komunikasi dapat disebut sebagai bentuk pesan, yaitu suatu wujud yang konkret dari sebuah pesan. Pesan nonverbal dapat berbentuk suara,

(14)

36 mimik, dan gerakan. Sedangkan pesan verbal dapat berbentuk bahasa lisan dan bahasa tulisan (Soyomukti, 2012, hal. 61–62).

Jika lambang yang digunakan oleh komunikator dalam proses komunikasi dimaknai dengan makna sama oleh komunikan maka proses tersebut disebut sebagai meaning full atau adanya pengertian dari kedua belah pihak. Selain kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, pesan juga harus well turned atau pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam intensitasnya harus cocok dengan luas lingkup daya tangkap komunikan. Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan memiliki makna yang sama antara komunikator dan komunikan (Oktarina, 2017, hal. 15).

Syarat-syarat pesan menurut Yetty Oktarina, yaitu:

A. Pesan harus jelas, singkat.

B. Isi pesan tidak menimbulkan keraguan. C. Isi pesan mudah dimengerti dan dipahami.

D. Isi pesan tidak memprovokasi keadaan (Oktarina, 2017, hal. 17).

Wilbur Schramm dalam Yetty Oktarina (2017) mengemukakan cara untuk merancang pesan agar dapat dimengerti, yakni:

A. Pesan hendaknya dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran.

B. Pesan hendaknya menggunakan tanda-tanda yang ditujukan kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran sehingga sama-sama dapat dimengerti.

(15)

37 C. Pesan hendaknya membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.

D. Pesan hendaknya menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana saat ia digerakkan untuk memberikan keterangan yang dikehendaki (Oktarina, 2017, hal. 18).

5. Moral

Moral berasal dari Bahasa Latin, mores yang berarti adat kebiasaan. Moralitas merupakan penilaian terhadap perilaku manusia yang dianggap betul atau tidak, baik atau buruk. Dalam suatu bangsa maupun zaman selalu ditemukan yang namanya perilaku baik atau buruk, benar atau salah ini. Namun setiap bangsa dan zaman memiliki perbedaan terkait dengan pengertian perilaku benar dan salah ini. Moral dan etika mempunyai makna yang sama yakni adat kebiasaan. Namun keduanya berasal dari Bahasa dan kata dasar berbeda. Jika moral berasal dari Bahasa Latin, maka etika berasal dari Bahasa Yunani dengan kata dasar Ethos (Bertens, 2007, hal. 4).

Moralitas merupakan pedoman dalam menentukan baik buruknya suatu perbuatan. Hal ini berarti moralitas merupakan sebuah pengertian bagaimana manusia memandang suatu perilaku merupakan perilaku baik atau buruk. Moralitas dapat dibagi menjadi dua bentuk, yakni moralitas berbentuk subjektif dan moralitas berbentuk objektif. Dua bentuk moralitas ini dapat disimpulkan dari niat pelakunya, apakah ia melakukan hal tersebut secara sukarela atau tidak. Untuk moralitas subjektif merupakan perilaku perbuatan yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dari individu yang melakukan perbuatan tersebut. Moralitas subjektif

(16)

38 juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dimiliki pihak yang bersangkutan. Seperti contohnya latar belakang yang dimiliki, pendidikan, emosi yang dimiliki, serta sifat yang dimiliki oleh pihak bersangkutan yang ia lakukan berdasarkan pemikiran nuraninya. Sedangkan moralitas objektif merupakan suatu perilaku yang tidak dapat dikatakan mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan. Moralitas objektif ini disimpulkan melalui perbuatan yang telah dilakukan dan tidak dapat disangkutpautkan dengan kesukarelaan pihak bersangkutan (Poespoprodjo, 1998, hal. 118).

A. Faktor Penentu Moralitas

Poespoprodjo (1998) menyebutkan ada tiga faktor penentu moralitas, diantaranya adalah :

1. Perbuatan sendiri.

Dalam hal ini, moral didasarkan berdasarkan kehendak dan persetujuan si pelaku dalam melakukan suatu perbuatan. Terdapat perbuatan baik dan buruk dalam objek persetujuan dari kehendak si pelaku. Yang mana perbuatan tersebut tidak di dasari dari perintah atau larangan apapun (Poespoprodjo, 1998, hal. 154).

2. Motif.

Dalam hal ini, motif merupakan suatu pikiran dalam mengerjakan suatu perbuatan dengan sadar demi mencapai tujuan yang telah dipikirkan sebelumnya. Yang membedakan faktor motif ini dengan faktor perbuatan sendiri adalah berasal dari niat sebelumnya yang telah

(17)

39 direncanakan atau dipikirkan terlebih dahulu oleh pelaku ketika ingin melakukan suatu perbuatan (Poespoprodjo, 1998, hal. 156).

3. Keadaan.

Berdasarkan keadaan, suatu nilai moralitas dapat mempengaruhi suatu perbuatan. Faktor ini dapat diwakilkan dengan pertanyaan seperti dimana, kepada siapa, siapa, dengan cara apa, bagaimana, berapa sering, dan lain-lain. Jadi bukan menanyakan apa atau mengapa, karena pertanyaan-pertanyaan semacam itu menanyakan perbuatannya sendiri dan motifnya (Poespoprodjo, 1998, hal. 157).

6. Immoral

Soyomukti dalam bukunya menyatakan bahwa moral memiliki kata yang sama dengan amoral dan imoral. Amoral bermakna suatu perbuatan yang tidak memiliki hubungan dengan moral amoral merupakan perbuatan netral. Sedangkan immoral tertuju pada perbuatan berlawanan dengan moral atau perbuatan yang melawan disiplin moral (Soyomukti, 2011, hal. 221–222).

A. Kategori Pesan Immoral dalam Film

Terdapat tiga kategori pesan immoral dalam film, yaitu: 1. Immoral dalam hubungan manusia dengan hukum.

Dalam konteks ini, dapat dijelaskan bahwa hukum merupakan peraturan yang mengikat masyarakat untuk menjaga perilaku dalam berkehidupan. Bertens dalam Sujarwa mengatakan bahwa “apa artinya undang-undang tanpa disertai moralita/s?” undang-undang dalam hukum sebagian besar ditentukan oleh norma moral. Sehingga dalam perilaku immoral, terdapat peran dari hukum (Sujarwa, 2010, hal. 223).

(18)

40 2. Immoral dalam hubungan antar manusia.

Sesuai dengan predikat yang disandang manusia sebagai makhluk sosial, maka interaksi antara manusia satu dengan lainnya hampir tak bisa dipungkiri selalu terjadi. Poedjawijatna (1986) menyebutkan ada suatu kewajiban terhadap orang lain karena adanya hak. Hak ini disebut dengan kewibawaan, yang dimana hak ini berlaku untuk membatasi hak orang lain dan memerintahkan sesuatu kepada orang lain itu. Kewibawaan muncul dari tujuan baik. Tujuan ini merupakan kebaikan atau kepentingan umum. Misalnya orang banyak berkumpul, demi berkumpulnya, orang-orang itu memerlukan aturan-aturan untuk keluar masuk, aturan tempat duduk atau berdiri, berjalan dan lain-lainnya, pendeknya aturan yang menjaga jangan ada kecelakaan atau kerugian yang diderita oleh orang yang berkumpul itu (Poedjawijatna, 1986, hal. 85–86).

3. Immoral dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Manusia selalu memiliki hubungan khusus dengan dirinya sendiri. Dalam kehidupan, tentunya manusia ingin mencapai suatu hal yang terbaik bagi kehidupannya. Aristoteles menyatakan bahwa hal yang perlu dijalani untuk memiliki kehidupan yang baik adalah manusia harus mencapai kebahagiaan dengan mempergunakan seluruh kemampuan dan kecakapannya. Menurutnya ada tiga bentuk kebahagiaan. Yang pertama adalah hidup senang dan nikmat. Yang kedua adalah menjadi warga negara yang bebas dan bertanggung jawab,

(19)

41 yang ketiga adalah menjadi seorang ahli pikir dan filosof (Gaarder, 2006, hal. 135).

7. Pesan Moral dalam Film

Pesan yang disampaikan kepada penonton dapat mempengaruhi pemahaman individu penonton. Suatu pesan dapat dinyatakan secara eksplisit (mungkin disampaikan secara langsung oleh seorang tokoh) atau mungkin secara implisit dan membutuhkan interpretasi (Zoebazary, 2010, hal. 159).

Pesan mengenai moral dalam film bertujuan sebagai media pembelajaran yang diharapkan diterima dan dipahami oleh penikmat film terkait dengan perilaku dalam berkehidupan sehari-hari (Sartika, 2014, hal. 67).

Burhan Nugiyantoro dalam Sartika (2014) menyebutkan setiap karya sastra, seperti film atau lainnya selalu memiliki pesan moral dalam ceritanya. Ada banyak jenis dan wujud pesan moral dari sebuah film. Setiap penonton memiliki caranya sendiri dalam menilai pesan moral. Jenis atau wujud pesan moral bergantung pada keyakinan, keinginan, dan ketertarikan pengarang bersangkutan (Sartika, 2014, hal. 67).

8. Analisis Isi

Klauss Krippendorff (1991) dalam bukunya menyebutkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian untuk membuat kesimpulan yang dapat ditiru dengan mengamati konteks secara seksama. Penelitian ini memiliki teknik untuk memproses data. Penelitian ini bertujuan untuk menyebarkan ilmu, menambah wawasan, memberikan fakta serta memandu pelaksanaan praktis. Analisis isi merupakan alat pengetahuan yang harus benar-benar dapat diandalkan atau reliabel apalagi jika ketika peneliti selanjutnya dengan lingkup waktu serta keadaan

(20)

42 berbeda, menggunakan teknik yang sama terhadap data yang sama, maka hasilnya harus sama (Krippendorff, 1991, hal. 15).

9. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu pedoman dan acuan yang dipelajari peneliti dalam menentukan dan melakukan penelitian. Ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian tersebut adalah:

A. Pesan Immoral dalam Film ( Analisis Isi pada Film “Radit dan Jani” Karya Uvi Avianto) oleh Deny Rahmawan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memperoleh 25 scene yang mengandung pesan Immoral dari 72 scene yang terdapat dalam film atau sebesar 34,72% dari keseluruhan scene. Berdasarkan kategori immoral dari segi kebiasaan terdapat 6 scene, berdasarkan kategori immoral dari segi negara terdapat 10 scene, lalu berdasarkan kategori immoral dari segi ketuhanan terdapat 10 scene.

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kategori dari segi ketuhanan memiliki nilai dominan yang paling besar diantara kategori lainnya. Dengan persentase tersebut kemudian dapat dikatakan bahwa film “Radit dan Jani” merupakan film yang minim akan unsur immoral (Rahmawan, 2009, hal. 70–71).

(21)

43 B. Pesan Moral dalam Film Religi (Analisis Isi dalam Film Surga yang tak

dirindukan Karya Kuntz Agus).

Berdasarkan kesimpulan dinyatakan bahwa terdapat total 66 Scene keseluruhan, terdapat 40 scene yang berkaitan dengan pesan moral yang telah disesuaikan dengan kategorisasinya. Kategori yang paling banyak muncul ialah kategori moral manusia dengan manusia lain. Terdapat 18 scene yang muncul dalam kategorisasi tersebut. Lalu terdapat 13 scene pada kategori moral manusia dengan dirinya sendiri. Serta terdapat 9 scene dalam kategori moral manusia dengan Tuhan.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat dilihat bahwa Kuntz Agus lebih menonjolkan isu sosial daripada isu agama. Berdasarkan kategori moral manusia dengan tuhan dapat diinterpretasikan bahwa pesan moral manusia dengan tuhan lebih berkesan dengan adegan berdoa. Berdasarkan kategori moral manusia dengan manusia lain dapat diinterpretasikan bahwa isu sosial lebih ditonjolkan daripada isu agama. Berdasarkan kategori moral manusia dengan diri sendiri dapat diinterpretasikan bahwa lebih cenderung menggunakan penyelesaian dengan sebuah konflik keluarga yang memiliki banyak kekecewaan dan diakhiri dengan kesabaran (Prasetyo, 2017, hal. 77–79).

(22)

44 C. Pesan Kekerasan Rumah Tangga dalam Film (Analisis Isi Film Mereka Bilang, Saya Monyet Karya Djenar Maesa Ayu oleh Aries Ramadani Setiawan.

Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kategori yang memiliki kemunculan paling tinggi adalah kategori kekerasan dari ibu, kemudian disusul dengan kategori kekerasan dari anak dan dari orang terdekat, lalu yang terakhir adalah kategori kekerasan dari ayah yang memiliki frekuensi kemunculan paling rendah dibandingkan dengan kategori lainnya.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa film ini lebih menitikberatkan penyampaian pesan kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk kekerasan psikologis yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak. Film ini juga memaparkan bagaimana begitu rentannya pelecehan seksual yang terjadi pada anak (Setiawan, 2009, hal. 75–76).

Berdasarkan tiga penelitian terdahulu tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian terdahulu memiliki kekurangan berupa film yang memiliki isu yang sudah banyak diangkat di dalam film sebelumnya, sedangkan film yang peneliti teliti memiliki isu menarik dan jarang diangkat ke dalam film. Khususnya film Indonesia. Penelitian terdahulu juga memiliki kekurangan berupa kategorisasi yang terlalu luas, sedangkan kategori yang peneliti teliti lebih spesifik. Sehingga penelitian ini dianggap berbeda satu sama lain.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2010) bahwa pada teknik tari bambu siswa bukan hanya berdiskusi dengan kelompok asal tetapi juga berdiskusi dengan kelompok

Kondisi Ideal: vegetasi alami, lapangan buru SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut PP 47/1997; UU 41/1999 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam

• Dua korban non-fatal tidak bisa dicocokan jika mereka dilaporkan dalam sumber catatan yang sama (karena pengkodean data dan metode-metode representasi database yang

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ervilah dan Fachriyah (2015), Bustamam, et al (2010) dan Kartika (2011) menemukan pengaruh antara total

Apakah profitabilitas, tangibility , ukuran perusahaan, risiko , nondebt tax shield, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap struktur modal

Ida Bagus Antariksa, selaku Kepala Sekolah SD Tarsisius II, , yang telah dengan baik hati memberikan waktu dan tenaganya serta memberikan kesempatan bagi penulis untuk

Yang dimaksud dengan “Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger)” adalah Izin Usaha yang wajib dimiliki perusahaan hasil penggabungan dalam rangka memulai

Pertama : Mengangkat Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Jurusan Kimia FMIPA Unila Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019 yang namanya tercantum pada lampiran Surat Keputusan