TESIS
KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE
WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST
LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP
KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN
HASIL LEMPARAN CAKRAM
I PUTU PUTRA SUARSANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE
WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST
LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP
KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN
HASIL LEMPARAN CAKRAM
I PUTU PUTRA SUARSANA NIM. 1490361010
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE
WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST
LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP
KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN
HASIL LEMPARAN CAKRAM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I PUTU PUTRA SUARSANA NIM. 1490361010
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 16 MEI 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. : 2178/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 16 Mei 2016
Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO Anggota :
1. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO 2. Dr. dr. I Made Muliarta, S. Ked. M. Kes.
3. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, AIFO 4. Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Putu Putra Suarsana NIM : 1490361010
Program Studi : Fisiologi Olahraga
Judul Tesis : Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist Lebih Baik dari Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up dalam Meningkatkan Hasil Lemparan Cakram
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas dari plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.
Denpasar, 10 Mei 2016 Yang membuat pernyataan
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama – tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti gelar magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar – besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. I Made Muliarta, S. Ked. M. Kes, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada Kepala SMK Bintang Persada Tabanan serta seluruh dewan guru yang telah mendukung penulis, mulai dari perencanaan sampai berakhirnya penelitian. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Orang Tua penulis, Drs. I Nyoman Suarsa, dan I Gusti Ayu Ariartini, S.Pd yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan kepada Luh Putu Risa Prabandari, S.Pd. M.Pd. dan I Kadek Yoga Asmara, S.Psi. yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, 18 Mei 2016 Penulis,
ABSTRAK
KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN
HASIL LEMPARAN CAKRAM
Komponen biomotorik kekuatan dan kecepatan merupakan dasar dari komponen daya ledak otot khususnya pada alat gerak tubuh bagian atas. Kombinasi pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan otot adalah pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist serta pelatihan push up knee dan sit up.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan sampel berjumlah 36 orang yang diambil secara acak proporsional dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi menjadi dua kelompok. Masing – masing kelompok terdiri atas 18 orang. Kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist (Kelompok I) dan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up (Kelompok II). Penelitian dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Data berupa hasil lemparan cakram sebelum dan setelah penelitian dianalisis secara statistik. Data yang didapat berdistribusi Normal dan Homogen sehingga selanjutnya dengan uji t-paired dan uji t-independent. Hasil uji t-paired kedua kelompok terjadi peningkatan hasil lemparan cakram (p<0,05). Hasil uji t-independent sebelum pelatihan pada Kelompok I dan Kelompok II ditemukan tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan setelah pelatihan antara Kelompok I dan Kelompok II sama-sama mengalami peningkatan hasil lemparan cakram (p<0,05).
Simpulan bahwa kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist pada Kelompok I terjadi peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up pada Kelompok II pada hasil lempar cakram.
ABSTRACT
THE COMBINATION OF CABLE MACHINE WOODCHOPPER AND MEDICINE BALL FULL TWIST TRAINING MUCH BETTER THAN THE COMBINATION OF PUSH UP KNEE AND SIT UP TRAINING TO IMPROVE
THE RESULTS OF DISCUS THROW
Biomotor components of strength and speed are the base of the components of explosive power of muscles, especially motion tools in the upper body. The combination of trainings that can be used to increase muscle strength and speed are cable machine woodchopper and a medicine ball full twist training and push up knee and sit up training.
The current study used an experimental method with a sample of 36 people which is taken using proportional random sampling from the population which met the inclusion and exclusion criteria and dividen into two groups. Each group consist of 18 people. The combination training between cable machine woodchopper and medicine ball full twist was used by the Group I, while the combination between training push up knee and sit up was used by the Group II. The study was conducted three times a week for 6 weeks. Data were collected from the result of the discs throw before and after the study. The collected data were statistically analyzed. From the analysis, it was obtained that the variant of data was homogeny and the distribution was normal. Therefore, the analysis continued with the paired t-test and independent t-test. The paired t-test result showed that there is a increase number of results in discus throw on both of the experiment groups (p <0.05). While the independent t-tests showed that before the training in the group I and group II found was not significantly different (p> 0.05), but after the training between group I and group II are equally increased their results in discus throw (p <0.05).
From the results, it can be inferred that the combination between cable machine woodchopper and medicine ball full twist training in Group I increased higher than the combination between push up knee and sit up training in Group II on the outcome of discus throwing.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM ... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan... 7
2.1.1 Atletik dan Lempar Cakram ... 8
2.2 Pelatihan ... 11
2.2.1 Pelatihan Fisik ... 12
2.2.2 Pelatihan Teknik ... 15
2.2.3 Pelatihan Taktik ... 16
2.2.4 Pelatihan Mental ... 16
2.3 Tujuan Pelatihan Fisik ... 16
2.4 Prinsip Pelatihan Fisik ... 17
2.5 Prosedur Pelatihan Fisik ... 19
2.5.1 Pemanasan ... 19
2.5.2 Pelatihan Inti ... 20
2.5.3 Pendinginan ... 21
2.6 Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist Dengan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up ... 22
2.7 Komponen Biomotorik ... 29
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Lemparan ... 30
2.8.1 Faktor Internal ... 31
2.8.2 Faktor Eksternal ... 33
2.8.3 Faktor Komponen Biomotorik ... 35
2.8.4 Faktor Pelatihan ... 43
2.9 Takaran Pelatihan . ... ... 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ... 55
3.1 Kerangka Berpikir ... 55
3.2 Konsep Penelitian ... 56
3.3 Hipotesis Penelitian ... 57
BAB IV METODE PENELITIAN ... 58
4.1 Rancangan Penelitian ... 58
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59
4.3 Jenis dan Sumber Data ... 59
4.3.1 Variabilitas Populasi ... 59
4.3.2 Kriteria Subjek ... 59
4.3.3 Besaran Sampel ... 60
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel ... 61
4.4 Variabel Penelitian ... 62
4.4.1 Identifikasi Variabel ... 62
4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 62
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 63
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 64
4.6 Instrumen Penelitian ... 65
4.7 Prosedur Penelitian ... 65
4.8 Analisis Data ... 68
BAB V HASIL PENELITIAN ... 71
5.1 Data Karakteristik Subjek Penelitian ... 71
5.2 Data Karakteristik Lingkungan Penelitian ... 72
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Hasil Lemparan Cakram .. 72
5.4 Uji Beda Rerata Hasil Lemparan Cakram Antar Kelompok Pelatihan ... 73
5.5 Uji Beda Rerata Hasil Lemparan Cakram Antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan ... 74
BAB VI PEMBAHASAN ... 79
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 79
6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian ... 80
6.3 Hasil Lemparan Sebelum Pelatihan ... 81
6.4 Pengaruh Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee Dan Sit Up Terhadap Peningkatan Hasil Lemparan Cakram ... 81
6.5 Perbedaan Efek Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee Dan Sit Up Terhadap Peningkatan Hasil Lemparan Cakram ... 83
6.6 Kelemahan Penelitian ... 87
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 88
7.1 Simpulan ... 88
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbandingan Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dengan Kombinasi Pelatihan
Push Up Knee Dan Sit Up ... 29 Tabel 5.1. Data Karakteristik Fisik Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 71 Tabel 5.2. Data Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara ... 72 Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Hasil Lemparan Cakram Sebelum dan Sesudah Pelatihan,
Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 73 Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Lemparan Cakram
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 73 Tabel 5.5. Hasil Uji Beda Rerata Lemparan Cakram
Sebelum dan Sesudah Pelatihan antar Kelompok
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tahap awal gerakan lempar cakram ... 9
Gambar 2.2. Tahap pelaksanaan gerakan lempar cakram ... 10
Gambar 2.3. Tahap akhir gerakan lempar cakram ... 11
Gambar 2.4. Latihan medicine ball full twist berpasangan ... 23
Gambar 2.5. Latihan cable machine woodchopper ... 24
Gambar 2.6. Latihan side throwing ... 25
Gambar 2.7. Latihan medicine ball side throw ... 26
Gambar 2.8. Latihan push up knee ... 27
Gambar 2.9. Latihan sit up ... 28
Gambar 2.10. Tahap memegang cakram ... 37
Gambar 2.11. Tahap menekuk lutut persiapan melempar ... 38
Gambar 2.12. Tahap menekuk pinggang persiapan melempar ... 39
Gambar 2.13.Tahap mengayunkan cakram ... 39
Gambar 2.14. Tahap akhir gerakan melepaskan cakram ... 40
Gambar 2.15. Anatomi tubuh tampak depan ... 41
Gambar 2.16. Anatomi tubuh tampak belakang ... 42
Gambar 3.1 Konsep penelitian ... 56
Gambar 4.1 Rancangan penelitian ... 58
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
kg = kilogram (menggambarkan berat) mm = milimeter (menggambarkan ukuran) m = meter (menggambarkan jarak)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat-surat Penelitian ... 92
Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 97
Lampiran 3. Data Karakteristik Tempat Penelitian ... 98
Lampiran 4. Data Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok 1 ... 99
Lampiran 5. Data Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok 2 ... 100
Lampiran 6. Data Perbandingan Rata-Rata Hasil Lemparan Cakram Mingguan Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 101
Lampiran 7. Data Hasil Lemparan Cakram Pre-Test dan Post-Test Kelompok 1 ... 102
Lampiran 8. Data Hasil Lemparan Cakram Pre-Test dan Post-Test Kelompok 2 ... 103
Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Output SPSS) ... 104
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atletik dikatakan mother of sport atau ibu dari olahraga karena di dalam
atletik itu terkandung unsur-unsur gerak dasar yang dibutuhkan oleh semua cabang
olahraga, seperti gerak lari, lompat, dan lempar. Lempar cakram adalah bagian dari
olahraga atletik. Lempar cakram dilakukan dengan gerakan lengan mengayun dan
melemparkan cakram ke daerah lemparan diakhiri dengan gerak lanjutan.
Berdasarkan data Pekan Olahraga Kabupaten (PORKAB) Tabanan tahun
2014. Dari 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan, hanya dua kecamatan
yang mengirimkan atletnya pada nomor lempar cakram dan Kecamatan Kediri yang
terlihat mempersiapkan, membina dan melatih atletnya dengan baik. Terlihat dari
atlet yang berasal dari Kecamatan Kediri atas nama A. A Sagung Intan Liana
Prameswari dapat melempar cakram sejauh 24,89 meter dan menjadi atlet pelempar
cakram terjauh jika dibandingkan dengan atlet lainnya. Ni Nyoman Raswati Dewi
yang berasal dari Kecamatan Kediri sebagai pelempar cakram terjauh kedua dengan
jarak lemparan 18,14 meter dan atlet atas nama Ni Putu Arista Dewi yang berasal
dari Kecamatan Selemadeg Timur sebagai atlet pelempar cakram terjauh ketiga
dengan jarak lemparan sejauh 10, 69 meter.
Data Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Bali Tahun 2015 yang
diselenggarakan di Kabupaten Singaraja, menunjukkan atlet-atlet yang berasal dari
Kabupaten Tabanan kalah bersaing dengan atlet-atlet dari kabupaten lainnya
khususnya dalam lempar cakram putri sehingga tidak ada satupun atlet putri
Permasalahan serupa juga terjadi di SMK Bintang Persada Tabanan pada
siswa perempuan kelas X, XI, XIIA dan XIIB. Hasil observasi yang telah dilakukan
untuk mendapatkan data awal sebelum melakukan penelitian menunjukkan
rendahnya hasil lemparan cakram dimana jarak lemparan cakram siswa masih
belum maksimal sehingga masih mungkin untuk ditingkatkan. Permasalahan
tersebut muncul dari berbagai macam faktor diantaranya, kurangnya penerapan
metode pelatih yang bersifat menyeluruh dan memenuhi prinsip-prinsip pelatihan
yang baik dan benar. Pelatihan yang dilakukan harus berfokus kepada komponen
dominan yang harus dikembangkan dengan maksimal, yaitu komponen daya ledak
kombinasi antara komponen kekuatan dan kecepatan.
Hasil observasi proses belajar mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan yang terdapat disekitar sekolah masih dapat dijumpai
proses pembelajaran dan pelatihan yang dilakukan beberapa orang tenaga pengajar
masih bersifat sederhana dikarenakan metode, jenis, dan takaran FIIT pelatihan
yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran belum menerapkan
prinsip-prinsip pelatihan fisik yang ada. Selama proses pembelajaran lempar
cakram berlangsung beberapa tenaga pengajar hanya memfokuskan pada pelatihan
yang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu pelatihan sehingga tidak membebani
diri untuk menyiapkan sarana dan prasarana pelatihan, maka dari itu
pelatihan-pelatihan beban yang dilakukan dengan memanfaatkan beban tubuh siswa itu
sendiri, misalnya melakukan pelatihan kekuatan otot tangan dengan melakukan
pelatihan push-up, melakukan pelatihan sit-up untuk memperkuat kekuatan otot
bagian perut (abdomen), pada akhirnya menyingkirkan prinsip spesialisasi dalam
Beberapa permasalahan yang ada tersebut berimbas pada rendahnya hasil
belajar siswa pada nomor olahraga atletik khususnya lempar cakram. Rendahnya
hasil belajar terlihat dari dekatnya hasil lemparan cakram yang dilakukan siswa,
dimana hasil lemparan cakram tersebut jauh dari harapan sebelumnya. Seharusnya
hasil lemparan cakram akan dapat lebih maksimal jika pelatihan dilakukan dengan
baik dan jenis pelatihan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi
unsur-unsur komponen biomotorik yang berkaitan dengan pelaksanaan gerak
lempar cakram yang dikembangkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pelatihan.
Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh supaya
dapat berfungsi optimal saat melakukan aktivitas olahraga. Dengan memberikan
pelatihan yang menerapkan prinsip-prinsip dasar pelatihan dapat memberikan efek
yang positif pada anatomi dan fisiologi otot. Untuk mengembangkan komponen
biomotorik daya ledak otot, diperlukan pelatihan yang dapat meningkatkan
kemampuan organ-organ tubuh khususnya kemampuan otot terutama otot-otot
anggota gerak atas (Bompa, 2001).
Pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist merupakan
pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan daya ledak otot lengan. Karena
pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist adalah jenis
pelatihan yang memenuhi prinsip dasar pelatihan spesialisasi pelatihan, dimana
gerakan jenis pelatihan sama dengan gerakan olahraga yang dilatih. Selain itu
rangkaian gerak pelatihan ini membuat otot-otot berkontraksi dengan sangat kuat
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan ukuran otot (hipertropi otot). Efek dari
hipertropi otot tersebut adalah kekuatan otot lengan akan meningkat. Hipertropi otot
diakibatkan dari pertambahan massa otot, peningkatan filamen aktin dan miosin,
Melalui peningkatan jumlah dan sel-sel serabut otot lengan ini, akan dapat
meningkatkan kekuatan otot lengan. Kecepatan otot lengan juga akan meningkat
dengan adanya gerakan menarik beban yang dilakukan secara cepat dan
berulang-ulang. Peningkatan kekuatan dan kecepatan akan berpengaruh terhadap peningkatan
daya ledak otot lengan. Hal ini didasarkan atas dua unsur penting yang ada di dalam
daya ledak, yaitu kekuatan otot dan kecepatan otot (Adiatmika, 2002.a). Sehingga
pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist berpengaruh
terhadap daya ledak otot lengan.
Keunggulan pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full
twist dari pelatihan push up knee dan sit up dikarenakan mekanisme gerakan dalam
melakukan atau melaksanakan pelatihan cable machine woodchopper dan medicine
ball full twist ini, memiliki keefektifan di dalam pelaksanaannya, karena kontraksi
otot yang dilakukan menyebabkan otot-otot bahu, lengan, dan dada berkontraksi
secara menyeluruh sehingga fungsi dari otot lengan tersebut lebih besar
dibandingkan dengan pelatihan push up knee dan sit up yang hanya melibatkan
sedikit kontraksi otot.
Berdasarkan latar belakang masalah, salah satu alternatif pemecahan masalah
dari rendahnya hasil belajar lemparan siswa pada lempar cakram, yaitu dengan
penerapan metode pelatihan dan prinsip-prinsip pelatihan yang baik dan benar
sehingga penerapan kombinasi pelatihan yang tepat dapat meningkatkan
kemampuan komponen biomotorik yang dominan diperlukan dalam melempar
cakram. Sehingga seluruh komponen biomotorik tersebut dapat saling menunjang
untuk meningkatkan dan memaksimalkan hasil lemparan cakram siswa.
Bertolak dari latar belakang tersebut, dilakukan penelitian eksperimen yang
Full Twist Lebih Baik dari Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up dalam
Meningkatkan Hasil Lemparan Cakram”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball
full twist dapat meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang
Persada?
2. Apakah kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dapat meningkatkan hasil
lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada?
3. Apakah kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball
full twist lebih baik dari kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dalam
meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan
medicine ball full twist dapat meningkatkan hasil lemparan cakram siswa
SMK Bintang Persada.
2. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dapat
meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada.
3. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan
medicine ball full twist lebih baik dari kombinasi pelatihan push up knee dan
sit up dalam meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, dapat memberikan pengembangan dan konsep pelatihan baru
dengan mengkombinasikan beberapa jenis pelatihan dengan memenuhi
prinsip-prinsip pelatihan yang disesuaikan dengan cabang olahraga lempar cakram.
2. Secara praktis, dapat digunakan oleh para pelatih, guru olahraga, serta para atlet
sebagai pedoman dalam melakukan suatu pelatihan khususnya cabang olahraga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran
jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, aspek pola hidup sehat dan
pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih
yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Supandi mengungkapkan pentingnya gerak sebagai kebutuhan dasar bagi
kehidupan manusia seperti halnya pentingnya minum dan makan. Hal tersebut berarti
gerak dan olahraga merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menunjang
kesehatan dan kebugaran jasmani (Tarigan, 2011).
Berkaitan dengan pentingnya aktivitas jasmani, Bompa dan Astrand
mengemukakan, apabila aktivitas jasmani atau olahraga memenuhi prinsip-prinsip
latihan, misalnya melakukan aktivitas olahraga dengan beban latihan ringan sampai
sedang serta dilakukan secara rutin dan teratur, kegiatan tersebut dapat meningkatkan
derajat kebugaran jasmani (Tarigan, 2011)
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan program pengajaran yang
sangat penting dalam membentuk kebugaran para siswa serta dapat mengarahkan siswa
untuk dapat beraktivitas olahraga agar tercapai generasi yang sehat dan kuat (Aminarni,
2009).
Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, diantaranya (Nala, 2011):
2. Pendidikan bertujuan untuk membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama,
dan lainnya.
3. Kesehatan bertujuan sebagai sarana pencegahan agar tidak mengalami keadaan
sakit.
4. Kesegaran jasmani bertujuan agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari
dengan efektif dan efisien.
5. Prestasi bertujuan untuk menjadi juara olahraga.
2.1.1 Atletik dan lempar cakram
Atletik merupakan olahraga tertua, dimana gerakan pada olahraga atletik
seperti: jalan, lari, lompat dan lempar menjadi dasar gerakan-gerakan olahraga yang
dapat dijumpai pada hampir setiap cabang olahraga lainnya, atau sering dikatakan
bahwa atletik merupakan dasar dari semua cabang olahraga (mother of sport) (Dixon,
2014). Atletik merupakan aktivitas jasmani yang mendasar untuk cabang olahraga lain
karena bagian-bagian gerakan pada olahraga atletik menjadi dasar gerakan untuk
penyempurnaan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga lainnya.
Lempar cakram (discus throw) adalah salah satu bagian dari olahraga atletik
nomor lempar. Lempar cakram bertujuan melemparkan benda berbentuk bulat pipih
(cakram) sejauh-jauhnya menggunakan ritme, kekuatan, keterampilan dan teknik dasar
lempar cakram yang kuat (Guthrie, 2008).
Cakram yang digunakan pada saat lempar cakram adalah benda yang berbentuk
bulat pipih dengan diameter lingkarannya adalah 220 mm. Cakram pada lempar cakram
dibagi menurut beratnya menjadi dua, diantaranya cakram yang digunakan untuk
laki-laki memiliki berat dua kg dan cakram yang digunakan khusus untuk perempuan
2.1.1 Gerak pada lempar cakram
Cakram yang dilempar harus dipegang dengan teknik yang benar, supaya arah
dari lemparan sesuai dengan aturan yang ada dan hasil lemparan cakram jatuh didaerah
yang telah ditentukan. Cakram dilempar dengan posisi menyampingi arah lemparan
yang biasanya digunakan oleh para pemula karena gerakannya lebih mudah, cukup
sederhana dan terbiasa diajarkan oleh tenaga pendidik kepada para siswa dalam proses
belajar mengajar di sekolah.
Dalam cara melempar cakram dengan menyampingi arah lemparan dapat
dilakukan dengan teknik melempar cakram sebagai berikut (Sodikin dan Achmad,
2009).
1. Tahap awal gerakan dalam lempar cakram dilakukan dengan cara:
1) Cakram diletakkan pada telapak tangan kiri, kemudian tangan kanan di atas
cakram.
2) Berdiri di dalam lingkaran (daerah melempar), dengan posisi badan
menyampingi arah lemparan.
2. Tahap pelaksanaan gerakan lempar cakram dilakukan dengan cara :
1) Kaki dibuka sejajar, menyampingi arah lemparan.
2) Berat badan berada pada kaki belakang.
3) Cakram dikait, dengan lengan kanan lurus ke bawah. Cakram diayun ke depan
atas sebanyak tiga kali. Ayunan tangan ke belakang dengan mempersiapkan
otot-otot yang dilibatkan dalam posisi regang penuh (tidak berlebihan)
bertujuan untuk menambah waktu dan jarak persiapan yang bermanfaat
meningkatkan tenaga yang diproduksi (Redhana, 2008)
4) Cakram dilempar, berat badan berada pada kaki belakang dan punggung
tangan berada di atas. Jari kelingking membantu pada saat lepasnya cakram ke
depan.
Gambar 2.2 Tahap pelaksanaan gerak lempar cakram (Nikitin, 2015).
3. Tahap akhir gerakan melempar cakram dilakukan dengan cara :
2) Salah satu kaki ke depan, dan kaki yang lain diluruskan ke belakang untuk
menjaga keseimbangan agar anggota badan tidak melewati garis batas
lemparan.
Gambar 2.3 Tahap akhir gerakan lempar cakram (Nikitin, 2015).
2.2 Pelatihan
Penerapan Ilmu Faal Olahraga untuk meningkatkan prestasi atlet sangat penting
untuk menentukan takaran latihan, keberhasilan latihan atlet selama periodisasi latihan.
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yang disebabkan oleh
latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yang dilakukan secara berulang-ulang
(chronic exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap
intensitas, durasi, frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu
(Anonim, 2010). Untuk meningkatkan prestasi, diperlukan kesehatan fisik yang tinggi,
yang dapat dibina melalui masukan gizi yang cukup dan latihan yang baik (Suniar,
2002).
Pelatihan menurut Bompa merupakan suatu aktivitas yang komplek, suatu kinerja
dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan
fisiologis dan psikologis tertentu agar dapat memenuhi berbagai tuntutan tugas sewaktu
berolahraga (Nala, 2011).
Dimana pelatihan olahraga dapat dibagi sesuai dengan spesialisasi yang akan
dilatih, spesialisasi membagi pelatihan olahraga menjadi empat macam diantaranya
(Nala, 2011):
2.2.1 Pelatihan fisik
Pelatihan fisik merupakan pelatihan dengan usaha untuk memperbaiki sistem,
fungsi organ dengan memberikan beban latihan kepada bagian fisik untuk
mengoptimalkan kinerja dan penampilan atlet. Pelatihan fisik merupakan unsur
terpenting dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi tertinggi.
Menurut Petersen beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan program
pelatihan fisik, diantaranya (Nala, 2011):
1. Intensitas / Beban Pelatihan.
Setiap atlet memiliki kemampuan menerima beban pelatihan yang berbeda-beda.
Sehingga beban pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing atlet. Beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu ringan bahkan
terlalu berat supaya tidak menyebabkan cedera pada atlet. Sebagai pertimbangan
penerapan prinsip beban berlebih, akan mengakibatkan kelelahan (fatique) dapat
menghilangkan kemampuan tubuh dalam merespon suatu rangsang (Joesoef, 2014).
Kelelahan dalam berolahraga dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan psikis.
2. Spesifikasi.
Pelatihan fisik menurut Frank dibuat sedemikian rupa sehingga pelatihannya
menyerupai dengan gerak aktivitas yang dibutuhkan dalam spesialisasi olahraga.
Prinsip kekhususan (the principle of spesificity), adalah prinsip latihan untuk memenuhi
tertentu, spesifik terhadap rangkaian pola gerakan, spesifik terhadap sistem energi
predominan dan lain sebagainya (Bafirman, 2013).
3. Progresif.
Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance) adalah
penambahan beban yang dilakukan dari satu hari latihan kehari latihan berikutnya.
Wujud dari penambahan beban ini dapat berupa meningkatkan frekuensi, lama latihan,
set, maupun repetisi. Konsep diberlakukannya prinsip beban berlebih ini karena
diyakini bahwa faal tubuh dapat beradaptasi terhadap stimulus yang diterimanya.
Tujuan penerapan prinsip ini adalah untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional
tubuh, yang selanjutnya berwujud prestasi optimal yang diinginkan. Latihan berat yang
dilakukan hendaknya diselingi dengan latihan ringan, dengan tujuan memberikan
kesempatan faal tubuh beristirahat (pemulihan cadangan energi/ memperbaiki
jaringan-jaringan yang rusak).
4. Waktu Pemulihan.
Prinsip pulih asal (the principle recovery) menurut Costill adalah prinsip yang
memandang bahwa faal tubuh perlu masa istirahat. Masa istirahat ini diperlukan untuk
mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala. Pemulihan cadangan energi,
pembersihan akumulasi asam laktat, pemulihan cadangan oksigen, dan perbaikan
jaringan yang rusak adalah serangkaian peristiwa yang terjadi pada saat istirahat
(Bafirman 2013).
Bentuk aktivitas selama pemulihan disela latihan dapat dilakukan dengan istirahat
pasif maupun aktif. Prinsip kembali asal (the principle reversibility) adalah prinsip
yang memandang bahwa peningkatan kualitas fisik akibat dari latihan yang berkualitas,
akan kembali ketingkat paling dasar, jika latihan tidak dilakukan dalam jangka yang
menerus, maka akan terjadi peningkatan komponen kebugaran jasmani dalam taraf
tertentu.
Menurut Brooks urutan pelatihan fisik yang harus diterapkan, yaitu (Nala, 2011):
1. Pelatihan Fisik Umum, merupakan fase awal pelatihan fisik. Pada fase pelatihan
fisik umum ini pelatihan belum dikaitkan dengan bidang olahraga spesialisasinya.
Dimana pelatihan fisik dalam fase umum ini dilakukan dengan intensitas yang
tidak terlalu berat agar tidak menimbulkan cedera, karena pada fase ini, otot,
tulang, dan ligament belum terkonsolidasi.
2. Pelatihan Fisik Khusus, merupakan fase lanjutan dari pelatihan fisik umum. Pada
fase ini pelatihan sudah ditujukan sesuai dengan cabang olahraga pilihannya.
Setiap pelatihan pengembangan sistem organ tubuh sudah relevan dengan
kebutuhan yang akan dihadapi pada waktu pelatihan teknik dan taktik sesuai
dengan bidang olahraga spesialisasinya.
3. Pelatihan Komponen Biomotorik Khusus, merupakan fase pelatihan lanjutan dari
pelatihan fisik umum dan pelatihan fisik khusus. Pada fase ini dilatih komponen
biomotorik yang betul-betul dibutuhkan untuk menunjang kemampuan teknik dan
taktik bermain. Takaran pelatihan untuk mengembangkan kemampuan komponen
biomotorik khusus diberikan dengan intensitas yang tinggi. Pada fase ini,
pelatihan yang dipilih menyerupai gerakan sesungguhnya agar komponen
biomotorik yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan
untuk menunjang kemampuan teknik atau taktik sehingga dapat memaksimalkan
2.2.2 Pelatihan teknik
Pelatihan teknik menurut Nossek adalah gerakan pelatihan yang diperlukan
untuk memperbaiki teknik gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu
dengan lebih baik. Pelatihan teknik merupakan pelatihan khusus untuk membentuk dan
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular.
Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan
menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar dari bentuk
teknik yang diperlukan dari cabang olahraga yang bersangkutan harus dapat dilatih dan
dikuasai secara sempurna (Lenati, 2014).
Pada tahap pelatihan teknik, menurut Nossek dalam dasar kepelatihan
mengemukakan pelatihan teknik dapat dibagi menjadi tiga tahap yang harus dilakukan,
meliputi (Pekik 2002): 1). Tahap pengembangan koordinasi kasar (gross coordination),
tahap koordinasi kasar ini dilakukan untuk mengembangkan tahap pelatihan
selanjutnya. Tahap ini dilakukan kepada atlet pemula yang biasanya belum bisa
melakukan gerakan yang baik, biasanya terlihat dari gerakan-gerakan atlet masih kaku,
dan kurang efisien. 2). Tahap koordinasi halus (fine coordination), tahap ini diberikan
dan terlihat kesalahan gerak sudah mulai berkurang, gerak lebih konsisten dan stabil
serta lebih efisien. 3). Tahap stabilisasi dan otomatis (stabilization and automatization)
pada tahap pelatihan ini atlet sudah mampu mengatasi hambatan-hambatan, serta
gerakan sudah dilakukan otomatis tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ditahap pelatihan
ini gerak sudah sangat efisien sehingga keluaran energi sangat sedikit dengan
2.2.3 Pelatihan taktik
Pelatihan taktik adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu
pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelatihan ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan
yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap
pelatihan.
2.2.4 Pelatihan mental
Kemajuan mental atlet tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ketiga
faktor pelatihan di atas, karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan
taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak akan
tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet,
penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang
menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportifitas,
percaya diri dan kejujuran.
2.3 Tujuan Pelatihan Fisik
Tujuan dari pelatihan fisik menurut Bompa adalah untuk memperbaiki struktur
dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Lenati, 2014).
Setiap penyusunan program pelatihan, terlebih dahulu ditetapkan tujuan pelatihan
sehingga perencanaan dan pelaksanaan pelatihan dapat disesuaikan dengan tujuan
(Nala, 2011).
Secara garis besar tujuan pelatihan olahraga menurut Nala (2011), adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi
pengembangan seluruh kemampuan komponen biomotorik, yang menyangkut
2. Mengembangkan komponen fisik khusus, yang disesuaikan dengan tipe atau
spesialisasi cabang olahraga yang dilatih.
3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan spesialisasi olahraga yang
ditekuni.
4. Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga
kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi
dapat dipersiapkan dengan matang.
5. Meningkatkan kualitas kemauan atlet.
6. Meningkatkan persiapan dan kerjasama tim.
7. Meningkatkan derajat kesehatan atlet.
8. Mencegah cedera dengan melakukan pemanasan sebelum latihan inti.
9. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang fisiologi atau
psikologi dasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi.
2.4 Prinsip Pelatihan Fisik
Prinsip dari pelatihan adalah suatu petunjuk dan aturan yang disusun secara
sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus
ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan. Prinsip dasar ini merupakan
langkah awal dalam kegiatan penyusunan program pelatihan yang optimal dan efektif
untuk dapat diaplikasikan.
Prinsip pelatihan fisik menurut Nala (2011), mengatakan bahwa lama pelatihan
yang dilakukan sampai diperoleh hasil latihan yang konstan dimana tubuh sudah
beradaptasi dengan pelatihan yang dilakukan akan tercapai dengan pelatihan yang
Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan terdiri dari 7 prinsip diantaranya (Nala,
2011),
1. Prinsip Aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti latihan.
Prinsip ini diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu
pelatihan sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti
pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan dan tidak hanya berlatih
ketika didampingi oleh pelatih saja.
2. Prinsip pengembangan multilateral.
Pelatihan fisik umum atau pelatihan multilateral yang dilaksanakan sebelum
pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali terlebih dahulu pelatihan
dasar-dasar kebugaran fisik dan komponen biomotorik. Selain itu dikembangkan
pula seluruh organ dan sistema yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut
proses fisiologis maupun psikologisnya.
3. Prinsip spesialisasi.
Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilanjutkan dengan pengembangan
fisik khusus atau spesialisasi yang tentunya disesuaikan dengan cabang olahraga
yang dilatih. Pelatihan spesialisasi dapat dimulai setelah sesuai dengan umur untuk
cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan. Untuk melatih
cabang olahraga atletik termasuk lempar cakram, spesialisasi umur yang dilatih
antara 14-17 tahun.
4. Prinsip individualisasi.
Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi
dalam olahraga yang berbeda satu sama lainnya, sehinggga cara pelatihannya akan
berbeda. Pendekatan personalisasi dapat dipergunakan sebagai media untuk
5. Prinsip variasi atau keserbaragaman.
Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus menerus akan cukup
membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan
perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap
mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program pelatihan yang
ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam berlatih.
6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan.
Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitasi, suatu simulasi dari
kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati
yang mendekati keadaan sebenarnya.
7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan.
Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan
secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan. Dapat pula
dilakukan diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi
gerakan yang semakin rumit.
2.5 Prosedur Pelatihan Fisik
Prosedur pelatihan fisik pada pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan terdiri
dari tiga bagian yaitu bagian latihan pemanasan, latihan inti dan latihan pendinginan
(Syarifudin, 1997).
2.5.1 Pemanasan
Pemanasan menurut Bompa (2001) adalah tahap awal pelatihan yang sangat
penting untuk dilakukan. Mengingat pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan fisik
dan psikis dalam menghadapi pelatihan inti serta mencegah kemungkinan terjadinya
peningkatan komponen biomotorik kecepatan, kecepatan gerakan lengan, kekuatan
otot, daya tahan otot, daya ledak dan daya tahan kardiovaskular. Intensitas dan durasi
pemanasan setiap aktivitas olahraga bervariasi, tergantung dari aktivitas yang
dilakukan, misalnya lama pemanasan untuk mengerahkan seluruh otot tubuh berkisar
antara 20-30 menit. Selain itu durasi pemanasan tergantung pula dari berbagai
faktor yaitu: suhu dan kelembaban lingkungan, umur, kebugaran fisik, berat
ringannya aktivitas dan lain - lain (Nala, 2011).
Tipe pemanasan yang dilakukan selama pemanasan tergantung dari cabang
olahraga yang dilakukan. Tipe pemanasan ada tiga antara lain, (1) peregangan
yang merupakan aktivitas otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan, (2)
kalistenik dengan cara menggerakkan sekelompok otot yang secara aktif
berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang
bersangkutan, (3) aktivitas spesifik yaitu aktivitas yang disesuaikan dengan jenis
olahraga yang dilatih (Nala, 2011).
2.5.2 Pelatihan inti
Takaran pelatihan merupakan hal yang sangat penting peranannya dalam
meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan terutama kemampuan komponen
biomotorik secara tepat dan efisien. Takaran pelatihan terdiri dari intensitas, volume
dan frekuensi (Nala, 2011). Kegiatan olahraga atau physical activity lainnya hendaknya
disesuaikan dengan kondisi tubuh siswa yang bersangkutan (Arsani, 2006).
Metode pelatihan inti yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi
pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist dengan kombinasi
pelatihan push up knee dan sit up dengan set dan repetisi yang ditingkatkan dari
minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu yang dilaksanakan pada hari senin, rabu,
dan jumat.
Pate menyatakan pelatihan yang berlangsung selama enam sampai delapan
minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yang akan mengalami
peningkatan 10-20% (Nala, 2011). Selanjutnya Fox menyatakan pelatihan dengan
frekuensi tiga kali seminggu sesuai untuk pemula dan akan menghasilkan peningkatan
yang berarti (Nala, 2011).
2.5.3 Pendinginan
Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula.
Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang
terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran sentral. Selain itu
berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan
asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2011).
Bentuk pelatihan pendinginan yang biasa dianjurkan adalah dengan istirahat
aktif. Karena asam laktat cepat dimetabolisme secara aerobik sehingga menghasilkan
CO2+H2O lebih cepat yang menyebabkan asam laktat cepat berkurang. Begitu selesai
melakukan aktivitas atau pelatihan, dianjurkan untuk tidak langsung duduk tetapi
melakukan gerakan-gerakan ringan seperti jalan-jalan atau menggerak-gerakkan
seluruh anggota tubuh secara ringan (Nala, 2011).
Lamanya pendinginan menurut Powers berkisar antara 10-30 menit (Nala,
2011). Pelatihan pendinginan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan selama 15
menit diawali dengan gerakan-gerakan lambat dimulai dari kepala, leher, bahu, lengan,
pinggang, dan tungkai bawah. Gerakan pendinginan lebih difokuskan pada alat gerak
2.6 Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full
Twist dengan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up.
Pelatihan adalah suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ atau alat tubuh
dan fungsinya dengan tujuan untuk memaksimalkan penampilan atau kinerja atletnya.
Kombinasi pelatihan dengan jenis – jenis pelatihan baru adalah bentuk pelatihan yang
disiapkan secara menyeluruh dengan menyasar seluruh aspek yang dianggap
berkontribusi guna memaksimalkan hasil gerakan sehingga nantinya akan memberikan
prestasi puncak yang menjadi harapan setiap atlet dalam mengikuti suatu kompetisi
atau perlombaan.
Menurut Soegito (2010), komponen-komponen yang harus dimiliki pelempar
cakram adalah kekuatan, kecepatan, daya ledak, koordinasi otot yang baik, ditunjang
dengan daya tahan yang tinggi. Maka dari itu pelatihan yang diterapkan dalam
penelitian ini akan menyasar komponen kekuatan, kecepatan, dan daya ledak, serta
penambahan pelatihan teknik yaitu pelatihan teknik melempar cakram dengan
memfokuskan kepada ketepatan sudut lemparan. Sudut yang dapat memberikan hasil
lemparan yang maksimal adalah besaran sudut lemparan antara 32-38 derajad (Yoyo,
2006). Pelatihan seluruh aspek yang terkait harus dipersiapkan secara menyeluruh,
sebab satu aspek berkaitan dengan aspek lainnya dan satu aspek akan menentukan
aspek lainnya untuk menunjang pencapaian prestasi maksimal. Kombinasi jenis – jenis
pelatihan yang dilakukan dalam penelitian adalah pelatihan yang dilakukan dengan
melatih semua komponen yang dibutuhkan dalam rangkaian gerak melempar cakram.
Adapun diantaranya akan dijabarkan sebagai berikut:
Latihan komponen kekuatan. Kekuatan adalah kemampuan otot (musculus)
tubuh untuk melakukan kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban
menggunakan alat bantu berupa ball medicine. Pelatihan dengan nama Medicine ball
full twist yang dilakukan secara berpasangan dengan tujuan untuk melatih kekuatan
otot-otot bagian perut. Latihan dilakukan dengan cara berpasangan, berdiri dengan
saling membelakangi pasangannya. Dimana kaki dibuka selebar bahu untuk menjaga
keseimbangan. Kemudian memindahkan bola (beban) dengan cara memegang bola
menggunakan kedua tangan dan mengoperkannya ke pasangannya dengan memilin
pinggang ke arah kanan searah dengan arah melempar cakram. Latihan tersebut dapat
dilihat seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Latihan Medicine ball fulltwist berpasangan.
Latihan kekuatan lainnya dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
katrol dengan pemberat, namun akan diganti dengan botol air minum mineral besar
yang diisi pasir sebagai beban yang akan ditarik dan diikat dengan tali sebagai alat
penariknya. Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot ekstrimitas atas
yaitu lebih memfokuskan kepada bagian otot bisep, otot trisep, otot deltoid, otot
pektoralis mayor minor, dan otot trapezius. Pelatihan ini dilakukan dengan cara beban
menarik beban tersebut berulangkali dengan posisi menyampingi beban latihan yang
ditarik. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar 2.5.
Gambar 2.5 Latihan cable machine woodchopper.
Latihan komponen kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan kontraksi otot
untuk melakukan suatu gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Komponen
ini dapat dilatih dengan melakukan latihan melempar bola sebanyak-banyaknya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Latihan ini akan mengaktifkan kecepatan otot-otot
ekstrimitas atas sesuai dengan gerakan melempar cakram. Pelatihan ini dilakukan
dengan cara berdiri dengan memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap
arah sasaran (sasaran berupa tembok datar yang diisi tanda sebagai sasaran tembak).
Kemudian melakukan lemparan bola ke sasaran dengan mengayunkan bola di samping
tubuh dan melepas bola dengan sudut lemparan 32-380 derajat untuk melatih kecepatan
Gambar 2.6 Latihan side throwing.
Pelatihan komponen daya ledak. Secara sistimatis daya ledak (Power)
merupakan hasil dari perkalian kekuatan (Forece) dengan kecepatan (Velocity)
(Adiatmika, 2002.a). Latihan komponen daya ledak akan dilakukan dengan melakukan
pelatihan melempar beban dengan nama medicine ball side throw. Pelatihan daya ledak
dilakukan dengan tujuan melatih daya ledak otot-otot ekstrimitas atas seperti otot bisep,
otot trisep, otot pektoralis mayor minor, otot trapezius dan otot deltoid. Pelatihan ini
dilakukan dengan cara berdiri memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap
arah lemparan. Bola bisa dipegang di samping badan untuk pelatihan medicine ball side
throw lalu bola dilempar sekuat dan secepat-cepatnya. Latihan tersebut dapat dilihat
Gambar 2.7 Latihan medicine ball side throw.
Kombinasi pelatihan yang dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama adalah
kombinasi pelatihan yang dilakukan untuk mengembangkan komponen terkait dengan
jenis-jenis pelatihan yang sudah terbiasa dilakukan. Dimana jenis pelatihan lama yang
dilakukan adalah pelatihan yang melatih sebagian komponen yang dianggap paling
mempengaruhi pencapaian prestasi maksimal dengan mengabaikan
komponen-komponen lain yang dianggap tidak memberikan efek yang cukup signifikan atau
menunjang dalam memaksimalkan prestasi yang ingin dicapai. Pelatihan yang
dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama dilakukan dengan melatih komponen
kekuatan yang menjadi dasar dan domain dalam cabang olahraga lempar cakram.
Pelatihan komponen kekuatan yang dilatih tanpa menggunakan alat bantu, melainkan
latihan yang dilakukan memanfaatkan beban dari tubuh siswa itu sendiri.
Latihan komponen kekuatan dapat dilatih dengan pelatihan Push up knee.
Pelatihan push up knee adalah pelatihan yang memfokuskan pada pelatihan kekuatan
knee bertujuan untuk melatih kekuatan otot lengan atas (otot bisep dan otot trisep) dan
otot bahu (otot deltoid).
Pelatihan ini dapat dilakukan dengan cara tidur dengan posisi badan menghadap
lantai, dengan kedua tangan berada disamping bahu masing-masing, dan gerakan ini
menumpu pada kedua tangan dan lutut. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar
2.8.
Gambar 2.8 Latihan push up knee.
Latihan sit up adalah salah satu bentuk pelatihan kekuatan otot. Dapat dilakukan
dengan bantuan alat maupun tanpa bantuan alat. Dalam penelitian ini sit up dilakukan
dengan tidur terlentang di lapangan, kedua lutut sedikit ditekuk dan kedua tangan
menempel di dada atau menyatu di belakang kepala, kemudian lakukan gerakan
mengangkat dan merebahkan badan secara berulang. Latihan sit up dilakukan secara
berkelompok dimana setiap kelompok terdiri dari tiga orang, satu orang yang
melakukan gerakan dan dua orang lainnya bertugas untuk membantu teman yang
melakukan gerakan. Dimana pelatihan sit up bertujuan untuk melatih kekuatan otot
perut rectus abdominus, eksternal dan internal obliques (Tarigan, 2015). Pelatihan sit
Gambar 2.9 Latihan sit up.
Dalam penelitian ini akan membandingkan pelatihan yang dilakukan dengan
memberikan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full
twist, yaitu pelatihan yang dilakukan dengan kombinasi pelatihan cable machine
woodchopper dan Medicine ball full twist yang dilakukan dengan mengaktifkan semua
komponen-komponen yang dinilai berperan untuk memaksimalkan hasil lemparan
cakram siswa. Karena peneliti menganggap bahwa semua komponen sama pentingnya
dan akan saling menunjang untuk pelaksanaan gerak dan memaksimalkan hasil gerakan
nantinya. Karena tidak mungkin suatu rangkaian gerak yang terjadi diakibatkan oleh
satu komponen biomotorik yang aktif. Setiap gerakan yang dilakukan selama aktivitas
berolahraga selalu melibatkan lebih dari satu komponen biomotorik. Dalam penelitian
ini membandingkan penerapan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan
medicine ball full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up yang sudah
biasa dilakukan, dimaksudkan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up adalah
pelatihan yang sudah terbiasa dan umumnya dilakukan oleh tenaga pengajar atau
Secara garis besar perbedaan antara jenis pelatihan kelompok I yang dilakukan
secara menyeluruh dibandingkan dengan jenis pelatihan kelompok II yang sudah
terbiasa dilakukan. Perbandingan kombinasi pelatihan yang dilakukan dalam penelitian
dapat dilihat seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Perbandingan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball
full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up.
Unsur Pelatihan Jenis Pelatihan Kelompok I Jenis Pelatihan Kelompok II
Komponen
Kecepatan Latihan side throwing Latihan side throwing
Daya Ledak Latihan throw medicine ball side Latihan throw medicine ball side
2.7 Komponen Biomotorik
Komponen biomotorik merupakan komponen dasar gerak fisik atau aktivitas
fisik dari tubuh manusia. Hampir semua gerakan fisik yang dilakukan oleh manusia
saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Nala, 2011), sehingga harus dikembangkan
secara menyeluruh melalui suatu pelatihan yang dilakukan untuk memperoleh prestasi
maksimal.
Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram
adalah komponen kekuatan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, koordinasi, dan
komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga setelah melakukan gerakan
melempar cakram. Komponen biomotorik yang dinilai paling berpengaruh dalam
memaksimalkan proses dan hasil lemparan cakram adalah komponen daya ledak yang
Ada beberapa komponen biomotorik yang dilatih dalam penelitian ini,
diantaranya pelatihan komponen yang terkait dilatih selama 6-8 minggu dilakukan
sebanyak tiga kali dalam seminggu. Peningkatan beban latihan dapat diberikan setelah
satu minggu pelatihan (Nala, 2011). Untuk meningkatkan kekuatan otot pelatihan
dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali perminggu. Karena pelatihan komponen kekuatan
adalah komponen yang paling lama terlihat peningkatan dari pelatihan yang diberikan
dibandingkan dengan komponen biomotorik lainnya.
Komponen biomotorik yang berperan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram,
seperti kekuatan, kecepatan, dan daya ledak berawal dari energi dalam tubuh yang
mengaktifkan kinerja otot untuk menghasilkan gerakan. Jumlah tenaga yang
dimanfaatkan harus seefektif mungkin. Jumlah tenaga efektif adalah jumlah dari semua
tenaga yang diproduksi oleh sejumlah otot yang searah. Lemparan cakram dilakukan
dengan rangkaian gerakan yang berkelanjutan, mulai dari persiapan dengan memegang,
mengayun cakram, memilin badan, mengayunkan lengan ke depan atas, melepas
cakram dan akhirnya meluruskan tubuh secara penuh. Gerakan yang dilakukan secara
kontinyu dengan memaksimalkan otot-otot yang berkontraksi secara sinergis, searah
dan meminimalisir gerakan otot antagonis supaya gerakan yang dihasilkan lebih efektif
dan efisien dalam memanfaatkan besaran tenaga saat melakukan rangkaian gerakan
melempar cakram.
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Lemparan
Daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik yang merupakan
aktivitas tiba-tiba dan cepat dari gerakan-gerakan lengan (Nala, 2011). Daya ledak
merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa dalam
meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau titik beratnya pada
kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau titik beratnya
pada kecepatan, serta meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan
dilatih secara simultan.
Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan
kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau
diameter otot dan kematangan seksual. Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan
meningkat diusia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun.
Pelatihan olahraga atletik termasuk lempar cakram mulai dilatih dari umur 10-12
tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak
prestasinya pada umur 18-23 tahun (Bompa, 2001). Umur yang dipilih sebagai
subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 14-17 tahun.
2. Faktor Jenis kelamin.
Dilihat secara biologis pria dan wanita sudah berbeda. Perbedaan kekuatan otot
antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun, kekuatan otot anak
laki-laki sedikit lebih kuat daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat
dengan bertambahnya umur. Pada usia 18 tahun ke atas anak laki-laki mempunyai
kekuatan dua kali lebih besar dari wanita. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh hormon testosteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan
laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan pinggulnya, sebaliknya yang
terjadi pada anak-anak perempuan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada
pelebaran pinggulnya, dibandingkan perkembangan pada bagian pinggang dan
bahu (Sugiyanto, 1998). Berdasarkan perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa
jenis kelamin mempengaruhi perbedaan kekuatan, kecepatan, dan lain-lain.
Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka akibatnya jenis
kelamin akan mempengaruhi daya ledak. Jenis kelamin yang dipilih sebagai
subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin perempuan.
3. Faktor Berat badan.
Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lemparan
cakram. Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat gravitasi
yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan
dinamik. Keseimbangan akan menentukan besarnya daya ledak saat terjadi
gerakan melempar cakram. Setiono (2008), menyatakan berat badan berkaitan
dengan beberapa cabang olahraga yang membutuhkan berat badan yang lebih berat
seperti, olahraga lempar dalam atletik.
4. Faktor Tinggi badan.
Secara biomekanika menjelaskan semakin tinggi titik tempat melempar maka
semakin jauh hasil lemparan cakram. Tinggi badan merupakan keseluruhan tubuh
manusia yang meliputi, kaki, togok, leher dan kepala (Setiono, 2008).
5. Faktor Kebugaran fisik/ jasmani.
Kebugaran fisik/ jasmani berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang.
Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya.
Kebugaran fisik/ jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan
tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Wandaningsih, 2005). Dengan
demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik tinggi akan mampu
melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti, sehingga
kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan akan lebih baik pada orang yang
memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik.
6. Faktor Genetik.
Bersifat pembawaan yang sering kali ikut berperan dalam penampilan fisik seperti
proporsi tubuh (postur tubuh), kapasitas jantung-paru, sel darah merah, dan serat
otot merah dan putih (Wandaningsih, 2005). Pengaruh genetik terhadap
kecepatan, kekuatan, daya ledak dan daya tahan pada umumnya berhubungan
dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot
merah. Atlet yang memiliki banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk
melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang banyak
memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat
aerobik. Dengan demikian faktor genetik juga berpengaruh terhadap basil
lemparan cakram. Berbagai faktor mempengaruhi hasil lemparan cakram baik
secara langsung maupun karena pengaruh kombinasi komponen biomotorik
kecepatan dan kekuatan. Kemampuan daya ledak tergantung pada, kekuatan dasar
otot dan kecepatan kontraksi otot yang aktif.
2.8.2 Faktor eksternal
Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet. Faktor tersebut
menyangkut, suhu dan kelembaban lingkungan, arah kecepatan angin, dan ketinggian
1. Faktor Suhu dan kelembaban relatif udara.
Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi
aktivitas kerja otot. Toleransi setiap individu berbeda satu sama lainnya. Orang
Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang cukup sekitar 26-280
C, dengan kelembaban relatif sekitar 60-85%. Apabila olahraga dilakukan pada
udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas
tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban
tambahan untuk melawan panas. Oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan
pada tempat yang nyaman dengan mempertimbangkan tempat dan waktu
penelitian.
2. Faktor Kecepatan angin.
Kecepatan angin yang terlalu tinggi dari arah yang berlawanan akan dapat
menghambat aktivitas sehingga akan mempengaruhi hasil lemparan cakram.
Dalam Penelitian ini arah dan kecepatan angin dalam batas toleransi, diharapkan
pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilya.
3. Faktor Ketinggian tempat.
Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet. Semakin tinggi
suatu tempat maka semakin rendah kadar oksigennya. Kondisi ini akan
membutuhkan adaptasi yang lebih dari atlet yang sedang berlatih.
4. Faktor Jenis dan Bahan cakram.
Cakram yang digunakan untuk latihan dan penelitian harus dipilih jenis dan bahan
cakram yang baik dan memiliki standar untuk melakukan penelitian yang
berkualitas. Ada cakram yang terbuat dari coran beton di bagian luarnya dilapisi
dengan bantalan karet, cakram yang terbuat dari kayu di bagian luarnya dikelilingi
besi pelindung. Jenis dan bahan cakram yang digunakan akan mempengaruhi hasil
dari penelitian yang dilakukan.
2.8.3 Faktor komponen biomotorik
Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram
gaya menyamping dalam olahraga atletik, perlu dilatih secara bersamaan dan simultan.
Komponen biomotorik yang dimaksud adalah komponen kekuatan otot lengan,
kecepatan ayunan lengan, daya ledak otot lengan, kelentukan otot perut, koordinasi
gerakan kaki, tangan, dan komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga
setelah melakukan gerakan melempar cakram.
Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan kontraksi
atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu melakukan aktivitas, hal
tersebut terjadi saat otot lengan melakukan kontraksi menerima beban berupa berat
cakram yang akan dilempar. Kecepatan adalah kontraksi otot melakukan aktivitas
dalam waktu yang sesingkatnya ini terjadi saat lengan mengayun cakram sebelum
dilakukan lemparan, semakin cepat ayunan tangan semakin maksimal gerakan dan
berpengaruh pada hasil lemparan. Daya ledak adalah kemampuan dari otot untuk
melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan
dalam waktu yang singkat, ini terjadi saat lengan menyangga beban dalam cakram dan
tangan mengayun cakram sebelum dilempar sampai akhirnya cakram terlepas dari
pegangan, hal tersebut terjadi karena adanya daya ledak dari otot-otot lengan bagian
atas. Kelentukan adalah kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh dalam melakukan
gerakan pada beberapa sendi seluas-luasnya, ini terlihat saat gerakan otot-otot perut
memilin ke depan atas diikuti gerakan tangan mengayun cakram ke depan atas untuk