• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN HASIL LEMPARAN CAKRAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN HASIL LEMPARAN CAKRAM."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE

WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST

LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP

KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN

HASIL LEMPARAN CAKRAM

I PUTU PUTRA SUARSANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE

WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST

LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP

KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN

HASIL LEMPARAN CAKRAM

I PUTU PUTRA SUARSANA NIM. 1490361010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE

WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST

LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP

KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN

HASIL LEMPARAN CAKRAM

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I PUTU PUTRA SUARSANA NIM. 1490361010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)
(5)

TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 16 MEI 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. : 2178/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 16 Mei 2016

Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO Anggota :

1. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO 2. Dr. dr. I Made Muliarta, S. Ked. M. Kes.

3. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, AIFO 4. Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Putu Putra Suarsana NIM : 1490361010

Program Studi : Fisiologi Olahraga

Judul Tesis : Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist Lebih Baik dari Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up dalam Meningkatkan Hasil Lemparan Cakram

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas dari plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.

Denpasar, 10 Mei 2016 Yang membuat pernyataan

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama – tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M. S. AIF, AIFO, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti gelar magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar – besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. I Made Muliarta, S. Ked. M. Kes, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

(8)

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada Kepala SMK Bintang Persada Tabanan serta seluruh dewan guru yang telah mendukung penulis, mulai dari perencanaan sampai berakhirnya penelitian. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Orang Tua penulis, Drs. I Nyoman Suarsa, dan I Gusti Ayu Ariartini, S.Pd yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan kepada Luh Putu Risa Prabandari, S.Pd. M.Pd. dan I Kadek Yoga Asmara, S.Psi. yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, 18 Mei 2016 Penulis,

(9)

ABSTRAK

KOMBINASI PELATIHAN CABLE MACHINE WOODCHOPPER DAN MEDICINE BALL FULL TWIST LEBIH BAIK DARI KOMBINASI PELATIHAN PUSH UP KNEE DAN SIT UP DALAM MENINGKATKAN

HASIL LEMPARAN CAKRAM

Komponen biomotorik kekuatan dan kecepatan merupakan dasar dari komponen daya ledak otot khususnya pada alat gerak tubuh bagian atas. Kombinasi pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan otot adalah pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist serta pelatihan push up knee dan sit up.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan sampel berjumlah 36 orang yang diambil secara acak proporsional dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi menjadi dua kelompok. Masing – masing kelompok terdiri atas 18 orang. Kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist (Kelompok I) dan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up (Kelompok II). Penelitian dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Data berupa hasil lemparan cakram sebelum dan setelah penelitian dianalisis secara statistik. Data yang didapat berdistribusi Normal dan Homogen sehingga selanjutnya dengan uji t-paired dan uji t-independent. Hasil uji t-paired kedua kelompok terjadi peningkatan hasil lemparan cakram (p<0,05). Hasil uji t-independent sebelum pelatihan pada Kelompok I dan Kelompok II ditemukan tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan setelah pelatihan antara Kelompok I dan Kelompok II sama-sama mengalami peningkatan hasil lemparan cakram (p<0,05).

Simpulan bahwa kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist pada Kelompok I terjadi peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up pada Kelompok II pada hasil lempar cakram.

(10)

ABSTRACT

THE COMBINATION OF CABLE MACHINE WOODCHOPPER AND MEDICINE BALL FULL TWIST TRAINING MUCH BETTER THAN THE COMBINATION OF PUSH UP KNEE AND SIT UP TRAINING TO IMPROVE

THE RESULTS OF DISCUS THROW

Biomotor components of strength and speed are the base of the components of explosive power of muscles, especially motion tools in the upper body. The combination of trainings that can be used to increase muscle strength and speed are cable machine woodchopper and a medicine ball full twist training and push up knee and sit up training.

The current study used an experimental method with a sample of 36 people which is taken using proportional random sampling from the population which met the inclusion and exclusion criteria and dividen into two groups. Each group consist of 18 people. The combination training between cable machine woodchopper and medicine ball full twist was used by the Group I, while the combination between training push up knee and sit up was used by the Group II. The study was conducted three times a week for 6 weeks. Data were collected from the result of the discs throw before and after the study. The collected data were statistically analyzed. From the analysis, it was obtained that the variant of data was homogeny and the distribution was normal. Therefore, the analysis continued with the paired t-test and independent t-test. The paired t-test result showed that there is a increase number of results in discus throw on both of the experiment groups (p <0.05). While the independent t-tests showed that before the training in the group I and group II found was not significantly different (p> 0.05), but after the training between group I and group II are equally increased their results in discus throw (p <0.05).

From the results, it can be inferred that the combination between cable machine woodchopper and medicine ball full twist training in Group I increased higher than the combination between push up knee and sit up training in Group II on the outcome of discus throwing.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan... 7

2.1.1 Atletik dan Lempar Cakram ... 8

(12)

2.2 Pelatihan ... 11

2.2.1 Pelatihan Fisik ... 12

2.2.2 Pelatihan Teknik ... 15

2.2.3 Pelatihan Taktik ... 16

2.2.4 Pelatihan Mental ... 16

2.3 Tujuan Pelatihan Fisik ... 16

2.4 Prinsip Pelatihan Fisik ... 17

2.5 Prosedur Pelatihan Fisik ... 19

2.5.1 Pemanasan ... 19

2.5.2 Pelatihan Inti ... 20

2.5.3 Pendinginan ... 21

2.6 Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist Dengan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up ... 22

2.7 Komponen Biomotorik ... 29

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Lemparan ... 30

2.8.1 Faktor Internal ... 31

2.8.2 Faktor Eksternal ... 33

2.8.3 Faktor Komponen Biomotorik ... 35

2.8.4 Faktor Pelatihan ... 43

2.9 Takaran Pelatihan . ... ... 47

(13)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN ... 55

3.1 Kerangka Berpikir ... 55

3.2 Konsep Penelitian ... 56

3.3 Hipotesis Penelitian ... 57

BAB IV METODE PENELITIAN ... 58

4.1 Rancangan Penelitian ... 58

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 59

4.3.1 Variabilitas Populasi ... 59

4.3.2 Kriteria Subjek ... 59

4.3.3 Besaran Sampel ... 60

4.3.4 Teknik Penentuan Sampel ... 61

4.4 Variabel Penelitian ... 62

4.4.1 Identifikasi Variabel ... 62

4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 62

4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 63

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 64

4.6 Instrumen Penelitian ... 65

4.7 Prosedur Penelitian ... 65

4.8 Analisis Data ... 68

(14)

BAB V HASIL PENELITIAN ... 71

5.1 Data Karakteristik Subjek Penelitian ... 71

5.2 Data Karakteristik Lingkungan Penelitian ... 72

5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Hasil Lemparan Cakram .. 72

5.4 Uji Beda Rerata Hasil Lemparan Cakram Antar Kelompok Pelatihan ... 73

5.5 Uji Beda Rerata Hasil Lemparan Cakram Antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan ... 74

BAB VI PEMBAHASAN ... 79

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 79

6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian ... 80

6.3 Hasil Lemparan Sebelum Pelatihan ... 81

6.4 Pengaruh Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee Dan Sit Up Terhadap Peningkatan Hasil Lemparan Cakram ... 81

6.5 Perbedaan Efek Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee Dan Sit Up Terhadap Peningkatan Hasil Lemparan Cakram ... 83

6.6 Kelemahan Penelitian ... 87

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 88

7.1 Simpulan ... 88

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Perbandingan Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full Twist dengan Kombinasi Pelatihan

Push Up Knee Dan Sit Up ... 29 Tabel 5.1. Data Karakteristik Fisik Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 71 Tabel 5.2. Data Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara ... 72 Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data

Hasil Lemparan Cakram Sebelum dan Sesudah Pelatihan,

Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 73 Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Lemparan Cakram

Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Siswa SMK Bintang Persada Tabanan ... 73 Tabel 5.5. Hasil Uji Beda Rerata Lemparan Cakram

Sebelum dan Sesudah Pelatihan antar Kelompok

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tahap awal gerakan lempar cakram ... 9

Gambar 2.2. Tahap pelaksanaan gerakan lempar cakram ... 10

Gambar 2.3. Tahap akhir gerakan lempar cakram ... 11

Gambar 2.4. Latihan medicine ball full twist berpasangan ... 23

Gambar 2.5. Latihan cable machine woodchopper ... 24

Gambar 2.6. Latihan side throwing ... 25

Gambar 2.7. Latihan medicine ball side throw ... 26

Gambar 2.8. Latihan push up knee ... 27

Gambar 2.9. Latihan sit up ... 28

Gambar 2.10. Tahap memegang cakram ... 37

Gambar 2.11. Tahap menekuk lutut persiapan melempar ... 38

Gambar 2.12. Tahap menekuk pinggang persiapan melempar ... 39

Gambar 2.13.Tahap mengayunkan cakram ... 39

Gambar 2.14. Tahap akhir gerakan melepaskan cakram ... 40

Gambar 2.15. Anatomi tubuh tampak depan ... 41

Gambar 2.16. Anatomi tubuh tampak belakang ... 42

Gambar 3.1 Konsep penelitian ... 56

Gambar 4.1 Rancangan penelitian ... 58

(18)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

kg = kilogram (menggambarkan berat) mm = milimeter (menggambarkan ukuran) m = meter (menggambarkan jarak)

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat-surat Penelitian ... 92

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 97

Lampiran 3. Data Karakteristik Tempat Penelitian ... 98

Lampiran 4. Data Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok 1 ... 99

Lampiran 5. Data Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok 2 ... 100

Lampiran 6. Data Perbandingan Rata-Rata Hasil Lemparan Cakram Mingguan Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 101

Lampiran 7. Data Hasil Lemparan Cakram Pre-Test dan Post-Test Kelompok 1 ... 102

Lampiran 8. Data Hasil Lemparan Cakram Pre-Test dan Post-Test Kelompok 2 ... 103

Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Output SPSS) ... 104

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atletik dikatakan mother of sport atau ibu dari olahraga karena di dalam

atletik itu terkandung unsur-unsur gerak dasar yang dibutuhkan oleh semua cabang

olahraga, seperti gerak lari, lompat, dan lempar. Lempar cakram adalah bagian dari

olahraga atletik. Lempar cakram dilakukan dengan gerakan lengan mengayun dan

melemparkan cakram ke daerah lemparan diakhiri dengan gerak lanjutan.

Berdasarkan data Pekan Olahraga Kabupaten (PORKAB) Tabanan tahun

2014. Dari 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan, hanya dua kecamatan

yang mengirimkan atletnya pada nomor lempar cakram dan Kecamatan Kediri yang

terlihat mempersiapkan, membina dan melatih atletnya dengan baik. Terlihat dari

atlet yang berasal dari Kecamatan Kediri atas nama A. A Sagung Intan Liana

Prameswari dapat melempar cakram sejauh 24,89 meter dan menjadi atlet pelempar

cakram terjauh jika dibandingkan dengan atlet lainnya. Ni Nyoman Raswati Dewi

yang berasal dari Kecamatan Kediri sebagai pelempar cakram terjauh kedua dengan

jarak lemparan 18,14 meter dan atlet atas nama Ni Putu Arista Dewi yang berasal

dari Kecamatan Selemadeg Timur sebagai atlet pelempar cakram terjauh ketiga

dengan jarak lemparan sejauh 10, 69 meter.

Data Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Bali Tahun 2015 yang

diselenggarakan di Kabupaten Singaraja, menunjukkan atlet-atlet yang berasal dari

Kabupaten Tabanan kalah bersaing dengan atlet-atlet dari kabupaten lainnya

khususnya dalam lempar cakram putri sehingga tidak ada satupun atlet putri

(21)

Permasalahan serupa juga terjadi di SMK Bintang Persada Tabanan pada

siswa perempuan kelas X, XI, XIIA dan XIIB. Hasil observasi yang telah dilakukan

untuk mendapatkan data awal sebelum melakukan penelitian menunjukkan

rendahnya hasil lemparan cakram dimana jarak lemparan cakram siswa masih

belum maksimal sehingga masih mungkin untuk ditingkatkan. Permasalahan

tersebut muncul dari berbagai macam faktor diantaranya, kurangnya penerapan

metode pelatih yang bersifat menyeluruh dan memenuhi prinsip-prinsip pelatihan

yang baik dan benar. Pelatihan yang dilakukan harus berfokus kepada komponen

dominan yang harus dikembangkan dengan maksimal, yaitu komponen daya ledak

kombinasi antara komponen kekuatan dan kecepatan.

Hasil observasi proses belajar mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani,

olahraga, dan kesehatan yang terdapat disekitar sekolah masih dapat dijumpai

proses pembelajaran dan pelatihan yang dilakukan beberapa orang tenaga pengajar

masih bersifat sederhana dikarenakan metode, jenis, dan takaran FIIT pelatihan

yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran belum menerapkan

prinsip-prinsip pelatihan fisik yang ada. Selama proses pembelajaran lempar

cakram berlangsung beberapa tenaga pengajar hanya memfokuskan pada pelatihan

yang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu pelatihan sehingga tidak membebani

diri untuk menyiapkan sarana dan prasarana pelatihan, maka dari itu

pelatihan-pelatihan beban yang dilakukan dengan memanfaatkan beban tubuh siswa itu

sendiri, misalnya melakukan pelatihan kekuatan otot tangan dengan melakukan

pelatihan push-up, melakukan pelatihan sit-up untuk memperkuat kekuatan otot

bagian perut (abdomen), pada akhirnya menyingkirkan prinsip spesialisasi dalam

(22)

Beberapa permasalahan yang ada tersebut berimbas pada rendahnya hasil

belajar siswa pada nomor olahraga atletik khususnya lempar cakram. Rendahnya

hasil belajar terlihat dari dekatnya hasil lemparan cakram yang dilakukan siswa,

dimana hasil lemparan cakram tersebut jauh dari harapan sebelumnya. Seharusnya

hasil lemparan cakram akan dapat lebih maksimal jika pelatihan dilakukan dengan

baik dan jenis pelatihan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi

unsur-unsur komponen biomotorik yang berkaitan dengan pelaksanaan gerak

lempar cakram yang dikembangkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pelatihan.

Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh supaya

dapat berfungsi optimal saat melakukan aktivitas olahraga. Dengan memberikan

pelatihan yang menerapkan prinsip-prinsip dasar pelatihan dapat memberikan efek

yang positif pada anatomi dan fisiologi otot. Untuk mengembangkan komponen

biomotorik daya ledak otot, diperlukan pelatihan yang dapat meningkatkan

kemampuan organ-organ tubuh khususnya kemampuan otot terutama otot-otot

anggota gerak atas (Bompa, 2001).

Pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist merupakan

pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan daya ledak otot lengan. Karena

pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist adalah jenis

pelatihan yang memenuhi prinsip dasar pelatihan spesialisasi pelatihan, dimana

gerakan jenis pelatihan sama dengan gerakan olahraga yang dilatih. Selain itu

rangkaian gerak pelatihan ini membuat otot-otot berkontraksi dengan sangat kuat

yang mengakibatkan terjadinya peningkatan ukuran otot (hipertropi otot). Efek dari

hipertropi otot tersebut adalah kekuatan otot lengan akan meningkat. Hipertropi otot

diakibatkan dari pertambahan massa otot, peningkatan filamen aktin dan miosin,

(23)

Melalui peningkatan jumlah dan sel-sel serabut otot lengan ini, akan dapat

meningkatkan kekuatan otot lengan. Kecepatan otot lengan juga akan meningkat

dengan adanya gerakan menarik beban yang dilakukan secara cepat dan

berulang-ulang. Peningkatan kekuatan dan kecepatan akan berpengaruh terhadap peningkatan

daya ledak otot lengan. Hal ini didasarkan atas dua unsur penting yang ada di dalam

daya ledak, yaitu kekuatan otot dan kecepatan otot (Adiatmika, 2002.a). Sehingga

pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist berpengaruh

terhadap daya ledak otot lengan.

Keunggulan pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full

twist dari pelatihan push up knee dan sit up dikarenakan mekanisme gerakan dalam

melakukan atau melaksanakan pelatihan cable machine woodchopper dan medicine

ball full twist ini, memiliki keefektifan di dalam pelaksanaannya, karena kontraksi

otot yang dilakukan menyebabkan otot-otot bahu, lengan, dan dada berkontraksi

secara menyeluruh sehingga fungsi dari otot lengan tersebut lebih besar

dibandingkan dengan pelatihan push up knee dan sit up yang hanya melibatkan

sedikit kontraksi otot.

Berdasarkan latar belakang masalah, salah satu alternatif pemecahan masalah

dari rendahnya hasil belajar lemparan siswa pada lempar cakram, yaitu dengan

penerapan metode pelatihan dan prinsip-prinsip pelatihan yang baik dan benar

sehingga penerapan kombinasi pelatihan yang tepat dapat meningkatkan

kemampuan komponen biomotorik yang dominan diperlukan dalam melempar

cakram. Sehingga seluruh komponen biomotorik tersebut dapat saling menunjang

untuk meningkatkan dan memaksimalkan hasil lemparan cakram siswa.

Bertolak dari latar belakang tersebut, dilakukan penelitian eksperimen yang

(24)

Full Twist Lebih Baik dari Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up dalam

Meningkatkan Hasil Lemparan Cakram”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball

full twist dapat meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang

Persada?

2. Apakah kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dapat meningkatkan hasil

lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada?

3. Apakah kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball

full twist lebih baik dari kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dalam

meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan

medicine ball full twist dapat meningkatkan hasil lemparan cakram siswa

SMK Bintang Persada.

2. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan push up knee dan sit up dapat

meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang Persada.

3. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan

medicine ball full twist lebih baik dari kombinasi pelatihan push up knee dan

sit up dalam meningkatkan hasil lemparan cakram siswa SMK Bintang

(25)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, dapat memberikan pengembangan dan konsep pelatihan baru

dengan mengkombinasikan beberapa jenis pelatihan dengan memenuhi

prinsip-prinsip pelatihan yang disesuaikan dengan cabang olahraga lempar cakram.

2. Secara praktis, dapat digunakan oleh para pelatih, guru olahraga, serta para atlet

sebagai pedoman dalam melakukan suatu pelatihan khususnya cabang olahraga

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari

pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran

jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, aspek pola hidup sehat dan

pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih

yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

nasional.

Supandi mengungkapkan pentingnya gerak sebagai kebutuhan dasar bagi

kehidupan manusia seperti halnya pentingnya minum dan makan. Hal tersebut berarti

gerak dan olahraga merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menunjang

kesehatan dan kebugaran jasmani (Tarigan, 2011).

Berkaitan dengan pentingnya aktivitas jasmani, Bompa dan Astrand

mengemukakan, apabila aktivitas jasmani atau olahraga memenuhi prinsip-prinsip

latihan, misalnya melakukan aktivitas olahraga dengan beban latihan ringan sampai

sedang serta dilakukan secara rutin dan teratur, kegiatan tersebut dapat meningkatkan

derajat kebugaran jasmani (Tarigan, 2011)

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan program pengajaran yang

sangat penting dalam membentuk kebugaran para siswa serta dapat mengarahkan siswa

untuk dapat beraktivitas olahraga agar tercapai generasi yang sehat dan kuat (Aminarni,

2009).

Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, diantaranya (Nala, 2011):

(27)

2. Pendidikan bertujuan untuk membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama,

dan lainnya.

3. Kesehatan bertujuan sebagai sarana pencegahan agar tidak mengalami keadaan

sakit.

4. Kesegaran jasmani bertujuan agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari

dengan efektif dan efisien.

5. Prestasi bertujuan untuk menjadi juara olahraga.

2.1.1 Atletik dan lempar cakram

Atletik merupakan olahraga tertua, dimana gerakan pada olahraga atletik

seperti: jalan, lari, lompat dan lempar menjadi dasar gerakan-gerakan olahraga yang

dapat dijumpai pada hampir setiap cabang olahraga lainnya, atau sering dikatakan

bahwa atletik merupakan dasar dari semua cabang olahraga (mother of sport) (Dixon,

2014). Atletik merupakan aktivitas jasmani yang mendasar untuk cabang olahraga lain

karena bagian-bagian gerakan pada olahraga atletik menjadi dasar gerakan untuk

penyempurnaan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga lainnya.

Lempar cakram (discus throw) adalah salah satu bagian dari olahraga atletik

nomor lempar. Lempar cakram bertujuan melemparkan benda berbentuk bulat pipih

(cakram) sejauh-jauhnya menggunakan ritme, kekuatan, keterampilan dan teknik dasar

lempar cakram yang kuat (Guthrie, 2008).

Cakram yang digunakan pada saat lempar cakram adalah benda yang berbentuk

bulat pipih dengan diameter lingkarannya adalah 220 mm. Cakram pada lempar cakram

dibagi menurut beratnya menjadi dua, diantaranya cakram yang digunakan untuk

laki-laki memiliki berat dua kg dan cakram yang digunakan khusus untuk perempuan

(28)

2.1.1 Gerak pada lempar cakram

Cakram yang dilempar harus dipegang dengan teknik yang benar, supaya arah

dari lemparan sesuai dengan aturan yang ada dan hasil lemparan cakram jatuh didaerah

yang telah ditentukan. Cakram dilempar dengan posisi menyampingi arah lemparan

yang biasanya digunakan oleh para pemula karena gerakannya lebih mudah, cukup

sederhana dan terbiasa diajarkan oleh tenaga pendidik kepada para siswa dalam proses

belajar mengajar di sekolah.

Dalam cara melempar cakram dengan menyampingi arah lemparan dapat

dilakukan dengan teknik melempar cakram sebagai berikut (Sodikin dan Achmad,

2009).

1. Tahap awal gerakan dalam lempar cakram dilakukan dengan cara:

1) Cakram diletakkan pada telapak tangan kiri, kemudian tangan kanan di atas

cakram.

2) Berdiri di dalam lingkaran (daerah melempar), dengan posisi badan

menyampingi arah lemparan.

(29)

2. Tahap pelaksanaan gerakan lempar cakram dilakukan dengan cara :

1) Kaki dibuka sejajar, menyampingi arah lemparan.

2) Berat badan berada pada kaki belakang.

3) Cakram dikait, dengan lengan kanan lurus ke bawah. Cakram diayun ke depan

atas sebanyak tiga kali. Ayunan tangan ke belakang dengan mempersiapkan

otot-otot yang dilibatkan dalam posisi regang penuh (tidak berlebihan)

bertujuan untuk menambah waktu dan jarak persiapan yang bermanfaat

meningkatkan tenaga yang diproduksi (Redhana, 2008)

4) Cakram dilempar, berat badan berada pada kaki belakang dan punggung

tangan berada di atas. Jari kelingking membantu pada saat lepasnya cakram ke

depan.

Gambar 2.2 Tahap pelaksanaan gerak lempar cakram (Nikitin, 2015).

3. Tahap akhir gerakan melempar cakram dilakukan dengan cara :

(30)

2) Salah satu kaki ke depan, dan kaki yang lain diluruskan ke belakang untuk

menjaga keseimbangan agar anggota badan tidak melewati garis batas

lemparan.

Gambar 2.3 Tahap akhir gerakan lempar cakram (Nikitin, 2015).

2.2 Pelatihan

Penerapan Ilmu Faal Olahraga untuk meningkatkan prestasi atlet sangat penting

untuk menentukan takaran latihan, keberhasilan latihan atlet selama periodisasi latihan.

Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yang disebabkan oleh

latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yang dilakukan secara berulang-ulang

(chronic exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap

intensitas, durasi, frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu

(Anonim, 2010). Untuk meningkatkan prestasi, diperlukan kesehatan fisik yang tinggi,

yang dapat dibina melalui masukan gizi yang cukup dan latihan yang baik (Suniar,

2002).

Pelatihan menurut Bompa merupakan suatu aktivitas yang komplek, suatu kinerja

dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan

(31)

fisiologis dan psikologis tertentu agar dapat memenuhi berbagai tuntutan tugas sewaktu

berolahraga (Nala, 2011).

Dimana pelatihan olahraga dapat dibagi sesuai dengan spesialisasi yang akan

dilatih, spesialisasi membagi pelatihan olahraga menjadi empat macam diantaranya

(Nala, 2011):

2.2.1 Pelatihan fisik

Pelatihan fisik merupakan pelatihan dengan usaha untuk memperbaiki sistem,

fungsi organ dengan memberikan beban latihan kepada bagian fisik untuk

mengoptimalkan kinerja dan penampilan atlet. Pelatihan fisik merupakan unsur

terpenting dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi tertinggi.

Menurut Petersen beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan program

pelatihan fisik, diantaranya (Nala, 2011):

1. Intensitas / Beban Pelatihan.

Setiap atlet memiliki kemampuan menerima beban pelatihan yang berbeda-beda.

Sehingga beban pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing atlet. Beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu ringan bahkan

terlalu berat supaya tidak menyebabkan cedera pada atlet. Sebagai pertimbangan

penerapan prinsip beban berlebih, akan mengakibatkan kelelahan (fatique) dapat

menghilangkan kemampuan tubuh dalam merespon suatu rangsang (Joesoef, 2014).

Kelelahan dalam berolahraga dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan psikis.

2. Spesifikasi.

Pelatihan fisik menurut Frank dibuat sedemikian rupa sehingga pelatihannya

menyerupai dengan gerak aktivitas yang dibutuhkan dalam spesialisasi olahraga.

Prinsip kekhususan (the principle of spesificity), adalah prinsip latihan untuk memenuhi

(32)

tertentu, spesifik terhadap rangkaian pola gerakan, spesifik terhadap sistem energi

predominan dan lain sebagainya (Bafirman, 2013).

3. Progresif.

Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance) adalah

penambahan beban yang dilakukan dari satu hari latihan kehari latihan berikutnya.

Wujud dari penambahan beban ini dapat berupa meningkatkan frekuensi, lama latihan,

set, maupun repetisi. Konsep diberlakukannya prinsip beban berlebih ini karena

diyakini bahwa faal tubuh dapat beradaptasi terhadap stimulus yang diterimanya.

Tujuan penerapan prinsip ini adalah untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional

tubuh, yang selanjutnya berwujud prestasi optimal yang diinginkan. Latihan berat yang

dilakukan hendaknya diselingi dengan latihan ringan, dengan tujuan memberikan

kesempatan faal tubuh beristirahat (pemulihan cadangan energi/ memperbaiki

jaringan-jaringan yang rusak).

4. Waktu Pemulihan.

Prinsip pulih asal (the principle recovery) menurut Costill adalah prinsip yang

memandang bahwa faal tubuh perlu masa istirahat. Masa istirahat ini diperlukan untuk

mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala. Pemulihan cadangan energi,

pembersihan akumulasi asam laktat, pemulihan cadangan oksigen, dan perbaikan

jaringan yang rusak adalah serangkaian peristiwa yang terjadi pada saat istirahat

(Bafirman 2013).

Bentuk aktivitas selama pemulihan disela latihan dapat dilakukan dengan istirahat

pasif maupun aktif. Prinsip kembali asal (the principle reversibility) adalah prinsip

yang memandang bahwa peningkatan kualitas fisik akibat dari latihan yang berkualitas,

akan kembali ketingkat paling dasar, jika latihan tidak dilakukan dalam jangka yang

(33)

menerus, maka akan terjadi peningkatan komponen kebugaran jasmani dalam taraf

tertentu.

Menurut Brooks urutan pelatihan fisik yang harus diterapkan, yaitu (Nala, 2011):

1. Pelatihan Fisik Umum, merupakan fase awal pelatihan fisik. Pada fase pelatihan

fisik umum ini pelatihan belum dikaitkan dengan bidang olahraga spesialisasinya.

Dimana pelatihan fisik dalam fase umum ini dilakukan dengan intensitas yang

tidak terlalu berat agar tidak menimbulkan cedera, karena pada fase ini, otot,

tulang, dan ligament belum terkonsolidasi.

2. Pelatihan Fisik Khusus, merupakan fase lanjutan dari pelatihan fisik umum. Pada

fase ini pelatihan sudah ditujukan sesuai dengan cabang olahraga pilihannya.

Setiap pelatihan pengembangan sistem organ tubuh sudah relevan dengan

kebutuhan yang akan dihadapi pada waktu pelatihan teknik dan taktik sesuai

dengan bidang olahraga spesialisasinya.

3. Pelatihan Komponen Biomotorik Khusus, merupakan fase pelatihan lanjutan dari

pelatihan fisik umum dan pelatihan fisik khusus. Pada fase ini dilatih komponen

biomotorik yang betul-betul dibutuhkan untuk menunjang kemampuan teknik dan

taktik bermain. Takaran pelatihan untuk mengembangkan kemampuan komponen

biomotorik khusus diberikan dengan intensitas yang tinggi. Pada fase ini,

pelatihan yang dipilih menyerupai gerakan sesungguhnya agar komponen

biomotorik yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan

untuk menunjang kemampuan teknik atau taktik sehingga dapat memaksimalkan

(34)

2.2.2 Pelatihan teknik

Pelatihan teknik menurut Nossek adalah gerakan pelatihan yang diperlukan

untuk memperbaiki teknik gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu

dengan lebih baik. Pelatihan teknik merupakan pelatihan khusus untuk membentuk dan

mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular.

Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan

menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar dari bentuk

teknik yang diperlukan dari cabang olahraga yang bersangkutan harus dapat dilatih dan

dikuasai secara sempurna (Lenati, 2014).

Pada tahap pelatihan teknik, menurut Nossek dalam dasar kepelatihan

mengemukakan pelatihan teknik dapat dibagi menjadi tiga tahap yang harus dilakukan,

meliputi (Pekik 2002): 1). Tahap pengembangan koordinasi kasar (gross coordination),

tahap koordinasi kasar ini dilakukan untuk mengembangkan tahap pelatihan

selanjutnya. Tahap ini dilakukan kepada atlet pemula yang biasanya belum bisa

melakukan gerakan yang baik, biasanya terlihat dari gerakan-gerakan atlet masih kaku,

dan kurang efisien. 2). Tahap koordinasi halus (fine coordination), tahap ini diberikan

dan terlihat kesalahan gerak sudah mulai berkurang, gerak lebih konsisten dan stabil

serta lebih efisien. 3). Tahap stabilisasi dan otomatis (stabilization and automatization)

pada tahap pelatihan ini atlet sudah mampu mengatasi hambatan-hambatan, serta

gerakan sudah dilakukan otomatis tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ditahap pelatihan

ini gerak sudah sangat efisien sehingga keluaran energi sangat sedikit dengan

(35)

2.2.3 Pelatihan taktik

Pelatihan taktik adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu

pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelatihan ini

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan

yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap

pelatihan.

2.2.4 Pelatihan mental

Kemajuan mental atlet tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ketiga

faktor pelatihan di atas, karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan

taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak akan

tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet,

penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang

menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportifitas,

percaya diri dan kejujuran.

2.3 Tujuan Pelatihan Fisik

Tujuan dari pelatihan fisik menurut Bompa adalah untuk memperbaiki struktur

dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Lenati, 2014).

Setiap penyusunan program pelatihan, terlebih dahulu ditetapkan tujuan pelatihan

sehingga perencanaan dan pelaksanaan pelatihan dapat disesuaikan dengan tujuan

(Nala, 2011).

Secara garis besar tujuan pelatihan olahraga menurut Nala (2011), adalah sebagai

berikut:

1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi

pengembangan seluruh kemampuan komponen biomotorik, yang menyangkut

(36)

2. Mengembangkan komponen fisik khusus, yang disesuaikan dengan tipe atau

spesialisasi cabang olahraga yang dilatih.

3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan spesialisasi olahraga yang

ditekuni.

4. Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga

kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi

dapat dipersiapkan dengan matang.

5. Meningkatkan kualitas kemauan atlet.

6. Meningkatkan persiapan dan kerjasama tim.

7. Meningkatkan derajat kesehatan atlet.

8. Mencegah cedera dengan melakukan pemanasan sebelum latihan inti.

9. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang fisiologi atau

psikologi dasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi.

2.4 Prinsip Pelatihan Fisik

Prinsip dari pelatihan adalah suatu petunjuk dan aturan yang disusun secara

sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus

ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan. Prinsip dasar ini merupakan

langkah awal dalam kegiatan penyusunan program pelatihan yang optimal dan efektif

untuk dapat diaplikasikan.

Prinsip pelatihan fisik menurut Nala (2011), mengatakan bahwa lama pelatihan

yang dilakukan sampai diperoleh hasil latihan yang konstan dimana tubuh sudah

beradaptasi dengan pelatihan yang dilakukan akan tercapai dengan pelatihan yang

(37)

Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan terdiri dari 7 prinsip diantaranya (Nala,

2011),

1. Prinsip Aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti latihan.

Prinsip ini diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu

pelatihan sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti

pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan dan tidak hanya berlatih

ketika didampingi oleh pelatih saja.

2. Prinsip pengembangan multilateral.

Pelatihan fisik umum atau pelatihan multilateral yang dilaksanakan sebelum

pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali terlebih dahulu pelatihan

dasar-dasar kebugaran fisik dan komponen biomotorik. Selain itu dikembangkan

pula seluruh organ dan sistema yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut

proses fisiologis maupun psikologisnya.

3. Prinsip spesialisasi.

Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilanjutkan dengan pengembangan

fisik khusus atau spesialisasi yang tentunya disesuaikan dengan cabang olahraga

yang dilatih. Pelatihan spesialisasi dapat dimulai setelah sesuai dengan umur untuk

cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan. Untuk melatih

cabang olahraga atletik termasuk lempar cakram, spesialisasi umur yang dilatih

antara 14-17 tahun.

4. Prinsip individualisasi.

Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi

dalam olahraga yang berbeda satu sama lainnya, sehinggga cara pelatihannya akan

berbeda. Pendekatan personalisasi dapat dipergunakan sebagai media untuk

(38)

5. Prinsip variasi atau keserbaragaman.

Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus menerus akan cukup

membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan

perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap

mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program pelatihan yang

ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam berlatih.

6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan.

Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitasi, suatu simulasi dari

kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati

yang mendekati keadaan sebenarnya.

7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan.

Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan

secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan. Dapat pula

dilakukan diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi

gerakan yang semakin rumit.

2.5 Prosedur Pelatihan Fisik

Prosedur pelatihan fisik pada pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan terdiri

dari tiga bagian yaitu bagian latihan pemanasan, latihan inti dan latihan pendinginan

(Syarifudin, 1997).

2.5.1 Pemanasan

Pemanasan menurut Bompa (2001) adalah tahap awal pelatihan yang sangat

penting untuk dilakukan. Mengingat pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan fisik

dan psikis dalam menghadapi pelatihan inti serta mencegah kemungkinan terjadinya

(39)

peningkatan komponen biomotorik kecepatan, kecepatan gerakan lengan, kekuatan

otot, daya tahan otot, daya ledak dan daya tahan kardiovaskular. Intensitas dan durasi

pemanasan setiap aktivitas olahraga bervariasi, tergantung dari aktivitas yang

dilakukan, misalnya lama pemanasan untuk mengerahkan seluruh otot tubuh berkisar

antara 20-30 menit. Selain itu durasi pemanasan tergantung pula dari berbagai

faktor yaitu: suhu dan kelembaban lingkungan, umur, kebugaran fisik, berat

ringannya aktivitas dan lain - lain (Nala, 2011).

Tipe pemanasan yang dilakukan selama pemanasan tergantung dari cabang

olahraga yang dilakukan. Tipe pemanasan ada tiga antara lain, (1) peregangan

yang merupakan aktivitas otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan, (2)

kalistenik dengan cara menggerakkan sekelompok otot yang secara aktif

berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang

bersangkutan, (3) aktivitas spesifik yaitu aktivitas yang disesuaikan dengan jenis

olahraga yang dilatih (Nala, 2011).

2.5.2 Pelatihan inti

Takaran pelatihan merupakan hal yang sangat penting peranannya dalam

meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan terutama kemampuan komponen

biomotorik secara tepat dan efisien. Takaran pelatihan terdiri dari intensitas, volume

dan frekuensi (Nala, 2011). Kegiatan olahraga atau physical activity lainnya hendaknya

disesuaikan dengan kondisi tubuh siswa yang bersangkutan (Arsani, 2006).

Metode pelatihan inti yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi

pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist dengan kombinasi

pelatihan push up knee dan sit up dengan set dan repetisi yang ditingkatkan dari

(40)

minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu yang dilaksanakan pada hari senin, rabu,

dan jumat.

Pate menyatakan pelatihan yang berlangsung selama enam sampai delapan

minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yang akan mengalami

peningkatan 10-20% (Nala, 2011). Selanjutnya Fox menyatakan pelatihan dengan

frekuensi tiga kali seminggu sesuai untuk pemula dan akan menghasilkan peningkatan

yang berarti (Nala, 2011).

2.5.3 Pendinginan

Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula.

Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang

terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran sentral. Selain itu

berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan

asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2011).

Bentuk pelatihan pendinginan yang biasa dianjurkan adalah dengan istirahat

aktif. Karena asam laktat cepat dimetabolisme secara aerobik sehingga menghasilkan

CO2+H2O lebih cepat yang menyebabkan asam laktat cepat berkurang. Begitu selesai

melakukan aktivitas atau pelatihan, dianjurkan untuk tidak langsung duduk tetapi

melakukan gerakan-gerakan ringan seperti jalan-jalan atau menggerak-gerakkan

seluruh anggota tubuh secara ringan (Nala, 2011).

Lamanya pendinginan menurut Powers berkisar antara 10-30 menit (Nala,

2011). Pelatihan pendinginan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan selama 15

menit diawali dengan gerakan-gerakan lambat dimulai dari kepala, leher, bahu, lengan,

pinggang, dan tungkai bawah. Gerakan pendinginan lebih difokuskan pada alat gerak

(41)

2.6 Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full

Twist dengan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up.

Pelatihan adalah suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ atau alat tubuh

dan fungsinya dengan tujuan untuk memaksimalkan penampilan atau kinerja atletnya.

Kombinasi pelatihan dengan jenis – jenis pelatihan baru adalah bentuk pelatihan yang

disiapkan secara menyeluruh dengan menyasar seluruh aspek yang dianggap

berkontribusi guna memaksimalkan hasil gerakan sehingga nantinya akan memberikan

prestasi puncak yang menjadi harapan setiap atlet dalam mengikuti suatu kompetisi

atau perlombaan.

Menurut Soegito (2010), komponen-komponen yang harus dimiliki pelempar

cakram adalah kekuatan, kecepatan, daya ledak, koordinasi otot yang baik, ditunjang

dengan daya tahan yang tinggi. Maka dari itu pelatihan yang diterapkan dalam

penelitian ini akan menyasar komponen kekuatan, kecepatan, dan daya ledak, serta

penambahan pelatihan teknik yaitu pelatihan teknik melempar cakram dengan

memfokuskan kepada ketepatan sudut lemparan. Sudut yang dapat memberikan hasil

lemparan yang maksimal adalah besaran sudut lemparan antara 32-38 derajad (Yoyo,

2006). Pelatihan seluruh aspek yang terkait harus dipersiapkan secara menyeluruh,

sebab satu aspek berkaitan dengan aspek lainnya dan satu aspek akan menentukan

aspek lainnya untuk menunjang pencapaian prestasi maksimal. Kombinasi jenis – jenis

pelatihan yang dilakukan dalam penelitian adalah pelatihan yang dilakukan dengan

melatih semua komponen yang dibutuhkan dalam rangkaian gerak melempar cakram.

Adapun diantaranya akan dijabarkan sebagai berikut:

Latihan komponen kekuatan. Kekuatan adalah kemampuan otot (musculus)

tubuh untuk melakukan kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban

(42)

menggunakan alat bantu berupa ball medicine. Pelatihan dengan nama Medicine ball

full twist yang dilakukan secara berpasangan dengan tujuan untuk melatih kekuatan

otot-otot bagian perut. Latihan dilakukan dengan cara berpasangan, berdiri dengan

saling membelakangi pasangannya. Dimana kaki dibuka selebar bahu untuk menjaga

keseimbangan. Kemudian memindahkan bola (beban) dengan cara memegang bola

menggunakan kedua tangan dan mengoperkannya ke pasangannya dengan memilin

pinggang ke arah kanan searah dengan arah melempar cakram. Latihan tersebut dapat

dilihat seperti gambar 2.4.

Gambar 2.4 Latihan Medicine ball fulltwist berpasangan.

Latihan kekuatan lainnya dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa

katrol dengan pemberat, namun akan diganti dengan botol air minum mineral besar

yang diisi pasir sebagai beban yang akan ditarik dan diikat dengan tali sebagai alat

penariknya. Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot ekstrimitas atas

yaitu lebih memfokuskan kepada bagian otot bisep, otot trisep, otot deltoid, otot

pektoralis mayor minor, dan otot trapezius. Pelatihan ini dilakukan dengan cara beban

(43)

menarik beban tersebut berulangkali dengan posisi menyampingi beban latihan yang

ditarik. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar 2.5.

Gambar 2.5 Latihan cable machine woodchopper.

Latihan komponen kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan kontraksi otot

untuk melakukan suatu gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Komponen

ini dapat dilatih dengan melakukan latihan melempar bola sebanyak-banyaknya dalam

waktu yang sesingkat-singkatnya. Latihan ini akan mengaktifkan kecepatan otot-otot

ekstrimitas atas sesuai dengan gerakan melempar cakram. Pelatihan ini dilakukan

dengan cara berdiri dengan memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap

arah sasaran (sasaran berupa tembok datar yang diisi tanda sebagai sasaran tembak).

Kemudian melakukan lemparan bola ke sasaran dengan mengayunkan bola di samping

tubuh dan melepas bola dengan sudut lemparan 32-380 derajat untuk melatih kecepatan

(44)

Gambar 2.6 Latihan side throwing.

Pelatihan komponen daya ledak. Secara sistimatis daya ledak (Power)

merupakan hasil dari perkalian kekuatan (Forece) dengan kecepatan (Velocity)

(Adiatmika, 2002.a). Latihan komponen daya ledak akan dilakukan dengan melakukan

pelatihan melempar beban dengan nama medicine ball side throw. Pelatihan daya ledak

dilakukan dengan tujuan melatih daya ledak otot-otot ekstrimitas atas seperti otot bisep,

otot trisep, otot pektoralis mayor minor, otot trapezius dan otot deltoid. Pelatihan ini

dilakukan dengan cara berdiri memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap

arah lemparan. Bola bisa dipegang di samping badan untuk pelatihan medicine ball side

throw lalu bola dilempar sekuat dan secepat-cepatnya. Latihan tersebut dapat dilihat

(45)

Gambar 2.7 Latihan medicine ball side throw.

Kombinasi pelatihan yang dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama adalah

kombinasi pelatihan yang dilakukan untuk mengembangkan komponen terkait dengan

jenis-jenis pelatihan yang sudah terbiasa dilakukan. Dimana jenis pelatihan lama yang

dilakukan adalah pelatihan yang melatih sebagian komponen yang dianggap paling

mempengaruhi pencapaian prestasi maksimal dengan mengabaikan

komponen-komponen lain yang dianggap tidak memberikan efek yang cukup signifikan atau

menunjang dalam memaksimalkan prestasi yang ingin dicapai. Pelatihan yang

dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama dilakukan dengan melatih komponen

kekuatan yang menjadi dasar dan domain dalam cabang olahraga lempar cakram.

Pelatihan komponen kekuatan yang dilatih tanpa menggunakan alat bantu, melainkan

latihan yang dilakukan memanfaatkan beban dari tubuh siswa itu sendiri.

Latihan komponen kekuatan dapat dilatih dengan pelatihan Push up knee.

Pelatihan push up knee adalah pelatihan yang memfokuskan pada pelatihan kekuatan

(46)

knee bertujuan untuk melatih kekuatan otot lengan atas (otot bisep dan otot trisep) dan

otot bahu (otot deltoid).

Pelatihan ini dapat dilakukan dengan cara tidur dengan posisi badan menghadap

lantai, dengan kedua tangan berada disamping bahu masing-masing, dan gerakan ini

menumpu pada kedua tangan dan lutut. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar

2.8.

Gambar 2.8 Latihan push up knee.

Latihan sit up adalah salah satu bentuk pelatihan kekuatan otot. Dapat dilakukan

dengan bantuan alat maupun tanpa bantuan alat. Dalam penelitian ini sit up dilakukan

dengan tidur terlentang di lapangan, kedua lutut sedikit ditekuk dan kedua tangan

menempel di dada atau menyatu di belakang kepala, kemudian lakukan gerakan

mengangkat dan merebahkan badan secara berulang. Latihan sit up dilakukan secara

berkelompok dimana setiap kelompok terdiri dari tiga orang, satu orang yang

melakukan gerakan dan dua orang lainnya bertugas untuk membantu teman yang

melakukan gerakan. Dimana pelatihan sit up bertujuan untuk melatih kekuatan otot

perut rectus abdominus, eksternal dan internal obliques (Tarigan, 2015). Pelatihan sit

(47)

Gambar 2.9 Latihan sit up.

Dalam penelitian ini akan membandingkan pelatihan yang dilakukan dengan

memberikan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full

twist, yaitu pelatihan yang dilakukan dengan kombinasi pelatihan cable machine

woodchopper dan Medicine ball full twist yang dilakukan dengan mengaktifkan semua

komponen-komponen yang dinilai berperan untuk memaksimalkan hasil lemparan

cakram siswa. Karena peneliti menganggap bahwa semua komponen sama pentingnya

dan akan saling menunjang untuk pelaksanaan gerak dan memaksimalkan hasil gerakan

nantinya. Karena tidak mungkin suatu rangkaian gerak yang terjadi diakibatkan oleh

satu komponen biomotorik yang aktif. Setiap gerakan yang dilakukan selama aktivitas

berolahraga selalu melibatkan lebih dari satu komponen biomotorik. Dalam penelitian

ini membandingkan penerapan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan

medicine ball full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up yang sudah

biasa dilakukan, dimaksudkan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up adalah

pelatihan yang sudah terbiasa dan umumnya dilakukan oleh tenaga pengajar atau

(48)

Secara garis besar perbedaan antara jenis pelatihan kelompok I yang dilakukan

secara menyeluruh dibandingkan dengan jenis pelatihan kelompok II yang sudah

terbiasa dilakukan. Perbandingan kombinasi pelatihan yang dilakukan dalam penelitian

dapat dilihat seperti tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Perbandingan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball

full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up.

Unsur Pelatihan Jenis Pelatihan Kelompok I Jenis Pelatihan Kelompok II

Komponen

Kecepatan Latihan side throwing Latihan side throwing

Daya Ledak Latihan throw medicine ball side Latihan throw medicine ball side

2.7 Komponen Biomotorik

Komponen biomotorik merupakan komponen dasar gerak fisik atau aktivitas

fisik dari tubuh manusia. Hampir semua gerakan fisik yang dilakukan oleh manusia

saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Nala, 2011), sehingga harus dikembangkan

secara menyeluruh melalui suatu pelatihan yang dilakukan untuk memperoleh prestasi

maksimal.

Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram

adalah komponen kekuatan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, koordinasi, dan

komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga setelah melakukan gerakan

melempar cakram. Komponen biomotorik yang dinilai paling berpengaruh dalam

memaksimalkan proses dan hasil lemparan cakram adalah komponen daya ledak yang

(49)

Ada beberapa komponen biomotorik yang dilatih dalam penelitian ini,

diantaranya pelatihan komponen yang terkait dilatih selama 6-8 minggu dilakukan

sebanyak tiga kali dalam seminggu. Peningkatan beban latihan dapat diberikan setelah

satu minggu pelatihan (Nala, 2011). Untuk meningkatkan kekuatan otot pelatihan

dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali perminggu. Karena pelatihan komponen kekuatan

adalah komponen yang paling lama terlihat peningkatan dari pelatihan yang diberikan

dibandingkan dengan komponen biomotorik lainnya.

Komponen biomotorik yang berperan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram,

seperti kekuatan, kecepatan, dan daya ledak berawal dari energi dalam tubuh yang

mengaktifkan kinerja otot untuk menghasilkan gerakan. Jumlah tenaga yang

dimanfaatkan harus seefektif mungkin. Jumlah tenaga efektif adalah jumlah dari semua

tenaga yang diproduksi oleh sejumlah otot yang searah. Lemparan cakram dilakukan

dengan rangkaian gerakan yang berkelanjutan, mulai dari persiapan dengan memegang,

mengayun cakram, memilin badan, mengayunkan lengan ke depan atas, melepas

cakram dan akhirnya meluruskan tubuh secara penuh. Gerakan yang dilakukan secara

kontinyu dengan memaksimalkan otot-otot yang berkontraksi secara sinergis, searah

dan meminimalisir gerakan otot antagonis supaya gerakan yang dihasilkan lebih efektif

dan efisien dalam memanfaatkan besaran tenaga saat melakukan rangkaian gerakan

melempar cakram.

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Lemparan

Daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik yang merupakan

aktivitas tiba-tiba dan cepat dari gerakan-gerakan lengan (Nala, 2011). Daya ledak

merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa dalam

(50)

meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau titik beratnya pada

kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau titik beratnya

pada kecepatan, serta meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan

dilatih secara simultan.

Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan

kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau

diameter otot dan kematangan seksual. Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan

meningkat diusia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun.

Pelatihan olahraga atletik termasuk lempar cakram mulai dilatih dari umur 10-12

tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak

prestasinya pada umur 18-23 tahun (Bompa, 2001). Umur yang dipilih sebagai

subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 14-17 tahun.

2. Faktor Jenis kelamin.

Dilihat secara biologis pria dan wanita sudah berbeda. Perbedaan kekuatan otot

antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun, kekuatan otot anak

laki-laki sedikit lebih kuat daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat

dengan bertambahnya umur. Pada usia 18 tahun ke atas anak laki-laki mempunyai

kekuatan dua kali lebih besar dari wanita. Hal ini disebabkan karena adanya

pengaruh hormon testosteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan

(51)

laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan pinggulnya, sebaliknya yang

terjadi pada anak-anak perempuan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada

pelebaran pinggulnya, dibandingkan perkembangan pada bagian pinggang dan

bahu (Sugiyanto, 1998). Berdasarkan perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa

jenis kelamin mempengaruhi perbedaan kekuatan, kecepatan, dan lain-lain.

Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka akibatnya jenis

kelamin akan mempengaruhi daya ledak. Jenis kelamin yang dipilih sebagai

subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin perempuan.

3. Faktor Berat badan.

Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lemparan

cakram. Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat gravitasi

yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan

dinamik. Keseimbangan akan menentukan besarnya daya ledak saat terjadi

gerakan melempar cakram. Setiono (2008), menyatakan berat badan berkaitan

dengan beberapa cabang olahraga yang membutuhkan berat badan yang lebih berat

seperti, olahraga lempar dalam atletik.

4. Faktor Tinggi badan.

Secara biomekanika menjelaskan semakin tinggi titik tempat melempar maka

semakin jauh hasil lemparan cakram. Tinggi badan merupakan keseluruhan tubuh

manusia yang meliputi, kaki, togok, leher dan kepala (Setiono, 2008).

5. Faktor Kebugaran fisik/ jasmani.

Kebugaran fisik/ jasmani berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang.

Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya.

Kebugaran fisik/ jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan

(52)

tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Wandaningsih, 2005). Dengan

demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik tinggi akan mampu

melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti, sehingga

kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan akan lebih baik pada orang yang

memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik.

6. Faktor Genetik.

Bersifat pembawaan yang sering kali ikut berperan dalam penampilan fisik seperti

proporsi tubuh (postur tubuh), kapasitas jantung-paru, sel darah merah, dan serat

otot merah dan putih (Wandaningsih, 2005). Pengaruh genetik terhadap

kecepatan, kekuatan, daya ledak dan daya tahan pada umumnya berhubungan

dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot

merah. Atlet yang memiliki banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk

melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang banyak

memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat

aerobik. Dengan demikian faktor genetik juga berpengaruh terhadap basil

lemparan cakram. Berbagai faktor mempengaruhi hasil lemparan cakram baik

secara langsung maupun karena pengaruh kombinasi komponen biomotorik

kecepatan dan kekuatan. Kemampuan daya ledak tergantung pada, kekuatan dasar

otot dan kecepatan kontraksi otot yang aktif.

2.8.2 Faktor eksternal

Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet. Faktor tersebut

menyangkut, suhu dan kelembaban lingkungan, arah kecepatan angin, dan ketinggian

(53)

1. Faktor Suhu dan kelembaban relatif udara.

Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi

aktivitas kerja otot. Toleransi setiap individu berbeda satu sama lainnya. Orang

Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang cukup sekitar 26-280

C, dengan kelembaban relatif sekitar 60-85%. Apabila olahraga dilakukan pada

udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas

tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban

tambahan untuk melawan panas. Oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan

pada tempat yang nyaman dengan mempertimbangkan tempat dan waktu

penelitian.

2. Faktor Kecepatan angin.

Kecepatan angin yang terlalu tinggi dari arah yang berlawanan akan dapat

menghambat aktivitas sehingga akan mempengaruhi hasil lemparan cakram.

Dalam Penelitian ini arah dan kecepatan angin dalam batas toleransi, diharapkan

pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilya.

3. Faktor Ketinggian tempat.

Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet. Semakin tinggi

suatu tempat maka semakin rendah kadar oksigennya. Kondisi ini akan

membutuhkan adaptasi yang lebih dari atlet yang sedang berlatih.

4. Faktor Jenis dan Bahan cakram.

Cakram yang digunakan untuk latihan dan penelitian harus dipilih jenis dan bahan

cakram yang baik dan memiliki standar untuk melakukan penelitian yang

berkualitas. Ada cakram yang terbuat dari coran beton di bagian luarnya dilapisi

dengan bantalan karet, cakram yang terbuat dari kayu di bagian luarnya dikelilingi

(54)

besi pelindung. Jenis dan bahan cakram yang digunakan akan mempengaruhi hasil

dari penelitian yang dilakukan.

2.8.3 Faktor komponen biomotorik

Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram

gaya menyamping dalam olahraga atletik, perlu dilatih secara bersamaan dan simultan.

Komponen biomotorik yang dimaksud adalah komponen kekuatan otot lengan,

kecepatan ayunan lengan, daya ledak otot lengan, kelentukan otot perut, koordinasi

gerakan kaki, tangan, dan komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga

setelah melakukan gerakan melempar cakram.

Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan kontraksi

atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu melakukan aktivitas, hal

tersebut terjadi saat otot lengan melakukan kontraksi menerima beban berupa berat

cakram yang akan dilempar. Kecepatan adalah kontraksi otot melakukan aktivitas

dalam waktu yang sesingkatnya ini terjadi saat lengan mengayun cakram sebelum

dilakukan lemparan, semakin cepat ayunan tangan semakin maksimal gerakan dan

berpengaruh pada hasil lemparan. Daya ledak adalah kemampuan dari otot untuk

melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan

dalam waktu yang singkat, ini terjadi saat lengan menyangga beban dalam cakram dan

tangan mengayun cakram sebelum dilempar sampai akhirnya cakram terlepas dari

pegangan, hal tersebut terjadi karena adanya daya ledak dari otot-otot lengan bagian

atas. Kelentukan adalah kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh dalam melakukan

gerakan pada beberapa sendi seluas-luasnya, ini terlihat saat gerakan otot-otot perut

memilin ke depan atas diikuti gerakan tangan mengayun cakram ke depan atas untuk

Gambar

Gambar 2.1 Tahap awal gerakan lempar cakram. (Nikitin, 2015)
Gambar 2.2 Tahap pelaksanaan gerak lempar cakram (Nikitin, 2015).
Gambar 2.3 Tahap akhir gerakan lempar cakram (Nikitin, 2015).
Gambar 2.4 Latihan Medicine ball full twist berpasangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait